BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan ahli pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu diterapkan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika. Pelajaran matematika adalah salah satu studi yang telah dikenal setiap orang sejak masih dalam bangku sekolah dasar. Pelajaran matematika yang diajarkan disekolah berperan dalam melatih siswa berpikir logis, kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berpikir kreatif. Hal ini sesuai dengan pendapat cockroft (Abdurrahman,2003:253) yang menyatakan bahwa ; Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena 1. Selalu digunakan dalam segi kehidupan, 2. Semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai, 3. Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5. Meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, 6. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah. Berdasarkan pentingnya matematika diatas, terlihatlah peranan matematika dalam kehidupan. Karena pentingnya peranan matematika dalam kehidupan manusia, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika semakin baik. Hal ini terlihat dari berbagai upaya pemerintah seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku-buku pelajaran, peningkatan kompetensi guru dan berbagai usaha lainnya yang bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas. 1 2 Namun demikian usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika belum menampakkan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat dari hasil laporan The Trends International in Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999, 2003, 2007, dan 2011. Dari hasil kajian TIMSS menunjukkan bahwa peringkat Indonesia masih berada pada urutan 34 pada tahun 1999, urutan 35 pada tahun 2003, urutan 36 pada tahun 2007, dan urutan ke 35 pada tahun 2011 (http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/timss#page). Berdasarkan kondisi tersebut, untuk menghadapi perubahan keadaan yang selalu berkembang, maka dalam pembelajaran matematika yang harus dimiliki dan ditumbuhkembangkan pada siswa salah satunya adalah sikap positif. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika menyatakan bahwa tujuan nomor 5 pelajaran matematika disekolah adalah agar para siswa : “Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah”. Namun kenyataannya, sikap yang dimiliki siswa terhadap pelajaran matematika cenderung negatif. Hal ini sejalan dengan pendapat (Zulkardi,2006), menyatakan timbulnya sikap negatif siswa terhadap matematika karena kebanyakan guru mengajarkan matematika dengan metode yang tidak menarik, guru menerangkan dan siswa mencatat. Fenomena seperti ini, telah diungkapkan oleh Ruseffendi (Ansari, 2009:2) bahwa “bagian terbesar dari matematika yang dipelajari siswa disekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi 3 melalui pemberitahuan”. Kenyataan dilapangan, juga menunjukkan demikian, bahwa kondisi pembelajaran yang berlangsung dalam kelas membuat siswa pasif. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti dengan memberikan satu pertanyaan kepada 35 siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar, yaitu apakah kalian menyukai pelajaran matematika? Mendengar pertanyaan tersebut siswa dengan spontan dan secara bersamaan menjawab tidak suka. Kemudian penulis mengarahkan agar siswa menuliskan ke dalam kertas satu lembar. Pandangan sikap siswa terhadap matematika yang cenderung negatif. (a) Pandangan sikap siswa terhadap matematika yang positif. (b) Gambar 1.1. Jawaban sikap siswa terhadap matematika 4 Dari hasil jawaban siswa, banyak variasi jawaban kenapa siswa tidak menyukai pelajaran matematika, diantaranya karena matematika pelajaran yang sulit, membosankan, tidak menarik, dan ada juga yang mengatakan bahwa guru dalam mengajar tidak menggunakan pendekatan pembelajaran yang menarik. Diantara 35 siswa hanya 11 yang menjawab suka pada mata pelajaran matematika. Faktor penyebab timbulnya sikap negatif siswa terhadap matematika menurut Supatmono (2009;1) adalah ; 1.Faktor sistem pendidikan 2. Faktor sistem penilaian, 3. Faktor orangtua atau keluarga, 4. Faktor sifat bidang studi, 5. Faktor guru. Selain sikap positif matematika, yang tidak kalah pentingnya untuk ditumbuhkembangkan pada siswa adalah kemampuan berpikir kreatif, karena siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menemukan hubungan atau keterkaitan baru untuk melihat subjek dari perspektif baru, dan untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang ada dalam pikiran, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Aktivitas manusia tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir salah satunya adalah pada saat memecahkan