TERMODINAMIKA MAKALAH disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Termodinamika Dosen: Drs. Saeful Karim, M. Pd., disusun oleh: Fallima Nur Maulian (1307230) Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga Makalah sederhana mengenai Teori Langevin, Brillouin, Polarisasi, dan perbedaan-perbedaan persamaan keadaan. Penulis yakin tanpa ridha dan izin-Nya tidak mungkin Makalah ini dapat diselesaikan. Solawat serta salam semoga tercurah limpahkan kehadirat nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah ini mengenai Teori Langevin, Brillouin, Polarisasi,dan perbedaan persamaan keadaan, disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah termodinamika. Selain itu makalah ini juga menjadi bahan referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terimaksih dan penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi manfaat untuk pembaca dan menjadi bahan pertimbangan untuk salah satu tugas mata kesadran termodinamka. Dan penulis mengucapkan mohon maaf dalam kesalahan penulisan, baik itu dalam segi materi yang dibahas dan cara pengetikan yang kurang sesuai. Maka dari itu penulis meminta maaf dan berharap kepada pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya agar menjadi makalah yang lebih baik. Bandung, 17 Maret 2015 Penulis i DAFTAR ISI Termodinamika KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii ISI.................................................................................................................................................................. 7 A. Teori Langevin .................................................................................................................................. 7 B. Teori Brillouin ................................................................................................................................ 11 C. Polarisasi ..................................................................................................................................... 11 D. Perbedaan Persamaan Keadaan ................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 16 ii ISI A. Teori Langevin Pada tahun 1905 langevin mengemukakan teori diamagnetisme dan paramagnetisme. Dimulai dari pengklasifikasian bahan magnet: 1. Diamagnetik Diamagnetik adalah senyawa yang tidak dapat ditarik oleh medan magnet. Bahan diamagnetik adalah bahan yang sedikit menolak garis gaya magnetik seperti natrium, perak, bismut, raksa, dan intan. Ketika tidak ada pengaruh medan magnet luar, momen magnetik akibat gerak orbital dan spin elektron saling meniadakan. Saat ada pengaruh medan magnet luar, maka akan timbul medan magnet dalam tetapi masih lebih kecil. Dengan kata lain, spin elektron dibuat antiparallel sehingga efek magnet akan meniadakan satu sama lain. Jadi, dapat disimpulkan: Atom-atom bahan diamagnetik tidak memiliki momen magnet Nilai suspetibilitasnya kecil dan negative contoh: Au, Cu Dengan kurva momen magnet 2. Paramagnetik Paramagnetik adalah senyawa yang dapat ditarik oleh medan magnet. Bahan paramagnetik adalah bahan yang sedikit menarik garis gaya magnetik seperti aluminium, magnesium, titanium, platina, dan fungston. Jika tidak ada pengaruh medan magnetik luar, bahan ini tidak memperlihatkan efek magnetik karena momen magnetik total akibat gerak orbital dan elektron relatif kecil. Tetapi jika 7 diberikan pengaruh dari medan magnet luar, maka akan timbul momen yang cenderung menyejajarkan medan magnetik dalam dengan medan magnetik luar. Atau dengan kata lain, paramagnetik terjadi bila ada elektron berkedudukan sejajar (parallel) satu sama lain dalam satu orbital. Syarat paramagnetik yang sangat penting yaitu mempunyai elektron ganjil oleh karena itu perlu sebuah elektron untuk membuatnya menjadi genap Jadi, dapat disimpulkan: Atom-atom bahan paramagnetik