EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp) DENGAN METODE ASAM Rahmawati Saleh*) Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Email: [email protected] Abstract:Red Snapper (Lutjanus sp) fish bone was product from red snapper fillet processing which had not been used optimal. The utilisation of fresh red snapper fishbone to produce gelatine has not been frequently performed. The research aimed to produce gelatine out of the red snapper fishbone waste and determine the best condition of pH and temperature for the extraction with acid method. The result showed that the soaking in citrid acid solution with pH 3, a seven day soaking period and a temperature 90oC were the best treatment condition of all. Under this condition gave 10,02% yield with viscosity 7 centipoises, pH 6,7 and gel strength 81,08 bloom, which fulfils the Tourtellote standard. Key words : red snapper fish bone, gelatine, extraction. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekspor perikanan Indonesia dalam kurun waktu 1998 2000 meningkat. Pada tahun 1998 volume ekspor sebesar 650.291 ton meningkat menjadi 703.155 ton pada tahun 2000. Jika diasumsikan jumlah yang diekspor tersebut adalah dalam bentuk fillet ikan bertulang keras (tuna, kakap merah, dan sebagainya), maka akan dihasilkan limbah tulang ikan sebanyak 87.472 ton (Dahuri, 2002). Limbah ini terutama dapat diperoleh dari industri filet ikan yang banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia diantaranya perusahaan pengolahan fillet ikan bertulang keras kakap merah (Lutjanus sp) di KIMA (Kawasan Industri Makassar) yang belum menerapkan konsep produksi bersih secara optimal. Limbah ikan yang dihasilkan dari industri pengolahan ikan tersebut, yaitu tulang dan kulit ikan, belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah tulang ikan bertulang keras tersebut terbuang begitu saja atau digunakan untuk pembuatan tepung sebagai pakan ternak dan ikan atau bahan baku pangan manusia. Berdasarkan penelitian, potensi limbah tulang dan kulit untuk digunakan sebagai bahan baku gelatin cukup besar yaitu tidak kurang dari 3 - 4 ton/hari (Peranginangin, 2007). Dengan Pemanfaatan limbah tulang ikan untuk produksi gelatin, industri fillet tersebut akan mendapatkan nilai komersial tambahan sekaligus mendapatkan cara untuk mengatasi limbahnya. Sumber bahan bakunya pun banyak ditemukan. Maka pengembangan produksi gelatin dengan bahan *) dan Syamsuar, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep 33 34 Jurnal Teknosains, Volume 5 Nomor 1, Januari 2011, hlm. 33-42 baku tulang ikan dapat diproduksi menggunakan bahan yang cukup murah, membuka lapangan kerja baru, yang sekaligus membantu mengatasi masalah lingkungan (Peranginangin, 2007). Tulang ikan mengandung kolagen. Kolagen merupakan protein berbentuk serat yang terdapat pada jaringan pengikat. Apabila kolagen dididihkan di dalam air, akan mengalami transformasi menjadi gelatin (Lehninger, 1982). Kandungan kolagen pada tulang ikan keras (Teleostei) berkisar 15 - 17 %, sedangkan pada tulang ikan rawan (Elasmobranch) berkisar 22 - 24% (Purwadi, 1999). Gelatin merupakan protein konversi serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, tulang rawan dan bagian tubuh yang berkolagen lainnya. Gelatin adalah suatu protein murni , produk yang termasuk dalam bahan tambahan makanan, diperoleh dari kolagen yang didenaturasi secara panas. Gelatin mempunyai titik leleh di bawah 35ºC (suhu tubuh manusia), yang membuat produk gelatin mempunyai karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan pembentuk gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar dan karaginan yang merupakan senyawa karbohidrat (Gomez & Montero, 2001). Gelatin yang diperoleh dari bahan baku ikan biasanya diproses dengan perendaman dalam larutan asam. Proses asam memerlukan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan proses basa/alkali (Nurilmala, 2004). Suhu ekstraksi sangat memegang peranan penting dalam ekstraksi gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi berkisar 40 - 50ºC dan suhu maksimum hingga 100ºC. Untuk penggunaan dalam bahan pangan, kekuatan gel, viskositas dan titik leleh merupakan sifat khas gelatin yang sangat penting. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi larutan gelatin, waktu pemanasan gel, suhu pemanasan gel, pH dan kandungan garam (Rusli, 2004). Sifat fisik, kimia, dan fungsional gelatin merupakan sifat yang sangat penting dalam menentukan mutu gelatin. Sifat yang dapat dijadikan parameter dalam menentukan mutu gelatin antara lain adalah kekuatan gel, viskositas, dan rendemen (Peranginangin, 2007). Selain itu, teknik ekstraksi seperti tingkat keasaman larutan perendaman, lama perendaman dan suhu ekstraksi diduga mempengaruhi sifat-sifat gelatin tersebut (Anonim, 2002). Penelitian mengenai gelatin yang diekstrak dari tulang ikan bertulang keras (Teleostei) hingga saat ini masih terbatas pada ikan-ikan seperti: ikan cucut, ikan pari, dan ikan patin. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang gelatin dari tulang ikan keras (Teleostei) dengan model ikan kakap merah (Lutjanus sp). Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah perikanan yaitu tulang ikan kakap merah sebagai sumber gelatin, mengekstraksi gelatin dari limbah tulang ikan kakap merah (Lutjanus sp) dengan metode asam, menentukan pH, waktu, dan suhu ekstraksi yang memberikan hasil terbaik. Saleh,dan Syamsuar, Ekstraksi Gelatin dari Limbah Tulang Ikan Kakap Merah 35 METODE PENELITIAN Setelah langkah-langkah persiapan bahan baku maka dilakukan proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral pada tulang ikan sehingga diperoleh ossein. Demineralisasi dilakukan dengan merendam tulang dalam larutan asam sitrat selama 7 hari dengan perbandingan tulang ikan : akuades 1 : 4 (w/v), dengan perlakuan perendaman tulang ikan kakap merah (Lutjanus sp) pada pH 1, 3, 4 dengan suhu ekstraksi 70oC dan 90oC. Selanjutnya dilakukan ekstraksi, dimana pada proses ekstraksi perbandingan antara ossein dengan air pengekstrak (aquades) adalah 1: 3 (w/v). Suhu yang digunakan adalah 70ºC, dan 90ºC dengan lama ekstraksi 5 jam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter rendemen, viskositas, kekuatan gel, pH dan analisis gugus fungsi pada gelatin yang dihasilkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Rendemen Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam pembuatan gelatin. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase gelatin yang dihasilkan dari tulang ikan kakap merah segar berdasarkan pH larutan perendaman dan suhu ekstraksi dengan lama perendaman 7 hari. Hasil penelitian diperoleh nilai rendemen antara 3,94% - 10,02%. Tabel 1 memperlihatkan nilai rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini. Tabel 1. Nilai Rendemen Gelatin Tulang Ikan Kakap Merah (%) pH 1 Suhu(Oc) 70 90 Rerata I II 4,42 3,73 4,08 4,15 4,25 3,94 pH 3 Rerata I II 7,49 9,93 7,67 10,11 pH 4 I 7,58 10,02 Rerata II 5,90 5,34 6,78 6,20 5,62 6,49 Dari hasil penelitian terlihat kecenderungan semakin rendah pH larutan perendaman (yang berarti semakin besar konsentrasi asamnya), maka rendemen makin rendah. Hal ini diduga karena jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen lebih banyak, tetapi kecenderungan ini mencapai batas maksimal apabila ion H+ yang berlebih mendenaturasi kolagen yang terhidrolisis. Konsentrasi asam yang berlebih akan menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan turunnya rendemen. 