syek abdurrahman ya`qub

advertisement
SYEK ABDURRAHMAN YA’QUB : INTELEKTUAL MELAYU-RIAU
Oleh : Mhd. Yunus Junaidi
Balitbang Provinsi Riau
Syekh Abdurrahman Ya‘kub dilahirkan dari Ayah-ibu, Haji Ya‘qub dan Hajjah
Hafsah pada tanggal 12 Oktober 1912 (1331 H) di Parit Sungai Bangkar, Kecamatan
Reteh, Indragiri. Nama “Abdurrahman” bukanlah nama yang diberikan sewaktu lahir,
tetapi nama yang diberikan oleh orang tuanya adalah Mansur. Ketika ia menuntut ilmu di
Mekkah nama Mansur tetap dipergunakan dengan tambahan nama orang tuanya, Rajab,
sehingga nama lengkapnya adalah Mansur bin Rajab. Ia juga dikenal pula dengan nama
penambahan yang dinisbatkan pada kampung halamannya, sehingga beliau dipanggil
dengan nama Mansur Reteh Indragiri. Akan tetapi, setelah pulang dari Mekkah namanya
diganti menjadi Abdurrahman, dan begitu pula nama orang tuanya berganti menjadi
Ya‘qub, sehingga ulama besar Reteh Indragiri ini bernama Abdurrahman Ya‘qub.
Latar belakang pendidikan Syekh Abdurrahman Ya‘qub dapat dikatakan cukup
tinggi untuk ukuran zamannya. Sebelum melanjutkan pendidikan di kota Makkah alMukarramah, Syekh Abdurraham Ya‘qub menempuh pendidikan awalnya pada ayahnya
sendiri, H. Ya’kub. Ayahnya Syekh Abdurrahaman Ya‘qub sendiri sewaktu muda belajar
agama Islam di Kedah Malaysia. Dengan pendidikan agamanya itu, sehingga ia
dipandang sebagai tokoh agama dan tokoh masyarakat yang cukup berpengaruh dalam
masyarakat. Sebagai tokoh agama, banyak orang datang belajar agama Islam terutama
ilmu tauhid dan fikih dengannya.
Syekh Abdurrahman Ya‘qub berguru dan belajar dengan Tuan Guru H.
Abdurrahman Shiddiq al-Banjari tentang ilmu fikih dan ilmu falak. H. Abdurrahman
Shiddiq seorang ulama besar dan tokoh masyarakat yang diangkat sebagai mufti oleh
sulthan kerajaan Indragiri, dan beliau bertugas selama 17 tahun. Ketika Syekh
Abdurrahman Ya‘qub beranjak berusia remaja --waktu itu berusia sekitar lima belas
tahun dan dapat dikatakan masih berusia sangat muda-- ia berencana menyunting puteri
anak desa Teluk Dalam Sapat. Akan tetapi, keinginannya itu tidak menjadi kenyataan
karena tidak mendapat restu dari ke dua orang tuanya. Keberatan ayah dan ibunya
disebabkan keduanya menginginkan anaknya melanjut pendidikan- nya. Bagi keduanya
sangat menyayangkan kalau anaknya tidak melanjutkan pendidikannya, apalagi mereka
melihat pada diri anaknya ada tanda-tanda kepintaran dan kecerdasan dan bakal menjadi
anak yang berguna dikemudian hari.
Syekh Abdurrahman Ya‘qub menuntut ilmu pengetahuan di Madrasah
Shaulatiyah selama kurang lebih 5 tahun. Namun tidak diketahui secara pasti apakah ia
sempat menyelesaikan pendidikannya di madrasah ini; atau ia keluar bersama-sama
dengan sejumlah pelajar Indonesia lainnya yang mencapai ratusan orang. Latar belakang
keluarnya para pelajar Indonesia di Madrasah Shaulatiyah dipicu karena konflik
pemakaian bahasa Indonesia yang telah menyinggung kebanggaan nasional pelajar
Indoensia. Untuk itu, orang-orang Indonesia di Mekkah “bergotong royong”
mengumpulkan uang untuk membangun sekolah sendiri. Akhirnya, sekolah itu berdiri
dengan nama Dar al-‘Ulumu al-Diniyah pada tahun 1934. Mayoritas pelajar Indonesia
yang berasal dari Madrasah Shaulatiyah itu terdaftar sebagai pelajar pada Madrasah Dar
al-‘Ulumu al-Diniyah yang baru didirikan itu.
