analisis pengaruh hambatan tarif dan non tarif di pasar uni eropa

advertisement
ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON
TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR
KOMODITAS UDANG INDONESIA
RIRI ESTHER PAINTE
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI
PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG
INDONESIA
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, 16 September 2008
Riri Esther Painte
C44104015
ABSTRAK
RIRI ESTHER PAINTE. Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif
di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia.
Dibimbing oleh TARYONO dan WAWAN OKTARIZA.
Komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia yaitu udang. Uni Eropa
(UE) merupakan salah satu pasar potensial ekspor udang Indonesia selain Jepang
dan Amerika Serikat. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kebijakan
perdagangan yang terkait dengan hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan
oleh UE terhadap ekspor udang Indonesia, mendeskripsikan kebijakan Indonesia
yang terkait dengan pemenuhan persyaratan UE, mengetahui sejauh mana
pengaruh hambatan tarif dan non tarif UE terhadap perkembangan ekspor udang
Indonesia, dan meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke UE beberapa
tahun ke depan.
Hasil analisis data sekunder, didapatkan bahwa kebijakan tarif UE yang
mempengaruhi Indonesia yaitu dengan diberlakukannya tarif bea masuk sesuai
dengan skema GSP (Generalized System Preferences). Kebijakan non tarif yang
terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan dengan framework baru oleh
Uni Eropa yaitu perlindungan konsumen tingkat tinggi dimulai dengan
dikeluarkannya EC No 178/2002. Analisis pengaruh kebijakan didapatkan dengan
meregresikan variabel dummy non tarif (Dt), variabel tarif (Tt), dan variabel lag
ekspor selama dua tahun (Qt-2) terhadap volume ekspor udang Indonesia (Qt)
selama periode 1992-2006. Model dugaan regresi yang paling tepat digunakan
yaitu model linier dengan persamaan Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt +
0,62298Qt-2 dengan melihat kriteria ekonomi, kriteria statistik, dan kriteria
ekonometrik.
Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa kebijakan non tarif
berpengaruh positif terhadap volume ekspor udang Indonesia dan tarif
berpengaruh negatif. Hasil peramalan volume ekspor udang Indonesia ke Uni
Eropa dengan metode peramalan terakurat yaitu metode trend kuadratik. Volume
yang didapatkan dari tahun 2007 sebesar 34.559 ton meningkat menjadi 49.513
ton pada tahun 2011.
Kata Kunci:
Hambatan, Tarif, Non Tarif, Ekspor Udang
© Hak cipta milik Riri Esther Painte, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON
TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR
KOMODITAS UDANG INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
OLEH:
RIRI ESTHER PAINTE
C44104015
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
SKRIPSI
Judul
: Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni
Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia
Nama
: Riri Esther Painte
NIM
: C44104015
Program Studi
: Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Taryono, S.Pi, M.Si
NIP. 132169278
Ir. Wawan Oktariza, M.Si
NIP. 131963528
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131578799
Tanggal Lulus : 16 September 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian data sekunder
mengenai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan judul “Analisis
Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap
Ekspor Komoditas Udang Indonesia”, disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Taryono, S.Pi, M.Si dan Ir.
Wawan Oktariza, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan hingga penyelesaian skripsi ini, Dr. Ir. Suharno, M.Div dan
Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji. Selain itu, rasa terima kasih
penulis juga sampaikan kepada pihak-pihak yang turut membantu terkumpulnya
data-data yang diperlukan untuk penelitian ini serta kepada kedua orang tua,
Arthur, Joshua dan seluruh keluarga besar, teman-teman SEI 41, penghuni rumah
kost Wisma Novia I, teman-teman Yayasan Beasiswa Oikumene (YBO PGI), dan
teman-teman Komisi Pelayanan Siswa (KPS PMK IPB) yang senantiasa
mendoakan dan mendukung penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangannya, Namun,
penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi
pembaca umumnya.
Bogor, 16 September 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1986 dari ayah Ir. Kimar
Turnip, M.Si dan ibu E. Ardina Manik. Penulis merupakan putri pertama dari tiga
bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 61 Jakarta dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih program studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi
Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Komisi Pelayanan
Siswa Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan turut
bergabung dalam HIMASEPA IPB (2006-2007) sebagai staf divisi
kesekretariatan. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan,
penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Hambatan
Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang
Indonesia”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian ..............................................................................
1.5 Ruang Lingkup ......................................................................................
1
1
4
7
7
7
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
2.1 Komoditas Udang ..................................................................................
2.2 Uni Eropa .............................................................................................
2.3 Teori Perdagangan Internasional ............................................................
2.4 Teori Hambatan Perdagangan ................................................................
2.5 Analisis Regresi .....................................................................................
2.6 Peramalan ..............................................................................................
2.6.1 Jenis-Jenis Peramalan ...................................................................
2.6.2 Indentifikasi Pola Data Time series ...............................................
2.6.3 Jenis-Jenis Metode Peramalan .......................................................
2.6.4 Pemilihan Metode Peramalan ........................................................
9
9
14
17
20
23
24
24
25
26
30
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI.....................................................
32
IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................
4.1 Metode Penelitian ...............................................................................
4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................
4.3.1. Analisis Data Kualitatif .............................................................
4.3.2 Analisis Data Kuantitatif ............................................................
4.3.2.1 Analisis Regresi Berganda ..............................................
4.3.2.2 Evaluasi Model Dugaan Persamaan Regresi ....................
4.3.2.2.1 Kriteria Ekonomi ................................................
4.3.2.2.2 Kriteria Statistik .................................................
4.3.2.2.3 Kriteria Ekonometrik ..........................................
4.3.2.2 Peramalan .......................................................................
4.3.2.2.1 Identifikasi Pola Data ..........................................
4.3.2.2.2 Metode Trend ......................................................
4.3.2.2.3 Metode Rata-Rata Bergerak Ganda......................
4.3.2.2.4 Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt ......
4.3.2.2.5 Pemilihan Metode Peramalan Terakurat ..............
4.4 Batasan dan Konsep Penelitian ............................................................
35
35
35
36
36
37
37
39
39
39
41
43
43
44
44
45
45
46
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 48
5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa...................................................... 48
5.1.1 Pasar Merchandise Uni Eropa..................................................... 48
5.1.2 Pasar Komoditas Perikanan Uni Eropa ....................................... 52
5.1.3 Pasar Komoditas Udang Uni Eropa............................................. 54
5.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang Indonesia ............................ 57
5.2.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang secara Umum ............. 57
5.2.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang ke Uni Eropa.............. 59
5.3 Kebijakan Perdagangan Tarif Uni Eropa ............................................. 61
5.4 Kebijakan Perdagangan Non Tarif Uni Eropa ...................................... 62
5.5 Kebijakan Perdagangan Indonesia ....................................................... 68
5.6 Analisis Regresi Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia .............. 71
5.6.1 Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia ........... 72
5.6.2 Evaluasi Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia 73
5.6.2.1 Kriteria Ekonomi ............................................................ 74
5.6.2.2 Kriteria Statistik ............................................................. 75
5.6.2.3 Kriteria Ekonometrik ...................................................... 76
5.7 Peramalan Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ............................... 78
5.8 Pembahasan ........................................................................................ 80
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
6.1 Kesimpulan ..........................................................................................
6.2 Saran ....................................................................................................
82
82
83
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
84
LAMPIRAN ...................................................................................................
91
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Spesies Udang Komersial Penting ..........................................................
10
2.
Negara-Negara Anggota Uni Eropa........................................................
15
3.
Perincian Sumber Data Penelitian ..........................................................
36
4 . Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006 ...................................................................................
49
5.
6.
Urutan Peringkat Negara Partner Perdagangan Uni Eropa
Tahun 2002-2006 ...................................................................................
50
Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006 ...................................................................................
53
7.
Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006 ................................................................................... 54
8.
Volume Ekspor Perikanan dan Udang Indonesia Tahun 1992-2006........
58
9.
Kontribusi Ekspor Udang Indonesia bagi Impor Uni Eropa ....................
60
10. Daftar Tarif Bea Masuk Komoditas Udang ke Uni Eropa dari Indonesia
Periode 1992-2006 .................................................................................
62
11. Regulasi yang Berkaitan dengan Kebijakan non Tarif ............................
63
12. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Regresi Linear
Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Periode 1992-2006 .............
72
13. Data Regresi Model Linier Volume Ekspor Udang untuk Lag Ekspor t-2
Periode 1992-2006 ................................................................................
74
14. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa
Periode Peramalan 2007-2011................................................................
80
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Grafik Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat,
dan Uni Eropa ........................................................................................
2
Grafik Nilai Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat,
dan Uni Eropa ........................................................................................
2
3.
Beberapa Spesies Udang Laut Tropika ...................................................
11
4.
Peta Keanggotaan Uni Eropa .................................................................
16
5.
Proses Terjadinya Perdagangan Internasional.........................................
19
6.
Dampak Pemberlakuan Tarif .................................................................
21
7.
Kerangka Pendekatan Studi ...................................................................
34
8.
Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006 ...................................................................................
49
Pangsa Produk Ekspor Uni Eropa ke Indonesia Tahun 2002-2006..........
51
10. Pangsa Produk Impor Uni Eropa dari Indonesia Tahun 2002-2006 .........
52
11. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006 ...................................................................................
53
2.
9.
12. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006 ................................................................................... 55
13. Negara Importir Utama Udang di Dunia ................................................
55
14. Negara Impotir Utama Udang di Uni Eropa Periode Januari-September
2004 hingga 2007 ..................................................................................
56
15. Negara Eksportir Utama Udang di Dunia pada Tahun 2004 ...................
58
16. Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan Indonesia .......................................
68
17. Grafik Scatterplot Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa .........
77
18. Grafik Normalitas Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa ........
78
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur Perdagangan Internasional secara Umum ...................................
91
2. Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa, Dummy Non Tarif,
Tarif, dan Lag Ekspor Periode 1992-2006 ..............................................
92
2
3. Nilai Konstanta, R , uji F, uji T, dan D-W pada Model Linier,
Semi Log, dan Double Log .....................................................................
93
4. Hasil Olahan Data Model Linier pada Lag Ekspor t-2 ..............................
94
5. Hasil Olahan Data Model Linier untuk Uji Multikolinearitas....................
95
6. Plot Data Time Series dan Autokorelasi Volume Ekspor Udang
Indonesia ke Uni Eropa ............................................................................
96
7. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan
Metode Trend...........................................................................................
97
8. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan
Metode Rata-Rata Bergerak Ganda ..........................................................
99
9. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan
Metode Pemulusan Eksponensial Holt...................................................... 100
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan perikanan Indonesia merupakan suatu kegiatan ekonomi
yang memiliki prospek yang semakin baik, terutama dalam meningkatkan
penerimaan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan. Total ekspor perikanan
Indonesia tahun 2006 yaitu 926.478 ton dengan nilai ekspor US$ 2,1 miliar.
Komoditas utama ekspor hasil perikanan Indonesia yaitu udang, tuna, cakalang,
tongkol, ikan lainnya, dan kepiting. Berdasarkan data hasil olahan Departemen
Perdagangan tahun 2002 hingga 2006, rata-rata ekspor non migas (non minyak
dan gas bumi) Indonesia pada periode tersebut sebesar US$ 58,89 miliar dengan
rata-rata ekspor total Indonesia pada periode tersebut yaitu US$ 75,25 miliar.
Kecenderungan (trend) neraca perdagangan untuk ekspor migas sebesar -26,27%
dan ekspor non migas sebesar 14,82% selama tahun 2002-2006. Hal tersebut
menunjukkan bahwa non migas memiliki peluang ekspor lebih tinggi
dibandingkan dengan migas dilihat dari kecenderungan non migas yang bernilai
positif yang berarti adanya peningkatan ekspor, berbeda halnya dengan migas
yang bernilai negatif. Ekspor non migas Indonesia terdiri dari beberapa sektor
yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor pertambangan, dan sektor lainnya.
Udang segar atau beku merupakan komoditas ekspor utama dari sektor
pertanian dengan rata-rata ekspor tahun 2002 hingga 2006 yaitu US$ 0,86 miliar
per tahun dari rata-rata ekspor sektor pertanian sebesar US$ 2,77 miliar per tahun.
kecenderungan pertumbuhan ekspor udang segar atau beku sebesar 3,05% yang
menunjukkan adanya peningkatan ekspor dan memberikan kontribusi sebesar
1,48% dalam ekspor non migas. Rendahnya nilai tersebut bukan berarti komoditas
udang tidak berpeluang ekspor tinggi akan tetapi menunjukkan fakta perlunya
pengembangan ekspor komoditas udang.
Peningkatan konsumsi produk perikanan didukung dengan adanya
perubahan pola makan dari red meat kepada white meat pada masyarakat dunia,
yang berarti membuka peluang terhadap peningkatan ekspor komoditas perikanan.
Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama hasil perikanan Indonesia yaitu
volume (ton)
Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa (UE).
70.000
60.000
50.000
40.000
30.000
20.000
10.000
0
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Jepang
Amerika Serikat
Uni Eropa
Trend Jepang
Trend Amerika Serikat
Trend Uni Eropa
Gambar 1. Grafik Volume Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat,
dan Uni Eropa Tahun 2002-2006.
Nilai (000US$)
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Jepang
Amerika Serikat
Uni Eropa
Trend Jepang
Trend Amerika Serikat
Trend Uni Eropa
Gambar 2. Grafik Nilai Ekspor Udang Indonesia ke Jepang, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa Tahun 2002-2006
Sumber : Departemen Perikanan dan Kelautan, 2002-2006 (diolah).
Berdasarkan Gambar 1 dan 2 di atas dapat dilihat bahwa selain Jepang
dan Amerika Serikat, Uni Eropa juga merupakan pasar potensial bagi ekspor
komoditas udang sebagai salah satu komoditas utama ekspor hasil perikanan.
Peningkatan ekspor udang ke UE selama kurun waktu lima tahun yaitu pada
tahun 2002 sebesar 16.140 ton menjadi 31.016 ton pada tahun 2006. Selain itu,
dapat dilihat pula pada garis trend ekspor udang ke tiga negara tujuan, adanya
kecenderungan ekspor udang meningkat ke Amerika Serikat dan Uni Eropa,
sedangkan Jepang mengalami penurunan volume impor udang dari Indonesia.
Uni Eropa yang merupakan pasar potensial bagi ekspor hasil perikanan
Indonesia memilki kebijakan atau peraturan dengan standar tersendiri yang cukup
tinggi, baik dalam hal tarif maupun jaminan kualitas dan keamanan produk
pangan, termasuk di dalamnya produk perikanan. Hal ini menjadi tantangan bagi
Indonesia dalam memenuhi permintaan konsumen sebagai salah satu cara
memposisikan diri agar tetap kompetititf selain juga tetap bersaing dengan negara
kompetitor.
Kinerja Indonesia antara yang idealnya diimplementasikan dengan
kenyataan di lapangan dalam sistem perdagangan internasional tidaklah selaras.
Hal ini terjadi dikarenakan adanya keterbatasan, baik dalam segi kebijakan dan
penerapannya, sarana dan prasarana, dan berbagai aspek lainnya. Kondisi ini
sejalan dengan pemikiran tokoh-tokoh pemikir ekonomi aliran sejarah seperti
Friedrich List yang pernah mengemukakan pendapat bahwa perdagangan bebas
hanya menguntungkan negara-negara yang industri dalam negerinya sudah maju.
Negara maju bisa menghasilkan berbagai macam produk secara lebih efisien,
sehingga lebih kompetitif dalam bersaing. Kenyataan tersebut tentunya
menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan dalam perdagangan internasional
dapat menjadi hambatan bagi ekspor Indonesia, baik itu dalam hal tarif maupun
non tarif.
Secara umum, tingkat tarif yang diberlakukan oleh Uni Eropa paling tinggi
dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya seperti Jepang dan Amerika
Serikat (Dahuri, 2002). Tarif bea masuk yang tinggi nantinya akan meningkatkan
harga produk yang beredar di pasar. Selain itu, UE memberlakukan adanya
diskriminasi tarif. Negara-negara bekas jajahan UE mendapatkan keringanan atau
dibebaskan dari kewajiban membayar tarif bea masuk. Hal tersebut semakin
melemahkan daya saing ekspor Indonesia dibandingkan dengan negara eksportir
lainnya.
Perdagangan hasil perikanan nampaknya akan menghadapi permasalahan
yang lebih berat yaitu hambatan non-tarif (non-tariff barrier) dalam perdagangan
global. Pada saat ini setiap negara cenderung menerapkan standar yang berlaku di
negara masing-masing sebagai acuan dalam impor dan ekspor hasil perikanan
sebagai tindak lanjut dari standar yang dikeluarkan oleh Organisasi Perdagangan
Dunia (World Trade Organization/WTO). Akibatnya banyak timbul masalah
penolakan atau penahanan bahkan embargo terhadap ekspor hasil perikanan dari
negara-negara berkembang ke negara industri maju. Sebagai contoh, terjadinya
kasus penahanan dan penolakan terhadap udang Indonesia yang diekspor ke Uni
Eropa karena produk tersebut dianggap mengandung antibiotika
chloramphenicol. Uni Eropa mengeluarkan peraturan mengenai standarisasi yang
lebih ketat dibandingkan yang ditetapkan Codex Alimentarius Commision (CAC)
dengan asumsi standar tersebut dapat diuji secara ilmiah. Hal inilah yang dapat
menjadi kendala bagi pengusaha Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspor
udang ke UE sebagai pasar potensial.
Banyaknya persyaratan yang dikeluarkan oleh pasar Uni Eropa dan
pernyataan dari pemerintah UE yang menyatakan ketidakmampuan Indonesia
memenuhinya, maka produk udang Indonesia ditolak oleh pasar Uni Eropa.
Dalam hal Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF), pihak Komisi Eropa
(KE) mengeluhkan lemahnya pihak yang berkompeten di Indonesia dalam
melakukan pengawasan terhadap kualitas kesehatan dari produk ikan atau udang
yang diekspor, khususnya terkait dengan border control maupun market control
yang dilakukan oleh pihak Competent Authority (Dit Pemasaran Luar Negeri
DKP, 2006).
Hal-hal tersebut diatas baik yang bersifat hambatan tarif maupun non tarif
akan berpengaruh terhadap ekspor komoditas udang. Untuk itulah perlu dianalisis
sejauh mana hambatan perdagangan tarif maupun non tarif yang dikeluarkan oleh
Uni Eropa mempengaruhi ekspor udang Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah
Uni Eropa merupakan pasar alternatif dalam meningkatkan ekspor hasil
perikanan Indonesia, setelah Jepang dan Amerika Serikat sebagai pasar potensial.
Potensi pasar terus berkembang seiring dengan bertambahnya negara anggota
Uni Eropa dari 6 negara pada tahun 1950 menjadi 27 negara pada tahun 2007.
Masing-masing negara anggota berpotensi menjadi negara tujuan ekspor.
Kegiatan perdagangan internasional di era globalisasi ini dihadapkan pada
adanya hambatan tarif dan non tarif yang membuat kesulitan bagi negara
eksportir, terutama negara berkembang untuk memasukkan produk dagangannya
ke negara importir yang notabene merupakan negara maju dengan persyaratan
yang begitu ketat. Dikemukakan oleh Nugroho (2007) dalam kaitannya dengan
preferensi pasar global, ada masalah dalam pasar global dalam memenuhi standar
internasional, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan Sanitary and
Phytosanitary (SPS), technical barrier to trade (TBT), serta tarif dan harga. Hal
inilah yang dialami Indonesia dalam memenuhi permintaan impor komoditas
udang oleh pasar Uni Eropa sebagai negara tujuan ekspor. Oleh sebab itu, para
eksportir, dalam hal ini pengusaha perikanan Indonesia berkewajiban
mempelajari dengan seksama setiap kendala atau hambatan-hambatan yang
diadakan oleh Uni Eropa untuk setiap komoditas yang diimpor negara tersebut.
Tarif yang dikenakan oleh pihak importir merupakan salah satu aspek
yang turut mempengaruhi proses jual beli antar negara. Secara umum, tarif yang
diberlakukan oleh tiap-tiap negara adalah berdasarkan persetujuan Most
Favoured Nation (MFN) sebesar 12% pada berbagai komoditas. Kemudian
dengan diberlakukannya skema Generalized System Preferences (GSP) di Uni
Eropa semakin menguntungkan negara penerima GSP, salah satunya Indonesia
sebagai pengsuplai produk perikanan yang dikenakan tarif bea masuk untuk
komoditas udang sebesar 4-7 % pada tahun 2006. Bea masuk yang diberlakukan
tentunya mempengaruhi harga dari komoditas udang di pasar Uni Eropa.
Isu hambatan non tarif yang pernah terjadi yaitu ketika Komisi Eropa
mengeluarkan peraturan (directive) baru yang mewajibkan kepada semua negara
pengekspor ikan budidaya ke Uni Eropa untuk menyampaikan program
pengendalian dan monitoring residu hormon dan antibiotik, hal ini tentunya
menghambat ekspor udang tambak ke Uni Eropa (Dahuri, 2002). Uni Eropa
memperketat masuknya udang asal Indonesia pada tahun 2004 dikarenakan
sebagian udang Indonesia dicurigai mengandung bakteri yang berbahaya bagi
kesehatan. Persoalan ini, menurut Sumpeno (Dirjen Pemasaran dan Peningkatan
Kelembagaan Perikanan, DKP) dalam wawancaranya dengan redaksi Tempo
(2004), bermula pada saat laboratorium penguji UE menemukan bakteri tertentu
pada udang kedua eksportir asal Jawa Timur. Menurut Sumpeno, pada dasarnya
semua produk ekspor Indonesia sudah melewati laboratorium penguji di dalam
negeri. Namun kemungkinan udang tersebut dapat lolos karena jenis bakterinya
selama ini belum pernah dikenali laboratorium penguji Tanah Air. Kemudian,
pada tahun 2005 European Anti-Fraud Office (OLAF) telah melakukan
kunjungan ke Indonesia dalam rangka verifikasi adanya penyalahgunaan Sertifikat
Keterangan Asal (SKA) Form A dari Indonesia untuk produk udang diimpor dari
China dan direekspor ke UE. Produk tersebut memanfaatkan fasilitas GSP yang
diberikan kepada produk impor dari Indonesia. Produk udang China dilarang
diimpor ke UE. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh OLAF bekerjasama
dengan Departemen Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan serta
Ditjen Bea dan Cukai pada bulan Juni-Juli 2005 dalam kegiatan monitoring
bersama ditemukan bahwa beberapa perusahaan udang Indonesia melakukan reekspor terhadap produk udang yang diimpor dari China ke UE (Departemen
Perindustrian, 2005).
Ketika hambatan tarif sudah mulai berkurang, pemerintah Indonesia dan
pengusaha perikanan berjuang menjawab tantangan dari Uni Eropa (UE) terkait
dengan standar mutu dan keamanan hasil perikanan. Sebagai contoh, Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan sebagai Competent Authority
Indonesia mengeluarkan peraturan yang ekuivalen dengan peraturan UE,
diantaranya Kepmen Perikanan KEP21/MEN/2004 tentang sistem kontrol kualitas
produk perikanan yang ditujukan untuk pasar Uni Eropa serta berbagai kebijakan
lainnya. Diharapkan ekuivalen kebijakan ini mampu membawa Indonesia
mengembangkan ekspor hasil perikanannya ke Uni Eropa.
Melihat uraian dan fakta-fakta tersebut diatas dan juga mengacu pada latar
belakang yang telah dibuat, maka permasalahan yang dirumuskan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Apa saja kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa yang
menjadi hambatan tarif dan non tarif bagi ekspor komoditi udang Indonesia?
