Memahami Dasar Konsep Tektonik dan Mekanisme Terjadinya Gempa Ditulis oleh Administrator Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki seismisitas tinggi, dengan kata lain daerah yang sangat sering terjadi gempa. Sering timbul pertanyaan, mengapa gempa terjadi?, bagaimana gempa dapat terjadi?. Jawaban singkat yang kita baca di koran-koran, kita dengar di radio dan kita lihat di televisi selalu menyebutkan hal yang sama. Jawaban yang selalu kita terima adalah “Gempa terjadi karena terjadinya tumbukan (tabrakan) antara dua lempeng tektonik” baik itu oceanic crust (lempeng samudera) dengan continet crust (lempeng benua) maupun antara crust yang sama. Kita bertanya-tanya, tumbukan?, bertabrakan?, kan waktu itu sudah pernah bertabrakan?, kapan berhenti bertabrakannya?, ko’ bertabrakan terus?, terjadi karena tumbukan berarti sebelum gempa belum bertumbukan dong?, dan pertanyaan-pertanyaan yang lainnya. Untuk dapat memahami mengapa dan bagaimana gempa dapat terjadi kita perlu paling tidak sedikit mengerti tentang konsep tektonik itu sendiri. Mempelajari konsep tektonik atau istilah yang sering dipakai para geologist “Teori Tektonik Lempeng” berarti mempelajari mekanisme bumi itu sendiri. • Teori Tektonik Lempeng Bumi itu dinamis, tidak statis, didalam perut bumi inti bumi cair “liquid outer core” yang sangat panas terus berputar mengelilingi inti bumi padat “solid inner core” yang dipercaya merupakan metal. Pengaruhnya terhadap magnet bumi membuat bumi mempunyai 2 kutub magnet bumi. Lalu Bagaimana pengaruhnya terhadap lapisan lithosphere dimana diatasnya terdapat crust berupa oceanic crust (lempeng benua) dan continent crust (lempeng benua)???. Ada banyak lempeng benua dan lempeng samudera yang bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu. Bagaimana mereka bisa bergerak? Dibawah lithosphere adalah asthenosphere dimana terdapat dapur magma yang sangat panas dan dinamis berputar dengan siklusnya sendiri. Ini mendorong lithosphere dimana terdapat plate diatasnya untuk bergerak dan “SELALU BERGERAK”. Gerakan awalnya sendiri (kita anggap awal karena merupakan sumber dorongan) dari tempat naiknya magma yang mendorong lapisan diatasnya untuk bergerak (magma yang keluar nanti setelah dingin dan membeku ikut membetuk lapisan itu sendiri). Daerah itu disebut Divergent margin (atau biasa dikenal dengan spreading center) bisa juga disebut daerah bukaan. Karena lempeng-lempeng bergerak, maka ada yang saling bertumbukan atau bertabrakan yang disebut Convergent Margin. Convergent margin sendiri ada dua jenis, yaitu subduction (dimana terjadi penunjaman) dan collision (terjadi pengangkatan seperti Himalaya). Apa benar ada daerah spreading center atau Divergen Margin? Bagaimana dengan Convergent Margin, ada dimana saja?. Dibawah ini kita lihat gambaran plate tektonik seluruh dunia dan daerah-daerah divergen maupun convergent margin. Daerah Divergen biasanya berada di dasar samudera dan membelah dasar samudera karena memang sumber magmanya sendiri yang mendorong lapisan batuan didasar samudera bergerak berasal dari lapisan asthenosphere dibawahnya. Namun ada beberapa tempat kondisi ini mendorong daratan diatasnya untuk saling menjauh (seperti di Afrika Timur dan Iceland). Jadi pada dasarnya ada plate saling menjauh, dan ada plate yang saling menekan, dan “TERUS SALING MENEKAN”. Untuk pembentukan morfologi bumi, volcanic arc, fore-arc, back-arc basin dan semua fenomena geologi diatasnya, tidak akan saya uraikan dulu dalam tulisan ini. Lalu bagaimana dengan kondisi tektonik di Indonesia? Kondisi tektonik di asia tenggara sangat-sangat komplek, dan saya tidak akan menguraikannya pada tulisan ini. Untuk Indonesia sendiri, secara umum, dasar samudera pada bagian luar dari pantai terluar di Indonesia merupakan daerah convergen dimana merupakan tempat tumbukan antara dua lempeng (atau lebih untuk daerah Indonesia Timur), disebut juga subduction zone. Dan di sepanjang jalur subduction zone tersebut itulah jalur gempa terjadi (Kecuali untuk gempa-gempa di darat). Lalu bagaimana gempa itu terjadi dan mengapa harus di jalur subduction zone? • Mekanisme Gempa Secara sederhana terjadinya gempa dapat dijelaskan karena “patah”, atau karena adanya patahan (disebut juga fault atau biasa disebut juga “sesar” oleh para geologist). Apa yang patah?, yang patah adalah batuan, batuan yang berlapis-lapis yang menyusun permukaan bumi. Batuan bisa patah?, batuan berlapis?, mungkin terdengar aneh untuk sebagian besar