DIAGNOSIS PRENATAL Harry K Gondo Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya PENDAHULUAN Kehamilan yang didambakan oleh pasangan suami istri merupakan anugrah Tuhan yang tiada duanya, tetapi disamping rasa syukur tersebut terselip rasa cemas pada pasangan tersebut apakah anak yang dilahirkan akan sesuai harapannya seperti sehat,normal, ataukah mengalami kecacatan baik yang ringan maupun fatal. Kecemasan tersebut akan bertambah selama kehamilan apalagi terdapat riwayat keluarga dengan kecacatan, pernah minum obat-obatan yang mungkin dapat menimbulkan kelainan atau melakukan upaya atau tindakan untuk usaha aborsi. Peranan diagnosis prenatal sangat penting untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin, demikian juga konseling genetik akan memegang peranan penting pada kasus-kasus kehamilan yang berisiko terjadinya kecacatan. APAKAH DIAGNOSIS PRENATAL ITU ? Diagnosis prenatal mulai berkembang tahun 1966 semenjak Steele dan Breg dapat menentukan bahwa dengan cairan amnion sel-sel yang ada didalamnya dapat dianalisa dan dapat dikembangbiakkan (dikultur ). Prenatal adalah waktu janin dalam kandungan atau sebelum dilahirkan, sedang diagnosis adalah kemampuan menentukan keadaan atau kesehatan janin. Pada prinsipnya dengan melakukan diagnosis prenatal dapat diketahui keadaan kesejahteraan janin atau menentukan prognosis serta lang-langkah apa yang harus dilakukan. Diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan invasif dan yang non invasive. Termasuk pemeriksaan invasif antara lain : 1. Amniosentesis 2. Biopsi vili korealis 3. Fetoskopi 1 4. Pengambilan sample darah janin 5. Biopsi jaringan janin Termasuk non invasif antara lain : 1. Pemeriksaan dengan sinar X 2. Pemeriksaan dengan MRI 3. Pemeriksaan serum dan urine ibu 4. Pemeriksaan Ultrasonografi. TUJUAN DIAGNOSIS PRENATAL Tujuan diagnosis prenatal tidaklah hanya sekedar deteksi kecacatan ataupun terminasi kehamilan, tetapi banyak masalah diantaranya, 1. Memberi penjelasan kepada keluarganya mengenai kemungkinan cacat yang di dapat. 2. Memberi nasehat dan mengurangi kecemasan yang diderita oleh pasangan. 3. Memberi penerangan bahwa pasangan yang mempunyai risiko kalau nantinya hamil, kesejahteraan janin dapat diperiksa lebih dini. Untuk menegakkan diagnosis prenatal perlu kerjasama beberapa disiplin ilmu seperti ahli obstetri, ultrasonografi,genetik,konseling genetik, laboratorium termasuk biokimia,sitogenetika dan analisis DNA. INDIKASI DIAGNOSIS PRENATAL Indikasi pemeriksaan prenatal diantaranya : 1. Umur ibu lebih dari 35 tahun Makin tua umur ibu waktu hamil angka kemungkinan terjadinya sindroma down makin besar dan ini tidak ada kaitannya dengan umur ayah. Bila ibu kurang dari 25 tahun terjadinya sindroma down 1 dalam 1500 kelahiran, pada umur 40 tahun 1 dalam 100 kelahiran, pada umur 45 tahun 1 dalam 45 kelahiran. 2. Riwayat anak sebelumnya dengan kelainan kromosom. Seorang ibu yang melahirkan anak dengan kelainan kromosom sebelumnya, kemungkinan akan melahirkan anak dengan kelainan kromosom juga, 2 kemungkinan terjadinya kelainan yang sama 1/100 kali. Angka ini cukup besar dibandingkan dengan angka normal yang kemungkinan hanya 1/800. 3. Abnormalitas kromosom pada orang tuanya. Risiko untuk menurun keanaknya kurang lebih 20% 4. Ada keluarga dengan sindrom Down. 5. Pemeriksaan biokimiawi ada risiko kelainan autosom atau resesif terkait X serius. 6. Anak atau orang tua dengan riwayat defek neural tube. 7. Ultrasonografi terdapat janin dengan kelainan kongenital. 8. Riwayat kelainan congenital multipel. INVASIF DIAGNOSIS PRENATAL Tindakan invasif diagnosis mengandung bahaya dan ini harus diterangkan kepada pasangan yang cemas akan kehamilannya. Hal yang perlu disampaikan : 1. Risiko terjadinya kelainan pada kehamilan. Hal ini dapat dilihat tergantung macam penyakit serta silsilah keluarga (pedigree). 