36 Jurnal Teknosains, Volume 5 Nomor 1, Januari 2011, hlm. 33-42 Pada Gambar 1 terli hat bahwa rata-rata rende men gelatin yang tinggi dihasilkan dari larutan pe rendaman pH 3, selanjutnya pH 4 dan yang terendah pada pH 1. Hal ini dise babkan karena pada peren daman pH 3, tulang menjadi mengembang dan lunak se bagaimana tujuan perenda man tersebut dan ini menun jukkan kolagen yang ada pada tulang berubah menjadi ikatan rantai tunggal. Sebagaimana dinyatakan Ward dan Court (1977) bahwa asam mampu mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal. Sementara perendaman dengan larutan pH 4, diperoleh rendemen gelatin yang tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan karena konsentrasi asam pada larutan tersebut tidak mampu mengubah serat kolagen tulang menjadi rantai tunggal, sehingga tidak terjadi pengembangan selama perendaman. Pada perendaman larutan dengan pH 1 diperoleh rendemen gelatin yang paling rendah, hal ini disebabkan karena pada perendaman larutan tersebut protein terutama kolagen dari tulang telah mengalami kerusakan. Gejala ini ditunjukkan dari hasil pengamatan, dimana tulang yang direndam pada larutan pH 1 menjadi terurai. Menu rut Lehninger (1982) bahwa protein akan rusak terkena turasi, tidak hanya oleh panas, tetapi oleh pengaruh pH, yaitu terjadi perubahan struktur utama rantai pep tida pada protein. Jika protein terdenaturasi, susunan ikatan rantai polipeptida terganggu Gambar 1. Pengaruh pH larutan Terhadap rendemen (%) gelatin tulang Ikan dan molekul protein terbuka kakap merah (Lutjanus sp) menjadi struktur acak dan selanjutnya terkoagulasi, sehingga jumlah kolagen yang terekstraksi lebih rendah. Hasil analisis rata-rata rendemen berdasarkan suhu ekstraksi, menunjukkan rata-rata rendemen dengan suhu ekstraksi 900C lebih tinggi dibanding suhu ekstraksi 700C. Hal ini di sebabkan karena semakin tinggi suhu ekstraksi maka akan meningkatkan hidrolisis struktur heliks dan ikatan peptida kolagen menjadi rantai yang terpisah, sehingga filtrat gelatin semakin banyak. Pada perendaman pH 3 suhu ekstraksi 90oC lama perendaman 7 hari dihasilkan rendemen gelatin yang paling tinggi, hal ini diduga karena kondisi optimum perubahan kolagen menjadi gelatin didapatkan pada kombinasi antara pH perendaman, suhu, lama perendaman tersebut. Viskositas Viskositas merupakan salah satu sifat fisik gelatin yang cukup penting setelah kekuatan gel, karena viskositas mempengaruhi sifat fisik Saleh,dan Syamsuar, Ekstraksi Gelatin dari Limbah Tulang Ikan Kakap Merah 37 gelatin yang lainnya seperti titik leleh, titik jendal dan stabilitas emulsi. Viskositas gelatin berpengaruh terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh, dimana viskositas gelatin yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding gelatin yang viskositasnya rendah. Dan untuk stabilitas emulsi gelatin diperlukan viskositas yang tinggi (Rusli, 2004). Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gelatin sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas biasanya diukur pada suhu 60oC dengan konsentrasi 6,67% (b/b). Tabel 2 memperlihatkan nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini. Tabel 2. Nilai Viskositas Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) (cP) Suhu (oC) 70 90 pH 1 Rerata I II 3,5 4,0 3,5 3,5 3,50 3,75 pH 3 Rerata I II 5,0 7,0 5,0 7,0 5,00 7,00 pH 4 Rerata I II 3,0 3,2 3,0 3,0 3,00 3,10 Keterangan : Gelatin standar 6 cP Pada Tabel 2 terlihat bahwa viskositas gelatin tulang ikan kakap merah pada perendaman dengan larutan pH 3 suhu ekstraksi 90oC nilainya lebih besar dari viskositas gelatin standar. Jika dibandingkan dengan