11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Berdasarkan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Gusti
Kadarusman Mahasiswa STAIN Palangka Raya, NIM 9501500714 dengan
judul : “Efektivitas Penerapan Metode Demontrasi Dan Pengaruhnya
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 1 Mata Pelajaran Fiqh Madrasah
Tsanawiyah Di Palangka Raya”. Penelitian ini dilakukan tahun 2001
dengan
hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penerapan
metode demontrasi berada pada rata-rata 2,28 atau pada kualifikasi sedang,
sedangkan pengaruh dan hasil belajar siswa kelas 1 mata pelajaran Fiqh
Madrasah Tsanawiyah di Palangka Raya berada pada skor 6,82 atau pada
kualifikasi sedang.
Sementara yang peneliti teliti adalah tentang Efektivitas
Penerapan Metode Diskusi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas XI
Di Madrasah Aliyah Muslimat NU Palangka Raya.
B. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Efektivitas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa
Efektivitas adalah dapat membawa hasil, berhasil guna. 1
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, h. 219
11
12
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa:
Efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya),
manjur atau mujarab membawa hasil. Jadi efektivitas adalah
adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas
dengan sasaran yang dituju.2
Dalam Kamus Pendidikan dan Pengajaran Umum dinyatakan
bahwa: “Efektivitas adalah suatu tahapan untuk mencapai tujuan
sebagaimana yang diharapkan”.3
Sedangkan daam Ensiklopedia Administrasi dinyatakan bahwa:
Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian
yang mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang
dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan
dengan dimaksud tertentu yang memang dikendaki, maka orang
itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat sebagaimana
yang dikehendaki. 4
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa : Efektivitas
adalah suatu tolak ukur yang menunjukkan keberhasilan tujuan yang
telah direncanakan dalam suatu kegiatan yang dapat dicapai secara
optimal dan tepat guna.
Suatu kegiatan dapat dikatakan efektif manakala kegiatan
tersebut dapat membuahkan hasil atau tercapainya tujuan secara tepat
sesuai dengan jatah waktu yang telah ditetapkan.
2
Mulyasa dan Dedi Junaedi, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja
Roesdakarya, 2007, h. 82.
147.
3
Ibid., h. 8
4
Westra, Pariata, Ensiklopedia Administrasi, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1989, h.
13
2. Pengertian Penerapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa,
“penerapan adalah pengenaan perihal memperaktikkan”. 5
Menurut Bloom dan Krathwol yang dikutip oleh Usman
menyatakan, “penerapan adalah kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan
menyangkut penggunaan aturan prinsip”.6
Menurut Bloom’s, “penerapan (application) yaitu kemampuan
menggunakan bahan ajar yang telah dipelajari ke dalam situasi baru
yang kongkrit”.7 Menurut Syah menyatakan, “penerapan identik dengan
aplikasi, yang mana aplikasi itu adalah penggunaan atau penerapan.8
Penerapan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
bagaimana efektivitas penerapan metode diskusi pada mata pelajaran
Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah Muslimat NU Palangka
Raya.
3. Metode Pembelajaran
Metode berasal dari kata Yunani, yaitu metha yang berarti
melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi, metode adalah jalan yang
5
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1990, h. 935.
6
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001,
h. 35.
7
Team Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum
PBM, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, h. 169.
8
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Roesdakarya, 1997, h. 19.
14
dilalui.9 Menurut Runes yang dikutip Nizar, secara teknis menrangkan
bahwa metode adalah:
1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan;
2. Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari
ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu;
3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu
prosedur.10
Menurut Ramayulis memberikan pengertian, bahwa:
Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang
dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan
peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran.
Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk
menciptakan proses pembelajaran. 11
Menurut Daradjat, “metode adalah suatu cara dan siasat
penyampaian pelajaran agar siswa mengetahui, memahami dan
mempergunakan, dengan kata lain dapat menyesuaikan bahan pelajaran
tersebut”.12
Menurut Sanjaya, “metode adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.13
Menurut Sabri, “metode pembelajran adalah cara-cara atau
teknik penyajian bahan pelajaran yang digunakan oleh guru pada saat
9
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, h. 97.
10
Al Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Agama Islam Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 66.
11
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, h.
12
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h. 2.
3.
13
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 147.
15
menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara
kelompok”.14
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa, metode
pembelajaran adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan atau cara-cara yang telah diterapkan oleh
guru dalam mentransformasikan ilmu, nilai dan keterampilan kepada
peserta didik dalam proses belajar mengajar agar terjadi perubahan dan
pengembangan wawasan, pola sikap dan perilaku pada diri anak didik
yang dewasa.
Prinsip umum metode pembelajaran menurut Maimun adalah:
1. Memperhatikan kecenderungan siswa/peserta didik;
2. Memanfaatkan aktivitas individual peserta didik/siswa, yakni
memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir dan berbuat
serta mendorong mereka untuk dapat mandiri dalam setiap
kegiatan yang dilakukan;
3. Menjadikan permainan sebagai sarana pendidikan;
4. Prinsip kebebasan yang rasional, tanpa membebani peserta
didik dengan berbagai perintah dan larangan yang tidak
dibutuhkan;
5. Pemberian motivasi untuk berbuat bukan menekan;
6. Mengutamakan dunia anak-anak dalam arti memperhatikan
kepentingan mereka dan mempersiapkan mereka untuk
kehidupan di masa depan;
7. Menciptakan semangat bekerjasama;
8. Memanfaatkan setiap indera pelajar.15
Pertimbangan-pertimbangan
dalam
menerapkan
metode
pembelajaran menurut Maimun ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam menentukan metode pembelajaran, yakni:
14
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta: Quantum
Teaching, 2005, h. 52.
