KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR

advertisement
i
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR
Colossoma macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN
TERTUTUP DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER
ALFIE SYAUQI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR Colossoma
macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN TERTUTUP
DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
ALFIE SYAUQI
C 14102027
ii
RINGKASAN
ALFIE SYAUQI. Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma
macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat
Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan
IIS DIATIN.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh para supplier dalam pengiriman ikan
adalah survival rate yang rendah disebabkan oleh kualitas air yang memburuk
selama pengangkutan. Untuk itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang
kelangsungan hidup benih ikan bawal air tawar dengan kepadatan berbeda dalam
sistem pengangkutan tertutup dalam waktu lebih dari 24 jam.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober
2008, bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Departemen Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
terdiri dari beberapa tahap, yaitu penentuan kemampuan puasa ikan, penentuan laju
ekskresi TAN, penentuan kapasitas zeolit dalam menyerap TAN, dan kepadatan
optimal dalam media pengangkutan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan. Parameter yang
digunakan dalam mengevaluasi percobaan adalah survival rate, konsentrasi Total
Amoniak Nitrogen (TAN), NH3, pH, suhu, kadar oksigen terlarut, dan efisiensi
ekonomi. Analisis data menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut
analisis BNT (Beda Nyata Terkecil).
Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa ikan bawal air tawar berukuran 0,5
g/ekor mampu bertahan hidup secara normal sampai 3 hari. TKO ikan bawal air
tawar (y, mgO2.g-1.jam-1) dengan bobot rata-rata (x, gram) 0,4 g, 0,5 g dan 0,6 g
menghasilkan persamaan y = −0,022x+0,352 dengan R2 = 0,935 untuk ikan sebelum
makan, serta y = −0,013x+0,299 dengan R2 = 0,996 untuk ikan setelah makan.
Konsentrasi TAN (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut waktu
(t, jam) berupa persamaan y = 0,921x−0,471 dengan R2 = 0,941. Penurunan
konsentrasi TAN (y, mg/l) akibat penyerapan oleh zeolit menurut waktu (t, detik)
digambarkan dalam persamaan y = -0,0184Ln(x)+0,1071 dengan R2 = 0,9974.
Konsentrasi amoniak (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut waktu
(t, jam) berturut-turut pada kepadatan 43, 86 dan 129 ekor/liter berupa persamaan
y = 0,0003x+0,0019 dengan R2 = 0,9404; y = 0,004x+0,002 dengan R2 = 0,9652;
y = 0,007x+0,0022 dengan R2 = 0,9205.
Kepadatan optimal bagi pengangkutan benih ikan bawal air tawar ukuran 0,5
g/ekor (1inci up) pada sistem pengangkutan tertutup adalah 129 ekor/liter dengan
kelangsungan hidup 93,21%, keuntungan Rp 20.134.197,93, margin keuntungan
18,96 %, R/C Ratio 1,13, titik impas Rp 85.705.361,72 per tahun atau 519.426 ekor
per tahun, harga pokok penjualan Rp 135,74 per ekor dan pulang pokok 0,80 tahun.
Peningkatan padat penebaran cenderung menurunkan kualitas air media
pengangkutan, namun sampai akhir penelitian masih dalam batas kelayakan bagi
kehidupan ikan.
iii
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR
Colossoma macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN
TERTUTUP DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER
ALFIE SYAUQI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
iv
Judul
: Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar
Colossoma macropomum cuvier. pada Sistem Pengangkutan
Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 Ekor/Liter
Nama
: ALFIE SYAUQI
Nomor Pokok : C14102027
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Tatag Budiardi
NIP. 132169277
Iis Diatin, M.M.
NIP. 131878936
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Indra Jaya
NIP. 131578799
Tanggal Lulus :
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas karunia-Nya. Skripsi yang berjudul ”Kelangsungan Hidup Benih
Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan
Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter” ini dapat
diselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada :
1. Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku Pembimbing I dan Ibu Iis Diatin, M.M.
selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan
masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama studi.
3. Bapak Dr. D. Djokosetiyanto selaku Dosen Penguji Tamu yang telah
memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ayahanda H. Abdul Chair dan Ibunda Hj. Sriyati, Adinda Azwita Fikri dan
Amalia Natasya atas do’a dan kasih sayang.
5. Kania Permatasari SE. yang telah menjadikan hidupku lebih berarti.
6. Seluruh staf BDP atas bantuan yang diberikan.
7. Teman seperjuangan yang telah lebih dulu meninggalkan kampus
BDP’39,38,37,36,35,34 dan adik BDP’40,41,42,43,44,45 tetap semangat.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Penulis dan juga bagi
semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan ini.
Amin.
Bogor, Januari 2009
Alfie Syauqi
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 26 November 1984, adalah anak pertama dari
tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Chair dan Ibu Sriyati. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 09 Pagi pada 1996. Pada tahun 1999 penulis
berhasil menyelesaikan pendidikan di SLTPN 87 Jakarta. Setelah menyelesaikan
pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta pada tahun 2002, Penulis mendapat
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan
Manajemen Akuakultur melalui Jalur USMI (Ujian Saring Masuk IPB).
Selama kuliah, Penulis pernah aktif dalam organisasi HIMAKUA sebagai staf
kewirausahaan 2004/2005 dan salah satu pendiri UKM MAX!! (Music Agriculture
X-pression) 2005/2006.
Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis
menjalani magang kerja di Ben’s Fish Farm, Bogor Juni-Agustus 2005. Tugas akhir
di perguruan tinggi Penulis selesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul
”Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier.
pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129
ekor/liter”.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
I. PENDAHULUAN...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1.2. Tujuan .............................................................................................
1
2
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................
3
2.1 Morfologi dan Biologi Ikan...............................................................
2.2 Pengangkutan Ikan............................................................................
2.2.1 Kemasan...................................................................................
2.2.2 Padat Penebaran........................................................................
2.2.3 Kelangsungan Hidup.................................................................
2.2.4 Zeolit ........................................................................................
2.2.5 Kualitas Air ..............................................................................
2.3 Efisiensi Ekonomi.............................................................................
3
3
6
6
7
7
10
11
III. BAHAN DAN METODE .....................................................................
13
3.1 Waktu dan Tempat............................................................................
3.2 Tahap Penelitian ...............................................................................
3.3 Alat dan Bahan .................................................................................
3.3.1 Penentuan Kemampuan Puasa Ikan...........................................
3.3.2 Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen......................................
3.3.3 Penentuan Laju Ekskresi TAN ..................................................
3.3.4 Penentuan Kapasitas Zeolit dalam Menyerap Total Amonia
Nitrogen (TAN)........................................................................
3.3.5 Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan ......
3.4 Prosedur Kerja ..................................................................................
3.4.1 Prosedur Penentuan Kemampuan Puasa Ikan ............................
3.4.2 Prosedur Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)............
3.4.3 Prosedur Penentuan Kepadatan Ikan dalam Kemasan Tertutup .
3.4.4 Prosedur Penentuan Laju Ekskresi TAN ...................................
3.4.5 Penentuan Kapasitas Zeolit .......................................................
3.4.6 Prosedur Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media
Pengangkutan ...........................................................................
3.5 Rancangan Penelitian........................................................................
3.6 Efisiensi Ekonomi.............................................................................
3.7 Analisis Data ....................................................................................
13
13
13
13
13
14
14
14
14
14
15
15
16
16
16
17
18
18
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................
19
4.1 Hasil .................................................................................................
4.1.1 Kemampuan Puasa Ikan............................................................
4.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) ...........................................
4.1.3 Laju Ekskresi TAN ...................................................................
4.1.4 Kapasitas Serap Zeolit ..............................................................
4.1.5 Konsentrasi TAN dan NH3 Media Air Pengepakan ...................
4.1.6 Suhu Media Air Pengepakan.....................................................
4.1.7 Konsentrasi DO Media Air Pengepakan....................................
4.1.8 Nilai pH Media Air Pengepakan ...............................................
4.1.9 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) ...........................................
4.1.10 Efisiensi Ekonomi...................................................................
4.2 Pembahasan ......................................................................................
19
19
19
20
21
21
24
24
25
26
26
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
34
5. 1 Kesimpulan......................................................................................
5. 2 Saran................................................................................................
34
34
LAMPIRAN...............................................................................................
38
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kualitas air yang optimal untuk ikan bawal air tawar
Colossoma macropomum Cuvier. ...........................................................
10
2. Kemampuan puasa ikan bawal air tawar .................................................
19
3. Konsentrasi TAN rata-rata pada media air pengepakan ...........................
22
4. Konsentrasi NH3 rata-rata pada media pengepakan .................................
23
5. Konsentrasi DO rata-rata pada media air pengepakan .............................
24
6. Tingkat kelangsungan hidup (SR) media air pengepakan ........................
26
7. Analisis usaha pada tiap perlakuan..........................................................
27
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar ...................................... 20
2. Laju ekskresi TAN per-24 jam selama 48 jam.........................................
20
3. Laju penurunan konsentrasi TAN dalam menyerap zeolit .......................
21
4. Konsentrasi TAN pada media air pengepakan.........................................
22
5. Konsentrasi NH3 pada media air pengepakan ..........................................
23
6. Suhu media air pengepakan ....................................................................
24
7. Konsentrasi DO pada media air pengepakan ...........................................
25
8. Nilai pH media air pengepakan ...............................................................
25
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambar selama penelitian ..................................................................... 38
2. Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar ....................................
39
3. Ekskresi TAN tiap 24 jam selama 48 jam..............................................
39
4. Laju penurunan TAN pada uji kapasitas serap zeolit .............................
39
5. Suhu media air pengepakan...................................................................
39
6. Konsentrasi DO media air pengepakan..................................................
40
7. Nilai pH media air pengepakan .............................................................
40
8. Analisis ragam TAN .............................................................................
41
9. Analisis ragam NH3 ..............................................................................
41
10. Analisis ragam SR ................................................................................
42
11. Analisis ragam DO ...............................................................................
43
12. Perhitungan dalam analisis usaha selama penelitian ..............................
45
13. Analisis usaha.......................................................................................
47
14. Efisiensi ekonomi untuk tiap perlakuan.................................................
51
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik
di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Salah
satu produk akuakultur yang potensial untuk terus diproduksi adalah ikan bawal
air tawar (Colossoma macropomum). Ikan ini mempunyai prospek yang baik dan
berkelanjutan karena permintaan terhadap kebutuhan protein hewani yang murah
dan mudah didapat terus terbuka. Ikan bawal air tawar digolongkan sebagai
komoditas ikan konsumsi dan ikan hias. Ikan ini berasal dari Amerika Selatan
yakni Brazil, Venezuela, dan Ekuador (Martin dan Gunzman, 1994). Kondisi
perairan di Indonesia menunjang untuk pembudidayaan ikan bawal air tawar,
karena merupakan daerah tropis. Suhu perairan di habitat asli ikan bawal air tawar
yaitu 27,2 – 29,10C (Eckman, 1987). Keuntungan lainnya, relatif lebih tahan
terhadap penyakit dan kadar oksigen rendah (Lagler et.al, 1977).
Secara umum, produk akuakultur seringkali dipasarkan dalam bentuk
hidup. Oleh karena itu, diperlukan penangan khusus pascapanen sehingga produk
akuakultur tersebut tetap hidup dan bermutu tinggi ketika sampai ke tangan
konsumen. Ketika produk akuakultur tersebut mati atau bermutu rendah ketika
sampai di konsumen maka harganya menjadi rendah atau bahkan tidak berharga
sama sekali. Selanjutnya Effendi (2004) menyatakan bahwa kemampuan
penanganan pascapanen merupakan bagian dari pemasaran produk akuakultur
yang akan menentukan keberhasilan usaha akuakultur itu sendiri. Beberapa
kegiatan penanganan pascapanen antara lain adalah pengangkutan (transportasi)
ikan hidup, pengumpulan (holding), sortasi dan grading penyajian (pengemasan)
dan sebagainya.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh para supplier dalam pengiriman
ikan adalah survival rate yang rendah diantaranya disebabkan karena kualitas air
yang memburuk selama pengangkutan. Jhingran dan Pullin (1985) menyatakan
bahwa kematian ikan pada sistem pengangkutan umumnya disebabkan oleh
tingginya kadar CO2, akumulasi amoniak, ikan terlalu aktif, infeksi bakteri dan
2
luka fisik akibat penanganan yang kasar. Hal ini terjadi karena pengiriman ikan ke
daerah memerlukan waktu yang cukup lama yaitu hingga 24 jam. Dengan
demikian, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk meningkatkan survival
rate pada sistem pengepakan tertutup sebagai upaya untuk meningkatkan
keuntungan pada penjualan ikan ke pasar domestik. Teknologi pengepakan
menjadi kunci keberhasilan dalam pengiriman ikan dengan kuantitas dan kualitas
yang baik dengan biaya yang seminimal mungkin.
Amoniak yang timbul dalam media pengangkutan dapat dinetralisir oleh
zeolit. Padat penebaran dalam pengepakan sangat diperlukan agar biaya
pengangkutan semakin kecil. Untuk itu, maka perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang padat penebaran berbeda pada sistem pengangkutan tertutup dalam
waktu lebih dari 24 jam.
