BAHAN AJAR HUKUM DAN HAM

advertisement
BAB I
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN
PENDAHULUAN
Dalam bab I ini akan dijelaskan ,mengenai istilah-istilah hak asasi
manusia, dan juga pengertian-pengertian hak asasi manusia baik oleh para
ahli maupun menurut UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Relevansi
Pembahasan bab ini sangat penting untuk di ketahui oleh mahasiswa,
mengingat perjuangan penegakan hak asasi manusia saat ini semakin
ditingkatkan dengan adanya Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
serta di ratifikasinya instrumen-instrumen HAM Internasional.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari pokok-pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Menyebutkan istilah-istilah dan pngertian HAM
2. Menjelaskan tujuan dan Sumber hukum HAM
3. Menguraikan hubungan hukum HAM dan hukum Humaniter
4. Menguraikan sejarah HAM
MATERI
1. Hak Asasi Manusia
Istilah hak asasi manusia dikenal dalam bahasa Prancis “ Droits de
l’homne, yang berarti “hak manusia’, dalam bahasa Inggris disebut “Human
rights” dan dalam bahasa Belanda disebut” Mensen rechten”.Dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan” hak-hak kemanusiaan” atau” hak asasi
1
manusia” (Dardji Darmodiharjo dkk. 1981:80). Hak asasi manusia adalah hakhak yang dimiliki oleh setiap manusia yang harus dinikmatinya semata-mata
karena ia adalah manusia. Pada konferensi dunia tentang hak asasi manusia
di wina tahun 1993 ditegaskan bahwa hak asasi manusia, adalah hak yang
dibawah manusia sejak lahir dan bahwa perlindungan atas hak itu merupakan
tanggungjawab Pemerintah. Hak asasi manusia didasarkan pada prinsip
dasar bahwa semua orang mempunyai martabat kemanusiaan hakiki tanpa
memandang jenis kelamin,ras, warna kulit,agama, bangsa dan keyakinan
Secara Universal masyarakat dunia mengakui bahwa setiap manusia
mempunyai sejumlah hak yang menjadi miliknya sejak keberadaannya
sebagai manusia diakui. Hak-hak tersebut melekat pada diri setiap manusia,
bahkan membentuk harkat manusia itu sendiri. Hak-hak utama yang dimiliki
oleh manusia yang hakiki antara lain:
a. hak untuk hidup
b. hak akan kebebasan dan kemerdekaan
c. hak milik
d. bebas dari rasa takut
Dalam Deklarasi universal tentang hak asasi manusia (DUHAM), 10
desember 1948 yang merupakan tonggak sejarah bagi pengembangan hak
asasi manusia, memiliki ciri antara lain pertama, bahwa hak asasi manusia
merupakan hak,dalam artian bahwa hal itu merupakan norma yang pasti dan
memiliki prioritas dalam penegakannya. Kedua,hak-hak tersebut bersifat
universal yang dimiliki manusia semata-mata karena ia adalah manusia, tidak
diberikan oleh negara atau pemerintah.Ketiga,hak asasi manusia ada degna
sendirinya, tidak bergantung dalam penerapannya dalam sistem hukum adat
2
atau sistem hukum negara-negara tertentu. Keempat,hak asasi manusia
dianggap sebagai norma yang penting dan kelima hak-hak ini menempatkan
standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan kenegaraan yang layak.
Dalam pasal 3-21 deklarasi tersebut menempatkan hak-hak sipil dan
politik yang menjadi hak semua orang. Hak-hak itu antara lain:
1. hak untuk hidup
2. kebebasan dan keamanan pribadi
3. bebas dari perbudakan dan penghambaan
4. bebas
dari
penyiksaan
dan
perlakukan
yang
kejam
tak
berprikemanusiaan atau yang merendahkan derajat kemanusiaan
5. hak utnuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja sebagai
pribadi
6. hak untuk memperoleh pengampunan hukum yang efektif
7. bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang
sewenang-wenag
8. hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan
oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak
9. hak utnuk praduga tidak bersalah
10. bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap kleluasaan
pribadi, keluarga, tempat tingal maupun surat-surat
11. bebas dari serangan kehormatan dan nama baik
12. hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu dll.
Adapun beberapa pengertian hak asasi manusia menurut para ahli
seperti dibawah ini:
Menurut Arif Budiman (Kaligis, 2006:60),mengatakan
bahwa hak asasi manusia adalah: hak kodrati manusia, begitu manusia
3
dilahirkan,langsung hak asasi itu melekat pada dirinya sebagai manusia.
Dalam hal ini hak asasi manusia berdiri diluar undang-undang yang ada, jadi
harus dipisahkan antara hak warga negara dan hak asasi manusia.
Menurut Wolhoff (1960:13), HAM yaitu: sejumlah hak yang berakar
dalam
tabiat
kodratai
setiap
oknum
pribadi
manusia,justru
karena
kemanusiaannya HAM itu tidak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena jika
dicabut maka hilang kemanusiaannya itu.
Menurut Baker (1990:9) memberi batasan hak asasi manusia sebagai
berikut, Ham sebagai hak yang ditemukan dalam hakikat manusia dan edmi
kemanusiaannya semua orang satu persatu memilikinya, tidak dapat dicabut
oleh siapapun. Bahkan tidak dapat dilepaskan oleh individu itu sendiri,karena
hal itu bukan sekedar hak milik saja, tetapi lebih luas dari itu. Manusia
memiliki kesadaran (berkehendak bebas dan berkesadaran moral) dan
merupakan mahluk ciptaan yang tertinggi.
Menurut Baker hak asasi manusia bukan sekedar hak milik saja tetapi
juga harus disertai dengan tanggungjawab sebagai suatu kesadaran moral.
Individu sebagai penyandang hak tidak dapat melepaskan begitu saja
melepaskan haknya seperti melepaskan hidupnya/mengakhiri hidupnya
(bunuh diri). Hal itu merupakan tindakan yang melanggar HAM. Adanya
kesadaran moral/tanggungjawab yang melekat pada dirinya menunjukan
gambaran pada manusia bahwa mati bukan merupakan hak asasi, sehingga
bunuh diri termasuk euthanasia merupakan suatu tindakan yang tidak pantas
dilakukan.
Ham menurut kaligis (2006:63) yaitu: ham sebagai hak awal, hak-hak
dasar yang fundamental yang melekat pada diri manusia sejak terjadinya
4
pembuahan dalam kandungan atau tabung yang merupakan kasih Allah
kepada manusia. Pelanggaran hak-hak tersebut, tidak hanya berarti
hilangnya sifa kemanusiaan manusia itu,tetapi sama halnya menghilangkan
sifat ke-Ilahian Allah sendiri. Ham tidak boleh dicabut oleh siapapun, sebab
pencabutan Ham berarti hilang sifat kemanusiaan yang ada pada diri
manusia. Ham merupakan sesuatu hak yang awali, bukan suatu pemberian
masyarakat atau negara. Hak itu adalah hak hidup dengan segala
kebebasannya untuk menyatakan cipta, karsa dan rasa dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Berdasarkan konsep ini hak asasi manusia ada karena
sesuai dengan kodrat manusia.
Dalam
Undang-undang
Nomor
39
tahun
1999
tentang
HAM
mendefinisikan hak asasi manusia yaitu: Seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Walaupun HAM itu bersifat Universal, permasalahannya tidak sama
diseluruh kawasan dunia. Pemahamannya tergantung pada sudut pandang
negara-negara maupun kelompok-kelompok yang bersifat non-pemerintah.
Terdapat empat kelompok pandangan mengenai hak Asasi Manuisa tersebut
yaitu:
1. Mereka yang berpandangan Universal Absolut yang melihat HAM
sebagai nilai-nilai universal belaka seperti dirumuskan dalam The
International bill Off human rights. Kelompok ini tidak menghargai
5
sama sekali profil sosial budaya yang melekat pada masing-masing
bangsa. Pandangan ini dianut oleh negara-negara maju.
2. Negara-negara atau kelompok yang memandang HAM secara
universal relative. Mereka memandang HAM sebagai masalah
universal
tetapi
asas-asas
hukum
internasional
tetap
diakui
keberadaannya. Misalnya ketentuan pasal 29 ayat(2)UDHR yang
menyatakan “Dalam melaksanakan hak dan kebebasannya, setiap
orang hanya dapat dibatasai oleh hukum untuk menjamin pengakuan
dan penghargaan terhadap hak dan kebebasan dasar orang lain dan
untuk memenuhi persyaratan moral, ketertiban umum dan kepentingan
masyarakat luas dalam bangsa yang berdemokrasi.
3. Negara atau kelompok yang berpandangan particularistic-absolute,
berpandangan bahwa HAM merupakan persoalan masing-masing
bangsa sehingga mereka menolak berlakunya dokumen-dokumen
internasional. Pandangan ini bersifat egois dan pasif terhadap HAM
4. Yang berpandangan Particularistic-relative,melihat persoalan HAM di
samping sebagai masalah universal juga merupakan persoalan
masing-masing negara. Berlakunya dokumen-dokumen internasioanl
diselaraskan dengan budaya bangsa.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut juga tercermin
dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjiwai keseuruhan pasal dalam batang
tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara
dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk
6
beribadat sesuai dengan agamanya dan hak untuk memperoleh pendidikan
dan pengajaran.
1. Hukum Hak Asasi Manusia
Hak Asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki oleh setiap orang
sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimilki setiap
orang,kaya maupun miskin, laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut
mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi
manusia adalah hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan
hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional
banyak negara dunia. Hukum hak asasi manusia adalah setiap hukum yang
dapat digunakan, untuk memajukan atau melindungi hak asasi manusia.
Kumpulan hukum tersebut ditemukan terutama dalam tiga bentuk
hukum yang terus berkembang yaitu:
a. Dalam konstitusi negara (khusus dalam pernyataan hak asasi
manusia)
b. Dalam perjanjian antara negara (terdapat dalam konfrensi dan
persetujuan hak asasi mansuia,
c. Dalam hukum kebiasaan internasional(ketentuan-ketentuan tertentu
dalam deklarasi universal HAM)
Deklarasi
Universal
Hak
asasi
manusia
yang
disahkan
dan
proklamirkan oleh revolusi majelis umum (DUHAM) dalam mukadimah
menyatakan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum
supaya orang tidak memilih pemberontakan guna menentang kelaliman.
Konsep hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia bertsifat dinamis,
7
sekalipun serangkaian hak asasi manusia sudah diakui secara hukum, namun
tidak ada yang bisa menghalangi hak-hak yang ada untuk ditafsirkan secara
lebih luas ataupun diterimanya hak-hak tambahan kapanpun oleh komunitas
negara-negara. Dinamisme inilah yang membuat hak asasi manusia
berpotensi sebagai alat yang ampuh untuk memajukan keadilan sosial dan
martabat semua orang. Dengan demikian hak asasi manusia memperoleh
makna dan dimensi baru pada berbagai peristiwa dalam sejarah adanya
kelompok-kelompok tertindas yang menuntut pengakuan atas hak-ahak
mereka dan kondisi baru yang menimbulkan kebutuhan akan perlindungan
hak asasi manusia yang baru.
Beberapa pengertian berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai
dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia
dan Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM adalah
sebagai berikut:
1. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak
asai manusia (pasal 1 ayat2 UU 39/1999/HAM)
2. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja,
sehingga menimbulkan rasa sakit atau peneritaan yang hebat, baik
jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan
atau keterangan dari seseorang atau dari orang keriga dengan
menghukumannya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau di duga
telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga atau untuk suatu alasan
yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi apabila rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh atas hasutan dari, dengan
8
persetujuan,atau pengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (paal 1
ayat(4)/UU 39/1999/HAM
3. Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum
menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
tersebut adalah demi kepentingannya (pasal 1 ayat(5)
4. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja
atau
kelalaian
secara
melawan
hukum
mengurangi,
menghalangi membatasi dan atau mencabut hak asasai manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar,berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
(pasal 1 ayat(6).
5. Komisi hak Asasi Manusia /KOMNAS HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi
melaksanakan
pengkajian,penelitian,penyuluhan,
pemantauan
dan
mediasi hak asasi manusia.
6. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini (pasal 7 huruf (a) dan
(b) UU. Nomor 26/2000/pengadilan HAM
yang meliputi: kejahatan
genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan.
7. Pengadilan hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut pengadilan HAM
adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat (pasal 1 ayat
(3)/UU/26/2000
9
8. Pengadilan
HAM
merupakan
pengadilan
khusus
yang
berada
dilingkungan peradilan umum (pasal 2, UU.No/26/2000
9. Setiap orang adalah orang perorangan, kelompok orang, baik sipil, militer,
maupun polisis yang bertanggung jawab secara indivudual
10. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindak lanjuti dengan
penyelidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini (UU No 26/2000/ pengadilan HAM)
11. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi
manusia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini( pasal 1
ayat(2), UU No.26/2000)
12. Pengadilan hak asasi manusia yang selanjutnya disebut pengadilan HAM
adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat
B. TUJUAN DAN SUMBER HUKUM
Kaitan hak asasi manusia dengan hukum sangat erat, karena
sekalipun hak asasi manusia merupakan hak negative (negative rights)
karena sifatnya yang kodrati dan universal sehingga tidak memerlukan
pengesahan, namun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang semakin kompleks, pengaturan hukum terhadap hak asasi
manusia (positivisization of rights) akan memperkuat posisi indonesia sebagai
negara hukum.
Hukum dalam hal ini dapat difungsikan sebagai sarana untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan nasional yang secara alamiah
telah disepakati sebagai masukan untuk melakukan modifikasi sosial (social
10
modification). Secara alamiah menunjukkan bahwa pendekatan top down dan
battom up sudah dilakukan dan istilah modifikasi mrupakan kompromi untuk
menetralisasikan kelemahan fungsi hukum baik sebagai alat kontrol sosial
maupun sebagai alat rekayasa sosial. Dalam istilah modifikasi sosial ini
keselarasan,keserasian dan keseimbangan antara kepentingan individu,
kepentingan masyarakat dan kepentingan negara harus selalu dijaga. Tujuan
daripada hukum itu sendiri yaitu untuk memberi keadilan, kepastian hukum
dan kemanfatan bagi masyarakat, sehingga adanya instrumen-instrumen
hukum yang dibuat seperti peraturan perundang-undangan sebagai salah
satu elemen dari hukum itu sendiri haruslah mencerminkan ketiga unsur
tersebut dan berlaku mengikat bagi setiap orang.
Agar supaya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia dapat
terlaksana secara efektif maka prinsi-prinsip perlindungan hak asasi manusia
secara universal haruslah diatur secara formal dalam ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku agar supaya semua orang menaati dan menghormati
hak asasi manusia tersebut. Hukum hak asasi manusia berlaku mengikat bagi
setiap orang dengan memperhatikan keseimbangan antara hak dan
kebebasan individu serta kewajiban menghormati hak asasi orang lain dalam
tatanan kehidupan sosial.
