BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malariamerupakan penyakit yang mengancam jiwa serta disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk terinfeksi (Cibulskis et al., 2011).Sebagian besar kejadian penyakit dan kematian akibat infeksi malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum (Rosenthal, 2008). Malaria pada manusia disebabkan oleh empat spesies protozoa genusPlasmodium yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale, namun penyebab malaria terbanyak pada manusia adalah P. vivax dan P. falciparum. Di antara spesies tersebut, P. falciparum merupakan penyebab kematian yang terbanyak (Mali et al., 2011). Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di sekitar 109 negara endemik malaria di seluruh dunia. Ada sekitar 216 juta kasus klinis dan 655.000 kematian yang terjadi pada tahun 2010, sebagian besar terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun yang tinggal di sub sahara Afrika (Mali et al., 2012). Secara Nasional kasus malaria selama tahun 2010 terdapat 65% kabupaten endemis, dimana hanya sekitar 45% penduduk dikabupaten tersebut beresiko tertular malaria. Tingkat prevalensi tertinggi di temukan di wilayah timur Indonesia, yaitu Papua Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%) (KemenKes.RI, 2013). Infeksi malaria P. falciparum yang berat dan fatal seperti serebral malaria, berkontribusi tinggi terhadap mortalitas pada semua kelompok usia, terutama penduduk di daerah endemik malaria. Kondisi ini selain disebabkan oleh beberapa faktor di atas ditunjang juga oleh sifat virulensi P. falciparum yang dapat menginfasi eritrosit baik tua, muda maupun sel induk eritropoetik (Harijanto, 2010). Dalam tubuh inang (manusia) P. falciparum melalui antigen parasit akan mengaktifkan makrofag. Makrofag akan memfagositosis antigen parasit dengan pelepasan IL-12 untuk mengaktifkan Natural Killer cell (NK)dan mengekspresi Interferon-gamma (IFN-γ), yang berfungsi meningkatkan aktivitas sitolitik makrofag untuk pemusnahan antigen parasit yang sudah di fagositosis melalui jalur imunitas (Baratawidjaja, 2006). Antigen parasit dapatmengaktifkan Antigen mempresentasikan fragmen antigen protein Presenting Cell (APC) dan dengan bantuan molekul permukaan yaitu Major Histocompability Complex (MHC) untuk memudahkan pengenalan antigen dengan bantuan T Cell Receptor (TCR), interaksi ini mengawali aktivasi sel T sehingga dapat memproduksi berbagai molekul misalnya sitokin yang menjadikan berbagai sel saling berkomunikasi. Interaksi sel tergantung dari sinyal yang timbul dari kontak TCR danMHC-I dan II yang diperlukan dalam tahap awal aktivasi sel T, sehingga sel T yang teraktivasi dapat berkembang menjadi sel T helper 1 yang mensekresi sitokin proinflamasi seperti Tumor necrosis factor- alpha(TNF-α), IL-1, IL-2, IFN-γ dan sel T helper 2 yang dapat mensekresi sitokin antiinflamasi seperti IL-10, IL-5, IL-4, sehingga dapat melepaskan spektrum sitokin yang mengaktifkan sel T lainnya pada respon seluler atau sitotoksit serta membantu sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi (Baratawidjaja, 2009;Smeets et al., 2012). Kadar TNF-α akan memasuki aliran darah dan bekerja sebagai hormon endokrin (Robbins & Cotran, 2010).Tumor necrosis factor-alpha(TNF-α), IL-1 merupakan pirogen endogen yang bekerja pada sel-sel dihipotalamus untuk memicu terjadinya demam (Silbernagl & Florian, 2007).Kadar TNF-α yang tinggi dalam ruang serebrovaskuler dapat memperhebat terjadinya kerusakan jaringan otak dan defisit neorologis (Robbins & Cotran, 2010). Mekanisme protektif terhadap kondisi patologis dari malaria, sel T helper 2 (CD4+) melepaskan sitokin IL-4, IL-5, IL-10 yang merupakan sitokin imunosupresan, dengan menghambat aktivitas sel T helper 1 (CD4+) yaitu TNF-α oleh interleukin-10, peningkatan kadar IL-10 dapat mencegah kerusakan jaringan otak akibat serebral malaria. Komplikasi malaria berat ditentukan oleh kadar sitokin proinflamasi berupa TNF-α pada kadar tinggi dan berefek patologis, namun pada kadar rendah sebagai antiparasit (Harijanto, 2010). Produksi TNF-α dapat meningkatkan ekspresi reseptor sel endotel otak endothelial cell) seperti Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), (brain ICAM-1 selanjutnya akan berikatan dengan Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein-1 (PfEMP-1) yang terdapat pada permukaan parasitized red blood cell (pRBC) dan menyebabkan cytoadherence pRBC