Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 BELAJAR CHAOS PADA TATA SURYA *Untuk Membangun Ukhwah Dalam Penetapan 1 Syawal * Sebentar lagi insyaAllah kita rayakan Idhul Fitri. Akan tetapi, ada sedikit kegundahan di kalangan kita (ummat), yaitu apakah nanti seluruh ummat Islam Indonesia dapat merayakan hari Fitri nanti secara bersama? Mudah‐ mudahan, aamiin. Kita semua sangat berharap begitu. Akan tetapi bagaimana kalau benar‐benar terjadi perbedaan satu Syawal, seperti yang telah terjadi pada beberapa tahun sebelumnya? Itulah tujuan utama tulisan ini, yaitu agar kita semua dapat memandang perbedaan antara hisab (simulasi) dan ru’yat (observasi) sebagai basis penentuan satu Syawal tersebut, dari kacamata ilmiah sebagaimana mestinya, sewajarnya. *Mengapa Belajar Chaos* Setelah diketahui phenomena chaos, para ilmuwan, dalam hal ini para astronomist, mulai merubah cara pandangnya terhadap dinamika alam raya. Dahulu mereka menganggap semua di alam bergerak secara periodik, sehingga jagad raya diumpamakannya sebagai jam raksasa (Big Clock), sekarang berubah menjadi alam bergerak (berubah) secara tak periodik. Ini berarti telah meruntuhkan mitos jam raksasa atau sering disebut Newton’s Clock itu. Perlu diketahui pula bahwa perubahan sudut pandang (baca, runtuhnya mitos) itu terjadi belum lama, yaitu di sekitar akhir millennium (meskipun phenomena chaos, sudah diartikelkan oleh Lorenz tahun 1972). Jadi, dengan belajar phenomena chaos (pada tata surya) ini, mudah‐mudahan kita juga ikut terbuka pandangan sehingga hasil belajar ini bisa bermanfaat untuk menyikapi jika benar‐benar terjadi perbedaan satu Syawal 1430 H nanti. *Chaos Pada Tata Surya* Apakah chaos itu? Berdasar salah satu sifatnya, secara praktis chaos dapat diartikan perubahan yang tak periodik (seperti diulang, tapi tidak benar‐benar terulang). Lalu, apakah sistem tata surya bergerak secara chaotic? Baru saja, tepatnya bersamaan dengan runtuhnya paham Newton’s Clock, dikonfirmasi bahwa tata surya memang bergerak secara chaotic (Laskar, 2003). Apa bukti tata surya bergerak secara chaotic? Masih segar ingatan kita bahwa Pluto telah dikeluarkan oleh para astronomist 1 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 dari daftar anggota tata surya, mengapa? Salah satu alasannya adalah bahwa orbit Pluto sesekali atau beberapa kali memotong orbit Neptunus. Mengapa dapat memotong orbit tetangganya? Karena orbit Pluto berubah‐ubah secara tak periodik alias chaotic (Murray, 2006). Bagaimana dengan planet‐planet tata surya lainnya? Pada sistem tata surya ternyata juga terjadi chaotic, tetapi dengan berbagai tingkat ke‐chaos‐annya. Jika matahari sebagai referensi, maka planet‐ planet yang mengelilinginya akan memiliki derajat chaotic yang semakin tinggi jika dia memiliki massa yang semakin kecil dan/atau jarak yang semakin dekat terhadapnya. Jadi, jika diabaikan massa, Merkurius memiliki derajat chaotic yang tinggi. Begitu juga jika diabaikan jarak, maka Pluto memiliki derajat chaotic yang tinggi pula. Akibat derajat chaotic Pluto ternyata yang paling tinggi (paling aneh) dari planet lainnya, maka Pluto yang lebih dulu di drop‐ out dari tata surya. Lalu, bagaimana dengan Bumi? Alhamdulillah, Bumi tidak seringan Pluto, juga tidak sedekat Merkurius terhadap Matahari. Pada kenyataannya, Bumi juga mengalami chaos, akan tetapi derajat