Hukum hak asasi manusia yang dibuat untuk masa damai, berlaku
untuk setiap orang. Tujuan utamnya adalah untuk melindungi individu dari
prilaku yang semena-mena oleh pemerintahnya sendiri. Ketentuan-ketentuan
hak asasi manusia dimaksudkan untuk menjamin hak dan kebebasan baik
sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya bagi setiap orang. Dalam hukum
hak asasi manusia ini, setiap orang harus dilindungi dari penyalahgunaan
11
kekuasaan (abuse of power) dari pemerintah. Hak-hak asasi manusia
tersebut terdapat baik dalam berbagai peraturan perundang-undangan
nasional maupun instrumen-instrumen internasional.
Masalah perlindungan internasional hak asasi manusia ini sudah diatur
secara baik dalam hukum internasional hak asasi manusia yang secara
khusus mengatur mengenai perlindungan individu dan kelompok dari
pelanggaran berat Hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat
pemerintah. Hukum internasional hak asasi manusia secara jelas melindungi
dan memajukan hak asasi manusia, oleh karena itu pengaturan internasional
tersebut dinamakan International protection of human rihts atau international
human rights law
Sumber-sumber hukum hak asasi manusia secara internasional dapat
mengacu pada pasal 38 ayat (1) statuta mahkamah internasional yang
menyebukan sumber hukum yang diterapkan:
1. Perjanjian internasional (international convention), baik yang bersifat
umum maupun ang bersifat khusus.
2. Kebiasaan-kebiasaan internasional( internatonal cutoms)
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principle of law), yang dilakukan
oleh negara-negara yang beradab
4. Keputusan pengadilan (judical decisions) dan pendapat ara ahli yang telah
diakui kepakarannya.
Setiap hukum yang dapat digunakan untuk memajukan atau
melindungi hak asasi manusia dapat dianggap sebagai bagian dari hukum
hak asasi manusia. Jadi hukum hak asasi manusia dapat ditemukan dalam
konstitusi nasional, perundang-undangan dan hukum tak tertulis atau hukum
12
adat nasional. Hukum itu juga dapat ditemukan ditingkat regional dan
internasional dalam berbagai perjanjian hak asasi manusia dan dalm
kebiasaan hukum internasional.
C. HUBUNGAN HUKUM HAM DAN HUKUM HUMANITER
1. Ruang lingkup Berlakunya
Hukum humaniter dan hukum hak asasi manusia yang selanjutnya
disebut sebagai hukum HAM adalah saling melengkapi. Keduanya berusaha
melindungi
kehidupan,
kesehatan
dan
martabat
individu
walaupun
dilaksanakan dalam situasi dan cara yang berbeda. Hukum humaniter berlaku
pada situasi konflik bersenjata, sedangkan hukum hak asasi manusia atau
setidaknya sebagian daripadanya, melindungi individu pada setiap saat, baik
pada masa perang maupun pada masa damai. Hukum humaniter ditujukan
untuk melindungi orang-orang yang atau tidak dapat lagi terlibat dalam
permusuhan.
Peraturan-peraturan
dalam
kerangka
hukum
humaniter
internasional mengandung kewajiban-kewajiban yang mengikat pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik.
Kewajiban untuk mengimplementasikan hukum humaniter internasional
dan hukum hak asasi manusia dibebankan terutama pada negara. Hukum
humaniter mewajibkan negara untuk mengambil tindakan praktis dan legal,
seperti memberlakukan aturan sanksi pidana (penal legislation) dan
diseminasi hukum humaniter. Demikian juga negara terikat oleh hukum hak
asasi manusia untuk menyelaraskan hukum nasional dengan kewajibankewajiban internasional.
Hukum hak asasi manusia diberlakukan apabila ada perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja atau
13
tidak
sengaja
atau
kelalaian
yang
secara
melawan
hukum
mengurangi,menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku,
sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang HAM.
2. Mekanisme Pelaksanaan Hukum HAM dan Hukum Humaniter.
Hukum humaniter menyediakan beberapa mekanisme khusus yang
dapat membantu pelaksanaan hukum tersebut. Sebagai catatan negara
diwajibkan
untuk
menjamin
penghormatan
pada
hukum
tersebut,
penghormatan yang sama juga harus dilakukan oleh negara lain. Ketentuanketentuan juga dibuat untuk mengatur prosedur penyidikan, mekanisme
negara pelindung dan komisi pencari fakta internasional. Sebagai tambahan,
komite internasional palang merah( Internatioanl comite off the red cross)
diberikan sebuah peran kunci untuk menjamin penghormatan terhadap
aturan-aturan kemanusiaan. Mekanisme pelaksanaan hukum hak asasi
manusia sangatlah kompleks dan berbeda dengan hukum humaniter
termasuk sistem regionalnya. Badan penasehat seperti komisi hak asasi
manusia Perserikatan Bangsa-bangsa, baik berdasarkan piagam PBB
maupun beberapa perjanjian khusus, sebagai contoh komisi hak asasi
manusia yang didasari oleh perjanjian internasioan tentang hak-hak sipil dan
politik( Civil and political rights), 1966, komisi hak asasi manusia beserta sub
komisinya sudah mengembangkan mekanisme” pelopor khusus” (special
rapporteurs) dan kelompok-kelompok kerja yang tujuannya untuk memonitor
14
dan melaporkan situasi hak asasi manusia baik berdasarkan negara maupun
menurut topik.
Enam
perjanjian
hak
asasi
manusia
pokok
juga
mendukung
diselenggarakan pembentukan komite, yaitu komite hak asasi manusia yang
terdiri dari ahli-ahli independen (mandiri) yang ditugaskan untuk memenitor
pelaksanaannya. Beberapa perjanjian regional eropa dan amerika juga
membentuk peradilan Hak asasi manusia kantor UNHCR memegang peran
kunci dalam perlindungan secara menyeluruh
dan promosi hak asasi
manusia. Perannya adalah untuk meningkatkan keefektifan perangkatperangkat HAM PBB dan memebangun kapasitas nasioanl, regional dan
internasioanl dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dan
untuk mendiseminasikan naskah dan informasi HAM.
Berkaitan dengan perangkat hak asasi mnusia, ada banyak perangkat
yang sekarang berlaku antara lain:
a) Instrumen Universal
o deklarasi universal Hak asasi mnusia, diadopsi oleh sidang umum PBB
tahun 1948
o konvensi tentang pencegahan dan pemberian hukuman kejahatan
genosida tahun 1948
o perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966
o perjanjian internasioanl tentang hak-hak sosial dan ekonomi tahun
1966
o konvensi tentang pencegahan dari segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan tahun 1979
15
o konensi anti penyiksan dan kekejaman lain, tindakn tidak manusiawi
atau penghukuman dan perlakuan yang merendahkan martabat, tahun
1984
o konvensi tentang hak-hak anak tahun 1989
b). Instrumen Regional
o konvensi Eropa tentang HAM tahun 1950
o konvensi Amerika tentang HAM tahun 1969
o piagam Afrika tentang hak asasi manusia dan rakyat tahun 1981
3. Inti sari Hak Asasi manusia (hard core rights) dari hukum HAM
Instrumen hukum hak asasi manusia internasional mengandung
klausula yang memberikan kewenangan kepada negara yang menghadapi
ancaman publik serius untuk mengabaikan hak asasi manusia yang
terkandung dalam instrumen tersebut. Sebuah pengecualian dibuat untuk
beberapa hak fundamental yang mendasari tiap perjanjian yang harus
dihormati dalam segala macam keadaan dan tidak boleh dilepaskan apapun
bentuk perjanjiannya khususnya, adalah:
o hak untuk hidup
o larangan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi
o perbudakan dan kerja paksa
o prinsip legalitas dan hukum yang tidak berlaku surut (non retroactive).
Hak-hak dasar ini mengikat seluruh negara dan selalu menghormatinya
dalam segala keadaan, walaupun negara tersebut dalam keadaan konflik
atau kekecauan. Ini yang dikenal sebagai inti dari hak asasi manusia.
16
4. Titik Temu (points of convergance)
Apabila
hukum
humaniter
hanya
berlaku
pada
situasi-situasi
perkecualian yang disebut konflik-konflik bersenjata, isi hukum hak asasi
manusia harus dihormati oleh negara pada semua keadaad terutama “inti”
(hard core) yang mempunyai kecendrungan untuk menyatu dengan jaminanjaminan dasar dan hukum yang disediakan oleh hukum humaniter yang
larangan untuk penyiksaan dan penghukuman (summary execution). Pada
hakikatnya hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia
memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan jaminan perlindungan terhadap
manusia. Hanya saja keduanya memiliki perbedaan dari sisi waktu atau
situasi penerapannya.
Hukum humaniter internasional diterapkan apabila terjadi sengketa
bersenjata internasioanl maupun non-internasioanl atau perang saudara (civil
war).
Hukum
humaniter
internasioanl
terdiri
dari
peraturan-peraturan
perlindungan korban perang (hukum jenewa), dan peraturan tentang alat-alat
dan cara berperang (hukum den haag)
Sedangkan ketentuan hak asasi mnusia dimaksudkan untuk menjamin hak
dan kebebasan baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya bagi setiap
orang. Dalam hukum hak asasi manusia ini, setiap orang harus dilindungi dari
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of pawor) dari pemerintah. Hak-hak asasi
manusia tersebut terdapat baik dalam berbagai peraturan perundangan
nasional maupun dalam instrumen-instrumen hukum hak asasi manusia
internasional.
17
Dengan demekian, maka kedua bidang ini merupakan instrumeninstrumen hukum yang memberikan perlindungan kepada orang perorangan,
yang dapat digolingkan kepada empat kelompok:
a. instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang perorangan
sebagai anggota masyarakat. Perlindungan ini meliputi sgenap segi
perilaku perorangan dan sosialnya. Perlindungan ini bersifat umum dan
hal ini mencakup hukum hak asasi internasioanl
b. instrumen yang bertujuan melindungi orang-perorangan berkaitan dengan
keadaannya dalam masyarakat, seperti hukum internasional tentang
perlindungan terhadap kaum wanita dan hukum internasional yang
berkaitan dengan perlindungan terhadap anak.
c. instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang-perorangan
dalam kaitannta dengan fungsinya dalam masyarakat, seperti hukum
internasioanl tentang buruh.
d. instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang-perorangan
dalam keadaan darurat, apabila terjadi situasi yang luar biasa dan yang
mengakibatkan ancaman adanya pelanggaran atas haknya yang biasa
dijamin oleh hukum humaniter internasional, yang melindungi para korban
dari akibat sengketa perang.
D. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA
Sistem hukum apapun termasuk kitab Hammurabi yang pertama kali
ditulis ribuan tahun lalu, sebenarnya telah memberikan hak-hak kepada
warga negara. Hak-hak tersebut membolehkan warga negara melakukan
apapun asalkan itu tidak dilarang. Pada saat negara kota yunani dan
kekaisaran roma, hak-hak tersebut masih terus hidup, namun secara khusus
18
hak-hak tersebut diberikan secara istimewa kepada kelompok-kelompok dan
kelas-kelas tertentu di masyarakat. Pada abad pertengahan yang menonjol
dalah dominasi gereja dan pandangan yang bersifat teologis tentang hukum
alam, yaitu aturan-aturan yang datang dari Tuhan, dimana konsekwensi dari
pelanggran-pelanggaran
terhadap
aturan-aturan
harus
dipertanggungjawabkan sendiri kepada Tuhan. Teori ini tentunya sangat
menarik bagi raja-raja dan paus yang berambisi memperluas kekeuasaannya
dieropa karena hukum alan ini umumnya memaksakan kepatuhan mulak
terhadap raja.
Secara historis konsepsi hak asasi manusia yang dipahami saat ini
merupakan suatu hasil dari shering idea dari umat manusia. The New
enciyclopedia britannica, 1992 membagi perkembangan hak asasi manusia
dalam beberapa tahap; pertama bahwa pengaruh ajaran romawi (jus gentium)
begitu besar khususnya dalam merumuskan hak-hak dasar bagi warga
negara. Sumber kedua rumusan konseptual hak asasi manusia muncul dari
beberapa doktrin hukum alam, khususnya ajaran Thomas Aquinas (12241274). Hugo de Gorte, (1583-1645) ajaran agama mereka itu, kemudian
disusul oleh lahirnya Magna Charta (1215) Petisi hak asasi manusia (1628),
dan undang-undang HAM Inggris ( The English bill rihgts, 1689). Pemikiran
mereka kemudian dielaborasi lebih modern oleh para empirisme, seperti
Francis baccon, Jhon locke, dimana ajaran mereka lebih mempertegas
kedudukan hak asasi manusia dalam hukum alam lebih rasional.
Secara historis, prinsip-prinsip hak asasi manusia tidak bisa dilepaskan
dari hukum dan politik kenegaraan. Dokumen-dokumen hukum hak asasi
manusia
selalu
dapat
ditemukan
19
persamaan-persamaannya
dengan
dokumen-dokumen hak asasi manusia yang telah ada sebelumnya disuatu
negara. Oleh karena itu, dokumen-dokumen itu dipandang sebagai suatu
kesatuan historis yang saling berkaitan.
Hak mengandung unsur perlindungan, kepentingan dan juga berkehendak,
demikian kata Paton (satjipto. Rahardjo, 1982:95). Dalam hukum, hak selalu
dikaitkan dengan orang dan tertuju kepada orang. Dengan demikian,
sebagaimana diketahui orang dan badan hukum merupakan subyek hukum.
Sebgai subyek hukum orang dan badan hukum memiliki hak, kewajiban dan
tanggungjawab. Hak, ada yang bersifat relatif relatif dan absolut. Sebagai
pribadi orang perorang mempunyai hak asasi (personal rights), berubah
menjadi hak asasi manusia ( human rights), ketika antara sesamanya
bergumul dalam kehidupan bersama.
Hak itu sendiri selalu ada korelasi dengan kewajiban sebagai refleksi
keseimbangan dalam hidup masyarakat. Keseimbangan antara hak dan
kewajiban
dan
tanggung-jawab
itulah
yang
mampu
mewujudkan
keseimbangan. ‘perpaduan antara keadilan hukum (legal justice), keadilan
sosial (social justice), dan keadilan moral (moral justice) terwujud. Karena itu,
hak asasi manusia dan upaya penekanan lewat dan bersama hukum tidk
dapat dipisahkan, berpikir dalam lingkup hukum, berpikir seputar adail dan
tidak adil, bagaimana ide keadilan/ketertiban dan kebenara dapat terwujud
untuk mempercepat tujuan tersebut, hak HAM menjadi salah satu
instrumen/alatnya. Dengan demikian pembentukan negara hukum salah satu
tujuannya melindungi hak asasi manusia atau tujuan hukum ( L.J. Van
Apeldoorn)
20
Sebagaimana diketahui proses perjuangan menuju negara hukum
cukup panjang, dari negara absolut pada jaman kuno, abad pertengahan
(500-1500 M) yang diwarnai konflik berkepanjangan antara paus dan
kerajaan, diteruskan diabad baru sampai abad modern, perjuangan
penegakan hak asasi manusia dan hukum belum seluruhnya berhasil
diseluruh berbagai dunia.
