Hubungan Peningkatan Kadar Inter Leukin-10 (IL-10) dan Tumor Necrosis Faktor – Alfa (TNF-α) dengan gejala klinis pada penderita malaria Fridolina Mau, Mefi Mariana Tallan Loka Penelitian dan PengembanganPengendalian Penyakit Bersumber Binatang Waikabubak, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jln. Basuki Rahmat Km 5 Puu Weri, Waikabubak, Nusa Tenggara Timur Email : [email protected] Relations Increased level interleukin-10 ( IL - 10 ) and Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF - α ) with the Patients with Clinical Symptoms of Malaria Abstract Malaria is a parasitic infection that atrracks the erythrocytes. In general, malaria is a curable disease if diagnosed and treated promptly and correctly. Infection with malaria parasites may result in a wide variety of symptoms, ranging from asymptoms or very mild symptoms to severe disease and even death. Malaria disease can be categorized as uncomplicated or complicated (severe). All the clinical symptoms associated with malaria are caused by the asexual erythrocytic or blood stage parasites. When the parasite develops in the erythrocyte, the naturally-acquired immune response can result in either the elimination of the parasite or a persistent response mediated by cytokines that leads to immunopathology. The cytokines are responsible for all the symptoms, pathological alterations and the outcome of the infection depends on the reciprocal regulation of the pro inflammatory (TNF-α) and anti-inflammatory (IL10) cytokines. The objective of this study is to find level of IL-10 and TNF- α on malaria infection, using an analitic laboratoris cross-sectional desing. Methods: The serum levels of the cytokines TNF- α and IL-10 from 50 patients were evaluated by indirect enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). Result; increased levels of TNF - α followed if an increase in IL- 10 and positively correlated in patients with clinical symptoms of malaria positive. Increased levels of TNF - α and IL - 10 in patients with P. falciparum and P. vivax positive . Absolud levels of cytokines, pro - inflammatory and anti - inflammatory cytokine levels and a very determine the prognosis of malaria. Conclusion : studies have shown evidence of a reciprocal relationship of IL - 10 and TNF - α in patients with clinical symptoms of malaria positive. Keywords : citokin TNF-α, IL-10, clinical symptomatic 1 Abstrak Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang menyerang sel darah merah. Secara umum malaria dapat disembuhkan jika didiagnosa secara benar dan diobati secara tepat. Infeksi malaria dapat menimbulkan berbagai gejala, mulai dari tanpa gejala atau sangat ringan hingga gejala berat dan bahkan kematian. Malaria dapat dikelompokkan menjadi malaria tanpa komplikasi (ringan) dan malaria berat (dengan komplikasi). Semua gejala klinis terkait malaria terjadi pada tahap aseksual eritrosit. Ketika parasit berkembang disel darah merah, respon kekebalan tubuh secara alami diperoleh dapat mengakibatkan penghapusan/pembersihan parasit atau respon persisten dimediasi oleh sitokin yang mengarah ke immunopatologi. Sitokin yang ikut bertanggung jawab untuk semua gejala, perubahan patologi yang dihasilkan tergantung pada hubungan timbal balik antara sitokin pro inflamsi (TNF-α) dan anti inflamasi (IL-10). