PRAKTIKUM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL Percobaan I PEMBUATAN DAN STANDARISASI SIMPLISIA Nama NIM Golongan/ Kelompok Hari, Tanggal Praktikum Asisten Dosen : Ersalia Citra Khoirunnisa : 2200023119 : 1/5 : Jumat, 11 April 2025 : apt. Hardi Astuti Witasari, M.Sc. Pernyataan keaslian : Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa laporan yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri dan atau tidak memanipulasi data. Jika terbukti ada bagian yang merupakan hasil meniru karya orang lain dan atau memanipulasi data, maka saya siap menerima sanksi yang semestinya Yang menyatakan (………………………………..) LABORATORIUM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN 2025 I. II. Tujuan Mahasiswa mampu membuat dan melakukan standarisasi simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan ekstrak bahan alam. Dasar Teori Simplisia adalah bahan alam yang berasal dari tanaman yang telah dikeringkan dan digunakan sebagai obat, tanpa mengalami pengolahan lebih lanjut, kecuali proses pengeringan. Simplisia berfungsi sebagai bahan baku untuk obat tradisional dan harus memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif digunakan (nur, 2023). Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican atau mineral. Simplisia nabati adalah bahan baku herbal yang berasal dari tanaman, termasuk berbagai bagian tanaman seperti daun, akar, rimpang, bunga, dan buah. Simplisia nabati sering digunakan dalam pengobatan tradisional karena mengandung senyawa bioaktif yang memiliki efek terapeutik (Hidayati et al, 2021). Simplisia hewani adalah bahan baku yang berasal dari hewan, termasuk produk seperti lemak, minyak, dan ekstrak dari berbagai bagian hewan. Simplisia hewani sering digunakan dalam pengobatan tradisional diberbagai budaya, terutama tincture atau ekstrak (Rachmawati et al, 2023). Simplisia mineral adalah bahan baku yang berasal dari mineral, termasuk berbagai jenis garam mineral, tanal liat, dan mineral lainnya yang digunakan dalam pengobatan. Simplisia mineral dapat dugunakan dalam bentuk suplemen untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuh (Setiawan et al, 2022) Serbuk simplisia hayati adalah bentuk pengolahan bahan herbal yang dihasilkan dari proses pengeringan dan penggilingan bagian tanaman menjadi serbuk halus. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan senyawa bioaktif yang terkandung dalam tanaman, sehingga serbuk simplisia dapat digunakan sebahai bahan baku dalam pembuatan obat herbal, sumplemen, atau produk lainnya (Sari et al, 2020). Parameter control dalam tahapan pembuatan simplisia sangat penting untuk memastikan kualitas dan keamanan produk herbal yang dihasilkan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan meliputi pemilihan bahan baku, metode pengeringan, dan teknik penyimpanan. Kualitas bahan baku sangat mempengaruhi kandungan senyawa aktif dalam simplisia. Selanjutnya metode pengeringan harus diatur dengan baik, karena jika tidak tepat dapat merusak senyawa bioaktif (Pratiwi et al, 2021) Standarisasi simplisia adalah proses yang bertujuan untuk menetapkan kriteria kualitas yang harus dipenuhi oleh simplisia sebelum digunakan dalam formulasi produk. Standarisasi ini meliputi pengujian fisik, kimia, dan mikrobiologi untuk memastikan bahwa simplisia memenuhi standar yang ditetapkan. Standarisasi sangat penting untuk menjamin keamanan dan efektivitas produk herbal, serta untuk memenuhi regulasi yang berlaku di industry farmasi dan makanan (Pratiwi et al, 2019) Tabel 1. parameter standarisasi simplisia (Farmakope