Uploaded by ersaliac

Laporan Praktikum: Pembuatan & Standarisasi Simplisia

advertisement
PRAKTIKUM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL
Percobaan I
PEMBUATAN DAN STANDARISASI SIMPLISIA
Nama
NIM
Golongan/ Kelompok
Hari, Tanggal Praktikum
Asisten Dosen
: Ersalia Citra Khoirunnisa
: 2200023119
: 1/5
: Jumat, 11 April 2025
: apt. Hardi Astuti Witasari, M.Sc.
Pernyataan keaslian :
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan yang
saya buat adalah hasil karya saya sendiri dan atau tidak memanipulasi
data. Jika terbukti ada bagian yang merupakan hasil meniru karya
orang lain dan atau memanipulasi data, maka saya siap menerima
sanksi yang semestinya
Yang menyatakan
(………………………………..)
LABORATORIUM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2025
I.
II.
Tujuan
Mahasiswa mampu membuat dan melakukan standarisasi simplisia yang akan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ekstrak bahan alam.
Dasar Teori
Simplisia adalah bahan alam yang berasal dari tanaman yang telah dikeringkan
dan digunakan sebagai obat, tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut, kecuali
proses pengeringan. Simplisia berfungsi sebagai bahan baku untuk obat tradisional
dan harus memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif digunakan (nur,
2023).
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican
atau mineral. Simplisia nabati adalah bahan baku herbal yang berasal dari
tanaman, termasuk berbagai bagian tanaman seperti daun, akar, rimpang, bunga,
dan buah. Simplisia nabati sering digunakan dalam pengobatan tradisional karena
mengandung senyawa bioaktif yang memiliki efek terapeutik (Hidayati et al, 2021).
Simplisia hewani adalah bahan baku yang berasal dari hewan, termasuk produk
seperti lemak, minyak, dan ekstrak dari berbagai bagian hewan. Simplisia hewani
sering digunakan dalam pengobatan tradisional diberbagai budaya, terutama
tincture atau ekstrak (Rachmawati et al, 2023). Simplisia mineral adalah bahan
baku yang berasal dari mineral, termasuk berbagai jenis garam mineral, tanal liat,
dan mineral lainnya yang digunakan dalam pengobatan. Simplisia mineral dapat
dugunakan dalam bentuk suplemen untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam
tubuh (Setiawan et al, 2022)
Serbuk simplisia hayati adalah bentuk pengolahan bahan herbal yang
dihasilkan dari proses pengeringan dan penggilingan bagian tanaman menjadi
serbuk halus. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan senyawa bioaktif yang
terkandung dalam tanaman, sehingga serbuk simplisia dapat digunakan sebahai
bahan baku dalam pembuatan obat herbal, sumplemen, atau produk lainnya (Sari
et al, 2020). Parameter control dalam tahapan pembuatan simplisia sangat penting
untuk memastikan kualitas dan keamanan produk herbal yang dihasilkan.
Beberapa parameter yang perlu diperhatikan meliputi pemilihan bahan baku,
metode pengeringan, dan teknik penyimpanan. Kualitas bahan baku sangat
mempengaruhi kandungan senyawa aktif dalam simplisia. Selanjutnya metode
pengeringan harus diatur dengan baik, karena jika tidak tepat dapat merusak
senyawa bioaktif (Pratiwi et al, 2021)
Standarisasi simplisia adalah proses yang bertujuan untuk menetapkan kriteria
kualitas yang harus dipenuhi oleh simplisia sebelum digunakan dalam formulasi
produk. Standarisasi ini meliputi pengujian fisik, kimia, dan mikrobiologi untuk
memastikan bahwa simplisia memenuhi standar yang ditetapkan. Standarisasi
sangat penting untuk menjamin keamanan dan efektivitas produk herbal, serta
untuk memenuhi regulasi yang berlaku di industry farmasi dan makanan (Pratiwi
et al, 2019)
Tabel 1. parameter standarisasi simplisia (Farmakope Herbal Indonesia II, 2017)
PARAMETER NON SPESIFIK
PARAMETER SPESIFIK
1. Susut pengeringan
1. Identitas
2. Kadar abu total
2. Pemerian
3. Kadar abu tidak larut asam
3. Mikroskopis
4. Senyawa identitas
5. Pola kromatografi
6. Kandungan kimia
7. Sari larut air
8. Sari larut etanol
III.
