BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. SistemDemokrasi Terpimpin Sistem adalah bagian-bagian yang saling tergantung, yang merupakan suatu kesatuan dengan lingkungannya (Sukarna, 1990: 1).Sedangkan menurut Abu Daud Busroh (1989: 7), sistem adalah suatu susunan atau tatanan berupa struktur yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang berkaitan satu dengan yang lainnya secara teratur dan terencana untuk mencapai tujuan. Suatu sistem selalu terkait dengan suatu keadaan dimana bagian-bagiannya satu sama lain bergantung secara fungsional, yang mempunyai batas-batas tertentu tetapi merupakan komponen dari pada suatu keutuhan yang bulat. Jika salah satu bagian dari sistem itu berubah, maka bagianbagian yang lainya juga pasti berubah (Afan Gaffar, 1989: 3). Yue Yang(2011)menyatakan : The nature of democracy is to restrictand supervise public power, especially the regime, and the privileges of people.In the framework of democratic politics, the operation of public power is to provide social members with equal andequitable services, ensuring that all social members get equal and equitable chances and interests. In contrast, powerpolitics transfers public power to certain privileges serving few people, increasing the level of inequality and injustice (Sifat demokrasi adalah untuk membatasidan mengawasi kekuasaan publik, terutama rezim, dan hak-hak istimewa orang.Dalam rangka politik demokratis, operasi kekuasaan publik adalah untuk memberikan anggota sosial dengan sama danlayanan yang adil, memastikan bahwa semua anggota sosial mendapatkan kesempatan dan kepentingan yang sama dan merata. Sebaliknya, kekuasaanpolitik transfer kekuasaan publik untuk hak istimewa tertentu melayani sedikitorang, meningkatkan tingkat ketimpangan danketidakadilan) (hlm. 171). Demokrasi Terpimpin terdiri dari kata demokrasi dan terpimpin. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demosyang berarti rakyat dan kratos/krateinyang berarti kekuasaan/berkuasa. Jadi demokrasi berarti rakyat berkuasa atau government or rule by the people (Miriam Budiarjo, 2008: 105). Pengertian terpimpin dalam Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Darji Darmodiharjo, 1991:174). Menurut Soekarno (Tujuh Bahan Indoktrinasi RI, 1960: 60) Demokrasi Terpimpin adalah suatu demokrasi di dalam segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan, yang meliputi bidang- bidang politik, ekonomi dan sosial di samping itu juga sebagai alat untuk mencapai tujuan revolusi, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur penuh dengan kebahagiaan materiil dan spiritual. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia yang meliputi semua bidang kenegaraan dan kemasyarakatan termasuk juga bidang politik, ekonomi dan sosial.Demokrasi Terpimpin merupakan demokrasi Indonesia yang berasal dari pengertian terpimpin dalam sila ke empat Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.Demokrasi Terpimpin merupakan demokrasi yang disesuaikan dengan Pancasila (Sartono Kartodirjo, Marwati Djoned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1975: 150). Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia yang meliputi bidangbidang kenegaraan dan kemasyarakatan serta bidang politik, ekonomi, sosial di samping itu sebagai alat untuk melaksanakan konsep Soekarno untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Konsep Demokrasi Terpimpin telah dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957 yang dikenal dengan Konsepsi Presiden (Yahya A. Muhaimin, 1982: 86). Pokok ideologi politik Demokrasi Terpimpin ditegaskan pada tanggal 17 Agustus 1959 berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang kemudian dianggap sebagai Manifesto politik (G. Moedjanto, 2001: 115). Sistem Demokrasi Terpimpin didasarkan pada keseimbangan kekuatankekuatan dengan Presiden sebagai tumpu tempat kekuatan lainnya berkisar. Sebagai pelaksananya, Presiden membentuk badan-badan baru yaitu Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dan Front Nasional. Ide pembentukan Front Nasional tersebut sebagai jabaran dari prinsip gotong royong. Pelaksanaan politik Demokrasi Terpimpin pada perkembangan selanjutnya memunculkan tiga kekuatan besar dalam kehidupan politik Indonesia. Presiden sebagai pencetus ide, PKI yang ajarannya termasuk dalam salah satu konsep Nasakom yang kemudian berhasil mendekatkan diri pada kekuatan Presiden, TNI- AD adalah kekuatan ketiga sebagai penyeimbang dua kekuatan lainnya. Pelaksanaan politik cenderung mengarah kepada terpusatnya kekuasaan pada diri Soekarno, selaku Pemimpin Besar Revolusi sehingga menjadi demokrasi yang dipimpin Soekarno. 