HUBUNGAN DENSITY PADA RUMAH KOS DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA Disusun Oleh: Fresyana Paramony [email protected] Ika Herani Nur Hasanah Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang ABSTRACT This study aims to determine whether there is a relationship between the density (density) in a boarding house with student learning motivation. This research was conducted in two villages in Malang is the Village Ketawanggede and Dinoyo. Respondents are students who reside temporarily (kos) in two villages with 100 respondents. This study uses correlation (relationship) with data collection questionnaire or questionnaire. Data analysis techniques in this study using analysis of correlation (relationship). The results of this study are: there is no significant influence between density and student learning motivation with correlation coefficient 0.086. The majority of respondents have a density value and motivation to learn in each category are as much as 43% and 42% with a coefficient of determination (r²) by 19%. Keywords: density, boarding houses, motivation to learn, student ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara density (kepadatan) di rumah kos dengan motivasi belajar mahasiswa. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di Kota Malang yaitu Kelurahan Ketawanggede dan Kelurahan Dinoyo. Responden penelitian ini adalah mahasiswa yang bertempat tinggal sementara (kos) di dua kelurahan tersebut dengan jumlah responden 100 orang. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner atau angket. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi (hubungan). Hasil penelitian ini tidak terdapat pengaruh signifikan antara density dan motivasi belajar mahasiswa dengan nilai koefisien korelasi 0,086. Mayoritas responden memiliki nilai density dan motivasi belajar dalam kategori sedang masing-msing sebanyak 43% dan 42% dengan nilai koefisien determinasi (r²) sebesar 19%. Kata kunci: density, rumah kos, motivasi belajar, mahasiswa LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup terlepas dari lingkungan sosial. Proses tersebut bisa dilihat dari hubungan manusia dan lingkungan sosial interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering menemui kendala yang menghambat proses interaksi tersebut, salah satunya gangguan yang ditimbulkan dari situasi lingkungan tempat tinggal. Kepadatan lingkungan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan karakteristik setting lingkungan fisik, karakteristik setting sosial, dan karakteristik personal kemampuan beradaptasi. Lingkungan fisik meliputi kondisi bangunan dimana bangunan adalah salah satu faktor individu tersebut merasa padat. Setting sosial adalah keadaan dimana populasi individu di daerah tersebut mengenal lingkungan sekitar satu sama lain, sedangkan karakter personal dan kemampuan adaptasi juga salah satu pendukung individu mampu bertahan di lingkungan tersebut atau tidak (Reivich&Shatte, 2002) Kemampuan individu untuk beradaptasi di lingkungan tempat tinggalnya sangatlah berbeda, tergantung dari berbagai macam faktor diantaranya usia yang berpengaruh pada kematangan, cara dan proses berpikir serta pengalaman individu tersebut bersosialisasi dengan lingkungannya (Alwisol, 2005). Lingkungan dengan kepadatan yang tinggi merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan pada lingkungan tinggal tersebut. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan keseskan pada individu. Kenyamanan tempat tinggal bisa dilihat dari kualitas fisik lingkungan dan bangunan. Suatu bangunan hunian dapat dikatakan nyaman ketika lingkungan tersebut mempunyai kriteria dimana aspek fungsionalisnya sebagai fasilitas hunian harus mampu memenuhi kebutuhan dasar penghuninya atas fasilitas hunian mereka. Lingkungan yang padat dan sesak bisa menjadi salah satu penyebab stressor dalam diri individu tersebut. Density adalah salah satu keadaan lingkungan dimana kepadatan menjadi masalah karena terlalu banyak individu yang berada dalam lingkungan tersebut sehingga menimbulkan