BAB I A. ISTILAH DAN PENGERTIAN PENDAHULUAN Dalam bab I ini akan dijelaskan ,mengenai istilah-istilah hak asasi manusia, dan juga pengertian-pengertian hak asasi manusia baik oleh para ahli maupun menurut UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Relevansi Pembahasan bab ini sangat penting untuk di ketahui oleh mahasiswa, mengingat perjuangan penegakan hak asasi manusia saat ini semakin ditingkatkan dengan adanya Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM serta di ratifikasinya instrumen-instrumen HAM Internasional. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari pokok-pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menyebutkan istilah-istilah dan pngertian HAM 2. Menjelaskan tujuan dan Sumber hukum HAM 3. Menguraikan hubungan hukum HAM dan hukum Humaniter 4. Menguraikan sejarah HAM MATERI 1. Hak Asasi Manusia Istilah hak asasi manusia dikenal dalam bahasa Prancis “ Droits de l’homne, yang berarti “hak manusia’, dalam bahasa Inggris disebut “Human rights” dan dalam bahasa Belanda disebut” Mensen rechten”.Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan” hak-hak kemanusiaan” atau” hak asasi 1 manusia” (Dardji Darmodiharjo dkk. 1981:80). Hak asasi manusia adalah hakhak yang dimiliki oleh setiap manusia yang harus dinikmatinya semata-mata karena ia adalah manusia. Pada konferensi dunia tentang hak asasi manusia di wina tahun 1993 ditegaskan bahwa hak asasi manusia, adalah hak yang dibawah manusia sejak lahir dan bahwa perlindungan atas hak itu merupakan tanggungjawab Pemerintah. Hak asasi manusia didasarkan pada prinsip dasar bahwa semua orang mempunyai martabat kemanusiaan hakiki tanpa memandang jenis kelamin,ras, warna kulit,agama, bangsa dan keyakinan Secara Universal masyarakat dunia mengakui bahwa setiap manusia mempunyai sejumlah hak yang menjadi miliknya sejak keberadaannya sebagai manusia diakui. Hak-hak tersebut melekat pada diri setiap manusia, bahkan membentuk harkat manusia itu sendiri. Hak-hak utama yang dimiliki oleh manusia yang hakiki antara lain: a. hak untuk hidup b. hak akan kebebasan dan kemerdekaan c. hak milik d. bebas dari rasa takut Dalam Deklarasi universal tentang hak asasi manusia (DUHAM), 10 desember 1948 yang merupakan tonggak sejarah bagi pengembangan hak asasi manusia, memiliki ciri antara lain pertama, bahwa hak asasi manusia merupakan hak,dalam artian bahwa hal itu merupakan norma yang pasti dan memiliki prioritas dalam penegakannya. Kedua,hak-hak tersebut bersifat universal yang dimiliki manusia semata-mata karena ia adalah manusia, tidak diberikan oleh negara atau pemerintah.Ketiga,hak asasi manusia ada degna sendirinya, tidak bergantung dalam penerapannya dalam sistem hukum adat 2 atau sistem hukum negara-negara tertentu. Keempat,hak asasi manusia dianggap sebagai norma yang penting dan kelima hak-hak ini menempatkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan kenegaraan yang layak. Dalam pasal 3-21 deklarasi tersebut menempatkan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua orang. Hak-hak itu antara lain: 1. hak untuk hidup 2. kebebasan dan keamanan pribadi 3. bebas dari perbudakan dan penghambaan 4. bebas dari penyiksaan dan perlakukan yang kejam tak berprikemanusiaan atau yang merendahkan derajat kemanusiaan 5. hak utnuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja sebagai pribadi 6. hak untuk memperoleh pengampunan hukum yang efektif 7. bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenag 8. hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh pengadilan yang independen dan tidak memihak 9. hak utnuk praduga tidak bersalah 10. bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap kleluasaan pribadi, keluarga, tempat tingal maupun surat-surat 11. bebas dari serangan kehormatan dan nama baik 12. hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu dll. Adapun beberapa pengertian hak asasi manusia menurut para ahli seperti dibawah ini: Menurut Arif Budiman (Kaligis, 2006:60),mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah: hak kodrati manusia, begitu manusia 3 dilahirkan,langsung hak asasi itu melekat pada dirinya sebagai manusia. Dalam hal ini hak asasi manusia berdiri diluar undang-undang yang ada, jadi harus dipisahkan antara hak warga negara dan hak asasi manusia. Menurut Wolhoff (1960:13), HAM yaitu: sejumlah hak yang berakar dalam tabiat kodratai setiap oknum pribadi manusia,justru karena kemanusiaannya HAM itu tidak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena jika dicabut maka hilang kemanusiaannya itu. Menurut Baker (1990:9) memberi batasan hak asasi manusia sebagai berikut, Ham sebagai hak yang ditemukan dalam hakikat manusia dan edmi kemanusiaannya semua orang satu persatu memilikinya, tidak dapat dicabut oleh siapapun. Bahkan tidak dapat dilepaskan oleh individu itu sendiri,karena hal itu bukan sekedar hak milik saja, tetapi lebih luas dari itu. Manusia memiliki kesadaran (berkehendak bebas dan berkesadaran moral) dan merupakan mahluk ciptaan yang tertinggi. Menurut Baker hak asasi manusia bukan sekedar hak milik saja tetapi juga harus disertai dengan tanggungjawab sebagai suatu kesadaran moral. Individu sebagai penyandang hak tidak dapat melepaskan begitu saja melepaskan haknya seperti melepaskan hidupnya/mengakhiri hidupnya (bunuh diri). Hal itu merupakan tindakan yang melanggar HAM. Adanya kesadaran moral/tanggungjawab yang melekat pada dirinya menunjukan gambaran pada manusia bahwa mati bukan merupakan hak asasi, sehingga bunuh diri termasuk euthanasia merupakan suatu tindakan yang tidak pantas dilakukan. Ham menurut kaligis (2006:63) yaitu: ham sebagai hak awal, hak-hak dasar yang fundamental yang melekat pada diri manusia sejak terjadinya 4 pembuahan dalam kandungan atau tabung yang merupakan kasih Allah kepada manusia. Pelanggaran hak-hak tersebut, tidak hanya berarti hilangnya sifa kemanusiaan manusia itu,tetapi sama halnya menghilangkan sifat ke-Ilahian Allah sendiri. Ham tidak boleh dicabut oleh siapapun, sebab pencabutan Ham berarti hilang sifat kemanusiaan yang ada pada diri manusia. Ham merupakan sesuatu hak yang awali, bukan suatu pemberian masyarakat atau negara. Hak itu adalah hak hidup dengan segala kebebasannya untuk menyatakan cipta, karsa dan rasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan konsep ini hak asasi manusia ada karena sesuai dengan kodrat manusia. Dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM mendefinisikan hak asasi manusia yaitu: Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Walaupun HAM itu bersifat Universal, permasalahannya tidak sama diseluruh kawasan dunia. Pemahamannya tergantung pada sudut pandang negara-negara maupun kelompok-kelompok yang bersifat non-pemerintah. Terdapat empat kelompok pandangan mengenai hak Asasi Manuisa tersebut yaitu: 1. Mereka yang berpandangan Universal Absolut yang melihat HAM sebagai nilai-nilai universal belaka seperti dirumuskan dalam The International bill Off human rights. Kelompok ini tidak menghargai 5 sama sekali profil sosial budaya yang melekat pada masing-masing bangsa. Pandangan ini dianut oleh negara-negara maju. 2. Negara-negara atau kelompok yang memandang HAM secara universal relative. Mereka memandang HAM sebagai masalah universal tetapi asas-asas hukum internasional tetap diakui keberadaannya. Misalnya ketentuan pasal 29 ayat(2)UDHR yang menyatakan “Dalam melaksanakan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya dapat dibatasai oleh hukum untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak dan kebebasan dasar orang lain dan untuk memenuhi persyaratan moral, ketertiban umum dan kepentingan masyarakat luas dalam bangsa yang berdemokrasi. 3. Negara atau kelompok yang berpandangan particularistic-absolute, berpandangan bahwa HAM merupakan persoalan masing-masing bangsa sehingga mereka menolak berlakunya dokumen-dokumen internasional. Pandangan ini bersifat egois dan pasif terhadap HAM 4. Yang berpandangan Particularistic-relative,melihat persoalan HAM di samping sebagai masalah universal juga merupakan persoalan masing-masing negara. Berlakunya dokumen-dokumen internasioanl diselaraskan dengan budaya bangsa. Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut juga tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjiwai keseuruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk 6 beribadat sesuai dengan agamanya dan hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. 1. Hukum Hak Asasi Manusia Hak Asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki oleh setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimilki setiap orang,kaya maupun miskin, laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi manusia adalah hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional banyak negara dunia. Hukum hak asasi manusia adalah setiap hukum yang dapat digunakan, untuk memajukan atau melindungi hak asasi manusia. Kumpulan hukum tersebut ditemukan terutama dalam tiga bentuk hukum yang terus berkembang yaitu: a. Dalam konstitusi negara (khusus dalam pernyataan hak asasi manusia) b. Dalam perjanjian antara negara (terdapat dalam konfrensi dan persetujuan hak asasi mansuia, c. Dalam hukum kebiasaan internasional(ketentuan-ketentuan tertentu dalam deklarasi universal HAM) Deklarasi Universal Hak asasi manusia yang disahkan dan proklamirkan oleh revolusi majelis umum (DUHAM) dalam mukadimah menyatakan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak memilih pemberontakan guna menentang kelaliman. Konsep hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia bertsifat dinamis, 7 sekalipun serangkaian hak asasi manusia sudah diakui secara hukum, namun tidak ada yang bisa menghalangi hak-hak yang ada untuk ditafsirkan secara lebih luas ataupun diterimanya hak-hak tambahan kapanpun oleh komunitas negara-negara. Dinamisme inilah yang membuat hak asasi manusia berpotensi sebagai alat yang ampuh untuk memajukan keadilan sosial dan martabat semua orang. Dengan demikian hak asasi manusia memperoleh makna dan dimensi baru pada berbagai peristiwa dalam sejarah adanya kelompok-kelompok tertindas yang menuntut pengakuan atas hak-ahak mereka dan kondisi baru yang menimbulkan kebutuhan akan perlindungan hak asasi manusia yang baru. Beberapa pengertian berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia dan Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asai manusia (pasal 1 ayat2 UU 39/1999/HAM) 2. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau peneritaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang keriga dengan menghukumannya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau di duga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh atas hasutan dari, dengan 8 persetujuan,atau pengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (paal 1 ayat(4)/UU 39/1999/HAM 3. Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya (pasal 1 ayat(5) 4. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian secara melawan hukum mengurangi, menghalangi membatasi dan atau mencabut hak asasai manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. (pasal 1 ayat(6). 5. Komisi hak Asasi Manusia /KOMNAS HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,penelitian,penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia. 6. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini (pasal 7 huruf (a) dan (b) UU. Nomor 26/2000/pengadilan HAM yang meliputi: kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan. 7. Pengadilan hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat (pasal 1 ayat (3)/UU/26/2000 9 8. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dilingkungan peradilan umum (pasal 2, UU.No/26/2000 9. Setiap orang adalah orang perorangan, kelompok orang, baik sipil, militer, maupun polisis yang bertanggung jawab secara indivudual 10. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindak lanjuti dengan penyelidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini (UU No 26/2000/ pengadilan HAM) 11. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini( pasal 1 ayat(2), UU No.26/2000) 12. Pengadilan hak asasi manusia yang selanjutnya disebut pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat B. TUJUAN DAN SUMBER HUKUM Kaitan hak asasi manusia dengan hukum sangat erat, karena sekalipun hak asasi manusia merupakan hak negative (negative rights) karena sifatnya yang kodrati dan universal sehingga tidak memerlukan pengesahan, namun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang semakin kompleks, pengaturan hukum terhadap hak asasi manusia (positivisization of rights) akan memperkuat posisi indonesia sebagai negara hukum. Hukum dalam hal ini dapat difungsikan sebagai sarana untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan nasional yang secara alamiah telah disepakati sebagai masukan untuk melakukan modifikasi sosial (social 10 modification). Secara alamiah menunjukkan bahwa pendekatan top down dan battom up sudah dilakukan dan istilah modifikasi mrupakan kompromi untuk menetralisasikan kelemahan fungsi hukum baik sebagai alat kontrol sosial maupun sebagai alat rekayasa sosial. Dalam istilah modifikasi sosial ini keselarasan,keserasian dan keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan negara harus selalu dijaga. Tujuan daripada hukum itu sendiri yaitu untuk memberi keadilan, kepastian hukum dan kemanfatan bagi masyarakat, sehingga adanya instrumen-instrumen hukum yang dibuat seperti peraturan perundang-undangan sebagai salah satu elemen dari hukum itu sendiri haruslah mencerminkan ketiga unsur tersebut dan berlaku mengikat bagi setiap orang. Agar supaya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia dapat terlaksana secara efektif maka prinsi-prinsip perlindungan hak asasi manusia secara universal haruslah diatur secara formal dalam ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku agar supaya semua orang menaati dan menghormati hak asasi manusia tersebut. Hukum hak asasi manusia berlaku mengikat bagi setiap orang dengan memperhatikan keseimbangan antara hak dan kebebasan individu serta kewajiban menghormati hak asasi orang lain dalam tatanan kehidupan sosial. Hukum hak asasi manusia yang dibuat untuk masa damai, berlaku untuk setiap orang. Tujuan utamnya adalah untuk melindungi individu dari prilaku yang semena-mena oleh pemerintahnya sendiri. Ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dimaksudkan untuk menjamin hak dan kebebasan baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya bagi setiap orang. Dalam hukum hak asasi manusia ini, setiap orang harus dilindungi dari penyalahgunaan 11 kekuasaan (abuse of power) dari pemerintah. Hak-hak asasi manusia tersebut terdapat baik dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional maupun instrumen-instrumen internasional. Masalah perlindungan internasional hak asasi manusia ini sudah diatur secara baik dalam hukum internasional hak asasi manusia yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan individu dan kelompok dari pelanggaran berat Hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat pemerintah. Hukum internasional hak asasi manusia secara jelas melindungi dan memajukan hak asasi manusia, oleh karena itu pengaturan internasional tersebut dinamakan International protection of human rihts atau international human rights law Sumber-sumber hukum hak asasi manusia secara internasional dapat mengacu pada pasal 38 ayat (1) statuta mahkamah internasional yang menyebukan sumber hukum yang diterapkan: 1. Perjanjian internasional (international convention), baik yang bersifat umum maupun ang bersifat khusus. 2. Kebiasaan-kebiasaan internasional( internatonal cutoms) 3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principle of law), yang dilakukan oleh negara-negara yang beradab 4. Keputusan pengadilan (judical decisions) dan pendapat ara ahli yang telah diakui kepakarannya. Setiap hukum yang dapat digunakan untuk memajukan atau melindungi hak asasi manusia dapat dianggap sebagai bagian dari hukum hak asasi manusia. Jadi hukum hak asasi manusia dapat ditemukan dalam konstitusi nasional, perundang-undangan dan hukum tak tertulis atau hukum 12 adat nasional. Hukum itu juga dapat ditemukan ditingkat regional dan internasional dalam berbagai perjanjian hak asasi manusia dan dalm kebiasaan hukum internasional. C. HUBUNGAN HUKUM HAM DAN HUKUM HUMANITER 1. Ruang lingkup Berlakunya Hukum humaniter dan hukum hak asasi manusia yang selanjutnya disebut sebagai hukum HAM adalah saling melengkapi. Keduanya berusaha melindungi kehidupan, kesehatan dan martabat individu walaupun dilaksanakan dalam situasi dan cara yang berbeda. Hukum humaniter berlaku pada situasi konflik bersenjata, sedangkan hukum hak asasi manusia atau setidaknya sebagian daripadanya, melindungi individu pada setiap saat, baik pada masa perang maupun pada masa damai. Hukum humaniter ditujukan untuk melindungi orang-orang yang atau tidak dapat lagi terlibat dalam permusuhan. Peraturan-peraturan dalam kerangka hukum humaniter internasional mengandung kewajiban-kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Kewajiban untuk mengimplementasikan hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia dibebankan terutama pada negara. Hukum humaniter mewajibkan negara untuk mengambil tindakan praktis dan legal, seperti memberlakukan aturan sanksi pidana (penal legislation) dan diseminasi hukum humaniter. Demikian juga negara terikat oleh hukum hak asasi manusia untuk menyelaraskan hukum nasional dengan kewajibankewajiban internasional. Hukum hak asasi manusia diberlakukan apabila ada perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja atau 13 tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku, sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. 2. Mekanisme Pelaksanaan Hukum HAM dan Hukum Humaniter. Hukum humaniter menyediakan beberapa mekanisme khusus yang dapat membantu pelaksanaan hukum tersebut. Sebagai catatan negara diwajibkan untuk menjamin penghormatan pada hukum tersebut, penghormatan yang sama juga harus dilakukan oleh negara lain. Ketentuanketentuan juga dibuat untuk mengatur prosedur penyidikan, mekanisme negara pelindung dan komisi pencari fakta internasional. Sebagai tambahan, komite internasional palang merah( Internatioanl comite off the red cross) diberikan sebuah peran kunci untuk menjamin penghormatan terhadap aturan-aturan kemanusiaan. Mekanisme pelaksanaan hukum hak asasi manusia sangatlah kompleks dan berbeda dengan hukum humaniter termasuk sistem regionalnya. Badan penasehat seperti komisi hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-bangsa, baik berdasarkan piagam PBB maupun beberapa perjanjian khusus, sebagai contoh komisi hak asasi manusia yang didasari oleh perjanjian internasioan tentang hak-hak sipil dan politik( Civil and political rights), 1966, komisi hak asasi manusia beserta sub komisinya sudah mengembangkan mekanisme” pelopor khusus” (special rapporteurs) dan kelompok-kelompok kerja yang tujuannya untuk memonitor 14 dan melaporkan situasi hak asasi manusia baik berdasarkan negara maupun menurut topik. Enam perjanjian hak asasi manusia pokok juga mendukung diselenggarakan pembentukan komite, yaitu komite hak asasi manusia yang terdiri dari ahli-ahli independen (mandiri) yang ditugaskan untuk memenitor pelaksanaannya. Beberapa perjanjian regional eropa dan amerika juga membentuk peradilan Hak asasi manusia kantor UNHCR memegang peran kunci dalam perlindungan secara menyeluruh dan promosi hak asasi manusia. Perannya adalah untuk meningkatkan keefektifan perangkatperangkat HAM PBB dan memebangun kapasitas nasioanl, regional dan internasioanl dalam mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dan untuk mendiseminasikan naskah dan informasi HAM. Berkaitan dengan perangkat hak asasi mnusia, ada banyak perangkat yang sekarang berlaku antara lain: a) Instrumen Universal o deklarasi universal Hak asasi mnusia, diadopsi oleh sidang umum PBB tahun 1948 o konvensi tentang pencegahan dan pemberian hukuman kejahatan genosida tahun 1948 o perjanjian internasional tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966 o perjanjian internasioanl tentang hak-hak sosial dan ekonomi tahun 1966 o konvensi tentang pencegahan dari segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan tahun 1979 15 o konensi anti penyiksan dan kekejaman lain, tindakn tidak manusiawi atau penghukuman dan perlakuan yang merendahkan martabat, tahun 1984 o konvensi tentang hak-hak anak tahun 1989 b). Instrumen Regional o konvensi Eropa tentang HAM tahun 1950 o konvensi Amerika tentang HAM tahun 1969 o piagam Afrika tentang hak asasi manusia dan rakyat tahun 1981 3. Inti sari Hak Asasi manusia (hard core rights) dari hukum HAM Instrumen hukum hak asasi manusia internasional mengandung klausula yang memberikan kewenangan kepada negara yang menghadapi ancaman publik serius untuk mengabaikan hak asasi manusia yang terkandung dalam instrumen tersebut. Sebuah pengecualian dibuat untuk beberapa hak fundamental yang mendasari tiap perjanjian yang harus dihormati dalam segala macam keadaan dan tidak boleh dilepaskan apapun bentuk perjanjiannya khususnya, adalah: o hak untuk hidup o larangan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi o perbudakan dan kerja paksa o prinsip legalitas dan hukum yang tidak berlaku surut (non retroactive). Hak-hak dasar ini mengikat seluruh negara dan selalu menghormatinya dalam segala keadaan, walaupun negara tersebut dalam keadaan konflik atau kekecauan. Ini yang dikenal sebagai inti dari hak asasi manusia. 16 4. Titik Temu (points of convergance) Apabila hukum humaniter hanya berlaku pada situasi-situasi perkecualian yang disebut konflik-konflik bersenjata, isi hukum hak asasi manusia harus dihormati oleh negara pada semua keadaad terutama “inti” (hard core) yang mempunyai kecendrungan untuk menyatu dengan jaminanjaminan dasar dan hukum yang disediakan oleh hukum humaniter yang larangan untuk penyiksaan dan penghukuman (summary execution). Pada hakikatnya hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan jaminan perlindungan terhadap manusia. Hanya saja keduanya memiliki perbedaan dari sisi waktu atau situasi penerapannya. Hukum humaniter internasional diterapkan apabila terjadi sengketa bersenjata internasioanl maupun non-internasioanl atau perang saudara (civil war). Hukum humaniter internasioanl terdiri dari peraturan-peraturan perlindungan korban perang (hukum jenewa), dan peraturan tentang alat-alat dan cara berperang (hukum den haag) Sedangkan ketentuan hak asasi mnusia dimaksudkan untuk menjamin hak dan kebebasan baik sipil, politik, ekonomi, sosial maupun budaya bagi setiap orang. Dalam hukum hak asasi manusia ini, setiap orang harus dilindungi dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of pawor) dari pemerintah. Hak-hak asasi manusia tersebut terdapat baik dalam berbagai peraturan perundangan nasional maupun dalam instrumen-instrumen hukum hak asasi manusia internasional. 17 Dengan demekian, maka kedua bidang ini merupakan instrumeninstrumen hukum yang memberikan perlindungan kepada orang perorangan, yang dapat digolingkan kepada empat kelompok: a. instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang perorangan sebagai anggota masyarakat. Perlindungan ini meliputi sgenap segi perilaku perorangan dan sosialnya. Perlindungan ini bersifat umum dan hal ini mencakup hukum hak asasi internasioanl b. instrumen yang bertujuan melindungi orang-perorangan berkaitan dengan keadaannya dalam masyarakat, seperti hukum internasional tentang perlindungan terhadap kaum wanita dan hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan terhadap anak. c. instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang-perorangan dalam kaitannta dengan fungsinya dalam masyarakat, seperti hukum internasioanl tentang buruh. d. instrumen hukum yang bertujuan untuk melindungi orang-perorangan dalam keadaan darurat, apabila terjadi situasi yang luar biasa dan yang mengakibatkan ancaman adanya pelanggaran atas haknya yang biasa dijamin oleh hukum humaniter internasional, yang melindungi para korban dari akibat sengketa perang. D. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA Sistem hukum apapun termasuk kitab Hammurabi yang pertama kali ditulis ribuan tahun lalu, sebenarnya telah memberikan hak-hak kepada warga negara. Hak-hak tersebut membolehkan warga negara melakukan apapun asalkan itu tidak dilarang. Pada saat negara kota yunani dan kekaisaran roma, hak-hak tersebut masih terus hidup, namun secara khusus 18 hak-hak tersebut diberikan secara istimewa kepada kelompok-kelompok dan kelas-kelas tertentu di masyarakat. Pada abad pertengahan yang menonjol dalah dominasi gereja dan pandangan yang bersifat teologis tentang hukum alam, yaitu aturan-aturan yang datang dari Tuhan, dimana konsekwensi dari pelanggran-pelanggaran terhadap aturan-aturan harus dipertanggungjawabkan sendiri kepada Tuhan. Teori ini tentunya sangat menarik bagi raja-raja dan paus yang berambisi memperluas kekeuasaannya dieropa karena hukum alan ini umumnya memaksakan kepatuhan mulak terhadap raja. Secara historis konsepsi hak asasi manusia yang dipahami saat ini merupakan suatu hasil dari shering idea dari umat manusia. The New enciyclopedia britannica, 1992 membagi perkembangan hak asasi manusia dalam beberapa tahap; pertama bahwa pengaruh ajaran romawi (jus gentium) begitu besar khususnya dalam merumuskan hak-hak dasar bagi warga negara. Sumber kedua rumusan konseptual hak asasi manusia muncul dari beberapa doktrin hukum alam, khususnya ajaran Thomas Aquinas (12241274). Hugo de Gorte, (1583-1645) ajaran agama mereka itu, kemudian disusul oleh lahirnya Magna Charta (1215) Petisi hak asasi manusia (1628), dan undang-undang HAM Inggris ( The English bill rihgts, 1689). Pemikiran mereka kemudian dielaborasi lebih modern oleh para empirisme, seperti Francis baccon, Jhon locke, dimana ajaran mereka lebih mempertegas kedudukan hak asasi manusia dalam hukum alam lebih rasional. Secara historis, prinsip-prinsip hak asasi manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum dan politik kenegaraan. Dokumen-dokumen hukum hak asasi manusia selalu dapat ditemukan 19 persamaan-persamaannya dengan dokumen-dokumen hak asasi manusia yang telah ada sebelumnya disuatu negara. Oleh karena itu, dokumen-dokumen itu dipandang sebagai suatu kesatuan historis yang saling berkaitan. Hak mengandung unsur perlindungan, kepentingan dan juga berkehendak, demikian kata Paton (satjipto. Rahardjo, 1982:95). Dalam hukum, hak selalu dikaitkan dengan orang dan tertuju kepada orang. Dengan demikian, sebagaimana diketahui orang dan badan hukum merupakan subyek hukum. Sebgai subyek hukum orang dan badan hukum memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab. Hak, ada yang bersifat relatif relatif dan absolut. Sebagai pribadi orang perorang mempunyai hak asasi (personal rights), berubah menjadi hak asasi manusia ( human rights), ketika antara sesamanya bergumul dalam kehidupan bersama. Hak itu sendiri selalu ada korelasi dengan kewajiban sebagai refleksi keseimbangan dalam hidup masyarakat. Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan tanggung-jawab itulah yang mampu mewujudkan keseimbangan. ‘perpaduan antara keadilan hukum (legal justice), keadilan sosial (social justice), dan keadilan moral (moral justice) terwujud. Karena itu, hak asasi manusia dan upaya penekanan lewat dan bersama hukum tidk dapat dipisahkan, berpikir dalam lingkup hukum, berpikir seputar adail dan tidak adil, bagaimana ide keadilan/ketertiban dan kebenara dapat terwujud untuk mempercepat tujuan tersebut, hak HAM menjadi salah satu instrumen/alatnya. Dengan demikian pembentukan negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi manusia atau tujuan hukum ( L.J. Van Apeldoorn) 20 Sebagaimana diketahui proses perjuangan menuju negara hukum cukup panjang, dari negara absolut pada jaman kuno, abad pertengahan (500-1500 M) yang diwarnai konflik berkepanjangan antara paus dan kerajaan, diteruskan diabad baru sampai abad modern, perjuangan penegakan hak asasi manusia dan hukum belum seluruhnya berhasil diseluruh berbagai dunia. Salah satu tonggak sejarah penting dalam modernisasi hubungan internasional hukum internasional adalah pernjanjian Wesphalia 1647. perjuangan penegakan hak asasi manusia didaratan eropa, puncaknya lewat deklarasi hak-hak asasi manusia dan penduduk negara ( declaration des droits l’hommes et du citoyen) 1789, di prancis. Dalam deklarasi tersebut ditegaskan sebagai berikut : - pasal 1: semua manusia itu lahir bebas dan sama dalam hukum. Perbedaan sosial hanya didasarkan pada kegunaan umum. - Pasal 2: tujuan negara melindungi hak-hak alami dan tidak dapat dicabut atau dirampas. Hak-hak alami meliputi, hak hidup, hak kebebasan, hak milik dan hak perlindungan (bebas dari penindasan). Sebagaimana diketahui, pada tahun 1215 dalam piagam besar (magna Charta), Jhon lockland telah mengakui hak-hak rakyat secara turun-temurun: - hak kemerdekaan (kebebasan) tidak boleh dirampas tanpa keputusan pengadilan, - pemungutan pajak harus dengan persetujuan dewan permusyawaratan. Dalam perjalanan sejarah inggris pengakuan dalam Magna Charta masih sering dilanggar sehingga pada tahun 1679, parlemen Inggris mengeluarkan peraturan Hobes Corpus Act (peraturan tentang hak diperiksa 21 di muka hakim). Dalam Habes Corpus act tersebut dijelaskan, setiap orang hanya boleh ditahan atas dasar perintah hakim dengan mengemukakan dasar hukum penahanan tersebut. Orang yang ditahan harus segera didengar keterangannya. Pada tahun 1688, di Inggris terjadi perebutan kekuasaan antara Raja James II (katolik) dengan saudaranya Marry (protestan), dimanangkan oleh Marry II dan William suaminya. Konflik tersebut dinamakan Glorius Revolution (revolusi besar). Pada tahun 1689, raja William II menyusun An act declaring the rights and liberties of the subject and setting the succsesion of the crown (akta deklarasi hak dan kebebasan warga dan tata cara suksesi raja), yang dikenal dengan Bill of rights. Lewat deklarasi tersebut,monarki tunduk dibawah kekuasaan parlemen, raja tidak dapat lagi seenaknya membekukan parlemen serta anggota parlemen tidak dapat dituntut atas dasar ucapanucapannya. Disamping itu adanya Bill of rights merupkan awal menuju kemonarchi konstitusional. Bill of rights merupakan dokumen penting dalam rangka menghormati hak asasi manusia. Pada dokumen tersebut hak-hak individu dan kebebasannya mendapat perlindungan formal. Perkembangan perjuangan hak asasi manusia di Amerika Serikat diawali pada tahun 1776 dengan disusunnya bill of rihgts virginia ( the virginia declaration of bill of rights) yang disusun oleh George Mason. Piagam tersebut merupakan kesepakatan diantara tiga belas negara Amerika serikat yang pertama. Awal revolusi dipicu dengan tingginya pajak yang dikenakan di Amerika tanpa melibatkan pemimipin di amerika. Reaksi tersebut disampaikan dengan dasar pembenaran dari teori kontrak sosial Jhon Lock. 22 Deklarasi tersebut disusun oleh Thomas Jefferson tahun 1776,antara lain dikatakan “ bahawa manusia diciptakan sama, bahwa Penciptanya telah menganugrahi mereka hak-hak yang tertentu yang tidak dapat dicabut”, bahwa diantara hak-hak tersebut hak untuk hidup, bebasa dan mengejara kebahagiaan, dan untuk menjamin hak-hak tersebut, orang-orang mendirikan pemerintahan. Kemajuan hak asasi manusia di abad modern dipertegas kembali oleh presiden Franklin D. Roosevelt yang disampaikan pada tahun 1941,yang dikenal dengan four freedoms, isinya: a. freedom to speech (kebebasan berbicara) b. Freedom to religion (kebebasan beragama) c. freedom from want (kebebasan dari kemiskinan) d. freedom from fear (kebebasan dari ketakutan) Di Prancis, pengalaman revolusi amerika menjadi salah satu pemicu, kalau Amerika ingin membebaskan diri dari penjajahan Inggris, tetapi di Prancis revolusi bertujuan melawan Ancient regime (orde lama). Dalam deklarasi terdapat kalimat” kebebasan berarti, dapat melakukan apa saja yang tidak merugikan orang lain. Jadi pelaksanaan hak-hak kodrati setiap menusia tidak dibatasi, kecuali oleh batas-batas yang menjamin pelaksanaan hak-hak sama bagi anggota masyarakat lain, dan batas-batas tersebut hanya dapat ditetapkan oleh Undang-undang. Hak-hak tersebut adalah: kebebasan (liberty), harta (property), keamanan (safety), dan perlawanan terhadap penindasan (resistance to oppresion) 23 Dari pergolakan penegakan hak asasi manusia tersebut diatas, diawali di Inggris, Amerika dan Prancis, menurut Scoot Devidson, dalam menegakkan hak asasi ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian: 1. bahwa hak-hak tersebut secara kodrati Inheren, universal dan tidak dapat dicabut, dimiliki setiap individu semata-mata karena ia manusia. 2. perlindungan terbaik atas hak-hak asasi tersebut hanya pada negara demokrasi 3. Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan dan dicabut oleh Undang-undang. Sebagaimana diketahui, salah satu indikasi untuk disebut sebagai negara hukum, antara lain ditegakkannya hak asasi manusia, dan agar penegakannya cepat tercapai menurut Hans Kelsen sebagaimana dikutip oleh Moh. Hatta “ negara hukum (Allgemeine staatslehre) akan lahir, apabila sudah dekat sekali identieit der staatsordnung mit der rechtsordnung, semakin bertambah keinsafan hukum dalam masyarakat, berarti semakin dekat kita dalam pelaksanaan negara hukum yang sempurna. Dengan demikian, negara yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum mengakui supremasi hukum, tetapi dalam praktek tidak mengakui/menghormati sendi-sendi hak-hak asasi manusia, tidak dapat dan tidak tepat disebut sebagai negara hukum. Para ahli Eropa Kontinental (eropa daratan) antara lain,Immanuel Kant, Julius Sthal menyebur rechsstaat, sedangkan para ahli hukum Anglo saxon (inggris dan Amerika) memakai istilah rule of law. Sthal menyebut ada empat unsur dari rechtsstaat, yaitu: a. adanya pengakuan hak asasi manusia b. adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut 24 c. pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur) d. adanya peradilan tata usaha negara. Sedangkan dalam rule of law menurut A.V.Dicey, mengandung tiga unsur, yaitu: a. hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang. b. persamaan kedudukan dimuka hukum (equality before tha law) c. supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), dan tidak adanya kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas. Tetapi bukan hanya hak sipil dan politik yang dilindungi oleh konstitusikonstitusi modern dan hukum internasional masa kini. Berbagai macam hak ekonomi, sosial, budaya dan lainnya juga menjadi subjek berbagai perlindungan. Perlindungan terhadap individu dalam sistem hukum internasional melalui asal-usul hukum hak asasi manusia dapat ditelusuri hingga pada konstitusionalisme revolusioner abad ke-17 dan ke-18, namun barulah pada akhir perang dunia kedua masyarakat internasional pada promosi dan proteksi terhadap hak-hak semacam itu lewat hukum internasional. Puncak pengakuan hak asasi manusia dikukuhkan dalam suatu memorial kemanusiaan pada tanggal 10 desember 1948, dimana negaranegara secara bulat menyepakati lahirnya Declaration of Human Rights. Piagam tersebut berisi mengenai pengakuan dan penegasan akan hak-hak manusia yang asasi yang harus dijunjung tinggi oleh negara yang beradab. Dalam pasal 1 menyebutkan bahwa: salah satu tujuan dari DUHAM yakni untuk meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia kebebasan yang fundamental bagi semua orang. 25 dan PBB seabagai perserikatan negara-negara dunia mempunyai andil besar dalam membantu perkembangan hak asasi manusia yang ditegaskan dalam pasal 55 dan pasal 56: negara-negara berikrar untuk mengambil tindakan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam kerja sama untuk mencapai tujuan dalam penegakan hak asasi manusia. A. Latihan 1. Berikan beberapa istilah tentang hak asasi manusia 2. Apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia menurut No.39/1999/HAM 3. Jelaskan hubungan hukum HAM dan HUMANITER 4. Sebutkan beberapa instrumen HAM Internasional 5. Uraikan kembali tentang sejarah HAM B. umpan Balik Materi in dapat anda kuasai apabila melakukan hal-hal sebagai berikut: - membuat ringkasan materi pada saat perkuliahan - melakukan diskusi kelompok - mencari literatur yang ada hubungan dengan materi 26 UU. BAB II ASAS-ASAS DASAR DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai asas-asas dasar dan kebebasan dasar manusia yang diatur dalam UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM dan juga hak dan kebebasan dasar manusia menurut DUHAM 1948, bagaimana penjabaran dari hakhak itu dan apa saja yang termasuk kewajiban dasar manusia tersebut. Relevansi Materi ini sangat penting untuk dipahami oleh mahasiswa karena dalam usaha untuk mewujudkan penegakan terhadap HAM, terlebih dahulu harus dipahami dulu apa saja yang menjadi hak-hak dasar dan kewajiban dasar tersebut Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menjelaskan kembali tentang azas-azas dasar dan kewajiban dasar manusia menurut UU. No. 39/1999/HAM 2. Meyebutkan atau menguraikan kebebasan dasar manusia 3. Menjelaskan kembali hak dan kebebasan dasar manusia menurut DUHAM. MATERI A. Asas-asas dasar dan kebebasan dasar dalam UU No. 39/1999 Tentang HAM Asas-asas dasar sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM adalah sebagai berikut: Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar menusia sebagai hak yang secara kodratai nelekar pada dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus 27 dilindungi, dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan. Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekata pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari.Peningingkaran terhadap hak tersebut berarti berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu negara, pemerintah atau organisasai apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam penjelasan pasal 2 UU No.39/99 tentang HAM dijelaskan bahwa hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tdak dapat dilepaskan dari manusia pribadi, karena tanpa hak asasi dan kebebasan dasar tersebut yang bersangkutan kehilangan harkat dan martabanya sebagai manusia. Oleh karena itu pemerintah berkewajiban baik secara hukum maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral, untuk melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkrit demi tegaknya hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia. Sejalan dengan pandangan diatas, Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia adalah ciptaan Tuahan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni aspek pribadi (individualitas) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain.Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian negara dan pemerintah bertanggung-jawab utnuk menghormati, melindungi,membela dan 28 menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin dalam pembukaan UUD 1945 yang menjiwai batang tubuhnya terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan dengan kepercayaannya itu dan lain sebagainya. Asas-asas dasar diwujudkan dalam pasal 3-8 UU No. 39/99 tentang HAM yang dirumuskan sebagai berikut: Ayat (1) : setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani utnuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Ayat (2) : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan pengakuan yang sama di depan hukum. Ayat (3) : setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi. Pasal 4 ayat (1) : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama, untuk tidak iperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan didepan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. 29 Kebebasan dasar manusia menurut UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM meliputi: - hak untuk hidup (pasal 9) - hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 10) - hak mengembangkan diri (pasal 11) - hak memperoleh keadilan (pasal 17) - Hak atas kebebasan pribadi (pasal 20) - Hak atas rasa aman (pasal 28) - Hak atas kesejahteraan (pasal 36) - Hak turut serta dalam pemerintahan (pasal 43) - Hak wanita (pasal 45) - Hak anak (pasal 52) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Indonesia untuk memajukan dan melindungi hak asasi manusia didasarkan atas prinsip-prinsip, kesatupaduan, keseimbangan dan pengakuan atas kondisi nasional. Prinsip kesatupaduan berarti hakhak sipil dan politik, ekonomi budaya dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan dan penilaian pelaksanaan. Prinsip keseimbangan mengandung pengertian bahwa diantara hak-hak asasi manusia perorangan dan kolektif serta tanggung jawab perorangan terhadap masyarakat dan bangsa memerlukan keseimbangan dan keselarasan. Hal ini sesuai dengan kodrat manusia sebagai mahluk individual an mahluk sosial. Pengakuan atas kondisi nasional berarti Indonesia mengakui universalitas HAM dan pada saat yang sama juga berpendapat bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip HAM dan berbagai instrumen ham Internasional adalah wewengan dan tanggung jawab tiap 30 pemerintah dengan memperhatikan sepenuhnya keanekaragaman, tata nila sejarah, kebudayaan, sistem politik, tingkat pertumbuhan sosial dan ekonomi serta faktorfaktor lain yang dimiliki bangsa yang bersangkutan. Sikap ini ditegaskan kembali dalam paragraf 5 Deklarasi Wina 1993 tentang prinsip universalitas dan partikularistik budaya. B. Hak Dan Kebebasan Dasar Manusia Menurut DUHAM 1948 Tidak dapat disangkal bahwa PBB mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam pemajuan dan perlindungan terhadap hak-ha asasi di seluruh dunia. Tiga tahun setelah PBB berdiri, Majelis Umum mencanangkan pernyataan umum tentang hakhak asasi manusia (universal declaration of human rights) pada tanggal 10 desember 1948. Dapat dikatakan bahwa deklarasi tersebut