Metode kerja
a. Alat :
- Mikroskop dan optilab - Cover glass
- Kaca pembesar
- Pipet tetes
- Penggaris
- Tabung reaksi
- Objek glass
- Rak tabung
b. Bahan
- Simplisia utuh dan serbuk simplisia (daun jambu biji dan daun teh)
- Larutan kloralhidrat
- Akuades
- Pereaksi KOH 5%
- HCl
- Pereaksi meyer
- Pereaksi dragendroff
- H2O2
- Toluene
- Pereaksi FeCl3
- Uap ammonia
- NaCl 2%
- Gelatin 1%
- KOH 1N
- Asam 3,5-dinitro-benzoat
- Kloroform
- Simplisia pembanding (serbuk daun jambu biji, serbuk daun teh, biji
merica, daun tempuyung, daun digitalis, atau daun nerii klerak, akar
klembak)
c. Cara kerja
1. Uji organoleptis simplisia
a. Uji warna
uraikan dengan jelas warna simplisia yang diamati
dibawah sinar lampu putih (day light lamp)
b. Uji bau
±0,1g serbuk simplisia
diremas dengan ibu jari
dan telunjuk atau diantara
2 telapak tangan.
udara diatas cuplikan
dihiruo perlahan dan
berulang
lakukan analisis terhadap
kekuatan bau, sifat bau
dikecapkan selama
10-50 detik
cuplikan dikeluarkan
dari mulut penguji
dan berkumur
dengan air
c. Uji rasa
5-10 mg serbuk
diletakkan pada
lidah.
2. Uji makroskopis simplisia bentuk utuh dan serbuk
lakukan pengamatan terhadap bentuk,
ukuran,warna, karakteristik hasil
patahan sampel dan irisan simplisia
lakukan pengamatan
terhadap serbuk simplisia :
bentuk, warna, tekstur
3. Uji mikroskopis serbuk simplisia
diambil sedikit sampel
dan diletakkan diatas
object glass
+3 tetes kloralhidrat dan
panaskan diatas api,
tutup cover glass dan
amati dibawah
mikroskop
amati fragmen
pengenalnya dan
bandingkan dengan FHI
dan foto min 4 fragmen
berbeda
4. Uji kualitatif kandungan kimia
a. Pengujian pendahuluan
sampel ±200 mg dipanaskan dengan 10
ml air selama 30 mnt diatas penangas,
larutan yang terjadi disaring dengan
kapas
larutan yang dihasilkan bila bewarna kuning sampai
merah menunjukkan adanya senyawa yang
mengandung kromofor, dengan gugus hidrofilik. bila
larutan ditambah KOH 3 tetes, warna larutan akan
menjadi lebih intensif
b. Pengujian alkaloid
sampel ±200 mg dipanaskan
dalam tabung reaksi besar
dengan HCl 1% 10 ml selama
30 menit diatas penangas
suspensi disaring dengan
kapas dan masukkan dalam
tabung reaksi I dan tabung
reaksi II sama banyak
bila dengan kedua pereaksi
tsb terbentuk endapan,
menunjukkan adanya alkaloid
larutan I dibagi dua sama
banyak, lalu kedalam larutan
ia ditambah pereaksi
Dragendorff 3 tetes dan
larutan 1b ditambah pereaksi
mayer 3 tetes
c. Uji antrakinon
sampel ±200 mg didihkan
selama 2 menit dengan KOH
0,5N 10 ml dan laarutan
hidrogen peroksida 1 ml.