1.2. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk menentukan kepadatan optimal diantara
kepadatan 43, 86, dan 129 ekor/liter pada sistem pengangkutan tertutup benih
bawal air tawar Colossoma macropomum Cuvier. yang diangkut dalam waktu 48
jam.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Biologi Ikan
Klasifikasi dan tata nama ikan bawal air tawar menurut Saanin (1984)
adalah sebagai berikut :
Filum
: Chordata
Subfilum
: Craniata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Neopterigii
Ordo
: Cypriniformes
Subordo
: Cyprimoidea
Famili
: Characidea
Genus
: Colossoma
Spesies
: Colossoma macropomum
Ikan bawal air tawar berasal dari Amerika Selatan yakni Brazil,
Venezuela, dan Ekuador (Martin dan Gunzman, 1994). Salah satu kelebihan ikan
ini mampu berkembang baik di kolam maupun di keramba jaring apung. Pada
habitat aslinya, penyebaran ikan ini dimulai dari muara Sungai Orinoko di
Venezuela sampai Sungai Rio de la Plata di Argentina. Ikan bawal air tawar juga
memiliki
banyak
keunggulan,
diantaranya
pada
tingkat produksi telur
dibandingkan ikan bawal air laut. Ikan bawal air tawar betina dengan bobot tubuh
10-15 kg dapat melepas telur sebanyak 1-2 juta butir telur. Ikan bawal air tawar
termasuk suatu jenis ikan omnivora (Saint-Paul, 1986), serta pakan alaminya
berupa plankton, rumput-rumputan, biji-bijian, buah-buahan, dan padi liar
(Goulding, 1980). Ikan ini juga dapat diberi pakan buatan dengan kadar protein
sekitar 35 % (Melora dan Cantelmo, 1987).
2.2 Pengangkutan Ikan
Pengangkutan ikan pada dasarnya adalah usaha menempatkan ikan pada
lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan
4
perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif sangat mendadak sehingga
dapat mengancam kehidupan ikan. Keberhasilan mengurangi pengaruh perubahan
lingkungan yang mendadak ini akan memberi kemungkinan untuk mengurangi
tingkat kematian yang berarti tercapainya tujuan pengangkutan (Huet, 1971).
Pada dasarnya, ada dua metode pengangkutan ikan hidup. Pertama
pengangkutan dengan menggunakan air sebagai media (sistem basah) dan kedua,
pengangkutan tanpa menggunakan media air (sistem kering). Pengangkutan
sistem basah terdiri dari dua cara yaitu terbuka dan tertutup. Pada pengangkutan
jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam) biasanya digunakan sistem tertutup.
Metode yang paling sederhana pada sistem tertutup ini adalah dengan
menggunakan kantong plastik yang diisi air dan oksigen murni, dengan
perbandingan antara volume air dan oksigen adalah 1 : 2, lalu diikat rapat
(Jhingran dan Pullin, 1985).
Sebelum transportasi, ikan sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu selama
48 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan agar
metabolisme menurun. Faktor yang sangat penting pada pengangkutan ikan
adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai. Akan tetapi hanya dengan
faktor ini saja tidak cukup menjamin ikan berada dalam kondisi yang baik.
Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi
terhadap stres, suhu air, pH, konsentrasi CO2, akumulasi amoniak, ikan terlalu
aktif, infeksi bakteri, dan luka fisik akibat penanganan yang kasar (Jhingran dan
Pullin, 1985).
Saat ini, transportasi ikan dan distribusinya merupakan hal yang sangat
penting sebagai bagian dari akuakultur dan manajemen perikanan. Salah satu
bagian dari manajemen transportasi ikan hias adalah manajemen Life-Support
System. Pengalaman selama ini desain Life-Support System didasarkan kepada
beberapa informasi teknis mengenai respirasi, produk ekskresi toksik, toleransi
terhadap stres, dan kualitas air. Kerangka masalah yang berguna untuk
mendiskusikan bagaimana informasi teknis tersebut diterapkan adalah dengan
memperhatikan kriteria dasar dari Life-Support System yang akan berkaitan
dengan kondisi fisiologis yang dibutuhkan ikan yang ditrasportasikan, metode
5
trasportasi spesifik, dan teknik yang telah dikembangkan untuk mengurangi stres
dan memperbaiki kelangsungan hidup (Wedemeyer, 1996).
Pada suatu aktivitas pengangkutan dapat ditarik suatu garis besar masalah
yang harus diperhatikan (Nemoto, 1957), yaitu:
(a) Meningkatkan suplai oksigen dengan cara mengganti udara dengan oksigen
murni, meningkatkan tekanan oksigen pada wadah, dan mengurangi
konsumsi oksigen rata-rata.
(b) Mengontrol metabolisme, dengan cara mengurangi laju buangan metabolisme
dan menetralisasi atau menghilangkan hasil metabolisme.
Huet (1971) menyatakan, bahwa faktor utama yang mempengaruhi
pengangkutan ikan hidup dengan mempertimbangkan kesediaan oksigen dalam
alat pengangkutan antara lain:
(a) Spesies ikan: kebutuhan ikan terhadap oksigen bervariasi sesuai dengan
spesiesnya.
(b) Umur dan ukuran ikan: ikan yang lebih kecil memiliki kebutuhan oksigen
lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang lebih besar.
(c) Ketahanan relatif ikan: ikan yang diberi pakan alami lebih tahan
dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan buatan, serta ikan yang dalam
kondisi yang siap memijah memiliki daya tahan yang rendah terhadap
pengangkutan.
(d) Suhu air : pada suhu rendah mengakibatkan kadar oksigen di dalam air lebih
tinggi, karena kebutuhan oksigen akan menurun.
(e) Lama waktu angkut: makin pendek waktu angkut makin tinggi kepadatannya.
(f) Cara angkut dan lama istirahat: makin cepat pengangkutan dan makin baik
prasarana serta waktu istirahat yang pendek, kemungkinan keberhasilan
pengangkutan semakin besar.
(g) Sifat alami alat pengangkut: pengangkutan dengan wadah kayu menyebabkan
peningkatan suhu air lebih lamban dibandingkan dengan wadah logam, tetapi
wadah kayu dapat mengisolasi panas dalam wadah.
(h) Kondisi klimatologik: hal ini berpengaruh terhadap suhu air di dalam wadah
maupun kandungan oksigen terlarutnya.
6
Liviawaty dan Afrianto (1990) mengatakan bahwa goncangan berdampak
positif yaitu membantu difusi oksigen ke dalam air. Selain oksigen yang cukup
dalam kantong plastik, yang harus diperhatikan adalah ikan harus sehat, serta
kualitas air dan kondisi pengangkutan yang memadai.
2.2.1 Kemasan
Kemasan yang baik dalam pengangkutan sistem tertutup adalah
menggunakan plastik jenis polietilen (PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm,
karena ringan, mudah didapat, dan murah (Liviawaty dan Afrianto, 1990). Lebih
lanjut dinyatakan, penggunaan kantong plastik pada pengangkutan jarak jauh
sebaiknya diletakkan dalam kotak styrofoam untuk mengurangi kontak yang
terjadi antara air di dalam kantong dengan temperatur lingkungan yang relatif
lebih panas. Gerbhards (1965) menyatakan, bahwa penggunaan wadah plastik
yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan kelangsungan hidup sebesar
99,99%.
2.2.2 Padat Penebaran
Kepadatan ikan adalah bobot ikan yang berada dalam suatu wadah dalam
waktu tertentu. Kepadatan ikan yang akan diangkut bergantung pada volume air,
berat ikan, spesies, ukuran ikan, lama pengangkutan dan suplai oksigen dan suhu
(Jhingran dan Pullin, 1985). Frose (1985) merumuskan jumlah ikan yang diangkut
per volume air dalam kantong plastik dan lama pengangkutan tidak lebih dari 48
jam untuk ikan air tawar adalah sebagai berikut :
Fq = 38 x W0,5
Keterangan :
Fq = jumlah ikan per volume (g/liter)
W = bobot rata-rata ikan per ekor (g)
Padat penebaran merupakan jumlah (biomassa) benih yang ditebarkan per
satuan luas atau volume. Peningkatan padat penebaran dapat dilakukan sampai
batas tertentu bergantung pada jenis ikan yang dibudidayakan yaitu berdasarkan
umur dan ukuran masing-masing individu serta metode atau sistem budidaya yang
digunakan (Huet, 1994).
7
Stickney (1979) menyatakan bahwa kepadatan ikan yang semakin tinggi
dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang timbul, seperti serangan
penyakit, memburuknya kualitas air, terjadinya kompetisi dalam mengambil
pakan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanibalisme. Pada kondisi
kepadatan ikan yang tinggi, maka ketersediaan oksigen untuk setiap individu
makin berkurang, sedangkan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan
makin tinggi (Hepher, 1978).
2.2.3 Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada
akhir pemeliharaan dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam
suatu wadah (Effendie, 1985). Royce (1973) menyatakan bahwa kelangsungan
hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benih adalah peluang hidup suatu
individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi
pada sesuatu populasi organisme yang dapat menyebabkan turunnya populasi.
Peningkatan kepadatan mempengaruhi proses fisiologis dan tingkah laku
ikan terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kondisi
kesehatan dan fisiologis ikan sehingga pemanfaatan makan, pertumbuhan, dan
kelangsungan hidup mengalami penurunan (Handajani dan Hastuti 2002). Respon
stres terjadi dalam 3 tahap yaitu stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres
dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama
proses bertahan ini pertumbuhan dapat menurun dan selanjutnya terjadi kematian
(Wedemeyer, 1996).
2.2.4 Zeolit
Zeolit merupakan senyawa alumino silikat terhidrasi, dengan unsur utama
yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga
dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Ion Na, Ca, dan K
merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan atom Al dan Si
merupakan struktur kation dan oksigen yang akan membentuk struktur tetrahedral
pada zeolit. Molekul-molekul air yang terdapat dalam zeolit merupakan molekul
yang mudah lepas (Wikipedia, 2006).
8
Selanjutnya Anwar et al. (1985) membagi zeolit menjadi dua golongan
yaitu : zeolit alami yang terbentuk secara sedimentasi, yang terjadi karena alterasi
asam dan zeolit sintesis yang dibuat berdasarkan gel alumino silikat yang sangat
reaktif. Zeolit buatan lebih sering digunakan dibanding zeolit alam karena
kemurnian dari zeolit buatan lebih tinggi disbanding zeolit alam. Zeolit alam
mengandung
modernit
[Na8(Al8Si40O96).24H2O]
dan
klinoptilolit
[(Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O] yang dapat mempengaruhi penyerapan ion pada
zeolit. Senyawa-senyawa ini dapat dihilangkan dengan jalan mengaktifkan zeolit
melalui salah satu dari 3 cara berikut, yaitu dengan pengaktifan asam (H2SO4),
basa (NaOH) dan pemanasan. Zeolit yang telah jenuh oleh NH4+ dapat diaktivasi
pada suhu 300-4000C dan akan melepaskan NH3 (Harjono, 2004). Tujuan dari
aktifasi adalah untuk mengeluarkan air mekanis (dehidrasi) dan air kristal
(dehidratasi), yang terdapat pada pori dan saluran-saluran zeolit dan modifikasi
lainnya menjadikan kondisinya lebih baik untuk penyerapan dan pertukaran ion
dengan sekelilingnya.
Zeolit bersifat selektif dan mempunyai kapasitas tinggi sebagai penyerap,
karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan
konfigurasi molekul. Selain itu zeolit merupakan penyerap molekul yang memiliki
asam dipole permanen dan efek interaksi lainnya (Anwar et al., 1985), sehingga
CO2 yang besifat polar akan disukai untuk diserap oleh zeolit. Dalam hal kapasitas
pertukaran ion maka mineral klinoptilolit mempunyai urutan kation yang dapat
ditukar sebagai berikut : Cs > Rb > K > NH4 > Ba > Sr > Na > Ca > Fe > Al > Mg
> Li. Dengan demikian klinoptilolit akan lebih mudah melakukan pertukaran
dengan NH4 dibandingkan dengan Na, Mg, dan Ca. Secara kimia kandungan
zeolit yang utama adalah : SiO2 = 62,75%; Al2O3 = 12,71%; K2O = 1,28%; CaO =
3,39%;Na2O = 1,29%; MnO = 5,58%; Fe2O3 = 2,01%; MgO = 0,85%; Lg loss =
10,2% (Harjono, 2004).
Larutan NaOH 1% selain dapat mencuci zeolit juga dapat meningkatkan
terjadinya pertukaran ion pada zeolit. Zeolit yang diaktifasi dengan larutan NaOH
memberi tingkat penyerapan paling tinggi terhadap NH4+ dibandingkan dengan
larutan asam dan pemanasan (Anwar et al., 1985). Penyerapan ion oleh zeolit juga
dipengaruhi oleh ukuran dan luas permukaan dari zeolit tersebut. Lebih lanjut
9
dinyatakan bahwa ukuran butiran zeolit -35/+50 mesh adalah ukuran yang baik
dalam percobaan penyerapan amoniak di dalam air limbah.
Penggunaan zeolit sebagai penyerap TAN sangat efektif, sebab zeolit
dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, kisaran pH 4-8 dan tidak terpengaruh
oleh desinfektan dan zat kemoterapik yang terdapat pada lingkungan perairan
tersebut. Menurut Setyawan (2003) selain dapat dipakai sebagai penyerap ion
NH4+, Fe+, Mn+, juga dapat menyerap CO2 dan dapat mengakibatkan kenaikan pH
air. Untuk itu zeolit baik digunakan di dalam wadah pengangkutan karena selain
dapat menghilangkan amoniak juga dapat mencegah terjadinya penurunan pH air
yang diakibatkan oleh sisa respirasi organisme yang diangkut.