15
Achmad Maimun dalam http://achmadmaimun.blogspot.com (Online Senin, 24
Desember 2011)
16
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tujuan pembelajaran;
Keadaan siswa/peserta didik (visual, auditorial, kinestetik);
Bahan pengajaran;
Situasi belajar mengajar;
Fasilitas/sarana dan prasarana;
Guru;
Kekuatan dan kelemahan metode pembelajran. 16
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam menerapkan
suatu metode pembelajaran seorang pendidik harus memperhatikan dan
menyesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran,
kemampuan guru, keadaan peserta didik, sarana dan prasarana, situasi
belajar mengajar dan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
metode yang digunakan.
4. Metode Diskusi
a. Pengertian Metode Diskusi
Kata diskusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu
masalah, cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar pikiran
antara murid dan guru, murid dengan murid sebagai peserta
diskusi.17
Metode diskusi adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran
melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah diperoleh, guna memecahkan suatu masalah.
16
Ibid
17
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka, 1998, h. 269.
17
Dengan kata lain, dalam diskusi ini siswa mempelajari sesuatu
melalui cara musyawarah diantara sesama mereka dibawah pimpinan
atau bimbingan guru.
Hal ini perlu bagi kehidupan siswa kelak, bukan saja karena
manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai masalah yang tidak
dapat dipecahkan seorang diri, melainkan juga karena melalui kerja
sama atau musyawarah mungkin diperoleh suatu pemecahan yang
lebih baik, menarik minat sesuai dengan taraf perkembangan,
mempunyai kemungkinan-kemungkinan jawaban lebih dari sebuah
yang dapat dipertahankan kebenarannya dan pada umumnya tidak
mempermasalahkan manakah jawaban yang benar melainkan lebih
mengutamakan hal yang mempertimbangkan dan membandingkan. 18
Menurut Usman Basyiruddin bahwa metode diskusi ialah suatu
cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah
yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan
objektif.19
Menurut J.J. Hasibuhan Dip, Ed dan Moejiono yang dikutip oleh
Dr. Armai Arief, MA bahwa “metode diskusi adalah suatu cara
penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengadakan pembahasan ilmiah guna mengumpulkan
18
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan “Visi, Misi dan
Aksi”, Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000, h. 66-67.
19
Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: PT.
Intermasa, 2002, h. 36.
18
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif
pemecahan atas suatu masalah”.20
Dengan demikian metode diskusi adalah suatu cara alternatif
metode atau cara yang dipakai oleh guru di kelas dengan tujuan
dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa.
b. Langkah-langkah Melaksanakan Metode Diskusi
Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Langkah Persiapan
Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di
antaranya:
a) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang
bersifat umum maupun tujuan khusus;
b) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai;
c) Menetapkan masalah yang akan dibahas;
d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan
segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator,
notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
2) Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
diskusi adalah:
a) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat
memengaruhi kelancaran diskusi;
b) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi,
misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturanaturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan
dilaksanakan;
c) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah
ditetapkan.
Dalam
pelaksanaan
diskusi
hendaklah
memperhatikan
suasana
atau
iklim
belajar
yang
menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling
menyudutkan, dan lain sebagainya;
20
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002, Cet. Ke-1, h. 146
19
d) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta
diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
e) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang
sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa
pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan
tidak fokus.
3) Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan
diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan
sesuai hasil diskusi;
b) Me-riview jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari
seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan
selanjutnya.21
c. Peranan Guru Dalam Diskusi
Peranan guru dalam diskusi antara lain ialah:
1) Guru sebagai “ahli”
Dalam diskusi yang hendak belajar memecahkan masalah
misalnya, maka guru dapat bertindak sebagai seorang ahli yang
mengetahui lebih banyak mengenai beberapa hal daripada
siswanya. Di sini guru dapat memberi tahu, menjawab pertanyaan
atau mengkaji (menilai) segala sesuatu yang sedang didiskusikan
oleh para siswa. Sesuai dengan tugas “utamanya” di sini guru
sebagai “agent of instruction.”
2) Guru sebagai “pengawas”
Agar diskusi dalam masing-masing kelompok kecil berjalan
lancar dan benar dan mencapai tujuannya, di samping sebagai
sumber informasi maka guru pun harus bertindak sebagai
pengawas dan penilai di dalam proses belajar mengajar lewat
formasi diskusi ini. Dengan kata lain, dalam informasi diskusi ini
guru menentukan tujuannya dan prosedur untuk mencapainya.
3) Guru sebagai “penghubung kemasyarakatan”
Tujuan yang telah ditetapkan oleh guru untuk didiskusikan
para siswa, meski bagaimanapun dicoba dikhususkan, masih juga
mempunyai sangkut-paut yang luas dengan hal-hal lain dalam
kehidupan masyarakat. Dalam hal ini guru dapat memeperjelas
nya dan menunjukkan jalan-jalan pemecahannya sesuai dengan
kriteria yang ada dalam hiddup masyarakat. Peranan guru di sini
sebagai “sosializing agent”
21
Direktorat Tenaga Kependidikan, Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya,
Jakarta: Diknas, 2008. h. 18-22.