setelah dingin, suspensi
disaring melalui kapas
5 ml fitrat ditambah 10 tetes
asam asetat sampai pH 5,
kemudian ditambah 10 ml
toluena
kemudian ditambah KOH 0,5
N, jika timbul warna merah
pada lapisan air (basa)
menunjukkan adanya
senyawa antrakinon
kocok pelan-pelan, diamkan
sebentar, 5 ml lapisan atas
diambil dengan pipet dan
dimasukkan dalam tabung
reaksi
d. Uji flavonoid
sampel ±200 mg dengan
etanol 70% 10 ml dan
disaring. filtrat
diteteskan pada kertas
saring
kertas saring
dikeringkan, kemudian
diuapi dengan amoniak
perubahan warna dari
kuning menjadi pucat
menjadi intensif,
menunjukkan adanya
flavonoid
e. Uji polifenol
sampel ±200 mg dipanaskan
dengan air 10 ml selama 20
menit dalam penangas air
mendidih kemudian disaring
panas-panas
setelah dingin ditambah
FeCl3 sebanyak 3 tetes. jika
timbul warna hijau biru
menunjukkan adanya
polifenol
uji diulang, tapi dg filtrat hasil
pendidihan serbuk tumbuhan
2g dengan etanol 80% 10 ml
selama 10 menit dalam
penangas air
f. Uji tanin
sampel ±200 mg
dipanaskan dengan air
10 ml selama 30 menit
diatas penangas air,
kemudian disaring
f5 ml filtrat ditambah
1ml larutan NaCl 2%,
bila terjadi suspensi
atau endapan disaring
melalui kertas saring
filtrat ditambah 5 ml
lauran gelatin 1%, bila
timbul endapan
menunjukkan adanya
tanin atau zat samak
g. Uji kardenolida
2 ml filtrat sama dengan uji tanin
tahap (a), ditambah 0,4 ml asam
3,5-dinitro-benzoat dan 0,6 ml KOH
1N dalam metanol, bila timbuk
warna ungu menunjukkan adanya
kardenolida
untuk penegasan, 2 ml filtrat yang
lain ditambah 2 ml kloroform kocok
dan biarkan sebentar. lap atas
diambil dg pipet, sedangkan lap
bawah ditambah 0,5 ml asam 3,5dinitrobenzoat. hasil positif bila
timbul warna biru-ungu
h. Uji saponin
sampel ±200 mg dalam
tabung reaksi, ditambah 10
ml air suling, tutup dan
kocok kuat-kuat selama 30
detik. biarkan tabung dalam
posisi tegak selama 30 mnt.
apabila timbul buih setinggi
± 3 cm dr permukaan yg tdk
hilang setelah ditetesi HCl
encer, menunjukan adanya
saponin
Cara lain:
2 g serbuk tumbuhan ditambah
air 10 ml, dipanaskan diatas
penangas air selama 30 menit,
kmd disaring.
filtrat dimasukkan dalam pipa
kapiler (D 2mm, Panjang 12,5
cm) penuh-penuh. kapiler
ditegakkan biarkan cairan
mengalir bebas
tinggi cairan dibandingkan dg
tinggi air suling yg diperlakukan
sama. bila tinggi cairan uji
setengah/ kurang dr tinggi air
suling, maka sampel ada
kemungkinan mengandung
saponin
5. Pola kromatografi
lakukan kromatografi dengan prosedur sesuai FHI II tahun 2017 halaman 249. cocokan
hasil KLT dengan gambar KLT pada FHI 2017
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan
larutan pembanding, menurut cara yang tertera pada masing-masing
monografi dengan jarak antara 1,5 sampai 2 cm dari tepi bawah lempeng,
dan biarkan mengering. Gunakan Alat sablon untuk menentukan tempat
penotolan dan jarak rambat, beri tanda pada jarak rambat. Tempatkan
lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah
bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase gerak dalam
bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai
terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak
merambat sampai batas jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di
udara, dan amati bercak dengan sinar tampak, ultraviolet gelombang
pendek (254 nm) kemudian dengan ultraviolet gelombang panjang (366
nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat
panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf atau
Rx. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak,
amati dan bandingkan kromatogram bahan uji dengan kromatogram
pembanding. (FHI Edisi 2, 2017)
6. Uji kuantitatif kandungan kimia
kandungan kimia yang ditetapkan pada percobaan adalah flavonoid total dan fenol
total
Penetapan kadar flavonoid total
Larutan uji untuk simplisia
timbang seksama leboh
kurang 1 g serbuk
masukkan dalam labu
erlenmeyer + 25 ml
etanol P
ekstraksi selama 1 jam
dengan pengaduk
magnetik
saring kedalam labu
terukur 25 ml, bilas
kertas saring dg etanol
70% LP +etanol ad
tanda
Larutan pembanding
timbang seksama leboh
kurang10 mg
pembanding
masukkan dalam
labuterukur 25 ml
larutkan dan + etanol P
sampai tanda
buat seri pengenceran
larutan pembanding
dengan kadar berturutturut 100, 75, 50, dan
25 mcg/ml
tambahkan masing" dengan
1,5 ml etanol P + 0,1 ml
aluminium klorida 10% +
0,1 ml natrium asetat 1M
dan 2,8 ml air
kocok dan diamkan 30
menit pada suhu kamar
ukur serapan pada panjang
gelombang serapan
maksimum.