Dalam sistem pengangkutan tertutup, kegunaan utama zeolit yang
terutama adalah sebagai penyerap ion NH4+. Sebenarnya yang dimaksud dengan
penyerapan ion NH4+ itu adalah pertukaran ion antara NH4+ dengan Ca2+ atau Na+
atau ion-ion lainnya. Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang
terserap pada suatu permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang
berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik menarik
antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (OFish, 2006)
Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang
memiliki muatan yang berlawanan maka molekul tersebut akan terikat secara
kimiawi pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini
dapat ditukar posisinya dengan molekul lain yang berada dalam air yang memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk diikat. Proses pertukaran ion yang berlangsung
secara umum di dalam perairan mengikuti dua kaidah. Pertama, kation-kation
dengan valensi lebih besar akan dipertukarkan terlebih dahulu sebelum kationkation dengan valensi lebih kecil. Sebagai contoh apabila akuarium terdapat besi
(ber-valensi 3), kalsium (ber-valensi 2) dan ammonium (ber-valensi 1) dalam
jumlah yang sama, maka besi akan terlebih dahulu diserap oleh zeolit, menyusul
kalsium dan terakhir ammonium. Kedua, kation yang konsentrasinya paling tinggi
di dalam air akan diserap terlebih dahulu walaupun valensinya lebih kecil.
Sebagai contoh dalam kasus tersebut, apabila konsentrasi ammonium jauh lebih
banyak dibandingkan dengan besi dan kalsium, maka sesuai dengan aturan 2,
10
ammonium akan cenderung diserap terlebih dahulu (O-Fish, 2006). Pemberian
zeolit sebesar 20 g/liter pada pengangkutan ikan maanvis, menghasilkan SR
sebesar 100 % dengan lama pengangkutan 120 jam (Riza, 2007).
2.2.5 Kualitas Air
Kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika
(suhu, kekeruhan, padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,
kadar logam), dan parameter biologi (keberadaan plankton, dan bakteri) (Boyd,
1991). Ikan bawal air tawar termasuk tidak banyak menuntut lingkungan bagus
sebagai media hidupnya. Ikan ini mampu bertahan pada perairan yang kondisinya
jelek sekalipun, namun akan tumbuh dengan normal dan optimal pada perairan
yang sesuai dengan persyaratan habitatnya. Tabel 1 menunjukkan kisaran kualitas
yang baik untuk ikan bawal air tawar.
Tabel 1. Kualitas air yang optimal untuk ikan bawal air tawar Colossoma
macropomum Cuvier.
Parameter
Nilai
Sumber
0
Suhu
27-29 C
Oksigen terlarut
2,4-6 mg/l
Karbondioksida
Maksimal 5,6 mg/l
pH
Djarijah (2001)
7-8
Amoniak
Nitrit
Maksimal 0,1 mg/l
Maksimal 1 mg/l
Alkalinitas
Effendi (2003)
50-300 mg/l CaCO3
CO2 dalam media pengangkutan merupakan hasil respirasi dan dapat
mengancam kelangsungan hidup ikan. Jumlah CO2 yang terlampau banyak akan
bersifat racun bagi ikan (Jhingran dan Pullin, 1985).
Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan
amoniak, bahkan banyak ikan yang hidup pada air yang mengandung CO2 lebih
besar dari 60 mg/l (Boyd, 1992). Kadar CO2 sebesar 50-100 mg/l dapat
membunuh ikan dalam waktu relatif lama. Kadar CO2 dalam air juga
mempengaruhi pH air. Pada saat kandungan CO2 tinggi maka pH air rendah
demikian pula sebaliknya jika CO2 rendah maka pH air tinggi (Boyd, 1990).
11
Amoniak adalah suatu produk hasil dari metabolisme protein dan disisi
lain amoniak merupakan racun bagi ikan sekalipun konsentrasinya sangat rendah
(Zonneveld et al., 1991). Amoniak dan nitrit yang tinggi dalam perairan bersifat
berbahaya bagi ikan. Persentase amoniak bebas meningkat dengan meningkatnya
nilai pH dan suhu perairan, apabila konsentrasinya tinggi dapat mempengaruhi
kehidupan ikan (Boyd, 1991). Selain amoniak, senyawa nitrogen yang dihasilkan
ikan berupa NO2- (nitrit) dan NO3- (nitrat). Jika nitrit NO2- terabsorpsi secara terus
menerus oleh ikan, maka nitrit akan bereaksi dengan haemoglobin sehingga
membentuk metemoglobin (Hb+NO2- = Met-Hb). Adapun reaksi yang terjadi
adalah unsur besi yang terdapat dalam haemoglobin akan dioksidasi dari ferro
menjadi ferri dan akan membentuk Met-Hb. Metemoglobin ini bersifat
menurunkan kemampuan haemoglobin dalam mengikat oksigen, sehingga dapat
mengakibatkan stres dan kematian pada ikan. Darah yang mengandung
metemoglobin berwarna coklat biasanya disebut dengan “brown blood disease”
(Boyd, 1991).
Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di
dalam air. Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion hidroksil
(OH-). Nilai pH disebut asam bila kurang dari 7, pH 7 disebut netral dan pH di
atas 7 disebut basa. Jaringan insang merupakan target organ pertama akibat stres
asam. Ketika ikan berada pada pH rendah, peningkatan lendir akan terlihat pada
permukaan insang (Boyd, 1990). Begitu juga dengan pH tinggi, karena insang
ikan sangat sensitif dan berbahaya bagi mata ikan. Kriteria pH yang ideal menurut
Pescod (1973) adalah 6,5-8,5.
2.3 Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi atau disebut juga analisis usaha menentukan sejauh
mana usaha yang dilakukan menguntungkan atau tidak serta mengukur
keberlanjutan usaha tersebut. Menurut Rahardi et al. (1998), analisis usaha dalam
bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai
dimana keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu
berlangsung. Dengan analisis usaha ini, pengusaha membuat perhitungan dan
12
menentukan tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam
perusahaannya.
Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis usaha adalah
keuntungan, revenue-cost ratio (R/C),
break even point (BEP) dan payback
periode (PP). Keuntungan adalah selisih dari pendapatan dan biaya total yang
dikeluarkan. Menurut Hernanto (1989) dalam Amaliya (2007), keuntungan relatif
usaha dapat diketahui dengan analisis imbang penerimaan dan biaya atau revenuecost ratio (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai
rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah
nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang
besar. Rahardi et al. (1998), menyatakan bahwa
break even point (BEP)
merupakan suatu nilai pada saat hasil penjualan produksi sama dengan biaya
produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Analisis
payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang
diperlukan untuk menutup biaya investasi (Lukito, 2008).
Menurut Effendi (2004), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan
dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan
yang tinggi.
Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa hasil panen
persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat
padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan
pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan
peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Produksi yang
meningkat akan meningkatkan pula keuntungan.
Harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual. Ada
dua manfaat dari harga pokok penjualan yaitu sebagai patokan untuk menentukan
harga jual dan untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga
jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan
sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan
diperoleh kerugian (Dikmenkum, 2009).
13
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober
2008, bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Departemen Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penentuan kemampuan
puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen, penentuan kepadatan ikan, penentuan laju
ekskresi TAN, penentuan kapasitas zeolit dalam menyerap TAN, serta penentuan
kepadatan optimal dalam media pengangkutan.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Penentuan Kemampuan Puasa Ikan
Alat yang digunakan adalah 4 akuarium berukuran (25x25x25) cm3 untuk
wadah pemeliharaan ikan. Pengukuran kualitas air berupa erlenmeyer, botol
bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik, termometer, pH-meter. Bahan
yang digunakan adalah air dan ikan uji yaitu ikan bawal air tawar dengan bobot
rata-rata 0,5 g/ekor serta bahan pengukuran oksigen terlarut berupa MnSO4,
NaOH, H2SO4, dan Na-tiosulfat dengan indikator amilum.
3.3.2 Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen
Alat yang digunakan yaitu stoples bervolume 3 liter sebanyak 8 buah,
lakban, karet ban. Pengukuran oksigen terlarut berupa erlenmeyer, botol
bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik. Bahan yang digunakan yaitu air
dan ikan bawal air tawar dengan bobot rata-rata 0,5 g/ekor serta bahan
pengukuran oksigen terlarut berupa MnSO4, NaOH, H2SO4, dan Na-tiosulfat.
14
3.3.3 Penentuan Laju Ekskresi TAN
Alat yang digunakan yaitu stoples bervolume 3 liter, pH-meter,
termometer, gelas piala, pipet Mohr dan spektofotometer. Pengukuran oksigen
terlarut berupa erlenmeyer, botol bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik.
Bahan yang digunakan yaitu air, pereaksi uji amoniak per sampel @ 25 ml (1 tetes
MnSO4, 0,6 ml phenate, 0,5 ml chlorox) dan ikan bawal air tawar.
3.3.4 Penentuan Kapasitas Zeolit dalam Menyerap Total Amonia Nitrogen
(TAN)
Alat yang digunakan yaitu botol plastik untuk melewatkan air pada
sejumlah zeolit, kain kasa, pH-meter, termometer, gelas piala, pipet Mohr dan
spektofotometer. Bahan yang digunakan yaitu air dengan kadar TAN 0,1 mg/l
sebanyak 1 liter, pereaksi uji amoniak, 10 g zeolit ukuran -40/+60mesh.
3.3.5 Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan
Alat yang digunakan yaitu kantong plastik ukuran (40x60) cm2 sebanyak
12 lembar, karet gelang, termometer, pH-meter, spektofotometer. Pengukuran
oksigen terlarut berupa erlenmeyer, botol bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat
suntik. Bahan yang digunakan yaitu air bersih, zeolit yang telah dikemas
berukuran -40/+60mesh, reagent amoniak, dan ikan uji yaitu ikan bawal air tawar.
Bahan pengukuran oksigen terlarut berupa MnSO4, NaOH, H2SO4, dan Natiosulfat dengan indikator amilum.
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Prosedur Penentuan Kemampuan Puasa Ikan
Penentuan puasa ikan dilakukan dengan cara menyiapkan akuarium
ukuran (25x25x25) cm3 yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 2 hari.
Kemudian diisi air dengan ketinggian 20 cm yang diaerasi selama 2 hari lalu
memasukkan ikan uji sebanyak 20 ekor. Aklimatisasi selama 15 menit dilakukan
pada ikan uji. Pergantian air sebanyak 5-20 % dilakukan setiap hari. Kemudian
15
mengamati tingkah laku ikan uji setiap hari dan mencatat pada hari ke berapa ikan
mulai mengalami lemas dan akhirnya mengalami kematian. Selama pemuasaan
dilakukan pengamatan kualitas air yaitu suhu, pH, dan DO.
3.4.2 Prosedur Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)
Tingkat konsumsi oksigen (TKO) ditentukan dengan menyiapkan 3 toples
bervolume 3 liter yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi air yang
sebelumnya diberi aerasi selama 3 hari (sampai kandungan oksigen dalam air
jenuh) hingga penuh. Ikan uji setelah makan dan pada saat puasa ukuran 0,5
g/ekor dimasukkan ke dalam wadah masing-masing dengan biomassa 3 g/wadah,
kemudian ditutup dengan tutup yang sebelumnya sudah dimasukkan selang aerasi
sehingga rapat dan tidak ada lagi gelembung udara. Lalu diukur kandungan DO
tiap satu jam selama 6 jam.
3.4.3 Prosedur Penentuan Kepadatan Ikan dalam Kemasan Tertutup
Penentuan kepadatan yang tepat dalam kemasan tertutup, bertujuan untuk
menghindari kematian akibat kepadatan yang terlalu tinggi karena ruang gerak
yang terbatas. Penentuan kepadatan yang tepat untuk pengangkutan selama 48 jam
dengan menggunakan rumus :
Fq = 38 x W0,5
Keterangan :
Fq = jumlah ikan per volume (g/l)
W = berat rata-rata ikan per ekor (g)
Bobot rata-rata ikan digunakan adalah 0,5 gram sehingga :
Fq = 38 x 0,50,5 = 27 g/l atau 54 ekor/l
Maka jumlah ikan per kantong = 43 ekor
Volume air = 0,8 liter
Volume air ditambah 0,2 liter sebagai pengganti kehilangan air akibat
pengambilan sampel sebanyak 6 x 30 ml.
16
3.4.4 Prosedur Penentuan Laju Ekskresi TAN
Prosedur penentuan laju ekskresi amoniak ikan bertujuan untuk
mengetahui jumlah amoniak yang dieksresikan tiap satuan waktu, sehingga dapat
diketahui jumlah akumulasi amoniak pada waktu tertentu. Percobaan ini
dilakukan dengan menyiapkan 3 stoples bervolume 3 liter yang telah dibersihkan
dan dikeringkan selama 2 hari, kemudian diisi air hingga volume 2 liter. Ikan uji
dimasukkan ke dalam wadah masing-masing 40 ekor per wadah. Kemudian
melakukan pengambilan sampel air sebanyak 30 ml setiap 24 jam untuk
mengukur suhu, pH, oksigen, dan konsentrasi TAN.
