ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, 16 September 2008 Riri Esther Painte C44104015 ABSTRAK RIRI ESTHER PAINTE. Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia. Dibimbing oleh TARYONO dan WAWAN OKTARIZA. Komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia yaitu udang. Uni Eropa (UE) merupakan salah satu pasar potensial ekspor udang Indonesia selain Jepang dan Amerika Serikat. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kebijakan perdagangan yang terkait dengan hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh UE terhadap ekspor udang Indonesia, mendeskripsikan kebijakan Indonesia yang terkait dengan pemenuhan persyaratan UE, mengetahui sejauh mana pengaruh hambatan tarif dan non tarif UE terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia, dan meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke UE beberapa tahun ke depan. Hasil analisis data sekunder, didapatkan bahwa kebijakan tarif UE yang mempengaruhi Indonesia yaitu dengan diberlakukannya tarif bea masuk sesuai dengan skema GSP (Generalized System Preferences). Kebijakan non tarif yang terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan dengan framework baru oleh Uni Eropa yaitu perlindungan konsumen tingkat tinggi dimulai dengan dikeluarkannya EC No 178/2002. Analisis pengaruh kebijakan didapatkan dengan meregresikan variabel dummy non tarif (Dt), variabel tarif (Tt), dan variabel lag ekspor selama dua tahun (Qt-2) terhadap volume ekspor udang Indonesia (Qt) selama periode 1992-2006. Model dugaan regresi yang paling tepat digunakan yaitu model linier dengan persamaan Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt + 0,62298Qt-2 dengan melihat kriteria ekonomi, kriteria statistik, dan kriteria ekonometrik. Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa kebijakan non tarif berpengaruh positif terhadap volume ekspor udang Indonesia dan tarif berpengaruh negatif. Hasil peramalan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan metode peramalan terakurat yaitu metode trend kuadratik. Volume yang didapatkan dari tahun 2007 sebesar 34.559 ton meningkat menjadi 49.513 ton pada tahun 2011. Kata Kunci: Hambatan, Tarif, Non Tarif, Ekspor Udang © Hak cipta milik Riri Esther Painte, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya. ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor OLEH: RIRI ESTHER PAINTE C44104015 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SKRIPSI Judul : Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia Nama : Riri Esther Painte NIM : C44104015 Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Taryono, S.Pi, M.Si NIP. 132169278 Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP. 131963528 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131578799 Tanggal Lulus : 16 September 2008 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian data sekunder mengenai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan judul “Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis sampaikan kepada Taryono, S.Pi, M.Si dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga penyelesaian skripsi ini, Dr. Ir. Suharno, M.Div dan Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji. Selain itu, rasa terima kasih penulis juga sampaikan kepada pihak-pihak yang turut membantu terkumpulnya data-data yang diperlukan untuk penelitian ini serta kepada kedua orang tua, Arthur, Joshua dan seluruh keluarga besar, teman-teman SEI 41, penghuni rumah kost Wisma Novia I, teman-teman Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO PGI), dan teman-teman Komisi Pelayanan Siswa (KPS PMK IPB) yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangannya, Namun, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya. Bogor, 16 September 2008 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1986 dari ayah Ir. Kimar Turnip, M.Si dan ibu E. Ardina Manik. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 61 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Komisi Pelayanan Siswa Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan turut bergabung dalam HIMASEPA IPB (2006-2007) sebagai staf divisi kesekretariatan. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia”. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 1.5 Ruang Lingkup ...................................................................................... 1 1 4 7 7 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Komoditas Udang .................................................................................. 2.2 Uni Eropa ............................................................................................. 2.3 Teori Perdagangan Internasional ............................................................ 2.4 Teori Hambatan Perdagangan ................................................................ 2.5 Analisis Regresi ..................................................................................... 2.6 Peramalan .............................................................................................. 2.6.1 Jenis-Jenis Peramalan ................................................................... 2.6.2 Indentifikasi Pola Data Time series ............................................... 2.6.3 Jenis-Jenis Metode Peramalan ....................................................... 2.6.4 Pemilihan Metode Peramalan ........................................................ 9 9 14 17 20 23 24 24 25 26 30 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..................................................... 32 IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 4.1 Metode Penelitian ............................................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 4.3.1. Analisis Data Kualitatif ............................................................. 4.3.2 Analisis Data Kuantitatif ............................................................ 4.3.2.1 Analisis Regresi Berganda .............................................. 4.3.2.2 Evaluasi Model Dugaan Persamaan Regresi .................... 4.3.2.2.1 Kriteria Ekonomi ................................................ 4.3.2.2.2 Kriteria Statistik ................................................. 4.3.2.2.3 Kriteria Ekonometrik .......................................... 4.3.2.2 Peramalan ....................................................................... 4.3.2.2.1 Identifikasi Pola Data .......................................... 4.3.2.2.2 Metode Trend ...................................................... 4.3.2.2.3 Metode Rata-Rata Bergerak Ganda...................... 4.3.2.2.4 Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt ...... 4.3.2.2.5 Pemilihan Metode Peramalan Terakurat .............. 4.4 Batasan dan Konsep Penelitian ............................................................ 35 35 35 36 36 37 37 39 39 39 41 43 43 44 44 45 45 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 48 5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa...................................................... 48 5.1.1 Pasar Merchandise Uni Eropa..................................................... 48 5.1.2 Pasar Komoditas Perikanan Uni Eropa ....................................... 52 5.1.3 Pasar Komoditas Udang Uni Eropa............................................. 54 5.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang Indonesia ............................ 57 5.2.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang secara Umum ............. 57 5.2.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang ke Uni Eropa.............. 59 5.3 Kebijakan Perdagangan Tarif Uni Eropa ............................................. 61 5.4 Kebijakan Perdagangan Non Tarif Uni Eropa ...................................... 62 5.5 Kebijakan Perdagangan Indonesia ....................................................... 68 5.6 Analisis Regresi Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia .............. 71 5.6.1 Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia ........... 72 5.6.2 Evaluasi Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia 73 5.6.2.1 Kriteria Ekonomi ............................................................ 74 5.6.2.2 Kriteria Statistik ............................................................. 75 5.6.2.3 Kriteria Ekonometrik ...................................................... 76 5.7 Peramalan Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ............................... 78 5.8 Pembahasan ........................................................................................ 80 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 6.2 Saran .................................................................................................... 82 82 83 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84 LAMPIRAN ................................................................................................... 91 DAFTAR TABEL Halaman 1. Spesies Udang Komersial Penting .......................................................... 10 2. Negara-Negara Anggota Uni Eropa........................................................ 15 3. Perincian Sumber Data Penelitian .......................................................... 36 4 . Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 49 5. 6. Urutan Peringkat Negara Partner Perdagangan Uni Eropa Tahun 2002-2006 ................................................................................... 50 Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 53 7. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 54 8. Volume Ekspor Perikanan dan Udang Indonesia Tahun 1992-2006........ 58 9. Kontribusi Ekspor Udang Indonesia bagi Impor Uni Eropa .................... 60 10. Daftar Tarif Bea Masuk Komoditas Udang ke Uni Eropa dari Indonesia Periode 1992-2006 ................................................................................. 62 11. Regulasi yang Berkaitan dengan Kebijakan non Tarif ............................ 63 12. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Regresi Linear Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Periode 1992-2006 ............. 72 13. Data Regresi Model Linier Volume Ekspor Udang untuk Lag Ekspor t-2 Periode 1992-2006 ................................................................................ 74 14. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Periode Peramalan 2007-2011................................................................ 80 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Grafik Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ........................................................................................ 2 Grafik Nilai Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa ........................................................................................ 2 3. Beberapa Spesies Udang Laut Tropika ................................................... 11 4. Peta Keanggotaan Uni Eropa ................................................................. 16 5. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional......................................... 19 6. Dampak Pemberlakuan Tarif ................................................................. 21 7. Kerangka Pendekatan Studi ................................................................... 34 8. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 49 Pangsa Produk Ekspor Uni Eropa ke Indonesia Tahun 2002-2006.......... 51 10. Pangsa Produk Impor Uni Eropa dari Indonesia Tahun 2002-2006 ......... 52 11. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 53 2. 9. 12. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 ................................................................................... 55 13. Negara Importir Utama Udang di Dunia ................................................ 55 14. Negara Impotir Utama Udang di Uni Eropa Periode Januari-September 2004 hingga 2007 .................................................................................. 56 15. Negara Eksportir Utama Udang di Dunia pada Tahun 2004 ................... 58 16. Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ....................................... 68 17. Grafik Scatterplot Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ......... 77 18. Grafik Normalitas Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ........ 78 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur Perdagangan Internasional secara Umum ................................... 91 2. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa, Dummy Non Tarif, Tarif, dan Lag Ekspor Periode 1992-2006 .............................................. 92 2 3. Nilai Konstanta, R , uji F, uji T, dan D-W pada Model Linier, Semi Log, dan Double Log ..................................................................... 93 4. Hasil Olahan Data Model Linier pada Lag Ekspor t-2 .............................. 94 5. Hasil Olahan Data Model Linier untuk Uji Multikolinearitas.................... 95 6. Plot Data Time Series dan Autokorelasi Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ............................................................................ 96 7. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Trend........................................................................................... 97 8. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Rata-Rata Bergerak Ganda .......................................................... 99 9. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Holt...................................................... 100 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan Indonesia merupakan suatu kegiatan ekonomi yang memiliki prospek yang semakin baik, terutama dalam meningkatkan penerimaan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan. Total ekspor perikanan Indonesia tahun 2006 yaitu 926.478 ton dengan nilai ekspor US$ 2,1 miliar. Komoditas utama ekspor hasil perikanan Indonesia yaitu udang, tuna, cakalang, tongkol, ikan lainnya, dan kepiting. Berdasarkan data hasil olahan Departemen Perdagangan tahun 2002 hingga 2006, rata-rata ekspor non migas (non minyak dan gas bumi) Indonesia pada periode tersebut sebesar US$ 58,89 miliar dengan rata-rata ekspor total Indonesia pada periode tersebut yaitu US$ 75,25 miliar. Kecenderungan (trend) neraca perdagangan untuk ekspor migas sebesar -26,27% dan ekspor non migas sebesar 14,82% selama tahun 2002-2006. Hal tersebut menunjukkan bahwa non migas memiliki peluang ekspor lebih tinggi dibandingkan dengan migas dilihat dari kecenderungan non migas yang bernilai positif yang berarti adanya peningkatan ekspor, berbeda halnya dengan migas yang bernilai negatif. Ekspor non migas Indonesia terdiri dari beberapa sektor yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pertambangan, dan sektor lainnya. Udang segar atau beku merupakan komoditas ekspor utama dari sektor pertanian dengan rata-rata ekspor tahun 2002 hingga 2006 yaitu US$ 0,86 miliar per tahun dari rata-rata ekspor sektor pertanian sebesar US$ 2,77 miliar per tahun. kecenderungan pertumbuhan ekspor udang segar atau beku sebesar 3,05% yang menunjukkan adanya peningkatan ekspor dan memberikan kontribusi sebesar 1,48% dalam ekspor non migas. Rendahnya nilai tersebut bukan berarti komoditas udang tidak berpeluang ekspor tinggi akan tetapi menunjukkan fakta perlunya pengembangan ekspor komoditas udang. Peningkatan konsumsi produk perikanan didukung dengan adanya perubahan pola makan dari red meat kepada white meat pada masyarakat dunia, yang berarti membuka peluang terhadap peningkatan ekspor komoditas perikanan. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama hasil perikanan Indonesia yaitu volume (ton) Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (UE). 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Jepang Amerika Serikat Uni Eropa Trend Jepang Trend Amerika Serikat Trend Uni Eropa Gambar 1. Grafik Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa Tahun 2002-2006. Nilai (000US$) 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Jepang Amerika Serikat Uni Eropa Trend Jepang Trend Amerika Serikat Trend Uni Eropa Gambar 2. Grafik Nilai Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa Tahun 2002-2006 Sumber : Departemen Perikanan dan Kelautan, 2002-2006 (diolah). Berdasarkan Gambar 1 dan 2 di atas dapat dilihat bahwa selain Jepang dan Amerika Serikat, Uni Eropa juga merupakan pasar potensial bagi ekspor komoditas udang sebagai salah satu komoditas utama ekspor hasil perikanan. Peningkatan ekspor udang ke UE selama kurun waktu lima tahun yaitu pada tahun 2002 sebesar 16.140 ton menjadi 31.016 ton pada tahun 2006. Selain itu, dapat dilihat pula pada garis trend ekspor udang ke tiga negara tujuan, adanya kecenderungan ekspor udang meningkat ke Amerika Serikat dan Uni Eropa, sedangkan Jepang mengalami penurunan volume impor udang dari Indonesia. Uni Eropa yang merupakan pasar potensial bagi ekspor hasil perikanan Indonesia memilki kebijakan atau peraturan dengan standar tersendiri yang cukup tinggi, baik dalam hal tarif maupun jaminan kualitas dan keamanan produk pangan, termasuk di dalamnya produk perikanan. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia dalam memenuhi permintaan konsumen sebagai salah satu cara memposisikan diri agar tetap kompetititf selain juga tetap bersaing dengan negara kompetitor. Kinerja Indonesia antara yang idealnya diimplementasikan dengan kenyataan di lapangan dalam sistem perdagangan internasional tidaklah selaras. Hal ini terjadi dikarenakan adanya keterbatasan, baik dalam segi kebijakan dan penerapannya, sarana dan prasarana, dan berbagai aspek lainnya. Kondisi ini sejalan dengan pemikiran tokoh-tokoh pemikir ekonomi aliran sejarah seperti Friedrich List yang pernah mengemukakan pendapat bahwa perdagangan bebas hanya menguntungkan negara-negara yang industri dalam negerinya sudah maju. Negara maju bisa menghasilkan berbagai macam produk secara lebih efisien, sehingga lebih kompetitif dalam bersaing. Kenyataan tersebut tentunya menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan dalam perdagangan internasional dapat menjadi hambatan bagi ekspor Indonesia, baik itu dalam hal tarif maupun non tarif. Secara umum, tingkat tarif yang diberlakukan oleh Uni Eropa paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya seperti Jepang dan Amerika Serikat (Dahuri, 2002). Tarif bea masuk yang tinggi nantinya akan meningkatkan harga produk yang beredar di pasar. Selain itu, UE memberlakukan adanya diskriminasi tarif. Negara-negara bekas jajahan UE mendapatkan keringanan atau dibebaskan dari kewajiban membayar tarif bea masuk. Hal tersebut semakin melemahkan daya saing ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. Perdagangan hasil perikanan nampaknya akan menghadapi permasalahan yang lebih berat yaitu hambatan non-tarif (non-tariff barrier) dalam perdagangan global. Pada saat ini setiap negara cenderung menerapkan standar yang berlaku di negara masing-masing sebagai acuan dalam impor dan ekspor hasil perikanan sebagai tindak lanjut dari standar yang dikeluarkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Akibatnya banyak timbul masalah penolakan atau penahanan bahkan embargo terhadap ekspor hasil perikanan dari negara-negara berkembang ke negara industri maju. Sebagai contoh, terjadinya kasus penahanan dan penolakan terhadap udang Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa karena produk tersebut dianggap mengandung antibiotika chloramphenicol. Uni Eropa mengeluarkan peraturan mengenai standarisasi yang lebih ketat dibandingkan yang ditetapkan Codex Alimentarius Commision (CAC) dengan asumsi standar tersebut dapat diuji secara ilmiah. Hal inilah yang dapat menjadi kendala bagi pengusaha Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor udang ke UE sebagai pasar potensial. Banyaknya persyaratan yang dikeluarkan oleh pasar Uni Eropa dan pernyataan dari pemerintah UE yang menyatakan ketidakmampuan Indonesia memenuhinya, maka produk udang Indonesia ditolak oleh pasar Uni Eropa. Dalam hal Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF), pihak Komisi Eropa (KE) mengeluhkan lemahnya pihak yang berkompeten di Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap kualitas kesehatan dari produk ikan atau udang yang diekspor, khususnya terkait dengan border control maupun market control yang dilakukan oleh pihak Competent Authority (Dit Pemasaran Luar Negeri DKP, 2006). Hal-hal tersebut diatas baik yang bersifat hambatan tarif maupun non tarif akan berpengaruh terhadap ekspor komoditas udang. Untuk itulah perlu dianalisis sejauh mana hambatan perdagangan tarif maupun non tarif yang dikeluarkan oleh Uni Eropa mempengaruhi ekspor udang Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan ekspor hasil perikanan Indonesia, setelah Jepang dan Amerika Serikat sebagai pasar potensial. Potensi pasar terus berkembang seiring dengan bertambahnya negara anggota Uni Eropa dari 6 negara pada tahun 1950 menjadi 27 negara pada tahun 2007. Masing-masing negara anggota berpotensi menjadi negara tujuan ekspor. Kegiatan perdagangan internasional di era globalisasi ini dihadapkan pada adanya hambatan tarif dan non tarif yang membuat kesulitan bagi negara eksportir, terutama negara berkembang untuk memasukkan produk dagangannya ke negara importir yang notabene merupakan negara maju dengan persyaratan yang begitu ketat. Dikemukakan oleh Nugroho (2007) dalam kaitannya dengan preferensi pasar global, ada masalah dalam pasar global dalam memenuhi standar internasional, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan Sanitary and Phytosanitary (SPS), technical barrier to trade (TBT), serta tarif dan harga. Hal inilah yang dialami Indonesia dalam memenuhi permintaan impor komoditas udang oleh pasar Uni Eropa sebagai negara tujuan ekspor. Oleh sebab itu, para eksportir, dalam hal ini pengusaha perikanan Indonesia berkewajiban mempelajari dengan seksama setiap kendala atau hambatan-hambatan yang diadakan oleh Uni Eropa untuk setiap komoditas yang diimpor negara tersebut. Tarif yang dikenakan oleh pihak importir merupakan salah satu aspek yang turut mempengaruhi proses jual beli antar negara. Secara umum, tarif yang diberlakukan oleh tiap-tiap negara adalah berdasarkan persetujuan Most Favoured Nation (MFN) sebesar 12% pada berbagai komoditas. Kemudian dengan diberlakukannya skema Generalized System Preferences (GSP) di Uni Eropa semakin menguntungkan negara penerima GSP, salah satunya Indonesia sebagai pengsuplai produk perikanan yang dikenakan tarif bea masuk untuk komoditas udang sebesar 4-7 % pada tahun 2006. Bea masuk yang diberlakukan tentunya mempengaruhi harga dari komoditas udang di pasar Uni Eropa. Isu hambatan non tarif yang pernah terjadi yaitu ketika Komisi Eropa mengeluarkan peraturan (directive) baru yang mewajibkan kepada semua negara pengekspor ikan budidaya ke Uni Eropa untuk menyampaikan program pengendalian dan monitoring residu hormon dan antibiotik, hal ini tentunya menghambat ekspor udang tambak ke Uni Eropa (Dahuri, 2002). Uni Eropa memperketat masuknya udang asal Indonesia pada tahun 2004 dikarenakan sebagian udang Indonesia dicurigai mengandung bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Persoalan ini, menurut Sumpeno (Dirjen Pemasaran dan Peningkatan Kelembagaan Perikanan, DKP) dalam wawancaranya dengan redaksi Tempo (2004), bermula pada saat laboratorium penguji UE menemukan bakteri tertentu pada udang kedua eksportir asal Jawa Timur. Menurut Sumpeno, pada dasarnya semua produk ekspor Indonesia sudah melewati laboratorium penguji di dalam negeri. Namun kemungkinan udang tersebut dapat lolos karena jenis bakterinya selama ini belum pernah dikenali laboratorium penguji Tanah Air. Kemudian, pada tahun 2005 European Anti-Fraud Office (OLAF) telah melakukan kunjungan ke Indonesia dalam rangka verifikasi adanya penyalahgunaan Sertifikat Keterangan Asal (SKA) Form A dari Indonesia untuk produk udang diimpor dari China dan direekspor ke UE. Produk tersebut memanfaatkan fasilitas GSP yang diberikan kepada produk impor dari Indonesia. Produk udang China dilarang diimpor ke UE. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh OLAF bekerjasama dengan Departemen Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan serta Ditjen Bea dan Cukai pada bulan Juni-Juli 2005 dalam kegiatan monitoring bersama ditemukan bahwa beberapa perusahaan udang Indonesia melakukan reekspor terhadap produk udang yang diimpor dari China ke UE (Departemen Perindustrian, 2005). Ketika hambatan tarif sudah mulai berkurang, pemerintah Indonesia dan pengusaha perikanan berjuang menjawab tantangan dari Uni Eropa (UE) terkait dengan standar mutu dan keamanan hasil perikanan. Sebagai contoh, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai Competent Authority Indonesia mengeluarkan peraturan yang ekuivalen dengan peraturan UE, diantaranya Kepmen Perikanan KEP21/MEN/2004 tentang sistem kontrol kualitas produk perikanan yang ditujukan untuk pasar Uni Eropa serta berbagai kebijakan lainnya. Diharapkan ekuivalen kebijakan ini mampu membawa Indonesia mengembangkan ekspor hasil perikanannya ke Uni Eropa. Melihat uraian dan fakta-fakta tersebut diatas dan juga mengacu pada latar belakang yang telah dibuat, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu: 1. Apa saja kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang menjadi hambatan tarif dan non tarif bagi ekspor komoditi udang Indonesia? 2. Apa saja kebijakan yang telah dikeluarkan Indonesia dalam penyesuaian persyaratan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa? 3. Sejauh mana hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh komisi Eropa mempengaruhi ekspor udang Indonesia? 4. Bagaimana peramalan volume ekspor udang Indonesia beberapa tahun mendatang? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan kebijakan perdagangan yang terkait dengan hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh Uni Eropa terhadap ekspor udang Indonesia. 2. Mendeskripsikan kebijakan Indonesia yang terkait dengan pemenuhan persyaratan Uni Eropa. 3. Mengetahui sejauh mana pengaruh hambatan tarif dan non tarif Uni Eropa terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia. 4. Meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun ke depan. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 2. Sebagai bahan masukan bagi instansi/departemen/stakeholder terkait dalam mengambil langkah maupun kebijakan yang tepat dalam rangka peningkatan ekspor komoditas udang. 3. Sebagai referensi literatur bagi penelitian lebih lanjut. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan yang dinyatakan menjadi hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yaitu kawasan negara-negara yang tergabung dalam UE-25 hingga tahun 2006 berkaitan dengan impor komoditas pangan, termasuk di dalamnya komoditas udang dan dampaknya terhadap ekspor Indonesia. Kebijakan atau regulasi perdagangan Indonesia juga turut dideskripsikan dalam rangka ekuivalen kebijakan dengan Uni Eropa. Selanjutnya dilihat pengaruh dari kebijakankebijakan tersebut terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia serta meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang. Jangka waktu data yang digunakan sejak tahun 1992 hingga tahun 2006. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komoditas udang Komoditas udang secara umum biasa disebut dengan istilah shrimp dalam dunia perdagangan. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang dari 2700 buah. Secara geografis udang ini bisa dikelompokkan menjadi 4 golongan, yakni udang tropis, udang china, udang atlantik utara, dan udang laut utara. Jenis yang dihasilkan Indonesia tergolong udang tropis. Udang tropis menguasai pasar hingga 70% dari angka konsumsi udang, sedangkan golongan lainnya hanya 30% saja. Jenis udang yang dipasarkan oleh Indonesia adalah jenis udang tropis (Nazaruddin, 1993). Beragam spesies udang dikenal dalam dunia perdagangan internasional (Murty, 1991). Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut diantaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni: - Spesies udang laut dingin. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada lautan daerah dingin. - Spesies udang laut tropika. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar. - Spesies udang air tawar. Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau atau sungai di daerah tropika dan dapat memiliki ukuran yang besar sekali. Spesies udang ini dalam dunia perdagangan internasional umumnya dikenal sebagai giant river prawn. Spesies udang laut dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, di sebelah barat laut dan timur laut Amerika Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Daerah penyebaran spesies udang laut tropika meliputi perairan pantai tenggara Amerika Serikat, Teluk Meksiko, Laut Karibia, pantai barat tengah Afrika, Teluk Persia, negara-negara pantai Samudera Hindia, Asia Timur, Indonesia, Australia, pantai barat Amerika Tengah, dan pantai timur serta pantai barat Amerika Selatan. Di luar spesies udang air tawar, paling sedikit terdapat lebih dari 20 macam spesies udang laut tropika yang telah lazim diperdagangkan secara internasional dan hampir seluruhnya udang penaeid. Spesies udang yang secara komersial memilki arti penting dalam perdagangan internasional disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Spesies Udang Komersial Penting Kelompok Spesies Laut-Dingin Daerah Asal Atlantik utara, dan Pasifik Utara, serta Atlantik Timur Laut Indo pasifik Western Indian Ocean Laut Tropika Atlantik Timur Atlantik Barat Pasifik Timur Air Tawar Indo Pasifik Nama Inggris Northern shrimp Common shrimp Nama latin/Ilmiah Pandalus borealis Crangon crangon Green tiger prawn Banana prawn Indian white prawn Giant tiger prawn Kuruma prawn Fleshy prawn Western king prawn Brown tiger prawn Indian white prawn Giant tiger prawn Giant tiger prawn Southern pink shrimp Northern white shrimp Northern pink shrimp Southern pink shrimp Northern brown shrimp Southern brown shrimp Southern white shrimp Redspotted shrimp Yellowleg shrimp Whiteleg shrimp Blue shrimp Crystal shrimp Western white shrimp Giant river prawn Penaeus semisulcatus Penaeus mergulensis Penaeus indicus Penaeus monodon Penaeus japonicus Penaeus orientalis Penaeus latinsulcatus Penaeus esculentus Penaeus indicus Penaeus monodon Penaeus semisulcatus Penaeus notialis Penaeus setiferus Penaeus duoarum Penaeus notialis Penaeus aztecus Penaeus subtilis Penaeus schimitti Penaeus brasilliensis Penaeus californiensis Penaeus vannamei Penaeus stylirostris Penaeus brevirostis Penaeus occidentalis Macrobrachium rosenbergii Sumber : ADB/FAO, INFOFISH, 1983 dalam Murty, 1991. Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa ragam jenis spesies udang laut tropika lebih dominan jika dibandingkan dengan spesies udang yang berasal dari kawasan laut-dingin. Keragaman spesies udang laut daerah tropika merupakan sumber daya alami yang dimiliki oleh negara-negara dalam kawasan yang bersangkutan, termasuk di dalamnya Indonesia. Keragaman spesies ini cukup mendominasi pasar udang internasional. Udang Penaeid yang dimiliki Indonesia, antara lain udang jerbung/udang putih (Penaeus mergulensis), udang kelong/udang putih (Penaeus indicus), udang raja/udang kembang (Penaeus latisulcatus), udang bago (Penaeus semisulcatus), dan udang windu (Penaeus monodon) dapat dilihat pada Gambar 3. Penaeus Monodon Penaeus Indicus Penaeus Japonicus Penaeus Semisulcatus Penaeus Orientalis Penaeus latinsulcatus Penaeus merguensis Gambar 3. Beberapa Spesies Udang Laut Tropika. Dalam dunia perdagangan internasional berdasarkan Murty (1991) dikenal dua istilah yang digunakan untuk menamakan udang, yakni prawn dan shrimp. Kedua penamaan ini sering digunakan sebagai pembeda ukuran fisik. Shrimp digunakan untuk menyebut udang yang berukuran kecil, dan biasanya digunakan untuk menamakan udang yang tergolong dalam famili Crangonidae. Istilah prawn digunakan untuk menamakan spesies dengan ukuran fisik yang lebih besar, terutama dari famili Pandalidae, Peneidae, dan Palaemonidae. Seringkali pula shrimp dan prawn digunakan untuk membedakan asal habitat udang. Shrimp digunakan untuk menamakan spesies udang laut dan prawn digunakan untuk menamakan spesies udang sungai atau spesies udang air tawar. Sehingga tidak jarang pula digunakan istilah seawater shrimp dan freshwater prawn. Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk produk ini dapat dianggap suatu cermin dari preferensi konsumennya pada suatu pasar. Di pasaran internasional, secara umum penyajian udang yang diperdagangkan antara lain : bentuk hidup, bentuk segar, bentuk beku, dan bentuk kering. Kenyataan adanya pengaruh dari perbedaan tradisi, geografi, sosial ekonomi memberikan dampak pula terhadap preferensi konsumen terhadap bentuk penyajian produk udang olahan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan suatu pasar, udang olahan disajikan dalam berbagai bentuk produk yang lebih spesifik. Uraian yang lebih terinci terhadap cara penyajian bentuk produk udang olahan yang lazim dijumpai di pasaran internasional adalah seperti berikut (Murty, 1991): - Whole, head-on, shell-on, raw, frozen. Udang segar utuh yang dibekukan. Bentuk produk ini disukai di Eropa Selatan, terutama Spanyol. - Whole, head on, shell-on, cooked, not frozen. Udang utuh yang direbus dan tidak dibekukan. Bentuk produk ini bersifat terbatas, terutama untuk brown shrimp (Crangon crangon) yang berasal dari Laut Utara. Daerah pemasaran utamanya, Jerman Barat dan Belanda. Perdagangan antar negara Eropa bagi bentuk produk ini sangat dibatasi, karena produk ini relatif mudah terkontaminasi. - Whole, head-on, shell-on, cooked, frozen. Udang utuh, direbus, dan dibekukan. Dalam perdagangannya, produk ini didominasi oleh spesies yang berasal dari Laut Atlantik Utara (Pandalus spp), dan ekspornya terutama dilakukan oleh Greenland, Islandia, dan Norwegia. - Headless, shell-on, raw, frozen. Udang segar tanpa kepala yang dibekukan. Pada spesies udang laut tropika umumnya produk ini akan berbobot dua per tiga dari bobot utuhnya dan pada spesies udang air tawar atau udang sungai bobotnya kurang lebih hanya 50% dari bobot utuhnya. Sebagian terbesar dari udang beku yang diperdagangkan di pasaran internasional disajikan dalam bentuk ini. Daerah pemasaran utama untuk bentuk produk ini meliputi Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa (kecuali Spanyol). - Headless, cooked, pelled, frozen. Udang tanpa kepala, direbus, dikupas kulitnya, dan dibekukan. Bentuk produk ini terutama diperdagangkan di Eropa, kecuali Spanyol. - Headless, peeled, and deveined (P&D). Udang tanpa kepala, dikupas, dan dibuang ususnya. Jika segmen kulit pada ujung ekornya tidak dibuang, maka produknya disebut P&D tail-on. - Headless, peeled, undeveined (PUD) udang tanpa kepala, dikupas, tanpa dibuang bagian ususnya. Bentuk produk ini biasanya dibekukan dan disajikan dalam bentuk block frozen. Pasaran utamanya adalah Eropa dan Jepang. - Canned shrimp. Udang yang dikalengkan. Biasanya udang yang dikalengkan berukuran kecil dan berbentuk headless, cooked, and peeled (c & p). - Breaded. Bentuk udang P&D atau biasanya P&D tail-on, dicelupkan ke dalam batter dan breading, dikemas, dan dibekukan. Produk ini bersifat domestik dan kurang penting dalam perdagangan internasional. - Battered. Bentuk udang P&D dicelupkan ke dalam batter, dikemas, dan dibekukan. Produk ini bersifat domestik dan kurang penting dalam perdagangan internasional. - Specialties. Merupakan bentuk produk regional atau domestik dan dalam perdagangan internasional terhitung kurang penting. Berdasarkan penelaahan Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME) tahun 2001 terdapat sekitar 300 spesies di dunia untuk shrimps akan tetapi spesies utama yang diperjualbelikan di pasar UE adalah : Pink (Pandalus borealis), Pacific white (Penaeus vannamei), sedangkan spesies lainnya adalah : Black tiger (Penaeus monodon), Chinese white (Penaeus chinensis) dan Gulf (Penaeus aztecus). Produksi udang Indonesia berasal dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya, hal ini diungkapkan oleh Hamdani, 2006. Perikanan tangkap dibagi menjadi dua sumber yaitu kegiatan penangkapan di laut dan penangkapan di perairan umum. Sedangkan udang yang diperoleh dari kegiatan perikanan budidaya berasal dari tambak. Produksi udang Indonesia sebagian besar merupakan jenis Penaidae yang hidup di perairan laut tropis serta beberapa jenis udang air tawar. Jenis-jenis udang yang berasal dari laut diantaranya adalah udang putih (Penaeus indicus / banana prawns), udang dogol ( Metapenaeus ensis / endeavour), udang windu (Penaeus monodon / giant tiger prawn), dan udang karang (Panilurus versicolor / lobster) serta beberapa jenis udang lainnya. Jenis udang budidaya tambak adalah udang windu, udang putih, udang api-api, (Metapenaeus spp / greasy back shrimps). Sedangkan udang hasil penangkapan di perairan umum adalah udang galah (Macrobranchium rosenbergii / freshwater giant shrimps), udang rebon (Mycidacea / mysid). 2.2 Uni Eropa (UE) Uni Eropa hingga tahun 2007 menurut Delegasi Komisi Eropa untuk Indonesia (2007) merupakan kelompok 27 negara-negara independen yang unik dengan lebih dari 492 juta warga negara yang tinggal dalam batas wilayahnya. Awal mula berdirinya dapat ditelusuri ke akhir masa perang dunia kedua ketika para anggota pendirinya memutuskan bahwa cara terbaik untuk mencegah konflik adalah dengan mengelola secara bersama produksi batu bara dan baja, dua bahan utama yang diperlukan untuk berperang. Negara-negara anggota terikat di dalam Uni Eropa dengan serangkaian traktat yang telah mereka tandatangani seiring dengan perkembangannya. Semua traktat itu harus disepakati oleh masing-masing Negara Anggota dan kemudian diratifikasi baik oleh parlemen nasional atau melalui referendum. Nama Uni Eropa muncul pada tahun 1992 menggantikan nama Komunitas Masyarakat Eropa bersamaan dengan ditandatanganinya Traktat Maastricht (Traktat Uni Eropa) pada tanggal 7 Februari 1992. Pemrakarsa Uni Eropa terdiri atas enam negara, yaitu: Belgia, Jerman, Perancis, Italia, Luksemburg dan Belanda. Sejak itu Uni Eropa telah berkembang menjadi 27 anggota dengan serangkaian perluasan. Denmark, Irlandia dan Inggris bergabung pada tahun 1973, Yunani pada tahun 1981, Spanyol dan Portugal pada tahun 1986. Uni Eropa semakin berkembang pada tahun 1995 dengan masuknya Austria, Finlandia dan Swedia. Perluasan pada tahun 2004 membawa masuk Republik Ceko, Estonia, Siprus, Latvia, Lithuania, Hongaria, Malta, Polandia, Slovenia, dan Slowakia. Bulgaria dan Rumania bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2007. Urutan masuknya negara-negara dalam keanggotaan Uni Eropa dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk menjadi anggota Uni Eropa, suatu negara harus memiliki demokrasi yang stabil yang menjamin supremasi hukum, hak-hak asasi manusia dan perlindungan kaum minoritas. Negara tersebut juga harus memiliki ekonomi pasar yang berfungsi serta administrasi publik yang dapat menerapkan dan mengelola undang-undang Uni Eropa (Delegasi Komisi Eropa, 2007). Tabel 2. Negara-Negara Anggota Uni Eropa No 1 Negara Jerman Tahun Bergabung dengan Uni Eropa 1950 2 Belanda 1950 3 Belgia 1950 4 Luksemburg 1950 5 Perancis 1950 6 Italia 1950 7 Inggris Raya 1973 8 Denmark 1973 9 Irlandia 1973 10 Yunani 1981 11 Portugal 1986 12 Spanyol 1986 13 Austria 1995 14 Swedia 1995 15 Finlandia 2004 16 Estonia 2004 17 Hongaria 2004 18 Latvia 2004 19 Lituania 2004 20 Malta 2004 21 Polandia 2004 22 Republik Ceko 2004 23 Siprus selatan 2004 24 Slovenia 2004 25 Slowakia 2004 26 Bulgaria 2007 27 Rumania 2007 Sumber : Delegasi Komisi Eropa, 2007. Sumber : Delegasi Komisi Eropa, 2007. Gambar 4. Peta Keanggotaan Uni Eropa. Uni Eropa bukanlah sebuah negara federal atau organisasi internasional dalam pengertian tradisional, akan tetapi merupakan sebuah badan otonom di antara keduanya. Uni Eropa bersifat unik karena negara – negara anggotanya tetap menjadi negara-negara berdaulat yang independen, akan tetapi mereka menggabungkan kedaulatan mereka dan dengan demikian memperoleh kekuatan dan pengaruh kolektif yang lebih besar. Peta keanggotaan Uni Eropa dapat dilihat pada Gambar 4. Dalam praktiknya, penggabungan kedaulatan berarti bahwa negara-negara anggota mendelegasikan sebagian kuasa mereka dalam hal pengambilan keputusan kepada lembaga yang telah didirikan bersama sehingga keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah tertentu yang melibatkan kepentingan bersama dapat diambil secara demokratis pada tingkat Eropa. Uni Eropa memiliki tiga lembaga utama, yaitu: 1. Parlemen Eropa, yang mewakili warga negara Uni Eropa dan dipilih langsung. 2. Dewan Uni Eropa, yang mewakili masing-masing negara anggota. 3. Komisi Eropa, yang berupaya untuk menegakkan kepentingan Uni Eropa secara keseluruhan. Segitiga kelembagaan tersebut adalah yang menghasilkan kebijakan dan undangundang yang berlaku di seluruh Uni Eropa. Ketiga lembaga utama tersebut didukung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Eropa yang mengawasi penggunaan anggaran Uni Eropa dan Mahkamah Eropa yang membantu memastikan bahwa negara-negara anggota mematuhi undang-undang Uni Eropa yang telah mereka sepakati. 2.3 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan luar negeri adalah perdagangan antar negara yang memiiki kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda dengan kesepakatan tertentu dan memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah ditentukan dan diterima secara internasional menurut Putong (2003). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan luar negeri: 1. Untuk memperoleh barang atau sumber daya yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri. 2. Untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri tetapi kualitasnya belum memenuhi syarat. 3. Untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri. 4. Untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri. 5. Untuk mendapatkan keuntungan dari spesialisasi yang diantaranya sebagai berikut : keuntungan mutlak (absolute advantage), keuntungan banding (comparable advantage), dan keuntungan bersaing (competitive advantage). Perekonomian terbuka berinteraksi dengan perekonomian-perekonomian lainnya dengan dua cara yaitu membeli dan menjual barang dan jasa dalam pasar produk-produk dunia, serta jual beli modal atau aset dalam pasar-pasar uang internasional (Mankiw, 2000). Dalam hal perdagangan internasional, ekspor adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri namun dijual di luar negeri. Sebaliknya impor adalah segenap barang dan jasa yang dibuat di luar negeri yang dijual di dalam negeri. Sedangkan yang disebut ekspor neto dari suatu negara adalah nilai dari ekspor dikurangi nilai impornya. Karena ekspor neto memberitahu mengenai posisi suatu negara sebagai pembeli atau penjual maka ekspor neto disebut juga neraca perdagangan. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor, impor, dan ekspor neto: 1. Selera konsumen terhadap barang-barang produk dalam negeri dan luar negeri. 2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri. 3. Besar nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang dibutuhkan untuk membeli mata uang asing. 