2. Risiko yang dihadapi bila terjadi salah satu kelainan. 3. Tindakan yang paling aman untuk meneruskan atau menghentikan kehamilan. 4. Langkah-langkah rehabilitasi untuk memperkecil akibat yang terjadi karena ketidak mampuan. 5. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan. 6. Kemungkinn dilakukan pemeriksaan ulangan bila ada kegagalan dalam penentuan diagnosis padfa pemeriksaan pertama. 7. Pemeriksaan tambahan. 8. Tidak semua kelainan dapat dideteksi. 9. Faktor biaya. CARA-CARA MENDAPATKAN JARINGAN JANIN 1. Amniosentesis Cairan amnion diambil dengan cara menghisap, dengan menembus dinding perut dan dinding uterus. Cara ini dikenal dengan amniosentesis transabdominal. Tuntunan dengan USG mutlak diperlukan dalam prosedur ini. Amniosentesis 3 dilakukan pada umur kehamilan 14-16 minggu, jika terlalu awal cairan amnion belum cukup banyak, sedang bila terlambat akan lebih sulit membuat kultur dari sel-sel janin yang ada didalamnya. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin diambil sebanyak 10-20 cc. Cairan amnion mengandung sel dari kulit fetus. Sampel dari sel-sel ini selanjutnya akan diperiksa di laboratorium. Setelah dibiakkan selama 2-3 minggu kromosom dapat diperiksa dan dianalisa kariotipenya. Selain untuk keperluan sitogenetik cairan amnion dapat diperiksa juga kandungan alfa feto proteinnya (AFP) secara biokemis. Kebaikan dari amniosentesis adalah mudah dikerjakan, sedikit kemungkinan tercemar dari jaringan ibu, juga aman ( kemungkinan komplikasi/abortus 0,5% ), tetapi kelemahannya baru dapat dilaksanakan pada kehamilan 14-16 minggu sehingga bila nantinya akan dilakukan terminasi kehamilan akan dijumpai masalah yang lebih besar. Kejadian korioamnionitis setelah prosedur ini sekitar 0,1 %. Ririko lain dari amniosentesis adalah kemungkinan perkembangan dari suatu rhesus jika golongan darahnya Rh negative. Untuk mencegah keadaan ini diberikan injeksi Rh immune globulin (Rhogam) 36 jam setelah prosedur dilakukan. Sebaiknya sebelum prosedur dilakukan harus diketahui golongan darah Rhesus. 2. Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic villus sampling atau sediaan yang berasal dari sel-sel trofoblast dapat diambil lewat servik (trans servikal) atau lewat dinding abdomen (tans abdominal). Prosedur ini dapat dilakukan pada umur kehamilan 9-14 minggu. Lewat serviks dapat dilakukan dengan menggunakan kanula plastik halus atau logam, sedang dari dinding abdomen digunakan jarum. Kebaikan prosedur ini pengambilannya dalam kehamilan yang lebih muda sehingg sewaktu-waktu kalau diperlukan terminasi kehamilan lebih mudah, sel-sel villi chorealis dapat diperiksa secara langsung. Kelemahannya atau komplikasi yang dapat timbul adalah : - Abortus dengan angka kejadian sekitar 1-2 %. - Ruptur selaput amnion. - Infeksi - Perdarahan 4 - Terjadi Rhesus iso-immunization. - Kontaminasi dari sel-sel maternal lebih tinggi. - Keberhasilan analisa kromosom lebih kecil disbanding dengan amniosentesis. - Kejadian IUFD dengan tindakan sekitar 9-15 %. 3. Fetal Blood Sampling Dengan berkembangnya tehnik pemeriksaan biokimia pada awal 1970-an berbagai kelainan hemoglobinopathy dapat didiagnosa melalui pemeriksaan contoh darah. Untuk itu ada berbagai usaha yang dilakukan untuk memperoleh darah diantaranya : 3.1. Placentetis (Placentocentesis) Tehnik ini pertama kali dilaporkan oleh Valentine C tahun 1973 yang mengambil contoh darah janin dengan cara blind needling. Kearah lokalisasi plasenta. Ia menggunakan jarum no. 20 secara trans abdominal dengan local anastesi kearah chorionic plate. 