3.4.5 Penentuan Kapasitas Zeolit
Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah TAN yang diadsorpsi tiap
satuan waktu tertentu, sehingga dapat diketahui jumlah zeolit yang harus
diberikan untuk mengadsorpsi akumulasi TAN.
Prosedur yang dilakukan adalah dengan cara menyiapkan 2 buah potongan
botol plastik yang telah dibersihkan dan dikeringkan, lalu pada masing-masing
leher botol tersebut diisi dengan zeolit sebanyak 10 gram. Selanjutnya melakukan
pengaliran air yang mengandung TAN 0,1 mg/l dengan volume 1 liter pada
masing-masing botol. Langkah ini dilakukan setiap 10 menit selama 7 kali. Setiap
setelah pengaliran air, diambil sampel sebanyak 30 ml, kemudian mengukur kadar
TAN, pH, dan suhu.
3.4.6 Prosedur Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan
Penentuan dosis optimum dari zeolit diperlukan untuk mengetahui dosis
zeolit yang tepat untuk diaplikasikan pada pengepakan tertutup. Prosedur
percobaan ini dimulai dengan memuasakan ikan selama 2 hari. Selanjutnya
sampel air diambil untuk diukur pH, suhu, kadar okasigen terlarut, dan kadar
TAN. Kemudian disiapkan 12 lembar kantong plastik dan karet pengikat. Salah
satu ujung plastik dipasang kran untuk mengambil sampel air, sedangkan di ujung
lainnya diikat dengan karet untuk menghindari titik mati air. Kantong plastik diisi
dengan air masing-masing 1 liter dan ikan uji dimasukkan ke dalam kantong
17
plastik dengan padat penebaran 43, 86, dan 129 ekor/l. Zeolit yang telah
dibungkus kain dimasukkan ke dalam kantong dengan dosis 20 g/l.
Masing–masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Setiap kantong kemudian
diisi air dan oksigen dengan perbandingan 1 : 2 dan mengikatnya dengan karet
gelang, kemudian dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Selanjutnya styrofoam
diberi batu es agar suhu stabil sekitar 200C, kemudian ditutup. Pengamatan
keadaan ikan dilakukan setiap 6 jam, dan pengambilan sampel air sebanyak 30
mL per kantong setiap 24 jam. Pengamatan sampel dihentikan hingga 48 jam.
Nilai NH3 diperoleh dari nilai TAN dengan memperhitungakan kondisi pH
dan suhu sesuai rumus (Boyd, 1990) :
NH3 – N = [(100/(1+antilog (pKa-pH))]
3.5 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan masing-masing menggunakan empat ulangan, yaitu :
1) Perlakuan A dengan padat tebar 43 ekor/liter
2) Perlakuan B dengan padat tebar 86 ekor/liter
3) Perlakuan C dengan padat tebar 129 ekor/liter
Perhitungan kepadatan pada perlakuan diatas diperoleh dari penentuan kepadatan
ikan dalam kemasan tertutup yang diangkut kurang dari 48 jam (Frose, 1985).
Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yij = µ + σi + εij (Steel dan Torrie, 1982)
Keterangan :
Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Nilai tengah dari pengamatan
σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Parameter utama yang digunakan dalam mengevaluasi hasil percobaan adalah
kelangsungan hidup dan efisisensi ekonomi. Untuk parameter pendukung adalah
oksigen terlarut, pH, suhu, total amoniak nitrogen, dan amoniak.
18
3.6 Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi dihitung melalui empat parameter, yaitu:
1) Keuntungan (profit), dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991) :
Keuntungan = Penerimaan-Total biaya produksi
2) R/C, dihitung dengan rumus menurut Rahardi et al. (1998):
R/C = Penerimaan total/biaya total
3) Break Even Point (BEP), dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991):
BEP (Rp) = Biaya tetap /(1-(biaya variabel/penerimaan total))
BEP (ekor) = Biaya tetap/(harga jual-(biaya variabel/jumlah produksi))
4) Payback Period (PP), dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991) :
PP = Investasi /keuntungan x 1 tahun
5) Harga Pokok Penjualan (HPP), dihitung dengan rumus menurut Dikmenkum
(2009):
HPP = Total pengeluaran/volume produksi
3.7 Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan
program SPSS 11.5, yang meliputi :
1) Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95 %,
digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan
antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.
2) Analisis deskripsi kuantitatif, digunakan untuk menentukan efisiensi ekonomi
dan kualitas air pada media pengangkutan yang disajikan dalam bentuk tabel.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kemampuan Puasa Ikan
Ikan bawal air tawar dengan bobot rata-rata 0,5 gram/ekor sebanyak 20
ekor mampu bertahan hidup dalam keadaan puasa hingga 3 hari. Kemudian ikan
mati mulai ditemukan pada hari ke-4 sebanyak 2 ekor, sedangkan pengamatan
pada hari ke-6, SR ikan bawal air tawar sebesar 85 % dengan kondisi ikan yang
sudah lemas.
Tabel 2. Kemampuan puasa ikan bawal air tawar
Hari
ke1
2
3
4
5
6
Hasil
Akhir
Σ Ikan
Hidup
(ekor)
20
20
20
18
17
17
Σ Ikan
Mati
(ekor)
0
0
0
2
1
0
17
3
SR
(%)
Suhu
(ºC)
pH
100
100
100
90
85
85
25,10
25,00
25,10
25,30
25,50
25,30
7,60
7,60
7,65
7,70
7,60
7,60
DO
(mg/l)
5,51
5,01
4,42
5,17
5,09
4,92
Tingkah Laku
Ikan
Berenang Aktif
Berenang Aktif
Berenang Aktif
Berenang Lemas
Berenang Lemas
Berenang Lemas
85
4.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)
Gambar 1 menunjukkan nilai TKO rata-rata ikan bawal air tawar tiap
ukuran bobot yaitu 0,4, 0,5, dan 0,6 gram. Grafik TKO (y, mg O2. g-1. jam-1) dan
bobot (x, gram) tersebut berbentuk linier dengan persamaan y = -0,022x + 0,352
dan R2 = 0,935 (p<0,05) untuk sebelum makan dan y = -0,013x + 0,299 dan R2 =
0,996 untuk ikan setelah makan. Dari Gambar 1 terlihat bahwa ikan yang
memiliki bobot lebih kecil memiliki nilai TKO yang lebih tinggi daripada ikan
berukuran besar. Hal ini dapat dilihat dari TKO rata-rata dari ukuran 0,4 g sebesar
0,33±0,1 mg O2.g-1.jam-1, kemudian ukuran 0,5 g sebesar 0,30±0,0 mg O2.g-1.jam1
dan ukuran 0,6 g sebesar 0,29±0,0 mg O2.g-1.jam-1. Selain itu TKO setelah
makan lebih tinggi dari pada sebelum makan (puasa).
20
Gambar 1. Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar
Dari Gambar 1 dapat diketahui TKO ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g
adalah sebesar 0,27 mg O2. g-1. jam-1. Jadi dalam waktu pengangkutan selama 48
jam oksigen yang diperlukan untuk respirasi 43 ekor ikan dengan ukuran 0,5 g
adalah 279 mg O2.
4.1.3 Laju Ekskresi TAN
Grafik ekskresi TAN pada Gambar 2 diambil dari nilai rata-rata ekskresi
TAN (Lampiran 2) ikan bawal air tawar per 24 jam selama 48 jam. Grafik
ekskresi TAN (y, mg/l) dan waktu (x, jam) tersebut berbentuk linier dengan
persamaan y = 0,921x-0,471 dengan R2 = 0,941 (p<0,05).
Gambar 2. Laju ekskresi TAN per-24 jam selama 48 jam
21
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa nilai TAN maksimum yang
diekskresikan ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g adalah 0,055 mg l-1.48 jam-1
sehingga dapat diprediksi pada jam ke-48 akumulasi TAN mencapai 2,365 mg/l.
4.1.4 Kapasitas Serap Zeolit
Gambar 3 menunjukkan grafik laju penurunan konsetrasi TAN dalam
menyerap zeolit (y, mg/l) dan waktu (x, detik), grafik tersebut berpola logaritmik
Total Am on iak Nitro gen (m g /l)
dengan persamaan y = -0,0184Ln(x)+0,1071 dengan R2 = 0,9971 (p<0,05).
0.120
0.107
0.100
0.080
0.060
y = -0.0184Ln(x) + 0.1071
R2 = 0.9974
0.040
0.025
0.020
0.017
0.000
0
50
100
150
200
0.008
250
0.000
300
350
Waktu (detik)
Gambar 3. Laju penurunan konsentrasi TAN dalam
menyerap zeolit
Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa air yang mengandung TAN 0,107
mg/l dapat diturunkan hingga mencapai konsentrasi 0 mg/l dalam 295 detik atau
sekitar 5 menit. Dengan demikian dalam waktu 1 jam zeolit berukuran -40/+60
mesh dengan berat 10 g mampu menurunkan kandungan TAN sampai 1,2 mg/l.
4.1.5 Konsentrasi TAN dan NH3 Media Air Pengepakan
Pada Tabel 3 disajikan data konsentrasi TAN rata-rata pada setiap
perlakuan dari jam ke-0 sampai jam ke-48. Dari Tabel 3 dapat dilihat terjadi
peningkatan TAN seiring dengan pertambahan waktu. Berdasarkan analisis
statistik menggunakan sidik ragam terhadap data TAN dan juga menggunakan uji
lanjut BNT, dapat dilihat bahwa pada jam ke-24 sudah terjadi perbedaan yang
nyata antar perlakuan.
22
Tabel 3. Konsentrasi TAN rata-rata pada media air pengepakan
Padat Penebaran (ekor/liter)
43
86
129
0,3169
0,3169
0,3169
1.6378±0.1034a
1.9903±0.1188b
2.3692±0.1019c
a
b
2.1606±0.1168
2.4143±0.0484
2.6509±0.0538c
Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).
Jam ke0
24
48
Keterangan :
Perbedaan yang paling jelas terjadi pada tiap perlakuan pada jam ke-24.
Pada jam tersebut terlihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda nyata,
sehingga pada jam ke-24 dapat dijadikan bahan evaluasi pengaruh perlakuan
terhadap kadar TAN dalam media pengepakan.
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi TAN padat
penebaran 43 ekor/l sebesar 2,1606±0,1168 mg/l, kemudian padat penebaran 86
ekor/l nilai konsentrasi TAN sebesar 2,4143±0,0484, dan padat tebar 129 ekor/l
nilai konsentrasi TAN sebesar 2,6509±0,0538 mg/l. Peningkatan kepadatan media
pengepakan secara nyata dapat meningkatkan nilai konsentrasi TAN (p<0,05).
Total Amoniak N itrogen (mg/l)
3
2.5
2
2
y = -0.0015x + 0.1232x + 0.3046
2
R = 0.9969
2
y = -0.0011x + 0.0963x + 0.3073
2
R = 0.9952
2
y = -0.0007x + 0.0721x + 0.3097
2
R = 0.99
1.5
1
0.5
43 e/l
86 e/l
129 e/l
0
0
24
48
Waktu (Jam ke-)
Gambar 4. Konsentrasi TAN pada media air pengepakan
Gambar 4 menunjukan grafik konsentrasi TAN (y, mg/l) dan waktu
(x, jam), grafik tersebut berpola polinomial dengan persamaan y = -0,0007x2 +
0,0721x+0,3097 dengan R2 = 0,99 (p<0,05) pada perlakuan 43 ekor/liter,
kemudian y = -0,0011x2+0,0963x+0,3073 dengan R2 = 0,9952 (p<0,05) pada
perlakuan 86 ekor/liter, dan y = -0,0015x2+0,1232x+0,3045 dengan R2 = 0,9969
(p<0,05) pada perlakuan 129 ekor/liter.
23
Tabel 4. Konsentrasi NH3 rata-rata pada media pengepakan
Padat Penebaran (ekor/liter)
43
86
129
0,0023
0,0023
0,0023
0.0088±0.0009a
0.0123±0.0017b
0.0198±0.0034c
a
b
0.0176±0.0028
0.0281±0.0092
0.0375±0.0077c
: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).
Jam ke0
24
48
Keterangan
Sama halnya konsentrasi TAN rata-rata pada media air pengepakan,
konsentrasi NH3 terendah terjadi pada padat penebaran 43 ekor/l sebesar
0,0176±0,0028 mg/l, kemudian disusul dengan padat penebaran 86 ekor/l
konsentrasi NH3 sebesar 0,0281±0,0092 mg/l, dan padat penebaran 129 ekor/l
konsentrasi NH3 sebesar 0,0375±0,0077 mg/l. Peningkatan konsentrasi NH3
terjadi seiring dengan petambahan waktu dan peningkatan kepadatan pada media
air pengepakan.