4. Ongkos angkutan barang antar negara. 5. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional. Perdagangan pertanian adalah bagian yang unik dari perdagangan komoditas. Industri pertanian dan produk pertanian memiliki karakteristik yang membedakan dari industri yang lain. Produk pertanian hampir seluruhnya mudah rusak. Hal ini membuat waktu penjualan dari produk pertanian terbatas. Pendapat Adam Smith dalam Koo dan Kennedy (2005) yaitu negara-negara melakukan spesialisasi komoditas dengan dasar keuntungan mutlak dan menukar sebagian dari hasil negaranya untuk komoditas yang dihasilkan negara lain. Beberapa negara dapat memproduksi dan mengkonsumsi berlebih mengindikasikan bahwa perdagangan bersifat saling menguntungkan. David Ricardo memperkenalkan prinsip keuntungan bersaing yang menyatakan bahwa sekalipun satu negara mendapatkan keuntungan mutlak dalam semua produksi komoditas, negara tersebut sebaiknya melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang memilki keuntungan lebih besar. Negara lain sebaiknya memproduksi lebih sedikit komoditas yang tidak menguntungkan. Dalam kasus ini, kedua negara akan memproduksi dan mengkonsumsi lebih dengan spesialisasi satu komoditas dan saling menukarkan hasil mereka. Keterangan tentang terjadinya perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) dapat diperoleh dari Gambar 5 dengan menggunakan konsep dasar fungsi permintaan dan penawaran domestik. Suatu negara misal negara A dan B memiliki fungsi permintaan dan penawaran domestik, masing-masing adalah DA dan SA di negara A serta DB dan SB di negara B. Sebelum terjadinya perdagangan internasional, keseimbangan di negara A dicapai pada saat kondisi EA dengan jumlah QA dan harga PA sedangkan di negara B keseimbangan dicapai pada kondisi EB dengan jumlah QB dan harga PB, dengan asumsi bahwa harga domestik di negara A relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Jika harga internasional diatas PA, maka negara A akan memproduksi lebih banyak daripada kebutuhan konsumsinya sehingga di negara A telah terjadi excess supply atau kelebihan produksi. Dengan demikian negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya di negara lain. Sementara itu, jika harga intenasional di bawah PB, maka negara B akan meminta lebih banyak dibandingkan produksinya sehingga di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand). Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain yang relatif lebih murah. ES DA SA P* EA SB PB X PA DB E* M ED 0 QA Negara A (pengekspor) 0 Q* Perdagangan Internasional 0 QB Negara B (pengimpor) Sumber: Salvatore,1997. Gambar 5. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional. Keterangan: PA : harga domestik di negara A tanpa perdagangan internasional 0QA : jumlah yang diperdagangkan di negara A tanpa perdagangan internasional X : jumlah yang diekspor oleh negara A PB : harga domestik di negara B tanpa PI 0QB : jumlah yang diperdagangkan di negara B tanpa perdagangan internasional M : jumlah yang diimpor oleh negara B P* : harga di pasaran internasional setelah PI Q* : jumlah yang diperdagangkan di pasar internasional Selanjutnya dimisalkan terjadi perdagangan diantara kedua negara. Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh ES dan permintaan impor digambarkan oleh ED. Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada kondisi E* yang menghasilkan harga dunia sebesar P*, dimana negara A akan mengekspor sebesar X yang merupakan jumlah yang sama dengan yang diimpor negara B sebesar M. Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh jumlah perdagangan sebesar Q* pada pasar dunia. 2.4 Teori Hambatan Perdagangan Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut (Hady, 2004). A. Kebijakan Hambatan Tarif (Tariff Barrier) Kebijakan Tariff Barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut: 1. Pembebanan bea masuk atau tarif rendah antara 0% - 5% dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, alat-alat militer/pertahanan/keamanan,dll. 2. Tarif sedang antara 5% - 20% dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi dalam negeri. 3. Tarif tinggi diatas 20% dikenakan untuk barang-barang mewah dan barangbarang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok. Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri (Hady, 2004). Kebijakan tarif terdiri dari: 1. Tarif Nominal dan Tarif Proteksi Efektif a. Tarif Nominal adalah besarnya persentase tarif suatu barang tertentu yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). b. Tarif Proteksi Efektif disebut juga sebagai Effective Rate of Protection (ERP) yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi karena perbedaan antara persentase tarif nominal untuk barang jadi atau CBU (Completely Built-up) dengan tarif nominal untuk bahan baku atau komponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down). 2 Infant Industry Argument adalah suatu kebijaksanaan untuk melindungi industri-industri dalam negeri yang baru lahir atau tumbuh dengan proteksi edukatif, sehingga dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. 3 Proteksi edukatif yaitu kebijakan untuk melindungi infant industry secara mendidik dengan ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut : transparan, selektif, limitatif, kuantitatif, declining. Dampak dari kebijakan tarif dapat digambarkan pada Gambar 6 . Dx adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi X.Jika negara A sama sekali tidak mengadakan hubungan perdagangan internacional maka negara A akan mengalami keseimbangan di titik E yang merupakan titik perpotongan antara Dx dan Sx. Selanjutnya jika negara A melakukan hubungan perdagangan internasional maka ia akan menikmati harga yang jauh lebih murah (P1) sehingga konsumsinyapun meningkat (X4). Kemudian jika negara A memberlakukan tarif ad valorem yang menyebabkan harga yang harus dipikul konsumen A meningkat (P2) dan akan menurunkan konsumsi penduduknya (X3) sedangkan dari sisi produksi dari dalam negeri akan meningkat dari X1 menjadi X2. Pemerintahpun mendapatkan pemasukan sebesar AB + CD (Salvatore, 1997). Px Sx E P2 P1 A B C D Dx X X1 X2 X3 Sumber : Salvatore, 1997 Gambar 6. Dampak Pemberlakuan Tarif X4 B. Kebijakan Hambatan Non Tarif (Non Tarif Barrier) Kebijakan Non Tariff Barrier terdiri atas beberapa bagian yaitu: a. Pembatasan spesifik, terdiri dari larangan impor secara mutlak; pembatasan impor atau quota system; peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu; peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara; peraturan kebudayaan, perizinan impor/import licenses; embargo; dan hambatan pemasaran seperti VER (Voluntary Export Restraint), OMA (Orderly Marketing Agreement). b. Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules), terdiri dari tatalaksana impor tertentu; penetapan harga pabean; penetapan forres rate (kurs valas) dan pengawasan devisa; consultan formalities; packaging/labelling regulation; documentation hended; quality and testing standard; pungutan administrasi (fees); dan tariff classification. c. Partisipasi pemerintah, terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintah; subsidi dan insentif ekspor; countervailing duties; domestic assistance programs; dan trade-diverting. d. Import charges, terdiri dari import deposits ; supplementary duties ; dan variable levies. Perdagangan dunia menurut Koo dan Kennedy (2005), jauh dari kebebasan. Beberapa negara menggunakan bermacam hambatan perdagangan (tarif dan non tarif) untuk melindungi industri yang tidak efisien. Hal ini terutama berlaku pada pertanian. Rata-rata tarif untuk produk pertanian (30%) lebih besar daripada untuk produk industri (6%). Tarif adalah pajak yang dibebankan pemerintah untuk komoditi sebagai batas garis nasional. Tarif digunakan untuk melindungi ekonomi domestik dari kompetisi luar negeri. Tarif ad valorem menunjukkan persentase dari nilai komoditi yang diperdagangkan. Sedangkan tarif spesifik adalah jumlah tetap per unit komoditi yang diperdagangkan. Tarif campuran adalah kombinasi dari tarif ad valorem dan tarif spesifik. Hambatan non tarif bisa mengandung rintangan dengan angka yang besar selain tarif, seperti kebijakan, peraturan, prosedur yang mengubah perdagangan. Hambatan non tarif yang paling banyak digunakan untuk mengontrol impor pertanian yaitu (Koo dan Kennedy, 2005): (1) pembatasan kuantitatif dan pembatasan spesifik sejenis (misalnya kuota, Voluntary Export Restraints, dan kartel internasional); (2) beban non tarif dan kebijakan yang berhubungan yang mempengaruhi impor (misalnya kebijakan antidumping dan kebijakan countervailing); (3) kebijakan umum pemerintah yang membatasi (misalnya kebijakan oleh pemerintah, kebijakan kompetisi, dan penetapan perdagangan); (4) prosedur umum dan kegiatan administrasi (misalnya prosedur valuasi dan prosedur perizinan); dan (5) hambatan teknis (peraturan dan standar kualitas kesehatan dan sanitasi, keamanan, peraturan dan standar industrial, dan peraturan pengemasan dan pelabelan). 2.5 Analisis Regresi Analisis regresi dalam ekspor dan impor yang terdiri atas berbagai macam variabel dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara variabel tak bebas dan variabel bebas dalam proses perdagangan internasional tersebut. Persamaan regresi dalam Supranto (2004) dinyatakan dengan simbol Y untuk variabel tak bebas (dependent variable) dan x untuk variabel bebas (independent variabel). Y yang dipengaruhi (tak bebas) dan x yang mempengaruhi (bebas). Variabel x bisa lebih dari 1 (x1,x2,.....,xk), mungkin selain yang kuantitatif ada juga yang kualitatif. Variabel dalam persamaan regresi yang sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya suatu quality atau suatu atribute. Suatu cara untuk membuat kuantifikan (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka nol (0) kalau atribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi) dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi). Variabel yang mengambil nilai 0 atau 1 tersebut dinamakan variabel boneka (dummy variable). Suatu model regresi mungkin variabel bebasnya hanya terdiri atas variabel boneka saja, yang kualitatif sifatnya. Model demikian itu disebut model analisis varian (ANAVAR). Persamaan yang terbentuk yaitu Yi = A + BDi + εi. Model regresi yang mencakup baik variabel kuantitatif maupun kualitatif disebut model analisis kovarian (ANAKOV). Persamaan yang terbentuk yaitu Yi = A0 + A1D1 + BXi + εi. Nilai elasitisitas dari model regresi didapatkan dari persamaan : η= 2.6 dY X (Koutsoyiannis, 1978). x dX Y Peramalan (Forecasting). Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang disebut peramalan (forecasting) berdasarkan Assauri (1984). Dalam perdagangan internasional dapat diciptakan juga model peramalan untuk volume ekspor ataupun impor beberapa tahun mendatang yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam mengambil strategi atau kebijakan perdagangan. Model peramalan menurut Lierbin (2002) secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut : Yt = Pola + error. Jadi, data dapat dibedakan menjadi komponen yang dapat diidentifikasi (pola) dan yang tidak dapat diidentifikasi (error). Jadi, pengunaan metode peramalan adalah untuk mengidentifikasi suatu model peramalan sedemikian rupa sehingga error-nya menjadi seminimal mungkin. Berikut adalah langkah-langkah peramalan: (1) menganalisis data yang lalu; (2) menentukan metode yang dipergunakan; (3) memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan. Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. 2.6.1 Jenis-Jenis Peramalan Peramalan dilihat dari sifat penyusunannya, Mulyono (2002) membedakannya menjadi dua macam, yaitu: a. Peramalan yang subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan tersebut. b. Peramalan yang obyektif adalah peramalan yang didasarkan atas data relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-metode dalam penganalisaan data tersebut. Selanjutnya dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, Mulyono (2002) membedakan peramalan atas dua macam, yaitu: a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk menyusun hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga semester. b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun atau tiga semester. Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: a. Metode Peramalan Kualitatif. Peramalan tersebut didasarkan atas informasi kualitatif pada masa lalu. Metode peramalan ini terbagi atas metode eksploratoris dan normatif. Metode eksploratoris seperti Metode Delphi, kurva-S analogi dan penelitian morfologis. Sedangkan metode normatif seperti matriks keputusan, pohon relevansi dan analisis sistem (Makridakis et al, 1999). b. Metode Peramalan Kuantitatif. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Adapun yang perlu diperhatikan dari penggunaan metode-metode tersebut adalah baik tidaknya metode yang dipergunakan sangat ditentukan oleh perbedaan atau penyimpangan antara hasil ramalan dengan yang terjadi. Metode yang baik adalah metode yang memberikan nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan sekecil mungkin (Makridakis et al, 1999). 2.6.2. Identifikasi Pola Data Time Series Untuk dapat melakukan peramalan dengan baik, diperlukan pemahaman tentang pola fluktuasi yang dapat dipelajari dari data di masa lalu. Jika pola sudah diketahui maka dapat diterapkan metode peramalan untuk memperkirakan data di masa depan. Langkah pertama untuk menganalisa data deret waktu adalah memplot data tersebut secara grafis. Dasar dari analisis deret waktu adalah koefisien auto korelasi (korelasi deret waktu dengan selisih waktu (time lag) satu, dua periode atau lebih). Bentuk plot deret waktu seringkali cukup untuk meyakinkan para peramal bahwa data tersebut stationer atau tidak stationer, demikian pula plot auto korelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstationeran. Apabila disajikan secara grafik, autokorelasi data tidak stationer memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah selisih waktu. Adanya suatu trend (linier atau tidak linier) dalam data berarti setiap nilai yang berturut-turut akan berkorelasi positif satu sama lainnya (Makridakis et al, 1999). Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di dalam grafik autokorelasi dari time lag yang berbeda. Namun, hal ini tidaklah selalu mudah apabila dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Sebagai pedoman, data tersebut harus ditransformasikan ke bentuk yang stationer sebelum ditentukan adanya faktor musiman (Makridakis et al, 1999). 2.6.3 Jenis-Jenis Metode Peramalan Berikut ini merupakan metode-metode dasar dalam peramalan, yaitu metode tangan bebas, naif, rata-rata, dan eksponensial (Lierbin, 2002). A. Metode Tangan Bebas Salah satu cara yang cukup sederhana untuk melakukan peramalan adalah dengan menggambarkan data yang ada (Y) pada diagram pencar yang terdiri atas sumbu vertikal Y dan sumbu horisontal t (time, waktu). Berdasarkan pencaran-pencaran data itu dibuat satu garis secara bebas hingga melampaui waktu dimana data tersedia. Cara ini disebut metode tangan bebas. B. Metode Naif Metode peramalan yang paling sederhana adalah metode naif. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa data pada periode terakhir adalah prediktor terbaik untuk periode berikutnya. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut: Ft+1 = Yt dengan Y sebagai data dan t sebagai periode atau waktu. Selisih antara data dan ramalan dirumuskan sebagai berikut: et = Yt – Ft-1, dengan e sebagai kekeliruan dalam peramalan. Bila data (Yt) digambarkan pada grafik dengan dua sumbu tegak lurus akan terlihat adanya trend (kecenderungan) meningkat atau disebut non stationer sehingga hasil-hasilnya akan secara konsisten menjadi rendah. Metode peramalan ini dapat disesuaikan atas adanya trend itu, yaitu dengan menambahkan perbedaan nilai data antara periode ini dan periode terakhir, sehingga modelnya menjadi: Ft+1 = Yt + (Yt – Yt-1). Untuk beberapa tujuan, tingkat perubahan itu (e) mungkin lebih tepat dinyatakan dalam bentuk relatif (rasio) daripada jumlah perubahan absolut, dan karena itu modelnya menjadi: Ft+1 = Yt (Yt/Yt-1). C. Metode Rata-Rata 1. Rata-rata sederhana. Hasil peramalan dengan menggunakan teknik rata-rata sederhana merupakan hasil pengrataan terhadap keseluruhan data yang tersedia. Rumus dikemukakan sebagai berikut : Ft +1 = ∑ Yt / n ; n = banyaknya periode atau data. Metode rata-rata sederhana seharusnya digunakan bila datanya bersifat stationer, yaitu tidak memiliki pola trend, musim, ataupun pola sistematis lainnya. 2. Rata-rata bergerak Perbedaan metode rata-rata sederhana dan metode rata-rata bergerak terletak pada penggunaan periodenya. Periode maupun jumlah periode yang digunakan pada metode rata-rata sederhana adalah sama. Sebaliknya, jumlah periode metode rata-rata bergerak adalah sama tetapi periodenya sendiri bergerak ke depan. Setiap kali terdapat tambahan sejumlah periode dalam pengrata-rataan, setiap kali pula terdapat pengurangan sejumlah yang sama dari periode sebelumnya. Berikut adalah rumusnya : Ft+1 = (Y1 + Y2 +... + Yn)/n ; n = banyaknya periode yang digerakkan. Pada metode ini tidak ada dasar yang obyektif untuk penentuan banyaknya periode bergeraknya. Cara satu-satunya adalah dengan menetapkan sendiri alternatif banyak periodenya. Selanjutnya dari tiap alternatif periode itu dihitung MSE-nya dan dibandingkan antar alternatif. Atas dasar itu dipilih alternatif yang memiliki MSE terkecil. Secara umum, semakin kecil n (periode bergerak) semakin kecil MSE, dan semakin kecil MSE semakin halus hasil yang diperoleh. Dengan pernyataan lain, semakin kecil n semakin baik peramalan yang dihasilkan. D. Metode Eksponensial Pada metode penghalusan eksponensial ini, pengrata-rataan nilai dari serentetan data yang lalu dengan cara menguranginya secara eksponensial. Hal itu dilakukan dengan memberikan bobot tertentu pada tiap data. Bobotnya dilambangkan dengan α (alpha) dan bergerak antara 0 dan 1. Teknik eksponensial tunggal dengan satu parameter digunakan dengan menetapkan bobot tertentu atas data yang tersedia, dan berdasarkan bobot itu akan diketahui pula bobot atas hasil peramalan sebelumnya. Berikut adalah rumusnya: Ft+1 = αYt + (1-α)Ft; α : ditentukan sendiri. Penentuan besarnya bobot yang digunakan dapat dilakukan dengan menghitung MSE untuk tiap alternatif bobot yang akan dipilih. Bobot yang menghasilkan MSE terkecil adalah yang lebih baik. Pada dasarnya metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan atas (Assauri, 1984): 1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu atau time series; 2. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu, yang disebut metode korelasi atau sebab akibat. Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa deret waktu: a. Metode smoothing. Metode ini mencakup metode data lewat (past data), metode rata-rata kumulatif, metode rata-rata bergerak (moving averages) dan metode exponential smoothing. Metode ini digunakan untuk mengurangi ketidakteraturan musiman dari data yang lalu maupun kedua-duanya, dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Metode ini akan lebih tepat digunakan untuk peramalan jangka pendek. Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini minimum selama dua tahun (Assauri, 1984). b. Metode Box Jenkins. Metode ini menggunakan dasar deret waktu dengan model matematis agar kesalahan yang terjadi dapat sekecil mungkin. Metode ini sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek. Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini minimum dua tahun. (Assauri, 1984). c. Metode proyeksi trend dengan regresi. Untuk peramalan jangka pendek maupun jangka panjang, ketepatan peramalan dengan metode ini sangat baik. Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini adalah data tahunan dengan minimum data yang harus ada adalah lima tahun (Assauri, 1984). Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa sebab akibat (Assauri, 1984). a. Metode regresi dan korelasi. Metode ini didasarkan pada penetapan suatu persamaan estimasi menggunakan teknik least square, b. Model ekonometri. Metode ini didasarkan atas peramalan pada sistem persamaan regresi yang diestimasikan secara simultan, c. Model input output. Model ini dipergunakan untuk menyusun proyeksi trend ekonomi jangka panjang. Pola dapat dibedakan menjadi 4 jenis siklis dan trend (Makridakis et al, 1999). 1. Pola horisontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai ratarata yang konstan. 2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman. 3. Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang. 4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. 2.6.4 Pemilihan Metode Peramalan Makridakis et al (1999) mengemukakan enam faktor utama yang menggambarkan kemampuan dan kesesuaian dalam memilih metode peramalan. Keenam faktor tersebut yaitu: 1. Horison waktu. Horison waktu harus ditetapkan terlebih dahulu oleh peramal untuk dapat menyusun ramalan. 