masalah (Sarwono, 1992).Rapaport (dalam Stokols dan Altman, 1987) mengatakan kepadatan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. Batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak. Tempat tinggal atau hunian adalah salah satu dari faktor yang mempengaruhi density. Rumah kos adalah salah satu tempat tinggal yang dihuni untuk tinggal sementara atau di sewa oleh seseorang. Kos adalah sebuah jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu. Bentuk fisik rumah kos terdiri dari beberapa kamar dengan ukuran normal 3x4 meter persegi. Rumah kos umumnya disewa oleh individu yang membutuhkan tempat tinggal sementara. Rumah kos yang berada di daerah industri pabrik biasanya menyediakan kamar kos untuk orang yang sudah berumah tangga dan kos pada lingkungan universitas atau perguruan tinggi disediakan untuk mahasiswa perantau dari luar daerah. Mahasiswa adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi, sebagaian besar dari mahasiswa adalah pendatang atau berasal dari daerah lain. Mahasiswa perantau atau yang datang dari daerah lain banyak memilih rumah kos untuk solusi tempat tinggal selama mereka menempuh pendidikan di universitas. Tujuan utama mahasiswa menempuh pendidikan adalah untuk proses pembelajaran. Sebagian besar mahasiswa menyewa kamar kos yang letaknya berdekatan dengan universitas yang sebagian besar rumah kos tersebut mempunyai banyak ruangan atau kamar yang menimbulkan penduduk yang banyak pula dalam rumah kos tersebut. Hal ini menimbulkan mahasiswa yang tinggal di dalamnya merasa terganggu dengan keadaan dalam rumah kos dan berpengaruh terhadap konsentrasi belajar, tingkat stress, prestasi belajar dan motivasi belajar mahasiswa tersebut. Daerah Kelurahan Ketawanggede dan Kelurahan Dinoyo Kota Malang adalah salah satu kawasan pemukiman yang banyak menyediakan rumah kost untuk disewa oleh mahasiswa. Kawasan tersebut dinilai strategis dan dekat dengan Perguruan Tinggi Universitas Brawijaya dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim di Kota Malang Provinsi Jawa Timur. Padatnya kawasan tersebut memberikan efek density pada masyarakat asli ataupun mahasiswa yang menyewa rumah kos tersebut (http://www.malangkota.go.id/). Mahasiswa yang tinggal di kawasan padat dan rumah kos yang berpenghuni banyak dengan bentuk bangunan yang sempit, kamar yang berderet, suara berisik yang ditimbulkan oleh penghuni lain bahkan kekurangan space. Space adalah ruang disekeliling seseorang dengan batas – batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975), menggambarkan ruang personal sebagai jarak atau daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia akan merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang – kadang menarik diri,menjadikan mahasiswa kekurangan ruang gerak dan meminimalisir kegiatan menjadikan mahasiswa mempunyai kebiasaan buruk bermalas-malasan di kamar rumah kos dan hal ini berpengaruh pada motivasi belajarnya. Motivasi belajar mahasiswa tersebut menjadi menurun seiring dengan padatnya rumah kos. LANDASAN TEORI Density Kepadatan adalah keadaan dimana ruangan yang penuh dan pengetahuan seseorang terhadap jumlah orang yang terlalu banyak dalam ruang tertentu (Altman, 1975). Dalam hal ini banyak orang memiliki pendapat bahwa kepadatan dapat memberi dampak negatif kesehatan organisme dan terhadap perilaku organisme (Hanurawan, 2008). Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987). Faktor-faktor yang mempengaruhi density (a) kontrol pribadi (b) budaya, pengalaman, dan proses adaptasi (c) jenis kelamin dan usia. Dampak kepadatan dan kesesakan pada manusia dapat meningkatan beberapa hal diantaranya, kejahatan, bunuh diri, penyakit jiwa, kenakalan remaja. Selain dampak kepadatan dan kesesakan terjadi pada individu, hal ini juga terjadi dan berdampak pada lingkungan sosial yaitu, agresi, menarik diri dari lingkungan sosial, berkurangnya tingkah laku menolong dan kecenderungan menjelekkan orang lain. Motivasi Belajar Seseorang tidak akan melakukan suatu perbuatan tanpa ada kekuatan dalam dirinya yang mendorong untuk mencapai apa yang diinginkan. Dorongan tersebut dapat berasal dari dirinya sendiri ataupun diluar dirinya sendiri seperti melakukan sesuatu demi orang lain, ingin mendapat pujian, hadiah dan sebagainya. Motivasi timbul ketika dirasakan adanya suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Faktor lingkungan yang memadai mendukung pencapaian dan perwujudan motivasi sehingga dapat berlangsung tanpa banyak kesulitan. Namun faktor lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat pencapaian motivasi tersebut (Makmun, 2001). Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian motivasi adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian usaha untuk mencapai kondisikondisi tertentu dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai. Faktor psikologis yang mempengaruhi belajar mahasiswa meliputi, kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat danmotivasi (Syah, 2008). Rumah Kos Rumah kos bisa juga disebut rumah penginapan. Kos adalah rumah yang digunakan orang umtuk menginap selama 1 hari atau lebih, dan kadang-kadang untuk periode waktu yang lebih lama misalnya: minggu, bulan atau tahunan. (http://library.binus.ac.id). Rumah kos dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat sementara dengan sasaran pada umumnya adalah mahasiswa dan pelajar yang berasal dari luar kota ataupun luar daerah. PARTISIPAN DAN DESAIN PENELITIAN Teknik pengambilan sampling responden dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini, peneliti memiliki karakteristik responden yaitu : Mahasiswa dan mahasiswi yang bertempat tinggal sementara (kos) di daerah kelurahan Ketawanggede dan kelurahan Dinoyo Kota Malang. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat korelasi (hubungan). Penelitian korelasi atau korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel & Wallen, 2008). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang tinggal di rumah kos daerah kelurahan Ketawanggede dan Kelurahan Dinoyo kota Malang. ALAT UKUR DAN PROSEDUR PENELITIAN Instrumen penelitian atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi, yaitu skala density dan skala motivasi belajar dengan model skala likert. HASIL Variabel Density Motivasi Belajar Statistik Hipotetik Empirik Skor Minimum 9 12 Skor Maksimum 36 36 Mean 4 24,11 Standar Deviasi 20 3,95 Skor Minimum 12 29 Skor Maksimum 48 48 Mean 6 38,71 Standar Deviasi 30 3,84 Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui skor empirik untuk variabel density memperoleh rata-rata skor sebesar 24,11 dengan skor minimum 12 dan skor maksimum 36, sedangkan standar deviasi sebesar 3,95. Sedangkan skor empirik untuk variabel motivasi belajarmemperoleh rata-rata skor sebesar 38,71 dengan skor minimum 29 dan skor maksimum 48, sedangkan standar deviasi sebesar 3,84. Skor hipotetik diperoleh dengan cara perhitungan manual. Variabel density yang terdiri atas 9 aitem dengan skor terendah untuk pilihan jawaban adalah 1 dan skor tertinggi untuk pilihan jawaban adalah 4. Dari sini diperoleh nilai terendah dari variabel density sebesar 1 x 9 = 9 dan nilai tertinggi 4 x 9 = 36. Rentang jarak hipotetik atau luas jarak sebarannya adalah 36 – 9 = 24. Dari sini dapat diperoleh deviasi standar bernilai SD = 24/6 = 4 dan rata-rata (mean hipotetik) 24 – 4 = 20. Sementara untuk skor hipotetik dari skala motivasi belajar yang terdiri atas 12 aitem memiliki skor terendah untuk pilihan jawaban adalah 1 dan skor tertinggi untuk pilihan jawaban adalah 4. Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai terendah dari variabel motivasi belajar sebesar 1 x 12 = 12 dan nilai tertinggi 4 x 12 = 48. Rentang jarak hipotetik atau luas jarak sebenarnya adalah 48 – 12 = 36. Jadi setiap satuan deviasi standarnya bernilai SD = 36/6 = 6 dan rata-rata (mean hipotetik) 36 – 6 = 30. Setelah mendapatkan skor empirik dan hipotetik, maka akan diperoleh gambaran mengenai variabel yang diteliti. Subjek penelitian akan digolongkan dalam tiga kategori untuk setiap variable. Sebelum dilakukan analisis data, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji normalitas sebaran data pada variabel penelitian baik variabel bebas maupun variabel terikat. Selain itu uji linieritas juga dilakukan untuk mengetahui bentuk korelasi dari kedua variabel. Pengujian asumsi dan analisis data dilakukan dnegan menggunakan SPSS for Windows versi 20.00. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode statistik One Sample Kolmogorov Smirnov test. Hasil uji normalitas variabel density dan motivasi belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini: Variabel Signifikansi Keterangan Density 0,132 Distribusi Normal Motivasi Belajar 0,200 Distribusi Normal Hasil dari pengujian Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai signifikansi variabel density sebesar 0,132, dimana nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05. Dengan nilai signifikansi lebih besar daripada α = 0,05 dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi sehingga dapat dinyatakan variabel density berdistribusi normal. Begitu juga dengan variabel motivasi belajar memiliki nilai signifikansi bernilai 0,200 yang berarti lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan pula variabel motivasi belajar juga berdistribusi normal. Hasil uji linearitas berdasarkan nilai signifikasi = 0,078 lebih besar dari 0,05 yang artinya terdapat hubungan linear secara signifikan antara variabel density (X) dengan variabel motivasi belajar (Y) dan berdasarkan nilai F diperoleh nilai F hitung = 1,566 sedang F tabel kita cari pada tabel distribution tabel nilai F 0,05 berdasarkan angka df nya, diketahui df 22.76. Pada tabel distribution tabel nilai F 0,05, ditemukan nilai F tabel = 1,75. Karena nilai F hitung lebih kecil dari F tabel maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linear secara signifikan antara variabel density (X) dengan variabel motivasi belajar (Y). Hal ini menunjukkan suatu hubungan linier antara variabel density dan motivasi belajar dimana semakin tinggi nilai tingkat density pada mahasiswa yang tinggal di rumah kos, maka semakin tinggi nilai motivasi belajar pada mahasiswa. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai tingkat density pada mahasiswa maka akan rendah pula motivasi belajar pada mahasiswa. Data dari variabel density dan motivasi belajar telah memenuhi uji asumsi yakni uji normalitas dan linearitas, sehingga uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Product Moment Pearson. Hasil uji korelasi Product Moment Pearson ditunjukkan pada tabel berikut : Variabel Koefisien Signifikansi Keterangan 0,086 Tidak Korelasi Density*Motivasi Belajar 0,137 Signifikan Keterangan : (*) = Terhadap Sesuai dengan pedoman pada tabel 15. berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh korelasi sebesar 0.137 dengan signifikansi 0,086 sehingga dalam penelitian ini hubungan antara density dan motivasi belajar adalah tidak signifikan. Apabila ditarik kesimpulan, dalam penelitian ini hipotesis ditolak yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara density dan motivasi belajar. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa nilai korelasi product-moment Pearson yang dihasilkan bernilai positif. DISKUSI Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas yaitu density pada rumah kos dengan variabel terikat yaitu motivasi belajar pada mahasiswa dengan pemilihan tempat penelitian di daerah padat rumah kos di kelurahan Ketawanggede dan Dinoyo. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu tidak ada hubungan antara density dan motivasi belajar pada mahasiswa, sehingga dapat dikatakan Ha ditolak. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment Pearson yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara density dan motivasi belajar, dengan angka koefisien korelasi sebesar 0,137 dengan nilai signifikansi 0,086. Kepadatan atau density ini ternyata mendapat perhatian yang serius dari ahli-ahli psikologi lingkungan. Menurut Sundstrom (Wrightsman & Deaux, 1981)kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan atau sejumlah individu yang berada disuatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono,1992). Kepadatan mencakup banyak dimensi. Kepadatan tidak hanya mencakup dimensi fisik seperti ukuran jumlah penduduk per wilayah atau jumlah orang per rumah (kepadatan hunian dan kepadatan rumah) akan tetapi juga mengandung aspek sosial, ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi kepadatan perlu memperhatikan aspek lain di luar aspek fisik. Berbagai aspek tersebut terutama yang menguntungkan kehidupan penduduk perlu dipertahankan sehingga kebiasaan dan perilaku yang positif tetap dapat dipertahankan. Ditinjau dari segi penduduk, terungkap bahwa rumah padat bagi penduduk berarti rumah yang luasnya tidak sebanding dengan jumlah penghuninya, serta tidak ada tempat bermain atau halaman. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu kepadatan spasial (spatial density) terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang.Kepadatan sosial (social density) terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu. Altman (1975) membagi kepadatan menjadikepadatan dalam (inside density) yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal. Seperti kepadatan di dalam rumah, kamar.Kepadatan luar (outside density) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.Setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi atau kepadatan rendah. Daerah kelurahan Ketawanggede dan Dinoyo adalah daerah padat penduduk, sebagaian besar rumah penduduk asli disewakan beberapa kamar untuk tempat tinggal sementara (kos) mahasiswa selama menempuh pendidikan di universitas, bahkan masyarakat sekitar rela untuk membagi lahan rumahnya hanya untuk dijadikan tempat kos yang khusus di bangun hanya untuk di sewakan. Besarnya peluang ekonomi tersebut membuat warga sekitar berlomba-lomba untuk memberikan fasilitas lebih ataupun merenovasi hunian mereka agar terlihat mewah dan minimalis. Ditinjau dari keadaan fisik bangunan, warga pemilik rumah kos di kelurahan Ketawanggede dan Dinoyo tidak terlalu memperhatikan dan mementingkan luas bangunan yang sesuai dengan banyaknya mahasiswa yang tinggal di rumah kos tersebut. Rata-rata rumah kos di kedua daerah tersebut memiliki kamar yang berjumlah lebih dari 15 dengan posisi kamar yang sempit dan di isi oleh 2 orang penghuni setiap kamarnya. Hal ini menjadikan para penyewa yaitu mahasiswa merasa bahwa kondisi kos mereka sangat padat dan kurang nyaman karena terlalu banyak jumlah penghuni dalam setiap rumah kos. Di sisi lain, pihak penyewa atau mahasiswa tidak hanya memperhatikan aspek kepadatan, mereka juga sangat memilih bagaimana para pemilik kos menawarkan fasilitas dan terutama harga. Harga kos yang bersaing dan semakin tinggi menjadi perhatian utama para penyewa. Hampir setiap tahun pelaku usaha rumah kos selalu menaikkan harga sewa. Mahasiswa selalu mempertimbangkan harga sewa kos sesuai dengan kemampuan orang tua mereka, maka dari itu penyewa terkadang mengesampingkan kondisi rumah kos yang padat demi harga yang murah dan terjangkau. Aspek sosial juga sangat berpengaruh pada hal ini dikarenakan mahasiswa sebagian besar menyewa kos karena pada rumah kos tersebut ada teman yang mereka kenal, jadi mereka tidak memikirkan kondisi kos tetapi hanya semata-mata betah atau kerasan karena ada teman akrab mereka, hal ini menjadikan hubungan sosial juga sangat mempengaruhi pergaulan mereka selama tinggal di kos. Motivasi mereka memilih tempat kos juga beragam. Motivasi ini muncul dan berkembang dalam diri seseorang dengan jalan dari dalam diri individu itu sendiri (intrinsik) dan datang dari lingkungan (esktrinsik). Factor lingkungan yang memadai mendukung pencapaian dan perwujudan motivasi sehingga dapat berlangsung tanpa banyak kesulitan. Namun factor lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat pencapaian motivasi tersebut (Makmun, 2001). Dalam kamus psikologi (Kartono dan Gulo 1987) mengartikan istilah motivasi sebagai kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada sesuatu tujuan tertentu yang telah direncanakan. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan, motif dan tujuan yang sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Kebutuhan merupakan pembangkit dan penggerak perilaku apabila terdapat kekurangan akan kebutuhan, maka individu akan lebih memperhatikan motivasi yang dimiliki. Meskipun kondisi tempat tinggal mereka sangat padat, mereka tidak menunjukkan adanya pengaruh yang merugikan dan menganggap pengalaman mereka sebagai suatu tantangan yang positif. Mereka mengembangkan semangat yang tinggi dan suasana kerjasama. Untuk tinggal bersama dalam satu atap di rumah kos pasti memiliki kepribadian yang berbeda dan bermacam-macam antar penghuni. Mereka tahu bahwa situasi tersebut hanya bersifat sementara. Kesimpulan dari hal ini adalah bahwa tinggal ditempat yang berkepadatan tinggi bisa menjadi pengalaman yang positif dalam situasi tertentu, dengan tidak adanya hubungan antara kepadatan di rumah kos dengan motivasi belajar mereka. Hal ini bisa dilihat dari pribadi masing-masing mahasiswa dan motivasi mereka dalam proses belajar meskipun rumah kos mereka padat hal ini tidak mempengaruhi motivasi mereka untuk belajar dan sebaliknya meskipun rumah kos mereka tidak terlalu padat, individu tersebut juga tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Dalam mengulas berbagai macam penemuan ini, Epstein (Sears dkk, 1992)menyatakan bahwa pengaruh negative dari kepadatan tempat tinggal tidak akan terjadi bila penghuni mempunyai sikap kooperatif dan tingkat kendali tertentu. Tampaknya beberapa individu tidak banyak mengalami kesesakan di dalam rumah, karena mereka mampu mengendalikan diri dan mempunyai interaksi yang dapat meminimalkan timbulnya masalah tempat tinggal berkepadatan tinggi. DAFTAR PUSTAKA Altman, I. (1975). Environment and Social Behavior: Privacy, Personal Space, Territory, and Crowding. Monterey, CA: Brooks/Cole. Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muhammadyah Malang. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. (2010). Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fraenkel, J.R dan Wellen, N.E. (2008). How to Design and Evaluate research in Education. New York: McGraw-Hill. Hanurawan, Fattah. (2010). Psikologi Sosial. Universitas Negeri Malang: Remaja Rosdakarya. Holahan, CJ. (1982). Enviromental Psychology. New York: Random House. Kartono, Kartini. & Gulo, Dali. & Gulo, Dali. (1987). Bandung: Pionir Jaya Kamus psikologi. Makmun, Abin Syamsuddin. (2001). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhibbin, Syah. (2008). Psikologi Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Rapoport, A. (1977). Human Aspects of Urban Form. Oxford: Pergamon Press. __________. (1982). The Meaning of the Built Environment. Beverly Hills, CA: Sage. Reivich, K & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor ; 7 Essential Skill For Overcoming Life’s Inevitable Obstacle. New York, Broadway Books. Sarwono, Sarlito Wirawan. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia Sears, D.O., Freedman, J.L., & Peplau, L.A. (1992). Psikologi Sosial Jilid I. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Michael Adryanto & Savitri Soekrisno. Jakarta: Erlangga. ____________________________________. (1992). Psikologi Sosial Jilid II. Edisi Kelima. Alih Bahasa: Michael Adryanto & Savitri Soekrisno. Jakarta: Erlangga. Stokols, D. (1987). Conceptual Strategies of Environmental Psychology. In D. Stokols & I. Altman (Eds). Handbook of Environmental Psychology, Vol. 1. New York: Wiley, pp. 41-70. Website : http://eprints.unika.ac.id/2036/1/04.40.0117_Fransisca_Anies_PA.pdf. Diperoleh 1 Juli 2014 http://eprints.unika.ac.id/11715/1/85.130_Andi_Noermartanto.pdf. Diperoleh 1 Juli 2014. (http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2009-1-00024AR%20Bab%202.pdf). Diperoleh 1 Juli 2014 http://dinoyo.malangkota.go.id/. Diperoleh 28 Juli 2014 http://www.malangkota.go.id/halaman/16060714. Diperoleh 5 Agustus 2014 http://kelketawanggede.malangkota.go.id/. Diperoleh 5 Agustus 2014 http://www.pucktr.jatimprov.go.id/. Diperoleh 5 Agustus 2014