3.2. Darah janin (cordocentesis) Cordosentesis adalah cara untuk mendapatkan darah janin dengan mengambil langsung dari tali pusat. Teknik ini berisiko besar dan perlu tuntunan ultrasound. Indikasi pemeriksaan cordocentetis 1.Untuk keperluan diagnosa - Pemeriksaan Rapid Karyotype. - Infeksi congenital - Menentukan beberapa kelainan genetika 2. Untuk keperluan diagnosa dan pengobatan - Anemi - Trombisitopeni - Pemberian obat-obatan - Hyperalimntation 5 3. Untuk keperluan evaluasi/foloow up - Keadaan fisiologi dan patofisiologi janin - Hasil fetal terapi - Transplacental pharmacologic therapy. 4. Skin Biopsy (biopsi kulit janin) Beberapa genodermatosis dapat menyebabkan kematian neonatal dini atau kelainan congenital yang berat seperti Epidermolysis bullosa, Epidermolysis hyperkeratosis. Dengan visualisasi janin melalui fetoscopy, kelainan ini sudah dapat didiagnosa prenatal, akan tetapi pada keadaan tertentu diperlukan bantuan diagnosa secara histopatologis dari jaringan kulit janin. Biopsi kulit janin bias dilakukan secara blind dengan tuntunan USG atau fetoscope. Biopsy kulit janin sudah dapat dilakukan pada umur kehamilan 19-22 minggu. Akan tetapi untuk diagnosa kelainan kelenjar keringat waktu yang optimal adalah 24-26 minggu. 5. Liver Biopsy (biopsi hati) Banyak kelainan akibat defisiensi enzim tertentu dapat diidentifikasi dari pemeriksaan sel-sel hati dan tidak terdapat pada sel-sel darah, kulit atau cairan amnion. Teknik biopsy hati dengan menggunakan jarum biopsy yang halus yang dapat dideteksi dengan USG dan dapat mengambil jaringan hati sebanyak 2-3 mg tanpa menyebabkan kerusakan yang berarti. Kelainan yang dapt diperiksa adalah Von Gierke disease ( Glycogen storage disease oleh karena defisiensi glucose 6 phosphatase,Hyperamnionaemi, Phenil ketonuria). 6. Lain-lain Bersamaan dengan tindakan amniosentesis sekaligus dapat dilakukan aspirasi dari beberapa cairan tubuh/tumor janin/hydrothorax/ascites/hydrosephalus/urine janin untuk menentukan fungsi ginjal. 6 Embryo biopsy merupakan teknik baru yang sedang dikembangkan pada program IVF dan embrio culture. Dilakukan tindakan biopsy 1-2 sel embryo (outer embryonal cells) pada tingkat perkembangan 8-16 sel. Dengan pemeriksaan DNA dan kromosom pada tingkat dini maka akan segera diketahui ada tidaknya kelainan congenital pada embryo yang ditanamkan pada rahim ibu. INDIKASI PEMERIKSAAN FETAL TISSUE SAMPLING Beberapa metode pemeriksaan sel jaringan janin dapat dilakukan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai. 1. Analisa kromosom (karyotyping) Untuk pemeriksaan ini perlu dilakukan pembiakan sel, bila berhasil maka analisis karyotype akan memberikan hasil yang baik juga. 2. Analisa biokimia Analisa biokimia dengan mengukur aktivitas enzim dapat ditentukan setelah hamil 3-4 minggu. Hasil yang didapat diantaranya neuraminidase, multiple lysosomal enzim, sphingomyelinase. Juga dapat dianalisa konsentrasi zat-zat tertentu misalnya kadar bilirubin, Rh-isoimunization, enzim microvilli usus. 3. Analisa DNA Hasil analisa tergantung dari biakan sel-sel CVS, diperlukan 20-30 mg villi chorialis. CVS merupakan tissue sampling untuk pemeriksaan DNA. 4. Penentuan jenis kelamin Cairan amnion dan trofoblas dapat digunakan untuk menentukan secara langsung ada tidaknya sex chromatin bodies dan Y body fluorocence. 5. Analisa Alpha feto protein (AFP) AFP dapat diukur dari cairan amnion atau darah ibu. Pemeriksaan ini untuk melengkapi diagnosis prenatal. Bila AFP lebih rendah dari normal kemungkinan anak yang dikandung menderita Down Syndrome sedangkan bila AFP lebih tinggi dari normal kemungkinan menderita gangguan saluran syaraf (neural tube defect) 6. Infeksi janin 7 Infeksi pada janin seperti infeksi virus dapat diketahui dari isolasi pemeriksaan cairan amnion, villi chorialis maupun darah janin. 