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan ekspresi IL-10 dan TNF-α pada infeksi malaria, menggunakan rancangan analitik laboratorium secara potong lintang. Metode : kadar TNF-α dan IL-10 diambil dari 50 orang sampel diukur dengan menggunakan metode ELISA. Hasil; terjadi peningkatan kadar TNF-α diikuti olah peningkatan IL-10 dan berkorelasi positif pada penderita positif malaria dengan gejala klinis. Terjadi peningkatan kadar TNF-α dan IL-10 pada penderita positif P. falciparum maupun P.vivax. Kadar absolud sitokin, pro-inflamasi dan anti-inflamasi dan waktu peningkatan kadar sitokin sangat menentukan prognosis malaria. Kesimpulan : penelitian telah menunjukkan adanya bukti hubungan timbal balik dari IL-10 dan TNF-α pada penderita malaria positif gejala klinis. Kata Kunci : sitokin TNF-α, IL-10, gejala klinis 2 PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia. Badan kesehatan dunia (WHO) telah melaporkan 214 juta kasus malaria di dunia pada tahun 2015 namun insiden malaria antara tahun 2000 - 2015 mengalami penurunan 37% dan angka kematian mengalami penurunan 60%.1 Pada tahun 2013 dilaporkan beberapa wilayah di Indonesia Timur mulai dari Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papau Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku, daerah endemis malaria Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax mengalami peningkatan insiden dan prevalensi mencapai 6,0%.2 Pada infeksi malaria terjadi perubahan reaktif imun tubuh dimana secara umum dapat dikatakan imunitas terhadap malaria sangat kompleks karena melibatkan hampir seluruh komponen sistem imun baik spesifik maupun non spesifik, imunitas humoral maupun seluler yang timbul secara alami maupun sebagai akibat infeksi.3,4 Kompleksitas respon imun terhadap infeksi parasit sangat jelas terlihat pada malaria sebab respon imun terhadap malaria ini sangat khas untuk setiap stadium dalam siklus hidup malaria. Siklus hidup malaria terbagi dalam dua kelompok besar pertama siklus eksoeritrositer dimulai dari masuknya sporozoit kedalam tubuh manusia menuju sel hati, sporozoit menjadi fase sozogoni menghasilkan merozoit eksoeritrositer. Sebagian merozoit masuk ke sel darah sebagian tetap dalam sel hati ( hipnozoit). Kelompok kedua adalah siklus eritrositer, gametogoni dan sporogoni.5,6 3 Pada sikus eritosit diawali dengan rekasi demam bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan berbagai macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin antara lain Tumor Necrosis Faktor –alfa (TNFα) dan Inter Leukin-10 (IL-10) 7 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan kadar Tumor Necrosis Faktor –alfa (TNFα) dan Inter Leukin-10 (IL-10) dengan gejala klinis pada penderita malaria. Hal ini penting untuk mengetahui seberapa besar respon imunitas penderita malaria didaerah endemis dan data ini untuk memperkaya ilmu pengetahuan di bidang imunologi. BAHAN DAN METODE Pengambilan darah dilakukan di Kabupaten Sumba Tengah pada bulan Maret 2015 setelah mendapatkan persetujuan dari responden. Penelitian ini merupakan analitik laboratorium dengan pendekatan potong lintang. Pengambilan sampel secara purposive sampling dilakukan sebagai berikut setiap subyek yang dinyatakan positif malaria berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 3 cc dengan menggunakan spoit. Darah vena dimasukan dalam tabung non EDTA dibawa ke laboratorium Puskesmas Wairasa disentrifugasi pada kecepatan 3500 RPm (Radian per minute) kemudian serum disimpan dalam freezer -20° C sampai jumlah sampel mencukupi. Sampel dibawa ke laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK. UGM) untuk dilakukan pengukuran kadar TNF-α dan IL-10 dengam menggunakan metode ELISA (Enzime Linked Immuno Assay). Prosedur kerja mengacu pada kit Boster 4 Imunoleader. Jumlah sampel sebanyak 50 kasus positif P. falciparum dan P. vivax dari hasil kegiatan Mass Blood Survei (MBS). Data yang diperoleh dari pemeriksaan kadar TNF-α dan IL-10 dengan teknik ELISA dilakukan pengolahan data kuantitatif secara manual dan uji statistik bivariate. HASIL Penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (48%) penderita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 26 orang (52 %). Umur responden bervariasi yaitu responden berumur < 5 tahun sebanyak 5 orang (10%), umur 6-10 th, 27 orang (54%), umur 11- 15 th, 9 orang (18%) dan umur > 16 th sebanyak 9 orang (18%). Penderita positif malaria dengan gejala klinis malaria tanpa komplikasi (Demam, mengigil, berkeringat, disertai mual, muntah dan nyeri otot/pegalpegal) sebanyak 22 orang (44%) sedangkan penderita positif malaria tanpa gejala klinis sebanyak 28 orang (56%). Penderita mempunyai riwayat sakit malaria selama satu bulan terakhir berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di sarana kesehatan sebanyak 14 orang (37,83%) sedangkan tidak pernah sakit malaria dan tidak melakukan pemeriksaan sebanyak 23 orang ( 62,16%). Tabel 1. Distribusi Inter Leukin -10 (IL-10) dan Tumor Nekrosis Factor-Alfa (TNFα) Pada Penderita Malaria Hasil Mass Blood Survei (MBS) Kab. Sumba Tengah 2015 Sitokin (pg/ml) IL-10 TNF-α Frekuensi % Frekuensi % 0 -100 41 82 15 30 101- 200 6 12 33 66 201- 300 2 4 2 4 301- 400 1 2 0 0 > 400 0 0 0 0 5 Frekuensi terbanyak IL-10 antara 0-100 pg/ml (82%) sedangkan frekuensi yang terbanyak TNF-α antara 0-100 pg/ml (30%) dan 101-200 pg/ml (66%). Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel gejala klinis dengan tinggi rendahnya konsentrasi TNF-α dan IL-10. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Distribusi Gejala Klinis dan Peningkatan Kadar TNF-α, IL-10 Pada Penderita Malaria Hasil Mass Blood Survei (MBS) Kab. Sumba Tengah 2015 Klinis (+) (-) Kadar TNF-α Tinggi rendah 8 15 12 15 P 0,343 Kadar IL-10 Tinggi rendah 5 18 9 18 P 0,278 Gambaran peningkatan kadar IL-10 pada penderita malaria positif gejala klinis dan negatif gejala klinis berdasarkan nilai standar deviasi dan rerata menunjukkan nilai ukur standar deviasi pada penderita negatif gejala klinis lebih tinggi kadarnya (70,617) dibandingkan dengan standar deviasi peningkatan kadar IL-10 pada penderita klinis positif (38,527) dapat dilihat pada gambar no. 1,berikut; Konsentrasi IL-10 100 80 60 Mean 40 STD 20 0 Klisin + Klinis - Gambar 1. Hubungan peningkatan kadar IL-10 pada penderita Malaria positif gejala klinis dan negatif hasil MBS di Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2015 6 Gambaran peningkatan kadar TNF-α pada penderita malaria dengan gejala klinis positif dan negatif berdasarkan nilai rerata menunjukkan nilai rerata pada penderita positif gejala klinis (76,47951) lebih rendah dari rerata penderita negatif gejala klinis (89,7813) sedangkan standar deviasi peningkatan kadar TNF-α pada penderita klinis positif (38,52712) lebih rendah dari penderita klinis negatif (70,6179) dapat dilihat pada gambar no. 2 ; Konsentrasi TNF-α 100 80 60 Mean 40 SDT 20 0 Klinis + Klinis - Gambar 2. Hubungan peningkatan kadar IL-10 pada penderita Malaria positif gejala klinis dan negatif hasil MBS di Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2015 Rasio TNF-α/IL-10 pada penderita malaria positif gejala klinis dan negatif malaria klinis menunjukkan bahwa rasio TNF-α/IL-10 pada penderita negatif klinis (2,1123) lebih tinggi dari pada penderita positif gejala klinis (1,80474) Rasio TNF-α/IL-10 2.2 2.1 2 1.9 1.8 1.7 1.6 Klinis (+) Gambar 3. Klinis (-) Rasio penderita Malaria positif gejala klinis dan negatif hasil MBS di Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2015 7 PEMBAHASAN Dilihat dari persentase terbanyak kelompok umur yang positf malaria adalah adalah kelompok 6-10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok umur 6-10 tahun rentan terhadap terinfeksi malaria. Keadaan ini merupakan salah satu petunjuk bahwa infeksi yang terjadi secara lokal setempat (indigenous) karena tidak ditemukan riwayat bepergian keluar daerah.7 Bila ditinjau dari segi risiko penularan menurut jenis kelamin hasil menunjukkan bahwa risiko antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Hal ini disebabkan karena peluang terjadinya penyakit malaria sangat ditentukan oleh seberapa besar kemungkinan kontak dengan nyamuk sebagai vektor pembawa penyakit selain daya immunitas tubuh.8 Pada penelitian ini penderita tanpa gejala (asimtomatik) lebih tinggi ditemukan pada penderita positf malaria dibandingkan dengan penderita positif dengan gejala klinis. Hal ini disebabkan karena manifestasi kinis penderita tergantung pada immunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Salah satu manifestasi klinis demam sebagai salah satu gejala klasik malaria, tidak selalu harus ditemukan pada penderita malaria, terutama di daerah endemis malaria, ditemukan gejala demam umumnya lebih bersifat subjektif. 9,10 Pada penelitian ini ditemukan bahwa kadar Interleukin – 10 (IL-10) meningkat pada penderita positif gejala klinis hal ini disebabkan karena IL-10 adalah sitokin yang banyak disekresi oleh monosit, yang memiliki efek pleiotrofik pada sistem kekebalan dan peradangan. IL-10 dikenal karena 8 kemampuannya untuk menghambat aktivitas dan fungsi efektor dari sel T, monosit dan makrofag.11 IL-10 adalah sitokin anti-inflamasi utama dalam respon imun alamiah dan adaptif berperan menghentikan respon inflamasi berlebihan melalui inaktifasi makrofag dan sel T. Sitokin ini merupakan mediator inflamasi lokal dan sistemik dan dapat diproduksi dalam jumlah besar sehingga mudah terdeteksi dalam serum.12,13 Kadar TNF-α pada penderita positif gejala klinis ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dengan gejala klinis negatif. Hal ini disebabkan karena TNF-α merupakan sitokin pro inflamasi yang bersifat sebagai pirogen (penyebab demam).15 Pada kadar rendah dapat menghambat pertumbuhan parasit pada stadium darah dengan mengaktifkan sistem imun selular. Pada kadar yang tepat TNF-α dapat membunuh parasit secara langsung dan memberi perlindungan dan penyembuhan.16,17 Apabila kadar TNF-α tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan yang sangat fatal. Tingginya kadar TNF-α disebabkan karena tanggapan terhadap infeksi. Pada kondisi normal TNF-α tidak terdeteksi dan IL-10. 18 Dari beberapa publikasi dan penelitian yang dilakukan selama ini masih belum jelas bagaimana dinamika saat peningkatan dan penurunan kadar sitokin pro-inflamasui dan kadar anti-inflamasi selama perjalanan klinis penderita malaria berat dan hubungan kadar sitokin dengan manifestasi klinis malaria berat.19,20 9 KESIMPULAN Peningkatan kadar TNF-α diikuti oleh peningkatan kadar IL-10 pada penderita positif malaria P. falciparum dan P.vivax dengan gejala klinis positif menunjukkan bahwa secara molekuler respon immun dari penderita di lokasi penelitian masih sangat baik dimana masih ada respon timbal balik antara sitokin pro-inflamasi dan anti- inflamasi. Keseimbangan sitokin yang dihasilkan oleh Th- 1 (TNF- α) dan sitokin yang dihasilkan Th-2 (IL-10) dapat menentukan berat ringannya infeksi. SARAN 1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat TNF-α dan IL-10 pada infeksi malaria dengan jumlah sampel yang lebih banyak. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai sitokin pro anflamasi dan anti inflamasi yang lain pada infeksi Plasmodium malaria 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk pemanfaatan TNF-α sebagai terapi dan pengembangan vaksin pada Plasmodium malaria UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah, Kelapa Bagian P2PL dan Pengelola Malaria Kabupaten Sumba Tengah, Kepala Puskesmas (Lawonda, Managa,weeluri dan Malinjak) bersama para mikrokopis puskesmas, tenaga laboratorium Parasitologi FK UGM, yang telah mambantu dan memberi dukungan sehingga terlaksananya penelitian ini. 10 DAFTAR PUSTAKA 1. Word Health Organization (WHO). Data dan Statistik 2015 [internet] [unduh tanggal 30 Desember 2015] Tersedia http://www.who.int/malaria/en/ 2. Kemeterian Kesehatan RI. Hasil Riskesdas 2013. [internet] [unduh tanggal 301 Desember 2015) Tersedia http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/series/rk d2013 3. Farouk SE. T sel and anti body responses in plasmodium falciparum and their relation to disease susceptibility. ISBN. 2005; pp 1-7 4. Pichyangkul, S., Saengkrai, P, Webster, HK. Plasmodium falciparum pigment induces monocytes to release high levels of tumor necrosis faktoralpha and interleukin–1 beta. AmJ Trop Med Hyg. 1994; 51(4): 430 – 35. 5. Osuchowski MF, Welch K, Siddiqui J, Remick DG. Circulating cytokine/inhibitor profiles reshape the undestanding of the SIRS/CARS continuum in sepsis and predict mortality. J Immunol 2006;177:1967-74 6. Centers for Disease Control (CDC) The Life Cycle of the malaria parasite.[internet] [unduh tanggal 31 Desember 2015] Tersedia http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/ 7. Hakim L., Faktor risiko penularan malaria di desa pamotan Kabupaten pangandaran. Aspirator, Vol.5, No. 2, 2013 : 45-54 8. Ompusunggu MS, Hasan M, Kulla KR, Akal GJ. Dinamika penularan penularan malaria di kawasan perbukitan Sumba Barat Nusa Tenggra Timur. Media Litbang Kesehatan XVI Nomor 2 , 2006:43-51 9. Anonimus. Patogenesis, diagnosis, dan terapi malaria. 2014. [internet] [unduh tanggal 07 Januari 2016] Tersedia http://www.indonesianpublichealth.com/2014/07/pengobatan-malaria.html 10. Siahaan L. Gejala dan tanda klinis malaria di daerah endemis. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008: 211-215 11. Weighardt H, Holzman B. Role of toll-like receptor responses for sepsis pathogenesis. Immunobiol 2007;212:715-22 11 12. Harijanto, PN. Gejala klinik malaria. Dalam: Harijanto PN (ED) Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan. Jakarta. EGC. 2000; 151 – 64. 13. Anonimus. Macam dan jenis pengobatan di Indonesia. 2014. [internet] [unduh tanggal 07 Januari 2016] Tersedia http://www.indonesianpublichealth.com/2014/07/pengobatan-malaria.html 14. Dodoo, D., Omer, FM., Todd, J., et al. Absolute levels and ratios of proinflammatory and anti-inflammatory cytokine production in vitro predict clinical immunity to plasmodium falciparum malaria. The Journal of Infectious Diseases.2002; 185, p.971– 9. 15. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S.Innate immunity. Dalam cellular and molecular immunology 6 ed, Philadelphia WB Saunders, 2007:19-46 16. Hietbink F, Koenderman I, Rijkers GT, Leenen LPH. Trauma: the role of the innate immune system.2006. [internet] [unduh tanggal 07 Januari 2016] Tersedia http://www.wjes.org/content/8/1/1 17. Raza AGN, Sarwar Zubairi AB, Raheem A, Nizami S, Beg M: Tumor necrosis factor -α, interleukin-10, intercellular and vascular adhesion molecules are possible biomarkers of disease severity in complicated Plasmodium vivax isolates from Pakistan. PLoS One 2013, 8:e81363. 18. Andrade BB, Reis-Filho A, Souza-Neto SM, Clarêncio J, Camargo LMA, Barral A, Barral-Netto M: Severe Plasmodium vivax malaria exhibits marked inflammatory imbalance. Malar J 2010, 9:13. 19. Couper KN, Blount DG, Riley EM: IL-10: The master regulator of immunity to infection. J Immunol 2008, 180:5771-5777. 20. Rusji SR. Perjalanan Parasit Malaria Ditinjau Dari Aspek Imunologi Dan Biomolekuler. 2014. [internet] [unduh tanggal 07 Januari 2016] Tersedia http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/view/153 12