Newsletter Russell Bedford SBR, Edisi No. 3, Maret 2017

advertisement
Edisi No. 3, Maret 2017
PENGAJUAN KEBERATAN SURAT KETETAPAN
Oleh:
Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR
Sebagaimana diatur dalam peraturan per UU, bahwa dalam tata cara perpajakan dimungkinkan adanya
pengajuan keberatan oleh wajib pajak atas surat ketetapan yang diterbitkan oleh otoritas pajak yang
berwenang. Ketentuan tentang pengajuan keberatan ini antara lain dapat dilihat pada pasal 25 UU KUP.
Sesuai dengan UU wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak.
Terdapat lima jenis objek yang dapat diajukan keberatan oleh wajib pajak, yaitu Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Pemotongan dan Penungutan atas Pihak
Ketiga.
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sanksi administrasi
b. Pengurangan atau pembatalan Surat Ketentuan Pajak (SKP) yang tidak benar
c. Pembatalan SKP atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
a) Penyampaian SPHP/SPHV atau
b) PAHP/PAHV dengan Wajib Pajak
Dalam mengajukan keberatan, Wajib Pajak diharuskan untuk mengajukan surat keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat. Surat tersebut dibuat secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menuliskan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib
Pajak, serta menyebutkan alasan-alasan yang menjadi dasar perhitungan yang digunakan. Lalu surat
keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Pajak.
Sebelum surat keberatan disampaikan. Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling
sedikit sesuai jumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam perhitungannya yang ditulis di dalam Surat
Keberatan. Keberatan yang tidak memenuhi syart-syarat yang disebutkan di atas tidak dianggap sebagai
Surat Keberatan, sehingga tidak akan dipertimbangkan.
Sebelum mengajukan Keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan pajak, perhitungan rugi, pemotongan/pemungutan pajak kepada KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan sebagai PKP, dan KPP wajib memberikan keterangan yang diminta
Wajib Pajak tersebut.
Newsletter Russell Bedford SBR. Edisi No.3, Maret 2017
Satu surat Keberatan yang diajukan hanya berlaku untuk satu Surat Ketetapan Pajak untuk satu
pemotongan atau satu pemungutan pajak. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Terkecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat dipenuhi karena Force Majeur. Force majeur adalah kondisi atau keadaan yang
terjadi di luar kekuasaan Wajib Pajak, meliputi bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan massal,
diterbitkan surat keputusan pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang tertera
dalam Surat Ketetapan Pajak berubah, atau keadaan lain yang didasarkan pertimbangan dirjen pajak.
Dirjen Pajak akan memberikan Surat Keputusan (SK Keberatan) dalam jangka waktu paling lama 12 bulan
setelah surat keberatan diterima. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima
oleh KPP sampai dengan tanggal SK Keberatan diterbitkan. Apabila sudah lewat dari 12 bulan dan Dirjen
Pajak belum memberi keputusan, maka keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan oleh Dirjen Pajak,
dan selanjutnya akan diberikan SK Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan tersebut dalam jangka
waktu 1 bulan sejak jangka waktu 12 bulan tersebut berakhir. SK Keberatan tersebut dapat berupa
mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang
masih harus dibayar.
Apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak mengajukan banding, maka
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
terhutang yang diajukan keberatan, dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan Keberatan yang telah disampaikan kepada Dirjen Pajak sebelum
menerima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir dari Dirjen Pajak, yang dilakukan melalui penyampaian
permohonan dengan memenuhi persyaratan berikut:
a. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan
pencabutan;
b. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, apabila surat permohonan tersebut
ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat
kuasa; dan
c. Surat permohonan harus disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kanwil DJP yang merupakan atasan Kepala KPP.
Jika Wajib Pajak mencabut pengajuan Keberatan yang terkait dengan Masa Pajak, atau Bagian Tahun
Pajak, Wajib Pajak masih harus membayar pajak dalam SKPKB/SPKBT yang tidak disetujui dalam
pembahasan akhir hasil verifikasi. Jumlah tersebut menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan Surat
Ketetapan Pajak***
Newsletter Russell Bedford SBR. Edisi No.3, Maret 2017
LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI
PSAK No. 4 Tahun 2013
Oleh:
Tim Konsultan Akuntansi Russell Bedford SBR
Laporan Keuangan Tersendiri secara sederhana adalah laporan keuangan perusahaan induk saja, tidak
digabung (dikonsolidasi) dengan entitas anak. Sebelumnya, pada PSAK 4 Tahun 2009, ketentuan ini
digabung menjadi Laporan Keuangan Konsolidasi dan Laporan Keuangan Tersendiri. Hal ini membuat
laporan keuangan tersendiri seolah-olah komponen wajib atau tergabung dengan Laporan Keuangan
Konsolidasi. Padahal tidak. Perusahaan tidak wajib membuat Laporan Keuangan Tersendiri. Laporan
Keuangan Tersendiri disajikan hanya sebagai tambahan pada laporan keuangan konsolidasian jika
diperlukan. Sehingga untuk mengurangi kesalah pahaman, terjadi revisi PSAK 4 (2013) untuk memisahkan
kedua elemen tersebut menjadi dua PSAK. Penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasian kini diatur di
PSAK 65: Laporan Keuangan Konsolidasian.