dengan sel endotel otak. Cytoadherence tersebut dapat menyebabkab obstruksi pembuluh darah otak (Graninger et al., 1994;Harijanto, 2000;Wassmer et al., 2011). Kadar TNF-α mempengaruhi produksi CAM-1, yang menyebabkan sel - sel endotel pembuluh darah mengalami perubahan melalui regulasi gen dan ekspresi permukaan molekul – molekul adhesi. Akibatnya, aliran darah menjadi lambat karena perubahan tonus pembuluh darah, selain itu juga meningkatkan permeabilitas pembuluh darah (Robbins & Cotran, 2010). Pengobatan dengan antimalaria telah banyak dikembangkan, tetapi masalah utama yang dihadapi adalah kegagalan terapi karena resistensi parasit terhadap obat anti malaria. World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan obat herbal untuk dikembangkan sebagai terapi dalam penanganan masalah kesehatan (Nadesul, 1998).Buah merah (P. conoideus Lam) merupakan tanaman jenis pandan yang tumbuh endemik di Papua, populasi terbanyak dapat ditemukan di Kabupaten Jayawijaya (Wamena) dan Kabupaten Sorong (Ayamaru). Buah merah termasuk salah satu bahan makanan yang memiliki kandungan senyawa aktif yaitu total karotenoid 12.000ppm, total tokoferol 11.000ppm, betakaroten 700ppm, α-tokoferol 500ppm, vitamin C 25,70mg (Budi, 2005). Buah merah telah digunakan sebagai obat pencegahan berbagai penyakit infeksi misalnya infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran pencernaan, sakit mata, serta berbagai penyakit degeneratif lainnya (Budi, 2005). Penelitian buah merah telah dikembangkan oleh beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara lain yaitu Jepang, Cina, Rusia, Amerika Serikat. Penelitian yang telah dilakukan adalah morfologi buah merah, kajian tempat tumbuh, teknologi ekstrak, uji kemampuan, uji kasiat, identifikasi komponen aktif dan uji farmakologi (Wijaya & Pohan, 2009). Zat aktif dari ekstrak buah merah sudah banyak diketahui secara nasional maupun internasional dengan presentasi kandungannya didominasi oleh senyawa asam lemak yang hampir mencapai 94% (Nishigaki et al., 2007).Khasiat ekstrak buah merah yang berhasil dibuktikan baik secara in vitro,in vivo, maupun uji klinis adalah β-karoten sebagai pencegahan penyakit degeneratif misalnya strok, jantung koroner, kanker, asam urat, osteoporosis serta mampu meningkatkan aktivitas sel T helper dan antibodi (Budi, 2005).Buah merah dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit (Susanti, 2007), berpotensi sebagai anti iritasi, anti infeksi, dan anti diabetes (Sukandar, 2009). Pemberian ekstrak buah merah pada infeksi malaria falciparum dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit, khususnya pada jalur imunitas seluler dan humoral yang diperankan oleh subset sel limfosit T helper 2 DC4+, mengingat kandungan senyawa aktif β-karoten yang tinggi dalam ekstrak buah merah memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan mengaktivasi sel T helper 2, sehingga jalur imunitas seluler dan humoral juga akan teraktivasi melalui pelepasan berbagai sitokin. Dengan demikian sel T helper 2 akan berinteraksi dan mengaktifkan proliferasi sel limfosit B, kemudian sel B mengalami diferensiasi menjadi antibodi spesifik antigen P. falciparum dan sel plasma, sehingga angka parasitemia dapat ditekan dan mencegah kondisi patologis akibat infeksi malaria (Baratawidjaja, 2006;Budi,2005;Harijanto, 2000). Pada penelitian ini penulis memilih TNF-α dan ICAM-1 sebagai subjek penelitian karena, TNF-α merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang disekresi oleh T helper 1 merespon imun seluler yang sangat berperan aktif melawan infeksi parasite malaria baik pada stadium hepatosit maupun stadium eritrosit (Harijanto, 2000). TNF-α dapat mengaktifkan netrofil melalui cytosolic phospholipase A2 (cPLA2) yang mengubah fospolipid menjadi asam arakidonat (AA), selain itu juga cytosolic phospholipase A2 (cPLA2) mengaktifkan cyclooxygenase-2 (COX-2) yang berperan untuk mengubah asam arakidonat menjadi endoperoxide (PGH2) dan diubah oleh enzim PGE sintase menjadi prostaglandin (PGE2) dan diekspresikan kepermukaan membran netrofil sebagai molekul sinyal untuk protein G dan mengaktifkan adenylyl cyclase dan mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cAMP dan mengaktifkan protein kinase A (PKA) sehingga cAMP response elementbinding (CREB) aktif masuk kedalam nukleus dan berikatan dengan cAMP response element (CRE) maka terjadi regulasi gen FcγRIIIA dan mengenali antibodi spesifik