2. Apa saja kebijakan yang telah dikeluarkan Indonesia dalam penyesuaian
persyaratan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa?
3. Sejauh mana hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh komisi
Eropa mempengaruhi ekspor udang Indonesia?
4. Bagaimana peramalan volume ekspor udang Indonesia beberapa tahun
mendatang?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan kebijakan perdagangan yang terkait dengan hambatan tarif
dan non tarif yang dikeluarkan oleh Uni Eropa terhadap ekspor udang
Indonesia.
2. Mendeskripsikan kebijakan Indonesia yang terkait dengan pemenuhan
persyaratan Uni Eropa.
3. Mengetahui sejauh mana pengaruh hambatan tarif dan non tarif Uni Eropa
terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia.
4. Meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun ke
depan.
1.4
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
2. Sebagai bahan masukan bagi instansi/departemen/stakeholder terkait dalam
mengambil langkah maupun kebijakan yang tepat dalam rangka peningkatan
ekspor komoditas udang.
3. Sebagai referensi literatur bagi penelitian lebih lanjut.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan yang
dinyatakan menjadi hambatan tarif dan non tarif yang dikeluarkan oleh Uni
Eropa yaitu kawasan negara-negara yang tergabung dalam UE-25 hingga tahun
2006 berkaitan dengan impor komoditas pangan, termasuk di dalamnya
komoditas udang dan dampaknya terhadap ekspor Indonesia. Kebijakan atau
regulasi perdagangan Indonesia juga turut dideskripsikan dalam rangka ekuivalen
kebijakan dengan Uni Eropa. Selanjutnya dilihat pengaruh dari kebijakankebijakan tersebut terhadap perkembangan ekspor udang Indonesia serta
meramalkan volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun
mendatang. Jangka waktu data yang digunakan sejak tahun 1992 hingga tahun
2006.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komoditas udang
Komoditas udang secara umum biasa disebut dengan istilah shrimp dalam
dunia perdagangan. Spesies udang sendiri di seluruh dunia tercatat tidak kurang
dari 2700 buah. Secara geografis udang ini bisa dikelompokkan menjadi 4
golongan, yakni udang tropis, udang china, udang atlantik utara, dan udang laut
utara. Jenis yang dihasilkan Indonesia tergolong udang tropis. Udang tropis
menguasai pasar hingga 70% dari angka konsumsi udang, sedangkan golongan
lainnya hanya 30% saja. Jenis udang yang dipasarkan oleh Indonesia adalah jenis
udang tropis (Nazaruddin, 1993).
Beragam spesies udang dikenal dalam dunia perdagangan internasional
(Murty, 1991). Keragaman spesies udang ini dapat dipilah-pilah lebih lanjut
diantaranya menurut asal habitatnya. Berdasarkan asal habitatnya, spesies udang
yang telah dikenal dalam jalur perdagangan internasional dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok besar, yakni:
-
Spesies udang laut dingin. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada
lautan daerah dingin.
-
Spesies udang laut tropika. Kelompok spesies ini berasal dari dan hidup pada
perairan pantai daerah tropika, serta memiliki ukuran yang lebih besar.
-
Spesies udang air tawar. Umumnya kelompok spesies ini hidup pada danau
atau sungai di daerah tropika dan dapat memiliki ukuran yang besar sekali.
Spesies udang ini dalam dunia perdagangan internasional umumnya dikenal
sebagai giant river prawn.
Spesies udang laut dingin menyebar dan banyak ditangkap di daerah
sebelah utara Jepang, Alaska, Kanada, di sebelah barat laut dan timur laut
Amerika Serikat, Islandia, Greenland, dan di sebelah utara Eropa. Daerah
penyebaran spesies udang laut tropika meliputi perairan pantai tenggara Amerika
Serikat, Teluk Meksiko, Laut Karibia, pantai barat tengah Afrika, Teluk Persia,
negara-negara pantai Samudera Hindia, Asia Timur, Indonesia, Australia, pantai
barat Amerika Tengah, dan pantai timur serta pantai barat Amerika Selatan.
Di luar spesies udang air tawar, paling sedikit terdapat lebih dari 20
macam spesies udang laut tropika yang telah lazim diperdagangkan secara
internasional dan hampir seluruhnya udang penaeid. Spesies udang yang secara
komersial memilki arti penting dalam perdagangan internasional disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Spesies Udang Komersial Penting
Kelompok Spesies
Laut-Dingin
Daerah Asal
Atlantik utara,
dan Pasifik Utara,
serta Atlantik
Timur Laut
Indo pasifik
Western Indian
Ocean
Laut Tropika
Atlantik Timur
Atlantik Barat
Pasifik Timur
Air Tawar
Indo Pasifik
Nama Inggris
Northern shrimp
Common shrimp
Nama latin/Ilmiah
Pandalus borealis
Crangon crangon
Green tiger prawn
Banana prawn
Indian white prawn
Giant tiger prawn
Kuruma prawn
Fleshy prawn
Western king prawn
Brown tiger prawn
Indian white prawn
Giant tiger prawn
Giant tiger prawn
Southern pink shrimp
Northern white shrimp
Northern pink shrimp
Southern pink shrimp
Northern brown shrimp
Southern brown shrimp
Southern white shrimp
Redspotted shrimp
Yellowleg shrimp
Whiteleg shrimp
Blue shrimp
Crystal shrimp
Western white shrimp
Giant river prawn
Penaeus semisulcatus
Penaeus mergulensis
Penaeus indicus
Penaeus monodon
Penaeus japonicus
Penaeus orientalis
Penaeus latinsulcatus
Penaeus esculentus
Penaeus indicus
Penaeus monodon
Penaeus semisulcatus
Penaeus notialis
Penaeus setiferus
Penaeus duoarum
Penaeus notialis
Penaeus aztecus
Penaeus subtilis
Penaeus schimitti
Penaeus brasilliensis
Penaeus californiensis
Penaeus vannamei
Penaeus stylirostris
Penaeus brevirostis
Penaeus occidentalis
Macrobrachium
rosenbergii
Sumber : ADB/FAO, INFOFISH, 1983 dalam Murty, 1991.
Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa ragam jenis spesies udang laut tropika
lebih dominan jika dibandingkan dengan spesies udang yang berasal dari kawasan
laut-dingin. Keragaman spesies udang laut daerah tropika merupakan sumber daya
alami yang dimiliki oleh negara-negara dalam kawasan yang bersangkutan,
termasuk di dalamnya Indonesia. Keragaman spesies ini cukup mendominasi
pasar udang internasional. Udang Penaeid yang dimiliki Indonesia, antara lain
udang jerbung/udang putih (Penaeus mergulensis), udang kelong/udang putih
(Penaeus indicus), udang raja/udang kembang (Penaeus latisulcatus), udang bago
(Penaeus semisulcatus), dan udang windu (Penaeus monodon) dapat dilihat pada
Gambar 3.
Penaeus Monodon
Penaeus Indicus
Penaeus Japonicus
Penaeus Semisulcatus
Penaeus Orientalis
Penaeus latinsulcatus
Penaeus merguensis
Gambar 3. Beberapa Spesies Udang Laut Tropika.
Dalam dunia perdagangan internasional berdasarkan Murty (1991) dikenal
dua istilah yang digunakan untuk menamakan udang, yakni prawn dan shrimp.
Kedua penamaan ini sering digunakan sebagai pembeda ukuran fisik. Shrimp
digunakan untuk menyebut udang yang berukuran kecil, dan biasanya digunakan
untuk menamakan udang yang tergolong dalam famili Crangonidae. Istilah prawn
digunakan untuk menamakan spesies dengan ukuran fisik yang lebih besar,
terutama dari famili Pandalidae, Peneidae, dan Palaemonidae. Seringkali pula
shrimp dan prawn digunakan untuk membedakan asal habitat udang. Shrimp
digunakan untuk menamakan spesies udang laut dan prawn digunakan untuk
menamakan spesies udang sungai atau spesies udang air tawar. Sehingga tidak
jarang pula digunakan istilah seawater shrimp dan freshwater prawn.
Bentuk produk udang yang dijajakan di pasaran internasional cukup
beragam dari satu pangsa pasar ke pangsa pasar lainnya. Keragaman bentuk
produk ini dapat dianggap suatu cermin dari preferensi konsumennya pada suatu
pasar. Di pasaran internasional, secara umum penyajian udang yang
diperdagangkan antara lain : bentuk hidup, bentuk segar, bentuk beku, dan bentuk
kering.
Kenyataan adanya pengaruh dari perbedaan tradisi, geografi, sosial
ekonomi memberikan dampak pula terhadap preferensi konsumen terhadap
bentuk penyajian produk udang olahan. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kebutuhan suatu pasar, udang olahan disajikan dalam berbagai bentuk produk
yang lebih spesifik. Uraian yang lebih terinci terhadap cara penyajian bentuk
produk udang olahan yang lazim dijumpai di pasaran internasional adalah seperti
berikut (Murty, 1991):
-
Whole, head-on, shell-on, raw, frozen. Udang segar utuh yang dibekukan.
Bentuk produk ini disukai di Eropa Selatan, terutama Spanyol.
-
Whole, head on, shell-on, cooked, not frozen. Udang utuh yang direbus dan
tidak dibekukan. Bentuk produk ini bersifat terbatas, terutama untuk brown
shrimp (Crangon crangon) yang berasal dari Laut Utara. Daerah pemasaran
utamanya, Jerman Barat dan Belanda. Perdagangan antar negara Eropa bagi
bentuk produk ini sangat dibatasi, karena produk ini relatif mudah
terkontaminasi.
-
Whole, head-on, shell-on, cooked, frozen. Udang utuh, direbus, dan
dibekukan. Dalam perdagangannya, produk ini didominasi oleh spesies yang
berasal dari Laut Atlantik Utara (Pandalus spp), dan ekspornya terutama
dilakukan oleh Greenland, Islandia, dan Norwegia.
-
Headless, shell-on, raw, frozen. Udang segar tanpa kepala yang dibekukan.
Pada spesies udang laut tropika umumnya produk ini akan berbobot dua per
tiga dari bobot utuhnya dan pada spesies udang air tawar atau udang sungai
bobotnya kurang lebih hanya 50% dari bobot utuhnya. Sebagian terbesar dari
udang beku yang diperdagangkan di pasaran internasional disajikan dalam
bentuk ini. Daerah pemasaran utama untuk bentuk produk ini meliputi
Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa (kecuali Spanyol).
-
Headless, cooked, pelled, frozen. Udang tanpa kepala, direbus, dikupas
kulitnya, dan dibekukan. Bentuk produk ini terutama diperdagangkan di
Eropa, kecuali Spanyol.
-
Headless, peeled, and deveined (P&D). Udang tanpa kepala, dikupas, dan
dibuang ususnya. Jika segmen kulit pada ujung ekornya tidak dibuang, maka
produknya disebut P&D tail-on.
-
Headless, peeled, undeveined (PUD) udang tanpa kepala, dikupas, tanpa
dibuang bagian ususnya. Bentuk produk ini biasanya dibekukan dan disajikan
dalam bentuk block frozen. Pasaran utamanya adalah Eropa dan Jepang.
-
Canned shrimp. Udang yang dikalengkan. Biasanya udang yang dikalengkan
berukuran kecil dan berbentuk headless, cooked, and peeled (c & p).
-
Breaded. Bentuk udang P&D atau biasanya P&D tail-on, dicelupkan ke dalam
batter dan breading, dikemas, dan dibekukan. Produk ini bersifat domestik
dan kurang penting dalam perdagangan internasional.
-
Battered. Bentuk udang P&D dicelupkan ke dalam batter, dikemas, dan
dibekukan. Produk ini bersifat domestik dan kurang penting dalam
perdagangan internasional.
-
Specialties. Merupakan bentuk produk regional atau domestik dan dalam
perdagangan internasional terhitung kurang penting.
Berdasarkan penelaahan Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat
Eropa (PRI-ME) tahun 2001 terdapat sekitar 300 spesies di dunia untuk shrimps
akan tetapi spesies utama yang diperjualbelikan di pasar UE adalah : Pink
(Pandalus borealis), Pacific white (Penaeus vannamei), sedangkan spesies
lainnya adalah : Black tiger (Penaeus monodon), Chinese white (Penaeus
chinensis) dan Gulf (Penaeus aztecus).
Produksi udang Indonesia berasal dari perikanan tangkap dan perikanan
budidaya, hal ini diungkapkan oleh Hamdani, 2006. Perikanan tangkap dibagi
menjadi dua sumber yaitu kegiatan penangkapan di laut dan penangkapan di
perairan umum. Sedangkan udang yang diperoleh dari kegiatan perikanan
budidaya berasal dari tambak. Produksi udang Indonesia sebagian besar
merupakan jenis Penaidae yang hidup di perairan laut tropis serta beberapa jenis
udang air tawar. Jenis-jenis udang yang berasal dari laut diantaranya adalah udang
putih (Penaeus indicus / banana prawns), udang dogol ( Metapenaeus ensis /
endeavour), udang windu (Penaeus monodon / giant tiger prawn), dan udang
karang (Panilurus versicolor / lobster) serta beberapa jenis udang lainnya. Jenis
udang budidaya tambak adalah udang windu, udang putih, udang api-api,
(Metapenaeus spp / greasy back shrimps). Sedangkan udang hasil penangkapan di
perairan umum adalah udang galah (Macrobranchium rosenbergii / freshwater
giant shrimps), udang rebon (Mycidacea / mysid).
2.2
Uni Eropa (UE)
Uni Eropa hingga tahun 2007 menurut Delegasi Komisi Eropa untuk
Indonesia (2007) merupakan kelompok 27 negara-negara independen yang unik
dengan lebih dari 492 juta warga negara yang tinggal dalam batas wilayahnya.
Awal mula berdirinya dapat ditelusuri ke akhir masa perang dunia kedua ketika
para anggota pendirinya memutuskan bahwa cara terbaik untuk mencegah konflik
adalah dengan mengelola secara bersama produksi batu bara dan baja, dua bahan
utama yang diperlukan untuk berperang. Negara-negara anggota terikat di dalam
Uni Eropa dengan serangkaian traktat yang telah mereka tandatangani seiring
dengan perkembangannya. Semua traktat itu harus disepakati oleh masing-masing
Negara Anggota dan kemudian diratifikasi baik oleh parlemen nasional atau
melalui referendum. Nama Uni Eropa muncul pada tahun 1992 menggantikan
nama Komunitas Masyarakat Eropa bersamaan dengan ditandatanganinya Traktat
Maastricht (Traktat Uni Eropa) pada tanggal 7 Februari 1992.
Pemrakarsa Uni Eropa terdiri atas enam negara, yaitu: Belgia, Jerman,
Perancis, Italia, Luksemburg dan Belanda. Sejak itu Uni Eropa telah berkembang
menjadi 27 anggota dengan serangkaian perluasan. Denmark, Irlandia dan Inggris
bergabung pada tahun 1973, Yunani pada tahun 1981, Spanyol dan Portugal pada
tahun 1986. Uni Eropa semakin berkembang pada tahun 1995 dengan masuknya
Austria, Finlandia dan Swedia. Perluasan pada tahun 2004 membawa masuk
Republik Ceko, Estonia, Siprus, Latvia, Lithuania, Hongaria, Malta, Polandia,
Slovenia, dan Slowakia. Bulgaria dan Rumania bergabung dengan Uni Eropa pada
tahun 2007. Urutan masuknya negara-negara dalam keanggotaan Uni Eropa dapat
dilihat pada Tabel 2. Untuk menjadi anggota Uni Eropa, suatu negara harus
memiliki demokrasi yang stabil yang menjamin supremasi hukum, hak-hak asasi
manusia dan perlindungan kaum minoritas. Negara tersebut juga harus memiliki
ekonomi pasar yang berfungsi serta administrasi publik yang dapat menerapkan
dan mengelola undang-undang Uni Eropa (Delegasi Komisi Eropa, 2007).
Tabel 2. Negara-Negara Anggota Uni Eropa
No
1
Negara
Jerman
Tahun Bergabung dengan Uni Eropa
1950
2
Belanda
1950
3
Belgia
1950
4
Luksemburg
1950
5
Perancis
1950
6
Italia
1950
7
Inggris Raya
1973
8
Denmark
1973
9
Irlandia
1973
10
Yunani
1981
11
Portugal
1986
12
Spanyol
1986
13
Austria
1995
14
Swedia
1995
15
Finlandia
2004
16
Estonia
2004
17
Hongaria
2004
18
Latvia
2004
19
Lituania
2004
20
Malta
2004
21
Polandia
2004
22
Republik Ceko
2004
23
Siprus selatan
2004
24
Slovenia
2004
25
Slowakia
2004
26
Bulgaria
2007
27
Rumania
2007
Sumber : Delegasi Komisi Eropa, 2007.
Sumber : Delegasi Komisi Eropa, 2007.
Gambar 4. Peta Keanggotaan Uni Eropa.
Uni Eropa bukanlah sebuah negara federal atau organisasi internasional
dalam pengertian tradisional, akan tetapi merupakan sebuah badan otonom di
antara keduanya. Uni Eropa bersifat unik karena negara – negara anggotanya tetap
menjadi negara-negara berdaulat yang independen, akan tetapi mereka
menggabungkan kedaulatan mereka dan dengan demikian memperoleh kekuatan
dan pengaruh kolektif yang lebih besar. Peta keanggotaan Uni Eropa dapat dilihat
pada Gambar 4.
Dalam praktiknya, penggabungan kedaulatan berarti bahwa negara-negara
anggota mendelegasikan sebagian kuasa mereka dalam hal pengambilan
keputusan kepada lembaga yang telah didirikan bersama sehingga
keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah tertentu yang melibatkan
kepentingan bersama dapat diambil secara demokratis pada tingkat Eropa. Uni
Eropa memiliki tiga lembaga utama, yaitu:
1. Parlemen Eropa, yang mewakili warga negara Uni Eropa dan dipilih langsung.
2. Dewan Uni Eropa, yang mewakili masing-masing negara anggota.
3. Komisi Eropa, yang berupaya untuk menegakkan kepentingan Uni Eropa
secara keseluruhan.
Segitiga kelembagaan tersebut adalah yang menghasilkan kebijakan dan undangundang yang berlaku di seluruh Uni Eropa. Ketiga lembaga utama tersebut
didukung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Eropa yang mengawasi penggunaan
anggaran Uni Eropa dan Mahkamah Eropa yang membantu memastikan bahwa
negara-negara anggota mematuhi undang-undang Uni Eropa yang telah mereka
sepakati.
2.3
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan luar negeri adalah perdagangan antar negara yang memiiki
kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda dengan kesepakatan tertentu dan
memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah ditentukan dan diterima secara
internasional menurut Putong (2003). Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perdagangan luar negeri:
1. Untuk memperoleh barang atau sumber daya yang tidak dapat dihasilkan di
dalam negeri.
2. Untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri
tetapi kualitasnya belum memenuhi syarat.
3. Untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka
memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri.
4. Untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri.
5. Untuk mendapatkan keuntungan dari spesialisasi yang diantaranya sebagai
berikut : keuntungan mutlak (absolute advantage), keuntungan banding
(comparable advantage), dan keuntungan bersaing (competitive advantage).
Perekonomian terbuka berinteraksi dengan perekonomian-perekonomian
lainnya dengan dua cara yaitu membeli dan menjual barang dan jasa dalam pasar
produk-produk dunia, serta jual beli modal atau aset dalam pasar-pasar uang
internasional (Mankiw, 2000). Dalam hal perdagangan internasional, ekspor
adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri namun
dijual di luar negeri. Sebaliknya impor adalah segenap barang dan jasa yang
dibuat di luar negeri yang dijual di dalam negeri. Sedangkan yang disebut ekspor
neto dari suatu negara adalah nilai dari ekspor dikurangi nilai impornya. Karena
ekspor neto memberitahu mengenai posisi suatu negara sebagai pembeli atau
penjual maka ekspor neto disebut juga neraca perdagangan.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor, impor, dan
ekspor neto:
1. Selera konsumen terhadap barang-barang produk dalam negeri dan luar
negeri.
2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri.
3. Besar nilai tukar yang menentukan jumlah mata uang domestik yang
dibutuhkan untuk membeli mata uang asing.
4. Ongkos angkutan barang antar negara.
5. Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan internasional.
Perdagangan pertanian adalah bagian yang unik dari perdagangan
komoditas. Industri pertanian dan produk pertanian memiliki karakteristik yang
membedakan dari industri yang lain. Produk pertanian hampir seluruhnya mudah
rusak. Hal ini membuat waktu penjualan dari produk pertanian terbatas. Pendapat
Adam Smith dalam Koo dan Kennedy (2005) yaitu negara-negara melakukan
spesialisasi komoditas dengan dasar keuntungan mutlak dan menukar sebagian
dari hasil negaranya untuk komoditas yang dihasilkan negara lain. Beberapa
negara dapat memproduksi dan mengkonsumsi berlebih mengindikasikan bahwa
perdagangan bersifat saling menguntungkan. David Ricardo memperkenalkan
prinsip keuntungan bersaing yang menyatakan bahwa sekalipun satu negara
mendapatkan keuntungan mutlak dalam semua produksi komoditas, negara
tersebut sebaiknya melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang
memilki keuntungan lebih besar. Negara lain sebaiknya memproduksi lebih
sedikit komoditas yang tidak menguntungkan. Dalam kasus ini, kedua negara
akan memproduksi dan mengkonsumsi lebih dengan spesialisasi satu komoditas
dan saling menukarkan hasil mereka.
Keterangan tentang terjadinya perdagangan internasional menurut
Salvatore (1997) dapat diperoleh dari Gambar 5 dengan menggunakan konsep
dasar fungsi permintaan dan penawaran domestik. Suatu negara misal negara A
dan B memiliki fungsi permintaan dan penawaran domestik, masing-masing
adalah DA dan SA di negara A serta DB dan SB di negara B. Sebelum terjadinya
perdagangan internasional, keseimbangan di negara A dicapai pada saat kondisi
EA dengan jumlah QA dan harga PA sedangkan di negara B keseimbangan dicapai
pada kondisi EB dengan jumlah QB dan harga PB, dengan asumsi bahwa harga
domestik di negara A relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik di
negara B. Jika harga internasional diatas PA, maka negara A akan memproduksi
lebih banyak daripada kebutuhan konsumsinya sehingga di negara A telah terjadi
excess supply atau kelebihan produksi. Dengan demikian negara A mempunyai
kesempatan menjual kelebihan produksinya di negara lain. Sementara itu, jika
harga intenasional di bawah PB, maka negara B akan meminta lebih banyak
dibandingkan produksinya sehingga di negara B terjadi kekurangan supply karena
konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess
demand). Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditas dari
negara lain yang relatif lebih murah.
ES
DA
SA
P*
EA
SB
PB
X
PA
DB
E*
M
ED
0
QA
Negara A (pengekspor)
0 Q*
Perdagangan Internasional
0
QB
Negara B (pengimpor)
Sumber: Salvatore,1997.
Gambar 5. Proses Terjadinya Perdagangan Internasional.
Keterangan:
PA
: harga domestik di negara A tanpa perdagangan internasional
0QA : jumlah yang diperdagangkan di negara A tanpa perdagangan internasional
X
: jumlah yang diekspor oleh negara A
PB
: harga domestik di negara B tanpa PI
0QB : jumlah yang diperdagangkan di negara B tanpa perdagangan internasional
M
: jumlah yang diimpor oleh negara B
P*
: harga di pasaran internasional setelah PI
Q*
: jumlah yang diperdagangkan di pasar internasional
Selanjutnya dimisalkan terjadi perdagangan diantara kedua negara.