persoalan atau menentukan strategi yang tepat dalam mengambil suatu keputusan. Kemampuan berpikir harus dikembangkan salah satunya melalui kegiatan pembelajaran disekolah. Hal ini senada dengan Sizer (Johnson, 2011:181), bahwa “Sekolah artinya belajar menggunakan pikiran 5 dengan baik, berpikir kreatif menghadapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir”. Oleh karena itu, pembelajaran matematika jelas harus menjadi prioritas utama untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif yang nantinya dibutuhkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia sehari-harinya. Menghitung dan berpikir untuk mencari kesimpulan dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari aplikasi matematika itu sendiri. Bahkan pemecahan suatu permasalahan juga membutuhkan bantuan dari matematika. Hal ini sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalm rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Manusia kreatif sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi dan merespon secara efektif ketidakmenentuan perubahan saat ini. Perkembangan kebudayaan dan peradaban juga terjadi berkat kemampuan berpikir kreatif orang-orang yang istimewa dalam berbagai sektor kehidupan seperti politik, ekonomi, militer, tekhnologi, pendidikan, agama, dan lain-lain. Kemampuan berpikir kreatif siswa 6 dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik, apabila lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah turut menunjang mereka dalam mengekspresikan kemampuan berpikir kreatif. Keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang). Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan (Guilford, 1967). Rogers menekankan (1962) bahwa sumber dari kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Dalam pemecahan masalah matematika, diperlukan pemikiran dan gagasan yang kreatif dalam membuat (merumuskan) dan menyelesaikan model matematika serta menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran dan gagasan yang kreatif tersebut akan muncul dan berkembang jika proses pembelajaran matematika di dalam kelas menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat. Karya-karya kreatif dalam berbagai sektor kehidupan tersebut penting peranannya karena sebagian besar dapat menjadi solusi dari permasalahanpermasalahan yang ada di dunia. Oleh karena itu kemampuan berpikir kreatif 7 menjadi penting sifatnya dalam menghadapi perubahan dan perkembangan dunia yang sangat pesat. Pengembangan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2004). Pengembangan kemampuan berpikir kreatif memang perlu dilakukuan karena kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department of LABOR usa, 2004). Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa guru mempunyai peranan penting dalam menciptakan lingkungan di dalam kelas, yang merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Demikian juga pentingnya peranan guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga siswa dapat merasakan belajar dengan suasana yang menyenangkan tidak merasa tertekan atau ketakutan yang hal ini menyebabkan siswa merasa nyaman yang mengakibatkan proses pembelajaran lebih efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan UNDP. Salah satu indikator dalam menentukan HDI adalah kualitas pendidikan pada suatu negara dari tingkat sekolah dasar sampai menengah. HDI Indonesia hanya 8 sebesar 0,728 dari nilai ideal sebesar satu dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke 107 dari 177 negara yang diukur. Salah satu mata pelajaran yang ‘populer’ sebagai pelajaran yang kurang disukai adalah matematika. Mitos tersebutlah yang ikut mendorong masyarakat mengadopsi pandangan yang negatif terhadap matematika (Hanafi, 2011). Pandangan negatif ini pun tampaknya berlaku di Indonesia, yang tergambar dalam beberapa artikel berita, yang salah satunya dengan kreatif menganalogikan matematika dengan obat pahit, sesuatu yang dibenci tetapi harus ditelan (Nasution, 2011), sementara artikel lain mengkiaskan matematika sebagai hantu, sesuatu yang harus dibenci, ditakuti, dan dihindari (Hanafi, 2011). Matematika merupakan pelajaran yang penting, terutama karena matematika dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan masalah (Bishop, dalam Mohamed & Waheed, 2011). Akan tetapi, siswa justru kurang menyukai mata pelajaran yang penting ini. Harapan terhadap tingginya kemampuan berpikir kreatif yang dimiliki siswa tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika masih tergolong rendah. Rendahnya kemampuan tersebut dalam pembelajaran matematika dapat dilihat dari jawaban siswa dalam menyelesaikan soal. Soal ini diberikan kepada 35 siswa SMP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar. Berikut soal yang diberikan untuk melihat kemampuan berpikir kreatif siswa. 