0.0500
0.0450
y = 0.0007x + 0.0022
2
R = 0.9205
Amoniak (mg/l)
0.0400
0.0350
y = 0.0004x + 0.002
0.0300
2
43 e/l
R = 0.9652
0.0250
86 e/l
y = 0.0003x + 0.0019
2
R = 0.9404
0.0200
129 e/l
0.0150
0.0100
0.0050
0.0000
0.0
24.0
48.0
Waktu (Jam ke-)
Gambar 5. Konsentrasi NH3 pada media air pengepakan
Gambar 5 menunjukan grafik konsentrasi NH3 pada media air pengepakan
(y, mg/l) dan waktu (x, jam), grafik tersebut berpola linier dengan persamaan
y = 0,0003x+0,0019 dengan R2 = 0,9404 (p<0,05) pada perlakuan 43 ekor/liter,
kemudian y = 0,0004x+0,002 dengan R2 = 0,9652 (p<0,05) pada perlakuan 86
ekor/liter, dan y = 0,0007x+0,0022 dengan R2 = 0,9205 (p<0,05) pada perlakuan
129 ekor/liter.
24
4.1.6 Suhu Media Air Pengepakan
Suhu air dalam media pengepakan diturunkan dengan penambahan es pada
kotak styrofoam. Suhu awal sama untuk setiap unit percobaan yaitu 250C. Gambar
6 menunjukkan bahwa suhu mengalami penurunan dalam waktu sekitar 8 jam
sebesar suhu 200C. Pada jam ke-8 sampai jam ke-48 suhu berkisar antara 19-220C.
Gambar 6. Suhu media air pengepakan
4.1.7 Konsentrasi DO Media Air Pengepakan
Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa nilai oksigen mengalami kenaikan pada
jam ke-8 karena adanya penambahan dan tekanan dari oksigen murni. Penurunan
konsentrasi DO mulai pada jam ke-16 sampai akhir penelitian. Pengaruh secara
nyata antar perlakuan terjadi pada jam ke-8 sampai akhir penelitian.
Tabel 5. Konsentrasi DO rata-rata media air pengepakan
Padat Penebaran (ekor/liter)
43
86
129
6,34
6,34
6,34
8.88±0.11a
8.36±0.14b
8.09±0.07c
a
b
8.65±0.08
7.99±0.08
7.49±0.14c
a
b
8.43±0.15
7.65±0.10
6.94±0.21c
8.13±0.11a
7.22±0.20b
6.32±0.24c
a
b
7.92±0.07
6.86±0.18
5.82±0.27c
a
b
7.70±0.08
6.45±0.18
5.34±0.30c
Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).
Jam ke0
8
16
24
32
40
48
Keterangan :
25
Gambar 7. Konsentrasi DO media air pengepakan
Grafik konsentrasi oksigen terlarut pada Gambar 7 menunjukkan
penurunan seiring dengan penambahan waktu dan padat penebaran dalam media
air pengepakan. Hal ini berarti, bahwa nilai DO akan mempengaruhi
kelangsungan hidup benih ikan bawal air tawar. Nilai DO pada akhir penelitian
sebesar 7,70 mg/l untuk kepadatan 43 ekor/l, kemudian nilai DO sebesar 6,45
mg/l untuk kepadatan 86 ekor/l, dan nilai DO sebesar 5,34 mg/l untuk kepadatan
129 ekor/l.
4.1.8 Nilai pH Media Air Pengepakan
Gambar 8 menunjukkan kisaran pH masing-masing perlakuan selama
pengepakan, adapun kisaran pH selama pengepakan adalah 7,0 – 7,6. Perubahan
nilai pH selama pengamatan pada semua perlakuan tidak terlalu signifikan dan
masih layak untuk kehidupan ikan uji. Fluktuasi pH tidak terjadi secara cepat pada
media pengepakan.
Gambar 8. Nilai pH media air pengepakan
26
4.1.9 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)
Berdasarkan analisis statistik, dapat dilihat bahwa pada jam ke-0 sampai
jam ke-16 belum menunjukkan perbedaan SR pada masing-masing perlakuan.
Adanya perbedaan SR yang nyata antara tiap perlakuan mulai terjadi pada jam ke24 meskipun ada beberapa perlakuan yang tidak berbeda nyata. Pada akhir
penelitian (jam ke-48) kepadatan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup ikan (p<0,05) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat kelangsungan hidup (SR) media air pengepakan
Padat Penebaran (ekor/l)
43
86
129
100a
100a
100a
100a
99,13±0,58ab
98,45±0,64b
a
a
98,84±1,35
97,67±0,95
96,70±1,47a
a
a
97,67±1,90
96,51±1,65
95,15±1,47a
a
a
95,35±1,90
94,48±1,99
93,21±1,73a
: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).
Jam ke16
24
32
40
48
Keterangan
4.1.10 Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Analisis
usaha pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Asumsi yang digunakan dalam
analisis usaha adalah sebagai berikut :
a. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi.
b. Penampungan benih ikan bawal air tawar menggunakan 4 bak fiber.
c. Dalam media pengangkutan 1 kantong bervolume air 3 liter. Setiap ulangan
dalam perlakuan dihitung dengan volume = 12 kantong x 3 liter = 36 liter.
d. Dalam satu siklus produksi memerlukan waktu 14 hari dengan 7 hari mencari
benih, 4 hari mengaklimatisasi, dan 3 hari melakukan transportasi.
e. Dalam 1 tahun terdapat 20 siklus produksi (10 bulan) dengan pertimbangan 2
bulan masa tidak berproduksi karena ketersediaan benih yang menurun.
f.
Lokasi yang dituju adalah Palembang dengan waktu tempuh selama 8 jam
menggunakan pesawat udara dengan jarak ±750 km.
g. Biaya penyusutan komponen utama sebesar Rp 2.952.500,00, sistem aerasi
sebesar Rp 152.933,33, dan sarana produksi sebesar Rp 33.833,00.
27
h. Jumlah tenaga kerja sebanyak 3 orang dengan waktu efektif kerja sebanyak 8
jam dan gaji Rp 600.000,00/bulan untuk 1 orang. Bonus produksi Rp
2.000/kantong diberikan saat pengepakan berlangsung.
i. Biaya listrik Rp 300,00/KWH.
j. Harga benih bawal air tawar berukuran 1 inci sebesar Rp 90,00/ekor.
k. Setiap 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen sebesar Rp 5.000,00. Biaya
plastik packing sebesar Rp 500,00 dan gas packing sebesar Rp 1.000,00.
l. Sewa mobil pick-up dari Bogor-Bandara Soekarno-Hatta PP Rp 500.000,00
dan tiket masuk bandara sebesar Rp 15.000,00/orang.
m. Dokumen karantina Rp 85.000,00/spesies setiap 1 kali pengiriman.
n. Biaya kargo Rp 17.000,00/kg minimal 16 kg/box setiap 1 kali pengiriman.
o. Harga pokok penjualan perlakuan B sebesar Rp 153,34/ekor dan perlakuan C
sebesar Rp 135,06/ekor dengan harga jual ke bandara yang dituju sebesar Rp
165,00/ekor.
Perhitungan analisis usaha disajikan pada Tabel 6. Perlakuan A
mengalami kerugian karena tingginya biaya investasi. Keuntungan perlakuan C,
karena volume produksi yang tinggi dengan asumsi biaya investasi tiap perlakuan
dianggap sama.
Tabel 7. Analisis usaha pada tiap perlakuan
Uraian
Investasi
Biaya tetap
Biaya variabel
Biaya total
Penerimaan
Keutungan
R/C Ratio
BEP (Rp)
BEP (ekor)
HPP (Rp/ekor)
% Margin
Keuntungan
PP (tahun)
43 ekor/liter
Rp 15.829.000,00
Rp 9.904.866,67
Rp 68.191.520,00
Rp 78.096.386,67
Rp 58.448.780,28
- Rp 19.646.073,87
-
Perlakuan
86 ekor/liter
Rp 15.829.000,00
Rp 9.904.866,67
Rp 104.786.240,00
Rp 114.691.106,67
Rp 115.830.926,64
Rp
1.139.819,97
1,01
Rp 440.102.052,20
2.667.285
Rp
154,35
-
6,90
18,96
-
5,99
0,80
129 ekor/liter
15.829.000,00
9.904.866,67
141.380.960,00
151.285.826,67
171.420.024,60
20.134.197,93
1,13
Rp
85.705.361,72
519.426
Rp
135,74
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
4.2 Pembahasan
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai TKO menurun seiring dengan
meningkatnya bobot ikan. TKO rata-rata ikan berukuran 0,4 g sebesar 0,29±0,1
28
mg O2. g-1. jam-1, ukuran 0,5 g sebesar 0,27±0,0 mg O2. g-1. jam-1, dan ukuran 0,6
g sebesar 0,26±0,1 mg O2. g-1. jam-1. Nilai TKO setelah makan lebih tinggi
daripada sebelum makan (puasa). Aktivitas makan pada ikan memerlukan oksigen
lebih tinggi. Sesuai dengan pernyataan Boyd (1990), bahwa nilai TKO berbedabeda bergantung pada spesies, ukuran, aktivitas, jenis kelamin, tingkat konsumsi
pakan, suhu, dan konsentrasi oksigen terlarut.
Tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan ikan bawal air tawar sebelum
dan sesudah makan menunjukkan bahwa ikan yang mempunyai bobot kecil
memiliki TKO lebih tinggi daripada yang berukuran besar. Menurut Boyd (1990)
organisme kecil mengkonsumsi oksigen lebih tinggi per satuan waktu dan bobot
daripada ikan berukuran besar. Hal ini disebabkan karena pada ikan berukuran
kecil lebih banyak memerlukan energi untuk pertumbuhan. Spotte (1970)
menyatakan, bahwa laju metabolisme tubuh organisme berukuran kecil lebih
tinggi dari pada yang berukuran besar. Dari Gambar 1 dapat diketahui TKO ikan
bawal air tawar ukuran 0,5 gram adalah sebesar 0,27 mg O2. g-1. jam-1. Jadi dalam
waktu pengangkutan selama 48 jam oksigen yang diperlukan untuk respirasi 43
ekor ikan ukuran 0,5 g diperkirakan sebesar 279 mg O2.
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g
memiliki laju ekskresi TAN sebesar 0,0550 mg/l/48jam sehingga dapat diprediksi
bahwa TAN yang diekresikan ikan bawal air tawar dalam media pengepakan
dengan jumlah ikan 43 ekor/l per kantong dan dalam waktu 48 jam adalah sekitar
2,365 mg/l. Dalam wadah pengangkutan ekskresi TAN penting diketahui karena
akumulasinya akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme yang
diangkut.
Pada uji kapasitas serap zeolit terhadap TAN didapat hasil bahwa air yang
mengandung TAN 0,107 mg/l dapat diturunkan hingga mencapai konsentrasi 0
mg/l dalam waktu 295 detik atau sekitar 5 menit. Penurunan TAN yang drastis
pada detik ke-0 sampai detik ke-80 karena daya serap dari zeolit masih tinggi serta
kandungan NH4+ masih banyak terdapat di air sehingga zeolit dengan mudah bisa
menukar ion-ion NH4+ dengan ion Ca2+ atan Na+ yang terkandung dalam zeolit
tersebut, dengan reaksi: zeolit Na+ + NH4+
1990).
zeolit NH4+ + Na+ (Boyd,
29
Konsentrasi TAN rata-rata (Tabel 3) dari setiap perlakuan pada jam ke-0,
24, dan 48 dapat terlihat meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Pada jam
ke-24 dapat dilihat bahwa kadar TAN terendah terjadi pada perlakuan padat
penebaran 43 ekor/l dengan konsentrasi TAN 1,6378±0,1034 mg/l, kemudian
meningkat pada
padat penebaran 86 ekor/l dengan konsentrasi TAN
1,9903±0,1188 mg/l, dan konsentrasi TAN tertinggi terdapat pada padat
penebaran 129 ekor/liter sebesar 2,3692±0,1019 mg/l.
Kenaikan TAN akan meningkat seiring dengan peningkatan padat
penebaran pada media pengepakan dan lama waktu pengangkutan. Secara umum
1 g zeolit dapat menyerap 1 mg amoniak, karena zeolit bersifat selektif dan
mempunyai efektifitas yang tinggi sebagai adsorban dan penukaran ion terutama
ion NH4+, Fe+, Mn+, dan juga dapat menyerap CO2 dalam suatu perairan
(Setyawan, 2003).
Pada jam ke-48 nilai TAN pada perlakuan dengan padat penebaran 43
ekor/l sebesar 2,1606±0,1168 mg/l, kemudian meningkat pada padat penebaran 86
ekor/l sebesar 2,4143±0,0484 mg/l, dan padat penebaran 129 ekor/l sebesar
2,6509±0,0538 mg/l. Nilai TAN akan meningkat seiring dengan peningkatan
biomassa karena akumulasi dari hasil buangan metabolisme meningkat pula.
Frose (1985) menyatakan bahwa dalam wadah pengangkutan laju metabolisme
ikan lebih cepat bahkan sampai tiga kali dari metabolisme rutin, yang
menyebabkan laju ekskresi hasil metabolisme selama proses pengangkutan
meningkat pula.
Di dalam perairan, TAN terdapat dalam dua bentuk yaitu NH4+ dan NH3.
Menurut Spotte (1970), NH3 adalah bentuk TAN yang lebih beracun bagi
organisme perairan. Rendahnya fraksi NH3 terhadap TAN disebabkan oleh
rendahnya pH dan suhu media air pengepakan. Data NH3 ini memiliki pola yang
sama dengan data TAN, yaitu semakin meningkat konsentrasi NH3 dengan
semakin meningkatnya padat penebaran. Hal ini bisa dilihat pada jam ke-48, nilai
NH3 tertinggi terdapat pada perlakuan dengan padat penebaran 129 ekor/l sebesar
0,0375±0,0077 mg/l, kemudian konsentrasi NH3 pada padat 86 ekor/l sebesar
0,0281±0,0092 mg/l, dan konsentrasi NH3 terendah pada padat penebaran 43
ekor/l sebesar 0,0176±0,0028 mg/l.