2. Pola Data Faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan teknik peramalan adalah identifikasi dan pemahaman pola data historis. Jika diketahui pola data memiliki pola trend, siklus, atau musiman, selanjutnya dapat ditentukan teknik yang mampu dan efektif dalam mengekstrapolasi pola-pola tersebut. Selain itu, faktor yang menyebabkan pola tersebut perlu diketahui agar kebijakan dapat disusun untuk mengatasinya. Berdasarkan keempat tipe pola data tersebut, terdapat teknik peramalan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: (a). Teknik peramalan data stationer Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan untuk pola stationer antara lain meliputi metode naive (naif), simple moving average, moving average, simple exponential smoothing, dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). (b). Teknik peramalan data trend Teknik peramalan data trend yang dapat dipertimbangkan antara lain meliputi metode moving average (rata-rata begerak), Holt’s linear exponential smoothing (pemulusan eksponensial linier Holt), simple regression, growth curves, exponential model, dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). (c). Teknik Peramalan data musiman Teknik-teknik yang dapat dipilih diantaranya terdiri dari metode dekomposisi klasik, Cencus X-12, Winters Exponential Smoothing, time series multiple regression, Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). (d). Teknik peramalan data siklus Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan diantaranya metode dekomposisi klasik, indikator ekonomi, model ekonometrik, multiple regression, dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). 3. Daya tarik Metode Peramalan Daya tarik ini dapat berupa kesederhanaan, kemudahan untuk diaplikasikan, dan daya tarik intuitif yang dirasakan oleh peramal. 4. Ketepatan Metode Peramalan Kuantitatif Pengukuran ketepatan metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua macam pengukuran yaitu pengukuran statistik standar dan pengukuran relatif. 5. Biaya dan Waktu Pemilihan metode peramalan juga dipengaruhi oleh biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan metode yang dipilih tersebut. Kebutuhan dan lamanya waktu yang disediakan untuk mempersiapkan ramalan juga harus dipertimbangkan. 6. Ketersediaan Perangkat Lunak Komputer Ketersediaan software komputer sangat penting untuk membantu menyusun metode peramalan kuantitatif. BAB III KERANGKA PENDEKATAN STUDI Indonesia merupakan salah satu negara produsen untuk ekspor produk perikanan. Pembangunan perikanan melalui kegiatan ekspor memiliki prospek yang semakin baik. Salah satu komoditas unggulannya adalah udang. Negara yang merupakan pasar potensial bagi ekspor udang Indonesia yaitu Uni Eropa. Dalam dunia perdagangan internasional, Indonesia dihadapkan pada isu hambatan tarif maupun non tarif yang diberlakukan oleh pasar Uni Eropa. Kebijakan perdagangan Uni Eropa yang dapat menjadi hambatan tarif berupa kebijakan tarif bea masuk dan adanya perlakuan yang berbeda bagi negara importir (diskriminasi tarif). Hambatan non tarif yang dianggap cukup mempengaruhi kinerja perdagangan internasional terkait dengan Technical Barrier to Trade (TBT) agreement yang meliputi tiga area kebijakan yaitu regulasi teknis yang bersifat wajib (mandatory technical regulation), standar yang bersifat voluntir (voluntary standards), dan kajian keselarasan (conformance assesment) kemudian Sanitary and Phytosanitary (SPS) agreement yang menguraikan disiplin dan batas-batas tindakan yang perlu dilakukan untuk melindungi kesehatan dan kehidupan manusia, binatang, dan tumbuhan dari wabah penyakit, dan kontaminan dari negara asing (Nugroho, 2007). TBT dan SPS agreement ini berlaku untuk produk pangan, yang di dalamnya termasuk kategorial komoditas dan produk perikanan (udang). Untuk itulah perlu dideskripsikan kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang berpotensi menjadi restriksi perdagangan bagi ekspor Indonesia, khususnya untuk ekspor komoditas perikanan (udang). Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tentunya ditindaklanjuti oleh Indonesia yaitu berupa respon kebijakan atau peraturan perdagangan agar tetap mampu mempertahankan bahkan mengembangkan pasar udang di Uni Eropa. Performa ekspor Indonesia sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat dari seberapa besar pengaruh kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor komoditas udang Indonesia dengan menggunakan analisis regresi berganda. Data time series yang telah terkumpul dapat pula meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang. Peubah-peubah lain yang mempengaruhi performa ekspor udang Indonesia di Uni Eropa dikelompokkan sebagai cateris paribus. Karena konsep cateris paribus ini, kerangka pendekatan studi ini dikatakan bersifat parsial (Silalahi, 1994). Selain itu, analisis kebijakan perdagangan juga menggunakan pendekatan keseimbangan parsial. Artinya, analisis menitikberatkan pada dampak kebijakan yang ditetapkan pada suatu wilayah pasar tertentu, tanpa secara eksplisit memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi terhadap pasar lainnya. Krugman dan Obstfeld (1991) diacu Silalahi (1994) menyatakan bahwa pendekatan keseimbangan parsial ini cukup memadai dan lebih sederhana dibandingkan dengan pendekatan keseimbangan yang utuh. Karena dalam banyak kasus, kebijakan-kebijakan untuk satu sektor dapat dipahami dengan baik tanpa memerinci dampak kebijakan tersebut kepada bagian-bagian lain dari perekonomian. Berdasarkan uraian diatas, hal-hal yang terkait dengan penelitian ini dapat digambarkan secara sistematis melalui skema pendekatan studi pada Gambar 7. Ekspor Perikanan Indonesia Ekspor Komoditas dan Produk non Udang Pasar Ekspor Lainnya Ekspor Komoditas dan Produk Udang Pasar Uni Eropa Hambatan Tarif • Bea Masuk • Diskriminasi Tarif Hambatan Non Tarif • Standar Mutu Pangan • Keamanan Pangan Respon Kebijakan Perdagangan Indonesia Performa Ekspor Indonesia Analisis Regresi Berganda Peramalan • Metode Trend • Metode Rata-Rata Bergerak • Metode Pemulusan Eksponensial Pengaruh Hambatan Perdagangan Uni Eropa Terhadap Ekspor Udang Indonesia Gambar 7. Kerangka Pendekatan Studi Keterangan : ---------------- : Batasan penelitian Volume Ekspor Udang Beberapa Tahun Mendatang BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis data sekunder. Analisis data sekunder adalah analisis data yang sudah tersedia. Data ini mungkin berasal dari hasil survei yang belum diperas dengan analisis lanjutan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang sangat berguna, juga dapat berupa studi perbandingan dari studi-studi yang telah dilakukan ( Hasan, 2004). Satuan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tahunan ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor udang Indonesia dan regulasi atau peraturan yang dikeluarkan Indonesia terkait dengan ekspor komoditas perikanan (udang). 4.2 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian berupa text, dan image. Data text adalah data yang berbentuk alfabet maupun angka numerik dan data image adalah data yang didapatkan melalui bentuk diagram atau foto yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu (Fauzi diacu Puashanty, 2001). Berdasarkan sumbernya, data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder yang merupakan data text berupa keteranganketerangan mengenai prosedur ekspor, kondisi pasar Uni Eropa, peraturan perdagangan Uni Eropa, laporan perkembangan ekspor udang Indonesia, regulasi atau peraturan perdagangan Indonesia, dan data-data lain yang relevan dengan penelitian ini. Data text berbentuk numerik berupa data berkala selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006. Data-data tersebut diatas diperoleh melalui informasi dan laporan tertulis dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Food and Agriculture Organization (FAO), World Trade Organization (WTO), dan EUROSTAT. Selain itu data diperoleh pula dari literatur, berupa skripsi, buku teks dan internet yang terkait dengan penelitian. Berikut rincian perolehan data yang diperlukan yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perincian Sumber Data Penelitian No Data Yang Diperlukan 1 Total Ekspor dan Impor Uni Eropa 2 Total Ekspor dan Impor Perikanan Uni Eropa 3 Total Ekspor dan Impor Udang Uni Eropa 4 Total Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa 5 Kebijakan Perdagangan Uni Eropa yang terkait dengan perikanan 6 Kebijakan Indonesia yang terkait dengan ekspor Perikanan Indonesia 7 Prosedur umum ekspor perikanan 4.3 Sumber Data WTO FAO FAO DKP, Depdag /BPEN DKP, Komisi Eropa DKP, BSN DKP Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.3.1 Analisis Data Kualitatif Analisis data kualitatif yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Deskriptif artinya melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Metode deskriptif bertujuan untuk : 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, 2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, 3. Membuat perbandingan atau evaluasi, 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Metode deskriptif ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteritik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis), tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi. Metode deskriptif pada hakekatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori. Metode ini menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah. Analisis deskriptif digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988). Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa, kebijakan perdagangan Indonesia dan pengaruhnya terhadap ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, maupun penjelasan atau narasi singkat atas tabulasi dan tampilan grafik. 4.3.2 Analisis Data Kuantitatif Analisis data kuantitatif yang digunakan yaitu: (1) Analisis regresi berganda terhadap data yang tersedia untuk mengetahui performa ekspor komoditas udang Indonesia di pasar Uni Eropa dengan adanya hambatan perdagangan. (2) Metode peramalan berupa trend linier, trend kuadratik, trend eksponensial, rata-rata bergerak ganda, dan pemulusan eksponensial linier Holt untuk menduga volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang dengan menggunakan data tahun-tahun sebelumnya. Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh menggunakan software microsoft Excel, Minitab 14, dan SPPS 15. Pemilihan program tersebut berdasarkan alasan bahwa program tersebut telah banyak dikenal dan output yang disajikan lebih lengkap. 4.3.2.1 Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain yang menjelaskan (explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai ratarata hitung atau rata-rata variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap variabel yang menjelaskan. Analisis ini dilakukan untuk memperkirakan sejauh mana pengaruh kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor udang Indonesia. Model yang digunakan adalah model regresi berganda yaitu model Variabel Dummy menggunakan persamaan : Qt = α0 + α 1Dt+ α 2Tt+ α 3Qt-n + e .................................................................. (1) dimana : Qt = Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode t dalam ton Dt = Dummy Kebijakan Non Tarif 1 = setelah adanya kebijakan oleh Uni Eropa 0 = sebelum adanya kebijakan oleh Uni Eropa Tt = Nilai tarif pada periode t dalam persen (Kebijakan Tarif) Qt-n= Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode t-n dalam ton t = Periode (tahun) n = lag periode (2 tahun) Keterangan : α0 = intercept αi = parameter yang diduga (i = 1,2,3) e = error Apabila model linier di atas tidak memenuhi persyaratan suatu model linier yang dapat digunakan, maka ada berbagai model yang merupakan hasil transformasi dari suatu model tidak linier menjadi model linier. Di antaranya adalah dengan model semi log dan model log-log atau model double log. Pada model semi log transformasi dilakukan terhadap variabel penjelas saja atau variabel bebas saja. Persamaan yang didapat nantinya adalah : ln Qt = α 0 + α1 Dt + α 2Tt + α 3Qt −n + e .............................................. (2) atau Qt = α 0 + α 1 Dt + α 2 ln Tt + α 3 ln Qt −n + e ......................................... (3) Model log-log atau model double log terbentuk melalui transformasi logaritma dari model tidak linier sehingga didapat model yang linier (Nachrowi, 2006). Transformasi model di atas ke dalam bentuk logaritma, akan menghasilkan model sebagai berikut : ln Qt = α 0 + α1 Dt + α 2 ln Tt + α 3 ln Qt − n + e ..................................... (4) Dari bentuk persamaan di atas dapat terlihat bahwa model yang baru didefinisikan tersebut tidak ubahnya seperti model regresi linier dengan variabel dan parameter yang berbentuk linier. Model double log dan semi log merupakan bentuk fungsional regresi yang sangat populer, di samping itu, kedua model tersebut juga berguna untuk mengatasi permasalahan pembentukan regresi, terutama regresi berganda, yang tidak memenuhi asumsi (Nachrowi, 2006). Nilai elasitisitas dari model dugaan regresi untuk variabel dummy non tarif didapatkan dari persamaan: η = η= dQt Dt x , variabel tarif dengan persamaan: dDt Qt dQt Tt dQt Qt − 2 x , dan lag ekspor (t-2) dengan persamaan: η = x , dimana dTt Qt dQt − 2 Qt η menunjukkan nilai elastisitas. 4.3.2.2 Evaluasi Model Dugaan Persamaan Regresi Evaluasi model dugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh telah terpenuhi secara teori dan statistik. Untuk itu digunakan kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika (Koutsoyiannis, 1978). 4.3.2.2.1 Kriteria ekonomi Kriteria ekonomi yang ada diuji berdasarkan teori ekonomi. Hipotesis yang dikembangkan terkait dengan hambatan perdagangan adalah sebagai berikut: α1 < 0 : Dikeluarkannya kebijakan perdagangan yang bersifat non tarif oleh Uni Eropa, maka semakin besar kemungkinan menurunnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus. α2 < 0 : Semakin tinggi tarif yang diberlakukan Uni Eropa, maka semakin besar kemungkinan menurunnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus. α3 > 0 : Semakin besar lag ekspor, maka semakin besar kemungkinan meningkatnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus. 4.3.2.2.2 Kriteria statistik Model terbaik menurut Santoso (2000) yang dipilih dalam membahas permasalahan ini terdiri dari koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2 adjusted), pengujian parameter secara serentak (Fhitung), pengujian parameter secara tunggal (thitung), kesesuaian tanda dan besar parameter regresi. Pengujian parameter regresi dilakukan secara serentak dan tunggal dengan menggunakan α = 5% pada selang kepercayaan 95%. 1) Pengujian secara tunggal Pengujian secara tunggal dilakukan untuk mengetahui apakah secara terpisah Dt, Xt, dan Yt-n berpengaruh nyata terhadap volume ekspor udang Indonesia. Pengujian secara tunggal dilakukan dengan uji-t yaitu dengan membandingkan thitung dengan ttabel. t= b1 SÌ‚1 .......................................................................................................... (5) Pengambilan keputusan : H0 : koefisien regresi tidak signifikan H1 : koefisien regresi signifikan Jika : thitung < ttabel maka H0 diterima, Dt, Xt, dan Yt-n tidak berpengaruh nyata terhadap Yt. thitung > ttabel maka tolak H0, H1 diterima; Dt, Xt, dan Yt-n berpengaruh nyata terhadap Yt. Taraf kepercayaan didapatkan juga dari nilai t signifikannya (α) yaitu (100- α) dikalikan 100%. 2) Pengujian secara serentak Pengujian secara serentak dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (Y). Pengujian dilakukan dengan uji-F yaitu dengan membandingkan antara Fhitung dengan Ftabel. F= R 2 / (k − 1) 1 − R 2 / (N − k ) ( ) ............................................................................... (6) Pengambilan keputusan : H0 : α1 = α2 = α3 = 0 H1 : paling sedikit salah satu αi ≠ 0 Jika : Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap Yt. Fhitung > Ftabel maka tolak H0, H1 diterima; semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap Yt. 4.3.2.2.3 Kriteria ekonometrika Uji asumsi yang perlu diterapkan untuk mengetahui model tersebut baik atau tidak digunakan harus sesuai dengan kriteria ekonometrika, yaitu sebagai berikut: 1) Asumsi Normalitas Model asumsi kenormalan menyatakan bahwa variabel yang didistribusikan tidak hanya tak berkorelasi tetapi juga didistribusikan secara normal (Gujarati, 1978). Cara mendeteksi normalitas menurut Santoso (2000) adalah dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 2) Asumsi Homoskedastisitas Satu asumsi penting dari model regresi adalah homoskedastik (Gujarati, 1978). Namun, mungkin terdapat heteroskedastik dalam model regresi. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan menguji dari kuadrat residual yang ditaksir ei apakah menunjukkan pola yang sistematis. Scatterplot menurut Santoso (2000) digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya pola tertentu dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu Y adalah residual (Yprediksi – Y residual) yang telah di-studentized, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Jika model telah bebas heteroskedastisitas atau homoskedastisitas, maka model layak digunakan untuk memprediksi volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa. 3) Asumsi Multikolinearitas Dalam model regresi linear yang mencakup lebih dari dua peubah bebas dan menggunakan data berkala sering dijumpai adanya kolinearitas ganda (multicolinearity). Kolinearitas seringkali diduga terjadi ketika R2 tinggi dan r2 satu pun atau sangat sedikit koefisien regresi parsial yang secara individual penting secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional (Gujarati, 1978). Cara mendeteksi multikolinearitas menurut Santoso (2000) adalah sebagai berikut : a) Besaran VIF (Variance inflation factor) dan Tolerance. Pedoman suatu regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan angka toleransi mendekati 1. Cara mendapatkan besaran VIF adalah 1/Tolerance. b) Besaran korelasi antar variabel independent. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel independent harus lemah (dibawah 0,5). Jika korelasi kuat maka terjadi multikolinearitas. 4) Asumsi Autokorelasi Dalam data time series, sering juga dijumpai adanya persoalan autokorelasi yang mempunyai konsekuensi yang cukup serius (Gujarati, 1978). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain dengan uji d Durbin-Watson, pengujian ini menggunakan rumus: t=N ∑ (e - e t d= t =2 t=N ∑e t t -1 )2 ........................................................................... (7) 2 t =1 Mekanisme test Durbin-Watson adalah sebagai berikut, dengan mengasumsikan bahwa asumsi yang mendasari tes dipenuhi: 1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual ei. 2. Hitung d dari persamaan (4). 3. Untuk ukuran sampel tertentu dan banyaknya variabel yang menjelaskan tertentu, dapatkan nilai kritis dL dan du. 4. Jika hipotesis nol H0 adalah bahwa tidak ada korelasi positif, maka jika d < dL: tolak H0 d > du: terima H0 dL ≤ d ≤ du: pengujian tidak meyakinkan. 5. Jika hipotesis nol H0 adalah bahwa tidak ada korelasi negatif, maka jika d > 4 – dL: tolak H0 d < 4 – du: terima H0 4 – du ≤ d ≤ 4 -dL: pengujian tidak meyakinkan Autokorelasi menurut Santoso (2002), yaitu dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang diambil patokannya secara umum sebagai berikut : 1. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif 2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi 3. Angka D-W +2 berarti ada autokorelasi negatif 4.3.2.2 Peramalan (Forecasting). Metode peramalan yang akan digunakan adalah metode yang menggunakan analisa deret waktu (time series), yang terdiri dari beberapa tahap yaitu identifikasi pola data, memilih metode peramalan, dan pemilihan metode peramalan terakurat. Metode peramalan terakurat yang didapatkan digunakan untuk memprediksi volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang. 4.3.2.2.1 Identifikasi Pola Data Tahap pertama peramalan dalam mengolah data adalah menyajikan serial data dari nilai ekspor udang dalam plot nilai terhadap waktu. Hasil yang akan didapatkan dari identifikasi pola data adalah bentuk pola data yang akan disesuaikan dengan metode peramalan yang akan dilakukan. Pola yang dapat terbentuk meliputi pola : (1) Pola stasioner; (2) Pola musiman; (3) Pola siklik; (4) Pola trend. Pola data volume ekspor udang yang didapatkan berasal dari plot data volume ekspor udang dan plot autokorelasinya. Pola yang didapatkan kemudian diidentifikasikan dengan analisa visual terhadap grafik ekspor udang dari periode ke periode. 4.3.2.2.2 Metode Trend Metode Trend yang akan digunakan adalah teknik linier, kuadratik, dan pertumbuhan eksponensial. Persamaan-persamaannya adalah sebagai berikut: 1. Trend Linier : Ft= a + bt ................................................................ (8) nilai a dan b dapat diperoleh dalam persamaan: a= ∑ Yi − b ∑ Xi n n 2. Trend Kuadratik ,b= n∑ XiYi − ∑ Xi ∑ Yi n∑ Xi 2 − (∑ Xi) 2 : Ft= a + b1t + b2t2 ..................................................... (9) 3. Trend Eksponensial : Ln Ft+1 = a + bt ....................................................... (10) Dimana : Ft a b = volume ramalan udang pada periode t = intersep = slope kenaikan atau penurunan 4.3.2.2.3 Metode Rata-Rata Bergerak Ganda (Moving Average/MA) Hasil peramalan dengan rata-rata bergerak ganda diperoleh dengan melakukan pengrata-rataan bergerak sebanyak dua kali dengan ketentuan: a. n pada MA yang pertama sama dengan n pada MA yang kedua, b. lambang MA diganti dengan St untuk MA pertama dan St” untuk MA kedua, c. hasil yang diramalkan pada St’ditambah dengan at dan bt untuk menghasilkan St”. Persamaannya-persamaannya adalah sebagai berikut: St’ = (Yt + Yt-1 + Yt-2 + .... + Yt-n+1)/n ; hasil penghalusan pertama St” = (St’ + St-1’ + St-2’ + ... + St-n+1)/n ; hasil penghalusan kedua at = (2St’) – St” bt = 2(St’ – St”)/ (n-1) Ft+m = at + bt (m); volume ramalan udang pada periode t+m .......................... (11) n m = banyaknya periode yang digerakkan = 1 untuk periode 1 sampai dengan 15, 2 untuk periode 16, dan seterusnya. 4.3.2.2.4 Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt Pada metode ini komponen trend dihaluskan secara terpisah dengan menggunakan parameter yang berbeda. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Ft+m = St + bt (m) ........................................................................................... (12) M = 1 untuk t = 1 s.d t = 15 St = αYt + (1-α)(St-1 + bt-1); S1 = Y1 bt = γ(St – St-1) + (1- γ)bt-1, b1 = Y2-Y1 α = 0,1 dan γ = 0,2 Teknik ini cukup fleksibel dikarenakan trendnya dapat dihaluskan dengan menggunakan bobot yang berbeda. Namun demikian, kedua parameternya perlu dioptimalkan sehingga pencarian kombinasi terbaik parameter tersebut lebih rumit daripada hanya menggunakan satu parameter. 4.3.2.2.5 Pemilihan Metode Peramalan Terakurat Tahap terakhir peramalan ekspor udang ini adalah membandingkan beberapa metode yang telah diterapkan agar dapat menentukan salah satu metode yang baik. Menurut Makridakis et al (1999), faktor yang harus diperhatikan dalam membandingkan metode peramalan ini adalah forecasting power dari metode tersebut yaitu dengan menguji nilai kesalahannya. Rumus nilai kesalahan peramalan pada periode ke-t adalah: et = At –Ft .................................................................................................... (13) Dimana : et = nilai kesalahan peramalan (error) pada periode ke-t At = nilai aktual pada periode ke-t Ft = nilai ramalan pada periode ke-t Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah nilai Mean Square Error (MSE). Pendekatan ini membebankan kesalahan peramalan yang besar, karena errornya dikuadratkan (Hanke dan Reitsch, 2001). Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil, mengandung pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (Makridakis et al, 1999).  n  Nilai MSE dirumuskan: MSE =  ∑ et 2  / n ................................................ (14) ï£ i =1  Akurasi peramalan yang lain adalah root mean standar error (RMSE). Nilai RMSE diperoleh dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini memberikan nilai error yang relatif lebih kecil karena merupakan hasil pengakaran dari MSE, RMSE dirumuskan (Hanke dan Reitsch, 2001): RMSE = 4.4 MSE ........................................................................................... (15) Batasan dan Konsep Penelitian 1. Perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri namun dijual di luar negeri. Salah satu komoditas perdagangan adalah komoditas perikanan. Udang merupakan komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia. Variabel yang digunakan adalah dalam volume atau nilai. 2. Salah satu pasar produktif bagi ekspor komoditas udang Indonesia adalah pasar Uni Eropa. Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa terus berkembang. Data perdagangan yang digunakan untuk analisis pasar Uni Eropa yaitu 12 negara (1992-1994), 15 negara (1995-2004), dan 25 negara (2004-2006). 3. Hambatan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa berupa hambatan tarif dan non tarif yang saat ini banyak diperbincangkan juga dalam perdagangan global. 4. Hambatan tarif yang seringkali mempengaruhi perkembangan ekspor yaitu bea masuk dan diskriminasi tarif. 5. Hambatan non tarif dalam hal standar mutu dan keamanan pangan. 6. Analisis deskriptif berupa penjelasan atas tampilan tabulasi atau grafik untuk memaparkan kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa dan kebijakan perdagangan Indonesia. 7. Analisis regresi berganda menggunakan variabel dummy untuk mengukur pengaruh hambatan perdagangan terhadap ekspor udang Indonesia. 8. Peramalan digunakan untuk menduga volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa lima tahun mendatang. Metode yang digunakan yaitu metode trend, metode rata-rata bergerak ganda, dan metode pemulusan eksponensial linier Holt. 9. Penelitian ini dibatasi pada pendeskripsian kebijakan Uni Eropa yang menjadi hambatan perdagangan bagi Indonesia serta pengaruhnya terhadap ekspor Indonesia. Selain itu dideskripsikan pula kebijakan perdagangan Indonesia yang terkait dengan ekspor perikanan dalam penyesuaian terhadap permintaan pasar. Pendugaan volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang juga ditampilkan. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa Uni Eropa (UE-27) merupakan blok sukarela dan damai terbesar di dunia, dengan jumlah 492 juta warga negara yang terdapat di dalamnya. Awal terbentuknya UE dirintis oleh enam negara hingga tahun 2007 terus berkembang menjadi 27 negara. Dalam perdagangan internasional, UE memainkan peranan yang sangat penting dikarenakan posisinya yaitu urutan pertama sebagai importir dan urutan kedua sebagai eksportir pada tahun 2006 (Directorate General Trade of European Union, 2007). Peningkatan ekspor dan impor yang terjadi pada Uni Eropa tentunya berjalan beriringan dengan peningkatan jumlah negara anggota Uni Eropa dari UE-6, UE-12, UE-15, UE-25 hingga UE-27 pada tahun 2007. Selain itu, peran Uni Eropa sebagai penggerak ataupun pencetus perjanjianperjanjian (agreement) World Trade Organization (WTO) menjadikannya pasar yang kuat. Adanya harmonisasi peraturan perdagangan internasional diantara negara-negara anggota Uni Eropa menjadikan Uni Eropa sebagai pasar tunggal yang sangat potensial untuk dimasuki jika negara eksportir mampu memenuhi persyaratan impor yang dilakukan ataupun menjadikan Uni Eropa sebagai pasar yang sangat sulit dimasuki karena kemampuan negara eksportir yang masih lemah. 5.1.1 Pasar Merchandise Uni Eropa Uni Eropa merupakan pasar potensial dalam perdagangan internasional baik itu sebagai eksportir maupun importir. Pangsa ekspornya di dunia sebesar 16,2% dengan nilai € 1.661,1 miliar dan sebesar 18% untuk pangsa impor dengan nilai € 1350,5 miliar pada tahun 2006 (Directorate General Trade of European Union, 2007). Perkembangan ekspor dan impor UE untuk merchandise selama 15 tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Ekspor UE meningkat dari US$ 1.584 miliar pada tahun 1992 menjadi US$ 4.543 miliar pada tahun 2006. Impor UE jauh lebih drastis peningkatannya yaitu sebesar US$ 1.654 miliar pada tahun 1992 menjadi US$ 4.759 miliar pada tahun 2006. Peningkatan ekspor paling besar terjadi pada tahun 1995 sebesar 22,35% dibanding tahun sebelumnya dan peningkatan impor yang terjadi pada periode yang sama sebesar 21,31%. Apabila dilihat dari neraca perdagangannya tampak bahwa posisi UE selama kurun waktu lima tahun ini lebih berpotensi sebagai importir. Selisih ekspor-impornya terus bertambah dari US$ 28, 29 miliar pada tahun 2002 hingga mencapai angka US$ 215,69 miliar pada tahun 2006. Tabel 4. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 Tahun Ekspor (juta US$) Perkembangan Ekspor (%) Impor (juta US$) Perkembangan Impor (%) 1.654.045 Neraca Perdagangan (juta US$) -69.770 1992 1.584.275 1993 1.488.885 -6,02 1.487.610 -10,06 1.275 1994 1.702.895 14,37 1.690.635 13,65 12.260 1995 2.083.745 22,36 2.050.935 21,31 32.810 1996 2.154.900 3,41 2.101.330 2,46 53.570 1997 2.140.890 -0,65 2.089.635 -0,56 51.255 1998 2.233.600 4,33 2.212.010 5,86 21.590 1999 2.344.500 4,97 2.403.180 8,64 -58.680 2000 2.437.360 3,96 2.560.180 6,53 -122.820 2001 2.453.110 0,65 2.526.740 -1,31 -73.630 2002 2.617.985 6,72 2.646.280 4,73 -28.295 2003 3.123.730 19,32 3.179.335 20,14 -55.605 2004 3.728.925 19,37 3.807.415 19,76 -78.490 2005 4.026.690 7,99 4.166.150 9,42 -139.460 14,24 -215.695 2006 4.543.760 12,84 4.759.455 Sumber: WTO, 1992-2006 Keterangan : * nilai US$ yang berlaku pada saat itu (current price) Nilai (juta US$) 5.000.000 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Ekspor Total EU ke Dunia Im por Total EU dari Dunia Gambar 8. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 Nilai ekspor dan impor UE yang diperlihatkan pada Gambar 8 mulai mengalami peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2003 dibanding tahun sebelumnya dengan melihat selisih volume impor atau impor. Hal ini diduga terkait dengan dikeluarkannya mata uang tunggal Uni Eropa yaitu Euro pada tanggal 1 Januari 2002. Dalam pasar valuta asing (valas), Euro mempunyai posisi bersaing dengan Yen dan Dolar AS. Dampak dengan dikeluarkannya Euro, pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diasumsikan menjadi lebih stabil dikarenakan transaksi perdagangan berjalan dengan lebih baik. Negara-negara yang menjadi partner utama perdagangan Uni Eropa (ekspor dan impor) selama kurun waktu 2002 hingga 2006 dapat dilihat pada Tabel 5, yaitu Amerika Serikat, Cina, Rusia, Switzerland, dan Jepang. Tabel 5. Urutan Peringkat Negara Partner Perdagangan Uni Eropa Tahun 2002-2006 Negara Partner 2002 2003 2004 2005 Perdagangan USA 1 1 1 1 China 3 2 2 2 Russia 5 5 4 3 Switzerland 2 3 3 4 Japan 4 4 5 5 2006 1 2 3 4 5 Sumber: Directorate General Trade of European Union, 2008. Pangsa nilai produk ekspor UE-25 menurut penggolongan SITC pada tahun 2006 yaitu mesin dan alat transportasi (44,1%), bahan kimia dan sejenisnya (16%), barang-barang pabrik (14,5%), bahan mineral, pelumas, dan bahan-bahan material (4,2%), pangan dan hewan hidup (3,4%). Sedangkan besarnya pangsa yang menjadi produk impor UE-25 yaitu mesin dan alat transportasi (29,8%), bahan mineral, pelumas, dan bahan-bahan material (24,7%), Bahan kimia dan sejenisnya (8%), pangan dan hewan hidup (4,5%). Penggolongan produk menurut SITC hasil revisi terbagi atas: (1) Produk primer yaitu produk agrikultur dan energi dan (2) Produk manufaktur yaitu mesin, alat transportasi, bahan kimia, serta tekstil dan pakaian. Kategori produk yang menjadi komoditi ekspor utama yaitu dari produk manufaktur dengan pangsa terbesar yaitu mesin (28,9%) dari total ekspor UE dan komoditi impor utama dari produk primer yaitu produk agrikultur dengan pangsa terbesar 24,7% dari total impor UE. Uni Eropa merupakan importir terbesar untuk produk agrikultur yang berasal dari negara-negara berkembang. Oleh sebab itu, untuk melakukan ekspansi pasar maka Uni Eropa menjadi penggerak utama terlaksananya Doha Development Agenda (DDA) yang dikeluarkan WTO pada Bulan November 2002. Produk-produk agrikultur yang dimaksud berupa: pangan dan hewan hidup termasuk ikan; minuman dan tembakau; kulit; bahan mentah; bibit minyak dan minyak tumbuhan; karet alami; gabus dan kayu; sutera; kapas; ramidan serabut kulit pohon untuk tekstil; serabut tanaman untuk tekstil; wool; serta lemak minyak tumbuhan dan hewan mentah. Kontribusi impor ikan, krustasea, dan moluska dalam impor produk agrikultur oleh UE-25 dari tahun 2002 hingga 2006 secara berurutan sebesar 21,37%, 21,60%, 20,70%, 21,85%, dan 23,36%. Dalam perdagangan bilateral dengan Indonesia, ekspor Uni Eropa ke Indonesia mencapai peringkat 34 dan peringkat 32 untuk impornya pada tahun 2006. Pangsa ekspor dan impor Uni Eropa dengan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. 45,00 40,00 35,00 30,00 % 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2002 2004 2006 Tahun Produk Agrikultur Energi Mesin Alat Transportasi Bahan Kimia Tekstil dan Pakaian Sumber : Eurostat, 2008. Gambar 9. Pangsa Produk Ekspor Uni Eropa ke Indonesia Tahun 2002-2006. Dominasi impor Indonesia berupa mesin-mesin dikarenakan tingkat teknologi negara-negara anggota UE sudah lebih maju dalam menciptakan inovasi teknologi. Sedangkan Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah merupakan pasar yang tepat bagi Uni Eropa mendapatkan kebutuhan akan produk-produk agrikultur. Sesuai dengan teori perdagangan internasional bahwa masing-masing negara akan melakukan spesialisasi yang disesuaikan dengan kondisi negara dan kebutuhannya hingga akhirnya terjadi transaksi perdagangan. 25,00 20,00 15,00 % 10,00 5,00 0,00 2002 2004 2006 Tahun Produk Agrikultur Energi Mesin Alat Transportasi Bahan Kimia Tekstil dan Pakaian Sumber: Eurostat, 2008 Gambar 10. Pangsa Produk Impor Uni Eropa dari Indonesia Tahun 2002-2006. 5.1.2. Pasar Komoditas Perikanan Uni Eropa Pangsa nilai ekspor perikanan Uni Eropa sebesar 0.048% dari total ekspor UE dan memiliki pangsa nilai impor sebesar 0,79% terhadap total impor pada tahun 2006. Dilihat dari sisi volume, ekpor perikanan Uni Eropa meningkat dari 3.928.961 ton pada tahun 1992 menjadi 6.944.184 ton pada tahun 2006 dan impornya sebesar 6.190.289 ton pada tahun 1992 juga meningkat hingga 10.394.573 ton pada tahun 2006 . Jadi, Uni Eropa memiliki kecenderungan lebih banyak mengimpor produk perikanan, sesuai dengan yang telah disebutkan sebelumnya bahwa komoditas impor utama yaitu produk pertanian yang didalamnya termasuk komoditas perikanan. Bahkan, UE merupakan importir terbesar produk ikan, pangan laut, dan budidaya di dunia. Peraturan impor untuk produk perikanan diharmonisasikan yang artinya peraturan yang sama berlaku di semua negara-negara Uni Eropa (DG Sanco, 2007). Pada Tabel 6 ditampilkan perkembangan volume ekspor-impor perikanan UE dengan dunia. Adapun yang menjadi produk perikanan yang paling banyak diimpor menurut kode HS 03 dan 16 berupa daging/fillet ikan beku sebesar US$14 miliar, krustasea (udang, lobster, dan kepiting) sebesar US$ 4 milyar, dan udang yang siap disajikan sebesar US$ 600 juta pada tahun 2005 dengan total impor produk perikanan keseluruhan pada saat itu lebih besar dari US$17 miliar (Direktorat Pemasaran Luar Negeri, 2007). Tabel 6. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 Tahun Ekspor (ton) Perkembangan Ekspor (%) Impor (ton) Perkembangan Impor (%) 1992 3.928.961 1993 4.178.431 6,35 6.285.278 1,53 -2.106.847 1994 4.547.287 8,83 7.383.543 17,47 -2.836.256 1995 4.889.933 7,54 7.404.068 0,28 -2.514.135 1996 5.190.709 6,15 7.383.995 -0,27 -2.193.286 1997 5.401.623 4,06 7.704.812 4,34 -2.303.189 1998 5.419.972 0,34 7.863.715 2,06 -2.443.743 1999 5.585.756 3,06 8.139.252 3,50 -2.553.496 2000 5.755.640 3,04 8.426.784 3,53 -2.671.144 2001 5.986.616 4,01 8.780.517 4,20 -2.793.901 2002 5.790.559 -3,27 8.671.752 -1,24 -2.881.193 2003 6.056.700 4,60 9.273.042 6,93 -3.216.342 2004 6.876.593 13,54 9.728.793 4,91 -2.852.200 2005 6.953.105 1,11 10.057.761 3,38 -3.104.656 2006 6.944.184 -0,13 10.394.573 Sumber: FAO, Fishstat (diolah), 1992-2006. 3,35 -3.450.389 6.190.289 Neraca Perdagangan (ton) -2.261.328 12.000.000 Volume (ton) 10.000.000 8.000.000 6.000.000 4.000.000 2.000.000 0 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Ekspor Perikanan UE ke Dunia Impor Perikanan UE dari Dunia Gambar 11. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006. Apabila diperhatikan pada Gambar 11 terlihat bahwa kecenderungan ekspor maupun impor perikanan Uni Eropa meningkat. Peningkatan ekspor yang cukup besar terjadi pada tahun 2003 dan impor pada tahun 1993 dibanding dengan tahun sebelumnya. 5.1.3 Pasar Komoditas Udang Uni Eropa Komoditas udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang diminati di Uni Eropa. Berdasarkan Tabel 6 dan 7 dapat dihitung pangsa impor komoditas udang terhadap impor komoditas perikanan sebesar 6,26 % pada tahun 1992 dan meningkat hingga 8,053 % pada tahun 2006 berdasarkan volumenya. Volume ekspor udang Uni Eropa pada tahun 1992 sebesar 146.074 ton menjadi 396.278 ton pada tahun 2006. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada volume impornya yaitu pada tahun 1992 sebesar 387.552 ton menjadi 837.159 ton pada tahun 2006. Tabel 7. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006 Ekspor Perkembangan Impor (ton) Ekspor (%) (ton) 1992 146.074 387.552 1993 149.378 2,26 386.395 1994 161.556 8,15 432.847 1995 148.866 -7,85 419.008 1996 177.599 19,30 447.632 1997 202.110 13,80 439.885 1998 202.157 0,02 500.668 1999 214.842 6,27 490.997 2000 257.714 19,96 542.570 2001 241.248 -6,39 580.616 2002 277.418 14,99 607.464 2003 308.885 11,34 703.018 2004 359.324 16,33 731.237 2005 368.782 2,63 776.606 2006 396.728 7,58 837.150 Sumber: FAO, Fishtat (diolah), 1992-2006. Tahun Perkembangan Impor (%) -0,30 12,02 -3,20 6,83 -1,73 13,82 -1,93 10,50 7,01 4,62 15,73 4,01 6,20 7,80 Neraca Perdagangan (ton) -241.478 -237.017 -271.291 -270.142 -270.033 -237.775 -298.511 -276.155 -284.856 -339.368 -330.046 -394.133 -371.913 -407.824 -440.422 Grafik perkembangan volume ekspor impor udang Uni Eropa dapat dilihat pada Gambar 12. Uni Eropa merupakan net importir untuk komoditas udang, hal ini terlihat dari volume impor yang lebih besar dari volume ekspornya. Volume ekspor udang Uni Eropa memiliki kecenderungan meningkat yaitu pada tahun 1992 sebesar 146.074 ton menjadi 396.278 ton. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada volume impornya yaitu pada tahun 1992 sebesar 387.552 ton menjadi 837.159 ton pada tahun 2006. 900.000 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Ekspor Udang UE ke Dunia Impor Udang UE dari Dunia Gambar 12. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia Tahun 1992-2006. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa UE merupakan net importer untuk komoditas udang, bahkan termasuk salah satu importir utama udang di dunia. Negara-negara lain yang juga merupakan importir utama untuk komoditas udang yaitu Amerika Serikat, dan Jepang. Sumber: Globefish, 2007. Gambar 13. Negara Importir Utama Udang di Dunia Gambar 13 memperlihatkan adanya penurunan volume impor udang dari Jepang dan Amerika Serikat (USA) dan peningkatan volume impor udang dari Uni Eropa (UE). Selama periode Januari-September 2007 impor meningkat dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, kenaikannya mencapai hingga 4%. Hal ini terjadi karena eksportir untuk tujuan ekspor USA yaitu Thailand, Indonesia, dan Ekuador mengalami kesulitan untuk mengekspor dengan adanya depresiasi dolar, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan tarif anti-dumping. Kondisi ini menyebabkan ketiga negara tersebut mengalihkan perhatiannya pada pasar Uni Eropa serta adanya faktor ekspansi pasar dari Uni Eropa. Negara anggota Uni Eropa yang meupakan importir utama udang yaitu Spanyol, Perancis, Inggris, Italia, dan Jerman. Perkembangan volume impor udang selama Tahun 2004 -2007 periode September hingga Januari pada kelima negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Sumber: Globefish, 2007. Gambar 14. Negara Impotir Udang Utama di Uni Eropa Periode JanuariSeptember 2004 hingga 2007 Spanyol merupakan negara anggota Uni Eropa yang memiliki pangsa pasar paling besar yang mengalami peningkatan volume impor sebesar 6%, begitu pula dengan Perancis, Italia, dan Jerman yang volume impornya meningkat secara berurutan sebesar 4%, 3%, dan 3%, sedangkan Inggris menurun sebesar 3% selama periode Januari-Spetember 2004 hingga 2007. Negara-negara eksportir utama ke Uni Eropa yaitu Thailand dengan tujuan ekspor utama Jerman dan Inggris. Kemudian negara yang semakin kuat posisinya sebagai eksportir udang ke Italia (supplier utama), Perancis, dan Spanyol yaitu Ekuador. Indonesia menemukan peluang pasar di Inggris. China berusaha memperoleh pasar di Spanyol. Argentina merupakan supplier utama di Spanyol dengan komoditi unggulannya Pleoticus muelleri dan juga mengekspor ke pasar Italia. India yang mulai kehilangan posisi di Inggris dikarenakan komoditas unggulannya Black Tiger mulai tersingkir dengan meningkatnya permintaan akan Penaeus vannamei mulai merambah pasar Perancis. Brasil mengambil alih posisi Ekuador sebagai supplier utama di Perancis pada Tahun 2007 periode JanuariSeptember. Negara pesaing Indonesia untuk ekspor udang ke Inggris yaitu Islandia, India, Denmark, Thailand, Bagladesh, Ekuador, Perancis, Malaysia, Norwegia, dan Kanada selama periode Januari-Juni tahun 2004 hingga 2007. Islandia merupakan eksportir utama udang olahan dan kemasan ke Uni Eropa selama periode tersebut. Pangsa volume ekspor udang Indonesia ke Italy sebesar 2% bersaing dengan negara eksportir utama lainnya yaitu Ekuador (31%), Argentina (13%), Spanyol (9%), India (8%), China (7%), Malaysia (5%), Denmark (5%), Inggris (4%), Tunisia (3%), Belanda (3%),, Venezuela (2%), dan Vietnam (2%) selama periode Juni 2007 (Globefish, 2007). 5.2. Perkembangan Ekspor Komoditas Udang Indonesia 5.2.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang secara Umum Indonesia merupakan salah satu negara eksportir udang utama di dunia. Gambar 15 menunjukkan Indonesia dalam kategori eksportir utama udang selain Thailand, India, Ekuador, Denmark, dan China pada tahun 2004. Indonesia masih lebih banyak mengekspor udang beku ataupun segar dibandingkan dalam bentuk kemasan. Sumber : Globefish, 2004. Gambar 15. Negara Eksportir Utama Udang di Dunia pada Tahun 2004 Nilai ekspor udang beku Indonesia selama periode 1996-2005 meningkat dengan rata-rata sebesar 0,04%/tahun, India sebesar 2,36%/tahun, China 9,77%/tahun, dan Mexico -1,22%/tahun. Sementara itu, Thailand mengalami penurunan sebesar -2,97%/tahun selama periode 1999-2005. Berdasarkan data tersebut, China dan India menjadi pesaing potensial bagi ekspor udang beku Indonesia (shrimp and prawn). Sementara Thailand masih tetap menempati urutan pertama. Tabel 8. Volume Ekspor Perikanan dan Udang Indonesia Tahun 1992-2006 Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Ekspor Perikanan (ton) 421.367 529.213 545.371 563.065 598.385 574.419 650.291 644.604 519.416 487.116 565.739 857.783 907.970 857.922 926.478 Sumber: DKP, 1992-2006. Ekspor Udang (ton) 100.456 98.569 99.523 94.551 100.230 93.044 142.690 109.651 116.187 128.830 124.765 137.636 142.135 153.906 169.329 Harga Rata-Rata Ekspor Udang (US$) 7,61 8,89 10,15 10,97 10,16 10,87 7,09 8,11 8,63 7,26 6,71 6,18 6,28 6,16 6,59 Kontribusi Ekspor Udang (%) 23,84 18,63 18,25 16,79 16,75 16,20 21,94 17,01 22,37 26,45 22,05 16,05 15,65 17,94 18,28 Ekspor komoditas udang Indonesia secara rata-rata meningkat dalam hal volume. Namun kontribusinya terhadap ekspor perikanan mengalami penurunan yaitu 23,84% pada tahun 1992 menjadi 18,28% pada tahun 2006, ditunjukkan pada Tabel 8. Perkembangan nilai transaksi udang dunia mengalami peningkatan sebesar 5,65% per tahunnya selama periode 1996-2005, yaitu meningkat dari sebesar US$ 4,4 miliar pada tahun 1996 menjadi US$ 6,8 miliar pada tahun 2005. Jika dilihat dari segi harga mengalami penurunan dari US$ 7,61 pada tahun 1992 menjadi US$ 6,59 pada tahun 2006. Pengembangan komoditas unggulan ekspor, salah satunya udang terkait dengan analisis pada komoditas (termasuk didalamnya produk) unggulan ekspor perikanan Indonesia, terdapat beberapa isu yang dapat diidentifikasi diantaranya dalam aspek pasar (BAPPENAS,2006) yaitu: (1) Meningkatnya kesadaran konsumsi ikan sebagai alternatif makanan sehat; (2) Meningkatnya permintaan ekspor produk perikanan dunia; (3) Masih diperlukannya koordinasi kelembagaan yang menangani ekspor produk perikanan Indonesia; (4) Berkembangnya hambatan tarif dan non tarif bagi produk perikanan dunia; (5) Ketatnya persyaratan mutu dari negara importir (traceability law, official inspection, zona kekerangan, dan sertifikat kesehatan; (6) Adanya upaya advokasi dari pemerintah pada upaya penyelesaian politik perdagangan dari negara-negara importir yang tidak sehat dan adil; dan (7) informasi pasar pada ekspor ikan hias yang bersifat asimetris bagi eksportir dan breeder. 