20
4) Guru sebagai “pendorong”
Terutama bagi siswa-siswa yang masih belum cukup
mampu untuk mencerna pengetahuan dan pendapat orang lain
maupun merumuskan serta mengeluarkan pendapatnya sendiri
maka agar formasi diskusi dapat diselenggarakan dengan baik,
guru masih perlu membantu dan mendorong setiap anggota
kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan kreativitas
setiap siswa seoptimal mungkin.22
d. Tujuan dan Manfaat Metode Diskusi
Dalam
pendidikan
agama,
metode
diskusi
ini
banyak
dipergunakan dalam bidang syariah dan akhlak. Sedang masalah
keimanan (Aqidah) kurang sesuai apabila metode diskusi ini
dipergunakan. Metode diskusi banyak dipergunakan di sekolahsekolah tingkat lanjutan dan perguruan tinggi.23
Dalam pendidikan atau pembelajaran, metode diskusi diterapkan
sebagai salah satu yang dapat digunakan guru untuk mengatasi
kesulitan belajar mengajar di kelas. Kejenuhan siswa terhadap bahan
atau materi yang disampaikan guru muncul karena kurang
menariknya metode mengajar yang diterapkan guru, bahkan terkesan
monoton
dalam
menyampaikan
materi.
Kebanyakan
dalam
pembelajaran aqidah akhlak guru masih menggunakan metode
ceramah. Kalau dilihat dari segi pengertian di atas bahwa metode
diskusi lebih pas diterapkan dalam pembelajaran aqidah akhlak.
Metode diskusi juga dapat dijadikan sebagai dasar berpikir kritis
22
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2009, h. 170-171.
23
Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Cet. Ke-8, Surabaya: Usaha
Nasional, 1983, h. 93-94.
21
siswa dalam memecahkan masalah yang muncul, khususnya terkait
dengan materi atau bahan yang diajarkan.
Metode diskusi juga dimaksudkan untuk merangsang siswa
dalam belajar dan berpikir secara kritis dan mengeluarkan
pendapatnya secara rasional dan obyektif dalam pemecahan suatu
masalah
sehingga
dengan
metode
ini
diharapkan
proses
pembelajaran akan lebih mengarah pada pembentukan kemandirian
siswa dalam berpikir dan bertindak. Dalam kehidupan sehari-hari
manusia sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang tidak
dapat dipecahkan hanya dengan satu jawaban atau satu cara saja,
tetapi perlu menggunakan banyak pengetahuan dan macam-macam
cara pemecahan dan mencari jalan yang terbaik.
Diskusi juga mengandung unsur-unsur demokratis, berbeda
dengan ceramah, diskusi tidak diarahkan oleh guru; siswa-siswa
diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri.
Ada berbagai bentuk kegiatan yang disebut diskusi; dari tanya jawab
yang kaku sampai pertemuan kelompok yang tampaknya lebih
bersifat terapis daripada instruksional.24
Sedangkan dalam buku J.S. Khamdi (Diskusi yang Efektif),
menerangkan bahwa tujuan diskusi adalah:
24
84.
Amirul Hadi, Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, h.
22
1) Menumbuhkembangkan tradisi intelektual
Menumbuhkembangkan tradisi intelektual hanya bisa
ditempuh dengan membiasakan berpikir bersama. Hanya dengan
berpikir bersama kita dapat melihat suatu realitas atau suatu
masalah dari berbagai sudut pandang.
2) Mengambil keputusan dan kesimpulan
Keputusan dalah kegiatan akal yang mengakui atau
mengingkari suatu realitas atau masalah. Sedang keputusan
merupakan satu-satunya pernyataan yang benar atau tidak benar.
Di dalam diskusi, bersama-sama kita merumuskan keputusan;
pengakuan atau pengingkaran akan realitas atau masalah.
Berdasarkan keputusan inilah, kita merumuskan kesimpulan
ebagai pijakan bersama dalam menghadapi permasalahan.
3) Menyamakan apresiasi, persepsi, dan visi
Di dalam diskusi, ‘mengerti’ dan ‘mau’ menjadi tujuan
utama, sehingga terciptanya kesamaan pemahaman, cara pandang,
dan wawasan. Itu berarti musyawarah untuk mufakat sungguhsungguh menjadi kenyataan dalam setiap diskusi.
4) Menghidupsuburkan kepedulian dan kepekaan
Dengan diskusi kepedulian dan kepekaan, setiap pribadi
dihidupsuburkan. Hal ini terjadi karena dengan berpikir bersama,
kita berusaha untuk mengakui,menghargai, serta menerima
keunikan, ketertentuan, dan keutuhan orang lain.
23
5) Sarana komunikasi dan konsultasi
Sebagai sarana proses berpikir bersama, diskusi akan
menjadi sarana berkomunikasi dan berkonsultasi dengan lebih
intens dan efektif. Setiap orang akan menemukan pengalaman
verbal dan non verbal, pengalaman intelektual dan emosional,
serta pengalaman moral dan sosial.25
Jadi tujuan diskusi adalah untuk mengasah intelektual
seseorang yang didasarkan oleh pikiran rasional, sehingga dalam
mengambil keputusan itu ada kesamaan visi yang berdampak pada
tingkat kepedulian yang tinggi.