yaitu IgG yang dapat menekan peningkatan parasitemia (Hasan-Eitan et al., 2006;Huizinga et al., 1990;Li et al., 2007;Narumiya, 2007). Menurut (Dixon, 2001;Hadad et al., 2011;Narumiya, 2007;Poli, 2011;Sommerfelt et al., 2013), peningkatan kadar TNF-α dapat mengaktifkan cPLA2 yang berfungsi mengubah fospolipid menjadi asam arakidonat (AA) dan mengaktifkanCOX2 yang berfungsi mengubah AA menjadi PGH2dan diubah oleh PGE sintase menjadi PGE2 dan mengaktifkan adenylyl cyclase sehingga CREB teraktivasi dengan bantuan P50 dan P65 terjadi regulasi gen Intercellular Adhesion Molecule-1(ICAM-1)yang dapat menyebabkan terjadinya malaria berat, sehingga pada kesempatan ini penulis berkeinginan untuk meneliti tentang “Pengaruh pemberian ekstrak etanol buah merah (P. conoideus Lam) terhadap kadarTNF-α dan ekspresi ICAM-1 mencit Swiss yang diinfeksiP. berghei” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pemberian ekstrak buah merah (P. conoideus Lam) dapat menghambat kadar TNF-α pada mencit Swiss jantan yang diinfeksi P.berghei ? 2. Apakah Pemberian ekstrak buah merah (P. conoideus Lam) dapat menghambat ekspresi ICAM-1 pada sel endotel jaringan otak mencit Swiss jantan yang diinfeksiP.berghei ? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui efek ekstrak buah merah terhadap perubahan jumlah kadar TNF-α pada mencit Swiss jantan yang diinfeksi P.berghei. 2. Mengetahui efek ekstrak buah merah terhadap ekspresi ICAM-1 di sel endotel jaringan otak mencit Swiss jantan yang diinfeksi P.berghei. D. Keaslian Penelitian 1. Palupi et al., 2007 meneliti manfaat ekstrak buah merah untuk meningkatkan kesehatan yang dilihat dari sifat fungsionalnya terhadap peningkatan sistem imun. Ekstrak buah merah dibuat menggunakan 3 (tiga) metode, sementara penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada mencit. Secara umum disimpulkan bahwa semakin lama pemberian ekstrak buah merah secara in vivo, proliferasi sel limfosit semakin meningkat. Demikian juga, semakin tinggi konsentrasi ekstrak buah merah dalam media kultur in vitro, maka proleferasi sel limfosit juga semakin tinggi. Respon proliferasi limfosit akan semakin meningkat apabila kedua metode tersebutdikombinasikan. 2. Sakinah et al., 2007 melakukan penelitian tentang efek ekstrak etanol herbal sambiloto dan minyak buah merah terhadap respon imun spesifik dan non spesifik pada mencit betina galur Swiss Webster. Pada uji respon imun spesifik, minyak buah merah dosis 0,65 dan 0,32 mL/kg bb dapat meningkatkan titer antibodi sebagai respon imun humoral, sementara dosis 0,65 mL/kg bb menurunkan respon imun selular pada p<0,05. 3. Kumala et al.,2008 melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak buah merah (P. conoideus Lam) terhadap pertumbuhan in vitro limfosit dan sel tumor. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak buah merah menggunakan n-heksan lebih menunjukan efek imunostimulan dan efek toksik dibanding ekstrak etanol dan etil asetat. Selain itu ekstrak buah merah memiliki efek imunostimulan terhadap sel limfosit berada pada konsentrasi rendah yaitu, 0,06875 mg/ml, serta dapat memberikan efek toksik pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu lebih dari 14,000g /mL. 4. Agustin et al.,2008 meneliti efek pemberian kombinasi artemisinin dan minyak buah merah terhadap kadarMalondialdehyd (MDA) eritrosit pada mencit Balb/c yang diinfeksi P.berghei. Kesimpulan penelitian ini adalah pemberian kombinasi artemisinin dan minyak buah merah menurunkan kadarMDA eritrosit mencit yang terinfeksi malaria dan menekan derajat parasitemia lebih besar dibandingkan dengan pemberian terapi artemisinin saja. 5. Pertiwi, 2008 melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian minyak buah merah terhadap kadar ALT dan TNF-α pada serum tikus sprague dawley yang mengalami kerusakan hepar karena induksi CCL4. Hasil penelitian menunjukan minyak buah merah tidak menurunkan kadar ALT danTNF-α serum tikus sprague dawley pada kerusakan hepar karena induksi CCL4, namun menghambat kadar ALT apabila diberikan sebelum induksi CCL4. Pada penelitian ini akan dilihat perubahan kadar TNF-α dan ekspresi ICAM-1 pada sel endotel jaringan otak akibat pemberian ekstrak buah merah. E. Maanfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan buah merah (P. conoideus Lam) untuk dikembangkan sebagai obat alternatif untuk mencegah berbagai macam penyakit khususnya penyakit malaria berat (malaria serebral).