5.2.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang ke Uni Eropa Salah satu pasar potensial ekspor udang Indonesia adalah Uni Eropa. Pada Tabel 9 diperlihatkan kontribusi ekspor udang Indonesia bagi impor udang Uni Eropa. Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa sebesar 7.324 ton pada tahun 1992 meningkat menjadi 31.016 ton pada tahun 2006. Tabel 9. Kontribusi Ekspor Udang Indonesia bagi Impor Uni Eropa Tahun 19922006 Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Ekspor Udang Indonesia ke UE (ton) 7.324 8.113 5.731 4.701 4.672 7.151 18.753 14.461 17.734 20.056 16.140 23.689 26.317 27.179 31.016 Impor Total Udang UE (ton) 387.552 386.395 432.847 419.008 447.632 439.885 500.668 490.997 542.570 580.616 607.464 703.018 731.237 776.606 837.150 Kontribusi 1,89% 2,10% 1,32% 1,12% 1,04% 1,63% 3,75% 2,95% 3,27% 3,45% 2,66% 3,37% 3,60% 3,50% 3,70% Sumber : BPS (1992-1995), DKP (1992-2006), Fishstat (1992-2006). Kontribusi ekspor udang Indonesia bagi Uni Eropa, dapat dilihat pada Tabel 9 terus mengalami penurunan pada tahun 1993 yaitu 2,310% hingga tahun 1996 menjadi 1,04% kemudian meningkat lagi pada tahun 1997. Menurut Mangunsong (2007), peningkatan yang terjadi pada ekspor udang Indonesia pada tahun 1997 disebabkan Indonesia mampu memenuhi standar mutu perdagangan internasional dengan diterapkannya Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) sedangkan penurunan volume terjadi ketika pasar global semakin meningkatkan standarnya dan belum ada penyesuaian standar oleh Indonesia. Sedangkan pada tahun 2001 ke tahun 2002, kontribusi ekspor udang Indonesia ke UE mengalami penurunan, hal ini diduga telah berlakunya framework baru mengenai standar mutu dan keamanan pangan dengan standar yang lebih tinggi yaitu EC No 178/2002 dan Indonesia belum mampu memenuhi ketentuan yang berlaku. Indonesia mempunyai 287 perusahaan yang punya izin ekspor (approval number) ke Uni Eropa hingga tahun 2004. Namun, masih ada juga perusahaan- perusahaan yang memilki approval number mempunyai masalah dalam jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas yang akan diekspor (Sumpeno diacu Tempo, 2004). . 5.3 Kebijakan Perdagangan Tarif Uni Eropa Bea masuk dan berbagai jenis tarif lainnya dalam perdagangan internasional sangat lazim ditemukan. Tarif bea masuk produk perikanan ke negara-negara Uni Eropa berkisar antara 0% - 21% (Khonifah et al, 2006). Namun demikian, Uni Eropa sebagai kelompok negara maju juga memberikan skema Generalized System of Preferences (GSP) kepada negara-negara berkembang guna memperluas akses pasar ke negara-negara Uni Eropa. GSP Uni Eropa memberikan akses masuk dengan memberikan pengurangan tarif bea masuk bagi produk-produk yang diimpor dari negara penerima GSP. GSP termasuk tarif preferensi yaitu tarif General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang persentasinya diturunkan yang diberlakukan oleh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor. Masyarakat Uni Eropa pertama kali menerapkan skema GSP pada tahun 1971. Peraturan yang tercantum dalam GSP terus mengalami perkembangan. Pada tahun 2002, dikeluarkan skema GSP, yaitu Council Regulation (EC) 2211/2002. Pemberlakuan skema tersebut dimulai tanggal 1 Januari 2002 - 31 Desember 2005. Pada tahun 2005, juga dikeluarkan Council Regulation (EC) 980/2005 yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2008. Selama periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2008, berdasarkan Regulation (EC) 980/2005, terdapat tiga skema peraturan yang dianggap menguntungkan negara penerima GSP, yaitu : 1. Skema umum (general scheme), yaitu seluruh negara penerima GSP dapat menikmati fasilitas GSP 2. Skema intensif khusus (GSP+) untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan pemerintahan yang bersih, GSP (+) menyediakan keuntungan tambahan terhadap negara yang menerapkan standard internasional terhadap kebebasan manusia (HAM) dan buruh, perlindungan lingkungan, perlawanan terhadap obat-obatan terlarang, dan pemerintahan yang bersih. 3. Skema khusus bagi negara tertinggal (LCDs) yang juga dikenal sebagai Everything But Arms (EBA). EBA memberikan perlakuan yang paling menguntungkan terhadap semua dengan tujuan membebaskan bea tarif dan bebas kuota untuk akses pasar ke Uni Eropa. Pada saat ini, skema GSP berlaku terhadap impor dari negara-negara berkembang yang dikenai bea masuk untuk memasuki pasar Uni Eropa dan tidak dalam kondisi bebas bea masuk di bawah persetujuan Most Favoured Nations (MFN). Sesuai dengan standar internasional bahwa setiap produk diberikan kode untuk memudahkan dalam mendeskripsikan suatu produk secara lebih detail yang dikenal dengan HS (Harmonized System) Code. Produk udang dimasukkan dalam kategori kode HS 03.06 (krustasea) dan 16.05 (untuk yang telah diolah). Berdasarkan catatan tersebut, tarif bea masuk komoditas perikanan, khususnya udang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Daftar Tarif Bea Masuk Komoditas Udang ke Uni Eropa dari Indonesia* Periode 1992-2006. Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Kode HS 03.06.13.00.00 Tarif Bea Masuk Uni Eropa (%) Kode HS Kode HS 03.06.23.00.00 16.05.20.00.00 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 5 5 4,6 4,6 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 Regulasi yang Diberlakukan 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 R3587/91 R3917/92 R3917/92 R3282/94 R3282/94 R1256/96 R1256/96 R1256/96 R2820/98 R2502/01 R2502/01 R2502/01 R2502/01 R2502/01 R 980/05 Sumber : Taxation and Custom Union European Commission, 1992-2006. Keterangan : * Termasuk dalam daftar negara SPGL. Kode HS 03.06.13: Beku : udang kecil dan udang biasa Kode HS 03.06.23: Tidak beku : udang kecil dan udang biasa Kode HS 16.05.20: Udang kecil dan udang biasa, diolah atau diawetkan 5.4 Kebijakan Perdagangan Non Tarif Uni Eropa Komisi Eropa memiliki kebijakan dalam memenuhi konsumsi produk perikanan atau makanan berbasis pada perlindungan konsumen tingkat tinggi dengan memperhatikan lima komponen kebijakan umum dalam impor makanan (Direktorat Pemasaran Luar Negeri, 2006). Kelima komponen dapat diuraikan sebagai berikut: a. Standar pemasaran dan informasi konsumen b. Organisasi dari eksportir/produsen c. Interbranch organisasi dan persetujuan d. Harga dan intervensi harga e. Perdagangan dengan negara ketiga Regulasi yang berkaitan dengan standar mutu dan keamanan pangan dirangkum dalam Tabel 11.. Tabel 11. Regulasi yang Berkaitan dengan Kebijakan Non Tarif Tahun Dikeluarkan 1992 2001 2002 2004 Kebijakan Regulation (EC) No 3760/92 tentang Kebijakan Umum Perikanan (Common Fisheries Policy) EC No 466/2001 tanggal 8 Maret 2001 Tentang Taraf Maksimum bagi Pencemar Tertentu dalam Bahan Pangan EC No 178/2002 tanggal 28 Januari 2002 Tentang Prinsip Umum dan Persyaratan Hukum Pangan, Pembentukan Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Penetapan Prosedur yang Terkait dengan Keamanan Pangan EC No 852/2004 Tanggal 29 April 2004 tentang Higien Bahan Pangan 2004 EC No 853/2004 Tanggal 29 April 2004 Tentang Peraturan Kesehatan Spesifik untuk Pangan Asal Hewan 2004 EC No 854/2004 Tanggal 29 April tentang aturan khusus bagi organisasi pengawasan resmi untuk produk asal hewan yang dikonsumsi manusia EC No 882/2004 tanggal 29 April 2004 tentang pengawasan resmi guna menjamin verifikasi terhadap pelaksanaan UndangUndang Pangan dan Pakan, dan peraturan kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan. EC No 2073/2005 tanggal 15 November 2005 tentang kriteria mikrobiologi untuk bahan pangan. 2004 2005 Sumber: Ditjen P2HP, 2007. Keterangan Tidak efektif dikarenakan tidak ada kecocokan antara usaha perikanan dengan sumber daya yang tersedia. Diantaranya mengatur taraf timbal, kadmium, dan raksa dalam vahan pangan. Kunci pokok regulasi standar mutu dan keamanan pangan Uni Eropa yang berbasis perlindungan konsumen tingkat tinggi, kepedulian terhadap hewan dan juga lingkungan. Regulasi ini merupakan ratifikasi SPS dari WTO dan standar keamanan pangan internasional yang termuat dalam Codex Alimentarius. Persyarataan umum produksi primer, persyaratan teknis, HACCP, pendaftaran/pengakuan usaha makanan, petunjuk nasional untuk praktek yang baik. Aturan higienis yang spesifik untuk makanan dari asal hewan (pengakuan dari perusahaan, kesehatan, dan identifikasi penandaan, impor, informasi rantai pangan) Aturan secara rinci untuk organisai dari kontrol resmi pada produk asal hewan Sertifikasi hewan, sesuai dengan aturan Uni Eropa. Kebijakan-kebijakan tersebut nantinya dapat menjadi hambatan perdagangan bagi impor produk-produk pangan, termasuk di dalamnya komoditi perikanan. Uni Eropa memberlakukan regulasi ini dengan terlebih dahulu memberikan pembuktian ilmiah kepada organisasi perdagangan dunia (WTO). Regulasi yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa (European Commision) secara umum diberlakukan dua puluh hari setelah diterbitkan dalam Official Journal (OJ). European Commision adalah lembaga eksekutif pemerintah Uni Eropa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan Uni Eropa kepada dewan dan parlemen Eropa, termasuk di dalamnya peraturan mengenai pengawasan mutu dan keamanan pangan. Komisi ini terdiri dari perwakilan tiap-tiap negara anggota (Europa, 2007). Kunci pokok terbaru regulasi yang menitikberatkan pada perlindungan konsumen tingkat tinggi terkait standar mutu dan keamanan pangan di Uni Eropa yaitu EC No 178/2002 tentang persyaratan mutu undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan. Permasalahan yang dibahas pada EC No 178/2002 diantaranya yaitu (Ditjen P2HP, 2007): • Undang-Undang Pangan secara Umum yang diantaranya membahas kewajiban perdagangan pangan. • Badan Pengawas Keamanan Pangan yang diantaranya membahas tentang tugas dan misi badan pengawas. • Rapid Alert System, Manajemen Krisis, dan Keadaan Darurat yang membahas tentang implementasi Rapid Alert System. Salah satu kebijakan yang cukup signifikan mempengaruhi perkembangan impor pangan Uni Eropa yaitu diterapkannya Rapid Alert System for Food and Feeds (RASFF). Pengaruh ini berdampak kepada peredaran produk negara eksportir di Uni Eropa. RASFF merupakan jejaring kerja dalam sistem siaga cepat untuk pemberitahuan resiko langsung atau tak langsung pada kesehatan manusia yang berasal dari pangan atau pakan (EC No 178/2002). Total kasus alert untuk produk yang berasal dari Indonesia meningkat dari tahun 2002 sebanyak 39 kasus menjadi 43 kasus pada tahun 2006. • Traceability (Pasal 18). Kebijakan ini cukup terkendala dilakukan di Indonesia karena masih kesulitan dalam sistem pengawasannya dimana sistem yang berlaku yaitu “one step backward, one step forward”. EC No 852/2004 tentang higien bahan pangan merupakan aplikasi dari EC No 178/2002 yang menitikberatkan pada penerapan prinsip HACCP dan good practice. EC No 852/2004 mengemukakan beberapa hal yaitu (Ditjen P2HP, 2007): • Kewajiban pelaku bisnis pangan, • Penerapan prinsip HACCP, • Panduan Good Practice, • Impor dan ekspor, EC No 853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku mengimplementasikan konsep “from farm to fork” yang menekankan aplikasi keamanan pangan sejak penangkapan hingga proses pengolahan. Fokus peraturan ini yaitu (Ditjen P2HP, 2007): • Kewajiban pelaku bisnis pangan, • Pendaftaran dan izin perusahaan, • Tanda pengenal dan tanda kesehatan EC No 854/2004 tentang aturan khusus bagi organisasi pengawasan resmi untuk produk asal hewan yang dikonsumsi manusia merupakan turunan dari EC No 178/2002 yang secara khusus membahas tentang badan pengawas keamanan asal bahan pangan, baik di Uni Eropa maupun di negara eksportir. Beberapa persoalan yang dibahas dalam peraturan ini yaitu (Ditjen P2HP, 2007): • Izin perusahaan komunitas, • Prinsip umum pengawasan resmi yang terkait dengan semua produk asal hewan, • Prosedur untuk impor Aplikasi dari EC No 178/2002 yaitu EC No 882/2004 tentang pengawasan oleh pemerintah. Peraturan ini menitikberatkan pada pengawasan oleh Competent Authority (CA) dengan tujuan terlaksananya undang-undang pangan. Beberapa hal yang ditetapkan EC No 882/2004 diantaranya yaitu mengenai (Ditjen P2HP, 2007): • Pengawasan oleh CA sebagai pihak yang berwenang, • Penarikan contoh dan analisis, • Rencana Pengawasan, • Pengelolaan krisis, • Pengawasan resmi atas masuknya pangan dan pakan dari negara ketiga. EC No 2073/2005 tentang kriteria mikrobiologi untuk bahan pangan merupakan salah satu regulasi yang membahas tentang persyaratan teknis produk akhir bahan makanan, termasuk produk perikanan yang berlaku di Uni Eropa. Beberapa permasalahan yang dibahas yaitu (Ditjen P2HP, 2007): • Pengujian yang tepat untuk memenuhi kriteria mikrobiologis, • Pelaksanaan pengujian dan penarikan contoh bagi bahan pangan, • Persyaratan pelabelan, • Analisis kecenderungan. EC No 466/2001 tentang taraf maksimum bagi pencemar tertentu dalam bahan pangan diantaranya mengatur taraf maksimum bahan pencemar yang diperbolehkan dalam bahan pangan. Bahan pencemar yang dimaksud diantaranya berupa timbal (Pb), kadmium (Cd), dan Raksa (Hg). Batas maksimum yang diperbolehkan dalam krustasea (udang) untuk Pb sebesar 0,5 mg/kg (Ditjen P2HP, 2007). Secara khusus tahapan pengawasan hasil perikanan yang masuk (impor) ke Uni Eropa adalah sebagai berikut (Direktorat Pemasaran Luar Negeri DKP, 2007): 1. Competent Authority (CA) negara pengirim menghubungi komisi Eropa untuk memohon persetujuan Approval Number of Fisheries Establishment atau perusahaan/eksportir hasil perikanan. 2. Approval Number yang diusulkan, jika diterima atau ditolak akan diterbitkan dalam official journal dari European Community dan disebarkan secara elektronik ke semua Member States. 3. Melalui suatu Commision Decision menetapkan format Health Certificate dan List of Establishments (Unit Pengolahan) yang disetujui (yang mendapat Approval Number) 4. CA dari negara pengirim menerbitkan Health Certificate dan stempel yang dikeluarkan oleh Commision Decision. 5. Komisi Eropa melalui Food and Veterinary Office (FVO), Directorate General of Consumer Protection melakukan kunjungan secara rutin ke negara pengirim, baik negara anggota maupun negara ketiga, untuk misi inspeksi sistem atau higiensi standar apakah ekuivalen dengan peraturan Uni Eropa. 6. Produk ekspor harus masuk melalui pos pengawasan perbatasan (Border Inspection Posts/BIPs). 7. Importir di negara Uni Eropa harus memberitahu kepada BIPs dalam 6 jam melalui udara. 8. Official fish inspector atau official veterinary surgeon melakukan pemeriksaan seperti diuraikan terdahulu: a. Documentary check (pengecekan dokumen) adalah memeriksa dokumen-dokumen terkait dengan pengiriman barang atau produk termasuk, certificate of origin, health certificate. b. Identify check (identifikasi dokumen) adalah pengecekan visual untuk melihat kecocokan dan konsistensi antara dokumen-dokumen dan produk-produk, juga dokumen lain seperti certificate of origin, approval number,dll. c. Physical check (pemeriksaan fisik); adalah pemeriksaan produk yang dilakukan oleh fish/veterinary inspector sendiri (BIPs) seperti organoleptik, pengepakan dan pengemasan (packaging), suhu (temperature), dan atau memungkinkan mengambil contoh dan menguji ke laboratorium (sampling and laboratory testing). 9. Jika pemeriksaan dokumen memuaskan pihak inspekstur sesuai dengan Common Veterinary Entry Document (CVED) yang diterbitkan, maka permohonan tersebut dapat masuk ke Uni Eropa. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan gagal karena masalah mutu dan keamanan produk yang tidak memenuhi syarat seperti kandungan residu logam berat atau antibiotik melebihi batas yang diberlakukan, maka dilakukan salah satu dari dua pilihan yaitu 1) dikirim kembali (re-export) atau 2) dihancurkan (destroyed). 5.5 Kebijakan Perdagangan Indonesia Prosedur perdagangan internasional yang harus diikuti oleh eksportir pada umumnya yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan dapat dilihat pada Lampiran 1. Persyaratan ekspor perikanan agak berbeda dengan persyaratan ekspor umum yang dibedakan dalam dua bentuk yaitu produk ekspor perikanan sebagai komoditas perikanan yang tunduk terhadap persyaratan administrasi perdagangan internasional dan produk ekspor perikanan sebagai komoditas perikanan yang memiliki persyaratan khusus terkait pemenuhan aturan teknis sebagai produk dengan tujuan untuk konsumsi manusia. Alur prosedur dan persyaratan dokumen pendukung untuk keperluan ekspor hasil perikanan dapat digambarkan pada Gambar 16. • IUP dan SIPI (DKP) • ABK Asing (Depnaker) • Ijin Kapal, dll (Dephub) Penangkapan/ Pembudidayaan • IUP (Provinsi) • PMA dan Tenaga Kerja Asing (Pusat) • • • • CITES (Dephut) IUP (Pemda dan Depperindag) SKA (Dinas Perdagangan/Depdag) PEB (Bea Cukai – Depkeu) • Eksportir Agen (Cargo/Forwarder) • Eksportir Pedagang (Trader) • Eksportir Produsen/ Pengolah Ekspor • Good Manufacturing Practices/SKP (Ditjen P2HP DKP) • HACCP-based Integrated Quality Management Programme (Ditjen P2HP-DKP) • Approval Number (Ditjen P2HP – DKP khusus Eropa) • Health Certificate (LPPMHP di Provinsi) • DS 2031 (LPPMHP, khusus USA) • Stasiun Karantina Ikan di Provinsi (Pusat Karantina Ikan, DKP) Sumber : Direktorat Pemasaran Luar Negeri DKP, 2007. Gambar 16. Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Kebijakan pemerintah dalam pengembangan ekspor hasil perikanan bertumpu pada 2 (dua) aspek pengembangan, yakni (1) kebijakan pengembangan produk dan pasar, dan (2) kebijakan pengembangan mutu. Kebijakan pertama berorientasi pada “market base development” melalui diversifikasi produk dan pasarnya. Kebijakan pengembangan mutu produk dilakukan melalui sistem yang disebut sebagai sistem pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan. Upaya pemerintah untuk menjawab tantangan peraturan negara-negara importir utama hasil perikanan seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa yang memiliki persyaratan yang cukup ketat mengenai standar mutu dan keamanan pangan, maka diterapkan peraturan mulai dari proses (penangkapan atau budidaya), pengolahan, hingga pemasaran. Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan merupakan konsepsi pokok. Yang dapat menjadi rujukan kebijakan dari aspek legal. Dalam UU tersebut diberikan arahan kewajiban bagi pemasukan produk pangan ke wilayah Indonesia (impor) maupun proses pengeluaran produk tersebut (ekspor) dan tanggung jawab atas keamanan, mutu, persyaratan label, dan atau gizi pangan. UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagai pengganti dari UU No 9/1985 tentang Perikanan yang pada pasal 20-23 secara spesifik menyatakan bahwa proses pengolahan ikan dan produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem manajemen mutu dan keamanan hasil perikanan yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). PP No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan untuk melaksanakan ketentuan UU No 7 tahun 1996 tentang pangan memberikan pertanggungjawaban atas keamanan pangan (produk perikanan dan budidaya) kepada Departemen Perikanan (Boccas et al, 2006). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI KEP.01/MEN/2004 tentang sistem pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan untuk pasar Uni Eropa yang memperhatikan sistem pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan yang berlaku di Uni Eropa sebagaimana diatur dalam Council Directive Nomor 91/493/EEC. Peraturan ini meliputi persyaratan, penerapan, dan sanksi administrasi yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2004. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI PER.01/MEN/2007 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada meliputi pengaturan tentang kelembagaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan pengendalian jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada setiap tahapan/proses produksi primer, pengolahan, dan distribusi hasil perikanan. Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan RI KEP.01/MEN/2007 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi meliputi kapal penangkap dan pengangkut ikan, tempat pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan (TPI), unit pengolahan ikan (UPI), sarana distribusi hasil perikanan, pelatihan, dan sanksi. Sebagai Otoritas Kompeten yang dipilih oleh Uni Eropa yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan PER 03A/DJ-P2HP/2007 tentang Operasional Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan sebagai strategi langkah operasional dalam proses pengendalian mutu komoditas ekspor (Ditjen P2HP, 2007). Peraturan lainnya untuk meningkatkan mutu perikanan Indonesia yaitu: 1. Kepmen Perikanan KEP. 02/MEN/2006 tentang cara budidaya ikan yang baik. 2. Permen Perikanan PER. 02/MEN/2006 Tentang Monitoring Residu Obat, Bahan, Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan 3. Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian No 41 Tahun 1998 mengenai sistem manajemen mutu terpadu. 4. Kepmen Perikanan KEP 01/MEN/2002 tentang sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan. Bertujuan untuk mencapai tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna serta untuk melindungi konsumen dari hal-hal yang merugikan dan membahayakan kesehatannya. Dilaksanakan sesuai dengan konsepsi HACCP. 5. Kepmen Perikanan KEP 21/MEN/2004 tentang sistem pengawasan mutu hasil perikanan untuk pasar Uni Eropa. Keputusan ini dimaksudkan untuk mengakomodasikan kebijakan pasar Uni Eropa dalam kebijakan pengawasan mutu produk perikanan di Indonesia dan mengakomodasikan CD No 91/493/EEC. Secara material merupakan penajaman dari KEP. 01/MEN/2002. 6. Kepmen Kelautan dan Perikanan 45/MEN/2004 tentang penyediaan dan penyebaran pakan (kesehatan pakan). 7. Kepmen Kelautan dan Perikanan 28/MEN/2004 (Petunjuk umum budidaya udang air tawar) tentang Good Aquaculture Practices (GAP). 8. Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan No 14128/Kpts/IK.130/XII/1998 tentang petunjuk pelaksanaan sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan. Keputusan ini berisi tentang persyaratan memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Sertifikat Mutu dan atau Sertifikat Kesehatan, Prosedur dan tata cara pemberian sertifikat PMMT, pengangkatan Pengawas Mutu Hasil Perikanan, prosedur dan tata cara pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan, serta biaya pelaksanaan atau implementasi atas keputusan ini. 9. Keputusan Dirjen Perikanan 3511/DPT.0/PI.320.S4/VII/2004 tentang persyaratan higienis di kapal penangkap ikan yang hasil tangkapannya untuk pasar Uni Eropa. Keputusan ini berisikan tentang persyaratan umum higienis penanganan ikan di atas kapal. 10. Keputusan Dirjen Budidaya 745/DPB.5/TU.110.D5/II/2005 tentang pembentukan tim untuk menanggulangi kasus antibiotik pada udang. 5.6 Analisis Regresi Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Kebijakan Uni Eropa yang berupa kebijakan tarif maupun non tarif dapat berpotensi menjadi hambatan perdagangan bagi Indonesia, termasuk di dalamnya komoditas perikanan (udang). Untuk mengetahui pengaruh dari hambatan perdagangan tersebut, baik berupa tarif maupun non tarif terhadap perkembangan volume ekspor komoditas udang Indonesia maka diperlukan analisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Model dugaan hasil analisis regresi yang didapatkan akan digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh diterapkannya kebijakan perdagangan oleh Uni Eropa bagi ekspor komoditas udang Indonesia. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa kebijakan Uni Eropa yang terkait dengan aktivitas impor produk pangan, khususnya produk perikanan turut mempengaruhi perkembangan volume ekspor perikanan Indonesia dengan salah satu komoditas unggulannya yaitu udang. Dalam hal tarif, selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006, tarif yang ditampilkan merupakan tarif untuk komoditas udang beku dan tidak beku, sedangkan untuk komoditas yang telah dikemas atau diawetkan tidak diperlukan karena mengambil bentuk udang yang mendominasi ekspor yaitu beku dan tidak beku. Kebijakan perdagangan yang bersifat non tarif yang saat ini dirisaukan oleh pengusaha perikanan Indonesia, khususnya Competent Authority untuk komoditas perikanan yaitu adanya framework baru Uni Eropa dalam hal pangan (salah satunya komoditas perikanan) yaitu perlindungan konsumen tingkat tinggi, bahkan juga perlindungan hewan dan lingkungan. Hal ini mulai terlihat dengan dikeluarkannya EC No 178/2002 yang mulai diberlakukan Februari 2002. Variabel hambatan perdagangan untuk tarif dan non tarif dibuat secara terpisah dan juga dimasukkan faktor volume ekspor sebelumnya (lag ekspor) yang diasumsikan akan mencerminkan kondisi ekspor pada periode t untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hambatan perdagangan. 5.6.1 Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia Model dugaan regresi didapatkan dengan melakukan berbagai percobaan pada data di Lampiran 2 dengan mengubah variabel lag ekspor serta model yang digunakan menggunakan SPSS 15 dan rangkuman hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Model linier dengan lag ekspor (t-2) pada Lampiran 3 merupakan model dugaan yang paling baik dibandingkan dengan model lainnya dengan melihat kriteria statistik yaitu R2, uji F, dan uji t. Perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 12 untuk model linier, semi log, dan double log pada lag ekspor t-2. Tabel 12. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Regresi Linear Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Periode 1992-2006. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Model Linear Variabel Koefisien Intercep 28.460,3 Dt 4.469,21 Tt -5.002,7 Qt-2 0,6229 R2 0,7038 Adj R2 0,6051 D-W 1,4559 Fhit 7,1295 Fsig 0,0094 tα0 0,6232*** t α1 0,8295** tα2 -0,5163**** tα3 1,4120* Sumber : Diolah dari Data Sekunder. Model Semi Log Variabel Koefisien Intercep -4.223,1 Dt 6.757,6 Ln Tt -21.622 Ln Qt-2 5.364,96 R2 0,6591 Adj R2 0,5454 D-W 1,3327 Fhit 5,8002 Fsig 0,0173 tα0 -0,0323***** t α1 1,2142* tα2 -0,3948**** tα3 0,8286** Model Double Log Variabel Koefisien Intercep 10,8168 Dt 0,4232 Ln Tt -2,9704 LnQ-2 0,3128 R2 0,5747 Adj R2 0,4329 D-W 1,0146 Fhit 4,0542 Fsig 0,0445 tα0 0,9743** t α1 0,8941** tα2 -0,6378*** tα3 0,5682**** Keterangan : * ** *** : Tarif kepercayaan 80% : Taraf kepercayaan 75% : Taraf Kepercayan 70% **** ***** : Taraf Kepercayaan 60% : Taraf Kepercayaan <50% 5.6.2 Evaluasi Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia Model persamaan yang dapat dibuat dari hasil analisis regresi pada Tabel 13 sebagai berikut : (1) Model Linear Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt + 0,62298Qt-2........................ (16) (2) Model Semi Log Qt = 4223,1 + 6.757,6 ln Dt – 21.622 lnTt + 5.364Qt-2 ........................ (17) (3) Model Double Log ln Qt = 10,8168 + 0,4232Dt - 2,9704lnTt + 0,31288 lnQt-2................. (18) atau Qt = 2,3811.Dt -0,8599.Tt -2,9704.Q(t-2) 0,31288 ............................................ (19) Model linier, model semi log, model double log pada Tabel 12 memiliki nilai R square masing-masing sebesar sebesar 0,7038, 0,6591, dan 0,5747 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara variabel penjelas dengan variabel bebas secara berurutan sebesar 70,38%, 65,91% dan 57,47%, sedangkan sisanya yaitu masing-masing sebesar 29,62%, 34,09%, dan 42,53% dipengaruhi oleh variabel lain. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis pengaruh hambatan perdagangan pada model linier, model semi log, dan model double log untuk variabel bebas masing-masing adalah sebesar 7,1295, 5,8002, dan 4,0542 dan Ftabel sebesar 8,74. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai Ftabel, maka dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel yang berarti terima H0, artinya dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) secara serentak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor udang Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa model dugaan dapat digunakan untuk analisis berikutnya. Mengacu pada uji t, variabel yang berpengaruh nyata pada model linier adalah dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) dengan thit masing-masing adalah sebesar 0,8295 dengan taraf kepercayaan 75%, -0,5163 dengan taraf kepercayaan 60%, 1,4120 dengan taraf kepercayaan 80%. Pada model semi log, nilai thit dari dummy non tarif yaitu 1,2142 dengan taraf kepercayaan 80%, thit tarif sebesar -0,3948 dengan taraf kepercayaan 81,2%, dan thit lag ekspor 0,8286 dengan taraf kepercayaan 75%. Pada model double log, thit variabel dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor secara berurutan sebesar 0,8941 dengan taraf kepercayaan 75%, -0,6378 dengan taraf kepercayaan 70%, dan 0,5682 dengan taraf kepercayaan 60%. Diantara ketiga model tersebut model dugaan yang paling baik digunakan diantara ketiga model dugaan diatas yaitu model linier dengan membandingkan nilai R2, uji F, dan uji t, yaitu nilai R2 yang lebih tinggi, uji F dengan Fsig yang lebih kecil, dan uji t dengan taraf kepercayaan untuk setiap variabel lebih besar dari 50%. Maka selanjutnya akan dibahas mengenai model linier tersebut. Model linier didapatkan dengan merumuskan persamaan yang mengandung variabel volume ekspor udang Indonesia (Qt), dummy non tarif (Dt), tarif bea masuk (Tt), dan lag ekspor Qt-2 yang datanya dapat dilihat pada Tabel 13 dan hasil olahan datanya dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 13. Data Regresi Model Linier Volume Ekspor Udang untuk Lag Ekspor t-2 Periode 1992-2006 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Qt (ton) 5.731 4.701 4.672 7.151 18.753 14.461 17.734 20.056 16.140 23.689 26.317 27.179 31.016 Dt Tt (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 Qt-2 (ton) 4,5 4,5 4,5 5,0 4,6 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 4,2 7.324 8.113 5.731 4.701 4.672 7.151 18.753 14.461 17.734 20.056 16.140 23.689 26.317 Sumber : Diolah dari Data Sekunder. 5.6.2.1 Kriteria Ekonomi Pada model dugaan linier ditemukan untuk koefisien dummy non tarif bertanda positif , tarif bertanda negatif, dan lag ekspor bertanda positif. Tanda dummy non tarif tidak sesuai dengan hipotesa sebelumnya yang diasumsikan bernilai negatif. Hal ini terjadi dikarenakan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa secara umum terus meningkat walaupun diterapkannya kebijakan oleh Uni Eropa yang bersifat hambatan non tarif. Bagaimanapun, Uni Eropa tetap membutuhkan pasokan pangan, salah satunya komoditas perikanan dimana Indonesia merupakan eksportir perikanan yang cukup potensial. UE juga turut berperan serta mempersiapkan negara-negara importir agar tetap bisa menjalin hubungan perdagangan ketika dikeluarkannya setiap peraturan oleh Uni Eropa. Misalnya saja Trade Supprt Programme (TSP) yang dijalankan Indonesia dan Uni Eropa untuk kelancaran hubungan bilateral, serta sifat hubungan bilateral yang diterapkan antara Uni Eropa dan Indonesia bersifat “G to G” artinya setiap ada permasalahan terlebih dahulu dibicarakan diantara government (pemerintah). Tanda untuk hambatan tarif, sesuai dengan hipotesa yang telah dibangun yaitu dengan adanya pengurangan tarif maka volume ekspor komoditas udang Indonesia meningkat. Oleh sebab itulah, selama ini negara-negara importir, khususnya negara berkembang berjuang untuk mendapatkan zero tariff untuk komoditas pertanian. Lag ekspor telah memenuhi hipotesa sebelumnya yaitu lag ekspor menggambarkan permintaan ekspor pada periode t dengan melihat periode sebelumnya dengan selang waktu 2 tahun yang ditandai dengan koefisien yang bernilai positif yang juga menunjukkan adanya pengaruh-pengaruh dari kebijakan yang ditetapkan pada periode t dan diaplikasikan pada periode t+n. 5.6.2.2 Kriteria Statistik Dari Tabel 13 di atas, dapat dilihat bahwa model linier memiliki nilai R square sebesar 0,70384 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier antara variabel penjelas dengan variabel bebas 70,38%. Namun untuk jumlah variabel independent lebih dari dua, lebih baik digunakan Adjusted R square yang bernilai 0,60511. Hal ini berarti 60,51% variasi dari volume ekspor udang bisa dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independent. Sedangkan sisanya (39,49%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis volume ekspor udang adalah sebesar 7,1295 dengan tingkat signifikansi yaitu 0,009. Probabilitas variabel tersebut (0,009) lebih kecil dari 0,05, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi volume ekspor udang atau bisa dikatakan, variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap volume ekspor udang pada periode. Berdasarkan analisis regresi terhadap volume ekspor udang Indonesia, variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) dengan thit masing-masing sebesar 0,82956 dengan taraf kepercayaan 75%, -0,5163 dengan taraf kepercayaan 60%, dan 1,41203 dengan taraf kepercayaan 80% pada model linier. 5.6.2.3 Kriteria Ekonometrik Dengan melihat kriteria statistik diatas, model dugaan semi log dengan lag ekspor t-2 layak digunakan secara statistik. Selanjutnya akan dilakukan pengujian model dugaan untuk kriteria ekonometrik. Pengujian yang dilakukan yaitu berupa ada atau tidaknya multikolineritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi serta pemenuhan asumsi kenormalan. Berikut akan diuraikan mengenai uji asumsiasumsi tersebut. 1) Asumsi Multikolinearitas Dalam analisis regresi terdapat besaran VIF (Variance Inflaction Factor) dan Tolerance. Suatu model regresi yang dikatakan bebas multikolinearitas yaitu : mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1. Pada Lampiran 5 dapat dilihat hasil uji multikolinearitas. Angka VIF dengan besaran di sekitar angka 1 tidak ditemukan pada ketiga variabel bebas. Hal ini memperlihatkan bahwa ada multikolinearitas pada model regresi. Namun, asumsi ini masih bisa diterima pada model time series selama koefisien regresi antar variabel tidak menunjukkan korelasi sempurna (Koutsoyiannis, 1978). 2) Asumsi Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik, di mana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu Y adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas. Gambar 17. Grafik Scatterplot Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Hasil pengujian berupa grafik scatterplot yang ditampilkan pada Gambar 17 memperlihatkan titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. 3) Asumsi Normalitas Deteksi melihat ada atau tidaknya normalitas adalah dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Volume ekspor Expected Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Gambar 18. Grafik Normalitas Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Pada Gambar 18 terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal normal plot, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal dan dari histogram terbentuk lonceng. Hal itu menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. 4) Asumsi Autokorelasi Penggunaan uji Durbin-Watson merupakan yang paling tepat dalam menguji ada atau tidaknya autokorelasi. Nilai D-W yang didapatkan sebesar 1,332. Nilai D-W tersebut berada dalam selang -2 dan +2 yang menyatakan tidak ada autokorelasi pada model dugaan regresi. Selain melakukan evaluasi model dugaan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dapat dicari juga nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor secara berurutan sebesar 0,103, -1,303, dan 0,5. Maksudnya yaitu jika ada kebijakan non tarif maka akan mempengaruhi sebesar 0,103 %, perubahan tarif sebesar 1 % akan mempengaruhi volume ekspor udang sebesar 1,303 %, dan jika ada perubahan lag ekspor sebesar 1% maka akan mempengaruhi perubahan volume ekspor udang sebesar 0,5%. 5.7 Peramalan Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa yang dapat menjadi hambatan perdagangan bagi ekspor komoditas udang Indonesia apakah mempengaruhi volume ekspor udang Indonesia dapat dilihat dengan peramalan. Hasil peramalan mampu memperlihatkan kecenderungan yang terbentuk untuk ekspor tahun-tahun mendatang. Peramalan ekspor udang periode mendatang dilihat dari volume ekspor udang beberapa tahun sebelumnya. Data volume ekspor udang yang digunakan untuk peramalan dapat dilihat pada Tabel 9. Identifikasi terhadap plot data time series menunjukkan adanya trend dan ketidakstationeran. Volume ekspor perikanan, dalam hal ini komoditas udang cenderung tidak stationer dikarenakan sifat produksi komoditas perikanan tangkap yang tidak dapat diprediksi dikarenakan faktor cuaca, alat tangkap, distribusi, dll. Ketidakstationeran juga dapat dilihat dari fluktuasi data, dimana ekspor udang menurun tahun 1994 -1996 kemudian naik pada tahun 1997, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2001 hingga tahun 2002-2006 terus meningkat. Sedangkan trend dapat ditunjukkan oleh plot data time series ekspor udang maupun plot autokorelasi pada Lampiran 6 yang menunjukkan kecenderungan garis diagonal dari kanan ke kiri. Berdasarkan hasil identifikasi plot data di atas maka dapat disimpulkan bahwa volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun ke depan layak diramalkan dengan metode trend linier, trend kuadratik, trend eksponensial, rata-rata bergerak ganda, dan pemulusan eksponensial linier Holt. Peramalan dengan metode trend menggambarkan kecenderungan peningkatan dan penurunan dalam jangka panjang dari sekumpulan data nilai ekspor yang dianalisis. Analisis trend yang digunakan dalam metode ini adalah trend linier, trend kuadratik, dan trend eksponensial. Untuk peramalan yang menghasilkan nilai MSE terkecil adalah trend kuadratik dengan fungsi : Ft = 4.981 + 349,34t + 93,81t2 yang menghasilkan nilai MSE sebesar 8.240.842. Peramalan yang menghasilkan MSE terbesar yaitu trend linier dengan fungsi Ft = 726.743 + 1.851t dan menghasilkan nilai MSE sebesar 10.663.796. Hasil olahan datanya secara lengkap dilampirkan pada Lampiran 7. Peramalan dengan metode rata-rata bergerak ganda digunakan dengan mencari rataan dari beberapa data. Pada penelitian ini digunakan perataan setiap tiga buah data sebanyak dua kali. Nilai MSE yang didapatkan sebesar 11.831.827 Hasil olahan datanya secara lengkap disajikan pada Lampiran 8. Peramalan dengan metode pemulusan eksponensial linier Holt dalam penelitian ini menggunakan bobot α = 0,1 dan γ = 0,2. Nilai MSE yang dihasilkan yaitu 12.483.856. Hasil olahan datanya secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Secara lengkap hasil peramalan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Periode Peramalan 2007-2011. Metode Peramalan Trend Linier Trend Kuadratik Trend Ekponensial Rata-Rata Bergerak Ganda Eksponensial Ganda Holt 2007 30.344 Volume Peramalan 2008 2009 2010 32.196 34.047 35.898 2011 37.749 MSE RMSE 10.663.796 3.266 34.599 38.046 41.681 45.503 49.513 8.240.842 2.871 37.210 42.494 48.527 55.417 63.285 9.303.798 3.050 36.735 39.589 42.444 45.299 36.735 11.831.827 3.440 30.142 32.025 33.907 35.790 37.672 12.483.856 3.533 Sumber : Diolah dari data sekunder. Setelah dilakukan penerapan dari beberapa teknik peramalan time series, kemudian dibandingkan secara keseluruhan nilai MSE dan RMSE yang dihasilkan. Perbandingan ini bertujuan untuk mendapatkan teknik peramalan time series terbaik. Pemilihan teknik peramalan yang terbaik didasarkan pada nilai MSE dan RMSE terkecil. Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukkan bahwa metode trend kuadratik merupakan metode paling akurat dalam memberikan nilai ramalan untuk ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan persamaaan Ft = 4.981 + 349,34t + 93,81t2. Hal ini terlihat dari nilai MSE yang paling rendah yaitu 8.240.842 dengan volume peramalan ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode 2007 sebesar 34.599 ton terus meningkat hingga 49.513 ton pada tahun 2011 yang ditampilkan pada Tabel 14. 5.8 Pembahasan Uni Eropa memiliki peranan yang penting dalam perdagangan internasional sebagai eksportir maupun importir utama di dunia. Basis komoditas ekspor Uni Eropa yaitu produk-produk industri sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan lebih banyak mengimpor, terutama dari negara berkembang. Salah satu produk pangan yang memposisikan Uni Eropa sebagai net importir yaitu komoditas udang. Orientasi Uni Eropa terhadap perlindungan konsumen sangat tinggi, apalagi ketika banyak ditemukan pada produk pangan yang diimpor mengandung bahan-bahan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia. Menanggapi kondisi tersebut, Uni Eropa mengeluarkan berbagai kebijakan yang terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan, bahkan berbasis kepada kelestarian hewan dan lingkungan. Sebelumnya UE memang sudah memperhatikan kesehatan konsumen, namun saat ini semakin ditingkatkan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis regresi diketahui bahwa kebijakan perdagangan yang terkait impor pangan, dalam hal ini komoditas udang memiliki pengaruh terhadap perkembangan volume ekspor udang Indonesia. Tarif mempengaruhi secara negatif terhadap perkembangan volume ekspor udang Indonesia, sedangkan kebijakan Uni Eropa terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan berpengaruh positif terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia. Adanya variabel lain yang bisa menjelaskan model yaitu dapat dilihat dari faktor-faktor lain yang cukup mempengaruhi ekspor bisa berupa harga udang Indonesia, penawaran produk udang, harga udang negara lain, kualitas udang, dll. Pengaruh ini juga dapat dilihat dengan adanya lag ekspor untuk periode dua tahun. Indonesia telah berusaha mengekuivalenkan kebijakan ekspornya dengan regulasi Uni Eropa. Namun, masih ditemui kendala-kendala terutama dari segi sarana dan prasarana serta kontrol dari pihak yang berwenang. Hal ini diutarakan pula oleh Aulia (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis investasi indsutri pengolahan perikanan, kendala dalam investasi Indonesia yaitu masalah pemasaran dalam hal implementasi standar. Kendala-kendala yang terjadi misalnya saja belum tersedianya faktor sarana produksi yang memadai seperti air bersih, dan ketidakakuratan hasil pengujian terkait sanitasi dan higien. Kondisikondisi tersebut mampu menjadi penghambat Indonesia mengembangkan pasarnya. Padahal dengan melakukan perhitungan peramalan, Indonesia diharapkan mampu memenuhi permintaan akan impor udang oleh Uni Eropa yang terus meningkat selama beberapa tahun ke depan. 