chaosnya Bumi menurut Laskar (2003) adalah pada level yang lemah. Bulan? Ternyata sama dengan Bumi terhadap Matahari, Bulan terhadap Bumi juga mengalami chaos yang lemah. Belakangan diyakini pula bahwa lemahnya chaotic Bumi terhadap Matahari juga akibat efek balancingnya Bulan sebagai satelit Bumi. Andaikan Bumi tidak memiliki Bulan, maka chaosnya Bumi diperkirakan tidak jauh beda dengan chaosnya Merkurius atau Venus terhadap Matahari. Jadi, gerakan planet‐planet berikut satelitnya yang sebelumnya kita yakini membentuk lintasan rigid yang periodik, sekarang diketahui ternyata tidak demikian kejadiaanya. Ternyata bentuk *orbit‐orbit* Bumi terhadap Matahari *tiap‐tiap tahun*, juga bentuk *orbit‐orbit* Bulan terhadap Bumi *tiap‐tiap bulan* adalah seperti diulang (global stability) tapi tidak benar‐benar terulang (local instability). Lebih praktis, bisa dikatakan *serupa* tetapi *tidak benar‐benar sama*. Fenomena ini analog dengan fractal (chaos pada geometri) kita, manusia, yang serupa (sama‐sama punya hidung, telinga, mata, dan sebagainya), tetapi pada *tiap‐tiap individu* tidak ada yang memiliki bentuk wajah yang benar‐benar sama, pada pasangan kembar sekalipun. 2 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 Ketidaksamaan bentuk wajah ini bisa dipertegas lagi pada ketidaksamaan bentuk pola sidik jari, susunan gigi, DNA dan seterusnya. Semacam inilah ketidakterulangan bentuk orbit‐orbit Bumi tiap‐tiap tahun dan bentuk orbit‐orbit Bulan tiap‐tiap bulan diatas. Halusnya chaotic (perubahan bentuk orbit) yang dialami Bumi dan Bulan ini menyebabkan kita hampir tidak merasakan perbedaannya. Sekedar analogi, peristiwa ini sama dengan kejadian pada pulau yang kita injak. Kita tidak dapat merasakan kalau pulau yang diatas lempengan tektonik ini bergerak (seperti yang diterangkan Al Qur’an) karena begitu halus gerakannya, seperti kecepatan pemanjangan kuku kita. Tetapi walaupun sangat halus, gerakan relatif antar lempeng tektonik yang ada di Bumi ini adalah chaos juga (Wikipedia, 2007). Ini terbukti sampai saat ini kita tidak dapat memprediksi kapan gempa tektonik terjadi akibat geseran atau tumbukan antar lempengan tersebut karena memang gerakannya tidak (benar‐benar) periodik alias chaotic. *Sifat Chaos Lainnya* Selain ke‐takperiodik‐an (seperti yang diterangkan diatas) selanjutnya, pada sistem yang chaotic juga diketahui bahwa meskipun diawali dari perubahan (perbedaan) yang sangat kecil, dengan terjadinya tumpukan perulangan yang tidak benar‐benar terulang ini, maka pada perjalanan prosesnya perubahan sangat kecil tersebut dapat menimbulkan dampak berupa perubahan yang sangat besar (ekstrim), yang juga sangat unpredictable. Inilah sifat chaos yang berikutnya, yaitu sensitif terhadap kondisi awal. Sekali lagi sebagai analogi, hal ekstrim ini bisa terjadi seperti cuaca di Bumi (yang juga diketahui chaos), bisa terjadi (satu atau beberapa hari) hujan di musim kemarau, atau terjadi panas terik di dalam musim hujan. Sensitivitas inilah yang perlu dicermati bersama. Jika ketidakterulangan ekstrim itu terjadi pada peredaran Matahari, Bumi dan Bulan pada saat ini, maka hasil hitungan awal bulan berdasar *simulasi* pada saat ini *menjadi tidak akurat*. Sekedar contoh ketidakterulangan ekstrim (mungkin yang lebih ekstrim) pada tata surya ini adalah memotongnya orbit Pluto pada orbit Neptunus