2. Koalisi Hakikat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable).Pemerintahan yang kuat bisa diartikan pemerintah yang mampu menciptakan dan mengimplementasikan kebijakannya tanpa khawatir mendapat penolakan atau perlawanan di parlemen.Pemerintahan yang mandiri adalah pemerintah yang mampu mengimplementasikan program dan kebijakan yang populer ataupun yang tidak populer tanpa harus didikte koalisi pendukungnya (Benni Inayatullah, 2008 diunduh di http://www.theindonesianinstitute.com). Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri.Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat.Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai (diunduh di http://wikipedia.org). Pendapat lain tentang koalisi dikemukakan oleh Daniel Dhakidae (2003: 658) bahwa koalisi adalah pihak atau kelompok yamg secara relative telah mempunyai konsep jadi, yaitu konsep yang terpusat dan berpusat secara nasional bahkan secara internasional. Arend Lijphard dalam Hanta Yuda AR (2010: 172), terdapat empat teori koalisi pemerintahan, yaitu pertama minimal winning coalition dimana prinsip dasarnya adalah maksimalisasi kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi di kabinet dan mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi. Kedua, minimumsize coalition, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas. Ketiga, bargaining proposition, yakni koalisi dengan jumlah partai paling sedikit untuk memudahkan proses negosiasi. Keempat, minimal range coalition, dimana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis untuk memudahkan partaipartai dalam berkoalisi dan membentuk kabinet. 3. Stabilitas Politik Stabilitas politik berasal dari kata stabilitas dan politik. Jack. C. Plano,(1989: 249) stabilitas berasal dari kata stability berarti suatu kondisi dari sebuahsistem yang komponennya cenderung tetap atau suatu hubungan yang sudahmantap. Stabilitas sama dengan tiadanya perubahan yang mendasar dalam suatusistem, atau adanya perubahan dengan batas-batas yang telah disepakati bersama.W.J.S. Poewadarminta (2003: 1144) stabilitas merupakan kemantapan,kestabilan, keamanan politik dan ekonomi perlu bagi terlaksananya pembangunan dalam suatu negara. Berdasarkan pengertian di atas, maka stabilitas merupakankemantapan dari suatu proses dalam suatu sistem. Sedangkan pengertian politik mengandung pengertian yang bervariasi,antara lain kenegaraan, kekuasaan, kebijaksanaan.Secara etimologis politikberasal sdari kata polity yang mengandung pengertian semua kegiatan yangberkaitan dengan kenegaraan, termasuk didalamnya organisasi politik. Bisa jugamengacu pada warga negara, suatu negara tertentu, berbagai bentuk dan proseskelembagaan yang memerintah negara (Jack C. Plano, 1989: 183). Dalam arti luaspolity adalah nama lain dari sistem politik. Menurut Depertemen Penerangan(1991: 151) polity adalah semua aktivitas dalam suatu masyarakat yangterorganisasi, yang menyangkut pengambilan keputusan, baik mengenai tujuan-tujuan sistem itu, maupun mengenai pelaksanaannya.Menurut Isjwara (1982: 38)dengan tiga pendekatan yang terkenal, yaitu pendekatan institusional, pendekatanfungsional dan pendekatan hakekat politik, merupakan pendekatan untukmembahas pengertian politik. Secara institusional, politik adalah hal yang berkaitan dengan lembaga-lembaga politik, negara, pemerintah, dewan perwakilan rakyat. Termasukdidalamnya bagaimana asal-usul negara, bentuk-bentuk, proses, atribut-atributyang esensial, cara bekerjanya pemerintah dan fungsifungsi pemerintah. Dengandemikian, golongan pendefinisian institusional, negara