9 Ketika belajar kesetimbangan disekolah, Siska penasaran ingin mempraktekkannya di rumah. Setelah sampai dirumah dia melihat 10 buah bola besi yang beratnya sama dan dua buah lempengan besi yang juga beratnya sama. Ayahnya berkata bahwa satu buah bola besi beratnya 1 Kg, tetapi berat lempengan besi tidak diketahuinya. Penasaran ingin mengetahui berapa berat lempengan besi sesungguhnya, ia melakukan percobaan sebagai berikut. 1) Pada percobaan pertama Siska menemukan bahwa 1 buah lempengan besi ditambah dengan 1 buah bola besi setimbang dengan 4 buah bola besi. 2) Pada percobaan kedua Siska menemukan bahwa 1 buah lempengan besi ditambah dengan 2 buah bola besi setimbang dengan 5 buah bola besi. 3) Pada percobaan ketiga Siska menemukan bahwa 1 buah lempengan besi ditambah dengan 3 buah bola besi setimbang dengan 6 buah bola besi. 4) Pada percobaan keempat Siska menemukan bahwa 2 buah lempengan besi setimbang dengan 6 buah bola besi. Berapakah berat lempengan besi tersebut ? 10 Berikut ini adalah pola jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut. Siswa belum mampu menerjemahkan soal cerita ke dalam bentuk matematika. (a) Siswa sudah menyelesaikan dengan benar. mampu jawaban (b) Gambar 1.2. Jawaban Tes Berpikir Kreatif Siswa Dari jawaban terlihat siswa masih belum mampu memahami masalah sehingga penyelesaian yang dihasilkan tidak benar. Hal ini dikarenakan siswa selalu diberi soal rutin dan pembelajaran di sekolah sehingga kurang merangsang kemampuan siswa untuk berpikir kreatif. 11 Belajar matematika sesungguhnya juga dapat menunjang kemampuan siswa untuk berfikir kreatif, inovatif dan pasti. Kemampuan inilah yang menjadikan matematika mempunyai sifat yang khas jika dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran lain. Hal ini seharusnya menjadikan matematika itu seyogianya tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang lain, karena peserta didik yang belajar matematika itupun berbeda-beda pula kemampuannya, maka kegiatan belajar mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan kemampuan yang belajar. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Belanda dengan nama Realistic Mathematics Education (pembelajaran matematika realistik) yang artinya pendidikan matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun 12 masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Perlu dicermati bahwa suatu hal yang bersifat kontekstual dalam lingkungan siswa di suatu daerah, belum tentu bersifat konteks bagi siswa di daerah lain. Contoh berbicara tentang kereta api, merupakan hal yang konteks bagi siswa yang ada di pulau Jawa, namun belum tentu bersifat konteks bagi siswa di luar Jawa. Oleh karena itu pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik harus disesuaikan dengan keadaan daerah tempat siswa berada. Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan suatu “keharusan” dalam menghadapi dunia yang tidak menentu. Siswa perlu dipersiapkan bagaimana mendapatkan dan menyelesaikan masalah. Masalah yang disajikan ke siswa adalah masalah kontekstual yakni masalah yang memang semestinya dapat diselesaikan siswa sesuai dengan pengalaman siswa dalam kehidupannya. Dari permasalahan yang dipaparkan maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Perbedaan Sikap Positif Dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Dan Pendekatan Pembelajaran Langsung Di Kelas VIII SMP”. 13 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan bahwa masalah-masalah kurang berhasilnya siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah disebabkan : 1. Siswa jarang dituntut untuk mencoba memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari/ nyata. 2. Sikap siswa yang cenderung negatif terhadap matematika. 3. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang membutuhkan kreativitas dalam berpikir. 4. Proses pembelajaran yang kurang menunjang siswa untuk mengekspresikan berpikir kreatif. 5. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berbeda dari contoh yang telah diberikan. 6. Pembelajaran hanya menekankan pada latihan mengerjakan soal dengan mengulang prosedur. 7. Pembelajaran dikelas masih berpusat pada guru. 8. Kemampuan guru menggunakan pendekatan pembelajaran selain pembelajaran langsung masih kurang. 1.3. Batasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan yang tercakup dalam identifikasi masalah, agar penelitian ini lebih fokus maka penulis membatasi pada: 1. Sikap positif matematik siswa dengan penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran langsung. 