seperti yang telah dibicarakan. Bahkan, contoh yang lebih spektakuler lagi akibat sensitivitasnya chaos pada tata surya ini juga telah diketahui, yaitu berbaliknya arah putar rotasi Venus pada tahun 1962 (Correia A, 2001 dan Laskar J, 2003). Jadi jika berada di Venus, kita sudah mendapatkan *matahari terbit dari arah sebaliknya*. Bumi? Untungnya tidak se‐chaos Pluto atau Venus. Semoga saat Matahari terbit dari barat di Bumi nanti, seperti yang diterangkan Al Hadits, kita bukan golongan yang mendapatinya, naudzubillah. 3 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 *Bukan Kesalahan Alat Ukur Saja* Sebelum diketahuinya chaos, banyak ilmuwan yang terkungkung dengan apa yang disebut Big Clock. Mereka menduga bahwa jika diketahui kondisi awal alam raya, maka kondisi‐kondisi berikutnya sampai kondisi akhir alam raya pun dapat diprediksi dengan sangat tepat, persis seperti perputaran jarum jam yang sangat periodik yang dengan sangat mudah kita prediksi kapan jam duabelas tepat, jam empat tepat dan seterusnya. Sehingga saat itu, melesetnya perubahan alam (termasuk orbit planet) dari prediksi, diyakininya sebagai ketidak akuratan alat ukurnya saja. Sekarang, dengan diketahuinya fenomena chaos, mereka sudah mengetahui bahwa semakin tinggi presisi alat ukur, justru semakin diketahui ketidak periodikan obyek alam raya ini, yang berarti melesetnya prediksi tidak saja akibat kesalahan alat ukur (yang selalu ada) tapi juga akibat gerakan obyeknya yang tidak periodik alias chaotic. Sekarang, mereka telah tahu bahwa gerakan alamiah alam raya (ciptaan Nya) tidak sama dengan gerakan jam dinding (buatan manusia), Subhanallah. *Simulasi Lintasan Pada Sistem Tiga Bola* Kemudian, bagaimana cara menghitung (mensimulasikan) peredaran Bulan dan Bumi? Untuk penghitungan ini ada berbagai cara, tetapi cara yang paling umum dipakai adalah cara yang berbasis pada model tiga bola (three‐body model). Model tiga bola adalah sebuah model yang menyatakan hubungan gaya tarik menarik tiga buah benda angkasa yang dianggap sebagai bola, yang dalam hal ini Matahari, Bumi dan Bulan. Dari model tiga bola ini kemudian dibuatlah persamaan, yaitu persamaan tiga bola. Berdasar persamaan tiga bola inilah kemudian dibuat penyelesaian. Dimulai dengan memasukkan angka posisi awal bola‐bola, kemudian diperoleh posisi‐posisi bola berikutnya (secara otomatis oleh komputer) yang membentuk lintasan, sehingga dapat diketahui lintasan Bumi berikut Bulan. Dengan diketahui lintasan ini, maka dengan sangat mudah pula diketahui pada jam dan detik ke berapa awal dan akhir sebuah Hari, Bulan, Tahun, Windu, Abad dan seterusnya *secara simulasi*. Hasil penghitungan simulasi seperti diatas (terhadap gerakan alamiah yang sebenarnya) biasanya bisa tepat untuk durasi waktu tertentu, tetapi semakin lama semakin bias terhadap nilai alamiah yang sebenarnya. Ini dikarenakan terdapat beberapa error yang tidak dapat dihindari serta ditambah lagi dengan memang obyek bola yang diamati sendiri juga chaotic, yang otomatis memberi kontribusi pada biasnya hitungan. Secara model, pemakaian model tiga bola ini merupakan penganggapan hubungan gaya tarik menarik antara Matahari, Bumi dan Bulan adalah semata‐mata hubungan ketiganya saja, tidak dipengaruhi oleh planet‐planet lainnya. Jadi model tiga bola ini merupakan penyederhanaan dari model celestial mechanic