menjadi titik perhatianyang dimulai dari asal-usul negara, bentuk-bentuk negara, tujuan negara yangpada akhirnya sampai pada penyusunan deduksi-deduksi tentang pertumbuhandan perkembangan negara. Secara fungsional, pendekatan ini merupakan reaksi terhadappendefinisian institusional yang menitikberatkan struktur formil lembaga-lembagapolitik dengan tinjauan dogmatis yuridis dan menitikberatkan pada dokumenhukum daripada kenyataan politik ditinjau sebagai sesuatu yang dinamis yangtidak luput dari pengaruh-pengaruh faktor riil, pengaruh faktor-faktor nonyuridis,seperti pressure grups, lobbying, pendapat umum. Peninjauan menurut hakekat politik menggaris bawahi bahwa politikadalah kekuasaan. Menurut Ramlan Surbakti (1999: 31) politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan danpelaksanaan keputusan yang mengikat kebaikan bersama masyarakat yangbertempat tinggal dalam wilayah tertentu. Definisi ini mengindikasikan politiksebagai suatu sistem. Dengan demikian, stabilitas politik adalah kemantapan darisuatu sistem politik atau lingkungan di sekitarnya dalam suatu proses politik. Dari pengertian-pengertian ini ada suatu makna bahwa stabilitas politik terbagimenjadi dua, yaitu stablilitas jangka pendek dan stabilitas politik jangka panjang.Kesinambungan stabilitas jangka pendek pada akhirnya akan mencerminkanstabilitas jangka panjang. Stabilitas jangka pendek lebih bersumber pada kelemahan untuk bekerjasama satu sama lain (Arbi Sanit, 2003: 6-7). Model stabilitas ini lebih banyak ditentukan oleh kewibawaan pemerintah. Bagaimana masyarakat, baik massamaupun elit merupakan pendukung pemerintah maupun oposisi memberikankesempatan kepada pemerintah maupun oposisi memberikan kesempatan kepadapemerintah untuk melaksanakan programnya, sangat berpengaruh terhadapstabilitas politik. Dengan kata lain, stabilitas politik jangka pendek dipengaruhioleh seni dan keahlian berpolitik, kemampuan berkompromi di antara aktor politik, dan kemampuan birokrasi pemerintahan dalam jangka waktu kurang lebihsatu kali masa pemilihan umum. Sementara itu, stabilitas jangka panjang lebih disebabkan belummelembaganya struktur dan prosedur politik yang mampu memberi tempat kepadamasyarakat luas untuk mengambil bagian di dalam proses politik. Baikmelembaganya struktur dan prosedur politik, baik infrastruktur maupunsuprastruktur masyarakat secara luas untuk mengambil peranan dalam penentuankebijaksanaan pemerintah, yang langsung maupun tidak langsung akanberdampak pada masyarakat. Ketidakberdayaan lembaga politik dalam menampung aspirasi masyarakatakan menimbulkan krisis partisipasi yang memperkecil pemerintah untukmelaksanakan pembangunan ekonomi. Dengan demikian, pembangunan politik merupakan prakondisi untuk melaksanakan pembangunan ekonomi.Pembangunan politik yang mantap merupakan syarat bagi kelangsunganpembanguanan ekonomi (Arbi Sanit, 2003: 5). Morita Sachiko(2007) menyatakan: Good governance andsustainable development, as those terms are used by the relevant development organizations;describes the efforts made by various organizations to promote the rule of law andgood governance; and addresses the need to strengthen compliance and enforcement for sustainable development(Pemerintahan yang baik, dan alamat kebutuhan untuk memperkuat kepatuhan dan penegakanpembangunan berkelanjutan.pembangunan,sebagaimana istilah yang digunakan olehorganisasipembangunan yang relevan. Itukemudian secara singkat menjelaskan upaya yang dilakukan olehberbagai organisasi untuk mempromosikan aturanhukum dan tata pemerintahan yang baik. Akhirnya,kertas alamat kebutuhan untuk memperkuatkepatuhan dan penegakan untuk pembangunan berkesinambungan) (hlm.15). Penekanan pembangunan politik sebelum melaksanakan pembangunansosial telah mengilhami negara yang mengadakan modernisasi untukmelaksanakan pranata politik, partisipasi politik dan pelembagaan politik yangmemadai.Prakondisi dalam hal ini, berfungsi sebagai balance problemakeamanan, kesejateraan dan keteraturan berdasarkan kepada konstitusi, dengantingkat pertumbuhan ekonomi.Teori yang demikian pada hakikatnya patutdicermati dalam