Salah satu tonggak sejarah penting dalam modernisasi hubungan
internasional hukum internasional adalah pernjanjian Wesphalia 1647.
perjuangan penegakan hak asasi manusia didaratan eropa, puncaknya lewat
deklarasi hak-hak asasi manusia dan penduduk negara ( declaration des
droits l’hommes et du citoyen) 1789, di prancis. Dalam deklarasi tersebut
ditegaskan sebagai berikut :
-
pasal 1: semua manusia itu lahir bebas dan sama dalam hukum.
Perbedaan sosial hanya didasarkan pada kegunaan umum.
-
Pasal 2: tujuan negara melindungi hak-hak alami dan tidak dapat dicabut
atau dirampas. Hak-hak alami meliputi, hak hidup, hak kebebasan, hak
milik dan hak perlindungan (bebas dari penindasan).
Sebagaimana diketahui, pada tahun 1215 dalam piagam besar (magna
Charta), Jhon lockland telah mengakui hak-hak rakyat secara turun-temurun:
-
hak kemerdekaan (kebebasan) tidak boleh dirampas tanpa keputusan
pengadilan,
-
pemungutan pajak harus dengan persetujuan dewan permusyawaratan.
Dalam perjalanan sejarah inggris pengakuan dalam Magna Charta
masih sering dilanggar sehingga pada tahun 1679, parlemen Inggris
mengeluarkan peraturan Hobes Corpus Act (peraturan tentang hak diperiksa
21
di muka hakim). Dalam Habes Corpus act tersebut dijelaskan, setiap orang
hanya boleh ditahan atas dasar perintah hakim dengan mengemukakan dasar
hukum penahanan tersebut. Orang yang ditahan harus segera didengar
keterangannya.
Pada tahun 1688, di Inggris terjadi perebutan kekuasaan antara Raja James
II (katolik) dengan saudaranya Marry (protestan), dimanangkan oleh Marry II
dan William suaminya. Konflik tersebut dinamakan Glorius Revolution
(revolusi besar). Pada tahun 1689, raja William II menyusun An act declaring
the rights and liberties of the subject and setting the succsesion of the crown
(akta deklarasi hak dan kebebasan warga dan tata cara suksesi raja), yang
dikenal dengan Bill of rights. Lewat deklarasi tersebut,monarki tunduk
dibawah kekuasaan parlemen, raja tidak dapat lagi seenaknya membekukan
parlemen serta anggota parlemen tidak dapat dituntut atas dasar ucapanucapannya.
Disamping itu adanya Bill of rights merupkan awal menuju kemonarchi
konstitusional. Bill of rights merupakan dokumen penting dalam rangka
menghormati hak asasi manusia. Pada dokumen tersebut hak-hak individu
dan kebebasannya mendapat perlindungan formal.
Perkembangan perjuangan hak asasi manusia di Amerika Serikat
diawali pada tahun 1776 dengan disusunnya bill of rihgts virginia ( the virginia
declaration of bill of rights) yang disusun oleh George Mason. Piagam
tersebut merupakan kesepakatan diantara tiga belas negara Amerika serikat
yang pertama. Awal revolusi dipicu dengan tingginya pajak yang dikenakan di
Amerika
tanpa
melibatkan
pemimipin
di
amerika.
Reaksi
tersebut
disampaikan dengan dasar pembenaran dari teori kontrak sosial Jhon Lock.
22
Deklarasi tersebut disusun oleh Thomas Jefferson tahun 1776,antara lain
dikatakan “ bahawa manusia diciptakan sama, bahwa Penciptanya
telah
menganugrahi mereka hak-hak yang tertentu yang tidak dapat dicabut”,
bahwa diantara hak-hak tersebut hak untuk hidup, bebasa dan mengejara
kebahagiaan, dan untuk menjamin hak-hak tersebut, orang-orang mendirikan
pemerintahan.
Kemajuan hak asasi manusia di abad modern dipertegas kembali oleh
presiden Franklin D. Roosevelt yang disampaikan pada tahun 1941,yang
dikenal dengan four freedoms, isinya:
a. freedom to speech (kebebasan berbicara)
b. Freedom to religion (kebebasan beragama)
c. freedom from want (kebebasan dari kemiskinan)
d. freedom from fear (kebebasan dari ketakutan)
Di Prancis, pengalaman revolusi amerika menjadi salah satu pemicu,
kalau Amerika ingin membebaskan diri dari penjajahan Inggris, tetapi di
Prancis revolusi bertujuan melawan Ancient regime (orde lama). Dalam
deklarasi terdapat kalimat” kebebasan berarti, dapat melakukan apa saja
yang tidak merugikan orang lain. Jadi pelaksanaan hak-hak kodrati setiap
menusia tidak dibatasi, kecuali oleh batas-batas yang menjamin pelaksanaan
hak-hak sama bagi anggota masyarakat lain, dan batas-batas tersebut hanya
dapat ditetapkan oleh Undang-undang. Hak-hak tersebut adalah: kebebasan
(liberty), harta (property), keamanan (safety), dan perlawanan terhadap
penindasan (resistance to oppresion)
23
Dari pergolakan penegakan hak asasi manusia tersebut diatas, diawali
di
Inggris,
Amerika
dan
Prancis,
menurut
Scoot
Devidson,
dalam
menegakkan hak asasi ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian:
1. bahwa hak-hak tersebut secara kodrati Inheren, universal dan tidak dapat
dicabut, dimiliki setiap individu semata-mata karena ia manusia.
2. perlindungan terbaik atas hak-hak asasi tersebut hanya pada negara
demokrasi
3. Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan dan dicabut oleh
Undang-undang. Sebagaimana diketahui, salah satu indikasi untuk
disebut sebagai negara hukum, antara lain ditegakkannya hak asasi
manusia, dan agar penegakannya cepat tercapai menurut Hans Kelsen
sebagaimana dikutip oleh Moh. Hatta “ negara hukum (Allgemeine
staatslehre) akan lahir, apabila sudah dekat sekali identieit der
staatsordnung mit der rechtsordnung, semakin bertambah keinsafan
hukum dalam masyarakat, berarti semakin dekat kita dalam pelaksanaan
negara
hukum
yang
sempurna.
Dengan
demikian,
negara
yang
menyatakan dirinya sebagai negara hukum mengakui supremasi hukum,
tetapi dalam praktek tidak mengakui/menghormati sendi-sendi hak-hak
asasi manusia, tidak dapat dan tidak tepat disebut sebagai negara hukum.
Para ahli Eropa Kontinental (eropa daratan) antara lain,Immanuel Kant,
Julius Sthal menyebur rechsstaat, sedangkan para ahli hukum Anglo saxon
(inggris dan Amerika) memakai istilah rule of law.
Sthal menyebut ada empat unsur dari rechtsstaat, yaitu:
a. adanya pengakuan hak asasi manusia
b. adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut
24
c. pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur)
d. adanya peradilan tata usaha negara.
Sedangkan dalam rule of law menurut A.V.Dicey, mengandung tiga
unsur, yaitu:
a. hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang.
b. persamaan kedudukan dimuka hukum (equality before tha law)
c. supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), dan tidak adanya
kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas.
Tetapi bukan hanya hak sipil dan politik yang dilindungi oleh konstitusikonstitusi modern dan hukum internasional masa kini. Berbagai macam hak
ekonomi, sosial, budaya dan lainnya juga menjadi subjek berbagai
perlindungan.
Perlindungan
terhadap
individu
dalam
sistem
hukum
internasional melalui asal-usul hukum hak asasi manusia dapat ditelusuri
hingga pada konstitusionalisme revolusioner abad ke-17 dan ke-18, namun
barulah pada akhir perang dunia kedua masyarakat internasional pada
promosi dan proteksi terhadap hak-hak semacam itu lewat hukum
internasional.
Puncak pengakuan hak asasi manusia dikukuhkan dalam suatu
memorial kemanusiaan pada tanggal 10 desember 1948, dimana negaranegara secara bulat menyepakati lahirnya Declaration of Human Rights.
Piagam tersebut berisi mengenai pengakuan dan penegasan akan hak-hak
manusia yang asasi yang harus dijunjung tinggi oleh negara yang beradab.
Dalam pasal 1 menyebutkan bahwa: salah satu tujuan dari DUHAM yakni
untuk meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia
kebebasan yang fundamental bagi semua orang.
25
dan
PBB seabagai perserikatan negara-negara
dunia mempunyai andil
besar dalam membantu perkembangan hak asasi manusia yang ditegaskan
dalam pasal 55 dan pasal 56: negara-negara berikrar untuk mengambil
tindakan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam kerja sama untuk
mencapai tujuan dalam penegakan hak asasi manusia.
A. Latihan
1. Berikan beberapa istilah tentang hak asasi manusia
2. Apa
yang
dimaksud
dengan
hak
asasi
manusia
menurut
No.39/1999/HAM
3. Jelaskan hubungan hukum HAM dan HUMANITER
4. Sebutkan beberapa instrumen HAM Internasional
5. Uraikan kembali tentang sejarah HAM
B. umpan Balik
Materi in dapat anda kuasai apabila melakukan hal-hal sebagai berikut:
-
membuat ringkasan materi pada saat perkuliahan
-
melakukan diskusi kelompok
-
mencari literatur yang ada hubungan dengan materi
26
UU.
BAB II
ASAS-ASAS DASAR DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai asas-asas dasar dan kebebasan dasar
manusia yang diatur dalam UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan juga hak dan
kebebasan dasar manusia menurut DUHAM 1948, bagaimana penjabaran dari hakhak itu dan apa saja yang termasuk kewajiban dasar manusia tersebut.
Relevansi
Materi ini sangat penting untuk dipahami oleh mahasiswa karena dalam usaha
untuk mewujudkan penegakan terhadap HAM, terlebih dahulu harus dipahami dulu
apa saja yang menjadi hak-hak dasar dan kewajiban dasar tersebut
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan kembali tentang azas-azas dasar dan kewajiban dasar manusia
menurut UU. No. 39/1999/HAM
2. Meyebutkan atau menguraikan kebebasan dasar manusia
3. Menjelaskan kembali hak dan kebebasan dasar manusia menurut DUHAM.
MATERI
A. Asas-asas dasar dan kebebasan dasar dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM
Asas-asas dasar sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang HAM adalah sebagai berikut: Negara Republik Indonesia mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar menusia sebagai hak
yang secara kodratai nelekar pada dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus
27
dilindungi, dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan,kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia
yang melekata pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Hak-hak ini tidak dapat diingkari.Peningingkaran terhadap hak tersebut berarti berarti
mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu negara, pemerintah atau
organisasai apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi
manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus
selalu
menjadi
titik
tolak
dan
tujuan
dalam
penyelenggaraan
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam penjelasan pasal 2 UU No.39/99 tentang HAM dijelaskan bahwa hak
asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tdak dapat dilepaskan dari manusia
pribadi, karena tanpa hak asasi dan kebebasan dasar tersebut yang bersangkutan
kehilangan harkat dan martabanya sebagai manusia. Oleh karena itu pemerintah
berkewajiban baik secara hukum maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral,
untuk melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkrit demi
tegaknya hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia.
Sejalan dengan pandangan diatas, Pancasila sebagai dasar negara mengandung
pemikiran bahwa manusia adalah ciptaan Tuahan Yang Maha Esa dengan
menyandang dua aspek yakni aspek pribadi (individualitas) dan aspek sosialitas
(bermasyarakat). Oleh karena itu kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang
lain.Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan
menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi
pada tataran manapun terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian negara dan
pemerintah bertanggung-jawab utnuk menghormati, melindungi,membela dan
28
menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa
diskriminasi.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin dalam
pembukaan UUD 1945 yang menjiwai batang tubuhnya terutama berkaitan dengan
persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan
beribadat sesuai dengan agama dan dengan kepercayaannya itu dan lain sebagainya.
Asas-asas dasar diwujudkan dalam pasal 3-8 UU No. 39/99 tentang HAM
yang dirumuskan sebagai berikut:
Ayat (1) : setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani utnuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
Ayat (2) : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan pengakuan yang
sama di depan hukum.
Ayat (3) : setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Pasal 4 ayat (1) : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama, untuk tidak
iperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan
didepan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
29
Kebebasan dasar manusia menurut UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
meliputi:
-
hak untuk hidup (pasal 9)
-
hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 10)
-
hak mengembangkan diri (pasal 11)
-
hak memperoleh keadilan (pasal 17)
-
Hak atas kebebasan pribadi (pasal 20)
-
Hak atas rasa aman (pasal 28)
-
Hak atas kesejahteraan (pasal 36)
-
Hak turut serta dalam pemerintahan (pasal 43)
-
Hak wanita (pasal 45)
-
Hak anak (pasal 52)
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Indonesia untuk memajukan dan
melindungi hak asasi manusia didasarkan atas prinsip-prinsip, kesatupaduan,
keseimbangan dan pengakuan atas kondisi nasional. Prinsip kesatupaduan berarti hakhak sipil dan politik, ekonomi budaya dan hak pembangunan merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan dan
penilaian pelaksanaan.
Prinsip keseimbangan mengandung pengertian bahwa diantara hak-hak asasi
manusia perorangan dan kolektif serta tanggung jawab perorangan terhadap
masyarakat dan bangsa memerlukan keseimbangan dan keselarasan. Hal ini sesuai
dengan kodrat manusia sebagai mahluk individual an mahluk sosial.
Pengakuan atas kondisi nasional berarti Indonesia mengakui universalitas HAM dan
pada saat yang sama juga berpendapat bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip HAM dan
berbagai instrumen ham Internasional adalah wewengan dan tanggung jawab tiap
30
pemerintah dengan memperhatikan sepenuhnya keanekaragaman, tata nila sejarah,
kebudayaan, sistem politik, tingkat pertumbuhan sosial dan ekonomi serta faktorfaktor lain yang dimiliki bangsa yang bersangkutan. Sikap ini ditegaskan kembali
dalam paragraf 5 Deklarasi Wina 1993 tentang prinsip universalitas dan partikularistik
budaya.
B. Hak Dan Kebebasan Dasar Manusia Menurut DUHAM 1948
Tidak dapat disangkal bahwa PBB mempunyai kontribusi yang sangat penting
dalam pemajuan dan perlindungan terhadap hak-ha asasi di seluruh dunia. Tiga tahun
setelah PBB berdiri, Majelis Umum mencanangkan pernyataan umum tentang hakhak asasi manusia (universal declaration of human rights) pada tanggal 10 desember
1948. Dapat dikatakan bahwa deklarasi tersebut merupakan tonggak sejarah bagi
pengembangan hak-hak asasi manusia, sebagai standart umum untuk mencapai
keberhasilan bagi semua rakyat dan semua bangsa.