banyak bola (multy‐body) dari planet‐planet lain yang mestinya juga mempengaruhi gaya tarik‐ 4 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 menarik antar ketiganya. Oleh karena itu, penyederhanaan ini tentu membawa konsekwensi logis yaitu ketidak akuratan (error) model. Akan tetapi, meskipun begitu, pemakaian model tiga‐bola ini sudah jauh lebih maju dibanding dengan pemakaian model dua‐bola oleh Newton dulu. Sampai akhir hayatnya Newton tidak berhasil menghitung peredaran Bulan terhadap Bumi, atau hitungan dengan konsep model dua‐bola menghasilkan lintasan simulasi Bulan terhadap Bumi yang lebih tinggi melesetnya dibanding model tiga bola terhadap lintasan alamiah Bulan. Kemudian, persamaan tiga bola, apakah memang sederhana? Secara analitis, persamaan tiga bola tidaklah sederhana karena persamaan tiga bola memiliki suku diferensial yang *nonlinier*. Sehingga sampai saat ini belum ada pendekatan analitis yang mampu menyelesaikannya. Alasan ini juga mengapa Newton memakai persamaan dua‐bola. Terus, bagaimana menyelesaikan persamaan tersebut? Cara yang umum digunakan adalah cara numeris. Sebuah lintasan bola yang melengkung (melingkar) didekati dengan banyak buah garis lurus (sangat) pendek yang saling tersambung. Semakin pendek garis lurus yang dipakai untaian, semakin mendekati lintasan eksak bola yang semestinya. Banyak sekali metode yang ditawarkan untuk membuat untaian garis lurus pendek (numeris) ini, akan tetapi tidak ada satupun metode yang tidak memiliki ketidak akuratan (error), sehingga sekali lagi, lintasan lengkung bola‐bola alamiah yang di inginkan hanyalah bisa didekati. Dengan bantuan software/hardware komputer generasi baru, error ini dapat dibuat lebih kecil lagi, tetapi tetap saja mustahil dibuat nol, karena sekali lagi lintasan alamiah benda angkasa adalah ciptaanNya sedangkan komputer adalah buatan manusia. Jadi untuk menghitung lintasan Bumi dan Bulan untuk jangka waktu yang lama terdapat setidaknya dua error dasar diatas sebagai kendala, dan sekarang ditambah satu lagi dengan masalah bahwa lintasan alamiah Bumi dan Bulan adalah chaotic, yang sensitif dan tidak periodik. Inilah penyebab kita hanya mampu mendekati bentuk orbit, bukan menyamai. Problem tiga bola ini ternyata juga terjadi pada model empat‐bola apalagi banyak‐bola, karena alam raya memiliki jumlah obyek yang tak terhingga yang saling terkait satu dengan lainnya. Kalau begitu, apakah sangat susah mendekati lintasan alamiah Bumi dan Bulan dengan simulasi (hisab)? Untuk menyamai memang sangat susah, sebagian besar ilmuwan mengatakan mustahil, tetapi untuk mendekatinya tidaklah demikian, dengan pendekatan numeris akan dapat dilakukan dengan sangat mudah, karena meskipun chaos tapi chaosnya Bumi dan Bulan, sekali lagi, adalah lemah, sehingga *kemungkinan beda memang besar, tetapi besarnya beda biasanya kecil*. Bagaimana 5 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 dengan pendekatan rata‐rata? rata‐rata chaos juga temporer, rata‐rata satu periode akan berbeda dengan rata‐rata periode berikutnya. Artinya, sekali lagi, kita tetap hanya bisa mendekati rata‐ratanya saja, bukan menyamai. Bagaimana dengan observasi? Bukti adanya chaos pada tata surya secara observasi telah dinyatakan oleh Duffet (1987). Ternyata diketahui bahwa satu tahun (revolusi) bumi juga terbukti erratic (tak menentu). Istilah