1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demi
Goals
tercapainya
(MDGs)
kematian
maupun
ibu
kasus
Program
2010-2015
akibat
dalam
Millenium
aspek
perdarahan
perdarahan
pada
lainnya,
Development
penurunan
kasus
kualitas
angka
bersalin
pelayanan
darah dituntut untuk ikut mendukung dengan meningkatkan
kualitas dan ketersediaan pelayanan darah yang dalam hal
ini dipegang oleh Unit Transfusi Darah (UTD) dan Unit
Donor Darah (UDD) yang dikelola oleh pemerintah daerah
ataupun Palang Merah Indonesia (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2014). Berdasarkan standar WHO,
kebutuhan darah suatu negara setiap harinya adalah 2%
dari jumlah penduduk sehingga PMI menargetkan sekitar
4,5
juta
kantong
darah
yang
dibutuhkan
di
seluruh
Indonesia setiap harinya (PMI, 2012).
Terdapat beberapa kriteria yang wajib dipenuhi
untuk mendonorkan darah yang meliputi sehat jasmani dan
rohani, usia 17 – 65 tahun, tekanan darah sistol < 180
mmHg dan tekanan darah diastol ≤ 100 mmHg, berat badan
minimal 50 kg, kadar Hemoglobin 12,5 g/dl hingga 17 g/dl
dan interval donasi minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak
donasi sebelumnya (PMI, 2010). Kegagalan untuk mendonasi
1
2
dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya salah satu dari
kriteria tersebut.
Berdasarkan
terdapat
48,33%
salah
donor
satu
darah
studi
ditolak
retrospektif,
karena
anemia
(Gajjar, et al., 2014). Anemia merupakan kondisi dimana
terjadi
penurunan
kapasitas
darah
membawa
oksigen.
PeAnurunan oksigen ini dilihat dari adanya penurunan
kadar Hb, hitung eritrosit dan hematokrit dibawah nilai
referensi untuk individu sehat pada usia, jenis kelamin,
dan ras yang sama (Rodak et al., 2012). Pada tahun 2010,
prevalensi global dari anemia adalah 32,9% dan penyebab
tersering adalah anemia defisiensi besi (Lopez, et al.,
2015). Kurangnya data epidemiologi anemia defisiensi
besi
disebabkan
karena
kebanyakan
kejadian
anemia
dianggap sebagai anemia defisensi besi tanpa melihat
penyebab
yang
Indonesia
mendasari
sendiri
(Lopez,
berdasarkan
et
data
al.,
2015).
Riskesdas
(2013)
angka kejadian anemia di Indonesia adalah 21,7%
menurut
Juslina,
terdapat
20%
perempuan,
50%
Di
dan
wanita
hamil dan 3% laki-laki di Indonesia mengalami kekurangan
zat besi (Juslina et al., 2013).
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh beberapa
faktor salah satunya donasi darah. Penelitian di Inggris
menunjukkan bahwa 20% dan 51% donor darah perempuan baru
3
atau tidak rutin mengalami kondisi deplesi cadangan besi
dan eritropoiesis defisiensi besi,
dan 20% sedangkan
62%
pada laki-laki 8%
untuk donor rutin mengalami 27% dan
donor perempuan mengalami kondisi deplesi cadangan
besi dan eritropoiesis defisiensi besi, pada laki-laki
18% dan 47% (Ritchard G, et al., 2013). Defisiensi besi
yang terjadi pada donasi darah disebabkan oleh dari 450500 ml whole blood yang didonasikan terjadi kehilangan
besi sekitar 200-220 mg (5-10%) dari total zat besi tubuh
secara keseluruhan (Waldvogel-Abramovski, et al., 2014).
Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas (2008) pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi anemia yaitu
dengan
melakukan
pemeriksaan
indeks
eritrosit
namun
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi anemia
defisiensi
besi
transferrin
adalah
perhitungan
saturation,
receptors-feritin
serum
indeks
lebih
serum
feritin,
soluble
transferrin
akurat
dibandingkan
indeks eritrosit (Lopez, et al., 2015).
Zat
besi
merupakan
mineral
esensial
yang
dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah yang
akan
membawa
oksigen
keseluruh
tubuh(NIH,
2010).