Prosedur
pipet secara terpisah 0,5 ml
larutan uji dan masingmasing larutan pembanding
kedalam wadah yang sesuai
lakukan pengukuran blanko dg cara yang sama
tanpa penambahan aluminium klorida. buat kurva
kalibrasu dan hitung kadar larutan uji
Penetapan kadar fenol
Larutan uji untuk simplisia
timbang seksama
leboh kurang 1 g
serbuk
masukkan dalam
labu erlenmeyer + 25
ml etanol P
ekstraksi selama 1
jam dengan
pengaduk magnetik
saring kedalam labu
terukur 25 ml +
metanol P ad tanda
masukkan dalam
labuterukur 25 ml
larutkan dan + metanol
P sampai tanda
buat seri pengenceran
larutan pembanding
dengan kadar berturutturut 100, 75, 50, dan
25 mcg/ml
tambahkan masing" dengan
5 ml enceran Folin
Ciocalteu LP (75% dlm air)
diamkan 8 mnt, tambahkan
4,0 ml NaOH 8%, inkubasi
selama 1 jam
ukur serapan pada panjang
gelombang serapan
maksimum lebih kurang
730 nm
Larutan pembanding
timbang seksama leboh
kurang10 mg
pembanding
Prosedur
pipet secara terpisah 1 ml
larutan uji dan masingmasing larutan pembanding
kedalam wadah yang sesuai
lakukan pengukuran blanko dg cara yang sama
tanpa penambahan larutan uji. buat kurva
kalibrasi dan hitung kadar larutan uji
IV.
Rancangan Perhitungan Hasil
1. Kadar flavonoid total
Pembuatan Larutan pembanding
Konsentrasi Larutan Stok = 10 mg/25 mL = 400 ug/mL
o Kadar 100 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 100 ug/mL × 10 mL
V1 = 2,5 mL
o Kadar 75 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 75 ug/mL × 10 mL
V1 = 1,875 mL
o Kadar 50 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 50 ug/mL × 10 mL
V1 = 1,25 mL
o Kadar 25 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 25 ug/mL × 10 mL
V1 = 0,625 mL
2. Kadar Fenol total
Pembuatan Larutan Pembanding
Konsentrasi Larutan Stok = 10 mg/25 mL = 400 ug/mL
o Kadar 100 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 100 ug/mL × 10 mL
V1 = 2,5 mL
o Kadar 70 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 70 ug/mL × 10 mL
V1 = 1,75 mL
o Kadar 50 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 50 ug/mL × 10 mL
V1 = 1,25 mL
o Kadar 30 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 30 ug/mL × 10 mL
V1 = 0,75 mL
o Kadar 15 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
V.
400 ug/mL × V1 = 15 ug/mL × 10 mL
V1 = 0,375 mL
o Kadar 5 ug/mL
M1 × V1 = M2 × V2
400 ug/mL × V1 = 5 ug/mL × 10 mL
V1 = 0,125 mL
Hasil dan Perhitungan
1. Uji Organoleptis
Penetapan
Referensi mutu teh
dalam FHI
Warna
Hijau tua
Bau
Tidak berbau
Rasa
Tidak berasa, lama
kelamaan pahit dan
kelat
2. Uji Makroskopis
Penetapan
Warna
Bentuk
Tekstur
3. Uji Mikroskopis
No
Fragmen
pengenal
1 Sklerenkim
2
Makrosklereida
3
Epidermis bawah
dengan stomata
Hasil
Hijau olive
Khas aromatic teh
Pahit kelat
Hasil
Hijau olive
Serbuk halus
Agak kasar
Daun Teh
Hasil teoritis
Hasil nyata
4
Berkas
pengangkut
dengan penebalan
tipe spiral
4. Uji Kualitatif
No
Uji tabung
1
Hasil
Pendahuluan Larutan
kuning
kecoklatan
Daun teh
Kesimpulan
Mengandung
senyawa
kromofor dan
gugus
hidrofilik
2
Pendahuluan Warna
(meniran)
menjadi
lebih
intensif
Mengandung
senyawa
kromofor dan
gugus
hidrofilik
3
Alkaloid
Terbentuk
endapan
Mengandung
senyawa
alkaloid
4
Alkaloid
(merica)
Terbentuk
endapan
Mengandung
senyawa
alkaloid
Gambar
5
Antrakinon
Timbul
warna
merah
pada
lapisan air
(basa)
Mengandung
senyawa
antrakinon
5
Antrakinon
(klembak)
Timbul
warna
merah
pada
lapisan air
(basa)
Mengandung
senyawa
antrakinon
6
Flavonoid
Kuning
pucat
menjadi
intensif
Menunjukkan
adanya
flavonoid
7
Flavonoid
(tempuyung)
Kuning
pucat