erratic ini dipakai karena pada saat itu istilah chaotic belum familiar digunakan. Pada saat itu pula dikatakannya bahwa belum ada satupun cara penghitungan yang bisa dengan tepat untuk mencapai nilai erratic‐alamiahnya peredaran bumi. *Ternyata Kita Juga Bisa Mensimulasikan Sistem Multy­Body * Untuk sekedar belajar mensimulasikan persamaan tiga bola yang menghasilkan lintasan periodic sampai chaotic, ternyata juga dapat kita lakukan sendiri melalui internet, silahkan dilihat pada http://astro.u‐strasbg.fr/~koppen/body<http://astro.u‐ strasbg.fr/%7Ekoppen/body, bahkan disini kita bisa men‐simulasi‐kan model empat‐ bola sampai banyak‐bola. Dengan memasukkan angka kondisi (posisi) awal bola‐bola yang kita pilih, tentunya berbagai macam, kita akan dapatkan berbagai lintasan chaotic yang aneh‐aneh pula (karena sensitif terhadap kondisi awal). Lintasan aneh tersebut pada sistem dinamis sekarang dinamakan dengan strange attractor. Juga bisa melalui http://www.dynamical‐systems.org/threebody, yang ini akan kita dapatkan animasi gerakan tiga bola dari yang periodik sampai chaotic dengan hanya mengisikan massa bola dan jarak awal antar bola‐bola. Selamat mencoba. Sebagai tips praktis bagi kita yang ingin belajar sendiri atau ingin tahu lebih banyak lagi tentang chaos pada tata surya di internet, kita bisa mengetikkan kalimat “chaos in solar system” atau “chaos in three body equation” atau lain sejenisnya pada mesin pencari seperti Google atau lainnya. Selamat menikmati. *Menyikapi Beda Satu Syawal* Lalu bagaimana menyikapi satu Syawal jika memang benar‐benar beda? Dengan bekal pengetahuan (yang masih sangat terbatas) bahwa tata surya kita bergerak secara chaotic ini, semoga kita semua dapat memahami bahwa terjadinya perbedaan hasil simulasi (hisab) dan observasi (ru’yat) pada peredaran Bumi dan Bulan merupakan sesuatu yang sangat‐sangat lumrah, sangat wajar dan sangat ilmiah. Bagi yang berpegang pada ru’yat, dapat menghormati saudaranya yang berpegang pada hisab melalui pemahaman “orbit bumi dan bulan memang chaotic, tapi *chaosnya kan sedikit*”. Meskipun ada error, tetapi hasil ikhtiar simulasinya sangat bermanfaat untuk kemaslahatan ummat. Ummat tidak lagi harap‐harap cemas tentang kapan datangnya satu Syawal. Juga, dapat ditetapkan pula jadwal‐jadwal 6 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 penting (dan dibuat kalender) lainnya. Hanya saja kita boleh mengingatkan kepada saudara kita ini agar sangat berhati‐hati menentukan kondisi awal saat melakukan simulasi. Ini karena sedikit kesalahan pemilihan angka awal simulasi, bisa mengakibatkan yang diprediksi melihat (wujud) hilal misalnya di Tanjung Kodok, ternyata meleset di Bandung (tidak masalah) atau di Aceh (masih tidak masalah) atau tidak ada yang melihat di wilayah Indonesia (bisa jadi masalah), padahal untuk menentukan nilai awal yang benar‐benar tepat juga menjadi masalah tersendiri, dimana pada simulasi‐simulasi lain nilai‐nilai awal ini justru malah sebaiknya diobservasi terlebih dahulu untuk meningkatkan validitasnya. Apalagi, disamping itu semua masih ditambah lagi dengan adanya kemungkinan terjadi ketidakterulangan yang ekstrim pada obyek, yang susah diprediksi, yang bisa menambah ketidak akuratan yang ekstrim pula pada hasil hitungan. Bagi yang berpegang pada hisab, dapat menghormati saudaranya yang berpegang pada