Metode diskusi sebagai salah satu metode pembelajaran
yang tepat digunakan atau diterapkan dalam akhlak, sudah saatnya
peserta
didik
dibimbing
mempunyai
kemandirian
dalam
memecahkan setiap masalah yang dihadapi. Dan kondisi masyarakat
yang demokratis diskusi perlu dikembangkan dan terus diterapkan
dalam
proses
belajar
mengajar.
Guru
harus
pandai-pandai
menerapkan metode dalam tiap-tiap mata pelajaran yang diajarkan
agar apa yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Adapun manfaat dan keuntungan yang diambil dari
metode diskusi antara lain:
1) Membantu siswa untuk tiba kepada pengambilan keputusan yang
lebih baik daripada memutuskan sendiri;
25
J.S. Kamdhi, Diskusi yang Efektif, Jogjakarta: Kanisius, 1995, h. 16-19.
24
2) Siswa tidak terjebak pada jalan pemikiran sendiri, yang kadang
salah, penuh prasangka dan sempit, karena dengan diskusi ia
mempertimbangkan alasan orang lain;
3) Dengan diskusi timbul percakapan antara guru dan siswa
sehingga diharapkan hasil belajarnya lebih baik;
4) Dengan diskusi memberi motivasi terhadap berpikir dan
meningkatkan perhatian kelas;
5) Diskusi membantu mendekatkan/mengeratkan hubungan antara
kegiatan kelas di tingkat perhatian;
6) Diskusi merupakan cara belajar yang menyenangkan dan
merangsang pengalaman.26
Dari uraian di atas, bahwa manfaat diskusi adalah untuk
menumbuhkan rasa kebersamaan antara siswa dengan guru, serta
dapat berpikir secara rasional sehingga menumbuhkan motivasi
dalam belajar.
Disamping manfaat yang dapat diambil dari metode
diskusi, ada pula keuntungan menerapkan /menggunakan metode
diskusi dalam proses belajar mengajar, antara lain:
1) Metode diskusi melibatkan siswa secara langsung dalam proses
belajar;
2) Tiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan
bahan pelajaran;
3) Dapat menimbulkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap
ilmiah;
4) Mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi
diharapkan siswa dapat memperoleh kepercayaan akan diri
sendiri;
5) Dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan
sikap demokratis para siswa.27
Jadi keuntungan menggunakan metode diskusi adalah
untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan serta pengalaman
26
Suryabrata, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, h.
27
Ibid., h. 185.
185.
25
langsung dalam rangka membentuk ketrampilan (motorik, kognitif,
sosial) penghayatan serta nilai-nilai dalam, pembentukan sikap.
e. Macam-macam Metode Diskusi
Beberapa metode dalam pembelajaran yang ditawarkan
merupakan solusi dalam mengatasi kejenuhan penerapan PBM.
Menurut Zakiyah Daradjat. Metode diskusi yang dilakukan guru
dalam membimbing belajar siswa dibagi dalam beberapa jenis,
antara lain :
1) Diskusi Informal
Diskusi ini terdiri dari satu diskusi yang pesertanya terdiri
dari peserta didik yang jumlahnya sedikit. Dalam diskusi informal
ini hanya seorang yang menjadi pimpinan, tidak perlu ada
pembantu-pembantu sedangkan yang lain hanya sebagai anggota
diskusi.
2) Diskusi Formal
Diskusi ini berlangsung dalam suatu diskusi yang serba
diatur dari pimpinan sampai anggota kelompok. Diskusi dipimpin
oleh seorang pendidik atau peserta didik yang dianggap cakap.
Karena semua telah diatur, para anggota tidak dapat begitu saja
berbicara (semua harus diatur melalui aturan yang dipegang oleh
pimpinan diskusi), diskusi yang diatur seperti ini memang lebih
baik. Kebaikan metode diskusi ini diantaranya:
26
a) Adanya partisipasi peserta didik yang terarah terhadap diskusi
tersebut;
b) Peserta didik berpikir secara kritis;
c) Peserta didik dapat meningkatkan keberanian.
Sedangkan kelemahannya adalah:
a) Banyak waktu yang buang;
b) Berlangsung pada peserta didik yang pandai.
3) Diskusi Panel
Diskusi ini di ikuti oleh banyak peserta didik sebagai
peserta, yang dibagi menjadi peserta aktif dan tidak aktif. Peserta
aktif adalah lansung mengadakan diskusi. Sedangkan peserta
tidak aktif sebagai pendengar.
Tata cara pelaksanaan diskusi panel :
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam langkah persiapan adalah :
a) Merumuskan tujuan
b) Menetapkan topik masalah
c) Menyusun Laporan Diskusi Panel
d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
teknis pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
diskusi adalah:
a) Memeriksa segala persiapan
b) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi
27
c) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan
d) Mengajukan Pertanyaan dalam Diskusi
e) Menyampaikan Gagasan dalam Diskusi
f) Mengemukakan Gagasan Secara Jelas dan Mudah Diikuti
g) Memberikan Kritikan dan Dukungan dalam Diskusi
h) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta
diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
i) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang
sedang dibahas.