Penawaran ekspor pada pasar internasional digambarkan oleh ES dan permintaan
impor digambarkan oleh ED. Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada kondisi
E* yang menghasilkan harga dunia sebesar P*, dimana negara A akan
mengekspor sebesar X yang merupakan jumlah yang sama dengan yang diimpor
negara B sebesar M. Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh jumlah
perdagangan sebesar Q* pada pasar dunia.
2.4
Teori Hambatan Perdagangan
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat
dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut (Hady, 2004).
A. Kebijakan Hambatan Tarif (Tariff Barrier)
Kebijakan Tariff Barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:
1. Pembebanan bea masuk atau tarif rendah antara 0% - 5% dikenakan untuk
bahan kebutuhan pokok dan vital, alat-alat militer/pertahanan/keamanan,dll.
2. Tarif sedang antara 5% - 20% dikenakan untuk barang setengah jadi dan
barang-barang lain yang belum cukup diproduksi dalam negeri.
3. Tarif tinggi diatas 20% dikenakan untuk barang-barang mewah dan barangbarang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang
kebutuhan pokok.
Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang
masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri (Hady, 2004). Kebijakan
tarif terdiri dari:
1. Tarif Nominal dan Tarif Proteksi Efektif
a. Tarif Nominal adalah besarnya persentase tarif suatu barang tertentu yang
tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).
b. Tarif Proteksi Efektif disebut juga sebagai Effective Rate of Protection
(ERP) yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi
karena perbedaan antara persentase tarif nominal untuk barang jadi atau
CBU (Completely Built-up) dengan tarif nominal untuk bahan baku atau
komponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down).
2
Infant Industry Argument adalah suatu kebijaksanaan untuk melindungi
industri-industri dalam negeri yang baru lahir atau tumbuh dengan proteksi
edukatif, sehingga dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar
negeri.
3
Proteksi edukatif yaitu kebijakan untuk melindungi infant industry secara
mendidik dengan ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut : transparan,
selektif, limitatif, kuantitatif, declining.
Dampak dari kebijakan tarif dapat digambarkan pada Gambar 6 . Dx
adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi X.Jika
negara A sama sekali tidak mengadakan hubungan perdagangan internacional
maka negara A akan mengalami keseimbangan di titik E yang merupakan titik
perpotongan antara Dx dan Sx. Selanjutnya jika negara A melakukan hubungan
perdagangan internasional maka ia akan menikmati harga yang jauh lebih murah
(P1) sehingga konsumsinyapun meningkat (X4). Kemudian jika negara A
memberlakukan tarif ad valorem yang menyebabkan harga yang harus dipikul
konsumen A meningkat (P2) dan akan menurunkan konsumsi penduduknya (X3)
sedangkan dari sisi produksi dari dalam negeri akan meningkat dari X1 menjadi
X2. Pemerintahpun mendapatkan pemasukan sebesar AB + CD (Salvatore, 1997).
Px
Sx
E
P2
P1
A
B
C
D
Dx
X
X1
X2
X3
Sumber : Salvatore, 1997
Gambar 6. Dampak Pemberlakuan Tarif
X4
B. Kebijakan Hambatan Non Tarif (Non Tarif Barrier)
Kebijakan Non Tariff Barrier terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a. Pembatasan spesifik, terdiri dari larangan impor secara mutlak; pembatasan
impor atau quota system; peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk
tertentu; peraturan kesehatan atau karantina, peraturan pertahanan dan
keamanan negara; peraturan kebudayaan, perizinan impor/import licenses;
embargo; dan hambatan pemasaran seperti VER (Voluntary Export Restraint),
OMA (Orderly Marketing Agreement).
b. Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules), terdiri dari tatalaksana
impor tertentu; penetapan harga pabean; penetapan forres rate (kurs valas) dan
pengawasan devisa; consultan formalities; packaging/labelling regulation;
documentation hended; quality and testing standard; pungutan administrasi
(fees); dan tariff classification.
c. Partisipasi pemerintah, terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintah; subsidi
dan insentif ekspor; countervailing duties; domestic assistance programs; dan
trade-diverting.
d. Import charges, terdiri dari import deposits ; supplementary duties ; dan
variable levies.
Perdagangan dunia menurut Koo dan Kennedy (2005), jauh dari
kebebasan. Beberapa negara menggunakan bermacam hambatan perdagangan
(tarif dan non tarif) untuk melindungi industri yang tidak efisien. Hal ini terutama
berlaku pada pertanian. Rata-rata tarif untuk produk pertanian (30%) lebih besar
daripada untuk produk industri (6%). Tarif adalah pajak yang dibebankan
pemerintah untuk komoditi sebagai batas garis nasional. Tarif digunakan untuk
melindungi ekonomi domestik dari kompetisi luar negeri. Tarif ad valorem
menunjukkan persentase dari nilai komoditi yang diperdagangkan. Sedangkan
tarif spesifik adalah jumlah tetap per unit komoditi yang diperdagangkan. Tarif
campuran adalah kombinasi dari tarif ad valorem dan tarif spesifik.
Hambatan non tarif bisa mengandung rintangan dengan angka yang besar
selain tarif, seperti kebijakan, peraturan, prosedur yang mengubah perdagangan.
Hambatan non tarif yang paling banyak digunakan untuk mengontrol impor
pertanian yaitu (Koo dan Kennedy, 2005): (1) pembatasan kuantitatif dan
pembatasan spesifik sejenis (misalnya kuota, Voluntary Export Restraints, dan
kartel internasional); (2) beban non tarif dan kebijakan yang berhubungan yang
mempengaruhi impor (misalnya kebijakan antidumping dan kebijakan
countervailing); (3) kebijakan umum pemerintah yang membatasi (misalnya
kebijakan oleh pemerintah, kebijakan kompetisi, dan penetapan perdagangan); (4)
prosedur umum dan kegiatan administrasi (misalnya prosedur valuasi dan
prosedur perizinan); dan (5) hambatan teknis (peraturan dan standar kualitas
kesehatan dan sanitasi, keamanan, peraturan dan standar industrial, dan peraturan
pengemasan dan pelabelan).
2.5
Analisis Regresi
Analisis regresi dalam ekspor dan impor yang terdiri atas berbagai macam
variabel dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara
variabel tak bebas dan variabel bebas dalam proses perdagangan internasional
tersebut. Persamaan regresi dalam Supranto (2004) dinyatakan dengan simbol Y
untuk variabel tak bebas (dependent variable) dan x untuk variabel bebas
(independent variabel). Y yang dipengaruhi (tak bebas) dan x yang
mempengaruhi (bebas). Variabel x bisa lebih dari 1 (x1,x2,.....,xk), mungkin selain
yang kuantitatif ada juga yang kualitatif. Variabel dalam persamaan regresi yang
sifatnya kualitatif tersebut biasanya menunjukkan ada tidaknya suatu quality atau
suatu atribute. Suatu cara untuk membuat kuantifikan (berbentuk angka) dari data
kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah dengan jalan memberikan nilai 1 (satu)
atau 0 (nol). Angka nol (0) kalau atribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi)
dan diberi angka 1 kalau ada (terjadi). Variabel yang mengambil nilai 0 atau 1
tersebut dinamakan variabel boneka (dummy variable).
Suatu model regresi mungkin variabel bebasnya hanya terdiri atas variabel
boneka saja, yang kualitatif sifatnya. Model demikian itu disebut model analisis
varian (ANAVAR). Persamaan yang terbentuk yaitu Yi = A + BDi + εi.
Model regresi yang mencakup baik variabel kuantitatif maupun kualitatif disebut
model analisis kovarian (ANAKOV). Persamaan yang terbentuk yaitu Yi = A0 +
A1D1 + BXi + εi. Nilai elasitisitas dari model regresi didapatkan dari persamaan :
η=
2.6
dY X
(Koutsoyiannis, 1978).
x
dX Y
Peramalan (Forecasting).
Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang disebut peramalan (forecasting) berdasarkan Assauri (1984). Dalam
perdagangan internasional dapat diciptakan juga model peramalan untuk volume
ekspor ataupun impor beberapa tahun mendatang yang dapat digunakan sebagai
salah satu acuan dalam mengambil strategi atau kebijakan perdagangan. Model
peramalan menurut Lierbin (2002) secara umum dapat dikemukakan sebagai
berikut : Yt = Pola + error. Jadi, data dapat dibedakan menjadi komponen yang
dapat diidentifikasi (pola) dan yang tidak dapat diidentifikasi (error). Jadi,
pengunaan metode peramalan adalah untuk mengidentifikasi suatu model
peramalan sedemikian rupa sehingga error-nya menjadi seminimal mungkin.
Berikut adalah langkah-langkah peramalan: (1) menganalisis data yang
lalu; (2) menentukan metode yang dipergunakan; (3) memproyeksikan data yang
lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan dan mempertimbangkan
adanya beberapa faktor perubahan. Metode peramalan adalah cara memperkirakan
secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang
relevan pada masa lalu.
2.6.1 Jenis-Jenis Peramalan
Peramalan dilihat dari sifat penyusunannya, Mulyono (2002)
membedakannya menjadi dua macam, yaitu:
a. Peramalan yang subyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan
atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan dari
orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan
tersebut.
b. Peramalan yang obyektif adalah peramalan yang didasarkan atas data relevan
pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-metode
dalam penganalisaan data tersebut.
Selanjutnya dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, Mulyono
(2002) membedakan peramalan atas dua macam, yaitu:
a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk menyusun
hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga
semester.
b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan
hasil ramalan dengan jangka waktu yang kurang dari satu setengah tahun atau
tiga semester.
Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu:
a. Metode Peramalan Kualitatif. Peramalan tersebut didasarkan atas informasi
kualitatif pada masa lalu. Metode peramalan ini terbagi atas metode
eksploratoris dan normatif. Metode eksploratoris seperti Metode Delphi,
kurva-S analogi dan penelitian morfologis. Sedangkan metode normatif
seperti matriks keputusan, pohon relevansi dan analisis sistem (Makridakis et
al, 1999).
b. Metode Peramalan Kuantitatif. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung
pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Adapun yang
perlu diperhatikan dari penggunaan metode-metode tersebut adalah baik
tidaknya metode yang dipergunakan sangat ditentukan oleh perbedaan atau
penyimpangan antara hasil ramalan dengan yang terjadi. Metode yang baik
adalah metode yang memberikan nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan
sekecil mungkin (Makridakis et al, 1999).
2.6.2. Identifikasi Pola Data Time Series
Untuk dapat melakukan peramalan dengan baik, diperlukan pemahaman
tentang pola fluktuasi yang dapat dipelajari dari data di masa lalu. Jika pola sudah
diketahui maka dapat diterapkan metode peramalan untuk memperkirakan data di
masa depan.
Langkah pertama untuk menganalisa data deret waktu adalah memplot
data tersebut secara grafis. Dasar dari analisis deret waktu adalah koefisien auto
korelasi (korelasi deret waktu dengan selisih waktu (time lag) satu, dua periode
atau lebih). Bentuk plot deret waktu seringkali cukup untuk meyakinkan para
peramal bahwa data tersebut stationer atau tidak stationer, demikian pula plot auto
korelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstationeran. Apabila
disajikan secara grafik, autokorelasi data tidak stationer memperlihatkan suatu
trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah
selisih waktu. Adanya suatu trend (linier atau tidak linier) dalam data berarti
setiap nilai yang berturut-turut akan berkorelasi positif satu sama lainnya
(Makridakis et al, 1999).
Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam
selang waktu yang tetap. Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di
dalam grafik autokorelasi dari time lag yang berbeda. Namun, hal ini tidaklah
selalu mudah apabila dikombinasikan dengan pola lain seperti trend. Sebagai
pedoman, data tersebut harus ditransformasikan ke bentuk yang stationer sebelum
ditentukan adanya faktor musiman (Makridakis et al, 1999).
2.6.3 Jenis-Jenis Metode Peramalan
Berikut ini merupakan metode-metode dasar dalam peramalan, yaitu
metode tangan bebas, naif, rata-rata, dan eksponensial (Lierbin, 2002).
A. Metode Tangan Bebas
Salah satu cara yang cukup sederhana untuk melakukan peramalan adalah
dengan menggambarkan data yang ada (Y) pada diagram pencar yang terdiri
atas sumbu vertikal Y dan sumbu horisontal t (time, waktu). Berdasarkan
pencaran-pencaran data itu dibuat satu garis secara bebas hingga melampaui
waktu dimana data tersedia. Cara ini disebut metode tangan bebas.
B. Metode Naif
Metode peramalan yang paling sederhana adalah metode naif. Metode ini
didasarkan pada asumsi bahwa data pada periode terakhir adalah prediktor
terbaik untuk periode berikutnya. Secara matematis dirumuskan sebagai
berikut: Ft+1 = Yt dengan Y sebagai data dan t sebagai periode atau waktu.
Selisih antara data dan ramalan dirumuskan sebagai berikut: et = Yt – Ft-1,
dengan e sebagai kekeliruan dalam peramalan.
Bila data (Yt) digambarkan pada grafik dengan dua sumbu tegak lurus akan
terlihat adanya trend (kecenderungan) meningkat atau disebut non stationer
sehingga hasil-hasilnya akan secara konsisten menjadi rendah. Metode
peramalan ini dapat disesuaikan atas adanya trend itu, yaitu dengan
menambahkan perbedaan nilai data antara periode ini dan periode terakhir,
sehingga modelnya menjadi: Ft+1 = Yt + (Yt – Yt-1). Untuk beberapa tujuan,
tingkat perubahan itu (e) mungkin lebih tepat dinyatakan dalam bentuk relatif
(rasio) daripada jumlah perubahan absolut, dan karena itu modelnya menjadi:
Ft+1 = Yt (Yt/Yt-1).
C. Metode Rata-Rata
1. Rata-rata sederhana.
Hasil peramalan dengan menggunakan teknik rata-rata sederhana
merupakan hasil pengrataan terhadap keseluruhan data yang tersedia.
Rumus dikemukakan sebagai berikut : Ft +1 = ∑ Yt / n ; n = banyaknya
periode atau data. Metode rata-rata sederhana seharusnya digunakan bila
datanya bersifat stationer, yaitu tidak memiliki pola trend, musim, ataupun
pola sistematis lainnya.
2. Rata-rata bergerak
Perbedaan metode rata-rata sederhana dan metode rata-rata bergerak
terletak pada penggunaan periodenya. Periode maupun jumlah periode
yang digunakan pada metode rata-rata sederhana adalah sama. Sebaliknya,
jumlah periode metode rata-rata bergerak adalah sama tetapi periodenya
sendiri bergerak ke depan. Setiap kali terdapat tambahan sejumlah periode
dalam pengrata-rataan, setiap kali pula terdapat pengurangan sejumlah
yang sama dari periode sebelumnya. Berikut adalah rumusnya : Ft+1 = (Y1
+ Y2 +... + Yn)/n ; n = banyaknya periode yang digerakkan. Pada metode
ini tidak ada dasar yang obyektif untuk penentuan banyaknya periode
bergeraknya. Cara satu-satunya adalah dengan menetapkan sendiri
alternatif banyak periodenya. Selanjutnya dari tiap alternatif periode itu
dihitung MSE-nya dan dibandingkan antar alternatif. Atas dasar itu dipilih
alternatif yang memiliki MSE terkecil. Secara umum, semakin kecil n
(periode bergerak) semakin kecil MSE, dan semakin kecil MSE semakin
halus hasil yang diperoleh. Dengan pernyataan lain, semakin kecil n
semakin baik peramalan yang dihasilkan.
D. Metode Eksponensial
Pada metode penghalusan eksponensial ini, pengrata-rataan nilai dari
serentetan data yang lalu dengan cara menguranginya secara eksponensial.
Hal itu dilakukan dengan memberikan bobot tertentu pada tiap data. Bobotnya
dilambangkan dengan α (alpha) dan bergerak antara 0 dan 1. Teknik
eksponensial tunggal dengan satu parameter digunakan dengan menetapkan
bobot tertentu atas data yang tersedia, dan berdasarkan bobot itu akan
diketahui pula bobot atas hasil peramalan sebelumnya. Berikut adalah
rumusnya: Ft+1 = αYt + (1-α)Ft; α : ditentukan sendiri.
Penentuan besarnya bobot yang digunakan dapat dilakukan dengan
menghitung MSE untuk tiap alternatif bobot yang akan dipilih. Bobot yang
menghasilkan MSE terkecil adalah yang lebih baik.
Pada dasarnya metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan atas
(Assauri, 1984):
1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan
antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang
merupakan deret waktu atau time series;
2. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan
antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang
mempengaruhinya, yang bukan waktu, yang disebut metode korelasi atau
sebab akibat.
Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa deret waktu:
a. Metode smoothing. Metode ini mencakup metode data lewat (past data),
metode rata-rata kumulatif, metode rata-rata bergerak (moving averages) dan
metode exponential smoothing. Metode ini digunakan untuk mengurangi
ketidakteraturan musiman dari data yang lalu maupun kedua-duanya, dengan
membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Metode ini akan
lebih tepat digunakan untuk peramalan jangka pendek. Data yang dibutuhkan
untuk penggunaan metode peramalan ini minimum selama dua tahun (Assauri,
1984).
b. Metode Box Jenkins. Metode ini menggunakan dasar deret waktu dengan
model matematis agar kesalahan yang terjadi dapat sekecil mungkin. Metode
ini sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek. Data yang
dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini minimum dua tahun.
(Assauri, 1984).
c. Metode proyeksi trend dengan regresi. Untuk peramalan jangka pendek
maupun jangka panjang, ketepatan peramalan dengan metode ini sangat baik.
Data yang dibutuhkan untuk penggunaan metode peramalan ini adalah data
tahunan dengan minimum data yang harus ada adalah lima tahun (Assauri,
1984).
Metode-metode peramalan dengan menggunakan analisa sebab akibat
(Assauri, 1984).
a. Metode regresi dan korelasi. Metode ini didasarkan pada penetapan suatu
persamaan estimasi menggunakan teknik least square,
b. Model ekonometri. Metode ini didasarkan atas peramalan pada sistem
persamaan regresi yang diestimasikan secara simultan,
c. Model input output. Model ini dipergunakan untuk menyusun proyeksi trend
ekonomi jangka panjang.
Pola dapat dibedakan menjadi 4 jenis siklis dan trend (Makridakis et al,
1999).
1. Pola horisontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai ratarata yang konstan.
2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman.
3. Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang.
4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data.
2.6.4 Pemilihan Metode Peramalan
Makridakis et al (1999) mengemukakan enam faktor utama yang
menggambarkan kemampuan dan kesesuaian dalam memilih metode peramalan.
Keenam faktor tersebut yaitu:
1. Horison waktu.
Horison waktu harus ditetapkan terlebih dahulu oleh peramal untuk dapat
menyusun ramalan.
2. Pola Data
Faktor utama yang berpengaruh dalam pemilihan teknik peramalan adalah
identifikasi dan pemahaman pola data historis. Jika diketahui pola data
memiliki pola trend, siklus, atau musiman, selanjutnya dapat ditentukan teknik
yang mampu dan efektif dalam mengekstrapolasi pola-pola tersebut. Selain
itu, faktor yang menyebabkan pola tersebut perlu diketahui agar kebijakan
dapat disusun untuk mengatasinya. Berdasarkan keempat tipe pola data
tersebut, terdapat teknik peramalan yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
(a). Teknik peramalan data stationer
Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan untuk pola stationer antara lain
meliputi metode naive (naif), simple moving average, moving average,
simple exponential smoothing, dan Autoregressive Integrated Moving
Average (ARIMA).
(b). Teknik peramalan data trend
Teknik peramalan data trend yang dapat dipertimbangkan antara lain
meliputi metode moving average (rata-rata begerak), Holt’s linear
exponential smoothing (pemulusan eksponensial linier Holt), simple
regression, growth curves, exponential model, dan Autoregressive
Integrated Moving Average (ARIMA).
(c). Teknik Peramalan data musiman
Teknik-teknik yang dapat dipilih diantaranya terdiri dari metode
dekomposisi klasik, Cencus X-12, Winters Exponential Smoothing, time
series multiple regression, Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA).
(d). Teknik peramalan data siklus
Teknik-teknik yang dapat dipertimbangkan diantaranya metode
dekomposisi klasik, indikator ekonomi, model ekonometrik, multiple
regression, dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
3. Daya tarik Metode Peramalan
Daya tarik ini dapat berupa kesederhanaan, kemudahan untuk diaplikasikan,
dan daya tarik intuitif yang dirasakan oleh peramal.
4. Ketepatan Metode Peramalan Kuantitatif
Pengukuran ketepatan metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua
macam pengukuran yaitu pengukuran statistik standar dan pengukuran relatif.
5. Biaya dan Waktu
Pemilihan metode peramalan juga dipengaruhi oleh biaya yang harus
dikeluarkan berkaitan dengan metode yang dipilih tersebut. Kebutuhan dan
lamanya waktu yang disediakan untuk mempersiapkan ramalan juga harus
dipertimbangkan.
6. Ketersediaan Perangkat Lunak Komputer
Ketersediaan software komputer sangat penting untuk membantu menyusun
metode peramalan kuantitatif.
BAB III
KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Indonesia merupakan salah satu negara produsen untuk ekspor produk
perikanan. Pembangunan perikanan melalui kegiatan ekspor memiliki prospek
yang semakin baik. Salah satu komoditas unggulannya adalah udang. Negara yang
merupakan pasar potensial bagi ekspor udang Indonesia yaitu Uni Eropa. Dalam
dunia perdagangan internasional, Indonesia dihadapkan pada isu hambatan tarif
maupun non tarif yang diberlakukan oleh pasar Uni Eropa. Kebijakan
perdagangan Uni Eropa yang dapat menjadi hambatan tarif berupa kebijakan tarif
bea masuk dan adanya perlakuan yang berbeda bagi negara importir (diskriminasi
tarif). Hambatan non tarif yang dianggap cukup mempengaruhi kinerja
perdagangan internasional terkait dengan Technical Barrier to Trade (TBT)
agreement yang meliputi tiga area kebijakan yaitu regulasi teknis yang bersifat
wajib (mandatory technical regulation), standar yang bersifat voluntir (voluntary
standards), dan kajian keselarasan (conformance assesment) kemudian Sanitary
and Phytosanitary (SPS) agreement yang menguraikan disiplin dan batas-batas
tindakan yang perlu dilakukan untuk melindungi kesehatan dan kehidupan
manusia, binatang, dan tumbuhan dari wabah penyakit, dan kontaminan dari
negara asing (Nugroho, 2007). TBT dan SPS agreement ini berlaku untuk produk
pangan, yang di dalamnya termasuk kategorial komoditas dan produk perikanan
(udang). Untuk itulah perlu dideskripsikan kebijakan perdagangan yang
dikeluarkan oleh Uni Eropa yang berpotensi menjadi restriksi perdagangan bagi
ekspor Indonesia, khususnya untuk ekspor komoditas perikanan (udang).
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tentunya ditindaklanjuti oleh
Indonesia yaitu berupa respon kebijakan atau peraturan perdagangan agar tetap
mampu mempertahankan bahkan mengembangkan pasar udang di Uni Eropa.
Performa ekspor Indonesia sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat dari
seberapa besar pengaruh kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap
ekspor komoditas udang Indonesia dengan menggunakan analisis regresi
berganda. Data time series yang telah terkumpul dapat pula meramalkan volume
ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun mendatang.