7. Analisa hematologik Pengelolaan janin dengan Rh-isoimunization sangat tergantung dari analisa biokimia cairan amnion. Kadar hematokrit dan hemoglobin dapat diketahui. Kelainan hematologik yang lain seperti hemoglobinophatia atau coagulopaty dapat didiagnosa dengan analisa DNA. NON INVASIVE DIAGNOSIS PRENATAL 1. Pemeriksaan dengan sinar X. Pemeriksaan kehamilan dengan sinar X dilakukan setelah kehamilan 16 minggu, sudah dapat dilihat bagian-bagian rangka janin, jumlah janin. Untuk menentukan umur kehamilan berdasarkan pusat osifikasi tungkai bawah. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan sinar X antara lain : a. Hidrosefalus Harus diperhatikan : Muka bayi hidrosefalus tampak kecil bila dibandingkan dengan kepalanya yang besar. Kranium hidrosefalus cenderung bulat, sedangkan kepala normal oval. Bayangan kranium hidrosefalus sangat tipis atau hamper tidak tampak. b. Anensefalus Merupakan malformasi yang ditandai tidak adanya kranium dan hemisfer serebri yang bias rudimenter. Tidak terdapatnya kalvaria menyebabkan raut muka tampak menonjol dan memanjang, mata sering menonjol dan keluar dari rongganya. Keadaan tersebut nudah didiagnosis dengan pemeriksaan sinar X atau USG. 8 2. Pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Dengan teknolgi ini dapat dipakai untuk mengetahui defek anatomi dan struktur janin. Pemeriksaan janin dengan kelainan pada otak dan kepala janin seperti hidrosefalus, anesefalus dapat didiagnosis lebih tepat. 3. Pemeriksaan serum dan urin ibu Pemeriksaan hormone Chorionic Gonadotropin (hCG) Hormon ini sudah ditemukan pada plasma ibu hamil pada hari ke 8 atau 10. Kadarnya meningkat cepat dan mencapai maksimal pada minggu ke 10 kehamilan. Setelah minggu ke 10-12 kehamilan kadar hCG dalam darah ibu mulai menurun, terendah tercapai sekitar umur kehamilan 20 minggu. Kadar βhCG naik pada trisomi 21, tetapi turun pada trisomi 18. Serum marker yang lain pada umur kehamilan 15-18 minggu, kadar alpa feto protein (AFP) rendah. hCG meninggi dan kadar estriol rendah dapat dipakai untuk melengkapi pemeriksaan menegakkan diagnosis sindrom down. 4. Pemeriksaan α feto protein (AFP) Pengukuran AFP dari cairan amnion pada usia kehamilan 16-20 minggu dapat mendeteksi abnormalitas janin, khususnya defek neural tube. Cairan amnion diambil dengan cara amniosentesis. AFP dapat juga diperiksa dari serum ibu. Konsentrasi AFP pada seru janin dan air ketuban paling tinggi pada umur kehamilan 13 minggu, setelah itu kadarnya menurun dengan cepat, pada serum ibu akan naik terus sampai kehamilan lanjut. Kadar AFP dengan kadar estriol rendah dan peningkatan hCG dapat dipakai untuk penapisan awal penyakit syndrome Down. Beberapa keadaan yang disertai konsentrasi AFP abnormal : Kadar yang tinggi : Defek neural-tube Obstruksi esophagus 9 Kehamilan multiple Kadar yang reendah : Trisomi Kematian Janin IUGR 5. Ultrasonografi Dengan majunya teknik ultrasonografi serta ditemukannya ultrasound yang beresolusi tinggi termasuk USG 3D/4D, maka kelainan morfologi janin pada trismester pertama sudah dapat dideteksi. Pemeriksaan ini bukan invasive sehingga aman untuk ibu dan janin. Dengan USG dapat dideteksi adanya kelainan seperti kelainan katup jantung, defek neural tube, kelainan kraniofacial,system gastrointestinal, dan lain-lain. Pada kelainan kongenital yang berat atau multipel sering USG belum dapat dilakukan karena lebih awal terjadinya abortus. Bila didapatkan kongenital anomali pada pemeriksaan USG dan masih diperlukan informasi lebih lanjut, maka pemeriksaan amniosentesis, CVS, kordosentesis dapat dilakukan. 10