Menutup Diskusi:
a) Membuat pokok pembahasan sebagai kesimpulan
b) Menilai jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari
seluruh peserta.28
4) Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok dilakukan untuk mencari pemecahan
masalah, menampung pendapat, pandangan, saran dari peserta
diskusi. Untuk mencari solusi dalam diskusi kelompok peserta
diskusi hendaknya secara bijaksana dapat mempertimbangkan,
menilai, dan menentukan kemungkinan keputusan yang akan
diterima oleh para peserta atau sebagian besar peserta diskusi.
Setiap anggota atau peserta diskusi harus dapat menyajikan
28
J.S. Kamdhi, Diskusi yang Efektif, Jogjakarta: Kanisius, 1995, h. 30.
28
permasalahan yang perlu didiskusikan untuk mendapatkan
pemecahan masalah yang merupakan pendapat terbaik.
Tata cara dalam Melaksanakan Diskusi Kelompok :
a) Pemandu membuka diskusi.
b) Pemandu mengemukakan masalah yang akan dibicarakan
dalam disukusi.
c) Pelaksanaan diskusi dipimpin oleh pemandu.
d) Kemungkinan pemecahan masalah dalam diskusi dengan
beradu argumen antarpeserta dengan bijaksana dan penuh
tanggungjawab.
e) Mempertimbangkan baik buruk semua argumen yang
mengemuka, kemudian mencapai kata mufakat untuk
menghasilkan keputusan diskusi. Jika tidak tercapai kata
mufakat dalam diskusi, putusan diskusi dapat dilakukan
denga pengambilan suara terbanyak atau voting
f) Pemandu menutup diskusi dengan mengemukakan hasil
diskusi, menyampaikan harapan-harapan, dan diakhiri dengan
salam penutup.
5) Simposium
Dalam
simposium,
masalah-masalah
yang
akan
dibicarakan diantar oleh satu orang atau lebih dan disebut
pemrasaran. Pemrasaran boleh berpendapat beda-beda terhadap
29
suatu masalah,sedangkan peserta boleh mengeluarkan pendapat
menanggapi yangtelah di kemukakan oleh pemrasaran.29
Disamping jenis-jenis diskusi, dalam proses pembelajaran
ditawarkan beberapa bentuk diskusi dalam kegiatan belajar
mengajar.
1) The social problem solving
Siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di
kelas dengan harapan siswa merasa terpanggil untuk mempelajari
dan bertingkah laku sesuai dengan kondisi yang berlaku.
2) The open ended meeting
Siswa
berbincang-bincang masalah apa
saja
yang
berhubungan dengan kehidupan mereka sehari-hari, dengan
kehidupan mereka di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.
3) The educational-diagnosis meeting
Siswa berbincang-bincang masalah pelajaran di kelas
dengan maksud untuk saling mengoreksi pemahaman mereka di
kelas.30
Ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang perlu dipegang
oleh guru dalam melakukan diskusi antara lain:
1) Melibatkan siswa secara aktif dalam diskusi yang diadakan;
2) Diperlukan keterlibatan dan keteraturan dalam mengemukakan
pendapat secara bergilir dipimpin seorang ketua /moderator;
29
Zakiyah Dardjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1995, h. 293-294.
30
Ramayulis, Metodologi PAI, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, h. 147.
30
3) Masalah diskusi disesuaikan dengan perkembangan dan
kemampuan anak;
4) Guru berusaha mendorong siswa yang kurang aktif agar
mengeluarkan pendapatnya;
5) Siswa dibiasakan menghargai pendapat orang lain dalam
menyetujui dan menentang pendapat;
6) Aturan dan jalannya diskusi hendaknya dijelaskan kepada siswa
yang belum mengenal tata cara diskusi.31
Jadi prinsip umum dalam menggunakan metode diskusi
adalah guru melibatkan seluruh siswa dan memotivasi siswa dalam
berdiskusi serta memberikan penjelasan tentang tata cara berdiskusi.
Disamping prinsip-prinsip diatas dalam penerapan metode
diskusi, perlu juga memperhatikan syarat-syarat dalam diskusi,
antara lain:
1) Permasalahan yang didiskusikan hendaknya menarik perhatian;
2) Persoalan yang didiskusikan adalah persoalan relatif banyak
menimbulkan pertanyaan;
3) Peranan moderator yang aspiratif dan proposional;
4) Permasalahan yang didiskusikan hendaknya membutuhkan
pertimbangan dari berbagai pihak.
Ada beberapa komponen dam keterampilan membimbing
diskusi, yaitu :
1) Memusatkan perhatian;
2) Memperjelas masalah;
3) Menganalisis pandangan siswa;
4) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi;
5) Menutup diskusi.32
Diketahui bahwa diskusi berguna sekali untuk mengubah
perilaku efektif siswa secara konkret, karena sikap atau nilai
31
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002, h. 36.
32
Ali Imran, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995, h. 149.
31
perubahan sukar sekali diadakan jika siswa tidak diberi kesempatan
mengatakan perasaannya. 33
Namun untuk mengubah perilaku kognitif menurut
taksonomi Bloom mengenai taraf pengetahuan, tidak efisien dengan
metode diskusi. Tetapi perilaku efektif /taraf evaluasi, diskusi tepat
digunakan pada fase program pengajaran.34
Dalam pelaksanaannya, metode diskusi diterapkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pendahuluan.