merupakan tonggak sejarah bagi pengembangan hak-hak asasi manusia, sebagai standart umum untuk mencapai keberhasilan bagi semua rakyat dan semua bangsa. Deklarasi tersebut terdiri dari 30 pasal yang mengumandangkan agar semua rakyat menggalakkan dan menjamin pengakuan yang efektif dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam deklarasi.Hak-hak yang diuraikan dalam deklarasi tersebut dapat dikatakan sebagai sintesa antara konsepsi liberal barat dan knsepsi sosialis. Dalam deklarasi tersebut belu mengatur mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri. Pasal 1 dan 2 deklarasi tersebut menegaskan bahwa semua orang dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak atas semua hak dan kebebasan sebagaimana ditetapkan oleh deklarasi tanpa membedakan baik ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, andangan politik maupun yang lain. Sedangkan dalam pasal 3-21 deklarasi tersebut menempatkan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua orang. Hak-hak itu antara lain: 31 - hak untuk hidup - kebebasan dan keamanan pribadi - bebas dari perbudakan dan penghambaan - bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berprikemanusiaan ataupun yang merendahkan derajat manusia. - Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja sebagai pribadi - Hak untuk pengampunan hukum yang efektif - Bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang. - Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh pengadilan yang independent dan tidak memihak - Hak utnuk praduga tidak bersalah - Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap keleluasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-meyurat. - Bebas dari serangan kehormatan nama baik - Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu - Bebas bergerak, hak untuk memperoleh suaka, hak atas suatu kebangsaan, hak untuk menikah dan membentuk keluarga, hak untuk mempunyai hak milik, - Bebas berpikir,dan menyatakan pendapat - Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat. Walaupun mempunyai arti historispenting dan nilai politik yang tinggi,namun deklarasi tersebut dari segi hukum tidak mempunyai daya ikat seperti deklarasi lainnya yang diterima majelis umum PBB. Sebaliknya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam deklarasi tersebut banyak yang dimasukkan oleh negara-negara 32 kedalam legisiasi nasionalnya masing-masing dan bahkan telah dijadikan tolak ukur untuk menilai sejauhmana suatu negara melaksanakan hak-hak asasi manusia. Karena itu banyak ketentuan dalam deklarasi itu dianggap mempunyai nilai sebagai hukum kebiasaan Internasioanl (costumary internasional law), bahkan sudah mempunyai sifat imperatif seperti yang terjadi dalam kasus personil diplomatik dan konsuler Amerika Serikat di Taheran. Dalam kasus ini mahkamah internasioanl menyatakan bahwa perbuatan yang melanggar semaunya kebebasan seseorang dan menundukkannya secara fisik dalam keadaan yang memprihatinkan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip piagam PBB dan hak-hak mendasar yang tercantumdalam deklarasi universal. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa upaya dari negara tertentu mengenai prlunya membuat amandemen terhadap deklarasi tersebut atau bahkan membuat instrumen sejenis Deklarasi yang baru, yang dapat menampung perkembangan masalah HAM seiring dengan meningkatnya jumlah negara anggota PBB. Sehubungan dengan itu, pada sidang majelis umum PBB tahun 1995 telah beredar suatu draf yang berjudul Declaration universal on human rights and human responsibility yang diajukan Interaction council. Dewan ini dimotori oleh Malcolm Fraser (Australia), Lee Kuan Yew (singapura), dan mantan kanselir Jerman Helmut Schmidt. Dalam draff tersebut menekankan perlu adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban asasi. C. Hak Generasi Ketiga Dalam Konfrensi Wina Tahun 1993 Sistem perlindungan hak asasi manusia PBB cenderung berbicara tentang dua kategori utama yaitu hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang pernah disebut sebagai hak generasi pertama dan hak generasi kedua. 33 Menurut beberapa penafsiran,hak-hak sosial dan ekonomi hanya mencerminkan tujuan sedangkan hak sipil dan politik adalah hak yang sesungguhnya cara berpikir semacam ini telah ditolak oleh PBB pada penutupan Konferensi dunia tentang HAM di wina tahun 1993, dimana wakil dari 171 negara mengesahkan deklarasi Wina yang menyatakan semua hak asasi manusia bersifat universal, tak terbagi, salig tergantung, saling terkait. Munculnya hak generasi ketiga seperti hak rakyat dan hak solidaritas dan hak atas pembangunan, hak atas perdamaian dan hak atas lingkungan yang sehat, telah mulai diakui dalam resolusi majelis umum PBB dan dokumen-dokumen lain, tetapi hak-hak itu belum ditransformasikan enjadi kewajiban perjanjian yang mengikat.Hak atas pembangunan tampak mendapat dukungan paling banyak dalam PBB. Deklarasi Wina 1993 menyebut hak ini sebagai suatu hakuniversal dan tak dapat dicabut serta merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang mendasar. Hak atas pembangunan melalui resolusi PBB tahun 1987 diserukan kepada negara anggota untuk memberi prioritas pada implementasi standar yang sudah ada. A. Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak dan kebebasan dasar manusia menurut UU. No. 39/1999/ ham 2. 2.Bagaimana perlindungan HAM menurut Konfrensi Wina 1993 3. Apa yang dimaksud dengan Hak Generasi ketiga B. Umpan. Balik Materi ini dapat anda kuasai apabila melakukan hal-hal sebagai berikut: - mencari literatur yang ada hubungan dengan materi - membuat ringkasan materi pada saat perkuliahan - melakukan diskusi kelompok 34 BAB III PEMBENTUKAN HUKUM HAK ASASI MANUSIA PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Dalam pembahasan kali ini akan menguraikan tentang pembentukan hukum hak asasi manusia, bagaimana konsepnya, instrumen-instrumen apa saja yang mendukung ditegaknya hak asasi manusia tersebut dan bagaimana pandangan HAM oleh berbagai negara. Relevansi Materi ini sangat penting di pahami oleh mahasiswa, karena untuk menegakkan hak asasi manusia perlu ada hukum dalam hal ini Undangundang dan instrumen-instrumen hukum lainnya yang menjadi pijakan untuk memberi batas bagi stipa orang dalam rangka penghormatan terhadap hak orang lain. Tujuan Instruksional khusus Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menjelaskan kembali bagaimana pembentukan hukum hak asasi manusia itu. 2. Menguraikan Instrumen-instrumen tentang hak asasi manusia 3. Bagaimana pengaturan hukum HAM negara-negara barat. MATERI A. Konsep Pembentukan Hukum HAM Hukum merupakan aturan-aturan yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat agar dapat hidup dengan tenang, 35 tentram, damai, bahagia dan sejahtera berdasarkan keadilan yang berlaku di dalam masyarakatnya. Setiap masyarakat manusia baik yang sederhana maupun yang sudah maju mempunyai hukum yang sesuai dengan perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Hal diatas sesuai dengan prinsip yang dikenal dalam ilmu hukum yang menyatakan dimana ada masyarakat maka disitu pasti ada hukum,cicero mengatakan” ibi sociates ibi ius”. Prinsip tersebut dijamin kebenarannya karena pada prinsipnya setiap manusia pada umumnya ingin hidupnya tertata dengan baik dan teratur. Suasana hidup yang tenang, tentram, damai,bahagia dan sejahrtera selalu dicita-citakan oleh insan manusian yang normal (Moch Faisal Salam, 2002 : 41). Setiap individu dan sifat sosial harus dilaksanakan oleh setiap manusia berdasarkan asas keseimbangan dan keselarasan, artinya kedua sifat-sifat itu dianggap penting sehingga keduanya harus dilakukan secara seimbang atau tidak berat sebelah. Akan tetapi dalam kenyataanya bagaimana mengukur keseimbangan sifat tersebut merupakan hal hal yang dianggap sulit, karena apa yang dirasakan/dianggap seimbang oleh seorang belum tentu dirasakan/dianggap seimbang oleh orang lain. Keadaan tersebut biasanya akan menimbulkan persoalan/konflik didalam kehidupan kemasyarakatan, untuk mengatasi hal ini maka diperlukan hukum. Didalam kehidupan masyarakat hukum dianggap sebagai kaidah yang tepat menegakan keseimbangan dan keadilan didalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Menyusul disetujuinya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, Komisi PBB tentang Hak-hak Asasi Manusia 36 telah membuat draft Internasional bill Of Rights berikutnya yaitu : The Internasional Covenant on civil and Political Rights (Perjanjian Internasional tentang hak-hak sipil dan politik) The Internasional Covenant on Economic Sosial and Cultural Rights (Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya) dan The Optional Protocol to the civil and Political Covenant (Protokol Fakultas pada perjanjian sipil dan politik). Kedua perjanjian itu menjadikan ketentuanketentuan Deklarasi Universiras mengikat secara hukum, memberikan penjabaran lebih rinci mengenai hak-hak asasi yang dilindungi dan memberikan tata cara pelaksanaan yang harus diikuti negara-negara anggota (Peter Davies: 12). B. INSTRUMEN-INSTRUMEN HAM INTERNASIONAL Ketentuan-ketentuan hukun internasional yang mengatur tentang tanggung jawab negara dibidang hak-hak asasi manusia diatur dalam : a. Piagam PBB (United Nations Chater)1945 b. Deklarasi Universal tentang hak-hak asasi manusia (Declaratins Of Human Rights)1948 c. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial (International Convension On The Eliminatioan Of All Forms Of Racial Discrimination)1965 d. Konvensi hak sipil dan politik (International Covenant On civil and Polical Rights) 1966 e. Konvensi hak Ekonomi, Sosila dan Budaya (Internatonal Covenant and Economic, Social, and Cultural Right) 1966 37 f. Konvensi Tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (International Covenant On The Elimination Of All Froms Of The Racial Discriminatioan Agains Women) 1979 g. Konvensi tentang penyikasaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam lainnya yang tidak menusiawi atau merendahkan martabat manusia (Convention Agains Torture and Other Cruel, Inhuman Or Degrading Treatment Of Punisment) 1984 h. Konvensi tentang hak-hak politik wanita (Convention On the Political Rights Of Women) 1953 i. Resolusi PBB nomor 48/104 tantang penghapusan kekerasan terhadap wanita 1993 j. Deklarasi program aksi wina 1993 k. Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan Genosida (Convention On The Prevention and Punisment Of The Crine Of Genosida) 1948 l. Konvensi anti perbudakan (Slavery Convention 1926 m. Protocol Amending The Slavery Convention 1953 n. Covenant tentang perlindungan hak-hak semua pekerja Migran dan anggota-anggota keluarganya (Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Wokers and Members Of The Families) o. Konvensi Penghentian perdagangan manusia dan eksploitasi prostitusi (Convention For The Suppression Of The Traffic In Persons and On The Eksploitation Of The Prostituon Of Others 1950 p. ILO convention concerningforced laboer (1930) 38 q. Geneva convention for the amelioration of thecondition of the wounded and sick in armed forces en the field (1949) C. INSTRUMEN-INSTRUMEN HAM REGIONAL Dewasa ini ada tiga sistem hak asasi manusia regional yakni sistem hak asasi manusia eropa, sistem hak asasi manusia antar Amerika serta piagam Hak asasi manusia dan rakyat organisasi persatuan Afrika.Ada asal usul untuk mengadakan traktat hak asai manusia islam, di antaranya yang terbaru adalah Deklarasi Kairo tahun 1990 oleh Organisasi Konferensi Islam tetapi sampai sekarang belum ada hasil yang konkrit. Sebuah traktat hak asasi manusia regional untuk Asia Tenggara dan Pasifik pernah juga diusulkan, tetapi usulan ini berasal dari LAWASIA sebuah kelompok ahli hukum swasta dan belum berdampak nyata pada pemerintah-pemerintah di kawasan itu. 1. Eropa Konvensi Eropa Menengah Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental (1950) adalah sistem yang paling maju dalam hal daya tahun serta jumlah yurispudensinya. Diciptakan oleh Dewan Eropa (sebuah lembaga internasional yang dirancang untuk memperlancar kerjasama Eropa, jangan dikacaukan dengan masyarakat Eropa) Konvensi Eropa dirumuskan untuk mencapai tiga tujuan ;pertama memperkuat demokrasi dan komitmen negar-negar anggota pada rule of law, kedua memberikan peringatan tanda bahaya akan munculnya totaliterisme baru dan ketiga bertindak sebagai benteng dalam menghadapi ancaman kepungan komunisme. Fungsi-fingsi ini telah dijalankan oleh Konvensi ini dengan cukup baik, namun pengalaman 39 kudeta di yunani dan buntunya pada tahun 1967 memperlihatkan keterbatasan efektivitas Konvensi ini. Sekalipun begitu dalam dasawarsa 1970 negara-negara yunani, Spanyol dan portugal yang baru didemokratiskan, telah meratifikasi Konvensi Eropa sebagai sarana untuk memperkuat proses demokrasi dalam negeri mereka. Tetapi prestasi utama konvensi Eropa adalah menyediakan suatu mekanisme yang memungkinkan individu-individu yang merasa haknya dilanggar oleh negara untuk mengajukan petisi kepada Komisi Eropa guna memperoleh ganti rugi. Seperti terlihat kemudian fingsi utama Komisi adalah mendapatkan penyelesaian yang baik antara individu dengan negaranya. Tetapi jika hal itu tidak kunjung tercapai masalah ini dapat diteruskan ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa dan putusan ganti rugi yang ditetapkan akan mengikat negara itu. Lewat mekanisme ini cukup banyak individu telah memperoleh ganti rugi atas pelanggaran yang besar maupun yang relative kecil terhadap hak mereka. Konvensi Eropa dan kesepuluh protokolnya terutama mengenai proteksi terhadap hak sipil dan politik, meskipun protokol 1 dimaksudkan untuk memproteksi hak milik pribadi. Proteksi terhadap hak ekonomi dan sosial di Eropa ingin mencapai melalui prosedur-prosedur yang ditetapkan oleh Piagam Sosial Eropa (European Social Charter, 1961). Instrumen ini yang juga diadopsi oleh Dewan Eropa dimaksudkan sebagai pelengkap Konvensi Eropa (Scott Davidson, 1994: 24). Sistem Eropa yang paling berkembang dari tatanan hak asasi manusia regional yang ada. The European Convention for the Protection in Human Rights and Fundamental Freedoms (Konvensi Eropa Bagi Perlindungan Hak- 40 hak Asasi dan Kebebasan dasar Manusia telah berfungsi 1953 dengan mendirikan dua badan yaitu ; The European :Comminission of Human Rights (Komisi Eropa untuk Hak Asasi Manusia) dan The European Court of Human Rights (Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa)(Peter Davies 1994: 19). 