gelatin standar dan gelatin komersial maka viskositas gelatin tu lang ikan kakap merah lebih besar daripada viskositas gela tin standar dan gelatin sapi dan babi yang nilainya sebesar 5,9 (Rusli, 2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan Leuenberger (1991) bahwa pada dasarnya gelatin ikan dapat dibedakan dari gelatin sapi dan babi berdasarkan sifat fisiknya yaitu titik leleh yang rendah, suhu pemben tukan gel yang rendah dan iskositas larutan yang tinggi. Grafik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa secara umum rata-rata nilai viskositas gelatin yang tertinggi diperoleh pada perendaman dengan larutan pH 3 dan terendah diperoleh dari perendaman larutan pH 4. Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan dari larutan gelatin yang dihasilkan Gambar 2.Pengaruh pH Perendaman Terhadap dengan perendaman pH 3 viskositas Gelatin tulang Ikan kakap cenderung lebih baik dibanmerah (Lutjanus sp) 38 Jurnal Teknosains, Volume 5 Nomor 1, Januari 2011, hlm. 33-42 ding perendaman pH 1 dan pH 4. Pada pH 1 dan 4 diduga struktur rantai asam amino. Semakin terbuka yang menyebabkan pemotongan rantai asam amino semakin banyak dihasilkan rantai yang lebih pendek yang berakibat rendahnya nilai viskositas. pH Gelatin Nilai pH merupakan parameter penting dalam produk gelatin, karena nilai pH termasuk salah satu standar mutu. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dari suatu bahan. pH larutan gelatin mempengaruhi sifatsifat gelatin yang lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Rusli, 2004). Nilai pH gelatin yang dihasilkan pada penelitian ini terlihat berkisar antara 3,30 – 7,05. Nilai pH gelatin yang dihasilkan dari perendaman pH 1 dan 3 masih memenuhi standar gelatin tipe A (gelatin yang dibuat secara asam) menurut Tourtellote (1980) yaitu antara 3,8 – 6,0. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum diharapkan mendekati pH netral (pH 7). Tabel 3 memperlihatkan nilai pH gelatin yang dipero leh dalam penelitian. Tabel 3. Nilai pH Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) Suhu (oC) 70 90 pH 1 I II 3,4 3,6 3,2 3,4 Rerata 3,30 3,50 pH 3 Rerata I II 6,5 6,7 6,3 6,7 6,40 6,70 pH 4 Rerata I II 7,1 7,0 7,0 7,0 7,05 7,00 Pada Gambar 3 terlihat bahwa pH gelatin cenderung naik dengan makin tingginya pH larutan perendaman. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi pH larutan perendaman, maka konsentrasi larutan asam yang diserap oleh tulang selama perendaman semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Gejala ini ditunjukkan dari hasil pengamatan, dimana larutan perendaman pH 1 berubah menjadi 3 – 4 setelah perendaman, pH 3 berubah menjadi 6 – 7, dan pH 4 berubah menjadi 7. Dengan demikian rendahnya pH gelatin yang dihasilkan dari larutan perendaman pH 1, disebabkan karena pencucian yang dilaku kan setelah perendaman tidak mampu menghi langkan semua larutan asam yang diserap tulang selama perendaman, sehingga gelatin yang dihasilkan relatif bersifat asam. Perbaikan nilai pH dapat dilakukan dengan cara pencucian berulang sampai pH mencapai 7 setelah dilakukan perenda man dalam larutan asam sitrat (demineralisasi). Per baikan ini dilakukan agar nilai pH gelatin yang dihasil kan tidak rendah. Kekuatan Gel Kekuatan gel gelatin didefinisikan sebagai besar nya kekuatan yang diperluk an oleh probe untuk mene kan gel setinggi 4 mm sampai gel pecah. Satuan un tuk menunjukkan kekuatan suatu gel yang dihasilkan dari suatu konsentrasi tertentu disebut derajat bloom. Kekuatan gel sangat penting (Bloom) Gelatin KekuatanpHGel Saleh,dan Syamsuar, Ekstraksi Gelatin dari Limbah Tulang Ikan Kakap Merah 39 90 8 7 80 6 70 5 60 4 50 3 40 2 30 1 20 0 10 0 70oC, 7 Hari 90oC, 7 hari 1 3 4 pH Larutan Perendaman 1 3 4 pHpH Larutan Gambar 3. Pengaruh larutanPerendaman per hadap pH tulang Ikan kakap merah (Lutjanus sp) Gambar 4. Pengaruh Ph Larutan Terhadap Kekuatan Gel Gelatin Tulang Ikan Kakap (Merah (Lutjanus Sp) dalam penentuan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi gelatin, karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversibel. Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Tabel 4 memperlihatkan nilai kekuatan gel yang diperoleh dalam penelitian. Tabel 4. Nilai Kekuatan Gel Gelatin Tulang Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) (bloom) Suhu (oC) 70 90 pH 1 36,53 49,27 pH 3 61,23 81,08 pH 4 55,1 58,35 Keterangan : Gelatin standar tidak terbentuk gel Pada Gambar 4 terlihat bahwa rata-rata kekuatan gel gelatin tertinggi diperoleh dari pH 3, dan yang terendah diperoleh dari pH 1. Sementara berdasarkan suhu ekstraksi menunjukkan bahwa rata-rata nilai kekuatan gel gelatin yang diekstraksi pada suhu 90oC lebih tinggi dibanding gelatin yang diekstraksi pada suhu 70oC. Hal ini disebabkan karena kolagen pada tulang lebih banyak terekstraksi dengan semakin tingginya suhu ekstraksi, sehingga kekuatan gel gelatin cenderung lebih baik. Konsentrasi asam yang semakin tinggi dan peningkatan suhu. menyebabkan hidrolisis lanjutan pada kolagen yang sudah terkonversi menjadi gelatin yang menyebab kan pendeknya rantai asam amino sehingga kekuatan gel menjadi rendah. Kekuatan gel pada pH 1 paling rendah diduga disebabkan karena Menu rut Nurilmala (2004) kekua tan gel dipengaruhi oleh asam alkali dan panas yang akan merusak struktur gelatin se hingga gel tidak ter bentuk. Kekuatan gel pada pH 3 dan pH 4 dengan meningkatnya suhu ekstraksi terlihat kecende rungan peningkatan kekuatan gel. Hal ini diduga kare na pada kondisi tersebut tidak terjadi hidrolisis lanjutan se hingga dihasilkan rantai asam amino yang pan jang yang menyebabkan kekuatan gel semakin tinggi. Menurut Nurilmala (2004) bahwa pemben tukan gel merupakan hasil pembentukan ikatan hidro gen antara molekul gelatin sehingga dihasilkan gel se mi padat yang terikat dalam komponen air. 40 Jurnal Teknosains, Volume 5 Nomor 1, Januari 2011, hlm. 33-42 Pengukuran kekuatan gel menghasilkan nilai an tara 36,53-81,08 bloom. Berdasarkan nilai kekuatan gel yang dipersyaratkan Tourtellote (1980) yaitu berkisar antara 75 – 300 bloom, maka gelatin yang memenuhi syarat hanyalah gelatin yang dihasilkan dari perendaman larutan pH 3 , suhu ekstraksi 90oC dengan kekuatan gel sebesar 81,08 bloom. Hasil Analisis Gugus Fungsi Gelatin Tulang Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) Spektrum IRGelatin Standar Pada spektrum IR gelatin standar, diperoleh serapan khas yang diperlihatkan pada Tabel 5 : Pada bilangan gelombang 2850 – 2960 diduga ada regangan ulur CH alifatik dari CH2 dan CH3 demikian pula pada 1460 diduga ada tekukan C-H alifatik, tetapi tidak nampak pada spektrum. Hal ini disebabkan oleh karena spektrum telah diperhalus dan kecepatan pengukuran terlalu tinggi. Spektrum IR Gelatin Tulang ikan kakap merah (Lutjanus sp) Pada spektrum IR gelatin tulang ikan kakap merah ( Lutjanus sp) dengan spektrometri infra merah diperoleh serapan khas gugus fungsi senyawa gelatin tulang ikan kakap merah yang dapat dilihat pada Tabel 6 : Tabel 5. Spektrum IR Gelatin Standar Bilangan Gelombang (cm-1) Dugaan Gugus Fungsi Regangan ulur gugus NH dan OH Regangan ulur gugus C=O Tekukan gugus NH Regangan ulur gugus C-N Regangan ulur gugus C-O 3615 1669 1533 1253 1065 Tabel 6. Spektrum IR Gelatin Tulang Ikan kakap merah (Lutjanus sp) Dugaan gugus fungsi Regangan ulur gugus NH dan OH Regangan ulur gugus C-H alifatik Regangan ulur gugus C=O Tekukan gugus N-H Tekukan