Pada tahap ini guru dan murid menentukan masalah dan
menentukan diskusi yang akan digunakan sesuai dengan masalah
yang digunakan sesuai masalah yang akan didiskusikan.35
Pertanyaan/masalah yang layak didiskusikan ialah yang
mempunyai sifat sebagai berikut:
a) Menarik minat siswa yang sesuai dengan tarafnya;
b) Mempunyai kemungkinan-kemungkinan jawaban lebih dari
sebuah yang dapat dipertahankan kebenarannya;
c) Pada umumnya tidak menanyakan “manakah jawaban yang
benar”
tetapi
lebih
mengutamakan
hal
yang
mempertimbangkan dan membandingkan.36
33
W. James Popham dan Eva L., terj. Amirul Hadi dkk., Teknik Mengajar Secara
Sistematis, Jakarta : Rineka Cipta, 2003, Cet. Ke-3, h. 85.
h. 85.
34
Ibid.,h. 85.
35
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 147-148.
36
Winarno Surahmad, Metodologi Pengajaran Nasional , Jakarta: Jemmarus, 1987,
32
2) Pelajaran inti.
Metode diskusi dapat dipimpin langsung oleh guru atau
murid yang dianggap cakap dan bertangggung jawab.
Dengan
kelompok
pimpinan
diskusi
guru,
memilih
peran
siswa
pimpinan
membentuk
diskusi
(ketua,
sekretaris/pencatat, notulis, pelapor) dan sebagainya (bila perlu),
mengatur tempat duduk, ruangan, sarana, dan sebagainya.
Pimpinan diskusi sebaiknya berada ditangan siswa yang:
a)
b)
c)
d)
Lebih memahami / menguasai yang akan didiskusikan;
Berwibawa dan disenangi oleh teman-temannya;
Berbahasa dengan baik dan lancar bicaranya;
Dapat bertindak tegas, adil dan demokrasi.
Adapun tugas pimpinan diskusi antara lain, adalah:
a) Pengatur dan pengarah acara diskusi;
b) Pengatur “lalu lintas” pembicaraan;
c) Penengah dan penyimpul dari berbagai pendapat.37
Selanjutnya para siswa berdiskusi dalam kelompoknya
masing-masing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu
ke kelompok yang lain (kalau ada lebih dari satu kelompok)
menjaga ketertiban serta memberikan dorongan dan bantuan
sepenuhnya agar setiap anggota berpartisipasi aktif dan agar
diskusi berjalan lancar. Setiap peserta kelompok harus tahu
persoalan apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya
diskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap
anggota harus tahu bahwa hak bicaranya sama. 38
37
Ramayulis, Metodologi PAI,h. 148.
38
Suryobroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, h.182.
33
3) Penutup
Pada tahap ini guru atau pemimpin diskusi memberikan
tugas kepada audience membuat kesimpulan diskusi, kemudian
guru memberikan ulasan atau memperjelas dari kesimpulan
diskusi.39 Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasilhasil diskusinya yang dilaporkan itu ditanggapi oleh semua siswa
(terutama dari kelompok lain) guru memberi penjelasan terhadap
laporan tersebut.
Akhirnya para siswa mencatat hasil diskusi tersebut dan
guru
mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap-tiap
kelompok, sesudah para siswa mencatatnya untuk “file” kelas. 40
f. Tugas Guru dalam Metode Diskusi
Sudah barang tentu guru agama mempunyai tugas yang
lebih banyak dalam pelaksanaan diskusi ini mulai dari:
1) Mencari topik;
2) Membagi kelompok;
3) Mengatur ruang kelas;
4) Menetapkan jalan diskusi;
5) Menilai atau mengevaluasi.
Di dalam pelaksanaan diskusi guru tidak lagi berfungsi
sebagai pengajar saja tetapi guru mempunyai peran lebih dari
39
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 148.
40
Ramayulis, Metodologi PAI,h. 148.
34
mengajar yakni sebagai penunjuk jalan, sebagai pengatur lalu lintas,
sebagai benteng pelindung.41
Peranan guru dalam penggunaan metode diskusi:
1) Penunjuk Jalan
a) Guru memberi petunjuk umum kepada peserta didik untuk
mencapai kemajuan dalam diskusi. Semua jawaban-jawaban
yang diberikan oleh anggota kelompok dijadikan bahan untuk
pemecahan masalah;
b) Merumuskan jalannya diskusi;
c) Guru meluangkan jalan bagi siswa sehingga diskusi berjalan
dengan lancar.
2) Pengaturan Lalu Lintas
a) Mengajukan semua pernyataan secara teratur untuk semua
anggota diskusi;
b) Menjaga agar semua anggota dapat berbicara bergiliran;
c) Menjaga supaya diskusi jangan semata-mata dikuasai oleh
siswa yang gemar berbicara;
d) Terhadap murid pendiam dan pemalu guru harus
mendorongnya supaya ia berani mengeluarkan pendapat.
3) Dinding Penangkis
Guru harus memantulkan semua pertanyaan yang diajukan
kepada pengikut diskusi. Dia tidak harus menjawab pertanyaan
yang diberikan kepadanya. Dia hanya boleh menjawab pertanyaan
yang tidak dapat dijawab oleh pengikut diskusi. 42
5. Keaktifan
Proses
pembelajaran
pada
hakekatnya
untuk
mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui
berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa
merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses
pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun
mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak
41
42
M. Zein, Methodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : AK. Group, 1990, h. 176
Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2001, h. 23.