Deklarasi tersebut terdiri dari 30 pasal yang mengumandangkan agar semua
rakyat menggalakkan dan menjamin pengakuan yang efektif dan penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan
dalam deklarasi.Hak-hak yang diuraikan dalam deklarasi tersebut dapat dikatakan
sebagai sintesa antara konsepsi liberal barat dan knsepsi sosialis. Dalam deklarasi
tersebut belu mengatur mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri.
Pasal 1 dan 2 deklarasi tersebut menegaskan bahwa semua orang dilahirkan
dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak atas semua hak dan kebebasan
sebagaimana ditetapkan oleh deklarasi tanpa membedakan baik ras, warna kulit, jenis
kelamin, agama, andangan politik maupun yang lain. Sedangkan dalam pasal 3-21
deklarasi tersebut menempatkan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua
orang. Hak-hak itu antara lain:
31
-
hak untuk hidup
-
kebebasan dan keamanan pribadi
-
bebas dari perbudakan dan penghambaan
-
bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berprikemanusiaan ataupun yang merendahkan derajat manusia.
-
Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja sebagai pribadi
-
Hak untuk pengampunan hukum yang efektif
-
Bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang.
-
Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh
pengadilan yang independent dan tidak memihak
-
Hak utnuk praduga tidak bersalah
-
Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap keleluasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal maupun surat-meyurat.
-
Bebas dari serangan kehormatan nama baik
-
Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu
-
Bebas bergerak, hak untuk memperoleh suaka, hak atas suatu kebangsaan, hak
untuk menikah dan membentuk keluarga, hak untuk mempunyai hak milik,
-
Bebas berpikir,dan menyatakan pendapat
-
Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk mengambil bagian dalam
pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
Walaupun mempunyai arti historispenting dan nilai politik yang tinggi,namun
deklarasi tersebut dari segi hukum tidak mempunyai daya ikat seperti deklarasi
lainnya yang diterima majelis umum PBB. Sebaliknya ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam deklarasi tersebut banyak yang dimasukkan oleh negara-negara
32
kedalam legisiasi nasionalnya masing-masing dan bahkan telah dijadikan tolak ukur
untuk menilai sejauhmana suatu negara melaksanakan hak-hak asasi manusia.
Karena itu banyak ketentuan dalam deklarasi itu dianggap mempunyai nilai
sebagai hukum kebiasaan Internasioanl (costumary internasional law), bahkan sudah
mempunyai sifat imperatif seperti yang terjadi dalam kasus personil diplomatik dan
konsuler Amerika Serikat di Taheran. Dalam kasus ini mahkamah internasioanl
menyatakan bahwa perbuatan yang melanggar semaunya kebebasan seseorang dan
menundukkannya secara fisik dalam keadaan yang memprihatinkan tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip piagam PBB dan hak-hak mendasar yang tercantumdalam
deklarasi universal.
Dalam perkembangannya, terdapat beberapa upaya dari negara tertentu
mengenai prlunya membuat amandemen terhadap deklarasi tersebut atau bahkan
membuat instrumen sejenis Deklarasi yang baru, yang dapat menampung
perkembangan masalah HAM seiring dengan meningkatnya jumlah negara anggota
PBB.
Sehubungan dengan itu, pada sidang majelis umum PBB tahun 1995 telah
beredar suatu draf yang berjudul Declaration universal on human rights and human
responsibility yang diajukan Interaction council. Dewan ini dimotori oleh Malcolm
Fraser (Australia), Lee Kuan Yew (singapura), dan mantan kanselir Jerman Helmut
Schmidt. Dalam draff tersebut menekankan perlu adanya keseimbangan antara hak
dan kewajiban asasi.
C. Hak Generasi Ketiga Dalam Konfrensi Wina Tahun 1993
Sistem perlindungan hak asasi manusia PBB cenderung berbicara tentang dua
kategori utama yaitu hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya yang pernah disebut sebagai hak generasi pertama dan hak generasi kedua.
33
Menurut beberapa penafsiran,hak-hak sosial dan ekonomi hanya mencerminkan
tujuan sedangkan hak sipil dan politik adalah hak yang sesungguhnya cara berpikir
semacam ini telah ditolak oleh PBB pada penutupan Konferensi dunia tentang HAM
di wina tahun 1993, dimana wakil dari 171 negara mengesahkan deklarasi Wina yang
menyatakan semua hak asasi manusia bersifat universal, tak terbagi, salig tergantung,
saling terkait.
Munculnya hak generasi ketiga seperti hak rakyat dan hak solidaritas dan hak
atas pembangunan, hak atas perdamaian dan hak atas lingkungan yang sehat, telah
mulai diakui dalam resolusi majelis umum PBB dan dokumen-dokumen lain, tetapi
hak-hak itu belum ditransformasikan enjadi kewajiban perjanjian yang mengikat.Hak
atas pembangunan tampak mendapat dukungan paling banyak dalam PBB. Deklarasi
Wina 1993 menyebut hak ini sebagai suatu hakuniversal dan tak dapat dicabut serta
merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang mendasar. Hak atas
pembangunan melalui resolusi PBB tahun 1987 diserukan kepada negara anggota
untuk memberi prioritas pada implementasi standar yang sudah ada.
A. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak dan kebebasan dasar manusia menurut
UU. No. 39/1999/ ham
2. 2.Bagaimana perlindungan HAM menurut Konfrensi Wina 1993
3. Apa yang dimaksud dengan Hak Generasi ketiga
B. Umpan. Balik
Materi ini dapat anda kuasai apabila melakukan hal-hal sebagai berikut:
-
mencari literatur yang ada hubungan dengan materi
-
membuat ringkasan materi pada saat perkuliahan
-
melakukan diskusi kelompok
34
BAB III
PEMBENTUKAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Dalam pembahasan kali ini akan menguraikan tentang pembentukan
hukum hak asasi manusia, bagaimana konsepnya, instrumen-instrumen apa
saja yang mendukung
ditegaknya hak asasi manusia tersebut dan
bagaimana pandangan HAM oleh berbagai negara.
Relevansi
Materi ini sangat penting di pahami oleh mahasiswa, karena untuk
menegakkan hak asasi manusia perlu ada hukum dalam hal ini Undangundang dan instrumen-instrumen hukum lainnya yang menjadi pijakan untuk
memberi batas bagi stipa orang dalam rangka penghormatan terhadap hak
orang lain.
Tujuan Instruksional khusus
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan kembali bagaimana pembentukan hukum hak asasi manusia
itu.
2. Menguraikan Instrumen-instrumen tentang hak asasi manusia
3. Bagaimana pengaturan hukum HAM negara-negara barat.
MATERI
A. Konsep Pembentukan Hukum HAM
Hukum merupakan aturan-aturan yang berfungsi untuk mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat agar dapat hidup dengan tenang,
35
tentram, damai, bahagia dan sejahtera berdasarkan keadilan yang berlaku di
dalam masyarakatnya. Setiap masyarakat manusia baik yang sederhana
maupun yang sudah maju mempunyai hukum yang sesuai dengan perasaan
keadilan yang hidup dalam masyarakatnya.
Hal diatas sesuai dengan prinsip yang dikenal dalam ilmu hukum yang
menyatakan dimana ada masyarakat maka disitu pasti ada hukum,cicero
mengatakan” ibi sociates ibi ius”. Prinsip tersebut dijamin kebenarannya
karena pada prinsipnya setiap manusia pada umumnya ingin hidupnya tertata
dengan
baik
dan
teratur.
Suasana
hidup
yang
tenang,
tentram,
damai,bahagia dan sejahrtera selalu dicita-citakan oleh insan manusian yang
normal (Moch Faisal Salam, 2002 : 41).
Setiap individu dan sifat sosial harus dilaksanakan oleh setiap manusia
berdasarkan asas keseimbangan dan keselarasan, artinya kedua sifat-sifat itu
dianggap penting sehingga keduanya harus dilakukan secara seimbang atau
tidak berat sebelah. Akan tetapi dalam kenyataanya bagaimana mengukur
keseimbangan sifat tersebut merupakan hal hal yang dianggap sulit, karena
apa
yang
dirasakan/dianggap
seimbang
oleh
seorang
belum
tentu
dirasakan/dianggap seimbang oleh orang lain.
Keadaan tersebut biasanya akan menimbulkan persoalan/konflik
didalam kehidupan kemasyarakatan, untuk mengatasi hal ini maka diperlukan
hukum. Didalam kehidupan masyarakat hukum dianggap sebagai kaidah
yang tepat menegakan keseimbangan dan keadilan didalam kehidupan suatu
masyarakat tertentu.
Menyusul disetujuinya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948,
Komisi PBB
tentang Hak-hak Asasi Manusia
36
telah membuat draft
Internasional bill Of Rights berikutnya yaitu : The Internasional Covenant on
civil and Political Rights (Perjanjian Internasional tentang hak-hak sipil dan
politik) The Internasional Covenant on Economic Sosial and Cultural Rights
(Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya) dan
The Optional Protocol to the civil and Political Covenant (Protokol Fakultas
pada perjanjian sipil dan politik). Kedua perjanjian itu menjadikan ketentuanketentuan Deklarasi Universiras mengikat secara hukum, memberikan
penjabaran lebih rinci mengenai hak-hak asasi yang dilindungi dan
memberikan tata cara pelaksanaan yang harus diikuti negara-negara anggota
(Peter Davies: 12).
B. INSTRUMEN-INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL
Ketentuan-ketentuan hukun internasional yang mengatur tentang
tanggung jawab negara dibidang hak-hak asasi manusia diatur dalam :
a. Piagam PBB (United Nations Chater)1945
b. Deklarasi Universal tentang hak-hak asasi manusia (Declaratins Of
Human Rights)1948
c. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial (International
Convension
On
The
Eliminatioan
Of
All
Forms
Of
Racial
Discrimination)1965
d. Konvensi hak sipil dan politik (International Covenant On civil and Polical
Rights) 1966
e. Konvensi hak Ekonomi, Sosila dan Budaya (Internatonal Covenant and
Economic, Social, and Cultural Right) 1966
37
f. Konvensi Tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
wanita (International Covenant On The Elimination Of All Froms Of The
Racial Discriminatioan Agains Women) 1979
g. Konvensi tentang penyikasaan dan perlakuan atau penghukuman yang
kejam lainnya yang tidak menusiawi atau merendahkan martabat manusia
(Convention Agains Torture and Other Cruel, Inhuman Or Degrading
Treatment Of Punisment) 1984
h. Konvensi tentang hak-hak politik wanita (Convention On the Political
Rights Of Women) 1953
i.
Resolusi PBB nomor 48/104 tantang penghapusan kekerasan terhadap
wanita 1993
j.
Deklarasi program aksi wina 1993
k. Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan Genosida
(Convention On The Prevention and Punisment Of The Crine Of
Genosida) 1948
l.
Konvensi anti perbudakan (Slavery Convention 1926
m. Protocol Amending The Slavery Convention 1953
n. Covenant tentang perlindungan hak-hak semua pekerja Migran dan
anggota-anggota keluarganya (Convention On The Protection Of The
Rights Of All Migrant Wokers and Members Of The Families)
o. Konvensi Penghentian perdagangan manusia dan eksploitasi prostitusi
(Convention For The Suppression Of The Traffic In Persons and On The
Eksploitation Of The Prostituon Of Others 1950
p. ILO convention concerningforced laboer (1930)
38
q. Geneva convention for the amelioration of thecondition of the wounded
and sick in armed forces en the field (1949)
C. INSTRUMEN-INSTRUMEN HAM REGIONAL
Dewasa ini ada tiga sistem hak asasi manusia regional yakni sistem
hak asasi manusia eropa, sistem hak asasi manusia antar Amerika serta
piagam Hak asasi manusia dan rakyat organisasi persatuan Afrika.Ada asal
usul untuk mengadakan traktat hak asai manusia islam, di antaranya yang
terbaru adalah Deklarasi Kairo tahun 1990 oleh Organisasi Konferensi Islam
tetapi sampai sekarang belum ada hasil yang konkrit. Sebuah traktat hak
asasi manusia regional untuk Asia Tenggara dan Pasifik pernah juga
diusulkan, tetapi usulan ini berasal dari LAWASIA sebuah kelompok ahli
hukum swasta dan belum berdampak nyata pada pemerintah-pemerintah di
kawasan itu.
1. Eropa
Konvensi Eropa Menengah Hak Asasi Manusia dan Kebebasan
Fundamental (1950) adalah sistem yang paling maju dalam hal daya tahun
serta jumlah yurispudensinya. Diciptakan oleh Dewan Eropa (sebuah
lembaga internasional yang dirancang untuk memperlancar kerjasama Eropa,
jangan dikacaukan dengan masyarakat Eropa) Konvensi Eropa dirumuskan
untuk mencapai tiga tujuan ;pertama memperkuat demokrasi dan komitmen
negar-negar anggota pada rule of law, kedua memberikan peringatan tanda
bahaya akan munculnya totaliterisme baru dan ketiga bertindak sebagai
benteng dalam menghadapi ancaman kepungan komunisme. Fungsi-fingsi ini
telah dijalankan oleh Konvensi ini dengan cukup baik, namun pengalaman
39
kudeta
di yunani dan
buntunya
pada tahun
1967 memperlihatkan
keterbatasan efektivitas Konvensi ini.
Sekalipun begitu dalam dasawarsa 1970 negara-negara yunani,
Spanyol dan portugal yang baru didemokratiskan, telah meratifikasi Konvensi
Eropa sebagai sarana untuk memperkuat proses demokrasi dalam negeri
mereka. Tetapi prestasi utama konvensi Eropa adalah menyediakan suatu
mekanisme yang memungkinkan individu-individu yang merasa haknya
dilanggar oleh negara untuk mengajukan petisi kepada Komisi Eropa guna
memperoleh ganti rugi. Seperti terlihat kemudian fingsi utama Komisi adalah
mendapatkan penyelesaian yang baik antara individu dengan negaranya.
Tetapi jika hal itu tidak kunjung tercapai masalah ini dapat diteruskan ke
Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa dan putusan ganti rugi yang ditetapkan
akan mengikat negara itu. Lewat mekanisme ini cukup banyak individu telah
memperoleh ganti rugi atas pelanggaran yang besar maupun yang relative
kecil terhadap hak mereka.
Konvensi Eropa dan kesepuluh protokolnya terutama mengenai
proteksi terhadap hak sipil dan politik, meskipun protokol 1 dimaksudkan
untuk memproteksi hak milik pribadi. Proteksi terhadap hak ekonomi dan
sosial di Eropa ingin mencapai melalui prosedur-prosedur yang ditetapkan
oleh Piagam Sosial Eropa (European Social Charter, 1961). Instrumen ini
yang juga diadopsi oleh Dewan Eropa dimaksudkan sebagai pelengkap
Konvensi Eropa (Scott Davidson, 1994: 24).