gugus C-H alifatik Tekukan gugus C-H alifatik Regangan ulur C-N Regangan ulur C-O Keterangan : 1 = pH 1, 70oC, 7 hari 2 = pH 1, 90oC, 7 hari 3 = pH 3, 70oC, 7 hari 1 3468 1657 1532 1446 1406 1253 1065 Bilangan gelombang (cm-1) 2 3 4 5 3300 3447 3438 3443 2950 2937 1655 1647 1658 1654 1541 1540 1532 1533 1452 1437 1329 1244 1247 1244 1077 1070 1066 1060 1077 4 = pH 3, 90oC, 7 hari 5 = pH 4, 70oC, 7 hari 6 = pH 4, 90oC, 7 hari 6 3439 1654 1537 1440 1255 1068 Saleh,dan Syamsuar, Ekstraksi Gelatin dari Limbah Tulang Ikan Kakap Merah 41 Berdasarkan interpretasi spektrum IR yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gugus fungsi yang ada dalam sampel sama dengan spektrum khas gelatin standar, tetapi spektrum IR menunjukkan senyawa yang dihasilkan belum murni. Senyawa gelatin limbah tulang ikan kakap merah yang dihasilkan tidak melalui proses pemurnian dengan menggunakan “kromatografi kolom”, sehingga ditemukan pengotor pada spektrum IR. Ketidakmurniaan senyawa diduga disebabkan oleh kontaminasi zat dengan alat-alat gelas, serta kurangnya ketelitian. KESIMPULAN Tulang ikan keras (Teleostei) dari ikan kakap merah (Lutjanus sp) cukup baik diolah menjadi gelatin dengan kombinasi perlakuan derajat keasaman larutan perendaman pH 3 dan suhu ekstraksi 90oC, karena menghasilkan rendemen yang paling tinggi serta parameter yang lainnya (viskositas, nilai pH, kekuatan gel) masih memenuhi standar Tourtellote (1980). Perlu dilakukan penelitian pembuatan gelatin pada limbah perikanan ikan bertulang keras lainnya dengan metode yang dihasilkan pada penelitian ini serta penelitan mengenai aplikasi gelatin dari limbah tulang ikan keras dalam produk pangan dan produk lainnya. DAFTAR RUJUKAN Anonim, 2002. Gelatin Food Science.Gelatin.http:/gelatin.co.za/gltn1.html. Dahuri, R. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Gomez, G.M.C and Montero. P. 2001 Extraction of Gelatin from Megrim Skins with Saveral Organic Acid. J. Food Sci 66 (2):213-216. Hartomo AJ, Purba AV.1984. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik Ed 4. Erlangga. Jakarta. Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Penerjemah M. Thenawijaya. Erlangga. Jakarta. Leuenberger BH. 1991. Investigation of the viscocity and gelatin properties of different mammalian and fish gelatin. Food Hydrocolloids 5: 353 – 361. Nurilmala, M. 2004. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Keras (Teleostei) Sebagai Sumber Gelatin Dan Analisis Karakteristiknya. Tesis Magister Sains Program Studi Teknologi Pascapanen Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Purwadi, T. 1999. Pengkajian Mutu dan Tekno-Ekonomi Perekat dari Tulang Ikan. Tesis Magister Sains yang Tidak Dipublikasikan Program Studi Teknologi Pasca Panen Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Peranginangin,R., Nurul, Widodo, Arham. 2004. Ektraksi Gelatin dari Kulit Ikan Patin Secara Proses Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 10 Nomor 3 Thn 2004. Jakarta. 42 Jurnal Teknosains, Volume 5 Nomor 1, Januari 2011, hlm. 33-42 Peranginangin, R. 2007. Extraction Technology of Gelatin from Fish Skin by Processing Used as Material for Food and Farmacy. Disampaikan dalam Simposium Nasional Riset Kelautan dan Perikanan. Hotel Bumikarsa, Bidakara 7 Agustus 2007, Jakarta. Rusli, A. 2004. Kajian Proses Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Segar. Tesis Magister Sains Program Studi Teknologi Pascapanen Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tourtellote, P. 1980. Gelatin. Di dalam Mc. Graw Hill, Encyclopedia of Science and Technology. Mc. Graw Hill Book Co., New York. Hal 93-94. Ward AG, Courts A. 1997. The Science and Technology of Gelatin Academic Press, New York.