memiliki momen magnet yang acak Nilai suspetibilitasnya kecil dan positif contoh: Sn dan Pt Dengan kurva momen magnet Kita perdalam pada bagian paramagnetik dan masuk pada system paramagnetik Sistem paramagnetik berupa gas, cairan, padatan (atau campurannya) dari zat yang bersifat paramagnetik, seperti yang sudah ada pada penjelasan diatas. Atomatom ini memiliki momen (atau dipol) magnetik 𝜇⃗ (atau Pm) tertentu, dan karenanya merupakan magnet kecil disebut magnet elementer. Momen magnet ini bersumber pada elektron yang mengelilingi inti dalam kulit (atau subkulit) yang tidak penuh seluruhnya Momen magnet atom dinyatakan dalam satuan (nol) SI yang disebut magneton Bohr 𝜇⃗ = 9𝑥 10−24 Pertama-tama sistem paramagnetik memiliki suatu koordinat yakni besaranbesaran yang menyatakan kuat medan magnet luar, disebut induksi magnet B 8 ⃗⃗ sepotong Kristal paramagnetik tidak memiliki kemagnetan atau Tanpa 𝐵 ⃗⃗⃗ karena masing-masing 𝜇⃗ berorentiasi acak: magnetisasi 𝑀 9 Sehingga didapatlah bahan-bahan mana saja yang masuk pada pengklasifikasian berdasarkan momen magnet dan suspetibilitasnya seperti gambar dibawah ini: 10 B. Teori Brillouin Teori mengenai sistem paramagnetik berikutnya adalah teori Brillouin (baca Briluan). Brillouin dengan menggunakan teori kuantum dan fisika statistik memperoleh persamaan keadaan sistem paramagnetik sebagai berikut. C. Polarisasi Sistem atau zat dielektrik secara keseluruhan mempunyai besaran-besaran polarisasi P, medan listrik luar dengan kuat medan listrik Є, dan temperatur T. Zat dielektrik, jika tidak dikenai medan listrik luar, maka atom atau molekulnya memiliki pusat muatan positif yaitu inti atom yang berimpit dengan pusat muatan negatifnya, yaitu elektron (perhatikan gambar.a). Jika zat dielektrik dikenai atau dimasukkan ke dalam medan listrik luar dengan kuat medan listrik Є, maka zat dielektrik akan terkena induksi (imbas) medan listrik. Karena terkena medan listrik luar, maka pusat muatan positif inti dan elektron atom tidak lagi berimpit, melainkan agak bergeser (tergeser), sehingga atom atau molekul menyerupai dipole listrik yang kecil sekali (perhatikan gambar b). (a) (b) Ini berarti atom-atom zat dielektrik diarahkan oleh medan listrik luar. Peristiwa terarahnya atom-atom zat dielektrik ini dikenal sebagai peristiwa polarisasi. Dengan peristiwa polarisasi, atom-atom zat dielektrik menjadi dipole listrik. Oleh karena itu, ada 11 dua besaran zat dielektrik, yaitu: polarisasi (P) dan kaut medan listrik luar (Є) yang saling mempengaruhi; sehingga disebut sebagai variabel keadaan atau koordinat sistem dielektrik. Bagaimana kalau temperatur zat dielektrik dinaikkan ? Jika temperatur zat dielektrik dinaikkan, maka getaran atom atau molekul zat dielektrik semakin hebat; sehingga arah positif dan negatifnya atom yang netral semakin acak. Karena semakin acak, maka kenaikan temperatur pada hakikatnya menentang terorientasinya muatan atom-atom zat dielektrik. Dengan ini jelas bahwa temperatur juga mempengaruhi polarisasi, sehingga temperatur juga merupakan variabel keadaan atau koordinat sistem dielektrik. Bagaimana polarisasi P zat dielektrik, jika zat dielektrik dimasukkan dalam medan listrik luar dengan kuat medan listrik Є,dan temperatur T zat dielektrik dinaikkan ? Menurut hasil eksperimen, salah satu hubungan antara polarisasi P, kuat medan listrik Є, dan 𝑏 temperatur T ditunjukkan oleh persamaan berikut: 𝑃 = (𝑎 + 𝑇) ∈ Dengan a dan b sebagai tetapan yang harganya ditentukan dengan eksperimen. D. Perbedaan Persamaan Keadaan 1. Persamaan Keadaan Gas Ideal Pada proses isobarik, tekanan gas tetap, sedangkan volume dan temperatur gas berubah. Demikian juga dalam proses isokhorik dan isotermal, terdapat satu variabel gas lainnyaberubah. Lalu bagaimanakah jiga ketiga besaran itu (tekanan, volume, dan suhu) berubah?. Dari