35
dapat dipisahkan.43 Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain
adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka
aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang
mereka hadapi dalam proses pembelajaran.
Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat
sejauh mana keaktifan
mengajar.
siswa dalam mengikuti
proses belajar
Nana Sudjana (2004: 61) menyatakan keaktifan siswa
dapat dilihat dalam hal: (1) turut serta dalam melaksanakan tugas
belajarnya; (2) terlibat dalam pemecahan masalah; (3)
Bertanya
kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang
dihadapinya; (4)
Berusaha mencari berbagai informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah;(5) Melaksanakan diskusi
kelompok sesuai dengan petunjuk guru;(6) Menilai kemampuan
dirinya dan hasil– hasil yang diperolehnya; (7) Melatih diri dalam
memecahkan
soal atau masalah yang
sejenis; (8) Kesempatan
menggunakan
atau
yang
menerapkan
apa
diperoleh
dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
6.
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
a. Pengertian Pelajaran Aqidah Akhlak
Pelajaran aqidah akhlak merupakan salah satu mata
pelajaran
yang diajarkan
disekolah
formal
dan
merupakan
rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
43
Sardiman,
36
Aqidah Akhlak terdiri dari dua kata yang mempunyai
pengertian yang berbeda. Kata “aqoid” jamak dari Aqidah yang
berarti “kepercayaan”, maksudnya
kepercayaan (akidah)
ialah
iman yang kokoh terhadap segala sesuatu yang disebut secara tegas
dalam Al-Qur’an dan Hadits shahih.44 Sedangkan kata Akhlaq atau
khulq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat keb iasaan,
perangai muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat.
Sedangkan menurut istilah
yang dikutip dari pendapat Ibn
Maskawaih, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. 45
Pengertian pendidikan Aqidah Akhlak menurut Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Madrasah Aliyah adalah:
Pendidikan Aqidah Akhlak adalah Upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah
Swt. dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia
dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Alquran dan
Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan
serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dan hubungannya
dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat
hinggaterwujud kesatuan dan persatuan bangsa. 46
44
Muhammad Abdul Qadir Ahmad,
Jakarta:Rineka Cipta, 2008, h. 115
Metedologi Pengajaran Agama
Islam,
45
Fadli Rahman, Akhlak Tasawuf (pengantar ke Dunia Esoteris Islam), Malang:
In-TRANS Publishing, 2007, h. 5-6
46
Departemen Agama, Kurikulum dan Hasil Belajar Aqidah Akhlak Madrasah
Aliyah, Jakarta: DEPAG, 2003, h. 2
37
b. Tujuan Mata Pelajaran Aqidah Akhlak
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk:
1) Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan,
dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan,
pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan
menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari
ajaran dan nilai-nilai aqidah Islam.47
c. Ruang Lingkup Pelajaran Aqidah Akhlak
Ruang lingkup mata pelajaran Aqidah Akhlak di
Madrasah Aliyah meliputi:
1) Aspek aqidah terdiri atas: prinsip-prinsip aqidah dan metode
peningkatannya, Al-Asma al-Husna, macam-macam tauhid
seperti tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, tauhid ash-shifat wa
al-af’al, tauhid rahmaniyah, tauhid mulkiyah dan lain-lain, syirik
dan implikasinya dalam kehidupan, pengertian dan fungsi ilmu
kalam serta hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya, dan aliranaliran dalam ilmu kalam (klasik atau modern)
2) Aspek akhlak terdiri atas: masalah akhlak yang meliputi
pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode
peningkatan kualitas akhlak; macam-macam akhlak terpuji seperti
husnudz-dzan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias,
perjalanan, bertamau dan menerima tamu, adil, ridha, amal shaleh
persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja;
serta pengenalan tentang tasawuf. Sedangkan ruang lingkup
akhlak tercela meliputi: riya, aniaya dan diskriminasi, perbuatan
47
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi, dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Aqidah Akhlak Aliyah Tahun 2006, h. 5
38
dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, berzina, mencuri,
mengkonsumsi narkoba), ishraf, tabzir, dan fitnah. 48
7.
Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki
setelah menerima pengalaman belajarnya. 49 Hasil belajar siswa pada
hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Dalam penilaian hasil belajar peranan instruksional yang berisi
rumusan kemampuan dan timgkah laku yang diinginkan dikuasai siswa
menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penelitian, oleh karena
itu, dalam penilaian hendaknya diperiksa sejauh mana perubahan
tingkah laku siswa telah terjadi melalui proses pembelajaran. Penilaian
proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan mengajar
yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakekatnya menilai
penguasaan siswa
terhadap tujuan instruksional.50 Hal ini karena
rumusan tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang harus
dikuasai berupa kemampuan–kemampuan siswa setelah menerima atau
menyelesaikan pengalaman belajarnya.
48
49
Ibid,. h. 6.
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya,
1998, h. 22.