2. Amerika Serikat Sistem hak asasi manusia antar Amerika berbeda dengan sistem yang lain karena sistem ini terbentuk oleh dua mekanisme proteksi yang masingmasing berdiri sendiri tetapi jelas saling berkaitan. Pertama semua negara anggota Organisasi Negar Amerika (OAS) (sebuah organisasi regional yang tujuannya mirip dengan tujuan PBB) mengingatkan dari untuk mematuhi hak asasi manusia menurut Piagam OAS. Seperti Piaga PBB, maka Piagam OAS yang disahkan pada tahun 1948, tidak meuat daftar hak-hak yang dapat dilindungi. Meskipun demikian melalui proses amandemen terhadap Piagam OAS dan adaptasi kelembagaan. Deklarasi Hak dan Kewajiban Manusia Amerika (American Declaration of the Rights and Duties Man, 1948) yang dapat dianggap analog dengan Deklarasi Universal telah diakui dalam sebuah keputusan Mahkamah Hak asasi Manusia Antar Amerika, sebagia intepretasi terhadap Piagam OAS yang sah dan mengikat semua anggota OAS. Lebih lanjut Komisi antar Amerika mengenai Hak Asasi Amerika (Inter-American Commision on Human Rights) diwajibkan oleh anggaran dasarnya untuk menerapkan Deklarasi Amerika ketika menangani isu hak asasi manusia sesuai dengan (Country report) penyelidikan di tempat atau prosedur petisi individual yang dibuatnya. Pilar kedua hak asasi manusia yang dikenal juga sebagi pakta San Joe (1969). Pakta ini mengikuti model konvensi Eropa, tetapi karena disusun 41 belakangan para perancangnya dapat memperhitungkan beberapa cacat pada konvensi Eropa dan memperbaikinya seperti pada Eropanya, Konvensi Amerika hampir sepenuhnya mengenai hak-hak sipil meskipun sebuah protokol yaitu pacta San Salvador (1989) menambahkan suatu daftar hak ekonomi, sosila budaya yang harus secara progresif dilaksanakan oleh negara-negar itu. Sebuah ciri baru protokol itu adalah diadakannya hak mengajukan petisi perorangan kepada komisi Antar Amerika apabila hak untuk bergabung dengan serikat sekerja atau hak pendidikan diingkari. Seperti halnya Konvensi Eropa maka pengawasan terhadap hak-hak yang dilindungi oleh Mahkamah Antar Amerika (Inter American Court) diberi kekuasaan yang sangat luas untuk memberikan nasihat atau oertimbangan, tidak hanya yang berhubungan dengan konvensi itu sendiri, tetapi juga dengan Piagam OAS dan Traktat-Traktat lain mengenai perlindungan hak asasi manusia di negara-negara Amerika. Sementara kekuasaan Mahkamahi ini cukup banyak dimanfaatkan oleh Komisi dan negara-negara anggota OAS adalah mencolok bahwa prosedur Mahkamah yang kontraversial yaitu prosedur untuk mengadukan pelanggaran individual atas hak asasi manusia hampir tidak pernah dimanfaatkan. Hal ini barangkali disebabkan oleh sejumlah alasan (Scott Davidson, 1994: 24-25) 3 Afrika Sistem regional untuk proteksi hak-hak asasi manusia yang ketiga dana terbaru adalah Piagam Afrika mengenai Hak-hak Asasi Manusia dan Rakyat (1981)yang kadang-kadang dikenal pula sebagai Piagam Banjul (memakai nama ibu kota negara Gambia, tempat perumusan Piagam itu). Piagam ini mengambil bentuk traktat multilateral seperti instrumen hak asasi 42 yang lain, disahkan oleh Organisasi Persatuan Afrika di Nairobi pada tahun 1981 dan diberlakukan pada tahun 1986. Walau memuat sejumlah hak sipil dan politik yang lazim Piagam ini berbeda dari perjanjian regional yang lain memasukkan juga hak-hak ekonomi, sosial, budaya serta “hak generasi ketiga” yang lebih kontroversial yaitu hak “solidaritas”. Jadi hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas perdamaian dan hak atas lingkungan yang baik, semuanya tercakup dalam Teks ini. Pelaksanaan hak-hak ini akan dicapai dengan hanya mengandalkan berfungsinya Komisi Afrika mengenai hak-hak asasi manusia, karena tidak ada ketentuan untuk membentuk suatu Mahkamah hak asasi manusia Afrika. Komisi Afrika ini telah ada sekitar empat tahun lamanya dan telah menerima sejumlah laporan negara tentang pelaksanaan hak-hak yang dilindungi itu serta beberapa pengaduan perorangan. Sejqauh ini belum dicapai keputusan mengenai pengaduan ini (Scott Davidson, 1994: 26) Piagam Afrika membentuk African Commission on Human and People’s Rights (Komisi Afrika bagi Hak Asasi dan Rakyat) yaitu Badan yang diberi tanggung jawab melaksanakan Piagam Afrika, Komisi Afrika terdiri 11 orang anggota yang dipilih karena moralitas, integritas, keadilan kemampuan mereka dalam hak-hak asasi manusia. Komisi itu dapat meninjau pengaduanpengaduan baik dari negara anggota maupun dari sumber-sumber lain. Apabila hubungan-hubungan memperlihatkan serentetan pelanggaran yang serius dan berskala besar, maka sidang Umum (OAU)dapat menerima suatu penelitian yang mendalam dan laporan dari komisi itu. Komisi itu memiliki kekuasaan yang luas untuk meneliti, termasuk hak untuk melakukan penelitian lapangan. Piagam Afrika itu meminta negara anggotanya untuk 43 menyerahkan laporan tentang pelaksanaannya kepada Komisi itu sekali dalam dua tahun. Akhirnya Piagam Afrika, berbeda dari sistem Eropa dam Amerika tidak mengadakan suatu bentuk judical review bagi putusan-putusan komisi itu (Peter Davies, 1994: 29) 4. Dalam Kerangka Negara-Negara Asia Pasifik Kawasan ini paling tertinggal dalam upaya pembentukan pengaturan regional dibidang HAM. Beberapa upaya sebenarnya telah dilakukan untuk membentuknya melalui pertemuan negara-negara di wilayah Asia Pasifik. Sejumlah lokakarya ada seminar telah dilaksanakan dalam rangka ini pada tahun 1993 di Jakarta telah diselenggarakan Lokakarya Regional wilayah Asia Pasifik untuk keperluan ini dan hasilnya berbentuk Concluding Remarks yang menekankan bahwa pengaturan regional HAM di Asia Pasifik tersebut memang diperlukan Hanya saja proses pembentukannya hendaknya secara bertahap. Berbagai Lokakarya yang disponsori Pusat HAM PBB Jenewa tersebut selalu melaporkan hasilnya kepada sidang Komisi HAM PBB yang pada intinya menyatakan bahwa negara-negara Asia Pasifik menyetujui pembentukan mekanisme regional HAM melalui proses bertahap. Sedangkan ASEAN sendiri telah membahas masalah ini secara khusus termasuk dalam pertemuan tingkat Menetri Luar Neger. Sementara ini disepakati bahwa ASEAN akan terus mengupayakan terbentuknya Pengaturan Regional HAM Asia Pasifik. Sebagai bangsa yang lahir dari penjajahan selama ratusa tahun hak asasi manusia bukanlah merupakan hal yang baru bagi Indonesia. Bukankah apa yang diperjuangkan oleh Indonesia selama waktu itu merupaka 44 pelaksanaan hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri. Oleh karena itu bangsa Indonesia sangat memahami makna dan hakikat hak asasi manusia. Sebagai bukti sejarah maka dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan tekad untuk menghapuskan penjajahan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Itulah sebabnya Indonesia mempunyai Komitmen untuk mrwujudkan dan melindungi hak asasi manusia. Komitmen tersebut bersumber pada Pancasila, khususnya sila ke-2 yakni Kemanusiaan yang adil dan beradap serta pasal-pasal yang relevan pada UUD 1945 yang dirumuskan sebelum dicanangkan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB pada tahun 1948. Seperti yang disarankan Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993 dan hasil Lokakarya Nasional HAM II yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia, KOMNAS HAM dan PBB pada tanggal 24-26 Oktober 1994, telah dirumukan suatu Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia 1998-2003. Rencana Aksi tersebut berisikan langkah-langkah nyat yang akan dilakukan pada tingkat nasional; dalam kurun waktu lima tahun 1998. Pelaksanaan Rencana Aksi ini dilakukan secara sistematis dan terpadu dengan tetap mengacu TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 45 BAB IV MEKANISME PENEGAKAN HUKUM DI BIDANG HAM INTERNASIONAL PENDAHULUAN Deskripsi singkat Dalam bab ini akan di bahas mengenai mekanisme penegakan hukum HAM Internasional, apa yang menjadi latar belakang sehingga dibentuk badan peradilan pidana Internasional (International Criminal Court), kejahatan-kejahatan apa saja yang termasuk dalam pelanggaran berat HAM dan bagaimana cara penyelesainnya. Relevansi Pembahasan ini sangat penting untuk dipahami,mengingat perjuangan penegakan hak asasi manusia tidak akan terwujud jika tidak diimbangi dengan adanya aturan baik itu berupa UU ataupun instrumen-instrumen hukum HAM yang dijadikan dasar dalam menangani suatu perkara baik pelanggaran HAM ataupun kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat HAM. Tujuan Instruksional Khusus Setelah membahas materi ini mahasiswa diharapkan dapat: 1. Membedakan antara pengadilan HAM menurut UU No. 26/2000 dengan ICC (Pengadilan pidana Internasional). 2. Menyebutkan tentang kejahatan-kejahatan yang termasuk pelanggaran berat HAM 3. Menjelaskan tentang mahkamah Ad Hoc kejahatan perang. 46 MATERI A. PEMBENTUKAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL Dalam United Nations DiplomaticConference of plenipotentiaries on the Establishment of an Internasional Criminal Court di Roma (Itali) yang berlangsung dari tanggal 15 Juni s/d 17 Juli 1996, pada tanggal 17 Juli 1998 telah disahkan Statue for International Criminal Court melalui voting dengan perbandingan suara 120 setuju, 7 menolak dan 21 abstain (Moch Faisal Salam,2002: 68). Dengan telah disahkannya Statue for International Criminal Court maka terbentuklah badan baru di lingkungan Perserikatan BangsaBangsa (PBB), yaitu International Criminal Court (ICC) yang merupakan suatu badan peradilan pidana internasional yang bersifat tetap (Permanen) yang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan yuridiksinya atas seorang yang melakukan kejahatan-kejahatan yang sangat serius yang menjadi keprihatinan seluruh masyarakat internasional (the most serious scrimes of conceren to the international comunity as a whole). Adapun dalam Konferensi diplomatiktelahdisepakatibahwakejahatan-kejahatanyang dimaksudkanadalah a) Kejahatan Genosida (The Crime of genocide) b). Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes against humanity) c). Kejahatan Perang (War Crimes)d.) Kejahatan agresi (The Crimes of aggression) Latar belakang pembentukan ICC adalah karena kenyataan sejarah selama abad ke-20 menunjukkan bahwa jutaan orang yang terdiri dari anakanak perempuan dan laki-laki telah menjadi korban dari kekejaman yang tidak dapat dibayangkan yang sangat menggoncangkan hati nurani kemanusiaan (unimaginable atrocities that deeply shock the conscienceof humanity). 47 Bahwa kekejaman yang terjadi didalam melakukan kejahatan berat yang merupakan kejahatan yang sangat serius yang menjadi keprihatinan seluruh masyarakat intrnasional itu, telah mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan dunia (Well-being of the world) selain sifat dan akibat yang serius dari kejahatan itu yang mendorong untuk segera dibentuk ICC juga karena masih terdapatnya pelaku kejahatan tersebut yang bebas daru hukuman (impunity). Oleh karena itu pelaku-pelaku kejahatan itu harus dihukum dan harus adanya penuntutan yang efektif (effective prosecution) dengan mengambil tindakan-tindakan hukum yang dalam tingkat nasional dan dengan meningkatkan kerjasama internasional serta mengakhiri “Kebebasannya” dari hukuman (impunity) untuk pelaku-pelaku kejahatan tersebut dan untuk memperbesar pencegahan terhadap terulangnya lagi kejahatan serupa. Oleh karena itu tujuan pembentukan ICC adalah untuk menghukum pelaku-pelaku kejahatan dengan melakukan penuntutan yang efektif melalui tindakan hukum tingkat nasional dan meningkatkan kerja sama internasional, maka peranan ICC didalam melaksanakan yuridiksi adalah bersifat pelengkap (complementarity) dalan arti apabila penuntutan yang efektif melalui tindakan hukum di tingkat nasional tidak dapat berjalan baru berlaku yuridiksi ICC melalui kerjasama internasional. Jika melihat kepada latar belakang dan tujuannya, semua negara dan bangsa di dunia akan sepakat dan setuju atas pembentukan ICC ini, hal mana tergantung kepada isinya (substansi) dan sejauh mana dampaknya terhadap kepentingan nasional. Karena dalam status ini harus dipelajari sistem dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam 48 mencapai tujuan dibentuknya ICC ini dalam lingkup kerjasama internasional. Oleh karena itu perlu dikaji antara lain mengenai, organisasi, kedudukan hukum, struktur, fungsi, yurisdiksi, asas-asas yang berlaku dan kaitannya dengan issue adminissibiliti, serta mekanisme proses peradilannya Penyidikan Penuntutan Persidangan Perkara Putusan dan Eksekusi putusan. Jika dilihat dari kacamata perlindungan HAM di Indonesia keberadaan Statuta Roma ini sesungguhnya merupakan pelengkap bagi hukum nasional dan mengantisipasi pelanggaran HAM di Indonesia sesuai dengan salah satu asas yang di anut oleh Statuta Roma yaitu Asas pelengkap (complementary principle) sebagaimana tercantum dakam pembukaan dan pasal 1. statuta ICC, bahwa Mahkamah itu menjadi pelengkap dari yurisdiksi pidana di tingkat nasional. Artinya jika hukum nasional, misalnya undang-undang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang peradilan Militer tidak dapat berjalan dengan lancar, maka dapat digunakan perangkat hukum ini. Untuk itu tentunya perlu harmonisasi dalam berbagai bentuk perundang-undangan. Dalam mendukung terciptanya harmonisasi hukum nasional dan hukum internasional tersebut masih harus dilihat beberapa asas hukum yang diatur di dalam Statuta Roma ini antara lain adanya asas dasar (basic principle) yaitu asas melekat (inherent automatic) dan beberapa asas umum hukum pidana yang berlaku dalam Statute ICC ini. Antara lain asas Nullum Crimenh Sine Lege (tiada kejahatan tanpa undang-undang (pasal 23) asas non rectoactivity ratione personae) tidak berlaku surut (pasal 24) dan juga penting adalah asas individual responsibility/tanggung jawab pidana secara individual (pasal 25)(Moch Faisal Salam, 2002:71). 