Karena tidak dikonsolidasi, maka perusahaan mencatat investasi pada perusahaan anak, asosiasi, atau
ventura bersama (joint venture) menggunakan dua cara, berdasarkan biaya perolehan sesuai dengan
PSAK 58: Aset Tidak Lancar, menggunakan metode ekuitas sebagaimana di deskripsikan pada PSAK 15:
Investasi Pada Entitas Asosiasi Dan Ventura Bersama.
1. Biaya Perolehan (PSAK 58)
Saat berinvestasi, perusahaan mencatatkan investasinya tersebut berdasarkan nilai perolehan
(metode biaya) jika memenuhi dua kriteria berikut:
 Porsi kepemilikan yang dimiliki oleh investor kurang dari 20%, maka investor tidak
memiliki hak pengendali terhadap perusahaan yang dia investasikan.
 Dimiliki untuk dijual.
Sebagai contoh, PT. ABC mengakuisisi kepemilikan 10% saham PT. XYZ sebesar Rp1.000.000. Di
pelaporan terkini PT. XYZ mengakui laba sebesar Rp100.000 dan menerbitkan dividen sebesar
Rp20.000. Dengan metode biaya, nilai investasi PT. ABC sesuai biaya perolehannya, yaitu
Rp1.000.000. Dividen sebesar Rp2.000 dicatatkan sebagai pemasukan dividen.
Jurnal PT. ABC – Metode Biaya
Saat Perolehan Investasi
Investasi pada PT. XYZ
Kas
Rp1.000.000
Rp1.000.000
Saat PT. XYZ Mengakui Laba
--tidak dijurnal--
Saat PT. XYZ Membagikan Dividen
Kas
Pendapatan Dividen
(10% x Rp20.000)
Newsletter Russell Bedford SBR. Edisi No.3, Maret 2017
Rp2.000
Rp2.000
2. Metode Ekuitas (PSAK 15)
Metode Ekuitas digunakan jika perusahaan memiliki hak pengendali. Dalam arti investor memiliki
porsi kepemilikan lebih dari 20%, atau sesuai yang dipaparkan di PSAK 65, jika perusahaan tersebut
memenuhi kriteria berikut ini:
1) Memiliki kekuasaan atas investee. Dalam arti investor memiliki wewenang untuk mengarahkan
aktivitas investee.
2) Investor mendapatkan imbal balik dari hasil kinerja investee sesuai dengan porsi kepemilikan yang
mereka investasikan. Contohnya, mendapatkan dividen.
3) Investor mempunyai wewenang untuk menentukan apakah investor bertindak sebagai agen atau
prinsipal terhadap investee. Jika investor memilih bertindak sebagai agen, maka investor disini
tidak memiliki hak pengambilan keputusan di dalam investee. Hanya menikmati hasil timbal balik.
Investor masih bisa mengarahkan aktivitas investee seperti yang tertulis di poin pertama, tapi
arahan dari investor ini tidak selalu harus diikuti investee.
Namun demikian, jika perusahaan memiliki hak pengendali tetapi investasi ini disimpan dengan
maksud untuk dijual, maka perhitungan digunakan metode biaya.
Pada saat menggunakan metode Ekuitas, awalnya investasi dinilai sebesar biaya perolehan,
selanjutnya nilai investasi disesuaikan dengan Laba Rugi yang diperoleh perusahaan investee.
Sebagai contoh, PT. ABC mengakuisisi kepemilikan 30% saham PT. XYZ sebesar Rp1.000.000. Di
pelaporan terkini PT. XYZ mengakui laba sebesar Rp100.000 dan menerbitkan dividen sebesar
Rp20.000. Dengan metode ekuitas, PT. ABC mencatatkan laba PT. XYZ sebesar porsi kepemilikan yang
dimiliki PT. ABC sebesar Rp30.000 sebagai penghasilan dari investasi di laporan laba rugi dan juga
akan menaikan jumlah investasi yang dicatatkan di jurnal.
Jurnal PT. ABC – Metode Ekuitas
Saat Perolehan Investasi
Investasi pada PT. XYZ
Kas
Rp1.000.000
Rp1.000.000
Saat PT. XYZ Mengakui Laba
Investasi Pada PT. XYZ
Pendapatan Investasi
Rp30.000
Rp30.000
(30% X Rp100.000)
Saat PT. XYZ Membagikan Dividen
Kas
Investasi Pada PT. XYZ
(30% x Rp20.000)
Newsletter Russell Bedford SBR. Edisi No.3, Maret 2017
Rp2.000
Rp2.000
Download