orang, tapi jawabanya “iya”, batuan memang bisa berlapis dan bisa patah, bahkan sebelum patah dia terbengkokkan (folding) dulu. Dibawah ini saya coba memperlihatkan beberapa gambar yang menunjukkan hal tersebut ternyata ada disekitar kita walau kita jarang memperhatikannya. Secara umum ada tiga jenis patahan atau sesar, menurut mekanismenya, sesar naik (thrust fault atau reverse fault), sesar mendatar atau sesar geser (strike slip), dan sesar normal (normal fault). Jadi “iya” secara umum bisa dikatakan gempa terjadi ketika batuan patah, baik itu patah dan naik, patah dan bergeser, maupun patah dan turun. Kenapa bisa patah?, patahan terjadi dikarenakan batuan mengalami tekanan ataupun tarikan secara terus menerus. Apabila elastisitas batuan sudah jenuh, maka batuan akan patah untuk melepaskan energi dari tekanan dan tarikan tersebut. Disaat menerima tekanan batuan akan terbengkokkan, dan setelah melepaskan tekanannya batuan akan kembali ke bentuknya semula, ini dikenal dengan “Elastic Rebound Theory”. Dengan demikian semakin menjelaskan kenapa pada jalur subduction zone merupakan jalur gempa, atau merupakan tempat dimana pusat gempa terjadi. Subduction zone merupakan zona dimana bertemunya dua lempeng, maka disitulah tempat yang mengalami tekanan secara terus menerus selama jutaan tahun yang lalu sampai sekarang. Pada saat energi tekanan semakin besar dan elastisitas batuannya sudah jenuh maka dia akan patah untuk melepaskan energi tekanan tersebut. Jadi gempa terjadi “BUKAN” karena tumbukan dua lempeng seperti 2 mobil yang saling bertabrakan yang asalnya saling jauh kemudian secara tiba-tiba saling bertabrakan sehingga terjadi crash, memang untuk subduction zone gempa terjadi karena interaksi antara dua lempeng yang saling menekan sehingga terakumulasi energi yang cukup besar, gempanya sendiri terjadi karena kondisi batuan pada lempeng (crust) maupun/ataupun pada lithosphere patah untuk melepaskan energi tekanan yang sudah tertumpuk disana selama kurun waktu tertentu. Mekanisme pelepasan energi gempa pun bermacam-macam dan masih menjadi penelitian yang menarik bagi para peneliti di bidang geosience dan kegempaan. Gempa yang terjadi di subduction zone di Indonesia bisa merupakan gempa dangkal (shallow earthquake), menengah (intermediate earthquake), dan dalam (deep earthquake). Saya tidak akan membahas mengenai hal ini dalam uraian ini karena mekanisme ketiga jenis gempa tersebut berbeda dan membutuhkan uraian tersendiri untuk pembahasannya Bagaimana untuk gempa yang di darat?. Konsep dasarnya sama, itu terjadi karena adanya tekanan atau tarikan dari kondisi tektonik bumi, kondisi geologi maupun kondisi morfologi. Maka di darat pun dapat muncul sesar-sesar baru yang terjadi akibat gempa tektonik maupun akibat proses geologi yang mengakibatkan sesarsesar baru (sesar kuarter) apakah itu karena longsor (landslide) maupun karena gempa vulkanik yang besar, atau proses geologi lainnya. Bagaimana untuk sesar-sesar yang sudah ada di daratan, seperti sesar sumatera yang panjang membentang dan terbagi beberapa segmen?, Untuk sesar-sesar yang sudah ada di darat, itu akan menjadi zona lemah. Maksudnya adalah daerah tersebut menjadi daerah rawan gempa dikarenakan batuannya sudah patah, sehingga bisa bergeser kembali apabila mendapat tekanan maupun tarikan. Ditambah lagi gempa di daerah sesar bisa dipicu oleh gempa lain yang memberikan cukup tekanan pada daerah patahan. Aktivitas gempa di Indonesia salah satu yang paling tingi di dunia, kalau dari pembaca sekalian ada yang menyempatkan diri berkunjung ke Pusat Gempa Nasional gedung operasional BMG lantai 3 disana dapat dilihat Peta Seismotektonik Indonesia, dimana menunjukan aktivitas seismik (kegempaan) di wilayah Indonesia. Dapat dilihat disana bahwa Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi terhadap gempa. Lalu kita harus bagaimana? Sangat bijaksana untuk mengetahui kondisi daerah Indonesia, khususnya daerah kita sendiri dimana kita tinggal. Cari tahu dan pahami kondisi sekitar kita. Apakah daerah kita merupakan daerah rawan gempa?, atau merupakan daerah sesar?, daerah patahan aktif?. Dimanapun kita berada usahakan mengenal daerah kita dengan baik, sehingga kita tahu kemana arah pembangunan daerah kita, apa yang diperlukan daerah tempat tinggal kita, dapat menyesuaikan pembangunan daerah dengan kondisi alam di daerah kita, bahkan kita dituntut siap akan segala kemungkinan apabila terjadi bencana harus berada dimana dan harus berbuat apa.