Peubah-peubah lain yang mempengaruhi performa ekspor udang Indonesia
di Uni Eropa dikelompokkan sebagai cateris paribus. Karena konsep cateris
paribus ini, kerangka pendekatan studi ini dikatakan bersifat parsial (Silalahi,
1994). Selain itu, analisis kebijakan perdagangan juga menggunakan pendekatan
keseimbangan parsial. Artinya, analisis menitikberatkan pada dampak kebijakan
yang ditetapkan pada suatu wilayah pasar tertentu, tanpa secara eksplisit
memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi terhadap pasar lainnya. Krugman dan
Obstfeld (1991) diacu Silalahi (1994) menyatakan bahwa pendekatan
keseimbangan parsial ini cukup memadai dan lebih sederhana dibandingkan
dengan pendekatan keseimbangan yang utuh. Karena dalam banyak kasus,
kebijakan-kebijakan untuk satu sektor dapat dipahami dengan baik tanpa
memerinci dampak kebijakan tersebut kepada bagian-bagian lain dari
perekonomian.
Berdasarkan uraian diatas, hal-hal yang terkait dengan penelitian ini dapat
digambarkan secara sistematis melalui skema pendekatan studi pada Gambar 7.
Ekspor Perikanan Indonesia
Ekspor Komoditas dan Produk
non Udang
Pasar Ekspor Lainnya
Ekspor Komoditas dan
Produk Udang
Pasar Uni Eropa
Hambatan Tarif
• Bea Masuk
• Diskriminasi Tarif
Hambatan Non Tarif
• Standar Mutu Pangan
• Keamanan Pangan
Respon Kebijakan
Perdagangan Indonesia
Performa Ekspor Indonesia
Analisis Regresi
Berganda
Peramalan
• Metode Trend
• Metode Rata-Rata Bergerak
• Metode Pemulusan Eksponensial
Pengaruh
Hambatan Perdagangan Uni Eropa
Terhadap Ekspor Udang Indonesia
Gambar 7. Kerangka Pendekatan Studi
Keterangan : ---------------- : Batasan penelitian
Volume Ekspor Udang
Beberapa Tahun Mendatang
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis data sekunder. Analisis
data sekunder adalah analisis data yang sudah tersedia. Data ini mungkin berasal
dari hasil survei yang belum diperas dengan analisis lanjutan sehingga dapat
menghasilkan sesuatu yang sangat berguna, juga dapat berupa studi perbandingan
dari studi-studi yang telah dilakukan ( Hasan, 2004). Satuan data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data tahunan ekspor udang Indonesia ke
Uni Eropa, kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa terhadap ekspor udang
Indonesia dan regulasi atau peraturan yang dikeluarkan Indonesia terkait dengan
ekspor komoditas perikanan (udang).
4.2
Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan jenisnya, data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan
penelitian berupa text, dan image. Data text adalah data yang berbentuk alfabet
maupun angka numerik dan data image adalah data yang didapatkan melalui
bentuk diagram atau foto yang memberikan informasi secara spesifik mengenai
keadaan tertentu (Fauzi diacu Puashanty, 2001).
Berdasarkan sumbernya, data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa
data sekunder. Data sekunder yang merupakan data text berupa keteranganketerangan mengenai prosedur ekspor, kondisi pasar Uni Eropa, peraturan
perdagangan Uni Eropa, laporan perkembangan ekspor udang Indonesia, regulasi
atau peraturan perdagangan Indonesia, dan data-data lain yang relevan dengan
penelitian ini. Data text berbentuk numerik berupa data berkala selama kurun
waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006. Data-data tersebut diatas diperoleh melalui
informasi dan laporan tertulis dari lembaga atau instansi terkait seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan
Standarisasi Nasional (BSN), Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN),
Food and Agriculture Organization (FAO), World Trade Organization (WTO),
dan EUROSTAT. Selain itu data diperoleh pula dari literatur, berupa skripsi, buku
teks dan internet yang terkait dengan penelitian. Berikut rincian perolehan data
yang diperlukan yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perincian Sumber Data Penelitian
No Data Yang Diperlukan
1
Total Ekspor dan Impor Uni Eropa
2
Total Ekspor dan Impor Perikanan Uni Eropa
3
Total Ekspor dan Impor Udang Uni Eropa
4
Total Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa
5
Kebijakan Perdagangan Uni Eropa yang terkait
dengan perikanan
6
Kebijakan Indonesia yang terkait dengan
ekspor Perikanan Indonesia
7
Prosedur umum ekspor perikanan
4.3
Sumber Data
WTO
FAO
FAO
DKP, Depdag /BPEN
DKP, Komisi Eropa
DKP, BSN
DKP
Metode Pengolahan dan Analisis Data
4.3.1 Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Deskriptif
artinya melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Metode deskriptif
bertujuan untuk :
1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,
2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang
berlaku,
3. Membuat perbandingan atau evaluasi,
4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang
sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
Metode deskriptif ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta
atau karakteritik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang
secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis),
tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi.
Metode deskriptif pada hakekatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori.
Metode ini menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah.
Analisis deskriptif digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa
pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988).
Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan
kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa, kebijakan perdagangan Indonesia
dan pengaruhnya terhadap ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, maupun
penjelasan atau narasi singkat atas tabulasi dan tampilan grafik.
4.3.2 Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif yang digunakan yaitu:
(1) Analisis regresi berganda terhadap data yang tersedia untuk mengetahui
performa ekspor komoditas udang Indonesia di pasar Uni Eropa dengan
adanya hambatan perdagangan.
(2) Metode peramalan berupa trend linier, trend kuadratik, trend eksponensial,
rata-rata bergerak ganda, dan pemulusan eksponensial linier Holt untuk
menduga volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa
tahun mendatang dengan menggunakan data tahun-tahun sebelumnya.
Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh menggunakan
software microsoft Excel, Minitab 14, dan SPPS 15. Pemilihan program tersebut
berdasarkan alasan bahwa program tersebut telah banyak dikenal dan output yang
disajikan lebih lengkap.
4.3.2.1 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel,
variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain yang menjelaskan
(explanatory variables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai ratarata hitung atau rata-rata variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang
diketahui atau tetap variabel yang menjelaskan. Analisis ini dilakukan untuk
memperkirakan sejauh mana pengaruh kebijakan hambatan perdagangan Uni
Eropa terhadap ekspor udang Indonesia. Model yang digunakan adalah model
regresi berganda yaitu model Variabel Dummy menggunakan persamaan :
Qt = α0 + α 1Dt+ α 2Tt+ α 3Qt-n + e .................................................................. (1)
dimana : Qt = Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode t dalam ton
Dt = Dummy Kebijakan Non Tarif
1 = setelah adanya kebijakan oleh Uni Eropa
0 = sebelum adanya kebijakan oleh Uni Eropa
Tt = Nilai tarif pada periode t dalam persen (Kebijakan Tarif)
Qt-n= Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa periode t-n dalam
ton
t = Periode (tahun)
n = lag periode (2 tahun)
Keterangan : α0 = intercept
αi = parameter yang diduga (i = 1,2,3)
e = error
Apabila model linier di atas tidak memenuhi persyaratan suatu model
linier yang dapat digunakan, maka ada berbagai model yang merupakan hasil
transformasi dari suatu model tidak linier menjadi model linier. Di antaranya
adalah dengan model semi log dan model log-log atau model double log. Pada
model semi log transformasi dilakukan terhadap variabel penjelas saja atau
variabel bebas saja. Persamaan yang didapat nantinya adalah :
ln Qt = α 0 + α1 Dt + α 2Tt + α 3Qt −n + e .............................................. (2)
atau
Qt = α 0 + α 1 Dt + α 2 ln Tt + α 3 ln Qt −n + e ......................................... (3)
Model log-log atau model double log terbentuk melalui transformasi logaritma
dari model tidak linier sehingga didapat model yang linier (Nachrowi, 2006).
Transformasi model di atas ke dalam bentuk logaritma, akan menghasilkan model
sebagai berikut :
ln Qt = α 0 + α1 Dt + α 2 ln Tt + α 3 ln Qt − n + e ..................................... (4)
Dari bentuk persamaan di atas dapat terlihat bahwa model yang baru
didefinisikan tersebut tidak ubahnya seperti model regresi linier dengan variabel
dan parameter yang berbentuk linier. Model double log dan semi log merupakan
bentuk fungsional regresi yang sangat populer, di samping itu, kedua model
tersebut juga berguna untuk mengatasi permasalahan pembentukan regresi,
terutama regresi berganda, yang tidak memenuhi asumsi (Nachrowi, 2006).
Nilai elasitisitas dari model dugaan regresi untuk variabel dummy non tarif
didapatkan dari persamaan: η =
η=
dQt Dt
x
, variabel tarif dengan persamaan:
dDt Qt
dQt Tt
dQt Qt − 2
x
, dan lag ekspor (t-2) dengan persamaan: η =
x
, dimana
dTt Qt
dQt − 2 Qt
η menunjukkan nilai elastisitas.
4.3.2.2 Evaluasi Model Dugaan Persamaan Regresi
Evaluasi model dugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang
diperoleh telah terpenuhi secara teori dan statistik. Untuk itu digunakan kriteria
ekonomi, statistik, dan ekonometrika (Koutsoyiannis, 1978).
4.3.2.2.1 Kriteria ekonomi
Kriteria ekonomi yang ada diuji berdasarkan teori ekonomi. Hipotesis yang
dikembangkan terkait dengan hambatan perdagangan adalah sebagai berikut:
α1 < 0 : Dikeluarkannya kebijakan perdagangan yang bersifat non tarif oleh Uni
Eropa, maka semakin besar kemungkinan menurunnya volume ekspor
udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris paribus.
α2 < 0 : Semakin tinggi tarif yang diberlakukan Uni Eropa, maka semakin besar
kemungkinan menurunnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa,
cateris paribus.
α3 > 0 : Semakin besar lag ekspor, maka semakin besar kemungkinan
meningkatnya volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa, cateris
paribus.
4.3.2.2.2 Kriteria statistik
Model terbaik menurut Santoso (2000) yang dipilih dalam membahas
permasalahan ini terdiri dari koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2
adjusted), pengujian parameter secara serentak (Fhitung), pengujian parameter
secara tunggal (thitung), kesesuaian tanda dan besar parameter regresi. Pengujian
parameter regresi dilakukan secara serentak dan tunggal dengan menggunakan α =
5% pada selang kepercayaan 95%.
1) Pengujian secara tunggal
Pengujian secara tunggal dilakukan untuk mengetahui apakah secara
terpisah Dt, Xt, dan Yt-n berpengaruh nyata terhadap volume ekspor udang
Indonesia. Pengujian secara tunggal dilakukan dengan uji-t yaitu dengan
membandingkan thitung dengan ttabel.
t=
b1
SÌ‚1
.......................................................................................................... (5)
Pengambilan keputusan :
H0 : koefisien regresi tidak signifikan
H1 : koefisien regresi signifikan
Jika : thitung < ttabel maka H0 diterima, Dt, Xt, dan Yt-n tidak berpengaruh nyata
terhadap Yt.
thitung > ttabel maka tolak H0, H1 diterima; Dt, Xt, dan Yt-n berpengaruh nyata
terhadap Yt.
Taraf kepercayaan didapatkan juga dari nilai t signifikannya (α) yaitu (100-
α) dikalikan 100%.
2) Pengujian secara serentak
Pengujian secara serentak dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (Y).
Pengujian dilakukan dengan uji-F yaitu dengan membandingkan antara Fhitung
dengan Ftabel.
F=
R 2 / (k − 1)
1 − R 2 / (N − k )
(
)
............................................................................... (6)
Pengambilan keputusan :
H0 : α1 = α2 = α3 = 0
H1 : paling sedikit salah satu αi ≠ 0
Jika : Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, semua variabel bebas secara bersama-sama
tidak berpengaruh nyata terhadap Yt.
Fhitung > Ftabel maka tolak H0, H1 diterima; semua variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap Yt.
4.3.2.2.3 Kriteria ekonometrika
Uji asumsi yang perlu diterapkan untuk mengetahui model tersebut baik
atau tidak digunakan harus sesuai dengan kriteria ekonometrika, yaitu sebagai
berikut:
1) Asumsi Normalitas
Model asumsi kenormalan menyatakan bahwa variabel yang
didistribusikan tidak hanya tak berkorelasi tetapi juga didistribusikan secara
normal (Gujarati, 1978).
Cara mendeteksi normalitas menurut Santoso (2000) adalah dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar
pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2) Asumsi Homoskedastisitas
Satu asumsi penting dari model regresi adalah homoskedastik (Gujarati,
1978). Namun, mungkin terdapat heteroskedastik dalam model regresi. Salah satu
cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas yaitu dengan menguji dari
kuadrat residual yang ditaksir ei apakah menunjukkan pola yang sistematis.
Scatterplot menurut Santoso (2000) digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya pola tertentu dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan
sumbu Y adalah residual (Yprediksi – Y residual) yang telah di-studentized,
dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut :
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada membentuk suatu
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka telah terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Jika model telah bebas heteroskedastisitas atau homoskedastisitas, maka
model layak digunakan untuk memprediksi volume ekspor udang Indonesia ke
Uni Eropa.
3) Asumsi Multikolinearitas
Dalam model regresi linear yang mencakup lebih dari dua peubah bebas
dan menggunakan data berkala sering dijumpai adanya kolinearitas ganda
(multicolinearity). Kolinearitas seringkali diduga terjadi ketika R2 tinggi dan r2
satu pun atau sangat sedikit koefisien regresi parsial yang secara individual
penting secara statistik atas dasar pengujian t yang konvensional (Gujarati, 1978).
Cara mendeteksi multikolinearitas menurut Santoso (2000) adalah sebagai
berikut :
a) Besaran VIF (Variance inflation factor) dan Tolerance. Pedoman suatu
regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF di
sekitar angka 1 dan angka toleransi mendekati 1. Cara mendapatkan
besaran VIF adalah 1/Tolerance.
b) Besaran korelasi antar variabel independent. Pedoman suatu model regresi
yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel
independent harus lemah (dibawah 0,5). Jika korelasi kuat maka terjadi
multikolinearitas.
4) Asumsi Autokorelasi
Dalam data time series, sering juga dijumpai adanya persoalan
autokorelasi yang mempunyai konsekuensi yang cukup serius (Gujarati, 1978).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain dengan
uji d Durbin-Watson, pengujian ini menggunakan rumus:
t=N
∑ (e - e
t
d=
t =2
t=N
∑e
t
t -1
)2
........................................................................... (7)
2
t =1
Mekanisme test Durbin-Watson adalah sebagai berikut, dengan mengasumsikan
bahwa asumsi yang mendasari tes dipenuhi:
1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual ei.
2. Hitung d dari persamaan (4).
3. Untuk ukuran sampel tertentu dan banyaknya variabel yang menjelaskan
tertentu, dapatkan nilai kritis dL dan du.
4. Jika hipotesis nol H0 adalah bahwa tidak ada korelasi positif, maka jika
d < dL: tolak H0
d > du: terima H0
dL ≤ d ≤ du: pengujian tidak meyakinkan.
5. Jika hipotesis nol H0 adalah bahwa tidak ada korelasi negatif, maka jika
d > 4 – dL: tolak H0
d < 4 – du: terima H0
4 – du ≤ d ≤ 4 -dL: pengujian tidak meyakinkan
Autokorelasi menurut Santoso (2002), yaitu dengan menggunakan uji
Durbin-Watson yang diambil patokannya secara umum sebagai berikut :
1. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
3. Angka D-W +2 berarti ada autokorelasi negatif
4.3.2.2 Peramalan (Forecasting).
Metode peramalan yang akan digunakan adalah metode yang
menggunakan analisa deret waktu (time series), yang terdiri dari beberapa tahap
yaitu identifikasi pola data, memilih metode peramalan, dan pemilihan metode
peramalan terakurat. Metode peramalan terakurat yang didapatkan digunakan
untuk memprediksi volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa beberapa tahun
mendatang.
4.3.2.2.1 Identifikasi Pola Data
Tahap pertama peramalan dalam mengolah data adalah menyajikan serial
data dari nilai ekspor udang dalam plot nilai terhadap waktu. Hasil yang akan
didapatkan dari identifikasi pola data adalah bentuk pola data yang akan
disesuaikan dengan metode peramalan yang akan dilakukan. Pola yang dapat
terbentuk meliputi pola : (1) Pola stasioner; (2) Pola musiman; (3) Pola siklik; (4)
Pola trend.
Pola data volume ekspor udang yang didapatkan berasal dari plot data
volume ekspor udang dan plot autokorelasinya. Pola yang didapatkan kemudian
diidentifikasikan dengan analisa visual terhadap grafik ekspor udang dari periode
ke periode.
4.3.2.2.2 Metode Trend
Metode Trend yang akan digunakan adalah teknik linier, kuadratik, dan
pertumbuhan eksponensial. Persamaan-persamaannya adalah sebagai berikut:
1. Trend Linier
: Ft= a + bt ................................................................ (8)
nilai a dan b dapat diperoleh dalam persamaan:
a=
∑ Yi − b ∑ Xi
n
n
2. Trend Kuadratik
,b=
n∑ XiYi − ∑ Xi ∑ Yi
n∑ Xi 2 − (∑ Xi) 2
: Ft= a + b1t + b2t2 ..................................................... (9)
3. Trend Eksponensial : Ln Ft+1 = a + bt ....................................................... (10)
Dimana : Ft
a
b
= volume ramalan udang pada periode t
= intersep
= slope kenaikan atau penurunan
4.3.2.2.3 Metode Rata-Rata Bergerak Ganda (Moving Average/MA)
Hasil peramalan dengan rata-rata bergerak ganda diperoleh dengan
melakukan pengrata-rataan bergerak sebanyak dua kali dengan ketentuan:
a. n pada MA yang pertama sama dengan n pada MA yang kedua,
b. lambang MA diganti dengan St untuk MA pertama dan St” untuk MA kedua,
c. hasil yang diramalkan pada St’ditambah dengan at dan bt untuk menghasilkan
St”.
Persamaannya-persamaannya adalah sebagai berikut:
St’
= (Yt + Yt-1 + Yt-2 + .... + Yt-n+1)/n ; hasil penghalusan pertama
St”
= (St’ + St-1’ + St-2’ + ... + St-n+1)/n ; hasil penghalusan kedua
at
= (2St’) – St”
bt
= 2(St’ – St”)/ (n-1)
Ft+m = at + bt (m); volume ramalan udang pada periode t+m .......................... (11)
n
m
= banyaknya periode yang digerakkan
= 1 untuk periode 1 sampai dengan 15, 2 untuk periode 16, dan seterusnya.
4.3.2.2.4 Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt
Pada metode ini komponen trend dihaluskan secara terpisah dengan
menggunakan parameter yang berbeda. Persamaan-persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Ft+m = St + bt (m) ........................................................................................... (12)
M
= 1 untuk t = 1 s.d t = 15
St
= αYt + (1-α)(St-1 + bt-1); S1 = Y1
bt
= γ(St – St-1) + (1- γ)bt-1, b1 = Y2-Y1
α
= 0,1 dan γ = 0,2
Teknik ini cukup fleksibel dikarenakan trendnya dapat dihaluskan dengan
menggunakan bobot yang berbeda. Namun demikian, kedua parameternya perlu
dioptimalkan sehingga pencarian kombinasi terbaik parameter tersebut lebih rumit
daripada hanya menggunakan satu parameter.
4.3.2.2.5 Pemilihan Metode Peramalan Terakurat
Tahap terakhir peramalan ekspor udang ini adalah membandingkan
beberapa metode yang telah diterapkan agar dapat menentukan salah satu metode
yang baik. Menurut Makridakis et al (1999), faktor yang harus diperhatikan
dalam membandingkan metode peramalan ini adalah forecasting power dari
metode tersebut yaitu dengan menguji nilai kesalahannya. Rumus nilai kesalahan
peramalan pada periode ke-t adalah:
et = At –Ft .................................................................................................... (13)
Dimana : et = nilai kesalahan peramalan (error) pada periode ke-t
At = nilai aktual pada periode ke-t
Ft = nilai ramalan pada periode ke-t
Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah nilai Mean Square Error
(MSE). Pendekatan ini membebankan kesalahan peramalan yang besar, karena
errornya dikuadratkan (Hanke dan Reitsch, 2001). Metode peramalan yang
memiliki nilai MSE paling kecil, mengandung pengertian bahwa semakin kecil
nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati
nilai aktualnya (Makridakis et al, 1999).
 n

Nilai MSE dirumuskan: MSE =  ∑ et 2  / n ................................................ (14)
 i =1

Akurasi peramalan yang lain adalah root mean standar error (RMSE).
Nilai RMSE diperoleh dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini
memberikan nilai error yang relatif lebih kecil karena merupakan hasil
pengakaran dari MSE, RMSE dirumuskan (Hanke dan Reitsch, 2001):
RMSE =
4.4
MSE ........................................................................................... (15)
Batasan dan Konsep Penelitian
1. Perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor
adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri
namun dijual di luar negeri. Salah satu komoditas perdagangan adalah
komoditas perikanan. Udang merupakan komoditas unggulan ekspor
perikanan Indonesia. Variabel yang digunakan adalah dalam volume atau
nilai.
2. Salah satu pasar produktif bagi ekspor komoditas udang Indonesia adalah
pasar Uni Eropa. Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa terus
berkembang. Data perdagangan yang digunakan untuk analisis pasar Uni
Eropa yaitu 12 negara (1992-1994), 15 negara (1995-2004), dan 25 negara
(2004-2006).
3. Hambatan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa berupa hambatan tarif
dan non tarif yang saat ini banyak diperbincangkan juga dalam perdagangan
global.
4. Hambatan tarif yang seringkali mempengaruhi perkembangan ekspor yaitu
bea masuk dan diskriminasi tarif.
5. Hambatan non tarif dalam hal standar mutu dan keamanan pangan.
6. Analisis deskriptif berupa penjelasan atas tampilan tabulasi atau grafik untuk
memaparkan kebijakan hambatan perdagangan Uni Eropa dan kebijakan
perdagangan Indonesia.
7. Analisis regresi berganda menggunakan variabel dummy untuk mengukur
pengaruh hambatan perdagangan terhadap ekspor udang Indonesia.
8. Peramalan digunakan untuk menduga volume atau nilai ekspor udang
Indonesia ke Uni Eropa lima tahun mendatang. Metode yang digunakan yaitu
metode trend, metode rata-rata bergerak ganda, dan metode pemulusan
eksponensial linier Holt.
9. Penelitian ini dibatasi pada pendeskripsian kebijakan Uni Eropa yang menjadi
hambatan perdagangan bagi Indonesia serta pengaruhnya terhadap ekspor
Indonesia. Selain itu dideskripsikan pula kebijakan perdagangan Indonesia
yang terkait dengan ekspor perikanan dalam penyesuaian terhadap permintaan
pasar. Pendugaan volume atau nilai ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa
beberapa tahun mendatang juga ditampilkan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Pasar Uni Eropa
Uni Eropa (UE-27) merupakan blok sukarela dan damai terbesar di dunia,
dengan jumlah 492 juta warga negara yang terdapat di dalamnya. Awal
terbentuknya UE dirintis oleh enam negara hingga tahun 2007 terus berkembang
menjadi 27 negara. Dalam perdagangan internasional, UE memainkan peranan
yang sangat penting dikarenakan posisinya yaitu urutan pertama sebagai importir
dan urutan kedua sebagai eksportir pada tahun 2006 (Directorate General Trade
of European Union, 2007). Peningkatan ekspor dan impor yang terjadi pada Uni
Eropa tentunya berjalan beriringan dengan peningkatan jumlah negara anggota
Uni Eropa dari UE-6, UE-12, UE-15, UE-25 hingga UE-27 pada tahun 2007.