30
Kematian ikan terjadi ketika konsentrasi NH3 dalam media air
pengepakan melebihi 0,1 mg/l. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan McCarty
dalam Effendi (2003) bahwa, kadar NH3 pada perairan tawar sebaiknya tidak
melebihi 0,1 mg/l, karena bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Konsentrasi
NH3 melebihi 0,1 mg/l dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa
oksigen sehingga jaringan akan kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan
kematian pada ikan. Selain itu Stickney (1979) menyatakan bahwa kepadatan ikan
yang semakin tinggi akan dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang
timbul, seperti serangan penyakit dan memburuknya kualitas air. Pada kondisi
kepadatan ikan yang tinggi, maka
oksigen untuk setiap individu makin
berkurang, sedangkan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan makin
tinggi (Hepher, 1978)
Dari data yang diperoleh, SR ikan bawal air tawar semakin rendah tapi
tidak berbeda nyata seiring dengan meningkatnya padat penebaran media
pengepakan. Peningkatan kepadatan mempengaruhi proses fisiologis dan tingkah
laku ikan terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi
kondisi fisiologis ikan sehingga pemanfaatan makan, pertumbuhan, dan
kelangsungan hidup mengalami penurunan (Handajani dan Hastuti, 2002). Selama
48 jam, SR tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini berarti, bahwa sampai
kepadatan 129 ekor/liter kualitas air belum dipengaruhi oleh perlakuan.
Parameter kualitas air lainnya yaitu suhu, pH, dan DO selama penelitian
masih dalam kisaran yang baik bagi kehidupan organisme. Suhu media berkisar
antara 20–220C masih dalam batas kisaran suhu optimum ikan bawal air tawar.
Fluktuasi suhu yang terjadi tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup ikan
karena
menurut
Stickney
(1979),
secara
umum
fluktuasi
suhu
yang
0
membahayakan ikan adalah 5 C dalam waktu 1 jam. Hal ini tidak terjadi selama
penelitian berlangsung. Fluktuasi suhu harian hanya berkisar dari 1–20C selama
24 jam. Penrunan suhu akan menurunkan metabolisme dan tingkat konsumsi
oksigen (TKO), sehingga konsentrasi TAN mengalami penurunan pula.
Nilai pH media pengepakan berkisar antara 7,00–7,60 sehingga masih
dalam kisaran optimum kehidupan ikan bawal air tawar yaitu berkisar antara 7–8
(Djarijah, 2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai pH pada media
31
pengepakan tidak berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan bawal air tawar.
Rendahnya nilai suhu dan pH pada media air pengepakan akan menyebabkan
rendahnya konsentrasi NH3 dalam air.
Konsentrasi DO dalam media air pengepakan semakin menurun dengan
bertambahnya waktu dan padat penebaran. Pada jam ke-48, konsentrasi DO
berkisar antara 5,34±0,30–7,70±0,08 mg/l. Nilai tersebut masih baik untuk
kehidupan ikan bawal air tawar dalam media pengepakan seperti yang dikemukan
oleh Pescod (1973) bahwa kandungan oksigen terlarut yang baik untuk
transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l. Dari pembahasan kualitas air (suhu, pH,
dan DO) dapat disimpulkan bahwa selama penelitian, kualitas air tersebut masih
layak untuk kehidupan ikan bawal air tawar. Kelayakan kualitas air tersebut
digunakan untuk menjaga agar kelangsungan hidup ikan bawal air tawar tetap
tinggi dalam media pengepakan.
Dari data yang diambil pada jam ke-48 dapat disimpulkan bahwa
perlakuan dengan padat tebar paling rendah yaitu 43 ekor/l lebih bagus
dibandingkan dengan pelakuan lain jika dilihat dari SR dan kualitas air. Namun
demikian, perlakuan 129 ekor/liter menunjukkan efisiensi teknis yang lebih tinggi
diantrara dua perlakuan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil akhir jumlah ikan
yang masih hidup selama transportasi 48 jam, yaitu berturut-turut dari perlakuan
43, 86, dan 129 ekor/liter adalah 41 ekor/liter, 81 ekor/liter, dan 120 ekor/liter.
Selama waktu tersebut, kualitas air juga masih mendukung kelayakan hidup bagi
ikan yang ditransportasikan.
Dari Tabel 7, diketahui keuntungan tertinggi didapat pada perlakuan padat
tebar 129 ekor/liter yaitu Rp 20.134.197,93 sedangkan pada perlakuan 86
ekor/liter keuntungan yaitu Rp 1.139.819,97. Kerugian terjadi pada perlakuan 43
ekor/liter yaitu - Rp 19.646.073,87 sehingga perhitungan efisiensi ekonomi tidak
perlu dihitung. Pada padat tebar 129 ekor/liter peningkatan produksi lebih tinggi
dibandingkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan kematian ikan sehingga
dicapai keuntungan yang tertinggi. Menurut Effendi (1997), produksi akan
mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi
yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi.
Hepher dan Pruginin (1981),
menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju
32
pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar
dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya
tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan
tetap meningkat.
Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah
biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai
penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C lebih dari
1. Nilai R/C tertinggi diperoleh pada perlakuan 129 ekor/liter yaitu 1,13. Nilai
R/C sebesar 1,13 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan
mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,13. Pada perlakuan 86 ekor/liter nilai R/C
yaitu 1,01 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan
penerimaan sebesar Rp. 1,01. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap nilai R/C
dapat diketahui bahwa dengan peningkatan padat tebar akan meningkatkan nilai
R/C. Peningkatan kepadatan ikan akan meningkatkan total produksi (Hepher dan
Pruginin, 1981) dan menurunkan biaya produksi per unit (Islam et.al, 2006),
sehingga nilai R/C meningkat seiring peningkatan padat tebar.
Pada perlakuan 86 ekor/liter, nilai HPP (Rp/ekor) sebesar Rp 154,35
dengan persen margin keuntungan sebesar 6,90 %, BEP (ekor) sebesar 2.667.285
ekor per tahun, dan BEP (Rp) Rp 440.102.052,20 per tahun artinya titik impas
dicapai saat penjualan mencapai Rp 154,35 dengan produksi benih sebanyak
2.667.285 ekor. Rahardi et.al (1998), menyatakan bahwa break even point (BEP)
merupakan suatu nilai pada saat hasil penjualan produksi sama dengan biaya
produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Pada
perlakuan 129 ekor/liter HPP (Rp/ekor) sebesar Rp 135,74 dengan persen margin
keuntungan sebesar 18,96 %, BEP (ekor) sebanyak 519.426 ekor per tahun dan
BEP (Rp) Rp 85.705.361,72 per tahun artinya titik impas pada perlakuan 129
ekor/liter dicapai saat penjualan mencapai Rp. 135,74 dengan produksi benih
sebanyak 519.426 ekor. Hal ini berarti, bahwa perlakuan dengan padat penebaran
129 ekor.liter memberikan persen margin keuntungan yang lebih besar dengan
harga pokok penjualan yang lebih kecil dibandingkan perlakuan 86 ekor/liter.
Harga pokok penjualan digunakan untuk mengetahui keuntungan. Ada dua
manfaat dari harga pokok penjualan yaitu sebagai patokan untuk menentukan
33
harga jual dan untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga
jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan
sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan
diperoleh kerugian (Dikmenkum, 2009). Padat penebaran yang tinggi pada
perlakuan 129 ekor/liter, dapat dikatakan sebagai produksi yang maksimal.
Menurut Effendi (2004), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat
dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang
tinggi.
Analisis payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama
waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi. Nilai PP pada perlakuan
padat penebaran 86 ekor/liter yaitu 5,99
tahun artinya nilai investasi yang
ditanamkan dalam usaha pendederan dengan perlakuan 86 ekor/liter dapat
diperoleh kembali setelah 5,99 tahun (2186 hari atau 156 siklus).
Nilai PP
perlakuan 129 ekor/liter yaitu 0,80 tahun artinya nilai investasi yang ditanamkan
dalam usaha pengangkutan dengan perlakuan 129 ekor/liter dapat diperoleh
kembali setelah 0,80 tahun (292 hari atau 21 siklus). Menurut Gomes et al.
(2000), padat tebar yang rendah akan menyebabkan produksi per area yang
rendah, hal ini berdampak pada tingginya biaya investasi dan rendahnya
keuntungan yang diperoleh.
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa ikan bawal air tawar ukuran ratarata 0,5 g/ekor mampu bertahan hidup lebih dari 3 hari. TKO ikan bawal air tawar
(y, mgO2.g-1.jam-1) dengan bobot rata-rata (x, gram) 0,4 g, 0,5 g dan 0,6 g
menghasilkan persamaan y = −0,022x+0,352 dengan R2 = 0,935 untuk ikan
sebelum makan, serta y = −0,013x+0,299 dengan R2 = 0,996 untuk ikan setelah
makan. Konsentrasi TAN (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut
waktu (t, jam) berupa persamaan y = 0,921x−0,471 dengan R2 = 0,941. Penurunan
konsentrasi TAN (y, mg/l) akibat penyerapan oleh zeolit menurut waktu (t, detik)
digambarkan dalam persamaan y = -0,0184Ln(x)+0,1071 dengan R2 = 0,9974.
Konsentrasi amoniak (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut
waktu (t, jam) berturut-turut pada kepadatan 43, 86 dan 129 ekor/liter berupa
persamaan y = 0,0003x+0,0019 dengan R2 = 0,9404; y = 0,004x+0,002 dengan
R2 = 0,9652; y = 0,007x+0,0022 dengan R2 = 0,9205.
Kepadatan optimal bagi pengangkutan benih ikan bawal air tawar ukuran
0,5 g/ekor (1inci up) pada sistem pengangkutan tertutup adalah 129 ekor/liter
dengan kelangsungan hidup 93,21%, keuntungan Rp 20.134.197,93, margin
keuntungan 18,96 %, R/C Ratio 1,13, titik impas Rp 85.705.361,72 per tahun atau
519.426 ekor per tahun, harga pokok penjualan Rp 135,74 per ekor dan pulang
pokok 0,80 tahun. Peningkatan padat penebaran cenderung menurunkan kualitas
air media pengangkutan, namun sampai akhir penelitian masih dalam batas
kelayakan bagi kehidupan ikan.
5. 2 Saran
Disarankan untuk pengepakan sistem tertutup ikan bawal air tawar ukuran
0,5 g/ekor (1inci up) dengan kepadatan 129 ekor/liter menggunakan zeolit dengan
dosis 20 g/l. Selain itu juga disarankan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan
zeolit dengan kepadatan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Amaliya RW. 2007. Analisis Finansial Usaha Tambak Garam di Desa Pinggir
Papas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.
Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Anwar KP, Suharto S, Syarifudin A. 1985. Prospek Pemakaian Zeolit sebagai
Penyerap NH4+ dalam Air Limbah. Jakarta: Departemen Pertambangan
dan Energi (PPTM).
Boyd CE. 1990. Water Quality in Pond Aquaculture. Alabama: Birmingham
Publishing Co.
. 1991. Water Quality Management and Aeration in Shirmp Farming.
Fisheries and Allied Aquaculture Departement, Auburn University.
. 1992. Water Quality in Pond Aquaculture. Alabama: Birmingham
Publishing Co.
Dikmenkum. 2009.
Laporan
Keuangan
Perusahaan Dagang. http://www.
Dikmenkum.go.id.dataapp/e-learning/bahan/kelas2/images. (05 Januari
2009).
Djarijah AS. 2001. Budidaya Ikan Bawal. Yogyakarta: Kanisius.
Eckman R. 1987. Growth and body composition of juvenile Colossoma
macropomum Cuvier 1818 (Caracoidea) : Feeding on Artificial Diets.
Aquaculture 64: 293-303.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Effendie I, Oktariza W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Effendi IM. 1985. Biologi Perikanan. Bagian I: Studi Natural History. Bogor:
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Frose, R. 1985. Improved fish transport in plastic bag. ICLARM Newsletter 8 (4):
8-9.
Gautama A. 2005. Pengaruh Penambahan Zeolit pada Pra Pengangkutan Ikan Mas
Cyprinus carpio Sistem Tertutup Selama 24 Jam. Skripsi. Bogor:
Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Gerbhards VS. 1965. Transport of juvenile trout in sealed containers. The
Progessive Culturist. Journal Aquaculture 27 (1):
36
Gomes L C, Baldisserotto B, Senhorini JA. 2000. Effect of stocking density on
water quality, survival, and growth of larvae of the matrinxã, Brycon
cephalus (characidae), in ponds. Journal Aquaculture 183 (1): 73-81.
Goulding M. 1980. The Fishes and The Forest. Exploration in Amazonize Natural
History. Berkeley: Univ. of California Press.
Handajani H, Hastuti SD. 2002. Budidaya Perairan. Malang: Bayu Media.
Hardjono. 2004. Zeolit Bahan Pembenah Tanah. Suara Merdeka. (23 Februari
2004).