49 Dua asas yang terakhir ini mempertegas bahwa kedudukan pelaku pelanggaran HAM apakah ia seorang petinggi militer maupun petinggi sipil sekalipun tidak dapat dijadikan dasar untuk bebas dari tanggung jawab pidana, disamping itu tentu saja perbuatan yang dilakukan sebelum Statuta Roma dan Undang-Undnag Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 diberlakukan, pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia tidak dapat dihukum, meskipun masyarakat internasional merasakan perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Dalam pembukaan Undang-Undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menunjang tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah ditetapkan oleh PBB, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia. Bagaimana juga, hadirnya UndangUndang Hak Asasi Manusia itu perlu dianggap sebagai upaya Indonesia dalam memetakan keberadaan hukum positifnya dalam keluarga hukum masyarakat beradab di dunia ini. Jika dilihat dari kaca mata internasional barangkali layak apabila hal ini diakui merupakan salah satu upaya proses harmonisasi hukum dalam upaya perlindungan HAM di Indonesia dalam era globalisasi. B. MAHKAMAH AD HOC KEJAHATAN PERANG Berkaitan dengan kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat, di mana salah satu bentuknya adalah kejahatan perang (war crimes) dalam sejarah di kenal ada dua Mahkamah yang mengadili penjahat perang dunia 50 ke-II, yaitu Mahkamah Tokyo dan Mahkamah Nuremberg. Mahkamah Tokyo dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jepang. Sedangkan Mahkamah Nuremberg dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Nazi, Jerman (Arlina Permanasari dkk, 1999:184). Mahkamah Nuremberg dibentuk berdasarkan Piagam Nuremberg (Nuremberg Charter) atau biasa disebut dengan nama Piagam London (London Charter).sejak terbentuknya Mahkamah ini telah menjatuhkan hukuman kepada dua puluh empat tersangka. Ada 3 kategori pelanggaran atau kejahatan yang menjadi yurisdiksi dari Mahkamah Nuremberg ini yaitu; kejahatn terhadap perdamaian (crimes against peace), kejahatn perang (war crimes), dan kejahatn terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Yurisdiksi Mahkamah diatur dalam Pasal 6 Piagam Nuremberg . (Arlina Permanasari dkk, 1999:185) Disamping itu dalam Pasal 6 juga ditegaskan tanggung jawab individual dari pelaku kejahatan-kejahatan yang dimaksud. Ini berarti pelaku kejahatan tidak dapat berdalih bahwa perbuatannya tersebut untuk kepentingan atau karena perintah negara. Dengan demikian setiap pelaku ketiga kejahatan tersebut di atas tidak dapat kemudian menggunakan dalih tanggung jawab negara (State responsibility). Dalam pasal 7 Piagam Mahkamah dikatakan degan tegas bahwa kedudukan resmi dari si pelaku, baik sebagai kepala negara atau sebagai pejabat yang bertanggung jawab di dalam institusi pemerintah tidak dapat dijadikan alasan untuk membebaskan yang bersangkutan dari tanggung jawabnya atau untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan. Kemudian dalam pasal 8 dinyatakan bahwa si pelaku melakukan kejahatan tersebut karena 51 perintah dari pemrintahnya atau karena perintah atasannya, juga tidak dapat dijadikan alasan untuk membebaskan tanggung jawab si pelaku, tetapi hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengurangi hukuman yang dijatuhkan oleh Mahkamah. Mahkamah Penjahat perang Tokyo dibentuk pada tanggal 19 Januari 1946. Namun resmi dari Mahkamah ini adalah International Military Tribunal for the far East. Berbeda dengan Mahkamah Nuremberg yang dibentuk dengan Treaty yang disusun oleh beberapa negara. Tokyo Tribunal dibentuk berdasarkan suatu pernyataan atau proklamasi Komandan Tertinggi Pasukan Sekutu di Timur Jauh, Jenderal Douglas Mac Arthur. Kemudian oleh Amerika disusun Piagam untuk mahkamah ini yang pada dasrnya mengacu kepada Piagam Mahkamah Nuremberg. (Arlina Permanasari dkk. 1999: 187). Sama halnya dengan Mahkamah Nuremberg Mahkamah Tokyo juga mempunyai yurisdiksi terhadap tiga kejahatan yaitu: Crimes against peace , crimes of war dan crimes against humanity. Di dalam Piagam Mahkamah Tolyo dikatakan bahwa alasan tindakan negara (Act of State) dan perintah alasan tidak dapat dijadikan dasar untuk membebaskan tanggung jawab si pelaku, tetapi hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengurangi hukuman. Hal yang sama juga diterapkan jika si pelaku melakukan tindakan tersebut dalam kapasitasnya sebagai pejabat resmi. Setelah perang dunia ke-II selesai kemudian dibentuk dua Mahkamah ad hoc lainnya yaitu Mahkamah Yang mengadili penjahat perang di eksYugoslavia serta di Rwanda. Perlu diketahui bahwa pembentukan Mahkamah-Mahkamah semacam ini adalah bersifat ad hoc atau sementara. Hal ini berarti bahwa Mahakamh tersebut dibentuk untuk jangka waktu dan 52 daerah tertentu saja. Dalam hal pembentukannya dapat dilihat bahwa untuk Mahkamah Tokyo dan Nuremberg dibentuk oleh pihak yang menang, sedangkan Mahkamah Rwanda dan Mahkamah Yugoslavia dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Mahkamah eks-Yugoslavia dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 808 tanggal 22 Februari 1993 dan Nomor 827 (25 Mei 1993). Perkembangan yang terakhir kemudian Statuta Mahkamah eksYugoslavia yang dibentuk berdasarka Revolusi DK-PBB No. 827 tahun 1993 diamandemen oleh Revolusi DK-PBB Nomor 1166 tahun 1998 (Arlina Permanasari dkk,1999:188). Pasal 1 samapai dengan pasal 5 Statuta Mahkamah eks-yugoslavia mengatur mengenai kompetensi atau yurisdiksi Mahakamah, yaitu : 1. Pelanggaran Serius terhadap hukum humaniter (serious violations of international humanitaraian law); 2. Pelanggaran berat sebagaimana dimaksud dalam konvensi-konvensi Jenawa 1949; 3. Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang; 4. Genocida; 5. Pelanggaran terhadap kemanusiaan (Arlina Permanasari dkk, 1999: 189) Penjelasan dari pelanggaran atau kejahatan yang dimaksud diatas terdapat pada pasal-pasal yang mengaturnya. Misalnya tentang pelanggaran berat, Statuta ini mengambil rumusan sebagaimana yang dimaksud dalam konvensi Jenawa 1949. begitu juga misalnya apa yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) diuraikan pada ketentuan pasal 5 Statuta. 53 Mahkamah ad hoc lainnya yang telah di bentuk adalah Mahkamah peradilan kejahatan perang di Rwanda. Nama lengkap dari Mahkamah ini adalah international Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR). Mahkamah ini dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 955 tanggal 8 November 1994. tujuan dibentuknya Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang melakukan genocida di Rwanda dan mengadili warga negara Rwanda yang melakukan genocida dan pelanggaran serupa lainnya diwilayah negara tetangga dan di Rwanda yang dilakukan antara tanggal 2 Januari 1994 sampai dengan tanggal 31 Desember 1994. Kompetisi Mahkamah Rwanda ditujukan untuk kejahatan-kejahatan sebagai berikut: 1. Genocida; 2. Crimes Against Humanity; 3. Pelanggaran terhadap pasal 3 ketentuan yang bersamaan dari konvensi Jenawa 1949 dan Protocol Tambahan II 1977 (violation pf Article (3) Common to the Convention and Additional Protocol II) Baik Mahkamah eks-Yugoslavia maupun Mahkamah Rwanda menetapkan Individual Responsibility terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan/atau pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam statuta. Adapun untuk hukum acaranya maka ICTY menggunakan system common law, sedangkan ICTR menggunakan campuran antara system civil dan common law. (Arlina Permanasari dkk, 1999: 190) 54 A. Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ICC! 2. Perkara apa saja yang disebut sebagai pelanggaran berat HAM? 3. Bagaimana cara penyelesaian pelanggaran HAM menurut UU. No. 39/99/ HAM? 4. Siapa saja yang dapat diadili pada peradilan pidana internasional? 5. Uraikan tentan Mahkamah Ad Hoc kejahatan perang! B. Umpan Balik Materi ini dapat anda kuasai bila melakukan hal-hal: - Membuat ringkasan materi - Melakukan diskusi kelompok - Mencari literatur yang ada hubungan dengan materi 55 BAB V IMPLEMENTASI HUKUM HAM DI INDONESIA PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Bab ini akan mengemukakan tentang bagaimana implementasi hukum hak asasi manusia di Indonesia. Upaya-upaya apa yang dilakukan Indonesia dalam mendukung penegakan hak asasi manusia dan sejauh mana tindakan pemerintah dalam penghormatan dan penegakan hak asasi manusia tersebut. Relevansi Pembahasan ini sangat penting karena Hak asasi manusia adalah hak mendasar yang harus dihormati oleh semua orang, sebagai hak dasar hakhak tersebut merupakan hak yang tidak bisa diabaikan (non derogable rights) baik oleh orang itu sendiri terlebih oleh pemerintah. Hak asasi manusia harus dilindungi, ditegakkan dan dihormati. MATERI A. KEBIJAKAN INDONESIA DI BIDANG HAK-HAK ASASI MANUSIA Hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri terdapat dalam pembukaan UUD 1945, namun perlu diingat bahwa Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang lahir sesudah tahun 1945 tidak menyebutkan apa-apa tentang The Right to self determination. 56 Jelaslah bahwa nilai-nilai hak-hak asasi manusia dalam falsafah negara dan UUD 1945 menjadi dasar bagi kemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam falsafa negara dan UUD 1945yang menjadi dasar bagi perlindungan dan kemajuan HAM di Indonesia. Indonesia secara konsisten mendukung upaya kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah melalui berbagai modalitas termasuk dalam membidani lahirnya deklarasi tentang pemberian Kemerdekaan kepada bangsa-bangsa dan wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaan Kolonial (Declaration on the Granting of independence to Colonial Countries and Peoples) pada tahun 1960 yang secara eksplisit merupakan proyeksi kalimat pertama pembukaan UUD 1945. Komitmen Indonesia dalam pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia juga bersumber pada pasal-pasal yang relevan dalam UUD 1945, yakni persamaan, hak sesama warga negara dalam hukum (pasal 27) hak berserikat dan berkumpul (pasal 28) hak untuk mendapatkan pendidikan (pasal 31) pengakuan terhadap hak-hak kebudayaan (pasal 32) dan jaminan bagi fakir miskin dan anak-anak untuk tidak diterlantarkan negara (pasal 34). Jelaslah bahwa pemajuan dan perlindungan HAM pada hakikatnya merupakan amanat Konstitusi bagi segenap unsur penyelenggara pemerintah. Kemudian pemajuan dan perlindungan HAN ini dikembangkan melalui TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tantang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Indonesia mengakui universalitas hak asasi manusia dan pada saat yang sama juga berpendapat bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan berbagai instrumen hak asasi manusia internasional adalah wewenang dan tanggung 57 jawab setiap pemerintah dengan memperhatikan sepenuhnya keanekaragaman tata nilai, sejarah, kebudayaan, sistem politik, tingkat pertumbuhan sosial dan ekonomi serta faktor-faktor lain yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Pemerintah Indonesia samapi sekarang sudah mengesahkan tujuan instrumen internasional hak-hak asasi manusia yaitu: Konvensi hak-hak politik wanita. Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Konvensi Hak anak. Konvensi Hak-hak Anak. Konvensi Internasional Menentang apartheid dalam Olah Raga. Khusus konvensi Menentang penyiksaan perlakuan atau hukuman yang kejam., tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat,disahkan pada tanggal 28 September 1998 melalui UU No 5 tahun 1998 dan Konvensi tentang penghapusan Segala Bentuk diskriminasi Rasial yang disahkan pada tahun 1999 Konvensi terakhir yang disahkan Indonesia adalah Konvensi ILO (Organisasi Buruh Sedunia) No 182pada tanggal 8 Maret tahun 2000. Konvensi dengan judul “Tindakan Pelanggaran dan Penghapusan Segala Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak” yang disahkan melalui Undangundang No 1 Tahun 2000 tanggal 8 Maret 2000. Adapun yang dimaksud dengan bentuk-bentuk terburuk antara lain semua bentuk perbadakan seperti: penjualan anak, kerja paksa, pembelian, penggunaan dan penawaran anak untuk kegiatan prostitusi dan kegiatan-kegiatan terlarang lainnya. Dapat dikatakn bahwa ratifikasi oleh Indonesia terhadap Konvensi yang diterima dalam Konferensi Internasional ke-87 di Jenawa tanggal 17 Juli 1999 tergolong paling cepat, sehingga mendapat sambutan baik masyarakat nasional maupun intenasional. 