Selain itu, peran Uni Eropa sebagai penggerak ataupun pencetus perjanjianperjanjian (agreement) World Trade Organization (WTO) menjadikannya pasar
yang kuat. Adanya harmonisasi peraturan perdagangan internasional diantara
negara-negara anggota Uni Eropa menjadikan Uni Eropa sebagai pasar tunggal
yang sangat potensial untuk dimasuki jika negara eksportir mampu memenuhi
persyaratan impor yang dilakukan ataupun menjadikan Uni Eropa sebagai pasar
yang sangat sulit dimasuki karena kemampuan negara eksportir yang masih
lemah.
5.1.1 Pasar Merchandise Uni Eropa
Uni Eropa merupakan pasar potensial dalam perdagangan internasional
baik itu sebagai eksportir maupun importir. Pangsa ekspornya di dunia sebesar
16,2% dengan nilai € 1.661,1 miliar dan sebesar 18% untuk pangsa impor dengan
nilai € 1350,5 miliar pada tahun 2006 (Directorate General Trade of European
Union, 2007). Perkembangan ekspor dan impor UE untuk merchandise selama 15
tahun dapat dilihat pada Tabel 4. Ekspor UE meningkat dari US$ 1.584 miliar
pada tahun 1992 menjadi US$ 4.543 miliar pada tahun 2006. Impor UE jauh lebih
drastis peningkatannya yaitu sebesar US$ 1.654 miliar pada tahun 1992 menjadi
US$ 4.759 miliar pada tahun 2006. Peningkatan ekspor paling besar terjadi pada
tahun 1995 sebesar 22,35% dibanding tahun sebelumnya dan peningkatan impor
yang terjadi pada periode yang sama sebesar 21,31%. Apabila dilihat dari neraca
perdagangannya tampak bahwa posisi UE selama kurun waktu lima tahun ini
lebih berpotensi sebagai importir. Selisih ekspor-impornya terus bertambah dari
US$ 28, 29 miliar pada tahun 2002 hingga mencapai angka US$ 215,69 miliar
pada tahun 2006.
Tabel 4. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006
Tahun
Ekspor (juta
US$)
Perkembangan
Ekspor (%)
Impor
(juta US$)
Perkembangan
Impor (%)
1.654.045
Neraca
Perdagangan
(juta US$)
-69.770
1992
1.584.275
1993
1.488.885
-6,02
1.487.610
-10,06
1.275
1994
1.702.895
14,37
1.690.635
13,65
12.260
1995
2.083.745
22,36
2.050.935
21,31
32.810
1996
2.154.900
3,41
2.101.330
2,46
53.570
1997
2.140.890
-0,65
2.089.635
-0,56
51.255
1998
2.233.600
4,33
2.212.010
5,86
21.590
1999
2.344.500
4,97
2.403.180
8,64
-58.680
2000
2.437.360
3,96
2.560.180
6,53
-122.820
2001
2.453.110
0,65
2.526.740
-1,31
-73.630
2002
2.617.985
6,72
2.646.280
4,73
-28.295
2003
3.123.730
19,32
3.179.335
20,14
-55.605
2004
3.728.925
19,37
3.807.415
19,76
-78.490
2005
4.026.690
7,99
4.166.150
9,42
-139.460
14,24
-215.695
2006
4.543.760
12,84
4.759.455
Sumber: WTO, 1992-2006
Keterangan : * nilai US$ yang berlaku pada saat itu (current price)
Nilai (juta US$)
5.000.000
4.500.000
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Ekspor Total EU ke Dunia
Im por Total EU dari Dunia
Gambar 8. Total Nilai Ekspor-Impor Merchandise Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006
Nilai ekspor
dan impor UE yang diperlihatkan pada Gambar 8 mulai
mengalami peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2003 dibanding tahun
sebelumnya dengan melihat selisih volume impor atau impor. Hal ini diduga
terkait dengan dikeluarkannya mata uang tunggal Uni Eropa yaitu Euro pada
tanggal 1 Januari 2002. Dalam pasar valuta asing (valas), Euro mempunyai posisi
bersaing dengan Yen dan Dolar AS. Dampak dengan dikeluarkannya Euro,
pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diasumsikan menjadi lebih stabil dikarenakan
transaksi perdagangan berjalan dengan lebih baik.
Negara-negara yang menjadi partner utama perdagangan Uni Eropa
(ekspor dan impor) selama kurun waktu 2002 hingga 2006 dapat dilihat pada
Tabel 5, yaitu Amerika Serikat, Cina, Rusia, Switzerland, dan Jepang.
Tabel 5. Urutan Peringkat Negara Partner Perdagangan Uni Eropa
Tahun 2002-2006
Negara Partner
2002
2003
2004
2005
Perdagangan
USA
1
1
1
1
China
3
2
2
2
Russia
5
5
4
3
Switzerland
2
3
3
4
Japan
4
4
5
5
2006
1
2
3
4
5
Sumber: Directorate General Trade of European Union, 2008.
Pangsa nilai produk ekspor UE-25 menurut penggolongan SITC pada
tahun 2006 yaitu mesin dan alat transportasi (44,1%), bahan kimia dan sejenisnya
(16%), barang-barang pabrik (14,5%), bahan mineral, pelumas, dan bahan-bahan
material (4,2%), pangan dan hewan hidup (3,4%). Sedangkan besarnya pangsa
yang menjadi produk impor UE-25 yaitu mesin dan alat transportasi (29,8%),
bahan mineral, pelumas, dan bahan-bahan material (24,7%), Bahan kimia dan
sejenisnya (8%), pangan dan hewan hidup (4,5%).
Penggolongan produk menurut SITC hasil revisi terbagi atas: (1) Produk
primer yaitu produk agrikultur dan energi dan (2) Produk manufaktur yaitu mesin,
alat transportasi, bahan kimia, serta tekstil dan pakaian. Kategori produk yang
menjadi komoditi ekspor utama yaitu dari produk manufaktur dengan pangsa
terbesar yaitu mesin (28,9%) dari total ekspor UE dan komoditi impor utama dari
produk primer yaitu produk agrikultur dengan pangsa terbesar 24,7% dari total
impor UE. Uni Eropa merupakan importir terbesar untuk produk agrikultur yang
berasal dari negara-negara berkembang. Oleh sebab itu, untuk melakukan
ekspansi pasar maka Uni Eropa menjadi penggerak utama terlaksananya Doha
Development Agenda (DDA) yang dikeluarkan WTO pada Bulan November
2002. Produk-produk agrikultur yang dimaksud berupa: pangan dan hewan hidup
termasuk ikan; minuman dan tembakau; kulit; bahan mentah; bibit minyak dan
minyak tumbuhan; karet alami; gabus dan kayu; sutera; kapas; ramidan serabut
kulit pohon untuk tekstil; serabut tanaman untuk tekstil; wool; serta lemak minyak
tumbuhan dan hewan mentah. Kontribusi impor ikan, krustasea, dan moluska
dalam impor produk agrikultur oleh UE-25 dari tahun 2002 hingga 2006 secara
berurutan sebesar 21,37%, 21,60%, 20,70%, 21,85%, dan 23,36%.
Dalam perdagangan bilateral dengan Indonesia, ekspor Uni Eropa ke
Indonesia mencapai peringkat 34 dan peringkat 32 untuk impornya pada tahun
2006. Pangsa ekspor dan impor Uni Eropa dengan Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 9 dan 10.
45,00
40,00
35,00
30,00
%
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
2002
2004
2006
Tahun
Produk Agrikultur
Energi
Mesin
Alat Transportasi
Bahan Kimia
Tekstil dan Pakaian
Sumber : Eurostat, 2008.
Gambar 9. Pangsa Produk Ekspor Uni Eropa ke Indonesia Tahun 2002-2006.
Dominasi impor Indonesia berupa mesin-mesin dikarenakan tingkat
teknologi negara-negara anggota UE sudah lebih maju dalam menciptakan inovasi
teknologi. Sedangkan Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah
merupakan pasar yang tepat bagi Uni Eropa mendapatkan kebutuhan akan
produk-produk agrikultur. Sesuai dengan teori perdagangan internasional bahwa
masing-masing negara akan melakukan spesialisasi yang disesuaikan dengan
kondisi negara dan kebutuhannya hingga akhirnya terjadi transaksi perdagangan.
25,00
20,00
15,00
%
10,00
5,00
0,00
2002
2004
2006
Tahun
Produk Agrikultur
Energi
Mesin
Alat Transportasi
Bahan Kimia
Tekstil dan Pakaian
Sumber: Eurostat, 2008
Gambar 10. Pangsa Produk Impor Uni Eropa dari Indonesia Tahun 2002-2006.
5.1.2. Pasar Komoditas Perikanan Uni Eropa
Pangsa nilai ekspor perikanan Uni Eropa sebesar 0.048% dari total ekspor
UE dan memiliki pangsa nilai impor sebesar 0,79% terhadap total impor pada
tahun 2006. Dilihat dari sisi volume, ekpor perikanan Uni Eropa meningkat dari
3.928.961 ton pada tahun 1992 menjadi 6.944.184 ton pada tahun 2006 dan
impornya sebesar 6.190.289 ton pada tahun 1992 juga meningkat hingga
10.394.573 ton pada tahun 2006 . Jadi, Uni Eropa memiliki kecenderungan lebih
banyak mengimpor produk perikanan, sesuai dengan yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa komoditas impor utama yaitu produk pertanian yang
didalamnya termasuk komoditas perikanan. Bahkan, UE merupakan importir
terbesar produk ikan, pangan laut, dan budidaya di dunia. Peraturan impor untuk
produk perikanan diharmonisasikan yang artinya peraturan yang sama berlaku di
semua negara-negara Uni Eropa (DG Sanco, 2007). Pada Tabel 6 ditampilkan
perkembangan volume ekspor-impor perikanan UE dengan dunia. Adapun yang
menjadi produk perikanan yang paling banyak diimpor menurut kode HS 03 dan
16 berupa daging/fillet ikan beku sebesar US$14 miliar, krustasea (udang, lobster,
dan kepiting) sebesar US$ 4 milyar, dan udang yang siap disajikan sebesar US$
600 juta pada tahun 2005 dengan total impor produk perikanan keseluruhan pada
saat itu lebih besar dari US$17 miliar (Direktorat Pemasaran Luar Negeri, 2007).
Tabel 6. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia Tahun
1992-2006
Tahun
Ekspor
(ton)
Perkembangan
Ekspor (%)
Impor
(ton)
Perkembangan
Impor (%)
1992
3.928.961
1993
4.178.431
6,35
6.285.278
1,53
-2.106.847
1994
4.547.287
8,83
7.383.543
17,47
-2.836.256
1995
4.889.933
7,54
7.404.068
0,28
-2.514.135
1996
5.190.709
6,15
7.383.995
-0,27
-2.193.286
1997
5.401.623
4,06
7.704.812
4,34
-2.303.189
1998
5.419.972
0,34
7.863.715
2,06
-2.443.743
1999
5.585.756
3,06
8.139.252
3,50
-2.553.496
2000
5.755.640
3,04
8.426.784
3,53
-2.671.144
2001
5.986.616
4,01
8.780.517
4,20
-2.793.901
2002
5.790.559
-3,27
8.671.752
-1,24
-2.881.193
2003
6.056.700
4,60
9.273.042
6,93
-3.216.342
2004
6.876.593
13,54
9.728.793
4,91
-2.852.200
2005
6.953.105
1,11
10.057.761
3,38
-3.104.656
2006
6.944.184
-0,13 10.394.573
Sumber: FAO, Fishstat (diolah), 1992-2006.
3,35
-3.450.389
6.190.289
Neraca
Perdagangan (ton)
-2.261.328
12.000.000
Volume (ton)
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Ekspor Perikanan UE ke Dunia
Impor Perikanan UE dari Dunia
Gambar 11. Total Volume Ekspor-Impor Perikanan Uni Eropa dengan Dunia
Tahun 1992-2006.
Apabila diperhatikan pada Gambar 11 terlihat bahwa kecenderungan
ekspor maupun impor perikanan Uni Eropa meningkat. Peningkatan ekspor yang
cukup besar terjadi pada tahun 2003 dan impor pada tahun 1993 dibanding dengan
tahun sebelumnya.
5.1.3 Pasar Komoditas Udang Uni Eropa
Komoditas udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang
diminati di Uni Eropa. Berdasarkan Tabel 6 dan 7 dapat dihitung pangsa impor
komoditas udang terhadap impor komoditas perikanan sebesar 6,26 % pada tahun
1992 dan meningkat hingga 8,053 % pada tahun 2006 berdasarkan volumenya.
Volume ekspor udang Uni Eropa pada tahun 1992 sebesar 146.074 ton menjadi
396.278 ton pada tahun 2006. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada volume
impornya yaitu pada tahun 1992 sebesar 387.552 ton menjadi 837.159 ton pada
tahun 2006.
Tabel 7. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan
Dunia Tahun 1992-2006
Ekspor
Perkembangan
Impor
(ton)
Ekspor (%)
(ton)
1992 146.074
387.552
1993 149.378
2,26 386.395
1994 161.556
8,15 432.847
1995 148.866
-7,85 419.008
1996 177.599
19,30 447.632
1997 202.110
13,80 439.885
1998 202.157
0,02 500.668
1999 214.842
6,27 490.997
2000 257.714
19,96 542.570
2001 241.248
-6,39 580.616
2002 277.418
14,99 607.464
2003 308.885
11,34 703.018
2004 359.324
16,33 731.237
2005 368.782
2,63 776.606
2006 396.728
7,58 837.150
Sumber: FAO, Fishtat (diolah), 1992-2006.
Tahun
Perkembangan
Impor (%)
-0,30
12,02
-3,20
6,83
-1,73
13,82
-1,93
10,50
7,01
4,62
15,73
4,01
6,20
7,80
Neraca Perdagangan
(ton)
-241.478
-237.017
-271.291
-270.142
-270.033
-237.775
-298.511
-276.155
-284.856
-339.368
-330.046
-394.133
-371.913
-407.824
-440.422
Grafik perkembangan volume ekspor impor udang Uni Eropa dapat dilihat
pada Gambar 12. Uni Eropa merupakan net importir untuk komoditas udang, hal
ini terlihat dari volume impor yang lebih besar dari volume ekspornya. Volume
ekspor udang Uni Eropa memiliki kecenderungan meningkat yaitu pada tahun
1992 sebesar 146.074 ton menjadi 396.278 ton. Peningkatan yang lebih besar
terjadi pada volume impornya yaitu pada tahun 1992 sebesar 387.552 ton menjadi
837.159 ton pada tahun 2006.
900.000
800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
0
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Ekspor Udang UE ke Dunia
Impor Udang UE dari Dunia
Gambar 12. Total Volume Ekspor-Impor Komoditas Udang Uni Eropa dengan
Dunia Tahun 1992-2006.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa UE merupakan net importer untuk
komoditas udang, bahkan termasuk salah satu importir utama udang di dunia.
Negara-negara lain yang juga merupakan importir utama untuk komoditas udang
yaitu Amerika Serikat, dan Jepang.
Sumber: Globefish, 2007.
Gambar 13. Negara Importir Utama Udang di Dunia
Gambar 13 memperlihatkan adanya penurunan volume impor udang dari
Jepang dan Amerika Serikat (USA) dan peningkatan volume impor udang dari
Uni Eropa (UE). Selama periode Januari-September 2007 impor meningkat
dibandingkan pada periode yang sama pada tahun sebelumnya, kenaikannya
mencapai hingga 4%. Hal ini terjadi karena eksportir untuk tujuan ekspor USA
yaitu Thailand, Indonesia, dan Ekuador mengalami kesulitan untuk mengekspor
dengan adanya depresiasi dolar, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan tarif
anti-dumping. Kondisi ini menyebabkan ketiga negara tersebut mengalihkan
perhatiannya pada pasar Uni Eropa serta adanya faktor ekspansi pasar dari Uni
Eropa.
Negara anggota Uni Eropa yang meupakan importir utama udang yaitu
Spanyol, Perancis, Inggris, Italia, dan Jerman. Perkembangan volume impor
udang selama Tahun 2004 -2007 periode September hingga Januari pada kelima
negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.
Sumber: Globefish, 2007.
Gambar 14. Negara Impotir Udang Utama di Uni Eropa Periode JanuariSeptember 2004 hingga 2007
Spanyol merupakan negara anggota Uni Eropa yang memiliki pangsa
pasar paling besar yang mengalami peningkatan volume impor sebesar 6%, begitu
pula dengan Perancis, Italia, dan Jerman yang volume impornya meningkat secara
berurutan sebesar 4%, 3%, dan 3%, sedangkan Inggris menurun sebesar 3%
selama periode Januari-Spetember 2004 hingga 2007.
Negara-negara eksportir utama ke Uni Eropa yaitu Thailand dengan tujuan
ekspor utama Jerman dan Inggris. Kemudian negara yang semakin kuat posisinya
sebagai eksportir udang ke Italia (supplier utama), Perancis, dan Spanyol yaitu
Ekuador. Indonesia menemukan peluang pasar di Inggris. China berusaha
memperoleh pasar di Spanyol. Argentina merupakan supplier utama di Spanyol
dengan komoditi unggulannya Pleoticus muelleri dan juga mengekspor ke pasar
Italia. India yang mulai kehilangan posisi di Inggris dikarenakan komoditas
unggulannya Black Tiger mulai tersingkir dengan meningkatnya permintaan akan
Penaeus vannamei mulai merambah pasar Perancis. Brasil mengambil alih posisi
Ekuador sebagai supplier utama di Perancis pada Tahun 2007 periode JanuariSeptember.
Negara pesaing Indonesia untuk ekspor udang ke Inggris yaitu Islandia,
India, Denmark, Thailand, Bagladesh, Ekuador, Perancis, Malaysia, Norwegia,
dan Kanada selama periode Januari-Juni tahun 2004 hingga 2007. Islandia
merupakan eksportir utama udang olahan dan kemasan ke Uni Eropa selama
periode tersebut. Pangsa volume ekspor udang Indonesia ke Italy sebesar 2%
bersaing dengan negara eksportir utama lainnya yaitu Ekuador (31%), Argentina
(13%), Spanyol (9%), India (8%), China (7%), Malaysia (5%), Denmark (5%),
Inggris (4%), Tunisia (3%), Belanda (3%),, Venezuela (2%), dan Vietnam (2%)
selama periode Juni 2007 (Globefish, 2007).
5.2. Perkembangan Ekspor Komoditas Udang Indonesia
5.2.1 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang secara Umum
Indonesia merupakan salah satu negara eksportir udang utama di dunia.
Gambar 15 menunjukkan Indonesia dalam kategori eksportir utama udang selain
Thailand, India, Ekuador, Denmark, dan China pada tahun 2004. Indonesia masih
lebih banyak mengekspor udang beku ataupun segar dibandingkan dalam bentuk
kemasan.
Sumber : Globefish, 2004.
Gambar 15. Negara Eksportir Utama Udang di Dunia pada Tahun 2004
Nilai ekspor udang beku Indonesia selama periode 1996-2005 meningkat
dengan rata-rata sebesar 0,04%/tahun, India sebesar 2,36%/tahun, China
9,77%/tahun, dan Mexico -1,22%/tahun. Sementara itu, Thailand mengalami
penurunan sebesar -2,97%/tahun selama periode 1999-2005. Berdasarkan data
tersebut, China dan India menjadi pesaing potensial bagi ekspor udang beku
Indonesia (shrimp and prawn). Sementara Thailand masih tetap menempati urutan
pertama.
Tabel 8. Volume Ekspor Perikanan dan Udang Indonesia Tahun 1992-2006
Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Ekspor
Perikanan (ton)
421.367
529.213
545.371
563.065
598.385
574.419
650.291
644.604
519.416
487.116
565.739
857.783
907.970
857.922
926.478
Sumber: DKP, 1992-2006.
Ekspor
Udang (ton)
100.456
98.569
99.523
94.551
100.230
93.044
142.690
109.651
116.187
128.830
124.765
137.636
142.135
153.906
169.329
Harga Rata-Rata Ekspor
Udang (US$)
7,61
8,89
10,15
10,97
10,16
10,87
7,09
8,11
8,63
7,26
6,71
6,18
6,28
6,16
6,59
Kontribusi
Ekspor
Udang (%)
23,84
18,63
18,25
16,79
16,75
16,20
21,94
17,01
22,37
26,45
22,05
16,05
15,65
17,94
18,28
Ekspor komoditas udang Indonesia secara rata-rata meningkat dalam hal
volume. Namun kontribusinya terhadap ekspor perikanan mengalami penurunan
yaitu 23,84% pada tahun 1992 menjadi 18,28% pada tahun 2006, ditunjukkan
pada Tabel 8. Perkembangan nilai transaksi udang dunia mengalami peningkatan
sebesar 5,65% per tahunnya selama periode 1996-2005, yaitu meningkat dari
sebesar US$ 4,4 miliar pada tahun 1996 menjadi US$ 6,8 miliar pada tahun 2005.
Jika dilihat dari segi harga mengalami penurunan dari US$ 7,61 pada tahun 1992
menjadi US$ 6,59 pada tahun 2006.
Pengembangan komoditas unggulan ekspor, salah satunya udang terkait
dengan analisis pada komoditas (termasuk didalamnya produk) unggulan ekspor
perikanan Indonesia, terdapat beberapa isu yang dapat diidentifikasi diantaranya
dalam aspek pasar (BAPPENAS,2006) yaitu: (1) Meningkatnya kesadaran
konsumsi ikan sebagai alternatif makanan sehat; (2) Meningkatnya permintaan
ekspor produk perikanan dunia; (3) Masih diperlukannya koordinasi kelembagaan
yang menangani ekspor produk perikanan Indonesia; (4) Berkembangnya
hambatan tarif dan non tarif bagi produk perikanan dunia; (5) Ketatnya
persyaratan mutu dari negara importir (traceability law, official inspection, zona
kekerangan, dan sertifikat kesehatan; (6) Adanya upaya advokasi dari pemerintah
pada upaya penyelesaian politik perdagangan dari negara-negara importir yang
tidak sehat dan adil; dan (7) informasi pasar pada ekspor ikan hias yang bersifat
asimetris bagi eksportir dan breeder.
5.2.2 Perkembangan Ekspor Komoditas Udang ke Uni Eropa
Salah satu pasar potensial ekspor udang Indonesia adalah Uni Eropa. Pada
Tabel 9 diperlihatkan kontribusi ekspor udang Indonesia bagi impor udang Uni
Eropa. Volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa sebesar 7.324 ton pada
tahun 1992 meningkat menjadi 31.016 ton pada tahun 2006.
Tabel 9. Kontribusi Ekspor Udang Indonesia bagi Impor Uni Eropa Tahun 19922006
Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Ekspor Udang Indonesia ke UE (ton)
7.324
8.113
5.731
4.701
4.672
7.151
18.753
14.461
17.734
20.056
16.140
23.689
26.317
27.179
31.016
Impor Total Udang UE (ton)
387.552
386.395
432.847
419.008
447.632
439.885
500.668
490.997
542.570
580.616
607.464
703.018
731.237
776.606
837.150
Kontribusi
1,89%
2,10%
1,32%
1,12%
1,04%
1,63%
3,75%
2,95%
3,27%
3,45%
2,66%
3,37%
3,60%
3,50%
3,70%
Sumber : BPS (1992-1995), DKP (1992-2006), Fishstat (1992-2006).
