View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era seperti sekarang ini, era dimana perkembangan bisnis begitu cepat
dan tidak terkendali, kebutuhan akan laporan keuangan sangat diperlukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Seperti yang telah diketahui bahwa tujuan dari
laporan keuangan adalah menyajikan informasi keuangan bagi pihak-pihak
berkepentingan untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, kebutuhan publik
akan penyampaian laporan keuangan yang cepat sangat didambakan oleh
pihak-pihak tersebut karena laporan keuangan merupakan bentuk komunikasi
atau penyampaian informasi bisnis untuk pengambilan sebuah keputusan yang
sangat penting.
Ketepatan waktu perusahaan menerbitkan laporan keuangan terkait
dengan manfaat laporan keuangan juga sangat diperlukan karena jika terjadi
keterlambatan penyampaian laporan keuangan, informasi yang tersedia dalam
laporan keuangan tersebut akan kehilangan relevansinya serta menimbulkan
reaksi negatif dari pelaku pasar modal. Hal yang terkait dengan suatu manfaat
dari laporan keuangan tidak hanya berdasarkan ketepatan waktu pelaporan
keuangan, tetapi juga ketepatan dan kewajaran nilai yang tersedia dalam laporan
keuangan atau penyajian laporan keuangan secara jujur.
Fenomena praktik manajemen laba (earning management) adalah suatu
hal yang penting diketahui oleh para pengguna laporan keuangan, terutama
analis keuangan, investor, dan kreditor. Para pengambil keputusan yang
menggunakan data laporan keuangan seharusnya memang lebih berhati-hati
dan bersikap kritis dalam menilai kualitas sebuah laporan keuangan. Pasalnya,
1
2
bisa saja laporan keuangan yang sedang dinilai mengandung angka-angka yang
nilainya telah dimanipulasi atau disajikan jauh dari substansi ekonominya.
Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan cara yang legal maupun ilegal, baik
mengikuti maupun melanggar standar akuntansi keuangan yang ada.
Manajemen laba tidak selalu dipandang negatif, Scott (2003:385)
menyatakan bahwa “… there is a good side to it”. Artinya, masih terdapat sisi
positif dalam manajemen laba terutama bila digunakan untuk menyajikan
informasi yang lebih baik. Sebagai contoh, metode penyusutan yang dipakai
adalah metode garis lurus, tetapi berdasarkan evaluasi atas pola penggunaan
aset tetap ternyata metode saldo menurun lebih tepat. Perusahaan kemudian
melakukan perubahan metode menjadi saldo menurun. Hal ini menunjukkan
manajemen laba yang dilakukan perusahaan adalah untuk mengkomunikasikan
informasi secara baik.
Praktik manajemen laba oleh sejumlah korporasi lambat laun terkuak
sebagai kontroversi, termasuk skandal akuntansi perusahaan yang dijadikan
praktik bisnis oleh mega-corporate di negara maju. Skandal akuntansi
merupakan isu bisnis yang selalu menarik karena menyangkut trik penyajian
informasi. Pihak penyusun mungkin merasa benar, tetapi pihak pembaca
menyalahkan karena tidak sesuai dengan aturan. Gap kepentingan ini akan
selalu terjadi dan memberikan celah untuk terjadinya praktik manajemen laba.
Indikasinya
adalah
selalu
terjadi
kasus
kecurangan
perusahaan
yang
menggunakan informasi keuangan sebagai media. Kasus besar dekade ini
terjadi di Amerika Serikat yang sebenarnya merupakan trand-setter bisnis dan
keuangan dunia. Salah satu kasus yang memiliki dampak terbesar adalah
skandal Enron. Begitu besarnya skandal ini sehingga digunakan sebagai
referensi trik manipulasi laba di banyak sekolah bisnis dunia.
3
McLean dan Elkind dalam Sulistiawan, et al. (2011:65) dalam
tanggapannya pada kasus Enron menyatakan bahwa akuntan yang terlibat
dalam kasus Enron berpikiran bahwa apa yang mereka lakukan juga dilakukan
oleh akuntan dari perusahaan lain. Penyataan McLean dan Elkind ini
mengindikasikan bahwa semua perusahaan memiliki potensi untuk melakukan
manajemen laba atau secara ekstrem dikatakan melakukan manipulasi laba.
Skandal-skandal akuntansi bukan hanya terjadi pada perusahaanperusahaan besar
di Amerika seperti Enron, Xerox, Worldcom, Green Tree
Financial Corporation, dan lain-lain. Kejadian yang serupa terjadi pula di
Indonesia, seperti kasus PT. Ades Alfindo yang terungkap tahun 2004, kasus PT.
Indofarma tahun 2004, kasus PT. Perusahaan Gas Negara tahun 2006, kasus
PT. Bank Lippo tahun 2002, kasus PT. Kimia Farma tahun 2002, dan masih
banyak lagi (Sulistiawan, et al. 2011:53).
Kasus-kasus tersebut termasuk
skandal akuntansi karena manipulasi yg dilakukan terhadap pencatatan
akuntansi
perusahaan.