58 Proses pengesahan berbagai instrumen hak-hak asasi manusia memang perlu dilaksanakan secara arif dan bijaksana dan bertahap sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Pengesahan perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik misalnya yang dijadwalkan akan dilakukan pada tahun ke-5 pelaksanaan Rencana Aksi Nasional sekarang dikaji bersama-sama dengan Perjanjian Ekonomi, Sosial dan Budaya. Diseminasi pendidikan hak-hak asasi manusia penting dilakukan karena sebagai tolak ukur kehidupan Sosial manusia, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia memerlukan suatu proses panjang mengingat sifat hak-hak manusia sarat nilai. Diseminasi dan pendidikan hakhak asasi manusia adalah proses terbentuknya nilai, sikap, kebiasaan di dalam diri peserta didik sewaktu berinteraksi dengan lingkungan di bawah bimbingan para pendidik dalam arti yang luas seperti orang tua, guru, tokoh masyarakat dan para pemimpin. Diseminasi dan pendidikan HAM tidak akan memadai jika hal ini hanya merupakan suatu penyampaian informasi tentang HAM secara sekejap dan terpisah tidak terkoordinasi dan tidak sistematis sebagai suatu tata nilai hak asasi manusia hendaknya yang dipahami, dihayati lalu diamalkan. Dalam rangka megupayakan internalisasi nilai-nilai HAM dalam kehidupan sehari-hari sendiri mungkin dan pada ruang lingkup golongan masyarakat seluas mungkin, program diseminasi dan pendidikan HAM haruslah disampaikan antara lain pada tingkat universitas dan lembaga pendidikan tinggi lainnya, pendidikan jalur sekolah, pendidikan jalur luar sekolah, pendidikan jalur keluarga dan media masa. 59 Mengingat proses pengesahan perangkat-perangkat internasional HAM memerlukan waktu dan pemikiran secara matang. Upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia tidak harus menunggu rampungnya proses pengesahan tersebut. Indonesia yang telah sedang dan akan terus melakukan upaya pemajuan dan perlindungan HAM perlumenyusun suatu daftar prioritas kegiatan pelaksanaan, pemajuan dan perlindungan HAM sesuai kebutuhan dan perkembangan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Upaya pelaksanaan pemajuan dan perlindungan HAM khususnya yang berkaitan dengan beberapa jenis hak-hak asasi manusia yang merupakan hak yang paling mendasar (non derogable right) maupun karena pelanggarannya mudah digolongkan sebagai pelanggaran berat HAM dan mudah mencoreng citra bangsa, perlu ditetapkan sebagai prioritas disamping hak-hak asasi manusia yang mendasar ini, prioritas perlu juga diberikan untuk perlindungan kaum rentan dan hak pembangunan. Kegiatan utama bidang RANHAM meliputi diseminasi perangkat standar intenasional mengenai penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang, pengajaran hak asasi manusia kepada para pejabat, penegak hukum, studi dan diseminasi tentang hukum humaniter, program khusus untuk hakim, jaksa, perlindungan kelompok rentan yakni wanita, anak dan buruh dan pelatihan pengendalian huru-hara. Indonesia meratifikasi beberapa instrumen internasional di bidang hak-hak asasi manusia. Dari tujuh instrumen HAM yang telah disahkan terdapat empat instrumen yang mewajibkan negara pihak membuat laporan berkala kepada badan pemantau yang dibentuk oleh instrumen-instrumen tersebut yakni Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap 60 Wanita, Komite Hak-hak Anak, Komite Meneteng Penyiksaan dan Komite Anti Diskriminasi Rasial. Pelaksanaan Konvensi Hak-hak anak 1989 yang telah disahkan oleh pemerintah Indonesia dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 mencakup berbagai kegiatan komprehensif antara lain pembentukan institusi nasional dalam rangka pelasanaan konvensi, kerjasama pengumpulan data, evaluasi dan pengawasan, mobilisasi sosial masyarakat mengenai prinsip-prinsip konvensi serta pengumpulan berbagai sumber daya yang ada, upaya pelatihan para pekerja soaila anak dan lokakarya bagi para polisi, petugas penjara, jaksa, hakim bidang peradilan anak serta pembaharuan perundang-undangan pada penegak hukum. Pembentukan Lembaga Perlindungan anak kini disiapkan oleh Departemen yang terkait. Pelaksanaan tentang Konvensi Hak-hak Wanita telah disahkan Pemerintah RI dengan UU No 68 Tahun 1958 dan Hak-hak politik wanita tahun 1952 serta penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita 1979 dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti advokasi dan mobilisasi penegakan hukun yang efektif, penyusunan program Nasional, Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap wanita, berbagai langkah administarsi dan kewajiban pemantauan dan pelaporan. Konvensi Menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam tidak menusiawi atau merendahkan martabat telah diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1998 dan sesuai dengan ketentuan Konvensi telah mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 26 November 1998. Pemerintah Indonesia telah melakukan persiapan penyusunan laporan tahun pertamanya 61 kepada komite Menentang penyiksaan dan kemudian menyerahkannya pada bulan November 1999. Persiapan tersebut tentunya telah melibatkan partisipasi banyak pihak selain pemerintah sendiri seperti Komnas HAM dan berbagai LSM. Konvensi Anti Diskriminasi Rasial telah diratifikasi melalui UU No 29 Tahun 1999 dan telah mulai berlaku tanggal 25 mei 1999. Berbagai perundang-undangan mengenai diskriminasi telah dikaji ulang untuk dihapuskan terutama yang menyangkut pembatasan-pembatasan terhadap etnis Cina. Upaya pemajuan dan perlindungan HAM bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan dala waktu sekejap, tetapi merupakan suatu prose yang panjang seperti halnya proses pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu upaya tersebut perlu dilakukan secara berkelanjutan dan terpadu oleh semua pihak yakni Pemerintah, organisasi-organisasi sosial, politik dan kemasyarakatan maupun berbagai lembaga swadaya mesyarakat. Indonesia senantiasa menyambut baik uluran bantuan bilateral, regional, atau internasional dalam memperkuat kemampuan nasional guna melaksanakan program pemajuan dan perlindungan HAM, sesuai dengan semangat kerjasama internasional yang digariskan oleh Piagam PBB serta prinsip saling menghormati dan hubungan baik antarnegara. Akhirnya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia Indonesia juga memahami berbagai kesulitan dan kadang-kadang tidak dapat dihindarkan terjadi pelanggaran-pelanggaran yang mendapat sorotan dari dunia luar dan dugunakan oleh kelompok-kelompok 62 tertentu untuk mendiskriminasikan Indonesia. Kebijakan indonesia atas pelanggaranpelanggaran yang terjadi sekarang ini ialah segera mengambil langkahlangkah dan tindakan, membentuk Komisi pencari fakta, menahan pelaku yang dianggap bersalah dan mengadili mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seiring dengan perkembangan masalah HAM di bidang norma, institusi dan prosedur upaya pamjuan dan perlindungan HAM, Organisasi NonPemerintah di bidang HAM jugatelah berkembang dengan pesat. Peranan ONP itu sudah berperan sejak Konferensi SAN Fransisco ketika Piagam PBB disusun.Salah satu pengaturan Khusus kepada ONP untuk penanganan masalah-masalah yang menjadi kompetensinya termasuk HAM Pasal 71 kemudian dijabarkan ke dalam Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 1291 (XLIV) tanggal 23 Mei 1968. Beberapa ONP yang memiliki jaringan internasional seperti Amnesty International, The Lawyers Committe, The International Commission of jurists dan human right telah turut memainkan peranan dalam berbagai forum internasional yang membahas HAM bahkan kegiatan mereka sering disebut sebagai Second Track Diplomacy ini telah menghasilkan dokumen-dokumen HAM yang bermanfaat. Mereka juga sering bertindak sebagai international lobbyist dengan menyampaikan pandangan-pandangan dalam berbagai pertemuan HAM, menyampaikan laporan tertulis dan penerbitan buku-buku yang membahas secara khusus situasi HAM di beberapa negara tertentu. ONP ini juga memberikan pengaruh langsung dalam proses pengambilan 63 keputusan seperti di Komisi HAM PBB dan sub. Komisi pencegahan dan perlindungan Minoritas (Sub-Kom PDPM). Beberapa ONP di beberapa negara telah memberikan konribusi positif dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM pada tingkat nasional. Kegiatan mereka meliputi promosi di bidang ratifikasi, pendidikan HAM, Diseminasi prinsip-prinsip HAM dan menyampaikan mesukan serta kritik kepada pemerintahnya berkaitan dengan formulasi kebijakan HAM di dalam negeri dan politik luar negeri. Dinegara-negara maju ONP ini berperan karena sering dijadikan partner oleh pemerintah untuk memajukan HAM tidak saja di negaranya tetapi juga memberikan pengaruh di negara-negara lain. Di Amerika Serikat ONP tertentu telah menggalang upaya nasional untuk mempengaruhi pemerintah agar segera meratifikasi Konvenan Hak-hak sipil dan Politik. Mereka juga memberi nasihat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk mengurangi atau membatalkan bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara tertentu yang dinilainya telah melakukan pelanggaran HAM. Mengingat bahwa Rencana Aksi Nasional HAM berdasarkan keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 1998 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2003, telah berakhir pada bulan Desember 2003, maka pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang RANHAM Tahun 20042009. untuk RANHAM 2004-2009 ini telah dibentuk suatu panitia Nasional dan selanjutnya dapat membentuk kelompok kerja yang anggotanya trdiri dari 64 unsur instansi pemerintah, lembaga hak asasi manusia nasional, pakar dan unsur masyarakat. Panitia Nasional ini ketuanya adalah Menteri kehakiman yang selanjutnya bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk panitia pelaksanan Provinsi yang bertanggung jawab pada Gubernur dan Panitia Nasional. Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk panitia pelaksana kegiatan RANHAM yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota dan panitia pelaksana provinsi. Adapun tugas panitia Nasional RANHAM yaitu: a. pembentukan dan penguatan instansi pelaksana RANHAM; b. persiapan ratifikasi instrument HAM internasional; c. persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan ; d. Diseminasi dan pendidikan HAM; e. penerapan norma dan standar HAM; dan f. pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Untuk provinsi, Kabupaten/Kota tugas panitia pelaksana RANHAM yaitu: a. pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM; b. persiapan harmonisasi peraturan daerah; c. Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia; d. penerapan norma dan standar hak asasi manusia; dan e. pemantauan, evaluasi dan pelaporan. 65 B. TINDAKAN LEGISLASI Tanggung jawab negara Rebuplik Indonesia meliputi kewajiban yang diatur di dalam perjanjian intenasional di bidang hak-hak asasi manusia seperti: 1. Kewajiban pokok pemerintah Indonesia adalah menjamin bahwa semua orang yang berada dalam wilayah yurisdiksinya mendapatkan hak-hak yang telah ditetapkan di dalam suatu perjanjian, di mana Indonesia menjadi 2. Hal ini mungkin memerlukan penerimaan perundang-undangan atau peraturan yang baru dan mungkin juga memerlukan modifikasi atau pencabutan setiap perundang-undangan yang ada, yang tidak sesuai dengan ketetapan-ketetapan perjanjian. 3. Pemberian hak-hak hukum atau hak-hak formal adalah satu-satunya langkah di dalam proses ini. Negara harus menjamin bahwa hak-hak tersebut benar-benar dinikmati oleh semua orang. 4. Untuk mencapai hal ini akan ada juga kebutuhan untuk mengadopsi praktek- praktek dan kebijakan-kebijakan baru untuk mempengaruhi setiap perundang- undangan. Hal ini mungkin memerlukan adanya pendidikan dan pelatihan baik untuk para pejabat maupunmasyarakat umum dan juga alokasi sumberdaya yang tepat bagi layanan-layanan yang sesuai. 5. Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa memantau pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan di dalam perjanjian. Sebagai bagian dari perjanjian-perjanjian ini, pemerintah 66 Indonesia diharuskan untuk menyampaikan laporan secara teratur kepada Komite ini yang menunjukkan bagaimana pemerintah Indonesia telah melaksanakan kewajiban-kewajibannyaguna menjamin bahwa rakyat benar-benar memperoleh hak-hak mereka. Informasi yang lengkap harus diberikan. Jika ada kekurangan maka komite akan meminta perhatian mereka dan memberikan saran tentang bagaimana mengatasinya. Prioritas Ratifikasi terhadap ketentuan-ketentuan internasional di bidang hak-hak asasi manusia adalah sebagai berikut: 1. Pengesahan instrumen-instrumen intenasional hak-hak asasi manusia akan memperkuat dan mengembangkan perangkat-perangkat hukum pada tingkat nasional sebagai upaya untuk menjamin pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia secara lebih baik. Pengesahan instrumen-instrumen internasional hak-hak asasi manusia juga akan menunjang kebijakan pembangunan hukum nasional yang menyesuaikan dir dengan norma-norma yang diterima secara intrnasional. 2. Keputusan untuk meratifikasi suatu perangkat intenasional hak-hak asasi manusia biasanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan politis, hukum dan administrasi. Pertimbangan politis di antaranya adalah mengenai argumentasi kedaulatan negara yang harus di lakukan secara objektif. Disamping itu, secara politis, ratifikasi suatu perangkat intenasional akan menambah “international accountability” dari negara pihak melalui suatu cara yang lebih objektif dan beradab yakni pembahasan laporan dari negara pihak oleh treatis monitoring bodies secara tertutup. Pertimbangan hukum, menyangkut keuntungan yang 67 akan diperoleh karena ratifikasi berarti akan memperkuat dan memperkaya perangkat hukum nasional, sehingga akan lebih menjamin pemajuan dan perlindungan hak-hak Asasi Manusia. Pertimbangan administratif menyangkut kesiapan untuk melaksanakan kewajiban implementasi dan pelaporan yang biasanya sering terbentur pada kurangnya ahli-ahli yang memiliki tingkat pemahaman dan penguasaan substansi instrumen internasional yang tinggi. Penyusun prioritas ratifikasi instrumen internasional didasarkan pada kadar kesiapan politik, hukum dan administratif dimaksud. Disamping itu ada aspek lain yang menentukan yaitu rekomondasi-rekomondasi dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat, dengan memperhatikan dinamika masyarakat yang berkembang. 3. Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbagan tersebut,PANTAP-HAM telah menetapkan didalam RANHAM dan instrumen internasional bidang HAM yang akan diratifikasi dengan urutan prioritas sebagai berikut: a. Tahun 1998/1999: 1. Konvenan tentang Hak-Hak Ekonomi. Sosial dan Budaya (Convenant on Economic Social and Cultural Right)1966 2. Konvensi tentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam Manusia lainnya yang tidak Manusiawi atau Merendahkna Martabat (Convention Against Torture and Other Cruel, inhuman or degrading Treatment of punisment) 1984. 68 b. Tahun 1999/2000 1. Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan Genosida (Convention on the prevention and punisment of the Crime of Genocide). 