Sistem Eropa yang paling berkembang dari tatanan hak asasi manusia
regional yang ada. The European Convention for the Protection in Human
Rights and Fundamental Freedoms (Konvensi Eropa Bagi Perlindungan Hak-
40
hak Asasi dan Kebebasan dasar Manusia telah berfungsi 1953 dengan
mendirikan dua badan yaitu ; The European :Comminission of Human Rights
(Komisi Eropa untuk Hak Asasi Manusia) dan The European Court of Human
Rights (Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa)(Peter Davies 1994: 19).
2. Amerika Serikat
Sistem hak asasi manusia antar Amerika berbeda dengan sistem yang
lain karena sistem ini terbentuk oleh dua mekanisme proteksi yang masingmasing berdiri sendiri tetapi jelas saling berkaitan. Pertama semua negara
anggota Organisasi Negar Amerika (OAS) (sebuah organisasi regional yang
tujuannya mirip dengan tujuan PBB) mengingatkan dari untuk mematuhi hak
asasi manusia menurut Piagam OAS. Seperti Piaga PBB, maka Piagam OAS
yang disahkan pada tahun 1948, tidak meuat daftar hak-hak yang dapat
dilindungi. Meskipun demikian melalui proses amandemen terhadap Piagam
OAS dan adaptasi kelembagaan.
Deklarasi Hak dan Kewajiban Manusia Amerika (American Declaration
of the Rights and Duties Man, 1948) yang dapat dianggap analog dengan
Deklarasi Universal telah diakui dalam sebuah keputusan Mahkamah Hak
asasi Manusia Antar Amerika, sebagia intepretasi terhadap Piagam OAS
yang sah dan mengikat semua anggota OAS. Lebih lanjut Komisi antar
Amerika mengenai Hak Asasi Amerika (Inter-American Commision on Human
Rights) diwajibkan oleh anggaran dasarnya untuk menerapkan Deklarasi
Amerika ketika menangani isu hak asasi manusia sesuai dengan (Country
report) penyelidikan di tempat atau prosedur petisi individual yang dibuatnya.
Pilar kedua hak asasi manusia yang dikenal juga sebagi pakta San Joe
(1969). Pakta ini mengikuti model konvensi Eropa, tetapi karena disusun
41
belakangan para perancangnya dapat memperhitungkan beberapa cacat
pada konvensi Eropa dan memperbaikinya seperti pada Eropanya, Konvensi
Amerika hampir sepenuhnya mengenai hak-hak sipil meskipun sebuah
protokol yaitu pacta San Salvador (1989) menambahkan suatu daftar hak
ekonomi, sosila budaya yang harus secara progresif dilaksanakan oleh
negara-negar itu. Sebuah ciri baru protokol itu adalah diadakannya hak
mengajukan petisi perorangan kepada komisi Antar Amerika apabila hak
untuk bergabung dengan serikat sekerja atau hak pendidikan diingkari.
Seperti halnya Konvensi Eropa maka pengawasan terhadap hak-hak
yang dilindungi oleh Mahkamah Antar Amerika (Inter American Court) diberi
kekuasaan yang sangat luas untuk memberikan nasihat atau oertimbangan,
tidak hanya yang berhubungan dengan konvensi itu sendiri, tetapi juga
dengan Piagam OAS dan Traktat-Traktat lain mengenai perlindungan hak
asasi manusia di negara-negara Amerika. Sementara kekuasaan Mahkamahi
ini cukup banyak dimanfaatkan oleh Komisi dan negara-negara anggota OAS
adalah mencolok bahwa prosedur Mahkamah yang kontraversial yaitu
prosedur untuk mengadukan pelanggaran individual atas hak asasi manusia
hampir tidak pernah dimanfaatkan. Hal ini barangkali disebabkan oleh
sejumlah alasan (Scott Davidson, 1994: 24-25)
3 Afrika
Sistem regional untuk proteksi hak-hak asasi manusia yang ketiga
dana terbaru adalah Piagam Afrika mengenai Hak-hak Asasi Manusia dan
Rakyat (1981)yang kadang-kadang dikenal pula sebagai Piagam Banjul
(memakai nama ibu kota negara Gambia, tempat perumusan Piagam itu).
Piagam ini mengambil bentuk traktat multilateral seperti instrumen hak asasi
42
yang lain, disahkan oleh Organisasi Persatuan Afrika di Nairobi pada tahun
1981 dan diberlakukan pada tahun 1986.
Walau memuat sejumlah hak sipil dan politik yang lazim Piagam ini
berbeda dari perjanjian regional yang lain memasukkan juga hak-hak
ekonomi, sosial, budaya serta “hak generasi ketiga” yang lebih kontroversial
yaitu hak “solidaritas”. Jadi hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas
perdamaian dan hak atas lingkungan yang baik, semuanya tercakup dalam
Teks ini. Pelaksanaan hak-hak ini akan dicapai dengan hanya mengandalkan
berfungsinya Komisi Afrika mengenai hak-hak asasi manusia, karena tidak
ada ketentuan untuk membentuk suatu Mahkamah hak asasi manusia Afrika.
Komisi Afrika ini telah ada sekitar empat tahun lamanya dan telah menerima
sejumlah laporan negara tentang pelaksanaan hak-hak yang dilindungi itu
serta beberapa pengaduan perorangan. Sejqauh ini belum dicapai keputusan
mengenai pengaduan ini (Scott Davidson, 1994: 26)
Piagam Afrika membentuk African Commission on Human and
People’s Rights (Komisi Afrika bagi Hak Asasi dan Rakyat) yaitu Badan yang
diberi tanggung jawab melaksanakan Piagam Afrika, Komisi Afrika terdiri 11
orang anggota yang dipilih karena moralitas, integritas, keadilan kemampuan
mereka dalam hak-hak asasi manusia. Komisi itu dapat meninjau pengaduanpengaduan baik dari negara anggota maupun dari sumber-sumber lain.
Apabila hubungan-hubungan memperlihatkan serentetan pelanggaran
yang serius dan berskala besar, maka sidang Umum (OAU)dapat menerima
suatu penelitian yang mendalam dan laporan dari komisi itu. Komisi itu
memiliki kekuasaan yang luas untuk meneliti, termasuk hak untuk melakukan
penelitian lapangan. Piagam Afrika itu meminta negara anggotanya untuk
43
menyerahkan laporan tentang pelaksanaannya kepada Komisi itu sekali
dalam dua tahun. Akhirnya Piagam Afrika, berbeda dari sistem Eropa dam
Amerika tidak mengadakan suatu bentuk judical review bagi putusan-putusan
komisi itu (Peter Davies, 1994: 29)
4. Dalam Kerangka Negara-Negara Asia Pasifik
Kawasan ini paling tertinggal dalam upaya pembentukan pengaturan
regional dibidang HAM. Beberapa upaya sebenarnya telah dilakukan untuk
membentuknya melalui pertemuan negara-negara di wilayah Asia Pasifik.
Sejumlah lokakarya ada seminar telah dilaksanakan dalam rangka ini pada
tahun 1993 di Jakarta telah diselenggarakan Lokakarya Regional wilayah
Asia Pasifik untuk keperluan ini dan hasilnya berbentuk Concluding Remarks
yang menekankan bahwa pengaturan regional HAM di Asia Pasifik tersebut
memang diperlukan Hanya saja proses pembentukannya hendaknya secara
bertahap.
Berbagai Lokakarya yang disponsori Pusat HAM PBB Jenewa tersebut
selalu melaporkan hasilnya kepada sidang Komisi HAM PBB yang pada
intinya
menyatakan
bahwa
negara-negara
Asia
Pasifik
menyetujui
pembentukan mekanisme regional HAM melalui proses bertahap. Sedangkan
ASEAN sendiri telah membahas masalah ini secara khusus termasuk dalam
pertemuan tingkat Menetri Luar Neger. Sementara ini disepakati bahwa
ASEAN akan terus mengupayakan terbentuknya Pengaturan Regional HAM
Asia Pasifik.
Sebagai bangsa yang lahir dari penjajahan selama ratusa tahun hak
asasi manusia bukanlah merupakan hal yang baru bagi Indonesia. Bukankah
apa yang diperjuangkan oleh Indonesia selama waktu itu merupaka
44
pelaksanaan hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu hak untuk
menentukan nasib sendiri. Oleh karena itu bangsa Indonesia sangat
memahami makna dan hakikat hak asasi manusia. Sebagai bukti sejarah
maka dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan tekad untuk menghapuskan
penjajahan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Itulah sebabnya Indonesia mempunyai Komitmen untuk
mrwujudkan dan melindungi hak asasi manusia.
Komitmen tersebut bersumber pada Pancasila, khususnya sila ke-2
yakni Kemanusiaan yang adil dan beradap serta pasal-pasal yang relevan
pada UUD 1945 yang dirumuskan sebelum dicanangkan Deklarasi Universal
Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB
pada tahun 1948.
Seperti yang disarankan Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993 dan
hasil Lokakarya Nasional HAM II yang diselenggarakan oleh pemerintah
Indonesia, KOMNAS HAM dan PBB pada tanggal 24-26 Oktober 1994, telah
dirumukan suatu Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia
1998-2003. Rencana Aksi tersebut berisikan langkah-langkah nyat yang akan
dilakukan pada tingkat nasional; dalam kurun waktu lima tahun 1998.
Pelaksanaan Rencana Aksi ini dilakukan secara sistematis dan terpadu
dengan tetap mengacu TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
45
BAB IV
MEKANISME PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG HAM
INTERNASIONAL
PENDAHULUAN
Deskripsi singkat
Dalam bab ini akan di bahas mengenai mekanisme penegakan hukum
HAM Internasional, apa yang menjadi latar belakang sehingga dibentuk
badan
peradilan
pidana
Internasional
(International
Criminal
Court),
kejahatan-kejahatan apa saja yang termasuk dalam pelanggaran berat HAM
dan bagaimana cara penyelesainnya.
Relevansi
Pembahasan ini sangat penting untuk dipahami,mengingat perjuangan
penegakan hak asasi manusia tidak akan terwujud jika tidak diimbangi
dengan adanya aturan baik itu berupa UU ataupun instrumen-instrumen
hukum HAM yang dijadikan dasar dalam menangani suatu perkara baik
pelanggaran HAM ataupun kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran berat HAM.
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah membahas materi ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Membedakan antara pengadilan HAM menurut UU No. 26/2000 dengan
ICC (Pengadilan pidana Internasional).
2. Menyebutkan tentang kejahatan-kejahatan yang termasuk pelanggaran
berat HAM
3. Menjelaskan tentang mahkamah Ad Hoc kejahatan perang.
46
MATERI
A. PEMBENTUKAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL
Dalam United Nations DiplomaticConference of plenipotentiaries on the
Establishment of an Internasional Criminal Court di Roma (Itali) yang
berlangsung dari tanggal 15 Juni s/d 17 Juli 1996, pada tanggal 17 Juli 1998
telah disahkan Statue for International Criminal Court melalui voting dengan
perbandingan suara 120 setuju, 7 menolak dan 21 abstain (Moch Faisal
Salam,2002: 68). Dengan telah disahkannya Statue for International Criminal
Court maka terbentuklah badan baru di lingkungan Perserikatan BangsaBangsa (PBB), yaitu International Criminal Court (ICC) yang merupakan suatu
badan peradilan pidana internasional yang bersifat tetap (Permanen) yang
mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan yuridiksinya atas seorang yang
melakukan
kejahatan-kejahatan
yang
sangat
serius
yang
menjadi
keprihatinan seluruh masyarakat internasional (the most serious scrimes of
conceren to the international comunity as a whole). Adapun dalam Konferensi
diplomatiktelahdisepakatibahwakejahatan-kejahatanyang dimaksudkanadalah
a) Kejahatan Genosida (The Crime of genocide) b). Kejahatan Terhadap
Kemanusiaan (Crimes against humanity) c). Kejahatan Perang (War
Crimes)d.) Kejahatan agresi (The Crimes of aggression)
Latar belakang pembentukan ICC adalah karena kenyataan sejarah
selama abad ke-20 menunjukkan bahwa jutaan orang yang terdiri dari anakanak perempuan dan laki-laki telah menjadi korban dari kekejaman yang tidak
dapat dibayangkan yang sangat menggoncangkan hati nurani kemanusiaan
(unimaginable atrocities that deeply shock the conscienceof humanity).
47
Bahwa kekejaman yang terjadi didalam melakukan kejahatan berat
yang merupakan kejahatan yang sangat serius yang menjadi keprihatinan
seluruh
masyarakat
intrnasional
itu,
telah
mengancam
perdamaian,
keamanan dan kesejahteraan dunia (Well-being of the world) selain sifat dan
akibat yang serius dari kejahatan itu yang mendorong untuk segera dibentuk
ICC juga karena masih terdapatnya pelaku kejahatan tersebut yang bebas
daru hukuman (impunity).
Oleh karena itu pelaku-pelaku kejahatan itu harus dihukum dan harus
adanya penuntutan yang efektif (effective prosecution) dengan mengambil
tindakan-tindakan
hukum
yang
dalam
tingkat
nasional
dan
dengan
meningkatkan kerjasama internasional serta mengakhiri “Kebebasannya” dari
hukuman (impunity) untuk pelaku-pelaku kejahatan tersebut dan untuk
memperbesar pencegahan terhadap terulangnya lagi kejahatan serupa.
Oleh karena itu tujuan pembentukan ICC adalah untuk menghukum
pelaku-pelaku kejahatan dengan melakukan penuntutan yang efektif melalui
tindakan hukum tingkat nasional dan meningkatkan kerja sama internasional,
maka peranan ICC didalam melaksanakan yuridiksi adalah bersifat pelengkap
(complementarity) dalan arti apabila penuntutan yang efektif melalui tindakan
hukum di tingkat nasional tidak dapat berjalan baru berlaku yuridiksi ICC
melalui kerjasama internasional. Jika melihat kepada latar belakang dan
tujuannya, semua negara dan bangsa di dunia akan sepakat dan setuju atas
pembentukan ICC ini, hal mana tergantung kepada isinya (substansi) dan
sejauh mana dampaknya terhadap kepentingan nasional. Karena dalam
status ini harus dipelajari sistem dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
48
mencapai tujuan dibentuknya ICC ini dalam lingkup kerjasama internasional.
Oleh karena itu perlu dikaji antara lain mengenai, organisasi, kedudukan
hukum, struktur, fungsi, yurisdiksi, asas-asas yang berlaku dan kaitannya
dengan
issue
adminissibiliti,
serta
mekanisme
proses
peradilannya
Penyidikan Penuntutan Persidangan Perkara Putusan dan Eksekusi putusan.