Kontribusi ekspor udang Indonesia bagi Uni Eropa, dapat dilihat pada
Tabel 9 terus mengalami penurunan pada tahun 1993 yaitu 2,310% hingga tahun
1996 menjadi 1,04% kemudian meningkat lagi pada tahun 1997. Menurut
Mangunsong (2007), peningkatan yang terjadi pada ekspor udang Indonesia pada
tahun 1997 disebabkan Indonesia mampu memenuhi standar mutu perdagangan
internasional dengan diterapkannya Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
(PMMT) sedangkan penurunan volume terjadi ketika pasar global semakin
meningkatkan standarnya dan belum ada penyesuaian standar oleh Indonesia.
Sedangkan pada tahun 2001 ke tahun 2002, kontribusi ekspor udang Indonesia ke
UE mengalami penurunan, hal ini diduga telah berlakunya framework baru
mengenai standar mutu dan keamanan pangan dengan standar yang lebih tinggi
yaitu EC No 178/2002 dan Indonesia belum mampu memenuhi ketentuan yang
berlaku.
Indonesia mempunyai 287 perusahaan yang punya izin ekspor (approval
number) ke Uni Eropa hingga tahun 2004. Namun, masih ada juga perusahaan-
perusahaan yang memilki approval number mempunyai masalah dalam jaminan
mutu dan keamanan pangan komoditas yang akan diekspor (Sumpeno diacu
Tempo, 2004).
.
5.3 Kebijakan Perdagangan Tarif Uni Eropa
Bea masuk dan berbagai jenis tarif lainnya dalam perdagangan
internasional sangat lazim ditemukan. Tarif bea masuk produk perikanan ke
negara-negara Uni Eropa berkisar antara 0% - 21% (Khonifah et al, 2006).
Namun demikian, Uni Eropa sebagai kelompok negara maju juga memberikan
skema Generalized System of Preferences (GSP) kepada negara-negara
berkembang guna memperluas akses pasar ke negara-negara Uni Eropa. GSP Uni
Eropa memberikan akses masuk dengan memberikan pengurangan tarif bea
masuk bagi produk-produk yang diimpor dari negara penerima GSP. GSP
termasuk tarif preferensi yaitu tarif General Agreement on Tariff and Trade
(GATT) yang persentasinya diturunkan yang diberlakukan oleh negara terhadap
komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan
khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.
Masyarakat Uni Eropa pertama kali menerapkan skema GSP pada tahun
1971. Peraturan yang tercantum dalam GSP terus mengalami perkembangan. Pada
tahun 2002, dikeluarkan skema GSP, yaitu Council Regulation (EC) 2211/2002.
Pemberlakuan skema tersebut dimulai tanggal 1 Januari 2002 - 31 Desember
2005. Pada tahun 2005, juga dikeluarkan Council Regulation (EC) 980/2005 yang
dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2008.
Selama periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2008, berdasarkan
Regulation (EC) 980/2005, terdapat tiga skema peraturan yang dianggap
menguntungkan negara penerima GSP, yaitu :
1. Skema umum (general scheme), yaitu seluruh negara penerima GSP dapat
menikmati fasilitas GSP
2. Skema intensif khusus (GSP+) untuk mendukung pembangunan yang
berkelanjutan dan pemerintahan yang bersih, GSP (+) menyediakan keuntungan
tambahan terhadap negara yang menerapkan standard internasional terhadap
kebebasan manusia (HAM) dan buruh, perlindungan lingkungan, perlawanan
terhadap obat-obatan terlarang, dan pemerintahan yang bersih.
3. Skema khusus bagi negara tertinggal (LCDs) yang juga dikenal sebagai
Everything But Arms (EBA). EBA memberikan perlakuan yang paling
menguntungkan terhadap semua dengan tujuan membebaskan bea tarif dan
bebas kuota untuk akses pasar ke Uni Eropa.
Pada saat ini, skema GSP berlaku terhadap impor dari negara-negara
berkembang yang dikenai bea masuk untuk memasuki pasar Uni Eropa dan tidak
dalam kondisi bebas bea masuk di bawah persetujuan Most Favoured Nations
(MFN). Sesuai dengan standar internasional bahwa setiap produk diberikan kode
untuk memudahkan dalam mendeskripsikan suatu produk secara lebih detail yang
dikenal dengan HS (Harmonized System) Code. Produk udang dimasukkan dalam
kategori kode HS 03.06 (krustasea) dan 16.05 (untuk yang telah diolah).
Berdasarkan catatan tersebut, tarif bea masuk komoditas perikanan, khususnya
udang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Daftar Tarif Bea Masuk Komoditas Udang ke Uni Eropa dari
Indonesia* Periode 1992-2006.
Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Kode HS
03.06.13.00.00
Tarif Bea Masuk Uni Eropa (%)
Kode HS
Kode HS
03.06.23.00.00
16.05.20.00.00
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
5
5
4,6
4,6
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
Regulasi yang
Diberlakukan
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
R3587/91
R3917/92
R3917/92
R3282/94
R3282/94
R1256/96
R1256/96
R1256/96
R2820/98
R2502/01
R2502/01
R2502/01
R2502/01
R2502/01
R 980/05
Sumber : Taxation and Custom Union European Commission, 1992-2006.
Keterangan : * Termasuk dalam daftar negara SPGL.
Kode HS 03.06.13: Beku : udang kecil dan udang biasa
Kode HS 03.06.23: Tidak beku : udang kecil dan udang biasa
Kode HS 16.05.20: Udang kecil dan udang biasa, diolah atau diawetkan
5.4 Kebijakan Perdagangan Non Tarif Uni Eropa
Komisi Eropa memiliki kebijakan dalam memenuhi konsumsi produk
perikanan atau makanan berbasis pada perlindungan konsumen tingkat tinggi
dengan memperhatikan lima komponen kebijakan umum dalam impor makanan
(Direktorat Pemasaran Luar Negeri, 2006). Kelima komponen dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Standar pemasaran dan informasi konsumen
b. Organisasi dari eksportir/produsen
c. Interbranch organisasi dan persetujuan
d. Harga dan intervensi harga
e. Perdagangan dengan negara ketiga
Regulasi yang berkaitan dengan standar mutu dan keamanan pangan
dirangkum dalam Tabel 11..
Tabel 11. Regulasi yang Berkaitan dengan Kebijakan Non Tarif
Tahun
Dikeluarkan
1992
2001
2002
2004
Kebijakan
Regulation (EC) No 3760/92 tentang
Kebijakan Umum Perikanan (Common
Fisheries Policy)
EC No 466/2001 tanggal 8 Maret 2001
Tentang Taraf Maksimum bagi Pencemar
Tertentu dalam Bahan Pangan
EC No 178/2002 tanggal 28 Januari 2002
Tentang Prinsip Umum dan Persyaratan
Hukum Pangan, Pembentukan Otoritas
Keamanan Pangan Eropa dan Penetapan
Prosedur yang Terkait dengan Keamanan
Pangan
EC No 852/2004 Tanggal 29 April 2004
tentang Higien Bahan Pangan
2004
EC No 853/2004 Tanggal 29 April 2004
Tentang Peraturan Kesehatan Spesifik untuk
Pangan Asal Hewan
2004
EC No 854/2004 Tanggal 29 April tentang
aturan khusus bagi organisasi pengawasan
resmi untuk produk asal hewan yang
dikonsumsi manusia
EC No 882/2004 tanggal 29 April 2004
tentang pengawasan resmi guna menjamin
verifikasi terhadap pelaksanaan UndangUndang Pangan dan Pakan, dan peraturan
kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan.
EC No 2073/2005 tanggal 15 November
2005 tentang kriteria mikrobiologi untuk
bahan pangan.
2004
2005
Sumber: Ditjen P2HP, 2007.
Keterangan
Tidak efektif dikarenakan tidak ada
kecocokan antara usaha perikanan dengan
sumber daya yang tersedia.
Diantaranya mengatur taraf timbal,
kadmium, dan raksa dalam vahan pangan.
Kunci pokok regulasi standar mutu dan
keamanan pangan Uni Eropa yang
berbasis perlindungan konsumen tingkat
tinggi, kepedulian terhadap hewan dan
juga lingkungan.
Regulasi ini merupakan ratifikasi SPS dari
WTO dan standar keamanan pangan
internasional yang termuat dalam Codex
Alimentarius. Persyarataan umum
produksi primer, persyaratan teknis,
HACCP, pendaftaran/pengakuan usaha
makanan, petunjuk nasional untuk praktek
yang baik.
Aturan higienis yang spesifik untuk
makanan dari asal hewan (pengakuan dari
perusahaan, kesehatan, dan identifikasi
penandaan, impor, informasi rantai
pangan)
Aturan secara rinci untuk organisai dari
kontrol resmi pada produk asal hewan
Sertifikasi hewan, sesuai dengan aturan
Uni Eropa.
Kebijakan-kebijakan tersebut nantinya dapat menjadi hambatan
perdagangan bagi impor produk-produk pangan, termasuk di dalamnya komoditi
perikanan. Uni Eropa memberlakukan regulasi ini dengan terlebih dahulu
memberikan pembuktian ilmiah kepada organisasi perdagangan dunia (WTO).
Regulasi yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa (European Commision) secara
umum diberlakukan dua puluh hari setelah diterbitkan dalam Official Journal
(OJ). European Commision adalah lembaga eksekutif pemerintah Uni Eropa yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan Uni Eropa kepada dewan dan
parlemen Eropa, termasuk di dalamnya peraturan mengenai pengawasan mutu dan
keamanan pangan. Komisi ini terdiri dari perwakilan tiap-tiap negara anggota
(Europa, 2007).
Kunci pokok terbaru regulasi yang menitikberatkan pada perlindungan
konsumen tingkat tinggi terkait standar mutu dan keamanan pangan di Uni Eropa
yaitu EC No 178/2002 tentang persyaratan mutu undang-undang pangan serta
prosedur keamanan pangan. Permasalahan yang dibahas pada EC No 178/2002
diantaranya yaitu (Ditjen P2HP, 2007):
• Undang-Undang Pangan secara Umum yang diantaranya membahas kewajiban
perdagangan pangan.
• Badan Pengawas Keamanan Pangan yang diantaranya membahas tentang tugas
dan misi badan pengawas.
• Rapid Alert System, Manajemen Krisis, dan Keadaan Darurat yang membahas
tentang implementasi Rapid Alert System. Salah satu kebijakan yang cukup
signifikan mempengaruhi perkembangan impor pangan Uni Eropa yaitu
diterapkannya Rapid Alert System for Food and Feeds (RASFF). Pengaruh ini
berdampak kepada peredaran produk negara eksportir di Uni Eropa. RASFF
merupakan jejaring kerja dalam sistem siaga cepat untuk pemberitahuan resiko
langsung atau tak langsung pada kesehatan manusia yang berasal dari pangan
atau pakan (EC No 178/2002). Total kasus alert untuk produk yang berasal
dari Indonesia meningkat dari tahun 2002 sebanyak 39 kasus menjadi 43 kasus
pada tahun 2006.
• Traceability (Pasal 18). Kebijakan ini cukup terkendala dilakukan di Indonesia
karena masih kesulitan dalam sistem pengawasannya dimana sistem yang
berlaku yaitu “one step backward, one step forward”.
EC No 852/2004 tentang higien bahan pangan merupakan aplikasi dari EC
No 178/2002 yang menitikberatkan pada penerapan prinsip HACCP dan good
practice. EC No 852/2004 mengemukakan beberapa hal yaitu (Ditjen P2HP,
2007):
• Kewajiban pelaku bisnis pangan,
• Penerapan prinsip HACCP,
• Panduan Good Practice,
• Impor dan ekspor,
EC No 853/2004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan baku
mengimplementasikan konsep “from farm to fork” yang menekankan aplikasi
keamanan pangan sejak penangkapan hingga proses pengolahan. Fokus peraturan
ini yaitu (Ditjen P2HP, 2007):
• Kewajiban pelaku bisnis pangan,
• Pendaftaran dan izin perusahaan,
• Tanda pengenal dan tanda kesehatan
EC No 854/2004 tentang aturan khusus bagi organisasi pengawasan resmi
untuk produk asal hewan yang dikonsumsi manusia merupakan turunan dari EC
No 178/2002 yang secara khusus membahas tentang badan pengawas keamanan
asal bahan pangan, baik di Uni Eropa maupun di negara eksportir. Beberapa
persoalan yang dibahas dalam peraturan ini yaitu (Ditjen P2HP, 2007):
• Izin perusahaan komunitas,
• Prinsip umum pengawasan resmi yang terkait dengan semua produk asal
hewan,
• Prosedur untuk impor
Aplikasi dari EC No 178/2002 yaitu EC No 882/2004 tentang pengawasan
oleh pemerintah. Peraturan ini menitikberatkan pada pengawasan oleh
Competent Authority (CA) dengan tujuan terlaksananya undang-undang
pangan. Beberapa hal yang ditetapkan EC No 882/2004 diantaranya yaitu
mengenai (Ditjen P2HP, 2007):
• Pengawasan oleh CA sebagai pihak yang berwenang,
• Penarikan contoh dan analisis,
• Rencana Pengawasan,
• Pengelolaan krisis,
• Pengawasan resmi atas masuknya pangan dan pakan dari negara ketiga.
EC No 2073/2005 tentang kriteria mikrobiologi untuk bahan pangan
merupakan salah satu regulasi yang membahas tentang persyaratan teknis produk
akhir bahan makanan, termasuk produk perikanan yang berlaku di Uni Eropa.
Beberapa permasalahan yang dibahas yaitu (Ditjen P2HP, 2007):
• Pengujian yang tepat untuk memenuhi kriteria mikrobiologis,
• Pelaksanaan pengujian dan penarikan contoh bagi bahan pangan,
• Persyaratan pelabelan,
• Analisis kecenderungan.
EC No 466/2001 tentang taraf maksimum bagi pencemar tertentu dalam
bahan pangan diantaranya mengatur taraf maksimum bahan pencemar yang
diperbolehkan dalam bahan pangan. Bahan pencemar yang dimaksud diantaranya
berupa timbal (Pb), kadmium (Cd), dan Raksa (Hg). Batas maksimum yang
diperbolehkan dalam krustasea (udang) untuk Pb sebesar 0,5 mg/kg (Ditjen P2HP,
2007).
Secara khusus tahapan pengawasan hasil perikanan yang masuk (impor) ke
Uni Eropa adalah sebagai berikut (Direktorat Pemasaran Luar Negeri DKP, 2007):
1. Competent Authority (CA) negara pengirim menghubungi komisi Eropa untuk
memohon persetujuan Approval Number of Fisheries Establishment atau
perusahaan/eksportir hasil perikanan.
2. Approval Number yang diusulkan, jika diterima atau ditolak akan diterbitkan
dalam official journal dari European Community dan disebarkan secara
elektronik ke semua Member States.
3. Melalui suatu Commision Decision menetapkan format Health Certificate dan
List of Establishments (Unit Pengolahan) yang disetujui (yang mendapat
Approval Number)
4. CA dari negara pengirim menerbitkan Health Certificate dan stempel yang
dikeluarkan oleh Commision Decision.
5. Komisi Eropa melalui Food and Veterinary Office (FVO), Directorate
General of Consumer Protection melakukan kunjungan secara rutin ke negara
pengirim, baik negara anggota maupun negara ketiga, untuk misi inspeksi
sistem atau higiensi standar apakah ekuivalen dengan peraturan Uni Eropa.
6. Produk ekspor harus masuk melalui pos pengawasan perbatasan (Border
Inspection Posts/BIPs).
7. Importir di negara Uni Eropa harus memberitahu kepada BIPs dalam 6 jam
melalui udara.
8. Official fish inspector atau official veterinary surgeon melakukan pemeriksaan
seperti diuraikan terdahulu:
a. Documentary check (pengecekan dokumen) adalah memeriksa
dokumen-dokumen terkait dengan pengiriman barang atau produk
termasuk, certificate of origin, health certificate.
b. Identify check (identifikasi dokumen) adalah pengecekan visual
untuk melihat kecocokan dan konsistensi antara dokumen-dokumen
dan produk-produk, juga dokumen lain seperti certificate of origin,
approval number,dll.
c. Physical check (pemeriksaan fisik); adalah pemeriksaan produk yang
dilakukan oleh fish/veterinary inspector sendiri (BIPs) seperti
organoleptik, pengepakan dan pengemasan (packaging), suhu
(temperature), dan atau memungkinkan mengambil contoh dan
menguji ke laboratorium (sampling and laboratory testing).
9. Jika pemeriksaan dokumen memuaskan pihak inspekstur sesuai dengan
Common Veterinary Entry Document (CVED) yang diterbitkan, maka
permohonan tersebut dapat masuk ke Uni Eropa. Jika hasil pemeriksaan
menunjukkan gagal karena masalah mutu dan keamanan produk yang tidak
memenuhi syarat seperti kandungan residu logam berat atau antibiotik
melebihi batas yang diberlakukan, maka dilakukan salah satu dari dua pilihan
yaitu 1) dikirim kembali (re-export) atau 2) dihancurkan (destroyed).
5.5 Kebijakan Perdagangan Indonesia
Prosedur perdagangan internasional yang harus diikuti oleh eksportir pada
umumnya yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Persyaratan ekspor perikanan agak berbeda dengan persyaratan
ekspor umum yang dibedakan dalam dua bentuk yaitu produk ekspor perikanan
sebagai komoditas perikanan yang tunduk terhadap persyaratan administrasi
perdagangan internasional dan produk ekspor perikanan sebagai komoditas
perikanan yang memiliki persyaratan khusus terkait pemenuhan aturan teknis
sebagai produk dengan tujuan untuk konsumsi manusia. Alur prosedur dan
persyaratan dokumen pendukung untuk keperluan ekspor hasil perikanan dapat
digambarkan pada Gambar 16.
• IUP dan SIPI (DKP)
• ABK Asing (Depnaker)
• Ijin Kapal, dll (Dephub)
Penangkapan/
Pembudidayaan
• IUP (Provinsi)
• PMA dan Tenaga Kerja Asing
(Pusat)
•
•
•
•
CITES (Dephut)
IUP (Pemda dan Depperindag)
SKA (Dinas Perdagangan/Depdag)
PEB (Bea Cukai – Depkeu)
• Eksportir Agen
(Cargo/Forwarder)
• Eksportir Pedagang (Trader)
• Eksportir Produsen/ Pengolah
Ekspor
• Good Manufacturing Practices/SKP (Ditjen
P2HP DKP)
• HACCP-based Integrated Quality Management
Programme (Ditjen P2HP-DKP)
• Approval Number (Ditjen P2HP – DKP khusus
Eropa)
• Health Certificate (LPPMHP di Provinsi)
• DS 2031 (LPPMHP, khusus USA)
• Stasiun Karantina Ikan di Provinsi (Pusat
Karantina Ikan, DKP)
Sumber : Direktorat Pemasaran Luar Negeri DKP, 2007.
Gambar 16. Alur Proses Ekspor Hasil Perikanan Indonesia
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan ekspor hasil perikanan
bertumpu pada 2 (dua) aspek pengembangan, yakni (1) kebijakan pengembangan
produk dan pasar, dan (2) kebijakan pengembangan mutu. Kebijakan pertama
berorientasi pada “market base development” melalui diversifikasi produk dan
pasarnya. Kebijakan pengembangan mutu produk dilakukan melalui sistem yang
disebut sebagai sistem pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan.
Upaya pemerintah untuk menjawab tantangan peraturan negara-negara
importir utama hasil perikanan seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa
yang memiliki persyaratan yang cukup ketat mengenai standar mutu dan
keamanan pangan, maka diterapkan peraturan mulai dari proses (penangkapan
atau budidaya), pengolahan, hingga pemasaran. Undang-Undang (UU) Nomor 7
tahun 1996 tentang Pangan merupakan konsepsi pokok. Yang dapat menjadi
rujukan kebijakan dari aspek legal. Dalam UU tersebut diberikan arahan
kewajiban bagi pemasukan produk pangan ke wilayah Indonesia (impor) maupun
proses pengeluaran produk tersebut (ekspor) dan tanggung jawab atas keamanan,
mutu, persyaratan label, dan atau gizi pangan. UU No 31 tahun 2004 tentang
Perikanan sebagai pengganti dari UU No 9/1985 tentang Perikanan yang pada
pasal 20-23 secara spesifik menyatakan bahwa proses pengolahan ikan dan
produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem
manajemen mutu dan keamanan hasil perikanan yang selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP). PP No 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan untuk melaksanakan ketentuan UU No 7 tahun 1996 tentang pangan
memberikan pertanggungjawaban atas keamanan pangan (produk perikanan dan
budidaya) kepada Departemen Perikanan (Boccas et al, 2006).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI KEP.01/MEN/2004 tentang
sistem pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan untuk pasar Uni Eropa
yang memperhatikan sistem pengawasan dan pengendalian mutu hasil perikanan
yang berlaku di Uni Eropa sebagaimana diatur dalam Council Directive Nomor
91/493/EEC. Peraturan ini meliputi persyaratan, penerapan, dan sanksi
administrasi yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2004. Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
PER.01/MEN/2007 tentang persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil
perikanan pada meliputi pengaturan tentang kelembagaan, pengorganisasian, dan
pelaksanaan pengendalian jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada
setiap tahapan/proses produksi primer, pengolahan, dan distribusi hasil perikanan.
Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan RI KEP.01/MEN/2007 tentang
persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi,
pengolahan, dan distribusi meliputi kapal penangkap dan pengangkut ikan, tempat
pendaratan ikan, tempat pelelangan ikan (TPI), unit pengolahan ikan (UPI), sarana
distribusi hasil perikanan, pelatihan, dan sanksi. Sebagai Otoritas Kompeten yang
dipilih oleh Uni Eropa yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Perikanan PER 03A/DJ-P2HP/2007 tentang Operasional Pengendalian
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan sebagai strategi langkah
operasional dalam proses pengendalian mutu komoditas ekspor (Ditjen P2HP,
2007).
Peraturan lainnya untuk meningkatkan mutu perikanan Indonesia yaitu:
1.
Kepmen Perikanan KEP. 02/MEN/2006 tentang cara budidaya ikan yang
baik.
2.
Permen Perikanan PER. 02/MEN/2006 Tentang Monitoring Residu Obat,
Bahan, Kimia, Bahan Biologi, dan Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan
3.
Keputusan Menteri (Kepmen) Pertanian No 41 Tahun 1998 mengenai sistem
manajemen mutu terpadu.
4.
Kepmen Perikanan KEP 01/MEN/2002 tentang sistem manajemen mutu
terpadu hasil perikanan. Bertujuan untuk mencapai tingkat pemanfaatan
potensi sumberdaya perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna serta
untuk melindungi konsumen dari hal-hal yang merugikan dan membahayakan
kesehatannya. Dilaksanakan sesuai dengan konsepsi HACCP.
5.
Kepmen Perikanan KEP 21/MEN/2004 tentang sistem pengawasan mutu
hasil perikanan untuk pasar Uni Eropa. Keputusan ini dimaksudkan untuk
mengakomodasikan kebijakan pasar Uni Eropa dalam kebijakan pengawasan
mutu produk perikanan di Indonesia dan mengakomodasikan CD No
91/493/EEC. Secara material merupakan penajaman dari KEP.
01/MEN/2002.
6.
Kepmen Kelautan dan Perikanan 45/MEN/2004 tentang penyediaan dan
penyebaran pakan (kesehatan pakan).
7.
Kepmen Kelautan dan Perikanan 28/MEN/2004 (Petunjuk umum budidaya
udang air tawar) tentang Good Aquaculture Practices (GAP).
8.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan No 14128/Kpts/IK.130/XII/1998 tentang
petunjuk pelaksanaan sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan.
Keputusan ini berisi tentang persyaratan memperoleh Sertifikat Kelayakan
Pengolahan (SKP), Sertifikat Mutu dan atau Sertifikat Kesehatan, Prosedur
dan tata cara pemberian sertifikat PMMT, pengangkatan Pengawas Mutu
Hasil Perikanan, prosedur dan tata cara pelaksanaan pemeriksaan dan
pelaporan, serta biaya pelaksanaan atau implementasi atas keputusan ini.