2. Konvensi anti perbudakan (Stavery Convention )1926 c. Tahun 2000/2001: Konvenan tentang perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja Migran Dan Anggota- Anggota Keluarganya (Convention on the protection of the Rights of All Migrant wokers and Members of the Families). d. Tahun 2001/2002 :Convention for the suppresion of the Traffic in Person and on the Exploitation of the Prostitution of Others, 1950. e. Tahun 2002/2003: Konvenan tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik (Convenant on Civil and Political Rights) 1966 4. Sudah barang tentu proses pengesahan barbagai instrumen hak-hak asasi manusia diatas perlu dilaksanakan secara arif dan bijaksana dan bertahap serta sesuai dengan dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Dengan demikian pengesahan instrumen- instrumen hak-hak asasi manusia yang telah ditetapkan dapat disesuaikan mengikuti perkembangan yang tejadi di aindonesia . (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1998 tentang RANHAM). Pengesahan Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik, telah dijadwalkan akan dilakukan pada tahun 2002/2003. kini tengah dikaji secara mendalam 69 untuk dapat dipertimbangkandisahkan bersama-sama dengan Konvenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1998/1999. Adapun instrumen internasional yang telah diratifikasi Indonesia sampai dengan bulan Desember 1999 adalah : 1. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (CERD) 1965, telah diratifikasi melalui undang-undang Nomor 29 Tahun 1999. 2. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita international Convention on the elimination of All Forms of the Racial Discrimination Against women)(CEDAW) 1979, telah diratifikasi melalui undang- undang Nomor 7 Tahun 1984. 3. Konvensi tentang Hak Politik Wanita (Convention on the Political Rights of 4. woman) 1952 telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 68 Tahun 1938. 5. Konvensi Menentang Penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam lainnya yang tidak manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture, other Cruel and Inhumance or Degrading Rteatment or Punishment) tanggal 10 Desember 1948, telah diratifikasi melalui undang-undang Nomor 5 Tahun 1998. 70 6. Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)(CRC) 1989, telah diratifikasi melalui keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. (Salfira N. Ramadhan, 2002: 18). Sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 40 Tahun 2004 tentang RANHAM 2004-2009, maka prioritas ratifikasi terhadap instrumen internasional sesuai dengan rencana adalah sebagai berikut: 1. Tahun 2004: Kovenan Internasional Hak Ekosobud, Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Penghentian Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Prostitusi. 2. Tahun 2005: Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota-Anggota Keluarganya ;Protokol Operasional Konvensi Anak tentang Perdagangan Anak, Pornografi Anak dan Prostitusi Anak. 3. Tahun 2006 : Protokol Operasional Konvensi Hak Anak tentang keterlibatan anak dalam Konflik Bersenjata 4. Tahun 2007: Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida; 5. Tahun 2008: Protokol Operasional Konvensi Anti Penyiksaan; 6. Tahun 2008 : statuta Roma; 7. Tahun 2009 : Konvensi Status Pengungsi; 71 8. Tahun 2009 : Protokol Operasional Tahun 1967 Konvensi Status Pengungsi Pembentukan peraturan perundang-undangan hak-hak asasi manusia di Indonesia sebagai wujud dari tanggung jawab negara dalam memajukan dan melindungi hak-hakm asasi manusia seperti di bawah ini : 1. UUD 1945 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 tahun 1993 tentang komisi Nasional Hak Asasi Manusia 3. TAP MPR XVII tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia; 4. Keputusan Presiden Nomor 129 tahun 1998 tentang RANHAM 5. Undang-undang Nomor 68 tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Wanita; 6. Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 Konvensi tentang Hak Anak; 7. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1948 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita; 8. Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang kejam lainnya yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. 9. Undang-Undang Nomor 29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial; 72 10. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 11. Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan saksi; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat. 14. Rencana Undang-undang Komisi kebenaran dan rekonsiliasi. (Salfrida N. Ramadhan, 2002:18) Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi manusia. Oleh karena itu pelanggaran hak langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata dan atau administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa dalam pembukaan undang-undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB. Serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia negara Republik Indonesia. 73 C. KAPASITAS KELEMBAGAAN 1. Pengadilan HAM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Deklarasi Universal tentang hak asasi manusia. Ketetapan MPRRI Nomor XVII/MPR/1998. tentang hak asasi manusia dan undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dan asas-asas hukum internasional. Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta meratifikasi berbagai instrumen, Perserikan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Untuk melaksanakan amanat Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia tersebut, telah dibentuk undangundang Nomor 39 Tahun 1998 tentang hak asasi manusia. Pembentukan undang-undang tentang hak asasi manusia tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan bangsaBangsa. Disamping hal tersebut, pembentukan undang-undang tentang hak 74 asasi manusia juga mengandung suatu misi mengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Aasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB,serta yang terdapat dalam berbagai instrumen hukum lainnya yang mengatur hak asasi manusia yang telah disahkan dan diterima oleh negara Republik Indonesia. Dengan demikian hak asasi manusia yang telah tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, Deklarasi universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab sejalan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dalm batas-batas, rambu-rambu dan asas-asas hukum internasional yang diakui seluruh bangsa yang menetapkan antara lain : 1. Untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus). 2. Karena menusia merupakan mahkluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas. 3. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan Apapun. 75 4. Setiap Hak asasi manusia mengandung kewjiban untuk menghormati hak asasi manusia lain sehingga didalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar. 5. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi dan ditegakan untuk pemerintah, aparatur negara, pejabat politik lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Bertitik tolak dari perkembangan hukum, baik ditinjau dari kepentingan nasional maupun dari kepentingan internasional, maka untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan mengembalikan keamanan dan perdamaian di Indonesia perlu dibentuk pengadilan Hak Asasi Manusia yang merupakan pengadilan khusus bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Untuk merealisasi terwujudnya Pengadilan HAM tersebut, maka di bentuk Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000. Dasar pembentukan Undangundang tentang Pengadilan HAM adalah sebagimana tercantum dalam ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM merumuskan, bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM, adalah Pengadilan khusus terhadap Pelanggaran Hak Asasi manusia yang berat. Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perorangan maupu masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan 76 perasaan aman baik bagi perseorangan maupun masyrakat terhadap pelanggaran hak asasi manusia berat. Pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1. Pelanggaran Hak asasi Manusia yang berat merupakan ekstra ordinary crimes dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana serta menimbulkan kerugian materil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. 2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat di perlikan langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan yang bersifat khusus. Kekhususan dalam penanganan pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah : 3. Diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut ad hoc dan hukum ad hoc. 4. Diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sedangkan penyelidik tidak berwenang menerima laporan atau pengaduan sebagaimana diatur dala Kitab Undang-undang Acara Pidana. 77 5. Diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. 6. Diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi 7. Diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional dapat digunakan asas retroaktif, diberlakukan pasal mengenai kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Dalam menjalan hak kebebasan setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan utuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangna moral, nilai-nilai agama dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis dengan kata lain asas rektriaktif dapat diberlakukan dalam rangka melindungi hak asasi manusia itu sendiri undang-undang No 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia disamping mengatur pula pengadila hak asasi manusia ad hoc untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum di undangkannya undang-undang ini. Pengadilan hak asasi ad hoc dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan Presiden yang berada dalam lingkungan peradilan ini. Selain adanya pengadilan hak asasi ad hoc undang-undang ini menyebutka juga keberadaan Komisi 78 kebenaran dan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ketetapan MPR-RI No. 5/MPR/2000 tentang pemantapan persatuan dan kesatuan nasional. Komisi kebenaran dan rekonsiliasi yang akan dibentuk dengan undang-undang di maksudkan sebagai lembaga ekstra yudisial yang detetapkan dengan undang-undang dan bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau,sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Adapun ketentuan mengenai HAM ad hoc diatur dalam pasal 43 Undang-undang No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM: 1. Pelanggaran HAM sebelumUndang-undang ini, diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan HAM ad hoc. 2. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dalam ayat 1 dibentuk atas usul DPR-RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan Kepres 3. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dalam ayat 1 berada dalam lingkungan peradilan umum. Pemeriksaan di pengadilan HAM ad hoc dan upaya hukumnya dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini. Hakim ad hoc adalah hakim yang di angkat dari luar hakim karir yang memenuhi persyaratan profesional, berdedikasi dan berintegrasi tinggi, menghayati cita-cita negara hukum yang berintikan keadilan memahami dan menghormati HAM dan kewajiban dasar Manhusia. Lingkup kewenangan peradilan HAM menurut UU 26 Tahun 2000 bertugas dan berwewenang memeriksa serta memutuskan perkara HAM yang berat pelanggaran ham yang berat yaitu kejahatan Genosida dan kejahatan kemanusiaan. Pengadilan HAM berwewenang 79 mengadili pelanggara HAM yang dilakukan dalam negeri dan juga dilakukan di luar batas territorial wilayah negara RI oleh warga negara Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan kejahatan genosida setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama, dengan cara : a. Membunuh anggota kelompok; b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; c. Menciptakan kondisi kelompok yang akan mengakibatkan kepunahan fisik bagi seluruh atau sebagianya; d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. A. Latihan 1. Sebutkan beberapa hak asasi manusia yang paling mendasar 2. Apa yang dimaksud dengan diseminasi HAM 3. Sebutkan beberapa instrumen HAM Internasional yang telah di ratifikasi Indonesia 4. Apa yang dimaksud dengan tindakan legislasi 80 5. Apa yang dimaksud dengan RAN-HAM dan apa saja tugas RAN_HAM tersebut. 6. Uraikan tentang yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Umpan Balik Materi ini dapat anda kuasai apabila melakukan hal-hal: - membuat ringkasan materi kuliah - melaksanakan diskusi kelompok - mencari literatur yang ada hubungan dengan materi 81 DAFTAR PUSTAKA Abdullah Rozali, 2002, Perkembangan dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Davidson Scott, 1994. Human Raights, (Hak Asasi Manusia: Sejarah, teori dan Praktek Dalam Pergaulan Internasional), Penerjamah A. Hadyana. Pudjatmaka, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. Dirdjosisworo Soedjono, 2002, Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ICRC, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, Ed. Arlina Permasari, Aji Wibowo, dkk , Jakarta. ----------, 2004. Hukum Humaniter Internasional, Menjawab Pertanyaanpertanyaan Anda (Versi Bahasa Indonesia), Jakarta. Lembaga Bantuan Hukum, 2001, Asosiasi Indonesia untuk Keadilan, Hak Asasi Perempuan Langkah Demi Langkah, Pustaka Sinar, Jakarta. Manan Bagir, 2000, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, PT. Alumni, Bandung. Mauna Boer, 2001, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni, Bandung. Ramadhan N. Salfrida, 2002, PBB, Indonesia dan Diskriminasi Rasial, Direktur Pemantauan dan Evaluasi HAM, Jakarta. Salam Faisal Moch, 2000, Peradilan HAM di Indonesia, Pustaka, Bandung. Thantiwi Jawahir, 2002, Hukum Internasional di Indonesia, Dinamika dan Implementasi Dalam Beberapa Kasus Kemanusiaan, Madyan Press, Yogyakarta. Widjaja. H. A. W, 2002, Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia, PT. Rineke Cipta, Jakarta. 82