Jika dilihat dari kacamata perlindungan HAM di Indonesia keberadaan
Statuta Roma ini sesungguhnya merupakan pelengkap bagi hukum nasional
dan mengantisipasi pelanggaran HAM di Indonesia sesuai dengan salah satu
asas yang di anut oleh Statuta Roma yaitu Asas pelengkap (complementary
principle) sebagaimana tercantum dakam pembukaan dan pasal 1. statuta
ICC, bahwa Mahkamah itu menjadi pelengkap dari yurisdiksi pidana di tingkat
nasional. Artinya jika hukum nasional, misalnya undang-undang Hak Asasi
Manusia dan Undang-undang peradilan Militer tidak dapat berjalan dengan
lancar, maka dapat digunakan perangkat hukum ini. Untuk itu tentunya perlu
harmonisasi dalam berbagai bentuk perundang-undangan.
Dalam mendukung terciptanya harmonisasi hukum nasional dan
hukum internasional tersebut masih harus dilihat beberapa asas hukum yang
diatur di dalam Statuta Roma ini antara lain adanya asas dasar (basic
principle) yaitu asas melekat (inherent automatic) dan beberapa asas umum
hukum pidana yang berlaku dalam Statute ICC ini. Antara lain asas Nullum
Crimenh Sine Lege (tiada kejahatan tanpa undang-undang (pasal 23) asas
non rectoactivity ratione personae) tidak berlaku surut (pasal 24) dan juga
penting adalah asas individual responsibility/tanggung jawab pidana secara
individual (pasal 25)(Moch Faisal Salam, 2002:71).
49
Dua asas yang terakhir ini mempertegas bahwa kedudukan pelaku
pelanggaran HAM apakah ia seorang petinggi militer maupun petinggi sipil
sekalipun tidak dapat dijadikan dasar untuk bebas dari tanggung jawab
pidana, disamping itu tentu saja perbuatan yang dilakukan sebelum Statuta
Roma dan Undang-Undnag Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999
diberlakukan, pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak dapat dihukum,
meskipun masyarakat internasional merasakan perbuatan tersebut sangat
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Dalam pembukaan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun
1999 tentang HAM menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan
hukum untuk menunjang tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal
tentang Hak Asasi Manusia yang telah ditetapkan oleh PBB, serta berbagai
instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah
diterima oleh negara Republik Indonesia. Bagaimana juga, hadirnya UndangUndang Hak Asasi Manusia itu perlu dianggap sebagai upaya Indonesia
dalam memetakan keberadaan hukum positifnya dalam keluarga hukum
masyarakat beradab di dunia ini. Jika dilihat dari kaca mata internasional
barangkali layak apabila hal ini diakui merupakan salah satu upaya proses
harmonisasi hukum dalam upaya perlindungan HAM di Indonesia dalam era
globalisasi.
B. MAHKAMAH AD HOC KEJAHATAN PERANG
Berkaitan dengan kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat,
di mana salah satu bentuknya adalah kejahatan perang (war crimes) dalam
sejarah di kenal ada dua Mahkamah yang mengadili penjahat perang dunia
50
ke-II, yaitu Mahkamah Tokyo dan Mahkamah Nuremberg. Mahkamah Tokyo
dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jepang. Sedangkan
Mahkamah Nuremberg dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Nazi,
Jerman (Arlina Permanasari dkk, 1999:184).
Mahkamah Nuremberg dibentuk berdasarkan Piagam Nuremberg
(Nuremberg Charter) atau biasa disebut dengan nama Piagam London
(London Charter).sejak terbentuknya Mahkamah ini telah menjatuhkan
hukuman kepada dua puluh empat tersangka. Ada 3 kategori pelanggaran
atau kejahatan yang menjadi yurisdiksi dari Mahkamah Nuremberg ini yaitu;
kejahatn terhadap perdamaian (crimes against peace), kejahatn perang (war
crimes), dan kejahatn terhadap kemanusiaan (crimes against humanity).
Yurisdiksi Mahkamah diatur dalam Pasal 6 Piagam Nuremberg . (Arlina
Permanasari dkk, 1999:185)
Disamping itu dalam Pasal 6 juga ditegaskan tanggung jawab
individual dari pelaku kejahatan-kejahatan yang dimaksud. Ini berarti pelaku
kejahatan tidak dapat
berdalih bahwa
perbuatannya
tersebut untuk
kepentingan atau karena perintah negara. Dengan demikian setiap pelaku
ketiga kejahatan tersebut di atas tidak dapat kemudian menggunakan dalih
tanggung jawab negara (State responsibility).
Dalam pasal 7 Piagam Mahkamah dikatakan degan tegas bahwa
kedudukan resmi dari si pelaku, baik sebagai kepala negara atau sebagai
pejabat yang bertanggung jawab di dalam institusi pemerintah tidak dapat
dijadikan alasan untuk membebaskan yang bersangkutan dari tanggung
jawabnya atau untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan. Kemudian dalam
pasal 8 dinyatakan bahwa si pelaku melakukan kejahatan tersebut karena
51
perintah dari pemrintahnya atau karena perintah atasannya, juga tidak dapat
dijadikan alasan untuk membebaskan tanggung jawab si pelaku, tetapi hal
tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan
oleh Mahkamah.
Mahkamah Penjahat perang Tokyo dibentuk pada tanggal 19 Januari
1946. Namun resmi dari Mahkamah ini adalah International Military Tribunal
for the far East. Berbeda dengan Mahkamah Nuremberg yang dibentuk
dengan Treaty yang disusun oleh beberapa negara. Tokyo Tribunal dibentuk
berdasarkan suatu pernyataan atau proklamasi Komandan Tertinggi Pasukan
Sekutu di Timur Jauh, Jenderal Douglas Mac Arthur. Kemudian oleh Amerika
disusun Piagam untuk mahkamah ini yang pada dasrnya mengacu kepada
Piagam Mahkamah Nuremberg. (Arlina Permanasari dkk. 1999: 187).
Sama halnya dengan Mahkamah Nuremberg Mahkamah Tokyo juga
mempunyai yurisdiksi terhadap tiga kejahatan yaitu: Crimes against peace ,
crimes of war dan crimes against humanity. Di dalam Piagam Mahkamah
Tolyo dikatakan bahwa alasan tindakan negara (Act of State) dan perintah
alasan tidak dapat dijadikan dasar untuk membebaskan tanggung jawab si
pelaku, tetapi hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengurangi hukuman.
Hal yang sama juga diterapkan jika si pelaku melakukan tindakan tersebut
dalam kapasitasnya sebagai pejabat resmi.
Setelah perang dunia ke-II selesai kemudian dibentuk dua Mahkamah
ad hoc lainnya yaitu Mahkamah Yang mengadili penjahat perang di eksYugoslavia
serta
di
Rwanda.
Perlu
diketahui
bahwa
pembentukan
Mahkamah-Mahkamah semacam ini adalah bersifat ad hoc atau sementara.
Hal ini berarti bahwa Mahakamh tersebut dibentuk untuk jangka waktu dan
52
daerah tertentu saja. Dalam hal pembentukannya dapat dilihat bahwa untuk
Mahkamah Tokyo dan Nuremberg dibentuk oleh pihak yang menang,
sedangkan Mahkamah Rwanda dan Mahkamah Yugoslavia dibentuk
berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Mahkamah eks-Yugoslavia dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan
Keamanan PBB Nomor 808 tanggal 22 Februari 1993 dan Nomor 827 (25 Mei
1993). Perkembangan yang terakhir kemudian Statuta Mahkamah eksYugoslavia yang dibentuk berdasarka Revolusi DK-PBB No. 827 tahun 1993
diamandemen oleh Revolusi DK-PBB Nomor 1166 tahun 1998 (Arlina
Permanasari dkk,1999:188).
Pasal 1 samapai dengan pasal 5 Statuta Mahkamah eks-yugoslavia
mengatur mengenai kompetensi atau yurisdiksi Mahakamah, yaitu :
1. Pelanggaran Serius terhadap hukum humaniter (serious violations of
international humanitaraian law);
2. Pelanggaran berat sebagaimana dimaksud dalam konvensi-konvensi
Jenawa 1949;
3. Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang;
4. Genocida;
5. Pelanggaran terhadap kemanusiaan (Arlina Permanasari dkk, 1999: 189)
Penjelasan dari pelanggaran atau kejahatan yang dimaksud diatas
terdapat pada pasal-pasal yang mengaturnya. Misalnya tentang pelanggaran
berat, Statuta ini mengambil rumusan sebagaimana yang dimaksud dalam
konvensi Jenawa 1949. begitu juga misalnya apa yang dimaksud kejahatan
terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) diuraikan pada ketentuan
pasal 5 Statuta.
53
Mahkamah ad hoc lainnya yang telah di bentuk adalah Mahkamah
peradilan kejahatan perang di Rwanda. Nama lengkap dari Mahkamah ini
adalah international Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR). Mahkamah ini
dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 955 tanggal 8
November 1994. tujuan dibentuknya Mahkamah ini adalah untuk mengadili
orang-orang yang melakukan genocida di Rwanda dan mengadili warga
negara Rwanda yang melakukan genocida dan pelanggaran serupa lainnya
diwilayah negara tetangga dan di Rwanda yang dilakukan antara tanggal 2
Januari 1994 sampai dengan tanggal 31 Desember 1994.
Kompetisi Mahkamah Rwanda ditujukan untuk kejahatan-kejahatan
sebagai berikut:
1. Genocida;
2. Crimes Against Humanity;
3. Pelanggaran terhadap pasal 3 ketentuan yang bersamaan dari konvensi
Jenawa 1949 dan Protocol Tambahan II 1977 (violation pf Article (3)
Common to the Convention and Additional Protocol II)
Baik
Mahkamah
eks-Yugoslavia
maupun
Mahkamah
Rwanda
menetapkan Individual Responsibility terhadap mereka yang melakukan
kejahatan dan/atau pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam statuta.
Adapun untuk hukum acaranya maka ICTY menggunakan system common
law, sedangkan ICTR menggunakan campuran antara system civil dan
common law. (Arlina Permanasari dkk, 1999: 190)
54
A. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ICC!
2. Perkara apa saja yang disebut sebagai pelanggaran berat HAM?
3. Bagaimana cara penyelesaian pelanggaran HAM menurut UU. No. 39/99/
HAM?
4. Siapa saja yang dapat diadili pada peradilan pidana internasional?
5. Uraikan tentan Mahkamah Ad Hoc kejahatan perang!
B. Umpan Balik
Materi ini dapat anda kuasai bila melakukan hal-hal:
-
Membuat ringkasan materi
-
Melakukan diskusi kelompok
-
Mencari literatur yang ada hubungan dengan materi
55
BAB V
IMPLEMENTASI HUKUM HAM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat
Bab ini akan mengemukakan tentang bagaimana implementasi hukum
hak asasi manusia di Indonesia. Upaya-upaya apa yang dilakukan Indonesia
dalam mendukung penegakan hak asasi manusia dan sejauh mana tindakan
pemerintah dalam penghormatan dan penegakan hak asasi manusia
tersebut.
Relevansi
Pembahasan ini sangat penting karena Hak asasi manusia adalah hak
mendasar yang harus dihormati oleh semua orang, sebagai hak dasar hakhak tersebut merupakan hak yang tidak bisa diabaikan (non derogable rights)
baik oleh orang itu sendiri terlebih oleh pemerintah. Hak asasi manusia harus
dilindungi, ditegakkan dan dihormati.
MATERI
A. KEBIJAKAN INDONESIA DI BIDANG HAK-HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu hak untuk menentukan
nasib sendiri terdapat dalam pembukaan UUD 1945, namun perlu diingat
bahwa Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang lahir sesudah tahun
1945 tidak menyebutkan apa-apa tentang The Right to self determination.
56
Jelaslah bahwa nilai-nilai hak-hak asasi manusia dalam falsafah negara dan
UUD 1945 menjadi dasar bagi kemajuan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia dalam falsafa negara dan UUD 1945yang menjadi dasar bagi
perlindungan dan kemajuan HAM di Indonesia. Indonesia
secara
konsisten
mendukung upaya kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah melalui berbagai
modalitas termasuk dalam membidani lahirnya deklarasi tentang pemberian
Kemerdekaan kepada bangsa-bangsa dan wilayah-wilayah yang berada
dibawah kekuasaan Kolonial (Declaration on the Granting of independence to
Colonial Countries and Peoples) pada tahun 1960 yang secara eksplisit
merupakan proyeksi kalimat pertama pembukaan UUD 1945. Komitmen
Indonesia dalam pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia juga
bersumber pada pasal-pasal yang relevan dalam UUD 1945, yakni
persamaan, hak sesama warga negara dalam hukum (pasal 27) hak
berserikat dan berkumpul (pasal 28) hak untuk mendapatkan pendidikan
(pasal 31) pengakuan terhadap hak-hak kebudayaan (pasal 32) dan jaminan
bagi fakir miskin dan anak-anak untuk tidak diterlantarkan negara (pasal 34).
Jelaslah bahwa pemajuan dan perlindungan HAM pada hakikatnya
merupakan
amanat
Konstitusi
bagi
segenap
unsur
penyelenggara
pemerintah. Kemudian pemajuan dan perlindungan HAN ini dikembangkan
melalui TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun
2000
tantang
Pengadilan
Hak
Asasi Manusia.
Indonesia
mengakui
universalitas hak asasi manusia dan pada saat yang sama juga berpendapat
bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan berbagai
instrumen hak asasi manusia internasional adalah wewenang dan tanggung
57
jawab
setiap
pemerintah
dengan
memperhatikan
sepenuhnya
keanekaragaman tata nilai, sejarah, kebudayaan, sistem politik, tingkat
pertumbuhan sosial dan ekonomi serta faktor-faktor lain yang dimiliki oleh
bangsa yang bersangkutan. Pemerintah Indonesia samapi sekarang sudah
mengesahkan tujuan instrumen internasional hak-hak asasi manusia yaitu:
Konvensi hak-hak politik wanita. Konvensi penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap wanita. Konvensi Hak anak. Konvensi Hak-hak Anak.
Konvensi Internasional Menentang apartheid dalam Olah Raga. Khusus
konvensi Menentang penyiksaan perlakuan atau hukuman yang kejam., tidak
Manusiawi dan Merendahkan Martabat,disahkan pada tanggal 28 September
1998 melalui UU No 5 tahun 1998 dan Konvensi tentang penghapusan
Segala Bentuk diskriminasi Rasial yang disahkan pada tahun 1999
Konvensi terakhir yang disahkan Indonesia adalah Konvensi ILO
(Organisasi Buruh Sedunia) No 182pada tanggal 8 Maret tahun 2000.
Konvensi dengan judul “Tindakan Pelanggaran dan Penghapusan Segala
Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak” yang disahkan melalui Undangundang No 1 Tahun 2000 tanggal 8 Maret 2000. Adapun yang dimaksud
dengan bentuk-bentuk terburuk antara lain semua bentuk perbadakan seperti:
penjualan anak, kerja paksa, pembelian, penggunaan dan penawaran anak
untuk kegiatan prostitusi dan kegiatan-kegiatan terlarang lainnya. Dapat
dikatakn bahwa ratifikasi oleh Indonesia terhadap Konvensi yang diterima
dalam Konferensi Internasional ke-87 di Jenawa tanggal 17 Juli 1999
tergolong paling cepat, sehingga mendapat sambutan baik masyarakat
nasional maupun intenasional.