9.
Keputusan Dirjen Perikanan 3511/DPT.0/PI.320.S4/VII/2004 tentang
persyaratan higienis di kapal penangkap ikan yang hasil tangkapannya untuk
pasar Uni Eropa. Keputusan ini berisikan tentang persyaratan umum higienis
penanganan ikan di atas kapal.
10. Keputusan Dirjen Budidaya 745/DPB.5/TU.110.D5/II/2005 tentang
pembentukan tim untuk menanggulangi kasus antibiotik pada udang.
5.6 Analisis Regresi Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia
Kebijakan Uni Eropa yang berupa kebijakan tarif maupun non tarif dapat
berpotensi menjadi hambatan perdagangan bagi Indonesia, termasuk di dalamnya
komoditas perikanan (udang). Untuk mengetahui pengaruh dari hambatan
perdagangan tersebut, baik berupa tarif maupun non tarif terhadap perkembangan
volume ekspor komoditas udang Indonesia maka diperlukan analisis dengan
menggunakan analisis regresi berganda.
Model dugaan hasil analisis regresi yang didapatkan akan digunakan untuk
melihat sejauh mana pengaruh diterapkannya kebijakan perdagangan oleh Uni
Eropa bagi ekspor komoditas udang Indonesia. Pada penelitian ini diasumsikan
bahwa kebijakan Uni Eropa yang terkait dengan aktivitas impor produk pangan,
khususnya produk perikanan turut mempengaruhi perkembangan volume ekspor
perikanan Indonesia dengan salah satu komoditas unggulannya yaitu udang.
Dalam hal tarif, selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 1992-2006, tarif
yang ditampilkan merupakan tarif untuk komoditas udang beku dan tidak beku,
sedangkan untuk komoditas yang telah dikemas atau diawetkan tidak diperlukan
karena mengambil bentuk udang yang mendominasi ekspor yaitu beku dan tidak
beku. Kebijakan perdagangan yang bersifat non tarif yang saat ini dirisaukan oleh
pengusaha perikanan Indonesia, khususnya Competent Authority untuk komoditas
perikanan yaitu adanya framework baru Uni Eropa dalam hal pangan (salah
satunya komoditas perikanan) yaitu perlindungan konsumen tingkat tinggi,
bahkan juga perlindungan hewan dan lingkungan. Hal ini mulai terlihat dengan
dikeluarkannya EC No 178/2002 yang mulai diberlakukan Februari 2002.
Variabel hambatan perdagangan untuk tarif dan non tarif dibuat secara terpisah
dan juga dimasukkan faktor volume ekspor sebelumnya (lag ekspor) yang
diasumsikan akan mencerminkan kondisi ekspor pada periode t untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh hambatan perdagangan.
5.6.1 Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia
Model dugaan regresi didapatkan dengan melakukan berbagai percobaan
pada data di Lampiran 2 dengan mengubah variabel lag ekspor serta model yang
digunakan menggunakan SPSS 15 dan rangkuman hasilnya dapat dilihat pada
Lampiran 3. Model linier dengan lag ekspor (t-2) pada Lampiran 3 merupakan
model dugaan yang paling baik dibandingkan dengan model lainnya dengan
melihat kriteria statistik yaitu R2, uji F, dan uji t. Perbandingannya dapat dilihat
pada Tabel 12 untuk model linier, semi log, dan double log pada lag ekspor t-2.
Tabel 12. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Regresi Linear
Berganda Volume Ekspor Udang Indonesia Periode 1992-2006.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Model Linear
Variabel
Koefisien
Intercep
28.460,3
Dt
4.469,21
Tt
-5.002,7
Qt-2
0,6229
R2
0,7038
Adj R2
0,6051
D-W
1,4559
Fhit
7,1295
Fsig
0,0094
tα0
0,6232***
t α1
0,8295**
tα2
-0,5163****
tα3
1,4120*
Sumber : Diolah dari Data Sekunder.
Model Semi Log
Variabel
Koefisien
Intercep
-4.223,1
Dt
6.757,6
Ln Tt
-21.622
Ln Qt-2
5.364,96
R2
0,6591
Adj R2
0,5454
D-W
1,3327
Fhit
5,8002
Fsig
0,0173
tα0
-0,0323*****
t α1
1,2142*
tα2
-0,3948****
tα3
0,8286**
Model Double Log
Variabel
Koefisien
Intercep
10,8168
Dt
0,4232
Ln Tt
-2,9704
LnQ-2
0,3128
R2
0,5747
Adj R2
0,4329
D-W
1,0146
Fhit
4,0542
Fsig
0,0445
tα0
0,9743**
t α1
0,8941**
tα2
-0,6378***
tα3
0,5682****
Keterangan :
*
**
***
: Tarif kepercayaan 80%
: Taraf kepercayaan 75%
: Taraf Kepercayan 70%
****
*****
: Taraf Kepercayaan 60%
: Taraf Kepercayaan <50%
5.6.2 Evaluasi Model Dugaan Regresi Volume Ekspor Udang Indonesia
Model persamaan yang dapat dibuat dari hasil analisis regresi pada Tabel
13 sebagai berikut :
(1) Model Linear
Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt + 0,62298Qt-2........................ (16)
(2) Model Semi Log
Qt = 4223,1 + 6.757,6 ln Dt – 21.622 lnTt + 5.364Qt-2 ........................ (17)
(3) Model Double Log
ln Qt = 10,8168 + 0,4232Dt - 2,9704lnTt + 0,31288 lnQt-2................. (18)
atau
Qt = 2,3811.Dt -0,8599.Tt -2,9704.Q(t-2) 0,31288 ............................................ (19)
Model linier, model semi log, model double log pada Tabel 12 memiliki
nilai R square masing-masing sebesar sebesar 0,7038, 0,6591, dan 0,5747 yang
menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara variabel penjelas dengan variabel
bebas secara berurutan sebesar 70,38%, 65,91% dan 57,47%, sedangkan sisanya
yaitu masing-masing sebesar 29,62%, 34,09%, dan 42,53% dipengaruhi oleh
variabel lain. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis pengaruh hambatan
perdagangan pada model linier, model semi log, dan model double log untuk
variabel bebas masing-masing adalah sebesar 7,1295, 5,8002, dan 4,0542 dan
Ftabel sebesar 8,74. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai Ftabel, maka
dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel yang berarti terima H0,
artinya dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) secara serentak berpengaruh
nyata terhadap volume ekspor udang Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa
model dugaan dapat digunakan untuk analisis berikutnya.
Mengacu pada uji t, variabel yang berpengaruh nyata pada model linier
adalah dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2) dengan thit masing-masing
adalah sebesar 0,8295 dengan taraf kepercayaan 75%, -0,5163 dengan taraf
kepercayaan 60%, 1,4120 dengan taraf kepercayaan 80%. Pada model semi log,
nilai thit dari dummy non tarif yaitu 1,2142 dengan taraf kepercayaan 80%, thit tarif
sebesar -0,3948 dengan taraf kepercayaan 81,2%, dan thit lag ekspor 0,8286
dengan taraf kepercayaan 75%. Pada model double log, thit variabel dummy non
tarif, tarif, dan lag ekspor secara berurutan sebesar 0,8941 dengan taraf
kepercayaan 75%, -0,6378 dengan taraf kepercayaan 70%, dan 0,5682 dengan
taraf kepercayaan 60%.
Diantara ketiga model tersebut model dugaan yang paling baik digunakan
diantara ketiga model dugaan diatas yaitu model linier dengan membandingkan
nilai R2, uji F, dan uji t, yaitu nilai R2 yang lebih tinggi, uji F dengan Fsig yang
lebih kecil, dan uji t dengan taraf kepercayaan untuk setiap variabel lebih besar
dari 50%. Maka selanjutnya akan dibahas mengenai model linier tersebut. Model
linier didapatkan dengan merumuskan persamaan yang mengandung variabel
volume ekspor udang Indonesia (Qt), dummy non tarif (Dt), tarif bea masuk (Tt),
dan lag ekspor Qt-2 yang datanya dapat dilihat pada Tabel 13 dan hasil olahan
datanya dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 13. Data Regresi Model Linier Volume Ekspor Udang untuk Lag Ekspor t-2
Periode 1992-2006
Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Qt (ton)
5.731
4.701
4.672
7.151
18.753
14.461
17.734
20.056
16.140
23.689
26.317
27.179
31.016
Dt
Tt (%)
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
Qt-2 (ton)
4,5
4,5
4,5
5,0
4,6
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
4,2
7.324
8.113
5.731
4.701
4.672
7.151
18.753
14.461
17.734
20.056
16.140
23.689
26.317
Sumber : Diolah dari Data Sekunder.
5.6.2.1 Kriteria Ekonomi
Pada model dugaan linier ditemukan untuk koefisien dummy non tarif
bertanda positif , tarif bertanda negatif, dan lag ekspor bertanda positif. Tanda
dummy non tarif tidak sesuai dengan hipotesa sebelumnya yang diasumsikan
bernilai negatif. Hal ini terjadi dikarenakan volume ekspor udang Indonesia ke
Uni Eropa secara umum terus meningkat walaupun diterapkannya kebijakan oleh
Uni Eropa yang bersifat hambatan non tarif. Bagaimanapun, Uni Eropa tetap
membutuhkan pasokan pangan, salah satunya komoditas perikanan dimana
Indonesia merupakan eksportir perikanan yang cukup potensial. UE juga turut
berperan serta mempersiapkan negara-negara importir agar tetap bisa menjalin
hubungan perdagangan ketika dikeluarkannya setiap peraturan oleh Uni Eropa.
Misalnya saja Trade Supprt Programme (TSP) yang dijalankan Indonesia dan Uni
Eropa untuk kelancaran hubungan bilateral, serta sifat hubungan bilateral yang
diterapkan antara Uni Eropa dan Indonesia bersifat “G to G” artinya setiap ada
permasalahan terlebih dahulu dibicarakan diantara government (pemerintah).
Tanda untuk hambatan tarif, sesuai dengan hipotesa yang telah dibangun yaitu
dengan adanya pengurangan tarif maka volume ekspor komoditas udang
Indonesia meningkat. Oleh sebab itulah, selama ini negara-negara importir,
khususnya negara berkembang berjuang untuk mendapatkan zero tariff untuk
komoditas pertanian. Lag ekspor telah memenuhi hipotesa sebelumnya yaitu lag
ekspor menggambarkan permintaan ekspor pada periode t dengan melihat periode
sebelumnya dengan selang waktu 2 tahun yang ditandai dengan koefisien yang
bernilai positif yang juga menunjukkan adanya pengaruh-pengaruh dari kebijakan
yang ditetapkan pada periode t dan diaplikasikan pada periode t+n.
5.6.2.2 Kriteria Statistik
Dari Tabel 13 di atas, dapat dilihat bahwa model linier memiliki nilai R
square sebesar 0,70384 yang menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier antara
variabel penjelas dengan variabel bebas 70,38%. Namun untuk jumlah variabel
independent lebih dari dua, lebih baik digunakan Adjusted R square yang bernilai
0,60511. Hal ini berarti 60,51% variasi dari volume ekspor udang bisa dijelaskan
oleh variasi dari ketiga variabel independent. Sedangkan sisanya (39,49%)
dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.
Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis volume ekspor udang adalah
sebesar 7,1295 dengan tingkat signifikansi yaitu 0,009. Probabilitas variabel
tersebut (0,009) lebih kecil dari 0,05, maka model regresi bisa dipakai untuk
memprediksi volume ekspor udang atau bisa dikatakan, variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh terhadap volume ekspor udang pada periode.
Berdasarkan analisis regresi terhadap volume ekspor udang Indonesia, variabel
bebas yang berpengaruh nyata yaitu dummy non tarif, tarif, dan lag ekspor (t-2)
dengan thit masing-masing sebesar 0,82956 dengan taraf kepercayaan 75%,
-0,5163 dengan taraf kepercayaan 60%, dan 1,41203 dengan taraf kepercayaan
80% pada model linier.
5.6.2.3 Kriteria Ekonometrik
Dengan melihat kriteria statistik diatas, model dugaan semi log dengan lag
ekspor t-2 layak digunakan secara statistik. Selanjutnya akan dilakukan pengujian
model dugaan untuk kriteria ekonometrik. Pengujian yang dilakukan yaitu berupa
ada atau tidaknya multikolineritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi serta
pemenuhan asumsi kenormalan. Berikut akan diuraikan mengenai uji asumsiasumsi tersebut.
1) Asumsi Multikolinearitas
Dalam analisis regresi terdapat besaran VIF (Variance Inflaction Factor)
dan Tolerance. Suatu model regresi yang dikatakan bebas multikolinearitas yaitu :
mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance
mendekati 1. Pada Lampiran 5 dapat dilihat hasil uji multikolinearitas. Angka VIF
dengan besaran di sekitar angka 1 tidak ditemukan pada ketiga variabel bebas. Hal
ini memperlihatkan bahwa ada multikolinearitas pada model regresi. Namun,
asumsi ini masih bisa diterima pada model time series selama koefisien regresi
antar variabel tidak menunjukkan korelasi sempurna (Koutsoyiannis, 1978).
2) Asumsi Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik, di mana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu
Y adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Jika
ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah
terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 17. Grafik Scatterplot Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa
Hasil pengujian berupa grafik scatterplot yang ditampilkan pada Gambar
17 memperlihatkan titik-titik yang menyebar secara acak, tidak membentuk
sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka
nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model
regresi.
3) Asumsi Normalitas
Deteksi melihat ada atau tidaknya normalitas adalah dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Volume ekspor
Expected Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Gambar 18. Grafik Normalitas Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa
Pada Gambar 18 terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal
normal plot, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal dan dari
histogram terbentuk lonceng. Hal itu menunjukkan bahwa model regresi layak
dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.
4) Asumsi Autokorelasi
Penggunaan uji Durbin-Watson merupakan yang paling tepat dalam
menguji ada atau tidaknya autokorelasi. Nilai D-W yang didapatkan sebesar
1,332. Nilai D-W tersebut berada dalam selang -2 dan +2 yang menyatakan tidak
ada autokorelasi pada model dugaan regresi.
Selain melakukan evaluasi model dugaan volume ekspor udang Indonesia
ke Uni Eropa dapat dicari juga nilai elastisitasnya. Nilai elastisitas dummy non
tarif, tarif, dan lag ekspor secara berurutan sebesar 0,103, -1,303, dan 0,5.
Maksudnya yaitu jika ada kebijakan non tarif maka akan mempengaruhi sebesar
0,103 %, perubahan tarif sebesar 1 % akan mempengaruhi volume ekspor udang
sebesar 1,303 %, dan jika ada perubahan lag ekspor sebesar 1% maka akan
mempengaruhi perubahan volume ekspor udang sebesar 0,5%.
5.7 Peramalan Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa
Kebijakan perdagangan yang dikeluarkan Uni Eropa yang dapat menjadi
hambatan perdagangan bagi ekspor komoditas udang Indonesia apakah
mempengaruhi volume ekspor udang Indonesia dapat dilihat dengan peramalan.
Hasil peramalan mampu memperlihatkan kecenderungan yang terbentuk untuk
ekspor tahun-tahun mendatang. Peramalan ekspor udang periode mendatang
dilihat dari volume ekspor udang beberapa tahun sebelumnya. Data volume
ekspor udang yang digunakan untuk peramalan dapat dilihat pada Tabel 9.
Identifikasi terhadap plot data time series menunjukkan adanya trend dan
ketidakstationeran. Volume ekspor perikanan, dalam hal ini komoditas udang
cenderung tidak stationer dikarenakan sifat produksi komoditas perikanan tangkap
yang tidak dapat diprediksi dikarenakan faktor cuaca, alat tangkap, distribusi, dll.
Ketidakstationeran juga dapat dilihat dari fluktuasi data, dimana ekspor udang
menurun tahun 1994 -1996 kemudian naik pada tahun 1997, dan mengalami
penurunan kembali pada tahun 2001 hingga tahun 2002-2006 terus meningkat.
Sedangkan trend dapat ditunjukkan oleh plot data time series ekspor udang
maupun plot autokorelasi pada Lampiran 6 yang menunjukkan kecenderungan
garis diagonal dari kanan ke kiri. Berdasarkan hasil identifikasi plot data di atas
maka dapat disimpulkan bahwa volume ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa
beberapa tahun ke depan layak diramalkan dengan metode trend linier, trend
kuadratik, trend eksponensial, rata-rata bergerak ganda, dan pemulusan
eksponensial linier Holt.
Peramalan dengan metode trend menggambarkan kecenderungan
peningkatan dan penurunan dalam jangka panjang dari sekumpulan data nilai
ekspor yang dianalisis. Analisis trend yang digunakan dalam metode ini adalah
trend linier, trend kuadratik, dan trend eksponensial. Untuk peramalan yang
menghasilkan nilai MSE terkecil adalah trend kuadratik dengan fungsi : Ft =
4.981 + 349,34t + 93,81t2 yang menghasilkan nilai MSE sebesar 8.240.842.
Peramalan yang menghasilkan MSE terbesar yaitu trend linier dengan fungsi Ft =
726.743 + 1.851t dan menghasilkan nilai MSE sebesar 10.663.796. Hasil olahan
datanya secara lengkap dilampirkan pada Lampiran 7.
Peramalan dengan metode rata-rata bergerak ganda digunakan dengan
mencari rataan dari beberapa data. Pada penelitian ini digunakan perataan setiap
tiga buah data sebanyak dua kali. Nilai MSE yang didapatkan sebesar 11.831.827
Hasil olahan datanya secara lengkap disajikan pada Lampiran 8.
Peramalan dengan metode pemulusan eksponensial linier Holt dalam
penelitian ini menggunakan bobot α = 0,1 dan γ = 0,2. Nilai MSE yang dihasilkan
yaitu 12.483.856. Hasil olahan datanya secara lengkap disajikan pada Lampiran 9.
Secara lengkap hasil peramalan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa
Periode Peramalan 2007-2011.
Metode
Peramalan
Trend Linier
Trend
Kuadratik
Trend
Ekponensial
Rata-Rata
Bergerak
Ganda
Eksponensial
Ganda Holt
2007
30.344
Volume Peramalan
2008
2009
2010
32.196
34.047
35.898
2011
37.749
MSE
RMSE
10.663.796
3.266
34.599
38.046
41.681
45.503
49.513
8.240.842
2.871
37.210
42.494
48.527
55.417
63.285
9.303.798
3.050
36.735
39.589
42.444
45.299
36.735
11.831.827
3.440
30.142
32.025
33.907
35.790
37.672
12.483.856
3.533
Sumber : Diolah dari data sekunder.
Setelah dilakukan penerapan dari beberapa teknik peramalan time series,
kemudian dibandingkan secara keseluruhan nilai MSE dan RMSE yang
dihasilkan. Perbandingan ini bertujuan untuk mendapatkan teknik peramalan time
series terbaik. Pemilihan teknik peramalan yang terbaik didasarkan pada nilai
MSE dan RMSE terkecil.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukkan bahwa metode trend
kuadratik merupakan metode paling akurat dalam memberikan nilai ramalan
untuk ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa dengan persamaaan Ft = 4.981 +
349,34t + 93,81t2. Hal ini terlihat dari nilai MSE yang paling rendah yaitu
8.240.842 dengan volume peramalan ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa
periode 2007 sebesar 34.599 ton terus meningkat hingga 49.513 ton pada tahun
2011 yang ditampilkan pada Tabel 14.
5.8 Pembahasan
Uni Eropa memiliki peranan yang penting dalam perdagangan
internasional sebagai eksportir maupun importir utama di dunia. Basis komoditas
ekspor Uni Eropa yaitu produk-produk industri sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan lebih banyak mengimpor, terutama dari negara berkembang.
Salah satu produk pangan yang memposisikan Uni Eropa sebagai net importir
yaitu komoditas udang. Orientasi Uni Eropa terhadap perlindungan konsumen
sangat tinggi, apalagi ketika banyak ditemukan pada produk pangan yang diimpor
mengandung bahan-bahan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia.
Menanggapi kondisi tersebut, Uni Eropa mengeluarkan berbagai kebijakan yang
terkait dengan standar mutu dan keamanan pangan, bahkan berbasis kepada
kelestarian hewan dan lingkungan. Sebelumnya UE memang sudah
memperhatikan kesehatan konsumen, namun saat ini semakin ditingkatkan.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis regresi diketahui bahwa
kebijakan perdagangan yang terkait impor pangan, dalam hal ini komoditas udang
memiliki pengaruh terhadap perkembangan volume ekspor udang Indonesia. Tarif
mempengaruhi secara negatif terhadap perkembangan volume ekspor udang
Indonesia, sedangkan kebijakan Uni Eropa terkait dengan standar mutu dan
keamanan pangan berpengaruh positif terhadap perkembangan ekspor udang
Indonesia. Adanya variabel lain yang bisa menjelaskan model yaitu dapat dilihat
dari faktor-faktor lain yang cukup mempengaruhi ekspor bisa berupa harga udang
Indonesia, penawaran produk udang, harga udang negara lain, kualitas udang, dll.
Pengaruh ini juga dapat dilihat dengan adanya lag ekspor untuk periode dua tahun.
Indonesia telah berusaha mengekuivalenkan kebijakan ekspornya dengan
regulasi Uni Eropa. Namun, masih ditemui kendala-kendala terutama dari segi
sarana dan prasarana serta kontrol dari pihak yang berwenang. Hal ini diutarakan
pula oleh Aulia (2008) dalam penelitiannya mengenai analisis investasi indsutri
pengolahan perikanan, kendala dalam investasi Indonesia yaitu masalah
pemasaran dalam hal implementasi standar. Kendala-kendala yang terjadi
misalnya saja belum tersedianya faktor sarana produksi yang memadai seperti air
bersih, dan ketidakakuratan hasil pengujian terkait sanitasi dan higien. Kondisikondisi tersebut mampu menjadi penghambat Indonesia mengembangkan
pasarnya. Padahal dengan melakukan perhitungan peramalan, Indonesia
diharapkan mampu memenuhi permintaan akan impor udang oleh Uni Eropa yang
terus meningkat selama beberapa tahun ke depan.
91
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Tarif Uni Eropa yang cukup tinggi berkisar diantara 0-21% diantara
negara-negara potensial lainnya mengalami perubahan terutama bagi negara
berkembang dengan diterapkannya skema GSP yang diberlakukan juga bagi
negara Indonesia untuk komoditas perikanan, diantaranya adalah udang yang
mendapatkan tarif 4%-7%. Kebijakan non tarif yang dirasakan mulai
memberatkan pemerintah dan pengusaha perikanan yaitu terkait standar mutu dan
pangan dengan dikeluarkannya EC No 178/2002, EC No 852/2004, EC No
853/2004, EC No 854/2004, EC No 882/2004, serta EC No 2073/2005 dengan
basis perlindungan konsumen tingkat tinggi.
Pemerintah Indonesia berusaha mengekuivalenkan peraturan yang berlaku
di Uni Eropa dengan membuat peraturan yang setara agar diterapkan oleh
pemerintah maupun stake holder yang terkait. Peraturan-peraturan tersebut
diantaranya yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI PER
01/MEN/2007, Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan RI PER
01/MEN/2007, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
PER 03A/DJ-P2HP/2007, dan peraturan-peraturan lainnya.