50
Ibid, h. 34
39
Keberhasilan pembelajaran tidak hanya melihat dari hasil belajar
yang di capai siswa tetapi juga dari segi prosesnya, hasil belajar pada
dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti bahwa
optimalnya hasil belajar siswa tergantung pula pada proses belajar
siswa dan proses mengajar guru.51
Hasil belajar menurut taksonomi
Bloom terdiri dari tiga
ranah:1) ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikut disebut kognitif
tingkat tinggi. Berdasarkan taksonomi Bloom yang telah direvisi ranah
kognitif siswa dibedakan menjadi 2 dimensi yaitu dimensi pengetahuan
dan dimensi proses. Dimensi pengetahuan atau knowledge terdiri dari
4 tipe yaitu factual knowledge, procedural knowledge, conceptual
knowledge, dan metakognitif knowledge. Sedangkan dimensi proses
kognitif terdiri dari remember (mengingat), understand (memahami),
apply (mengaplikasi), analyze (menganalisis), evaluate (mengevaluasi),
dan create (mencipta).52
1) Factual knowledge adalah pengetahuan yang terpisah, elemenelemen yang terisolasi, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang
istilah, dan pengertian-pengertian dan bagian-bagian yang khusus.
51
52
Ibid, h. 65
Krathwohl dalam Wibowo, Pengaruh Diagram Roundhouse Melalui Kooperatif
CIRC Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Metakognitif Siswa Kelas XI IPA SMA
Laboratorium UM, Universitas Negeri Malang, 2008, h. 34
40
2) Procedural knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu termasuk di dalamnya pengetahuan tentang
keahlian dan
langkah-langkah, teknik dan metode, pengetahuan
tentang kriteria yang digunakan untuk mengambil sebuah keputusan.
3) Conceptual knowledge merupakan lawan dari factual knowledge,
bersifat lebih kompleks, merupakan organisasi dari istilah-istilah,
termasuk
di
dalamya
pengetahuan
untuk
mengklasifikasi,
mengelompokkan, tentang prinsip-prinsip, generalisasi, teori, model
dan struktur.
4) Metakognitif knowledge yaitu pengetahuan tentang kognisi termasuk
didalamnya tentang kebijaksanaan dan pengetahuan tentang apa
yang dipikirkan. Pengetahuan metakognisi meliputi: pengetahuan
tentang strategi berupa pengetahuan tentang garis besar uraian suatu
topik pengetahuan di dalam buku teks, pengetahuan untuk
menggunakan secara menyeluruh. Pengetahuan tentang gugus tugas
kognitif y ang merupakan pemgetahuan tentang tipe-tipe tes yang
digunakan guru dalam melakukan administrasi. Pengetahuan tentang
diri sendiri merupakan pengetahuan yang meneliti kekuatan,
kelemahan, dan kebijakan diri dalam mengambil keputusan.
Ranah afektif berkenaan dengan partisipasi siswa dalam
pembelajaran, sikap khusus siswa, maupun respons siswa dalam
kegiatan
membaca,
perkembangan
siswa
menyimak,
dalam
berbicara,
menguasai
maupun
isi
menulis,
pembelajaran,
41
sikap/kemampuan siswa bekerja sama, partisipasi siswa, kemampuan
bertanya, atau minat siswa terhadap pembelajaran dan 3) ranah
psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
Hasil belajar yang demikian dapat dicapai antara lain apabila
kegiatan mengajar atau menyampaikan mata pelajaran sesuai dengan
gaya belajar siswa, keefektifan belajar akan semakin tinggi bila
kegiatan mengajar sesuai dengan faktor intern (intelegen, kemampuan,
motivasi, emosional, kebutuhan, dan gaya belajar), maupun faktor
ekstern (lingkungan, keluarga) sehingga dapat dikatakan bahwa
mengajar yang efektif adalah mengajar yang sesuai bagi setiap siswa.
Terciptanya proses belajar yang efektif dan efisien akan menjadikan
hasil belajar lebih berarti, lebih bermakna serta berdaya guna pada diri
individu yang belajar.
C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian
1. Kerangka Pikir
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswasiswi dihadapkan kepada suatu masalah yang berupa pernyataan atau
pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan
bersama.
Sedangkan mata pelajaran Akidah Akhlak bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang
diwujudkan dalam akhlaknya yang terfuji, melalui pemberian dan
42
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang Aqidah dan
Akhlak Islam, sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan nya kepada Allah Swt.
Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu
guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama
dalam
meningkatkan
kesempatan
belajar
memperbaiki kualitas mengajarnya.
Mata Pelajaran
Aqidah Akhlak
Efektivitas Penerapan
Metode Diskusi
Hasil Belajar Siswa
bagi
siswanya
dan
43
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan
dari
pemikiran
mengemukakan beberapa pertanyaan
di
atas,
sebagai
maka
dasar
penulis
melakukan
penelitian sebagai berikut:
a. Mengapa metode diskusi diterapkan dalam mata pelajaran Aqidah
Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya?
b. Bagaimana proses pelaksanaan diskusi pada mata pelajaran Aqidah
Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya?
c. Apa saja penyampaian guru pada saat dimulainya diskusi pada mata
pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka
Raya?
d. Apakah ada tingkat efektivitas guru dalam proses diskusi pada mata
pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka
Raya?
e. Bagaimana peran guru dalam pelaksanaan metode diskusi pada mata
pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka
Raya?
f. Bagaimana hasil akhir dan kesimpulan
dari penerapan metode
diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah
Aliyah NU Palangka Raya tersebut?
Download