Pada akhir tahun 1937 Syekh Abdurrahman Ya‘qub bersama isterinya kembali ke
tanah kelahirannya, yaitu di desa Teluk Dalam Sapat. Di desa inilah ia mulai
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya selama dua belas tahun belajar di
kota Mekkah, dengan cara mengajarkan ilmu tersebut kepada santri dan masyarakat luas.
Sistem mengajar yang ia lakukan adalah dengan sistem halaqah dan tidak mempunyai
tingkatan dan kelas. Kegiatan mengajar yang diasuh Syekh Abdurrahman Ya‘qub tersebut
berlangsung selama tiga tahun.
Abdurrahman berkiprah dan peran yang sebagat signifikan dalam
mencerdaskan generasi lewat pendidikan dan pengajaran. Aktifitas pendidikan dan
pengajaran, sebagaimana disebut- kan sebelumnya, telah digeluti Abdurrahman sejak
ia masih tinggal di Mekkah. Maka setelah menamat- kan pendidikan di tingkat Aliah,
Syekh Abdurrahman Ya‘qub bersama isterinya kembali ke tanah kelahirannya yaitu di
desa Teluk Dalam Sapat. Di desa inilah ia mulai mengembangkan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya selama dua belas tahun belajar di kota Mekkah, dengan cara
mengajarkan ilmu tersebut kepada santri dan masyarakat luas.
Peran dan kiprah dalam bidang pemerintahan serta peran sertanya dalam
pembangunan bangsa berawal setelah kemerdekaan Republik Indonesia 1945.
Sewaktu masih berdomisili di Enok Syekh Abdurrahman Ya‘qub menyandang
kedudukan sebagai “Majlis Islam Tinggi”. Dengan jabatannnya ini ia serangkali
melakukan perjalan resmi pemerintahan ke daerah-daerah, termasuk ke kecamatan
Reteh untuk melakukan pertemuan dengan kepala desa dan kepala kampung.
Belakangan peran dan kiprahnya dalam pemerintahan semakin nyata setelah ia pindah
ke Kota Baru Reteh, ibukota Kecamatan Reteh dengan jabatan sebagai Kepala Kantor
Urusan Agama. Meskipun sebelumnya sebagai pegawai negeri, Syekh Abdurrahaman
Ya‘qub pernah ditawari berbagai jabatan di lingkungan Departemen Agama baik di
Pusat maupun di Daerah, tetapi ia tetap memilih menjadi Kepala KUA demi
mengembangkan syiar agama Islam di kampung halamanya.
Selain aktivitas pembangunan yang disebutkan di atas, Syekh Abdurrahman
Ya‘qub juga merintis pembangunan di Sungai Gergaji pada tahun 1956. Beliau juga
membangun jalan tanah dari Kota Baru Seberida menuju Kuala Keritang pada tahun
1967. Bersama-sama dengan sembilan orang kepala Desa beserta masyarakat, Syekh
Abdurrahamn Ya‘qub merintis pembangunan jalan melalui hutan belantara antara
Kuala Keritang ke Talang Jangkang dan diteruskan ke Selensen. Begitu pula, beliau
membuka hutan untuk dijadikan lahan perkebunan dan perladangan di berbagai
tempat, antara lain di Keritang, Enok, Reteh dan Sapat, (MY).
Abdullah, Syafei, Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Syekh H. Abdurrahman
Shiddiq, Mufti Indragiri, Jakarta: Serajaya, 1984.
Balitbang
Provinsi Riau, Kajian Penelusuran Pemikiran Inovatif Syekh
Abdurrahman Ya’qub Dalam Mengembangkan Dunia Pendidikan di
Indragiri Hilir Provinsi Riau. 2013. Pekanbaru : Balitbang Provinsi Riau
Download