menjadi
intensif
Menunjukkan
adanya
flavonoid
8
Polifenol
Timbul
warna
kehijauan
Mengandung
senyawa
polifenol
9
Polifenol
(cengkeh)
Timbul
warna
kehijauan
Mengandung
senyawa
polifenol
10
Tanin
Timbul
endapan
Terdapat
senyawa
tanin
11
Saponin
Timbul
buih
sedikit
Tidak
mengandung
saponin
karena tinggi
buih kurang
dari 3 cm
12
Saponin
(klarak)
Timbul
buih
Terdapat
senyawa
saponin
5. Pola Kromatografi
-
UV 254
UV 366
No
Sampel
Rf
UV 254
UV 366
1
Larutan uji (daun teh)
2
Pembanding (katekin)
Keterangan : bejana yang kurang jenuh menyebabkan tidak munculnya
bercak pada plat, sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan Rf.
VI.
Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu pembuatan dan standarisasi simplisia yang bertujuan
agar mahasiswa mampu membuat dan melakukan standarisasi simplisia yang akan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ekstrak bahan alam. Pemeriksaan
standar mutu simplisia serbuk daun teh (Camellia sinensis) dilakukan dengan cara
uji organoleptis, uji mikroskopis dan uji kualitatif kandungan kimia.
standarisasi bahan alam merupakan langkah yang penting dalam penelitian
dan pengembangan obat berbahan alam. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu,
keamanan, dan efektivitas obat sehingga manfaatnya dapat dipercaya dari sisi
sediaan obat tersebut. Proses standarisasi simplisia dilakukan dengan merujuk
pada SOP standardisasi simplisia yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI
pada tahun 2000. Standarisasi ini mencakup dua jenis parameter, yaitu parameter
spesifik dan non-spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas bahan, pemerian
organoleptik, pemeriksaan mikroskopis terhadap fragmen pengenal, senyawa
identitas, pola kromatografi, kadar senyawa kimia tertentu (%), serta kandungan
sari larut dalam air dan etanol (%). Sementara itu, parameter non-spesifik
mencakup susut pengeringan (%), kadar abu total (%), dan kadar abu yang tidak
larut dalam asam (%) (BPOM,2005).
Langkah pertama yaitu uji organoleptis dan uji makroskopis, cara pengujian
pada kedua uji dilakukan menggunakan indra manusia sebagai alat utama.
Pengujian organoleptis memiliki peran penting dalam penerapan mutu, tujuan uji
organoleptic adalah pengawasan mutu terhadap bahan mentah, produk, dan
komoditas. Diperoleh hasil dari pengamatan daun teh secara organoleptis yaitu
bewarna hijau olive, berbau aromatic khas teh, dan rasa yang pahit kelat. Rasa
pahit simplisia dapat disebabkan karena adanya senyawa katekin. Katekin dalam
daun teh merupakan komponen utama penentu mutu daun teh yang akan
mempengaruhi rasa, warna, dan aroma. Pada uji makroskopis dilakukan untuk
mencari morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji. Diperoleh hasil
pengamatan secara makroskopis daun teh bewarna hijau olive, bentuk serbuk
halus, dengan tekstur agak kasar.
Selanjutnya yaitu pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk mengamati
anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia, dan
pemeriksaan mutu berdasarkan senyawa aktifnya dan disesuaikan dengan standar
FHI (Farmakope Herbal Indonesia). Fragmen pengenal pada daun teh yaitu kristal
kalsium oksalat bentuk roset, mesofil daun, berkas pengangkut dengan penebalan
tipe tangga dan sel sekresi, sklerenkim, makrosklereida, epidermis bawah dengan
stomata dan berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral (FHI hal 470). Pada
uji mikroskopis didapatkan sesuai pada tabel terlampir, dapat disimpulkan bahwa
hasil uji sesuai dengan standar FHI.