Kekurangan zat besi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu
tahap 1 disebut dengan deplesi cadangan besi, terjadi
ketika
penyimpanan
besi
mulai
berkurang,
tidak
ada
4
gejala
klinis
yang
muncul,
nilai
hematocrit
dan
hemoglobin normal, tahap 2 merupkan tahap yang disebut
dengan
eritropoiesis
defisiensi
besi
defisiensi
dimulai,
besi
terdapat
dimana
fase
limitasi
dari
pembentukan sel darah merah yang disebabkan tidak adanya
simpanan besi dan transport besi yang tidak cukup, secara
laboraturium
Hb
dan
Hct
dalam
batas
marginal,
dan
terdapat gejala klinis bisa ringan atau bahkan tidak
ada, tahap 3 disebut tahap anemia defisiensi besi dimana
tampakan klinis terlihat dengan jelas yaitu kelemahan,
fatigue,
pucat
dan
rentan
terkena
laboraturium Hb dan Hct juga menurun
infeksi,
secara
(Texas Department
of Health, 2002). Penderita yang sudah masuk pada tahap
3 tidak memenuhi kriteria donasi darah. Tidak munculnya
tanda
anemia
secara
klinis
maupun
laboraturium
pada
tahap 1 dan 2 menyebabkan seseorang dapat lolos kriteria
donasi darah dan dapat mendonasikan darahnya. Kondisi
ini berbahaya bagi donor karena dapat jatuh ke tahap 3
yaitu kondisi anemia defisiensi besi yang sesungghunya.
Melihat fenomena diatas peneliti tertarik untuk
mengkaji angka kejadian defisiensi besi pada donor darah
pra-donasi di Unit Donor Darah Kota Yogyakarta sebagai
kelompok
yang
memiliki
risiko
terjadinya
defisiensi
besi. Tujuannya untuk mengetahui seberapa besar kejadian
5
defisiensi besi pradonasi pada donor darah, guna sebagai
gambaran kejadian defisiensi besi pada daerah tersebut
dan
sebagai
edukasi
serta
pengkajian
ulang
kriteria
donasi darah dengan mempertimbangkan kadar zat besi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
masalah
di
atas
maka
dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana profil status besi donor darah di Unit
Donor Darah PMI kota Yogyakarta ?
2. Bagaimana prevalensi defisiensi besi pada donor
darah di Unit Donor Darah Kota Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
memiliki
tujuan,
yaitu
untuk
mengetahui profil status besi dan prevalensi defisiensi
besi pada donor darah di Yogyakarta.
D. Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat didapat dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk peneliti
a. Mengetahui
kejadian
profil
status
defisiensi
besi
besi
dan
pada
donor
prevalensi
darah
di
Yogyakarta
b. Menambah pengetahuan mengenai profil status besi
dan kejadian anemia defisiensi besi
6
c. Menambah pengetahuan yang berkaitan dengan donor
darah
d. Menambah
kemampuan
untuk
menulis
karya
tulis
ilmiah secara terstruktur.
2. Untuk Institusi/ Pemerintah
a. Mendapatkan
informasi
profil
status
besi
dan
kejadian anemia defisiensi besi pada donor darah,
dimana
diketahui
masih
kurangnya
data
data
mengenai defisiensi besi pada donor darah.
b. Menjadikan dasar pertimbangan dalam menentukan
kriteria dan kebijakan untuk donor darah, guna
mencegah terjadi kejadian anemia defisiensi besi.
3. Untuk Masyarakat
a. Sebagai
bahan
bacaan
guna
menambah
wawasan
mengenai donasi darah.
b. Sebagai
referensi
untuk
mempersiapkan
diri
sebelum mendonasikan darah, guna mencegah kondisi
anemia.
4. Untuk Ilmu Pengetahuan
Sebagai sumber data gambaran profil status besi
dan anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh donasi
darah, yang berguna untuk dasar penelitian selanjutnya.
7
E. Keaslian penelitian
Beberapa penelitian mengenai kejadian defisiensi
besi
pada
donor
darah
yang
pernah
dilakukan
adalah
sabegai berikut :
Tabel 1. Keaslian Penelitian
No
Judul
1.
Iron
deficiency
in Blood
Donors :
The REDS-II
Donor Iron
Status
Evaluation
(RISE)
Study
2.
Iron
Deficiency
in Blood
Donors
Pengarang
(tahun)
Ritchard
G. Cable,
dkk
(2012)
Metode
Hasil
Cohort
Prospe
ctive
Rodolfo
Delfini
Cancado
dkk
(2001)
Cross
Sectio
nal
study
Hasil kunjungan
terakhir setelah 24
bulan diketahui pada
donor darah pertama
terjadi deplesi
cadangan besi pada
perempuan 20% dan lakilaki 8%. Sedangkan
eritropoiesis
defisiensi besi terjadi
51% pada perempuan dan
20%.
Pada donor darah rutin
terjadi deplesi
cadangan besi terjadi
pada 27% perempuan dan
18% laki-laki sedankan
eritropoiesis
defisiensi besi terjadi
pada 62% perempuan dan
47% laki-laki.
Frekuensi defisiensi
besi pada donor darah
adalah 11% diantaranya
5.5% dari donor darah
laki-laki dan 31.7%
dari donor darah
perempuan.
Penelitian ini belum pernah dilakukan di Indonesia
khususnya di Kota Yogyakarta yang melihat profil status
besi dan kejadian defisiensi besi pada donor darah.
Download