ru’yat melalui pemahaman “*walaupun sedikit*, orbit Bumi dan Bulan kan tetap *chaos*”. Betapa sangat tinggi rasa berserah diri (muslim) dan bertawakkalnya saudara kita ini pada apa‐apa (Matahari, Bumi dan Bulan) yang diperjalankan oleh Nya. Meskipun sangat halus perubahannya, seperti kecepatan pemanjangan kuku, bukankah dengan perjalanan waktu antar benua bisa terpisah ribuan kilometer akibat dihanyutkan oleh efek “boom‐boom car”nya lempeng‐ lempeng tektonik yang chaos? Atau bukankah gempa ekstrim yg tak mampu dipastikan itu, juga dampak dari perubahan halus ini? Hanya saja kita juga boleh mengingatkan kepada saudara kita ini tentang bagaimana kesanggupan meng‐istiqomah‐i ru’yat ini saat penentuan awal waktu sholat lima waktu, seperti jaman Rasullullah dulu, yang juga belum ada jam dinding. Bukankah jadwal awal waktu sholat lima waktu yang kita pakai sehari‐hari (meskipun tidak pernah kita evaluasi) saat ini adalah produk hisab (tahunan)? Atau, bagaimana kalau kita meniru apa yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam mencari kebenaran sebuah nilai. Mereka *tidak mempertandingkan* simulasi versus eksperimen (observasi, validasi, investigasi, verifikasi dan lainnya), melainkan justru memakai keduanya untuk saling melengkapi. Nilai hasil simulasi yang diperoleh mereka gunakan untuk acuan awal dalam menguji (eksperimen) nilai‐nilai lain disekitar nilai hasil simulasi untuk mendapatkan nilai berapa yang benar‐benar tepat. Jadi membuat hisab (prediksi) dulu, lalu nilai disekitar hasil hisab dievaluasi dengan ru’yat. Ini mungkin bisa diartikan berikhtiar lalu bertawakkal. Hanya saja perlu diingat, apakah cara seperti ini sudah dibenarkan menurut syar’I?, atau apakah cara seperti ini justru sudah termasuk ijtihad? Ini perlu dikonsultasikan kepada ahlinya. Jadi kita tidak perlu lagi saling tuding dan menyalahkan. Bagi yang berlebaran lebih awal, tidak perlu lagi menuding saudaranya yang berlebaran lebih akhir telah berbuat haram karena *menganggapnya* melakukan puasa di saat Idhul Fitri. Bagi 7 Belajar Chaos Pada Tata Surya Sep. 18 yang berlebaran lebih akhir, tidak perlu lagi menuding saudaranya yang berlebaran lebih awal telah berbuat haram karena *menganggapnya* sengaja meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. Hanya Allah dan RasulNya yang tahu. Dengan saling menghormati dan mengikhlaskan pada segala niat baik diatas, semoga kita bisa bangun ukhwah seperti yang kita inginkan bersama, selamat menetapkan pilihan sesuai nurani, selamat menyambut Idhul Fitri, taqobalallahu minna wa minkum, mohon ma’af lahir dan batin. * * *Penulis* Eko Siswanto Fakultas Teknik Universitas Brawijaya *Penyunting* Satrio Wahyudi Ruang Muslim BlackBerry www.Rumus‐BB.com rumus‐[email protected] *Referensi* 1. Correia A, Laskar J, 2001. Doctoring the Spin on Venus. Physicsworld.com 2. Duffet P, Smitt, 1987. Practical Astronomy with Your Calculator, Cambridge University. 3. Knill O, 2000. Three Body Problem. http://www.dynamical‐systems.org/threebody 4. Koppen Kiel J, 2006. Three Bodies in Gravitation. http://astro.u‐ strasbg.fr/~koppen/body/ThreeBody.html 5. Laskar J, 2003. Chaos in the Solar System, Astronomie et Systemes Dynamiques, IMCCE‐observatorie de Paris. 6. Murray C, 2006. Is the Solar System Stable? www.fortunecity.com 7. Wikipedia, 2007. Chaos Theory. http://en.wikipedia.org 8