rangka mengadakan penataan politik di negara dunia ketiga,karena masalah di negara tipe ini persoalan politik lebih dahulu bergerak dari padapersoalan ekonomi, yang merupakan kebalikan negara maju yang mendasarkandiri pada teori neo marxis (Samuel P. Huntington, 2004: 59). Adanya krisis partisipasi dalam rangka mengadakan proses modernisasi,pada akhirnya menggoyahkan stabilitas politik. Menurut Huntington (2004: 5-6),instabilitas politik, disebabkan oleh: (1) lemahnya integrasi politik dan asimilasi politik, (2) lemahnya adaptasi politik, pelembagaan politik dalam mengimbangipartisipasi politik. Menurut Alfian (1992: 259) instabilitas politik di negara berkembangdisebabkan ketidakberhasilan memelihara pelembagaan politik dalammengimbangi kapasitas partisipasi politik.Secara formal negara-negara ini,mempunyai pelembagaan politik yang lazim ditemui di negara-negara yangmenganut paham demokrasi, tetapi pelembagaan politik ini tidak berfungsi benarsehingga sistem politik menjadi rapuh.Kondisi seperti ini, lazim disebutpembusukan politik. Pembusukan politik (Samuel P. Huntington, 2004: 99) terjadi karena: (1)lembaga politik yang dibentuk tanpa melibatkan keikutsertaan rakyat, sehinggasetiap kebijaksanaan yang diambil oleh elit politik sedikit banyak kurang adanyaikatan batin dengan sebagian rakyat; (2) volume dan tuntutan rakyat tidakmendapat tempat yang cukup, dalam lembaga politik. Dengan kata lain, tuntutanyang beraneka ragam dari masyarakat melebihi kapasitas dan kapabilitas yangtersedia (Rusadi Kantaprawira, 1997: 180). Belum tertampungnya tindakan dan peran dari masyarakat melalui dewanperwakilan rakyat, organisasi sosial politik, lembaga-lembaga pemerintahan,lembaga yang sah lainnya akan menghasilkan partisipasi politik yang bersifatdestruktif yang berwujud huru-hara, revolusi atau kudeta. Krisis partisipasi terjadi,bila pemerintah menganggap tidak sah tuntutan-tuntutan tingkah laku individuatau kelompok yang ingin berperan di dalam sistem politik. Partisipasi dan pelembagaan politik yang rendah akan mengalamiinstabilitas politik, kecuali jika pembangunan pranata politik menyelaraskan diridengan derajat ekspansi peran serta politik. Pada bagian lain, masyarakat yangtelah membangun pranata politik modern dalam skala luas serta diimbangi denganadanya kemampuan tinggi dalam mengendalikan perluasan basis peran serta politik dibandingkan waktu-waktu sebelumnya, dianggap lebih stabil.Masyarakatyang derajat partisipasi politiknya telah melampaui pelembagaan, pasti stabil. Negara yang memiliki keseimbangan antara partisipasi dan pelembagaanpolitik pada derajat tinggi pasti akan lebih stabil, sistem politik yang demikiandianggap maju dan modern. Mereka memiliki pranata-pranata politik yangmenampilkan kapasitas untuk menyerap kekuatankekuatan sosial baru ke dalamsistem politik dan meningkatkan peran serta politik bersamaan denganmodernisasi (Samuel P. Huntington, 2004: 91-92). Menurut Arbi Sanit (2003: 6) kestabilan politik dapat dipelihara denganmempertahankan tingkat pelembagaan politik yang rendah serta diimbangipartisipasi politik yang rendah pula.Keseimbangan dua variabel ini, merupakan dukungan bagi pemerintahuntuk menjabarkan program-program pembangunan, terutama pembangunanekonomi. Oleh karena itu, stabilitas politik memungkinkan lahir danberkembangnya suasana kondusif bagi pembangunan, padahal pembangunan itusendiri membawa akibat adanya perubahan, yang pada gilirannya akanmempengaruhi stabilitas politik itu sendiri. Dengan demikian, stabilitas politikakan memperlancar pembangunan ekonomi dan pembangunan ekonomi akanmemperkuat stabilitas politik. Stabilitas politik dan pembangunan ekonomi merupakan dua instrument yang saling memperkuat. Goyahnya stabilitas politikakan mempengaruhipembangunan ekonomi dan sebaliknya. Stabilitas, ketertiban, keamanan sebagaiobyek pembangunan itu sendiri yang berguna untuk membuat masyarakat aman,tenang, bebas dari ancaman dan gangguan yang merupakan syarat untukmelaksanakan program pembangunan (Yuwono Sudarsono, 1991: 2425). Stabilitas harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika pembangunandikhawatirkan stabilitas politikakan terganggu, yang pada gilirannya menghambatgerak laju pembangunan itu sendiri. Dengan demikian, stabilitas yang dinamissangat diperlukan, artinya suatu stabilitas mampu memberi tempat yang wajarbagi perubahan sosial dan politik, dengan kata lain stabilitas yang tidak mampumenampung perubahan sosial-politik menjadi instabilitas politik. Jadi, secarateoritis stabilitas politik ditentukan oleh tiga variabel, yaitu pembangunanekonomi yang memadai, pelembagaan politik, partisipasi politik(Arbi Sanit,2003: 10). Instabilitas politik yang terjadi pada masa demokrasi liberal disebabkanbesarnya partisipasi politik dan lemahnya pelembagaan politik, lemahnyaprosedur politik yang berakibat belum melembaganya oposisi yang loyal, sistemkompromi, serta bebasnya birokrasi dari pengaruh politik. Belum adanya syaratini menjadikan pemerintah tidak bisa merealisasikan apa yang menjadi programpembangunannya. Sementara itu, pada masa demokrasi terpimpin instabilitaspolitik ditandai dengan lemahnya kekuatan politik untuk berperan serta di dalamsistem politik ditambah dengan kemerosotan pembangunan ekonomimenyebabkan ambruknya sistem demokrasi terpimpin.Untuk tahap selanjutnya,yaitu menciptakan stabilitas politik dalam menunjang pembangunan. B. Kerangka Berfikir Demokrasi Liberal Instabilitas Politik Kebijakan Politik Demokrasi Terpimpin Koalisi Partai Menolak Kebijakan Soekarno Liga Demokrasi Keterangan : Sistem politik suatu negara terdiri atau di dalamnya terdapat sub-sub sistem yang anatara sub-sub itu sangat mempengaruhi berjalannya sistem tersebut. Rangkaian kegiatan dalam suatu negara juga ditentukan oleh kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam suatu negara. Di Indonesia pada masa diberlakukannya Demokrasi Liberal terjadi instabilitas politik, hal ini disebabkan diberlakukannya Sitem Multipartai yang mengakibatkan tumbuhnya partaipartai politik di Indonesia.Partai-partai itu saling bersaing dalam mencapai hegemoni politik, maksudnya persaingan partai-partai politik tersebut dalam mencapai kedudukan dalam pemerintahan.Tragisnya persaingan-persaingan itu dilanjutkan ketika mereka telah duduk dalam pemerintahan atau persaingan itu berlanjut dalam tubuh parlemen, sehingga parlemen dalam memutuskan suatu perkara sering terjadi pro dan kontra.Hal ini semacam berakibat pada rangkaian kegiatan negara lainnya.Seperti Pemilihan Umum yang terjadi pada tahun 1955.Sidang yang bertele-tele menyebabkan Dewan Konstituante tidak berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar baru.Serangkaian kegiatan negara tersebut megakibatkan meningkatnya pergolakan- pergolakan daerah sebagai tanda ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, sehingga terjadi instabilitas politik dalam negara. Instabilitas politik yang terjadi dalam suatu negara berakibat terjadi ketidaksenangan terhadap sistem demokrasi yang sedang berlaku, maka secara otomatis terjadi gagasan demokrasi yang baru.Di Indonesia untuk mengatasi instabilitas politik yang merubah sistem Demokrasi Liberal menjadi Sistem Demokrasi Terpimpin. Berdasarkan sistem Demokrasi yang dianut maka akan terjadi beberapa perubahan dalam demokrasi yang baru tersebut, seperti Undang-Undang Dasar mana yang berlaku, perubahan atau pergantian-pergantian pejabat peerintahan dan perubahan-perubahan lainnya. Dalam demokrasi yang baru segala segi kehidupan bernegara tentu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi yang telah ditetapkan.Namun dalam demokrasi baru ini di Indonesia fungsi parlemen tersebut mengalami pergeseran.Pergeseran fungsi parlemen tersebut mengarah pada penyimpangan penyimpangan terhadap konstitusi yang berlaku. Dalam perkembangannya Keinginan Soekarno memasukkan PKI dalam parlemen ternyata menghadapi tantangan dari partai-partai lain. Pada tanggal 24 Maret 1960, lima partai Masyumi, NU, Parkindo, Partai Khatolik, dan PSI mengeluarkan satu pernyataan bersama yang menolak konsepsi Soekarno tersebut sebuah organisasi yang diberi nama Liga Demokrasi dibentuk untuk menentang kebijaksanaan Soekarno memperlemah peranan parlemen.