91 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Tarif Uni Eropa yang cukup tinggi berkisar diantara 0-21% diantara negara-negara potensial lainnya mengalami perubahan terutama bagi negara berkembang dengan diterapkannya skema GSP yang diberlakukan juga bagi negara Indonesia untuk komoditas perikanan, diantaranya adalah udang yang mendapatkan tarif 4%-7%. Kebijakan non tarif yang dirasakan mulai memberatkan pemerintah dan pengusaha perikanan yaitu terkait standar mutu dan pangan dengan dikeluarkannya EC No 178/2002, EC No 852/2004, EC No 853/2004, EC No 854/2004, EC No 882/2004, serta EC No 2073/2005 dengan basis perlindungan konsumen tingkat tinggi. Pemerintah Indonesia berusaha mengekuivalenkan peraturan yang berlaku di Uni Eropa dengan membuat peraturan yang setara agar diterapkan oleh pemerintah maupun stake holder yang terkait. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI PER 01/MEN/2007, Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan RI PER 01/MEN/2007, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan PER 03A/DJ-P2HP/2007, dan peraturan-peraturan lainnya. Dari hasil analisis regresi didapatkan model dugaan yang paling baik yaitu model linier dengan persamaan Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt + 0,62298Qt-2. Hal ini menunjukkan bahwa tarif bea masuk yang dilakukan oleh Uni Eropa berpengaruh negatif terhadap volume ekspor udang Indonesia dengan taraf kepercayaan 60% dan kebijakan non tarif yang terkait dengan standar mutu dan pangan berpengaruh positif dengan taraf kepercayaan 75%. Metode peramalan yang paling tepat digunakan untuk meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa yaitu metode trend kuadratik dengan persamaan Ft = 4.981 + 349,34t + 93,81t2. Berdasarkan hasil peramalan, volume ekspor komoditas udang Indonesia ke Uni Eropa terus mengalami peningkatan. 92 6.2 Saran Saran yang dapat diberikan dengan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Dalam rangka memenuhi permintaan impor Uni Eropa diharapkan pemerintah maupun pengusaha perikanan mampu mengetahui dengan cepat perkembangan isu perdagangan. Salah satunya yaitu mengakses dengan baik fasilitas help desk on-line yang dikeluarkan Uni Eropa untuk membantu negara partner dagang dalam mengakses informasi mengenai pasar Uni Eropa. Selain itu, perlu adanya analisis pasar yang cukup akurat untuk bisa mengetahui market share Indonesia saat ini maupun beberapa tahun mendatang. 2. Perlu dilakukan analisis kebijakan setiap kali dikeluarkannya peraturan baru yang dikeluarkan negara importir yang berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan ekspor perikanan Indonesia, terutama komoditas udang. Selain itu, perlunya peningkatan kualitas laboratorium pengujian mutu Indonesia. 3. Perlunya pemerintah terus mengadakan negoisasi dengan Uni Eropa dalam rangka penurunan tarif karena dapat menjadi peluang bagi Indonesia meningkatkan ekspor udang. 4. Perlu penelitian lebih lanjut yang turut memasukkan variabel harga udang Indonesia, harga udang negara pesaing, GDP Uni Eropa, serta komoditas udang yang paling banyak diminati oleh negara-negara anggota Uni Eropa sehingga didapatkan model regresi yang lebih valid dan dapat digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan. 93 DAFTAR PUSTAKA Prasasti, Febrina Aulia. 2008. Analisis Kendala Investasi Bagi Penanam Modal Untuk Industri Pengolahan Hasil Perikanan Orientasi Ekspor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Assauri, Sofjan. 1984. Teknik dan Metoda Peramalan Edisi ke-1. Jakarta: Universitas Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS). 1992-1995. Statistik Ekspor Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Boccas, Frank et al. 2006. Review of the Legal Framework for the Control of Food Safety in Fisheries Sector. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2006. Laporan Kajian Prospek Komoditas Unggulan Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Direktorat Kelautan dan Perikanan, BAPPENAS. Dahuri, H Rokhmin. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan: Orasi Ilmiah. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Delegasi Komisi Eropa. 2007. Sekilas Uni Eropa. Http://www.delidn.ec.europa.eu/en/special/bluebook/BB07-ID1.pdf. [11 Maret 2008] Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 1996-2006. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. -----------------------------------------------------. 2004. Indikator Kinerja dan Hasil Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan: Prosiding Seminar. Jakarta: Balai Besar Riset Sosial Ekonomi kelautan dan Perikanan. -----------------------------------------------------. 2007. Posisi Terkini Perdagangan Hasil Perikanan Indonesia. http:// www.indonesia.go.id. [5 Desember 2007]. Departemen Perdagangan (Depdag). 2002-2006. Statistik Perdagangan. Http://www.depdag.go.id/index.php?option=statistik&task=detil&itemid =06010108. [23 Oktober 2007] 94 Departemen Perindustrian (Depperin). 2005. Laporan Evaluasi Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa, Belgia dan Luksemburg. Http://www.indonesianmission-eu.org/website/netcontent_docs/ Bahan%20Raker%20Deprin%202005.pdf. [ 11 Maret 2008] Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag). 2002. Kumpulan Peraturan Tentang Produksi dan Distribusi Produk Pangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah. Directorate General Trade of European Union. 2007. Top Trading Partners. http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2006/september/tradoc_122530.xls. [28 Juli 2008]. -------------------------------------------------------. 2008. Top Trading Partners. http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2006/september/tradoc_122531.xls. [27 Maret 2008]. Directorate General of Health and Consumer Protection (DG Sanco). 2008. EU Import Condition for Seafood and Other Fishery Product. http.ec.europa.eufoodinternationaltradeim_cond_fish_en.pdf. [5 Agustus 2008]. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). 2007. Kumpulan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta: Ditjen P2HP, DKP. -----------------------------------------------------------------------------. 2007. Kumpulan Hasil Terjemahan Peraturan Penting Komisi Eropa Terkait dengan Impor Produk Perikanan atau Bahan Pangan. Diah Ratnadewi dan Suminar S. Achmadi, Penerjemah. Jakarta: Ditjen P2HP, DKP. Terjemahan dari: Regulation (EC) of the European Parliement and the Council. Direktorat Pemasaran Luar Negeri. 2006. Pedoman Ekspor Hasil Perikanan di Pasar Internasional. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. -----------------------------------------. 2007. Perdagangan Perikanan Global: Asistensi Eksportir Hasil Perikanan. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. 95 Europa. 2007. The European Commision. http://europa.eu/institutions/index_en.htm. [5 Agustus 2008] Eurostat. 2008. External dan intra European Union Trade. http://epp.eurostat.ec.europa.eu/cache/ITY_OFFPUB/KS-CV-07-001EN.PDF [16 April 2008] Fahrudin, Achmad. 2003. Pengembangan Ekspor Produk Kelautan Indonesia ke Eropa Volume V Nomor 1 [Buletin Ekonomi Perikanan]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK, IPB. FAO. Fishstat Plus (Universal Software for Fishery Statistical Time Series). 19922006. http://www.fao.org/fi/statist/FISOFT/FISHPLUS.asp [25 April 2008] Globefish. 2004. An Overview on The World Shrimp Market. http://www.globefish.org/index.php?id=4300. [24 April 2008]. -----------. 2007. Shrimp Market Report February 2008-Europe. http://www.globefish.org/index.php. [23 Juli 2008]. -----------. 2007. Shrimp Market Report-October 2007-Europe. http://www.globefish.org/index.php. [23 Juli 2008]. Gujarati, Damodar N. 1978. Basic Econometrics. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Book Co. -------------------------. 1988. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z, penerjemah; Gunawan H, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Hady, Hamdy. 2004. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional Buku Kesatu. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hamdani, Andan. 2006. Analisis Perdagangan Udang Indonesia di Pasar Eropa. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanke, J. E, A.G. Reitsch. 2001. Business Forecasting 7th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara 96 Khonifah, Emy et al. 2006. Tarif Bea Masuk Produk Perikanan di Berbagai Pasar Dunia. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Koo, Won W, P.Lynn Kennedy. 2005. International Trade and Agriculture. United Kingdom: Blackwell Publishing. Koutsoyiannis, A. 1978. Theory of Econometrics 2nd Edition. USA: Harper & Row Publishers. Lierbin R Aritonang R. 2002. Peramalan Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia Mangunsong. 2007. Kesiapan Indonesia dalam Memenuhi Standar Internasional tentang Produk Perikanan. Nikijuluw, penyunting. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Menyunting dari: Meningkatkan Nilai Tambah Hasil Perikanan. Murty B, Kismono Hari. 1991. Perdagangan Udang Internasional. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya. Mankiw, N Gregory. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid 2. Haris Munandar dan Emil Salim, Penerjemah; Yati Sumiharti dan Wisnu Chandra Kristiaji, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Economics. Makridakis, Sypros et al. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Ed Ke-2. Untung Sus Adriyanto dan Abdul Basith, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Method and Application of Forecasting 2nd Edition. Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Ed ke-1. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Yogyakarta. Yogyakarta. Nachrowi, ND dan Hardius U. 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit FE, UI. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nazaruddin. 1993. Seri Komoditi Ekspor Pertanian : Perikanan dan Peternakan. Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya. 97 Nugroho, Anang. 2007. Peran dan Kedudukan Indonesia dalam Peta Diplomasi Pemasaran Produk Ekspor Hasil Perikanan Indonesia di Pasar Global. Jakarta: Departemen Perikanan dan Kelautan. Puashanty DS. 2003. Analisis Manajemen Strategis Penerapan Sistem HACCP Pada PT. Segarindo Mina Manunggal, Jakarta Utara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Institut Pertanian Bogor. Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Ghalia Indonesia. Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME). 2001. Kajian Pasar Produk Udang Beku di Uni Eropa. http://www.indonesianmissioneu.org. [8 Desember 2007]. Salvatore. 1997. Ekonomi International Ed ke-5. Haris Munandar, Penerjemah; Yati Sumiharti, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: International Economics 5th edition. Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Silalahi, Maruli. 1994. Analisis Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah dan Setengah Jadi Terhadap Perkembangan Nilai Ekspor Rotan Indonesia di Pasa Dunia. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor. Suhana. 2001 - 2005. Dokumen Sejarah Pelarangan Ekspor Impor Udang Nasional (Berdasarkan Laporan Media Massa Nasional). http://ocean.iuplog.com/uploads/159727-Dokumen-Sejarah-Pelaranganek-im-udang-nas.pdf . [11 Maret 2008] Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Ed Ke-6. Jilid 2. Erlangga: Jakarta. -------------. 2004. Ekonometri Buku Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia. Taxation and Custom Union. 1992-2006. Tariff Consultation. http://ec.europa.eu/taxation_customs/dds/cgi-bin/tarchap?Taric. [14 Agustus 2008] 98 Tempo. 2004. Uni Eropa Perketat Impor Udang Indonesia. http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2004/09/09/Ekonomi_dan _Bisnis/krn.20040909.22093.id.html World Trade Organization (WTO). Merchandise Trade. 1992-2006. http://stat.wto.org/StatisticalProgram/WSDBStatProgramHome.aspx?Lang uage. [22 Juli 2008]. 99 Lampiran 1 Prosedur Perdagangan Internasional secara Umum Berdasarkan sumber DEPDAG, 2006, prosedur ekspor barang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Eksportir dan importir mengadakan korespondensi/negoisasi. Apabila terjadi kesepakatan dibuat kontrak dagang (sales contract). 2. Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada Opening Bank di Luar Negeri. 3. Opening Bank meneruskan L/C kepada eksportir melalui Correspondent/Receiving Bank di Indonesia. 4. Correspondent/Receiving Bank meneruskan/memberitahukan L/C kepada eksportir. 5. Eksportir melakukan produksi dan penyiapan barang ekspor. 6. Eksportir menghubungi maskapai pelayaran/penerbangan untuk pelaksanaan pengiriman barang. 7. Apabila barang sudah siap ekspor, dan ada kepastian jadwal pengapalan, eksportir mendaftarkan pemberitahuan ekspor barang (PEB)/ di instansi Bea dan Cukai di pelabuhan muat. Pihak Bea dan Cukai akan memfiat muat PEB untuk pemuatan ke atas kapal. 8. Kegiatan pemuatan barang ke kapal. 9. eksportir melakukan negoisasi L/C kepada Correspondent/Receiving Bank, dengan membawa B/L negotiable, PEB yang difiat muat Bea dan Cukai serta dokumen-dokumen lain yang disyaratkan dalam L/C. 10. Correspondent/Receiving Bank mengirim dokumen-dokumen tersebut pada butir 8 dan melakukan penagihan L/C kepada Opening Bank di Luar Negeri. 11. Opening Bank menyerahkan dokumen tersebut pada butir 8 kepada importir untuk keperluan pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan serta penyelesaian kewajiban/tagihan oleh importir. 12. importir melaksanakan pengeluaran barang dari pelabuhan dalam negeri. 100 Lampiran 2 Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa, Dummy Non Tarif, Tarif, dan Lag Ekspor Periode 1992-2006 Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Keterangan : Yt Dt Xt Yt-n Yt (ton) Ln Yt 7.324 8.113 5.731 4.701 4.672 7.151 18.753 14.461 17.734 20.056 16.140 23.689 26.317 27.179 31.016 Dt 8,90 9,00 8,65 8,46 8,45 8,88 9,84 9,58 9,78 9,91 9,69 10,07 10,18 10,21 10,34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 Xt (%) 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 5,00 4,60 4,20 4,20 4,20 4,20 4,20 4,20 4,20 4,20 = Volume ekspor = Dummy non tarif = Tarif (bea masuk komoditas udang ke Uni Eropa) = Lag ekspor Ln Xt Yt-n (ton) 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50 1,61 1,53 1,44 1,44 1,44 1,44 1,44 1,44 1,44 1,44 Ln Yt-n 7.324 8.113 5.731 4.701 4.672 7.151 18.753 14.461 17.734 20.056 16.140 23.689 26.317 27.179 8,90 9,00 8,65 8,46 8,45 8,88 9,84 9,58 9,78 9,91 9,69 10,07 10,18 10,21 101 Lampiran 3 Nilai Konstanta, R2, uji F, uji T, dan D-W pada Model Linier, Semi Log, dan Double Log MODEL LINIER lag ekspor R2 Adj R2 Fhit thit Fsig α0 α1 tsig α2 α3 α0 α1 konstanta α2 α3 α0 α1 D-W α2 α3 t-1 0,787 0,724 12,350 0,001 -0,263 0,637 0,335 2,504 0,798 0,539 0,744 0,031 -11.501,698 2.744,557 3.088,317 0,911 2,662 t-2 0,704 0,605 7,129 0,009 0,623 0,830 -0,516 1,412 0,549 0,428 0,618 0,192 28.460,336 4.469,207 -5.002,713 0,623 1,456 t-3 0,675 0,554 5,547 0,024 1,227 0,850 -1,055 1,144 0,255 0,420 0,322 0,286 49.164,908 4.733,886 -9.147,573 0,510 1,116 t-4 0,629 0,471 3,964 0,061 1,624 1,116 -1,079 -0,587 0,148 0,301 0,316 0,576 61.386,046 16.378,509 -9.711,898 -0,695 1,654 t-5 0,850 0,775 11,325 0,007 3,471 -0,833 -2,963 3,055 0,013 0,437 0,025 0,022 72.610,041 -3.375,005 -14.164,058 0,967 2,782 R2 Adj R2 Fhit Fsig α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3 α0 t-1 0,805 0,746 13,729 0,001 -1,749 0,994 1,109 2,819 0,111 0,344 0,293 0,018 -191.580,283 t-2 0,659 0,545 5,800 0,017 -0,032 1,214 -0,395 0,829 0,975 0,256 0,702 0,429 -4.223,117 t-3 0,627 0,488 4,488 0,040 0,617 1,186 -1,108 0,485 0,554 0,270 0,300 0,641 56.688,550 t-4 0,627 0,467 3,915 0,062 1,515 1,179 -0,764 -0,652 0,174 0,277 0,470 0,535 133.511,426 t-5 0,844 0,766 10,794 0,008 0,728 -1,163 -3,266 3,021 0,494 0,289 0,017 0,023 26.342,306 R2 Adj R2 Fhit Fsig α0 α1 α2 α3 α0 α1 α2 α3 t-1 0,800 0,739 13,294 0,001 -1,111 0,148 1,338 3,337 0,293 0,885 0,210 0,008 -9,285 0,043 4,823 1,243 2,510 t-2 0,575 0,433 4,054 0,045 0,974 0,894 -0,638 0,568 0,355 0,395 0,539 0,584 10,817 0,423 -2,970 0,313 1,015 t-3 0,735 0,540 3,135 0,087 2,106 1,058 -1,365 0,025 0,068 0,321 0,209 0,981 16,180 0,534 -4,705 0,011 1,162 t-4 0,595 0,421 3,428 0,081 3,185 1,293 -0,823 -0,933 0,015 0,237 0,438 0,382 20,770 1,411 -2,682 -0,845 1,775 t-5 0,828 0,743 9,658 0,010 5,565 -1,130 -3,777 2,434 0,001 0,302 0,009 0,051 12,581 -0,333 -5,422 0,584 3,043 MODEL SEMI LOG lag ekspor thit tsig konstanta α1 α2 3.767,260 α3 D-W 52.400,904 13.758,283 2,740 6.757,598 -21.621,603 5.364,962 1,333 7.149,142 -45.645,983 2.682,466 1,259 17.377,752 -33.637,646 -7.983,519 1,836 -5.478,433 -75.072,352 11.602,187 2,592 MODEL DOUBLE LOG lag ekspor thit tsig konstanta α0 α1 α2 α3 D-W Lampiran 4 Hasil Olahan Data Model Linier pada Lag Ekspor t-2 Model Summary(b) Model 1 R Adjusted R Square R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .839(a) .704 .605 5673.304 a Predictors: (Constant), Lag ekspor, Tarif, Dummy non tarif b Dependent Variable: Volume ekspor 1.456 ANOVA(b) Sum of Squares df Mean Square Regression 688418071 229472690.47 3 .418 3 Residual 289677373 9 32186374.868 .813 Total 978095445 12 .231 a Predictors: (Constant), Lag ekspor, Tarif, Dummy non tarif b Dependent Variable: Volume ekspor Model 1 F Sig. 7.129 .009(a) Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Dummy non tarif Tarif Standardized Coefficients t Sig. Beta B Std. Error B Std. Error 28460.336 45667.274 .623 .549 4469.207 5387.412 .251 .830 .428 -5002.713 9688.615 -.137 -.516 .618 .623 .441 .522 1.412 .192 Lag ekspor a Dependent Variable: Volume ekspor Residuals Statistics(a) Predicted Value Minimum 6375.41 Maximum 28313.17 Mean 16738.46 Std. Deviation 7574.178 Residual -6826.111 10394.571 .000 4913.225 13 -1.368 1.528 .000 1.000 13 1.832 .000 .866 13 Std. Predicted Value Std. Residual -1.203 a Dependent Variable: Volume ekspor N 13 Lampiran 5 Hasil Olahan Data Model Linier untuk Uji Multikolinearitas Coefficients(a) Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF Dummy non tarif Tarif .360 .469 2.775 2.131 Lag ekspor .240 4.159 a Dependent Variable: Volume ekspor Coefficient Correlations(a) volume ekspor Pearson Correlation volume ekspor lag ekspor (t2) tarif 1.000 .741 -.651 .741 1.000 -.539 .798 -.651 -.539 1.000 -.726 lag ekspor (t-2) .822 .798 -.726 1.000 volume ekspor . .002 .008 .000 dummy non tarif .002 . .029 .001 tarif .008 .029 . .003 lag ekspor (t-2) .000 .001 .003 . dummy non tarif tarif Sig. (1-tailed) dummy non tarif .822 Lampiran 6 Plot Data Time Series dan Autokorelasi Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa Plot Data Time Series Volume Ekspor Udang Time Series Plot of Ekspor Udang (ton) 30 Ekspor Udang (ton) 25 20 15 10 5 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Year Plot Autokorelasi Time Series Volume Ekspor Udang Autocorrelation Function for Ekspor Udang (ton) (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8 Autocorrelation 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1 2 3 4 5 6 7 8 Lag 9 10 11 12 13 14 Lampiran 7 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Trend Trend Linier Trend Analysis Plot for Yt Linear Trend Model Yt = 0.726743 + 1.85113*t 40 Variable A ctual Fits Forecasts Yt 30 A ccuracy Measures MA PE 30.8086 MA D 2.6662 MSD 10.6638 20 10 0 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Year Trend Kuadratik Trend Analysis Plot for Yt Quadratic Trend Model Yt = 4.98181 + 0.349344*t + 0.0938617*t**2 50 40 Yt 30 20 10 0 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Year Variable A ctual Fits Forecasts A ccuracy Measures MA PE 25.3344 MA D 2.3320 MSD 8.2408 Trend Eksponensial Trend Analysis Plot for Yt Growth Curve Model Yt = 4.44771 * (1.14198**t) 70 60 50 Yt 40 30 20 10 0 92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Year Variable A ctual Fits Forecasts A ccuracy Measures MA PE 25.6269 MA D 2.6321 MSD 9.3038 Lampiran 8 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Rata-Rata Bergerak Ganda Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 MSE RMSE t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 11.831.827 3.439,74 Yt 7.324 8.113 5.731 4.701 4.672 7.151 18.753 14.461 17.734 20.056 16.140 23.689 26.317 27.179 31.016 Σ3Y 21.168 18.545 15.104 16.524 30.576 40.365 50.948 52.251 53.930 59.885 66.146 77.185 84.512 St' 7.056 6.182 5.035 5.508 10.192 13.455 16.983 17.417 17.977 19.962 22.049 25.728 28.171 Σ3y St" 18.272 16.724 20.735 29.155 40.630 47.855 52.376 55.355 59.987 67.739 75.948 6.091 5.575 6.912 9.718 13.543 15.952 17.459 18.452 19.996 22.580 25.316 at 3.979 5.441 13.472 17.192 20.422 18.882 18.495 21.472 24.102 28.877 31.025 bt -1.056 -67 3.280 3.737 3.439 1.465 518 1.510 2.053 3.149 2.855 Ft+m 2.922 5.374 16.753 20.928 23.862 20.348 19.012 22.981 26.155 32.026 33.880 33.880 36.735 39.590 42.445 45.299 et = Yt - Ft 1.750 1.777 2.000 -6.467 -6.128 -292 -2.872 708 162 -4.847 -2.864 jumlah et2 3.060.945 3.156.150 4.000.444 41.826.400 37.546.937 85.199 8.250.937 500.635 26.352 23.492.332 8.203.769 130.150.100 Lampiran 9 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt Double Exponential Smoothing Plot for Ekspor Udang Indonesia (ton) Ekspor Udang Indonesia (ton) 50 Variable A ctual Fits Forecasts 95.0% PI 40 Smoothing Constants A lpha (level) 0.1 Gamma (trend) 0.2 30 A ccuracy Measures MA PE 35.8004 MA D 3.1836 MSD 13.5903 20 10 0 9 2 9 3 9 4 9 5 9 6 9 7 9 8 9 9 0 0 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 10 1 1 19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Year