ketiga hubungan antara tekanan, volume dan suhu gas yang didapatkan dari hukum Boyle dan Gay-Lussac dapat diturunkan suatu persamaan yang disebut persan kedaan gas ideal. Yang secara matematis, persamaan gas ideal dinyatakan 12 Karena setiap proses yang dilakukan pada gas berda dalam ruang tertutup, jumlah molekul gas yang terdapat didalam ruang tersebut dapat ditentukan sebagai jumlah mol gas (n) yang jumlahnya selalu tetap. Yang mana mol adalah suatu besaran yang digunkan untuk menytakan massa suatu zat dalam gram yang besarnya sama dengan jumah molekul zat tersebut. Sehingga persamaan diatas dapat dituliskan menjadi, Dan telah kita ketahui pula bahwa massa jenis suatu zat adalah perbandingan antara massa dengan volume zat tersebut. Oleh karena itu, kita peroleh persamaan massa jenis gas Menurut prinsi Avogadro, satu molekul gas ini dinyatakan dengan bilangan Avogadro (NA) yang besarnya 6,02 x 1023 molekul/mol. Sehingga didapat, 13 Persamaan diatas merupakan suatu nilai tetapan yang disebut konstanta Boltzmann, k = 1,38 x 10-23 J/K maka persamaan keadaan gas ideal pun dpat dituliskan menjadi, . 2. Persamaan keadaan gas Van Der Waals Fisikawan Belanda Johannes Diderik Van Der Waals (1837-1923) mengusulkan persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan dengan keadaan persamaan Van Der Waals. Persamaan keadaan ini adalah modifikasi persamaan keadaan gas ideal dengan cara menambahkan koreksi pada P untuk mengkompensasi interaksi antar molekul lalu mengurangi dari suku V yang menjelaskan volume real molekul gas. Lalu didapatlah persamaan 𝑁 2 (𝑃 + ( ) 𝑎) (𝑉 − 𝑁𝑏) = 𝑁𝑘𝑇 𝑉 Keterangan: a dan b adalah nilai yang ditentukan dari hasil eksperimen untuk setiap gas dan disebut dengan tetapan Van Der Waals. Semakin kecil nilai a dan b maka menunjukan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku gas ideal. Pendekatan Gas Real (Gas Van der Waals) 1. Asumsi: pada T=0 V=0 Pada gas real tidak mungkin partikel V=0, jadi V bukanlah V yang sesungguhnya. V Vreal – Nb dan V dikoreksi. dengan b = faktor koreksi. 2. Tekanan juga dikoreksi 𝑁 2 P 𝑃𝑟𝑒𝑎𝑙 + ( 𝑉 ) 𝑎 dengan a = faktor koreksi Dari kedua faktor koreksi diatas, maka didapatkan 𝑁 2 (𝑃 + ( ) 𝑎) (𝑉 − 𝑁𝑏) = 𝑁𝑘𝑇 𝑉 14 Perbandingan Gas ideal 𝑃= 𝑁𝑘𝑇 𝑉 Gas Van der Waals 2 𝑁 (𝑃 + ( ) 𝑎) (𝑉 − 𝑁𝑏) = 𝑁𝑘𝑇 𝑉 T > seperti gas ideal 3. Persamaan Keadaan Gas Clausius Bentuk persamaan gas Clausius 𝑃(𝑉 − 𝑏) = 𝑅𝑇 (hanya v yang dikoreksi oleh b). Hanya didapat faktor koreksi b yaitu untuk mengurangi V. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa yang akan lebih teliti untuk menjadi sebuah persamaan keadaan untuk gas ideal, menurut saya lebih baik menggunakan Persamaan Keadaan Gas Van Der Waals karena terdapat dua factor koreksi yang mana faktor koreksi tersebut didapatkan dari hasil eksperimen dan faktor koreksi itu pulalah yang menyebutkan bahwa Semakin kecil nilai a dan b maka menunjukan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku gas ideal. 15 DAFTAR PUSTAKA [1] Munir, Pendidikan Dunia Maya, Ilmu & Aplikasi Pendidikan, (Bandung: Imtima, 2007). hal 506. [2] http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_elektronik, diakses 15 September 2014 Tintaguru. “sejarah dan perkembangan e-learning”. 03 Maret 2014. http://www.tintaguru.com/2014/10/e-learning-dan-sejarah-perkembangannya.html 07 Maret 2015 Nurfadhilahromadhona. “sejarah-perkembangan-e-learning”. Mei 2013. http://nurfadhilahromadhona.blogspot.com/2013/05/sejarah-perkembangan-elearning.html 07 Maret 2015 Ica. “ apa itu moodle” . 12 Januari 2014 http://ateknologi.blogspot.com/2014/01/apa-itu-moodle.html 07 Maret 2015 Priskaarea. “sejarah perkembangan e-Learning”. 16 Januari 2014. http://priskaarea.blogspot.com/p/blog-page.html 07 Maret 2014 http://brainmatics.com/building-e-learning-system-with-moodle/ 07 Maret 2015. 16