Manajemen
laba
dituding
sebagai
salah
satu
penyebabnya.
Perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan cara ilegal dan
terbukti bersalah bisa dikatakan telah melakukan skandal akuntansi. Namun, ada
juga perusahaan yang melakukan manajemen laba secara legal dengan
memanfaatkan celah dari standar akuntansi keuangan (SAK). Konteks
manajemen laba ini ditekankan pada tindakan legal manajemen, bukan tindakan
ilegal.
Amerika Serikat juga merupakan kiblat standar akuntansi, standar profesi
akuntansi, dan pasar modal dunia, walaupun beberapa tahun terakhir ini
pengaruhnya mulai berkurang karena agresivitas badan standar akuntansi
internasional untuk mengimplementasikan IFRS di banyak negara. Dari sana
4
pula terungkap berbagai kasus praktik kecurangan korporasi raksasa yang
menjadi wacana akuntansi global dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Sebenarnya, substansi skandal yang terjadi memperlihatkan bahwa praktik
pelaporan keuangan adalah alat bagi manajemen untuk mendapatkan manfaat
bagi kepentingan mereka.
Penggunaan laporan keuangan yang telah diaudit dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan. Tidak diragukan lagi, auditor bertugas menilai apakah
laporan keuangan yang dibuat sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum serta menjalankan fungsi sebagai pihak independen dalam
penyediaan informasi keuangan yang andal bagi investor, kreditor, pemerintah,
karyawan, juga bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi
akuntan publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam
laporan keuangan. Hasil audit atas laporan keuangan mempunyai konsekuensi
dan tanggung jawab yang besar. Adanya tanggung jawab yang besar ini
memacu auditor untuk bekerja secara lebih profesional. Oleh karena itu, ketika
laporan keuangan perusahaan yang diterbitkan sudah diaudit dan mengandung
informasi yang tidak benar, auditor otomatis menjadi salah satu pihak yang
dituntut pertanggungjawabannya oleh publik.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), SA Seksi 220 (2001:220.1), menyatakan bahwa “dalam semua hal yang
berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor”. Independensi auditor yang telah berkurang
merupakan penyebab tidak terungkapnya earnings management dalam laporan
keuangan dan pada akhirnya berdampak pada buruknya kualitas audit. Lamanya
5
hubungan auditor-klien juga dituding sebagai salah satu faktor yang mengurangi
independensi auditor. Oleh karena itu, muncul pemikiran bahwa auditor harus
dirotasi secara periodik.
Hasil studi GAO menyimpulkan bahwa rotasi audit firm sebagaimana
dalam laporan GAO menyatakan bahwa “… mandatory audit firm rotation may
not be the most efficient way to strengthen auditor independence ….” (GAO
Highlights, 2003). GAO juga menyarankan bahwa jika penerapan SarbanesOxley Act tidak efektif dalam kualitas audit, rotasi audit firm perlu dilakukan (GAO
2003:5).
Indonesia
mengenai
melalui
rotasi
audit
Kementerian
dalam
KMK
Keuangan
juga
423/KMK.06/2002
membuat
yang
aturan
kemudian
diperbaharui dengan KMK 359/KMK.06/2003 dalam pasal 6 ayat (4) menyatakan
bahwa “pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas
dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut
dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturutturut”. Peraturan tersebut berbeda dengan Sarbanes-Oxley Act, dimana audit
partner harus dirotasi setiap tiga tahun sekali dan kantor akuntan publik (KAP)
terhadap satu klien yang sama dirotasi setiap lima tahun sekali. Peraturan
mengenai jasa akuntan publik diatur kembali oleh pemerintah melalui Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 dalam pasal 3
ayat (1) yang berbunyi “pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari
suatu entitas … dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku
berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun
buku berturut-turut”.
Yullyan (2006) menyatakan bahwa pro dan kontra terus bermunculan atas
penerapan rotasi audit ini. Pihak yang pro berpendapat bahwa pergantian auditor
6
akan memberikan sudut pandang baru terhadap laporan keuangan klien bahwa
semakin lama auditor berhubungan dengan satu klien, semakin berkurang
objektivitas laporan yang dimiliki.
Pihak yang kontra dengan rotasi menyatakan bahwa rotasi akan
menyebabkan biaya audit menjadi lebih tinggi dengan penambahan manfaat
yang lebih rendah. Mereka berargumen bahwa setiap kali ada pergantian auditor,
proses audit harus dimulai dari pemahaman bisnis klien kembali. Hal ini
menimbulkan
biaya
tambahan
selain
penurunan
kualitas
audit
karena
pemahaman yang diperoleh auditor baru belum terlalu mendalam (Davis, et al.
2000). Pendapat pihak yang kontra ini didukung oleh hasil penelitian beberapa
peneliti lain, seperti Gosh dan Moon (2004).