Hepher B. 1978. Nutrition of Fishes. England: Cambridge University Press.
Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to
Fish Culture in Israel. New York: John Willey and Sons.
Hernanto F. 1989. Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya.
.1994. Text Book of Fish Culture, Breeding and Cultivated of Fishes.
London, Fishing News (Books) Ltd.
Husnan S, Pujiastuti E. 1994. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta:
AMP YKPN.
Islam MS, Rahman M, Tanaka M. 2006. Stocking density positively influences
the yield and farm profitability in cage aquaculture of Sutchi Catfish,
Pangasius sutchi. Journal of apllied Ichtyology 22(5):
Jhingran VG, Pullin, RSV. 1985. Hatchery Manual of Common Carp, Chinese,
and Indian Major Carp. ICLARM Studies and Reviews II. Bangkok:
Asian Development Bank.
Lagler KF, Bardach JE, Miller LL. 1977. Ichtyology. New York: John Wiley and
Sons Inc.
Liviawaty E, Afrianto, E. 1990. Budidaya Mas Koki dan Pemasarannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Lukito RI. 2008. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius
pangasius) (Kasus Bapak Leman di Kelurahan Cilangkap, Kota Jakarta
Timur). Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Martin JD, Petty JW, Keown AJ, Scott DF. 1991. Basic Financial Management 5th
Edition. New Jersey USA, Prentice Hall Inc.
Martin SN, Gunzman EC. 1994. Effect of drying method of bovine biod on the
performance of growing diets for Tambaqui Colossoma macropomum
Cuvier 1818 (Caracoidea) : Feeding on Atrificial Diets. Aquaculture 124:
335-341.
37
Merola N, Cantelmo OA. 1987. Growth feed conversion and mortality of cagereared Tambaqui Colossoma macropomum Feed Various Dietary
Feeding Regimens and Protein Level. Aquaculture 66: 223-233.
Nemoto CM. 1957. Experiments with Methods for Asia Transport of Live Fish.
Proggesive Fish Culturist 19 (4): 147-157.
O-Fish. 2006. Filter Kimia. http://www.O-Fish/filter/filter_kimia.php.htm. (02
Januari 2007).
Pescod MB. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standart for
Trophical Countries. Bangkok: AIT.
Rahardi F, Kristiawati R, Nazarudin. 1998. Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Riza MF. 2007. Pengaruh Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif Terhadap Tingkat
Kelangsungan Hidup Ikan Maanvis (Pterophyllum scalare) Pada
Pengangkutan Sistem Tertutup. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Royce WF. 1973. Introduction to Fishery Sciences. New York: Academic Press.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kuci Identifikasi Ikan. Bandung: Binacipta.
Saint-Paul U. 1986. Potensial for aqculture of South American feshwater fishes.
Aquaculture 54: 205-240.
Setyawan DP. 2003. Aktivitas katalis Cr/Zeolit dalam reaksi konversi katalitik
fenol dan metil isobutil keton. Journal. ILMU DASAR 4 (2). FMIPA
Universitas Negeri Jember.
Steel RGD, Torrie JH. 1982. Principle and Procedures of Statistics A Biometrical
Aprroach 2nd. Florida: CRC Press.
Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. New York: John
Wiley and Sons.
Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. New
York: Champman and Hall.
Wikipedia Indonesia. 2006. Zeolit. http://id.wikipedia.org/wiki/zeolit. (23 Januari
2007)
Zonneveld N, Huisman EA, Bonn JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar selama penelitian
A. Kemasan zeolit
C. Re-pack
E. Alat uji kualitas air
B. Wadah pemeliharaan
D. Wadah pengangkutan
F. Mortalitas pengangkutan
39
Lampiran 2. Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar
Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Bawal (mg O2/g/jam)
Ulangan
Bobot Ikan Sebelum Makan (g)
Bobot Ikan Sesudah Makan (g)
1
0,4
0,29
0,5
0,27
0,6
0,26
0,4
0,32
0,5
0,30
0,6
0,30
2
0,30
0,27
0,26
0,33
0,30
0,29
3
0,28
0,28
0,26
0,33
0,30
0,29
4
0,29
0,27
0,27
0,33
0,30
0,29
0.29±0.1
0.27±0.0
0.26±0.1
0.33±0.1
0.30±0.0
0.29±0.0
Rata-rata
Lampiran 3. Ekskresi TAN tiap 24 jam selama 48 jam
Jam ke0
24
48
43
Padat Penebaran (e/L)
86
129
0,3169
0,3169
0,3169
1.9903±0.1188
2.3692±0.1019
2.4143±0.0484
2.6509±0.0538
1.6378±0.1034
2.1606±0.1168
Lampiran 4. Laju penurunan TAN pada uji kapasitas serap zeolit
No
Waktu (detik)
TAN (mg/L)
1
0
0,107
2
80
0,025
3
160
0,017
4
224
0,008
5
295
0,000
6
363
0,000
7
427
0,000
8
494
0,000
Lampiran 5. Suhu media air pengepakan
Jam ke-
Padat Penebaran (e/L)
43
86
129
0
8
25
25
25
20.14±0.09
19.90±0.39
20.08±0.17
16
20.41±0.14
20.26±0.32
20.34±0.18
24
20.71±0.16
20.64±0.30
20.61±0.23
32
21.01±0.19
20.96±0.34
21.06±0.38
40
21.44±0.32
21.40±0.41
21.41±0.42
48
21.70±0.33
21.75±0.33
21.71±0.46
40
Lampiran 6. DO media air pengepakan
Jam ke-
Padat Penebaran (e/L)
43
86
129
0
8
6,34
6,34
6,34
8.88±0.11
8.36±0.14
8.09±0.07
16
8.65±0.08
7.99±0.08
7.49±0.14
24
8.43±0.15
7.65±0.10
6.94±0.21
32
8.13±0.11
7.22±0.20
6.32±0.24
40
7.92±0.07
6.86±0.18
5.82±0.27
48
7.70±0.08
6.45±0.18
5.34±0.30
Lampiran 7. pH media air pengepakan
Jam ke-
Padat Penebaran (e/L)
43
86
129
0
8
7,10
7,10
7,10
7.25±0.13
7.23±0.17
7.13±0.10
16
7.14±0.05
7.13±0.13
7.10±0.08
24
7.09±0.12
7.18±0.05
7.30±0.08
32
7.08±0.10
7.13±0.13
7.18±0.13
40
7.19±0.10
7.16±0.14
7.29±0.17
48
7.25±0.06
7.39±0.15
7.49±0.10
41
Lampiran 8. Analisis ragam TAN
A. Analisis ragam TAN jam ke-24
SK
p
S
Total
JK
1,070577645
0,105563343
1,176140989
dB
2
9
11
KT
0,535288823
0,01172926
F hitung
45,63704833
P
1,9442E-05
F tabel
4,256494729
TINV = (tα/2) x dBs = (0,05/2) x 9 = 0,225
BNT = TINV x (2KTS/j)1/2 = 0,225 x (2x0,01172926/4)1/2 = 0,017231
Kesimpulan: P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap TAN
B. Analisis ragam TAN jam ke-48
SK
p
s
Total
JK
0,481049755
0,05663124
0,537680995
dB
2
9
11
KT
0,240524877
0,00629236
F hitung
38,22490743
P
3,9938E-05
F tabel
4,256494729
TINV = 0,225
BNT = 0,01262
Kesimpulan: P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap TAN
Lampiran 9. Analisis ragam NH3
A. Analisis ragam jam NH3 ke-24
SK
p
s
Total
JK
0,000256118
4,58129E-05
0,000301931
dB
2
9
11
KT
0,000128059
5,09033E-06
F hitung
25,15736367
P
0,000206471
F tabel
4,256494729
TINV = 0,225
BNT = 0,000359
Kesimpulan: P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap NH3
B. Analisis ragam jam NH3 ke-48
SK
p
s
Total
JK
0,000793356
0,000456929
0,001250284
dB
2
9
11
KT
0,000396678
5,07699E-05
F hitung
7,813253967
P
0,010783967
F tabel
4,256494729
TINV = 0,225
BNT = 0,001134
Kesimpulan: P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap NH3
42
Lampiran 10. Analisis ragam SR
A. Analisis ragam SR jam ke-24
SK
p
s
Total
JK
4,839067
2,226
7,055067
dB
2
9
11
KT
2,414533
0,247333
F hitung
9,762264
P
0,005567
F tabel
4,256494729
TINV = 0,225
BNT = 0,079124
Kesimpulan: P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap SR
B. Analisis ragam SR jam ke-32
SK
p
s
Total
JK
9,119817
14,60205
23,72187
dB
2
9
11
KT
4,559908
1,62245
F hitung
2,810508
P
0,11264
F tabel
4,256494729
Kesimpulan: P>0,05 berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata
terhadap SR
C. Analisis ragam SR jam ke-40
SK
p
s
Total
JK
12,72747
25,39003
38,11749
dB
2
9
11
KT
6,363733
2,821114
F hitung
2,255752
P
0,160666
F tabel
4,256494729
Kesimpulan: P>0,05 berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata
terhadap SR
D. Analisis ragam SR jam ke-48
SK
p
s
Total
JK
9,220467
31,58443
40,80489
dB
2
9
11
KT
4,610233
3,509381
F hitung
1,313689
P
0,315808
F tabel
4,256494729
Kesimpulan: P>0,05 berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata
terhadap SR
43
Lampiran 11. Analisis ragam DO
A. Analisia ragam DO jam ke-8
SK
P
S
Total
JK
dB
1,298617
0,109875
1,408492
KT
2
9
11
0,649308
0,012208
F hitung
53,18567
P
1,03E-05
F tabel
4,256495
TINV = 0,225
BNT = 0,017579
Kesimpulan : P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap DO
B. Analisia ragam DO jam ke-16
SK
p
S
Total
JK
2,744817
0,099875
2,844692
dB
2
9
11
KT
1,372408
0,011097
F hitung
123,6713
P
2,85E-07
F tabel
4,256495
TINV = 0,225
BNT = 0,01676
Kesimpulan : P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap DO
C. Analisia ragam DO jam ke-24
SK
p
S
JK
dB
KT
4,398217
0,23245
2
9
Total
4,630667
11
2,199108
0,025828
F hitung
85,14508
P
1,42E-06
F tabel
4,256495
TINV = 0,225
BNT = 0,025569
Kesimpulan : P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap DO
D. Analisis ragam DO jam ke-32
SK
p
S
Total
JK
dB
KT
6,57065
0,327975
2
9
6,898625
11
3,285325
0,036442
F hitung
90,15298
P
1,11E-06
F tabel
4,256495
TINV = 0,225
BNT = 0,030372
Kesimpulan : P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap DO
44
Lampiran 11. (Lanjutan)
E. Analisis ragam DO jam ke-40
SK
p
S
JK
dB
KT
8,862317
0,34095
2
9
Total
9,203267
11
4,431158
0,037883
F hitung
116,9685
P
3,63E-07
F tabel
4,256495
TINV = 0,225
BNT = 0,030966
Kesimpulan : P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap DO
F. Analisis ragam DO jam ke-48
SK
p
S
Total
JK
11,12915
0,389675
11,51883
dB
KT
2
9
11
5,564575
0,043297
F hitung
128,5204
P
2,41E-07
F tabel
4,256495
TINV = 0,225
BNT = 0,033105
Kesimpulan : P<0,05 berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata
terhadap DO
45
Lampiran 12. Perhitungan dalam analisis usaha selama penelitian
A. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya listrik :
Komponen
Blower
Heaater
Pompa
Lampu
Watt
Jumlah
Jam (28 hari x 24 jam)
125
100
250
25
1
5
1
4
672
672
672
672
WH
84.000
336.000
168.000
67.200
Jumlah
655.200
Sehingga daya listrik yang digunakan 655.200 WH atau 655,20 KWH, dengan
biaya listrik Rp. 300,00/KWH sehingga biaya listrik dalam 10 siklus sebesar
Rp. 1.965.600,00.
B. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya tenaga kerja :
Setiap tenaga kerja menerima gaji Rp. 600.000,00/bulan termasuk uang
makan, sehingga dalam 1 tahun menerima gaji sebesar Rp. 7.200.000,00/orang.
Pemberian bonus akan diberikan ketika produksi berlangsung.
C. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya benih :
Uraian
Kepadatan (ekor/liter)
Volume air (liter)
Jumlah kantong dalam box
Jumlah box styrofoam
Siklus produksi
Jumlah benih (ekor)
Harga benih (Rp. 90,00/ekor)
43 ekor/liter
258
3
6
40
20
3.715.200
Rp334.368.000,00
Perlakuan
86 ekor/liter
516
3
6
40
20
7.430.400
Rp668.736.000,00
129 ekor/liter
774
3
6
40
20
11.145.600
Rp1.003.104.000,00
D. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya panen :
Setiap kantong dikeluarkan biaya panen sebesar Rp. 2000,00 kepadatan 43
ekor/liter, Rp. 4000,00 kepadatan 86 ekor/liter, dan Rp. 6000,00 kepadatan 129
ekor/liter.