Dari hasil analisis regresi didapatkan model dugaan yang paling baik yaitu
model linier dengan persamaan Qt = 28.460,3 + 4.469,21Dt – 5.002,7Tt +
0,62298Qt-2. Hal ini menunjukkan bahwa tarif bea masuk yang dilakukan oleh
Uni Eropa berpengaruh negatif terhadap volume ekspor udang Indonesia dengan
taraf kepercayaan 60% dan kebijakan non tarif yang terkait dengan standar mutu
dan pangan berpengaruh positif dengan taraf kepercayaan 75%.
Metode peramalan yang paling tepat digunakan untuk meramalkan volume
ekspor udang Indonesia ke Uni Eropa yaitu metode trend kuadratik dengan
persamaan Ft = 4.981 + 349,34t + 93,81t2. Berdasarkan hasil peramalan, volume
ekspor komoditas udang Indonesia ke Uni Eropa terus mengalami peningkatan.
92
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dengan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Dalam rangka memenuhi permintaan impor Uni Eropa diharapkan pemerintah
maupun pengusaha perikanan mampu mengetahui dengan cepat perkembangan
isu perdagangan. Salah satunya yaitu mengakses dengan baik fasilitas help
desk on-line yang dikeluarkan Uni Eropa untuk membantu negara partner
dagang dalam mengakses informasi mengenai pasar Uni Eropa. Selain itu,
perlu adanya analisis pasar yang cukup akurat untuk bisa mengetahui market
share Indonesia saat ini maupun beberapa tahun mendatang.
2. Perlu dilakukan analisis kebijakan setiap kali dikeluarkannya peraturan baru
yang dikeluarkan negara importir yang berpengaruh secara nyata terhadap
perkembangan ekspor perikanan Indonesia, terutama komoditas udang. Selain
itu, perlunya peningkatan kualitas laboratorium pengujian mutu Indonesia.
3. Perlunya pemerintah terus mengadakan negoisasi dengan Uni Eropa dalam
rangka penurunan tarif karena dapat menjadi peluang bagi Indonesia
meningkatkan ekspor udang.
4. Perlu penelitian lebih lanjut yang turut memasukkan variabel harga udang
Indonesia, harga udang negara pesaing, GDP Uni Eropa, serta komoditas
udang yang paling banyak diminati oleh negara-negara anggota Uni Eropa
sehingga didapatkan model regresi yang lebih valid dan dapat digunakan
sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
93
DAFTAR PUSTAKA
Prasasti, Febrina Aulia. 2008. Analisis Kendala Investasi Bagi Penanam Modal
Untuk Industri Pengolahan Hasil Perikanan Orientasi Ekspor. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Assauri, Sofjan. 1984. Teknik dan Metoda Peramalan Edisi ke-1. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS). 1992-1995. Statistik Ekspor Indonesia. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Boccas, Frank et al. 2006. Review of the Legal Framework for the Control of
Food Safety in Fisheries Sector. Jakarta: Departemen Kelautan dan
Perikanan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2006. Laporan Kajian
Prospek Komoditas Unggulan Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Direktorat
Kelautan dan Perikanan, BAPPENAS.
Dahuri, H Rokhmin. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis
Kelautan: Orasi Ilmiah. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Delegasi Komisi Eropa. 2007. Sekilas Uni Eropa.
Http://www.delidn.ec.europa.eu/en/special/bluebook/BB07-ID1.pdf. [11
Maret 2008]
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 1996-2006. Statistik Ekspor Hasil
Perikanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
-----------------------------------------------------. 2004. Indikator Kinerja dan Hasil
Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan: Prosiding Seminar. Jakarta:
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi kelautan dan Perikanan.
-----------------------------------------------------. 2007. Posisi Terkini Perdagangan
Hasil Perikanan Indonesia. http:// www.indonesia.go.id. [5 Desember
2007].
Departemen Perdagangan (Depdag). 2002-2006. Statistik Perdagangan.
Http://www.depdag.go.id/index.php?option=statistik&task=detil&itemid
=06010108. [23 Oktober 2007]
94
Departemen Perindustrian (Depperin). 2005. Laporan Evaluasi Kinerja
Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa, Belgia dan Luksemburg.
Http://www.indonesianmission-eu.org/website/netcontent_docs/
Bahan%20Raker%20Deprin%202005.pdf. [ 11 Maret 2008]
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag). 2002. Kumpulan
Peraturan Tentang Produksi dan Distribusi Produk Pangan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah.
Directorate General Trade of European Union. 2007. Top Trading Partners.
http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2006/september/tradoc_122530.xls.
[28 Juli 2008].
-------------------------------------------------------. 2008. Top Trading Partners.
http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2006/september/tradoc_122531.xls.
[27 Maret 2008].
Directorate General of Health and Consumer Protection (DG Sanco). 2008. EU
Import Condition for Seafood and Other Fishery Product.
http.ec.europa.eufoodinternationaltradeim_cond_fish_en.pdf. [5 Agustus
2008].
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP).
2007. Kumpulan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta: Ditjen
P2HP, DKP.
-----------------------------------------------------------------------------. 2007. Kumpulan
Hasil Terjemahan Peraturan Penting Komisi Eropa Terkait dengan Impor
Produk Perikanan atau Bahan Pangan. Diah Ratnadewi dan Suminar S.
Achmadi, Penerjemah. Jakarta: Ditjen P2HP, DKP. Terjemahan dari:
Regulation (EC) of the European Parliement and the Council.
Direktorat Pemasaran Luar Negeri. 2006. Pedoman Ekspor Hasil Perikanan di
Pasar Internasional. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Direktorat
Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan.
-----------------------------------------. 2007. Perdagangan Perikanan Global:
Asistensi Eksportir Hasil Perikanan. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar
Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,
Departemen Kelautan dan Perikanan.
95
Europa. 2007. The European Commision.
http://europa.eu/institutions/index_en.htm. [5 Agustus 2008]
Eurostat. 2008. External dan intra European Union Trade.
http://epp.eurostat.ec.europa.eu/cache/ITY_OFFPUB/KS-CV-07-001EN.PDF [16 April 2008]
Fahrudin, Achmad. 2003. Pengembangan Ekspor Produk Kelautan Indonesia ke
Eropa Volume V Nomor 1 [Buletin Ekonomi Perikanan]. Bogor:
Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, FPIK, IPB.
FAO. Fishstat Plus (Universal Software for Fishery Statistical Time Series). 19922006. http://www.fao.org/fi/statist/FISOFT/FISHPLUS.asp [25 April
2008]
Globefish. 2004. An Overview on The World Shrimp Market.
http://www.globefish.org/index.php?id=4300. [24 April 2008].
-----------. 2007. Shrimp Market Report February 2008-Europe.
http://www.globefish.org/index.php. [23 Juli 2008].
-----------. 2007. Shrimp Market Report-October 2007-Europe.
http://www.globefish.org/index.php. [23 Juli 2008].
Gujarati, Damodar N. 1978. Basic Econometrics. 2nd edition. Singapore:
McGraw-Hill Book Co.
-------------------------. 1988. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z, penerjemah;
Gunawan H, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Basic
Econometrics.
Hady, Hamdy. 2004. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional Buku
Kesatu. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hamdani, Andan. 2006. Analisis Perdagangan Udang Indonesia di Pasar Eropa.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hanke, J. E, A.G. Reitsch. 2001. Business Forecasting 7th Edition. New Jersey:
Prentice Hall.
Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi
Aksara
96
Khonifah, Emy et al. 2006. Tarif Bea Masuk Produk Perikanan di Berbagai Pasar
Dunia. Jakarta: Direktorat Pemasaran Luar Negeri, Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Koo, Won W, P.Lynn Kennedy. 2005. International Trade and Agriculture.
United Kingdom: Blackwell Publishing.
Koutsoyiannis, A. 1978. Theory of Econometrics 2nd Edition. USA: Harper &
Row Publishers.
Lierbin R Aritonang R. 2002. Peramalan Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mangunsong. 2007. Kesiapan Indonesia dalam Memenuhi Standar Internasional
tentang Produk Perikanan. Nikijuluw, penyunting. Jakarta: Departemen
Kelautan dan Perikanan. Menyunting dari: Meningkatkan Nilai Tambah
Hasil Perikanan.
Murty B, Kismono Hari. 1991. Perdagangan Udang Internasional. Cetakan I.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Mankiw, N Gregory. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid 2. Haris Munandar dan Emil
Salim, Penerjemah; Yati Sumiharti dan Wisnu Chandra Kristiaji, editor.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Economics.
Makridakis, Sypros et al. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Ed Ke-2. Untung
Sus Adriyanto dan Abdul Basith, Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Method and Application of Forecasting 2nd Edition.
Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Ed ke-1. Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi Yogyakarta. Yogyakarta.
Nachrowi, ND dan Hardius U. 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan
Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit FE, UI.
Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nazaruddin. 1993. Seri Komoditi Ekspor Pertanian : Perikanan dan Peternakan.
Cetakan I. Jakarta: Penebar Swadaya.
97
Nugroho, Anang. 2007. Peran dan Kedudukan Indonesia dalam Peta Diplomasi
Pemasaran Produk Ekspor Hasil Perikanan Indonesia di Pasar Global.
Jakarta: Departemen Perikanan dan Kelautan.
Puashanty DS. 2003. Analisis Manajemen Strategis Penerapan Sistem HACCP
Pada PT. Segarindo Mina Manunggal, Jakarta Utara. [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Institut Pertanian Bogor.
Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Perutusan Republik Indonesia untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME). 2001. Kajian
Pasar Produk Udang Beku di Uni Eropa. http://www.indonesianmissioneu.org. [8 Desember 2007].
Salvatore. 1997. Ekonomi International Ed ke-5. Haris Munandar, Penerjemah;
Yati Sumiharti, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: International
Economics 5th edition.
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Silalahi, Maruli. 1994. Analisis Pengaruh Kebijakan Larangan Ekspor Rotan
Mentah dan Setengah Jadi Terhadap Perkembangan Nilai Ekspor Rotan
Indonesia di Pasa Dunia. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian , Institut
Pertanian Bogor.
Suhana. 2001 - 2005. Dokumen Sejarah Pelarangan Ekspor Impor Udang
Nasional (Berdasarkan Laporan Media Massa Nasional).
http://ocean.iuplog.com/uploads/159727-Dokumen-Sejarah-Pelaranganek-im-udang-nas.pdf . [11 Maret 2008]
Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Ed Ke-6. Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
-------------. 2004. Ekonometri Buku Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Taxation and Custom Union. 1992-2006. Tariff Consultation.
http://ec.europa.eu/taxation_customs/dds/cgi-bin/tarchap?Taric. [14
Agustus 2008]
98
Tempo. 2004. Uni Eropa Perketat Impor Udang Indonesia.
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2004/09/09/Ekonomi_dan
_Bisnis/krn.20040909.22093.id.html
World Trade Organization (WTO). Merchandise Trade. 1992-2006.
http://stat.wto.org/StatisticalProgram/WSDBStatProgramHome.aspx?Lang
uage. [22 Juli 2008].
99
Lampiran 1 Prosedur Perdagangan Internasional secara Umum
Berdasarkan sumber DEPDAG, 2006, prosedur ekspor barang secara
umum dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Eksportir dan importir mengadakan korespondensi/negoisasi. Apabila
terjadi kesepakatan dibuat kontrak dagang (sales contract).
2.
Importir mengajukan permohonan pembukaan L/C kepada Opening Bank di
Luar Negeri.
3.
Opening Bank meneruskan L/C kepada eksportir melalui
Correspondent/Receiving Bank di Indonesia.
4.
Correspondent/Receiving Bank meneruskan/memberitahukan L/C kepada
eksportir.
5.
Eksportir melakukan produksi dan penyiapan barang ekspor.
6.
Eksportir menghubungi maskapai pelayaran/penerbangan untuk pelaksanaan
pengiriman barang.
7.
Apabila barang sudah siap ekspor, dan ada kepastian jadwal pengapalan,
eksportir mendaftarkan pemberitahuan ekspor barang (PEB)/ di instansi Bea
dan Cukai di pelabuhan muat. Pihak Bea dan Cukai akan memfiat muat PEB
untuk pemuatan ke atas kapal.
8.
Kegiatan pemuatan barang ke kapal.
9.
eksportir melakukan negoisasi L/C kepada Correspondent/Receiving Bank,
dengan membawa B/L negotiable, PEB yang difiat muat Bea dan Cukai
serta dokumen-dokumen lain yang disyaratkan dalam L/C.
10.
Correspondent/Receiving Bank mengirim dokumen-dokumen tersebut pada
butir 8 dan melakukan penagihan L/C kepada Opening Bank di Luar Negeri.
11.
Opening Bank menyerahkan dokumen tersebut pada butir 8 kepada importir
untuk keperluan pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan serta
penyelesaian kewajiban/tagihan oleh importir.
12.
importir melaksanakan pengeluaran barang dari pelabuhan dalam negeri.
100
Lampiran 2 Volume Ekspor Udang Indonesia ke Uni Eropa, Dummy Non Tarif, Tarif, dan Lag Ekspor Periode 1992-2006
Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Keterangan : Yt
Dt
Xt
Yt-n
Yt (ton)
Ln Yt
7.324
8.113
5.731
4.701
4.672
7.151
18.753
14.461
17.734
20.056
16.140
23.689
26.317
27.179
31.016
Dt
8,90
9,00
8,65
8,46
8,45
8,88
9,84
9,58
9,78
9,91
9,69
10,07
10,18
10,21
10,34
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
Xt (%)
4,50
4,50
4,50
4,50
4,50
5,00
4,60
4,20
4,20
4,20
4,20
4,20
4,20
4,20
4,20
= Volume ekspor
= Dummy non tarif
= Tarif (bea masuk komoditas udang ke Uni Eropa)
= Lag ekspor
Ln Xt
Yt-n (ton)
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,61
1,53
1,44
1,44
1,44
1,44
1,44
1,44
1,44
1,44
Ln Yt-n
7.324
8.113
5.731
4.701
4.672
7.151
18.753
14.461
17.734
20.056
16.140
23.689
26.317
27.179
8,90
9,00
8,65
8,46
8,45
8,88
9,84
9,58
9,78
9,91
9,69
10,07
10,18
10,21
101
Lampiran 3 Nilai Konstanta, R2, uji F, uji T, dan D-W pada Model Linier, Semi Log, dan Double Log
MODEL LINIER
lag ekspor
R2
Adj R2
Fhit
thit
Fsig
α0
α1
tsig
α2
α3
α0
α1
konstanta
α2
α3
α0
α1
D-W
α2
α3
t-1
0,787
0,724
12,350
0,001
-0,263
0,637
0,335
2,504
0,798
0,539
0,744
0,031
-11.501,698
2.744,557
3.088,317
0,911
2,662
t-2
0,704
0,605
7,129
0,009
0,623
0,830
-0,516
1,412
0,549
0,428
0,618
0,192
28.460,336
4.469,207
-5.002,713
0,623
1,456
t-3
0,675
0,554
5,547
0,024
1,227
0,850
-1,055
1,144
0,255
0,420
0,322
0,286
49.164,908
4.733,886
-9.147,573
0,510
1,116
t-4
0,629
0,471
3,964
0,061
1,624
1,116
-1,079
-0,587
0,148
0,301
0,316
0,576
61.386,046
16.378,509
-9.711,898
-0,695
1,654
t-5
0,850
0,775
11,325
0,007
3,471
-0,833
-2,963
3,055
0,013
0,437
0,025
0,022
72.610,041
-3.375,005
-14.164,058
0,967
2,782
R2
Adj R2
Fhit
Fsig
α0
α1
α2
α3
α0
α1
α2
α3
α0
t-1
0,805
0,746
13,729
0,001
-1,749
0,994
1,109
2,819
0,111
0,344
0,293
0,018
-191.580,283
t-2
0,659
0,545
5,800
0,017
-0,032
1,214
-0,395
0,829
0,975
0,256
0,702
0,429
-4.223,117
t-3
0,627
0,488
4,488
0,040
0,617
1,186
-1,108
0,485
0,554
0,270
0,300
0,641
56.688,550
t-4
0,627
0,467
3,915
0,062
1,515
1,179
-0,764
-0,652
0,174
0,277
0,470
0,535
133.511,426
t-5
0,844
0,766
10,794
0,008
0,728
-1,163
-3,266
3,021
0,494
0,289
0,017
0,023
26.342,306
R2
Adj R2
Fhit
Fsig
α0
α1
α2
α3
α0
α1
α2
α3
t-1
0,800
0,739
13,294
0,001
-1,111
0,148
1,338
3,337
0,293
0,885
0,210
0,008
-9,285
0,043
4,823
1,243
2,510
t-2
0,575
0,433
4,054
0,045
0,974
0,894
-0,638
0,568
0,355
0,395
0,539
0,584
10,817
0,423
-2,970
0,313
1,015
t-3
0,735
0,540
3,135
0,087
2,106
1,058
-1,365
0,025
0,068
0,321
0,209
0,981
16,180
0,534
-4,705
0,011
1,162
t-4
0,595
0,421
3,428
0,081
3,185
1,293
-0,823
-0,933
0,015
0,237
0,438
0,382
20,770
1,411
-2,682
-0,845
1,775
t-5
0,828
0,743
9,658
0,010
5,565
-1,130
-3,777
2,434
0,001
0,302
0,009
0,051
12,581
-0,333
-5,422
0,584
3,043
MODEL SEMI LOG
lag ekspor
thit
tsig
konstanta
α1
α2
3.767,260
α3
D-W
52.400,904
13.758,283
2,740
6.757,598
-21.621,603
5.364,962
1,333
7.149,142
-45.645,983
2.682,466
1,259
17.377,752
-33.637,646
-7.983,519
1,836
-5.478,433
-75.072,352
11.602,187
2,592
MODEL DOUBLE LOG
lag ekspor
thit
tsig
konstanta
α0
α1
α2
α3
D-W
Lampiran 4 Hasil Olahan Data Model Linier pada Lag Ekspor t-2
Model Summary(b)
Model
1
R
Adjusted R
Square
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-Watson
.839(a)
.704
.605
5673.304
a Predictors: (Constant), Lag ekspor, Tarif, Dummy non tarif
b Dependent Variable: Volume ekspor
1.456
ANOVA(b)
Sum of
Squares
df
Mean Square
Regression
688418071
229472690.47
3
.418
3
Residual
289677373
9 32186374.868
.813
Total
978095445
12
.231
a Predictors: (Constant), Lag ekspor, Tarif, Dummy non tarif
b Dependent Variable: Volume ekspor
Model
1
F
Sig.
7.129
.009(a)
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Model
1
(Constant)
Dummy non tarif
Tarif
Standardized
Coefficients
t
Sig.
Beta
B
Std. Error
B
Std. Error
28460.336
45667.274
.623
.549
4469.207
5387.412
.251
.830
.428
-5002.713
9688.615
-.137
-.516
.618
.623
.441
.522
1.412
.192
Lag ekspor
a Dependent Variable: Volume ekspor
Residuals Statistics(a)
Predicted Value
Minimum
6375.41
Maximum
28313.17
Mean
16738.46
Std. Deviation
7574.178
Residual
-6826.111
10394.571
.000
4913.225
13
-1.368
1.528
.000
1.000
13
1.832
.000
.866
13
Std. Predicted Value
Std. Residual
-1.203
a Dependent Variable: Volume ekspor
N
13
Lampiran 5 Hasil Olahan Data Model Linier untuk Uji Multikolinearitas
Coefficients(a)
Collinearity Statistics
Model
1
Tolerance
VIF
Dummy non tarif
Tarif
.360
.469
2.775
2.131
Lag ekspor
.240
4.159
a Dependent Variable: Volume ekspor
Coefficient Correlations(a)
volume
ekspor
Pearson Correlation
volume ekspor
lag ekspor (t2)
tarif
1.000
.741
-.651
.741
1.000
-.539
.798
-.651
-.539
1.000
-.726
lag ekspor (t-2)
.822
.798
-.726
1.000
volume ekspor
.
.002
.008
.000
dummy non tarif
.002
.
.029
.001
tarif
.008
.029
.
.003
lag ekspor (t-2)
.000
.001
.003
.
dummy non tarif
tarif
Sig. (1-tailed)
dummy non
tarif
.822
Lampiran 6 Plot Data Time Series dan Autokorelasi Volume Ekspor Udang
Indonesia ke Uni Eropa
Plot Data Time Series Volume Ekspor Udang
Time Series Plot of Ekspor Udang (ton)
30
Ekspor Udang (ton)
25
20
15
10
5
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Year
Plot Autokorelasi Time Series Volume Ekspor Udang
Autocorrelation Function for Ekspor Udang (ton)
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
1.0
0.8
Autocorrelation
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
1
2
3
4
5
6
7
8
Lag
9
10
11
12
13
14
Lampiran 7 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE
Menggunakan Metode Trend
Trend Linier
Trend Analysis Plot for Yt
Linear Trend Model
Yt = 0.726743 + 1.85113*t
40
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
Yt
30
A ccuracy Measures
MA PE
30.8086
MA D
2.6662
MSD
10.6638
20
10
0
92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Year
Trend Kuadratik
Trend Analysis Plot for Yt
Quadratic Trend Model
Yt = 4.98181 + 0.349344*t + 0.0938617*t**2
50
40
Yt
30
20
10
0
92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Year
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
A ccuracy Measures
MA PE
25.3344
MA D
2.3320
MSD
8.2408
Trend Eksponensial
Trend Analysis Plot for Yt
Growth Curve Model
Yt = 4.44771 * (1.14198**t)
70
60
50
Yt
40
30
20
10
0
92 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11
19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Year
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
A ccuracy Measures
MA PE
25.6269
MA D
2.6321
MSD
9.3038
Lampiran 8 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE Menggunakan Metode Rata-Rata Bergerak Ganda
Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
MSE
RMSE
t
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
11.831.827
3.439,74
Yt
7.324
8.113
5.731
4.701
4.672
7.151
18.753
14.461
17.734
20.056
16.140
23.689
26.317
27.179
31.016
Σ3Y
21.168
18.545
15.104
16.524
30.576
40.365
50.948
52.251
53.930
59.885
66.146
77.185
84.512
St'
7.056
6.182
5.035
5.508
10.192
13.455
16.983
17.417
17.977
19.962
22.049
25.728
28.171
Σ3y
St"
18.272
16.724
20.735
29.155
40.630
47.855
52.376
55.355
59.987
67.739
75.948
6.091
5.575
6.912
9.718
13.543
15.952
17.459
18.452
19.996
22.580
25.316
at
3.979
5.441
13.472
17.192
20.422
18.882
18.495
21.472
24.102
28.877
31.025
bt
-1.056
-67
3.280
3.737
3.439
1.465
518
1.510
2.053
3.149
2.855
Ft+m
2.922
5.374
16.753
20.928
23.862
20.348
19.012
22.981
26.155
32.026
33.880
33.880
36.735
39.590
42.445
45.299
et = Yt - Ft
1.750
1.777
2.000
-6.467
-6.128
-292
-2.872
708
162
-4.847
-2.864
jumlah
et2
3.060.945
3.156.150
4.000.444
41.826.400
37.546.937
85.199
8.250.937
500.635
26.352
23.492.332
8.203.769
130.150.100
Lampiran 9 Hasil Peramalan Volume Ekspor Udang Indonesia ke UE
Menggunakan Metode Pemulusan Eksponensial Linier Holt
Double Exponential Smoothing Plot for Ekspor Udang Indonesia (ton)
Ekspor Udang Indonesia (ton)
50
Variable
A ctual
Fits
Forecasts
95.0% PI
40
Smoothing Constants
A lpha (level)
0.1
Gamma (trend)
0.2
30
A ccuracy Measures
MA PE
35.8004
MA D
3.1836
MSD
13.5903
20
10
0
9 2 9 3 9 4 9 5 9 6 9 7 9 8 9 9 0 0 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 10 1 1
19 19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Year
Download