Davis, et al. (2000) melakukan penelitian menguji hubungan antara
auditor tenure dengan tingkat earning management pada 855 perusahaan
dengan periode tahun 1981 sampai dengan 1998. Peneliti melakukan pengujian
hubungan auditor tenure dengan besarnya absolute discretionary accrual dan
error forecast. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara auditor tenure dengan absolute discretionary accrual, sedangkan auditor
tenure berhubungan negatif terhadap error forecast.
Myers, et al. (2003) melakukan penelitian untuk menguji hubungan auditor
tenure dengan kualitas laba yang diwakili oleh absolute discretionary accrual dan
absolute current accrual. Penelitian ini menggunakan sampel 42.302 firm-year
dari tahun 1998 sampai dengan 2001. Hasil penelitian ini menemukan semakin
lama auditor tenure, kualitas laba semakin tinggi. Selain itu, dalam penelitiannya
juga ditambahkan beberapa variabel kontrol yakni firm age, size, industry growth,
cash flow, auditor type, industry, dan year. Hasil penelitiannya menunjukkan
7
bahwa auditor tenure, age, size, cash flow, dan auditor type berpengaruh
sinifikan terhadap quality of earning.
Yullyan (2006) melakukan penelitian yang menguji apakah terdapat
hubungan yang signifikan antara lamanya hubungan audit firm dan klien dengan
level earning management yang diukur oleh absolute discretionary accrual.
Sampel yang digunakan ialah 44 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta dengan periode pengamatan dari tahun 1995-2003. Hasil penelitian
keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
audit firm tenure dengan praktik manajemen laba. Auditor type, opinion, size,
debt, dan dummy 1996-2003 juga ditambahkan dalam penelitiannya sebagai
variabel kontrol dan menunjukkan bahwa audit tenure secara bersama-sama
dengan variabel kontrol tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap earning
management serta opinion, size, dan debt secara parsial berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Mayang Sari (2007) juga melakukan penelitian terkait auditor tenure. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa auditor tenure mempunyai hubungan negatif
terhadap discretionary accrual. Year, rule, firm age, dan total asset
dijadikan variabel pengendali dalam penelitian ini dan secara parsial
hanya auditor tenure, year, dan age yang tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap quality of earning.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa hasil-hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan hubungan auditor tenure terhadap manajemen laba
ternyata masih belum konsisten. Hal ini membuktikan masih diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai hubungan auditor tenure terhadap manajemen laba selain
untuk memenuhi keterbatasan penelitian lainnya yang berkaitan dengan periode
waktu yang berbeda.
8
Berdasarkan uraian tersebut di atas, Peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dalam penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Auditor
Tenure terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007 – 2012).”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu:
a.
Apakah auditor tenure mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
manajemen laba?
b.
Apakah auditor tenure, ukuran perusahaan, jenis pendapat auditor, ukuran
Kantor Akuntan Publik (KAP), dan angka tahun kalender secara simultan
dan parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen
laba?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mempelajari dan memahami apakah faktor waktu
masa jabatan auditor (lamanya hubungan auditor–klien) memiliki hubungan serta
pengaruh yang signifikan dengan manajemen laba sehingga dapat memberikan
bukti empiris yang dapat menjadi pertimbangan bagi pelaksanaan kebijakan
audit rotation. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah
ukuran perusahaan, jenis pendapat auditor, ukuran kantor akuntan publik (KAP),
dan angka tahun kalender secara simultan dan parsial mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap manajemen laba.
9
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan bagi
masyarakat
ilmiah,
khususnya
bagi
penulis,
mengenai
auditor
tenure,
manajemen laba, beserta hubungan keduanya. Selain itu, penelitian ini juga
dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya demi pengembangan ilmu
pengetahuan ke depannya.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi
manajemen perusahaan dan/atau pemilik perusahaan dalam upaya mencegah
manajemen laba demi peningkatan mutu dan kualitas perusahaan.
1.4.3 Kegunaan Kebijakan
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi
pembuat kebijakan untuk memperbaharui aturan mengenai rotasi audit
(kebijakan rotasi audit) dan RUU Akuntan Publik.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, pembahasan proses dan penyajian hasil penelitian
akan disusun dengan gambaran sistematika sebagai berikut.
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan definisi dan teori yang mendasari penelitian dan
menjadi landasan pembahasan dalam skripsi ini. Tinjauan pustaka terdiri atas
tinjauan teori dan konsep, tinjauan empirik penelitian, kerangka pikir, dan
10
hipotesis penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam menganalisis
masalah. Teori-teori yang digunakan berasal dari literatur-literatur yang ada, baik
dari perkuliahan maupun sumber lain yang valid.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan rancangan penelitian, tmpat dan waktu, populasi
dan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, teknik pengumpulan
data, instrumen penelitian, metode analisis data yang digunakan dalam
mengolah data penelitian, dan pengujian hipotesis yang akan digunakan.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil penelitian berdasarkan analisis data dan
pembahasan. Bab ini berisi penjelasan tentang model analisis yang digunakan
untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan.
BAB V: PENUTUP
Bab ini menguraikan kesimpulan, saran untuk pihak yang berkepentingan
dengan penelitian ini, dan keterbatasan penelitian.
Download