Pada perlakuan 43 ekor/liter :
Uraian
Σ ikan yang dibeli
Kelangsungan hidup
Σ ikan dalam 1 siklus
Σ kantong 1 siklus
Biaya panen/siklus
Biaya panen 20 siklus
Ulangan 1
185.760
95,35%
177.122
720
Rp1.440.000,00
Rp28.800.000,00
Perlakuan 43 ekor/liter
Ulangan 2
Ulangan 3
185.760
185.760
97,67%
95,35%
181.432
177.122
720
720
Rp1.440.000,00
Rp1.440.000,00
Rp28.800.000,00 Rp28.800.000,00
Ulangan 4
185.760
93,02%
172.794
720
Rp1.440.000,00
Rp28.800.000,00
46
Lampiran 12. (Lanjutan)
Pada perlakuan 86 ekor/liter :
Uraian
Σ ikan yang dibeli
Kelangsungan hidup
Σ ikan dalam 1 siklus
Σ kantong 1 siklus
Biaya panen/siklus
Biaya panen 20 siklus
Ulangan 1
371.520
95,35%
354.244
720
Rp2.880.000,00
Rp57.600.000,00
Perlakuan 86 ekor/liter
Ulangan 2
Ulangan 3
371.520
371.520
96,51%
94,19%
358.554
349.935
720
720
Rp2.880.000,00
Rp2.880.000,00
Rp57.600.000,00 Rp57.600.000,00
Ulangan 4
371.520
91,86%
341.278
720
Rp2.880.000,00
Rp57.600.000,00
Perlakuan 86 ekor/liter
Ulangan 2
Ulangan 3
557.280
557.280
95,35%
92,25%
531.366
514.091
720
720
Rp4.320.000,00
Rp4.320.000,00
Rp86.400.000,00 Rp86.400.000,00
Ulangan 4
557.280
91,45%
509.633
720
Rp4.320.000,00
Rp86.400.000,00
Pada perlakuan 129 ekor/liter :
Uraian
Σ ikan yang dibeli
Kelangsungan hidup
Σ ikan dalam 1 siklus
Σ kantong 1 siklus
Biaya panen/siklus
Biaya panen 20 siklus
Ulangan 1
557.280
93,80%
522.729
720
Rp4.320.000,00
Rp86.400.000,00
E. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya kemasan :
Asumsi pada biaya pengemasan dianggap sama setiap perlakuan selama proses
produksi berlangsung.
No
1
2
3
4
5
6
Komponen
Satuan
Jumlah
unit
240
Plastik
Kg
1
Karet
unit
240
Zeolit
unit
240
Gas
unit
120
Es batu
unit
40
Styrofoam (maks.6 pcs)
Total biaya kemasan
Harga (per-unit)
Rp
500,00
Rp
30.000,00
Rp
100,00
Rp
1.000,00
Rp
100,00
Rp
42.500,00
Total Biaya
Rp 120.000,00
Rp
30.000,00
Rp
24.000,00
Rp 240.000,00
Rp
12.000,00
Rp 1.700.000,00
Rp 2.126.000,00
F. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya transportasi :
Tiket masuk bandara Rp. 15.000,00/orang maksimal 3 orang. Dokumen karantina
sebesar Rp. 85.000,00/spesies ikan yang dikirim. Kargo Rp. 17.000,00/Kg dengan
kuota minimal 16 Kg/box styrofoam.
No
1
2
3
4
5
Komponen
Sewa mobil
Tiket bandara
Dokumen karantina
Kargo
Biaya kemasan
Total biaya trasportasi
43 ekor/liter
Rp
500.000,00
Rp
45.000,00
Rp
85.000,00
Rp 14.621.360,00
Rp 2.126.000,00
Rp 17.377.360,00
Perlakuan
86 ekor/liter
Rp
500.000,00
Rp
45.000,00
Rp
85.000,00
Rp 16.200.320,00
Rp 2.126.000,00
Rp 18.956.320,00
129 ekor/liter
Rp
500.000,00
Rp
45.000,00
Rp
85.000,00
Rp 17.779.280,00
Rp 2.126.000,00
Rp 20.535.280,00
47
Lampiran 13. Analisis usaha
A. Komponen investasi dan penyusutan pada tiap perlakuan
No
1
2
3
Satuan
Jumlah
Harga
(per-unit)
unit
unit
unit
unit
unit
unit
unit
inchi
unit
Jumlah
4
1
1
2
5
4
1
10
1
2.000.000
150.000
500.000
500.000
25.000
16.500
4.000.000
6.000
1.000.000
unit
m
unit
inchi
unit
Jumlah
1
10
8
1
8
Komponen
Utama
a. Bak fiber
b. Akuarium
c. Rak akuarium
d. Pompa
e. Heater
f. Kabel roll box
g. Generatorset
h. Selang
i. Tabung gas
Sistem aerasi
a. Blower
b. Selang silikon
c. Batu aerasi
d. Paralon PVC
e. Kran aerasi
Sarana produksi
a. Ember
5L
30 cm
b. Serokan
c. Baskom
2L
d. Centong plastik
unit
Jumlah
Total investasi
750.000
1.000
2.000
38.000
1.000
2
4
12
3
Nilai
Sisa
Umur Teknis
(tahun)
8.000.000
150.000
500.000
1.000.000
125.000
66.000
4.000.000
60.000
1.000.000
14.901.000
800.000
15.000
50.000
40.000
0
0
400.000
0
100.000
5
5
3
3
2
2
5
3
5
1.440.000
27.000
150.000
320.000
62.500
33.000
720.000
20.000
180.000
2.952.500
750.000
10.000
16.000
38.000
8.000
822.000
75.000
0
0
5.000
0
5
3
3
5
3
135.000,00
3.333,33
5.333,33
6.600,00
2.666,67
152.933,33
Total Biaya
10.000
5.000
5.000
2.000
20.000
20.000
60.000
6.000
106.000
15.829.000
Total
Biaya
Jumlah
Jumlah
2.000
3
3
0
2.000
3
500
3
Jumlah
Total peyusutan
6.000
6.667
19.333
1.833
33.833
3.139.266,67
B. Biaya tetap pada tiap perlakuan
No
1
Komponen
Satuan
Biaya tetap
a. Biaya penyusutan
-b. Tenaga kerja
orang
c. Sewa lahan dan bangunan
unit
c. Listrik
KWH
Jumlah
Jumlah
-3
12
6552
Harga (per-unit)
Rp
Rp
Rp
-600.000,00
250.000,00
300,00
Total Biaya
Rp 3.139.266,67
Rp 1.800.000,00
Rp. 3.000.000,00
Rp 1.965.600,00
Rp 9.904.866,67
C. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 43 ekor/liter ulangan 1
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
371520
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 17.377.360,00
Rp 33.436.800,00
Rp 34.754.720,00
Rp 78.096.386,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
354.244
Rp 58.450.312,80
Rp 58.450.312,80
48
Lampiran 13. (Lanjutan)
D. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 43 ekor/liter ulangan 2
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
371520
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 17.377.360,00
Rp 33.436.800,00
Rp 34.754.720,00
Rp 78.096.386,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
362.864
Rp 59.872.491,36
Rp 59.872.491,36
E. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 43 ekor/liter ulangan 3
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
371520
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 17.377.360,00
Rp 33.436.800,00
Rp 34.754.720,00
Rp 78.096.386,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
354.244
Rp 58.450.312,80
Rp 58.450.312,80
F. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 43 ekor/liter ulangan 4
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
371520
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 17.377.360,00
Rp 33.436.800,00
Rp 34.754.720,00
Rp 78.096.386,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
345.588
Rp 57.022.004,16
Rp 57.022.004,16
49
Lampiran 13. (Lanjutan)
G. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 86 ekor/liter ulangan 1
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
743040
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 18.956.320,00
Rp 66.873.600,00
Rp 37.912.640,00
Rp 114.691.106,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
708.489
Rp 116.900.625,60
Rp 116.900.625,60
H. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 86 ekor/liter ulangan 2
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
743040
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 18.956.320,00
Rp 66.873.600,00
Rp 37.912.640,00
Rp 114.691.106,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
717.108
Rp 118.322.804,16
Rp 118.322.804,16
I. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 86 ekor/liter ulangan 3
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
743040
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 18.956.320,00
Rp 66.873.600,00
Rp 37.912.640,00
Rp 114.691.106,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
699.869
Rp 115.478.447,04
Rp 115.478.447,04
50
Lampiran 13. (Lanjutan)
J. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 86 ekor/liter ulangan 4
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
743040
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 18.956.320,00
Rp 66.873.600,00
Rp 37.912.640,00
Rp 114.691.106,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
682.557
Rp 112.621.829,76
Rp 112.621.829,76
K. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 129 ekor/liter ulangan 1
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
1114560
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 20.535.280,00
Rp 100.310.400,00
Rp 41.070.560,00
Rp 151.285.826,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
1.045.457
Rp 172.500.451,20
Rp 172.500.451,20
L. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 129 ekor/liter ulangan 2
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
1114560
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 20.535.280,00
Rp 100.310.400,00
Rp 41.070.560,00
Rp 151.285.826,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
1.062.733
Rp 175.350.938,40
Rp 175.350.938,40
51
Lampiran 13. (Lanjutan)
M. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 129 ekor/liter ulangan 3
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
1114560
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 20.535.280,00
Rp 100.310.400,00
Rp 41.070.560,00
Rp 151.285.826,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
1.028.182
Rp 169.649.964,00
Rp 169.649.964,00
N. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 129 ekor/liter ulangan 4
1. Biaya
No
1
2
Komponen
Biaya tetap*
Biaya variabel
a. Biaya benih
b. Biaya pengiriman
Satuan
Jumlah
ekor
1114560
kali
2
Total biaya
Harga (per-unit)
Total Biaya
Rp 9.904.866,67
Rp
90,00
Rp 20.535.280,00
Rp 100.310.400,00
Rp 41.070.560,00
Rp 151.285.826,67
2. Penerimaan
No
1
2
Uraian
Jumlah ikan (ekor)
Penerimaan (Rp. 165/ekor)
Total penerimaan
Nilai
1.019.265
Rp 168.178.744,80
Rp 168.178.744,80
Lampiran 14. Analisis usaha untuk tiap perlakuan
Perlakuan 43 ekor/liter ulangan ke-
Perlakuan 86 ekor/liter ulangan ke-
Perlakuan 129 ekor/liter ulangan ke-
Uraian Biaya
1
2
3
4
Rata-rata
1
2
3
4
Rata-rata
1
2
3
4
Rata-rata
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
15,829,000.00
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
9,904,866.67
Biaya benih
33,436,800.00
33,436,800.00
33,436,800.00
33,436,800.00
33,436,800.00
66,873,600.00
66,873,600.00
66,873,600.00
66,873,600.00
66,873,600.00
100,310,400.00
100,310,400.00
100,310,400.00
100,310,400.00
100,310,400.00
Biaya pengiriman
34,754,720.00
34,754,720.00
34,754,720.00
34,754,720.00
34,754,720.00
37,912,640.00
37,912,640.00
37,912,640.00
37,912,640.00
37,912,640.00
41,070,560.00
41,070,560.00
41,070,560.00
41,070,560.00
41,070,560.00
Total (Rp)
68,191,520.00
68,191,520.00
68,191,520.00
68,191,520.00
68,191,520.00
104,786,240.00
104,786,240.00
104,786,240.00
104,786,240.00
104,786,240.00
141,380,960.00
141,380,960.00
141,380,960.00
141,380,960.00
141,380,960.00
Biaya total (Rp)
78,096,386.67
78,096,386.67
78,096,386.67
78,096,386.67
78,096,386.67
114,691,106.67
114,691,106.67
114,691,106.67
114,691,106.67
114,691,106.67
151,285,826.67
151,285,826.67
151,285,826.67
151,285,826.67
151,285,826.67
Penerimaan
58,450,312.80
59,872,491.36
58,450,312.80
57,022,004.16
58,448,780.28
116,900,625.60
118,322,804.16
115,478,447.04
112,621,829.76
115,830,926.64
172,500,451.20
175,350,938.40
169,649,964.00
168,178,744.80
171,420,024.60
20,884,884.60
Total investasi* (Rp)
Biaya tetap** (Rp)
Biaya variabel
Efisiensi ekonomi
- 18,895,387.20
- 17,473,208.64
- 18,895,387.20
-20,323,695.84
- 18,896,919.72
2,960,205.60
4,382,384.16
1,538,027.04
(1,318,590.24)
1,890,506.64
21,965,311.20
24,815,798.40
19,114,824.00
17,643,604.80
R/C ratio
Keuntungan (Rp)
-
-
-
-
-
1.03
1.04
1.01
0.99
1.02
1.15
1.16
1.13
1.12
BEP (Rp)
-
-
-
-
-
BEP (ekor)
-
-
-
-
-
2.190.940
1.497.937
4.165.551
(4.738.580)
778.961,95
435.701
392.026
492.401
528.834
462.240,55
HPP (Rp/ekor)
-
-
-
-
-
153,34
153,34
153,34
153,34
153,34
135,06
135,06
135,06
135,06
135,06
-
-
-
-
-
5,35
3,61
10,29
(12,00)
1,81
0,72
0,64
0,83
0,90
0,76
PP (tahun)
Keterangan :
* dihitung berdasarkan lampiran A
** dihitung berdasarkan lampiran B
361.505.082,23
247.159.584,34
687.315.933,23
(781.865.715,58)
128.528.721,05
71.890.635,47
64.684.360,64
81.246.173,52
87.257.593,87
1.14
76.269.690,87
Download