Uji kualitatif yang dilakukan berupa uji fitokimia, yang dimana uji ini
dilakukan sebgai pendahuluan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit
sekunder apa saja yang terdapat pada sampel daun teh. Pengujian dilakukan
menggunakan pereaksi spesifik untuk setiap golongan senyawa yang diuji, uji
didasarkan pada identifikasi warna atau/dan endapan yang terbentuk. Hasil uji
kualitatif dapat dilihat pada tabel terlampir. Pada uji pendahuluan menunjukkan
hasil positif, yaitu terbentuknya warna kuning atau merah, hal ini menandakan
sampel mengandung kromofor. Pada uji alkaloid menunjukan hasil positif yang
ditandai adanya endapan, hal ini menunjukan sampel mengandung alkaloid. Pada
uji antrakinon menunjukan hasil positif, yaitu timbul warna merah pada lapisan air
(basa) yang menandakan adanya senyawa antrakinon. Pada uji flavonoid
menunjukan hasil yang positif, yaitu terbentuknya warna kuning intensif pada
kertas saring. Hal ini menunjukan bahwa sampel mengandung flavonoid. Pada uji
polifenol menunjukan hasil yang positif, yaitu terbentuknya warna hijau biru. Hal
ini menunjukan bahwa sampel mengandung polifenol. Pada uji tanin menunjukan
hasil positif karena terdapat endapan yang menunjukan adanya senyawa tanin.
Pada uji saponin menunjukan hasil buih yang timbul hanya sedikit sehingga tidak
membuktikan adanya senyawa saponin.
Pada uji pemisahan senyawa polifenol dengan teknik KLT, menggunakan dua
jenis fase yaitu fase diam dengan silika gel 60 f254 dan fase Gerak menggunakan
beberapa eluen campuran diantaranya toluene : aseton : asam formiat (5:4:1). Fase
gerak (toluene) yang bersifat nonpolar akan menahan senyawa yang polar di fasa
diam yang bersifat polar dan akan membawa senyawa yang kurang polar naik ke
atas. Dari hasil pengamatan dibawah lampu UV 366 nm, tidak terdapat bercak pada
plat yang kemungkinan terjadi karena bejana yang tidak jenuh, sehingga tidak
dapat dilakukan perhitungan retention factor.
VII.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan pembuatan dan standarisasi simplisa daun teh
(Camelliae sinensidis Folium) dan uji metabolit sekunder berdasarkan parameter
spesifik dapat disimpulkan sebagai berikut : hasil parameter spesifik serbuk
simpisia daun teh yaitu pengamatan organoleptis serbuk berwarna coklat
kehitaman, memiliki rasa sepat lama kelamaan agak pahit dan berbau jelas dan
aromatik. Pengamatan makroskopis serbuk berupa bentuk serbuk halus, tekstur
agak kasar, dan berwarna coklat kehitaman. Pengamatan miroskopik diketahui
adanya fragmen sklerenkim, makrosklereida, epidermis bawah dengan stomata
serta fragmen berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral. Pengujian
kandungan metabolit sekunder menunjukkan simplisia daun teh postitif
mengandung senyawa kromofor, alkaloid, antrakinon, flavonoid, polifenol dan
negative pada uji senyawa saponin.
VIII.
Daftar Pustaka
Hidayati, N., Sari, R. A., & Pratiwi, D. (2023). The importance of standardization in
herbal products: A review. Journal of Herbal Medicine, 25(1), 45-52
Rachmawati, R., Sari, R. A., & Hidayati, N. (2021). Application of HPLC in the
analysis of bioactive compounds in herbal medicines. Asian Journal of
Pharmaceutical Sciences, 16(3), 245-252.
Sari, R. A., Setiawan, A., & Pratiwi, D. (2020). Collection and drying methods of
herbal plants: Effects on quality and efficacy. Journal of Ethnopharmacology,
250, 112-118.
Pratiwi, D., Rachmawati, R., & Setiawan, A. (2019). Quality control of herbal
medicines: A review on standardization of herbal products. Indonesian
Journal of Pharmacy, 30(2), 123-130.
Depkes.2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 2. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Download