58
Proses pengesahan berbagai instrumen hak-hak asasi manusia
memang perlu dilaksanakan secara arif dan bijaksana dan bertahap sesuai
dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Pengesahan perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik misalnya yang dijadwalkan
akan dilakukan pada tahun ke-5 pelaksanaan Rencana Aksi Nasional
sekarang dikaji bersama-sama dengan Perjanjian Ekonomi, Sosial dan
Budaya.
Diseminasi pendidikan hak-hak asasi manusia penting dilakukan
karena sebagai tolak ukur kehidupan Sosial manusia, penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia memerlukan suatu proses panjang
mengingat sifat hak-hak manusia sarat nilai. Diseminasi dan pendidikan hakhak asasi manusia adalah proses terbentuknya nilai, sikap, kebiasaan di
dalam diri peserta didik sewaktu berinteraksi dengan lingkungan di bawah
bimbingan para pendidik dalam arti yang luas seperti orang tua, guru, tokoh
masyarakat dan para pemimpin. Diseminasi dan pendidikan HAM tidak akan
memadai jika hal ini hanya merupakan suatu penyampaian informasi tentang
HAM secara sekejap dan terpisah tidak terkoordinasi dan tidak sistematis
sebagai suatu tata nilai hak asasi manusia hendaknya yang dipahami,
dihayati lalu diamalkan. Dalam rangka megupayakan internalisasi nilai-nilai
HAM dalam kehidupan sehari-hari sendiri mungkin dan pada ruang lingkup
golongan masyarakat seluas mungkin, program diseminasi dan pendidikan
HAM haruslah disampaikan antara lain pada tingkat universitas dan lembaga
pendidikan tinggi lainnya, pendidikan jalur sekolah, pendidikan jalur luar
sekolah, pendidikan jalur keluarga dan media masa.
59
Mengingat proses pengesahan perangkat-perangkat internasional
HAM memerlukan waktu dan pemikiran secara matang. Upaya pemajuan dan
perlindungan HAM di Indonesia tidak harus menunggu rampungnya proses
pengesahan tersebut. Indonesia yang telah sedang dan akan terus
melakukan upaya pemajuan dan perlindungan HAM perlumenyusun suatu
daftar prioritas kegiatan pelaksanaan, pemajuan dan perlindungan HAM
sesuai
kebutuhan
dan
perkembangan
kehidupan
sosial
masyarakat
Indonesia.
Upaya pelaksanaan pemajuan dan perlindungan HAM khususnya yang
berkaitan dengan beberapa jenis hak-hak asasi manusia yang merupakan
hak
yang
paling
mendasar
(non
derogable
right)
maupun
karena
pelanggarannya mudah digolongkan sebagai pelanggaran berat HAM dan
mudah mencoreng citra bangsa, perlu ditetapkan sebagai prioritas disamping
hak-hak asasi manusia yang mendasar ini, prioritas perlu juga diberikan untuk
perlindungan kaum rentan dan hak pembangunan. Kegiatan utama bidang
RANHAM meliputi diseminasi perangkat standar intenasional mengenai
penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang, pengajaran hak asasi
manusia kepada para pejabat, penegak hukum, studi dan diseminasi tentang
hukum humaniter, program khusus untuk hakim, jaksa, perlindungan
kelompok rentan yakni wanita, anak dan buruh dan pelatihan pengendalian
huru-hara. Indonesia meratifikasi beberapa instrumen internasional di bidang
hak-hak asasi manusia. Dari tujuh instrumen HAM yang telah disahkan
terdapat empat instrumen yang mewajibkan negara pihak membuat laporan
berkala kepada badan pemantau yang dibentuk oleh instrumen-instrumen
tersebut yakni Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
60
Wanita, Komite Hak-hak Anak, Komite Meneteng Penyiksaan dan Komite Anti
Diskriminasi Rasial.
Pelaksanaan Konvensi Hak-hak anak 1989 yang telah disahkan oleh
pemerintah Indonesia dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 1990 mencakup berbagai kegiatan komprehensif antara lain
pembentukan
institusi
nasional
dalam
rangka
pelasanaan
konvensi,
kerjasama pengumpulan data, evaluasi dan pengawasan, mobilisasi sosial
masyarakat mengenai prinsip-prinsip konvensi serta pengumpulan berbagai
sumber daya yang ada, upaya pelatihan para pekerja soaila anak dan
lokakarya bagi para polisi, petugas penjara, jaksa, hakim bidang peradilan
anak serta pembaharuan perundang-undangan pada penegak hukum.
Pembentukan Lembaga Perlindungan anak kini disiapkan oleh Departemen
yang terkait. Pelaksanaan tentang Konvensi Hak-hak Wanita telah disahkan
Pemerintah RI dengan UU No 68 Tahun 1958 dan Hak-hak politik wanita
tahun 1952 serta penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita
1979 dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti advokasi dan
mobilisasi penegakan hukun yang efektif, penyusunan program Nasional,
Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap wanita, berbagai langkah
administarsi dan kewajiban pemantauan dan pelaporan.
Konvensi Menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain
yang kejam tidak menusiawi atau merendahkan martabat telah diratifikasi
melalui UU No. 5 Tahun 1998 dan sesuai dengan ketentuan Konvensi telah
mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 26 November 1998. Pemerintah
Indonesia telah melakukan persiapan penyusunan laporan tahun pertamanya
61
kepada komite Menentang penyiksaan dan kemudian menyerahkannya pada
bulan November 1999. Persiapan tersebut tentunya telah melibatkan
partisipasi banyak pihak selain pemerintah sendiri seperti Komnas HAM dan
berbagai LSM.
Konvensi Anti Diskriminasi Rasial telah diratifikasi melalui UU No 29
Tahun 1999 dan telah mulai berlaku tanggal 25 mei 1999. Berbagai
perundang-undangan
mengenai
diskriminasi
telah
dikaji
ulang
untuk
dihapuskan terutama yang menyangkut pembatasan-pembatasan terhadap
etnis Cina.
Upaya pemajuan dan perlindungan HAM bukanlah hal yang mudah
dan dapat dilakukan dala waktu sekejap, tetapi merupakan suatu prose yang
panjang seperti halnya proses pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu
upaya tersebut perlu dilakukan secara berkelanjutan dan terpadu oleh semua
pihak
yakni
Pemerintah,
organisasi-organisasi
sosial,
politik
dan
kemasyarakatan maupun berbagai lembaga swadaya mesyarakat. Indonesia
senantiasa menyambut baik uluran bantuan bilateral, regional, atau
internasional dalam memperkuat kemampuan nasional guna melaksanakan
program pemajuan dan perlindungan HAM, sesuai dengan semangat
kerjasama internasional yang digariskan oleh Piagam PBB serta prinsip saling
menghormati dan hubungan baik antarnegara.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia
Indonesia juga memahami berbagai kesulitan dan kadang-kadang tidak dapat
dihindarkan terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mendapat sorotan dari
dunia
luar
dan
dugunakan
oleh
kelompok-kelompok
62
tertentu
untuk
mendiskriminasikan Indonesia. Kebijakan indonesia atas pelanggaranpelanggaran yang terjadi sekarang ini ialah segera mengambil langkahlangkah dan tindakan, membentuk Komisi pencari fakta, menahan pelaku
yang dianggap bersalah dan mengadili mereka sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Seiring dengan perkembangan masalah HAM di bidang norma, institusi
dan prosedur upaya pamjuan dan perlindungan HAM, Organisasi NonPemerintah di bidang HAM jugatelah berkembang dengan pesat. Peranan
ONP itu sudah berperan sejak Konferensi SAN Fransisco ketika Piagam PBB
disusun.Salah satu pengaturan Khusus kepada ONP untuk penanganan
masalah-masalah yang menjadi kompetensinya termasuk HAM Pasal 71
kemudian dijabarkan ke dalam Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 1291
(XLIV) tanggal 23 Mei 1968.
Beberapa ONP yang memiliki jaringan internasional seperti Amnesty
International, The Lawyers Committe, The International Commission of jurists
dan human right telah turut memainkan peranan dalam berbagai forum
internasional yang membahas HAM bahkan kegiatan mereka sering disebut
sebagai Second Track Diplomacy ini telah menghasilkan dokumen-dokumen
HAM yang bermanfaat. Mereka juga sering bertindak sebagai international
lobbyist dengan menyampaikan pandangan-pandangan dalam berbagai
pertemuan HAM, menyampaikan laporan tertulis dan penerbitan buku-buku
yang membahas secara khusus situasi HAM di beberapa negara tertentu.
ONP ini juga memberikan pengaruh langsung dalam proses pengambilan
63
keputusan seperti di Komisi HAM PBB dan sub. Komisi pencegahan dan
perlindungan Minoritas (Sub-Kom PDPM).
Beberapa ONP di beberapa negara telah memberikan konribusi positif
dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM pada tingkat nasional.
Kegiatan mereka meliputi promosi di bidang ratifikasi, pendidikan HAM,
Diseminasi prinsip-prinsip HAM dan menyampaikan mesukan serta kritik
kepada pemerintahnya berkaitan dengan formulasi kebijakan HAM di dalam
negeri dan politik luar negeri.
Dinegara-negara maju ONP ini berperan karena sering dijadikan
partner oleh pemerintah untuk memajukan HAM tidak saja di negaranya tetapi
juga memberikan pengaruh di negara-negara lain. Di Amerika Serikat ONP
tertentu telah menggalang upaya nasional untuk mempengaruhi pemerintah
agar segera meratifikasi Konvenan Hak-hak sipil dan Politik. Mereka juga
memberi nasihat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk mengurangi atau
membatalkan bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara tertentu
yang dinilainya telah melakukan pelanggaran HAM.
Mengingat
bahwa
Rencana
Aksi
Nasional
HAM
berdasarkan
keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 1998 sebagaimana telah diubah
dengan keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2003, telah berakhir pada bulan
Desember 2003, maka pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan
keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang RANHAM Tahun 20042009. untuk RANHAM 2004-2009 ini telah dibentuk suatu panitia Nasional
dan selanjutnya dapat membentuk kelompok kerja yang anggotanya trdiri dari
64
unsur instansi pemerintah, lembaga hak asasi manusia nasional, pakar dan
unsur masyarakat.
Panitia Nasional ini ketuanya adalah Menteri kehakiman yang
selanjutnya bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk panitia
pelaksanan Provinsi yang bertanggung jawab pada Gubernur dan Panitia
Nasional. Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk panitia pelaksana kegiatan
RANHAM yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota dan panitia
pelaksana provinsi. Adapun tugas panitia Nasional RANHAM yaitu:
a. pembentukan dan penguatan instansi pelaksana RANHAM;
b. persiapan ratifikasi instrument HAM internasional;
c. persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan ;
d. Diseminasi dan pendidikan HAM;
e. penerapan norma dan standar HAM; dan
f. pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Untuk provinsi, Kabupaten/Kota tugas panitia pelaksana RANHAM
yaitu:
a. pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM;
b. persiapan harmonisasi peraturan daerah;
c. Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia;
d. penerapan norma dan standar hak asasi manusia; dan
e. pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
65
B. TINDAKAN LEGISLASI
Tanggung jawab negara Rebuplik Indonesia meliputi kewajiban yang
diatur di dalam perjanjian intenasional di bidang hak-hak asasi manusia
seperti:
1. Kewajiban pokok pemerintah Indonesia adalah menjamin bahwa semua
orang yang berada dalam wilayah yurisdiksinya mendapatkan hak-hak
yang telah
ditetapkan di dalam suatu perjanjian, di mana Indonesia
menjadi
2. Hal ini mungkin memerlukan penerimaan perundang-undangan atau
peraturan yang baru dan mungkin juga memerlukan modifikasi atau
pencabutan setiap perundang-undangan yang ada, yang tidak sesuai
dengan ketetapan-ketetapan perjanjian.
3. Pemberian hak-hak hukum atau hak-hak formal adalah satu-satunya
langkah di dalam proses ini. Negara harus menjamin bahwa hak-hak
tersebut benar-benar dinikmati oleh semua orang.
4. Untuk mencapai hal ini akan ada juga kebutuhan untuk mengadopsi
praktek- praktek dan kebijakan-kebijakan baru untuk mempengaruhi setiap
perundang- undangan. Hal ini mungkin memerlukan adanya pendidikan
dan pelatihan baik untuk para pejabat maupunmasyarakat umum dan juga
alokasi sumberdaya yang tepat bagi layanan-layanan yang sesuai.
5. Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa memantau pemerintah Indonesia
dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan di dalam
perjanjian. Sebagai bagian dari perjanjian-perjanjian ini, pemerintah
66
Indonesia diharuskan untuk menyampaikan laporan secara teratur kepada
Komite ini yang menunjukkan bagaimana pemerintah Indonesia telah
melaksanakan kewajiban-kewajibannyaguna menjamin bahwa rakyat
benar-benar memperoleh hak-hak mereka. Informasi yang lengkap harus
diberikan. Jika ada kekurangan maka komite akan meminta perhatian
mereka dan memberikan saran tentang bagaimana mengatasinya.
Prioritas Ratifikasi terhadap ketentuan-ketentuan internasional di
bidang hak-hak asasi manusia adalah sebagai berikut:
1. Pengesahan instrumen-instrumen intenasional hak-hak asasi manusia
akan memperkuat dan mengembangkan perangkat-perangkat hukum
pada tingkat nasional sebagai upaya untuk menjamin pemajuan dan
perlindungan hak-hak asasi manusia secara lebih baik. Pengesahan
instrumen-instrumen internasional hak-hak asasi manusia juga akan
menunjang kebijakan pembangunan hukum nasional yang menyesuaikan
dir dengan norma-norma yang diterima secara intrnasional.
2. Keputusan untuk meratifikasi suatu perangkat intenasional hak-hak asasi
manusia biasanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan politis,
hukum dan administrasi. Pertimbangan politis di antaranya adalah
mengenai argumentasi kedaulatan negara yang harus di lakukan secara
objektif.
Disamping
itu,
secara
politis,
ratifikasi
suatu
perangkat
intenasional akan menambah “international accountability” dari negara
pihak melalui suatu cara yang lebih objektif dan beradab yakni
pembahasan laporan dari negara pihak oleh treatis monitoring bodies
secara tertutup. Pertimbangan hukum, menyangkut keuntungan yang
67
akan
diperoleh
karena
ratifikasi
berarti
akan
memperkuat
dan
memperkaya perangkat hukum nasional, sehingga akan lebih menjamin
pemajuan dan perlindungan hak-hak Asasi Manusia. Pertimbangan
administratif menyangkut kesiapan untuk melaksanakan kewajiban
implementasi dan pelaporan yang biasanya sering terbentur pada
kurangnya ahli-ahli yang memiliki tingkat pemahaman dan penguasaan
substansi instrumen internasional yang tinggi. Penyusun prioritas ratifikasi
instrumen internasional didasarkan pada kadar kesiapan politik, hukum
dan administratif dimaksud. Disamping itu ada aspek lain yang
menentukan yaitu rekomondasi-rekomondasi dari berbagai golongan dan
lapisan masyarakat, dengan memperhatikan dinamika masyarakat yang
berkembang.
3. Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbagan tersebut,PANTAP-HAM
telah menetapkan didalam RANHAM dan instrumen internasional bidang
HAM yang akan diratifikasi dengan urutan prioritas sebagai berikut:
a. Tahun 1998/1999:
1. Konvenan tentang Hak-Hak Ekonomi. Sosial dan Budaya (Convenant
on Economic Social and Cultural Right)1966
2. Konvensi tentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang
kejam
Manusia
lainnya yang tidak Manusiawi atau Merendahkna Martabat
(Convention Against Torture and Other Cruel,
inhuman or degrading Treatment of punisment) 1984.
68
b. Tahun 1999/2000
1. Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan Genosida
(Convention on the prevention and punisment of the Crime of
Genocide).
2. Konvensi anti perbudakan (Stavery Convention )1926
c. Tahun 2000/2001: Konvenan tentang perlindungan Hak-Hak Semua
Pekerja Migran Dan Anggota- Anggota Keluarganya (Convention on the
protection of the Rights of All Migrant
wokers and Members of the
Families).
d. Tahun 2001/2002 :Convention for the suppresion of the Traffic in Person
and on the Exploitation of the Prostitution of Others, 1950.
e. Tahun
2002/2003:
Konvenan
tentang
Hak-Hak
Sipil
Dan
Politik
(Convenant on Civil and Political Rights) 1966
4. Sudah barang tentu proses pengesahan barbagai instrumen hak-hak
asasi manusia diatas perlu dilaksanakan secara arif dan bijaksana dan
bertahap serta sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan
masyarakat
Indonesia.
Dengan
demikian
pengesahan
instrumen-
instrumen hak-hak asasi manusia yang telah ditetapkan dapat disesuaikan
mengikuti perkembangan yang tejadi di aindonesia . (Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1998 tentang RANHAM).
Pengesahan Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik, telah dijadwalkan akan
dilakukan pada tahun 2002/2003. kini tengah dikaji secara mendalam
69
untuk dapat dipertimbangkandisahkan bersama-sama dengan Konvenan
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1998/1999.
Adapun instrumen internasional yang telah diratifikasi Indonesia
sampai dengan bulan Desember 1999 adalah :
1. Konvensi
Penghapusan
Segala
Bentuk
Diskriminasi
Rasial
(International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination (CERD) 1965, telah diratifikasi melalui undang-undang
Nomor 29 Tahun 1999.
2. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
international Convention on the elimination of All Forms of the Racial
Discrimination Against women)(CEDAW) 1979, telah diratifikasi melalui
undang- undang Nomor 7 Tahun 1984.
3. Konvensi tentang Hak Politik Wanita (Convention on the Political
Rights of
4. woman) 1952 telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 68
Tahun 1938.
5. Konvensi Menentang Penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman
yang kejam lainnya yang tidak manusiawi atau Merendahkan Martabat
Manusia (Convention Against Torture, other Cruel and Inhumance or
Degrading Rteatment or Punishment) tanggal 10 Desember 1948,
telah diratifikasi melalui undang-undang Nomor 5 Tahun 1998.
70
6. Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the
Child)(CRC) 1989, telah diratifikasi melalui keputusan Presiden Nomor
36 Tahun 1990. (Salfira N. Ramadhan, 2002: 18).
Sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 40 Tahun 2004 tentang
RANHAM
2004-2009,
maka
prioritas
ratifikasi
terhadap
instrumen
internasional sesuai dengan rencana adalah sebagai berikut:
1. Tahun 2004: Kovenan Internasional Hak Ekosobud, Kovenan Hak
Sipil dan Politik dan Kovenan Penghentian Perdagangan Manusia
dan Eksploitasi
Prostitusi.
2. Tahun 2005: Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan
Anggota-Anggota Keluarganya ;Protokol Operasional Konvensi
Anak tentang Perdagangan Anak, Pornografi Anak dan Prostitusi
Anak.
3. Tahun 2006
: Protokol Operasional Konvensi Hak Anak tentang
keterlibatan anak dalam Konflik Bersenjata
4. Tahun 2007: Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan
Genosida;
5. Tahun 2008: Protokol Operasional Konvensi Anti Penyiksaan;
6. Tahun 2008 : statuta Roma;
7. Tahun 2009 : Konvensi Status Pengungsi;
71
8. Tahun 2009 : Protokol Operasional Tahun 1967 Konvensi Status
Pengungsi
Pembentukan peraturan perundang-undangan hak-hak asasi manusia
di Indonesia sebagai wujud dari tanggung jawab negara dalam memajukan
dan melindungi hak-hakm asasi manusia seperti di bawah ini :
1. UUD 1945
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 tahun 1993 tentang
komisi Nasional Hak Asasi Manusia
3. TAP MPR XVII tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia;
4. Keputusan Presiden Nomor 129 tahun 1998 tentang RANHAM
5. Undang-undang Nomor 68 tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak
Politik Wanita;
6. Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 Konvensi tentang Hak Anak;
7. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1948 tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita;
8. Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi
Konvensi menentang penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang
kejam lainnya yang tidak
manusiawi atau merendahkan martabat
manusia.
9. Undang-Undang Nomor 29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial;
72
10. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
11. Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan saksi;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2002 tentang Kompensasi,
Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Berat.
14. Rencana Undang-undang Komisi kebenaran dan rekonsiliasi. (Salfrida N.
Ramadhan, 2002:18)
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan
payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi
manusia. Oleh karena itu pelanggaran hak langsung maupun tidak langsung
atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata dan atau
administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa dalam
pembukaan undang-undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999
menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mengemban
tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB.
Serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia
negara Republik Indonesia.
73
C. KAPASITAS KELEMBAGAAN
1. Pengadilan HAM
Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Deklarasi Universal tentang hak asasi manusia. Ketetapan MPRRI Nomor XVII/MPR/1998. tentang hak asasi manusia dan undang-undang
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan dengan
penuh rasa tanggung sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam
Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945 dan asas-asas hukum
internasional.
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah
untuk
menghormati,
menegakkan,
dan
menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta
meratifikasi berbagai instrumen, Perserikan Bangsa-Bangsa tentang hak
asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia
dapat dilakukan melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Untuk
melaksanakan
amanat
Ketetapan
MPR-RI
Nomor
XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia tersebut, telah dibentuk undangundang Nomor 39 Tahun 1998 tentang hak asasi manusia. Pembentukan
undang-undang tentang hak asasi manusia tersebut merupakan perwujudan
tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan bangsaBangsa. Disamping hal tersebut, pembentukan undang-undang tentang hak
74
asasi manusia juga mengandung suatu misi mengemban tanggung jawab
moral dan hukum dalam menjunjung tinggi
dan melaksanakan Deklarasi
Universal Hak Aasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB,serta yang terdapat
dalam berbagai instrumen hukum lainnya yang mengatur hak asasi manusia
yang telah disahkan dan diterima oleh negara Republik Indonesia.
Dengan demikian hak asasi manusia yang telah tercantum dalam
Undang-undang Dasar 1945, Deklarasi universal tentang Hak-hak Asasi
Manusia, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus
dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab sejalan dengan peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku dalm batas-batas, rambu-rambu dan
asas-asas hukum internasional yang diakui seluruh bangsa yang menetapkan
antara lain :
1. Untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia,
diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa
hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga
dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo
homini lupus).
2. Karena menusia merupakan mahkluk sosial, maka hak asasi manusia yang
satu dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya sehingga kebebasan atau
hak asasi manusia bukanlah tanpa batas.
3. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam
keadaan Apapun.
75
4. Setiap Hak asasi manusia mengandung kewjiban untuk menghormati hak
asasi manusia lain sehingga didalam hak asasi manusia terdapat
kewajiban dasar.
5. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi dan ditegakan
untuk pemerintah, aparatur negara, pejabat politik lainnya, mempunyai
kewajiban
dan
tanggung
jawab
menjamin
terselenggaranya
penghormatan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.
Bertitik tolak dari perkembangan hukum, baik ditinjau dari kepentingan
nasional maupun dari kepentingan internasional, maka untuk menyelesaikan
masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan mengembalikan
keamanan dan perdamaian di Indonesia perlu dibentuk pengadilan Hak Asasi
Manusia yang merupakan pengadilan khusus bagi pelanggaran hak asasi
manusia yang berat.
Untuk merealisasi terwujudnya Pengadilan HAM tersebut, maka di
bentuk Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000. Dasar pembentukan Undangundang tentang Pengadilan HAM adalah sebagimana tercantum dalam
ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM merumuskan, bahwa Pengadilan Hak Asasi
Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM, adalah Pengadilan
khusus terhadap Pelanggaran Hak Asasi manusia yang berat.
Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan
dapat melindungi hak asasi manusia, baik perorangan maupu masyarakat
dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan
76
perasaan aman baik bagi perseorangan maupun masyrakat terhadap
pelanggaran hak asasi manusia berat. Pembentukan Undang-undang tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia didasarkan pada pertimbangan sebagai
berikut:
1. Pelanggaran Hak asasi Manusia yang berat merupakan ekstra ordinary
crimes dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun
internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam
Kitab Undang-undang hukum Pidana serta menimbulkan kerugian materil
yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan
maupun
masyarakat,
sehingga
perlu
segera
dipulihkan
dalam
mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban,
keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat di perlikan
langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
yang bersifat khusus. Kekhususan dalam penanganan pelanggaran hak
asasi manusia yang berat adalah :
3. Diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc,
penuntut ad hoc dan hukum ad hoc.
4. Diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia. Sedangkan penyelidik tidak berwenang
menerima laporan atau pengaduan sebagaimana diatur dala Kitab
Undang-undang Acara Pidana.
77
5. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
6. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi
7. Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional
dapat digunakan asas retroaktif, diberlakukan pasal mengenai kewajiban
untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Dalam menjalan hak kebebasan setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan utuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangna moral, nilai-nilai agama dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis dengan kata lain asas rektriaktif dapat diberlakukan
dalam rangka melindungi hak asasi manusia itu sendiri undang-undang No 26
Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia disamping mengatur pula
pengadila hak asasi manusia ad hoc untuk memeriksa dan memutuskan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum di
undangkannya undang-undang ini. Pengadilan hak asasi ad hoc dibentuk
atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden
yang berada dalam lingkungan peradilan ini.
Selain adanya pengadilan hak asasi ad hoc undang-undang ini
menyebutka
juga
keberadaan
Komisi
78
kebenaran
dan
rekonsiliasi
sebagaimana dimaksud dalam ketetapan MPR-RI No. 5/MPR/2000 tentang
pemantapan persatuan dan kesatuan nasional. Komisi kebenaran dan
rekonsiliasi yang akan dibentuk dengan undang-undang di maksudkan
sebagai lembaga ekstra yudisial yang detetapkan dengan undang-undang
dan bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan
penyalahgunaan
kekuasaan
dan
pelanggaran
HAM
pada
masa
lampau,sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku. Adapun ketentuan mengenai HAM ad hoc diatur dalam pasal 43
Undang-undang No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM:
1. Pelanggaran HAM sebelumUndang-undang ini, diperiksa dan diputuskan
oleh pengadilan HAM ad hoc.
2. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dalam ayat 1 dibentuk atas usul
DPR-RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan Kepres
3. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dalam ayat 1 berada dalam
lingkungan peradilan umum.
Pemeriksaan di pengadilan HAM ad hoc dan upaya hukumnya
dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini. Hakim ad hoc adalah
hakim yang di angkat dari luar hakim karir yang memenuhi persyaratan
profesional, berdedikasi dan berintegrasi tinggi, menghayati cita-cita negara
hukum yang berintikan keadilan memahami dan menghormati HAM dan
kewajiban dasar Manhusia. Lingkup kewenangan peradilan HAM menurut UU
26 Tahun 2000 bertugas dan berwewenang memeriksa serta memutuskan
perkara HAM yang berat pelanggaran ham yang berat yaitu kejahatan
Genosida dan kejahatan kemanusiaan. Pengadilan HAM berwewenang
79
mengadili pelanggara HAM yang dilakukan dalam negeri dan juga dilakukan
di luar batas territorial wilayah negara RI oleh warga negara Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan kejahatan genosida setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama, dengan cara :
a. Membunuh anggota kelompok;
b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok;
c. Menciptakan kondisi kelompok yang akan mengakibatkan kepunahan fisik
bagi seluruh atau sebagianya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok;
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.
A. Latihan
1. Sebutkan beberapa hak asasi manusia yang paling mendasar
2. Apa yang dimaksud dengan diseminasi HAM
3. Sebutkan beberapa instrumen HAM Internasional yang telah di ratifikasi
Indonesia
4. Apa yang dimaksud dengan tindakan legislasi
80
5. Apa yang dimaksud dengan RAN-HAM dan apa saja tugas RAN_HAM
tersebut.
6. Uraikan tentang yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Umpan Balik
Materi ini dapat anda kuasai apabila melakukan hal-hal:
-
membuat ringkasan materi kuliah
-
melaksanakan diskusi kelompok
-
mencari literatur yang ada hubungan dengan materi
81
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Rozali, 2002, Perkembangan dan Keberadaan Peradilan HAM di
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Davidson Scott, 1994. Human Raights, (Hak Asasi Manusia: Sejarah, teori
dan Praktek Dalam Pergaulan Internasional), Penerjamah A.
Hadyana. Pudjatmaka, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Dirdjosisworo Soedjono, 2002, Pengadilan Hak Asasi Manusia di
Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
ICRC, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, Ed. Arlina Permasari, Aji
Wibowo, dkk , Jakarta.
----------, 2004. Hukum Humaniter Internasional, Menjawab Pertanyaanpertanyaan Anda (Versi Bahasa Indonesia), Jakarta.
Lembaga Bantuan Hukum, 2001, Asosiasi Indonesia untuk Keadilan, Hak
Asasi Perempuan Langkah Demi Langkah, Pustaka Sinar,
Jakarta.
Manan Bagir, 2000, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di
Indonesia, PT. Alumni, Bandung.
Mauna Boer, 2001, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi
Dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni, Bandung.
Ramadhan N. Salfrida, 2002, PBB, Indonesia dan Diskriminasi Rasial,
Direktur Pemantauan dan Evaluasi HAM, Jakarta.
Salam Faisal Moch, 2000, Peradilan HAM di Indonesia, Pustaka, Bandung.
Thantiwi Jawahir, 2002, Hukum Internasional di Indonesia, Dinamika dan
Implementasi Dalam Beberapa Kasus Kemanusiaan, Madyan
Press, Yogyakarta.
Widjaja. H. A. W, 2002, Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan HAM di
Indonesia, PT. Rineke Cipta, Jakarta.
82
Download