14 2. Perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan penerapan pendekatan matematika realistik dengan model pembelajaran langsung. 3. Kadar aktivitas siswa selama proses pembelajaran langsung. 4. Kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika realistik. 5. Proses penyelesaian masalah pada masing-masing model pembelajaran. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat perbedaan sikap positif siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika? 2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika? 3. Bagaimana kadar aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung? 4. Bagaimana kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika realistik ? 5. Bagaimana proses jawaban siswa dalam pemecahan masalah matematika dengan pembelajaran matematika realistik? 15 1.5. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan sikap positif siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika. 3. Untuk mendeskripsikan kadar aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung. 4. Untuk mendeskripsikan bagaimana kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika realistik. 5. Untuk mendeskripsikan bagaimana proses jawaban siswa dalam pemecahan masalah matematika dengan pembelajaran matematika realistik. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Mengetahui perbedaan sikap positif siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika 2. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika. 16 3. Mengetahui kadar aktivitas siswa selama pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pembelajaran langsung. 4. Mendeskripsikan bagaimana kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika realistik. 5. Mendeskripsikan bagaimana proses jawaban siswa dalam pemecahan masalah matematika dengan pembelajaran matematika realistik. 1.7. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian ini diadakan di sekolah yaitu SMP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian adalah sungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran dalam menyelesaikan tes berpikir kreatif pada materi persamaan linear dua variabel. Kegiatan pembelajaran dilakukan berkelompok dan setiap siswa berperan aktif dalam kegiatan kelompok tersebut, bukan didominasi hanya satu atau dua orang anggota saja. Dalam penerapan pendekatan matematika realistik ini yang berorientasi meningkatkan sikap positif dan kemampuan berpikir kreatif terhadap objek matematika dengan materi persamaan linear dua variabel. Peneliti sebagai motivator, moderator, dan fasilitator serta evaluator dalam pembelajaran yang berpedoman pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan alur penerapan pendekatan matematika realistik. Demikian juga untuk tes berpikir kreatif disesuaikan dengan alur pendekatan matematika realistik. Namun untuk perangkat-perangkat yang lain misalnya remedial, pengayaan dan penuntun belajar lainnya tidak dimuat pada penelitian ini. 17 1.8. Definisi Operasional 1. Pendekatan matematika realistik adalah pendekatan yang berpandangan bahwa matematika adalah sebuah aktifitas manusia, sehingga belajar matematika yang dipandang baik adalah dengan melakukan penemuan kembali melalui masalah sehari-hari dan selanjutnya secara bertahap berkembang menuju kepemahaman matematika. 2. Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada sekelompok siswa dengan tujuan agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. 3. Sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan. 4. Sikap positif adalah menyenangi, terlibat sungguh-sungguh, memperhatikan, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, serta berpartisipasi aktif dalam diskusi/ kelompok belajar. 5. Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan atau menemukan sesuatu yang baru dan menerapkannya dalam pemacahan masalah. Dalam makalah ini yang dimaksud dengan menemukan sesuatu yang baru adalah dapat menyelsaikan soal-soal yang diberikan dengan beberapa cara atau menemukan cara baru untuk menyelesaikannya. 18 6. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang bersifat baru yang diperoleh dengan mencoba-coba dan ditandai dengan keterampilan berpikir lancar, luwes, orisinil, dan elaborasi. 7. Kadar aktivitas siswa adalah hasil observasi yang dilakukan oleh observer dan dianalisis dengan mendeskripsikan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. 8. Proses guru mengelola pembelajaran adalah proses untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan proses panjang yang dimulai dengan perencanaan, pengorganisasian, dan penilaian. 9. Proses jawaban siswa dilihat dari beberapa sisi, antara lain ; kesalahan, indikator kemampuan berpikir kreatif, langkah-langkah penyelesaian, dan kesulitan-kesulitan.