Herbal Indonesia II, 2017) PARAMETER NON SPESIFIK PARAMETER SPESIFIK 1. Susut pengeringan 1. Identitas 2. Kadar abu total 2. Pemerian 3. Kadar abu tidak larut asam 3. Mikroskopis 4. Senyawa identitas 5. Pola kromatografi 6. Kandungan kimia 7. Sari larut air 8. Sari larut etanol III. Metode kerja a. Alat : - Mikroskop dan optilab - Cover glass - Kaca pembesar - Pipet tetes - Penggaris - Tabung reaksi - Objek glass - Rak tabung b. Bahan - Simplisia utuh dan serbuk simplisia (daun jambu biji dan daun teh) - Larutan kloralhidrat - Akuades - Pereaksi KOH 5% - HCl - Pereaksi meyer - Pereaksi dragendroff - H2O2 - Toluene - Pereaksi FeCl3 - Uap ammonia - NaCl 2% - Gelatin 1% - KOH 1N - Asam 3,5-dinitro-benzoat - Kloroform - Simplisia pembanding (serbuk daun jambu biji, serbuk daun teh, biji merica, daun tempuyung, daun digitalis, atau daun nerii klerak, akar klembak) c. Cara kerja 1. Uji organoleptis simplisia a. Uji warna uraikan dengan jelas warna simplisia yang diamati dibawah sinar lampu putih (day light lamp) b. Uji bau ±0,1g serbuk simplisia diremas dengan ibu jari dan telunjuk atau diantara 2 telapak tangan. udara diatas cuplikan dihiruo perlahan dan berulang lakukan analisis terhadap kekuatan bau, sifat bau dikecapkan selama 10-50 detik cuplikan dikeluarkan dari mulut penguji dan berkumur dengan air c. Uji rasa 5-10 mg serbuk diletakkan pada lidah. 2. Uji makroskopis simplisia bentuk utuh dan serbuk lakukan pengamatan terhadap bentuk, ukuran,warna, karakteristik hasil patahan sampel dan irisan simplisia lakukan pengamatan terhadap serbuk simplisia : bentuk, warna, tekstur 3. Uji mikroskopis serbuk simplisia diambil sedikit sampel dan diletakkan diatas object glass +3 tetes kloralhidrat dan panaskan diatas api, tutup cover glass dan amati dibawah mikroskop amati fragmen pengenalnya dan bandingkan dengan FHI dan foto min 4 fragmen berbeda 4. Uji kualitatif kandungan kimia a. Pengujian pendahuluan sampel ±200 mg dipanaskan dengan 10 ml air selama 30 mnt diatas penangas, larutan yang terjadi disaring dengan kapas larutan yang dihasilkan bila bewarna kuning sampai merah menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor, dengan gugus hidrofilik. bila larutan ditambah KOH 3 tetes, warna larutan akan menjadi lebih intensif b. Pengujian alkaloid sampel ±200 mg dipanaskan dalam tabung reaksi besar dengan HCl 1% 10 ml selama 30 menit diatas penangas suspensi disaring dengan kapas dan masukkan dalam tabung reaksi I dan tabung reaksi II sama banyak bila dengan kedua pereaksi tsb terbentuk endapan, menunjukkan adanya alkaloid larutan I dibagi dua sama banyak, lalu kedalam larutan ia ditambah pereaksi Dragendorff 3 tetes dan larutan 1b ditambah pereaksi mayer 3 tetes c. Uji antrakinon sampel ±200 mg didihkan selama 2 menit dengan KOH 0,5N 10 ml dan laarutan hidrogen peroksida 1 ml. setelah dingin, suspensi disaring melalui kapas 5 ml fitrat ditambah 10 tetes asam asetat sampai pH 5, kemudian ditambah 10 ml toluena kemudian ditambah KOH 0,5 N, jika timbul warna merah pada lapisan air (basa) menunjukkan adanya senyawa antrakinon kocok pelan-pelan, diamkan sebentar, 5 ml lapisan atas diambil dengan pipet dan dimasukkan dalam tabung reaksi d. Uji flavonoid sampel ±200 mg dengan etanol 70% 10 ml dan disaring. filtrat diteteskan pada kertas saring kertas saring dikeringkan, kemudian diuapi dengan amoniak perubahan warna dari kuning menjadi pucat menjadi intensif, menunjukkan adanya flavonoid e. Uji polifenol sampel ±200 mg dipanaskan dengan air 10 ml selama 20 menit dalam penangas air mendidih kemudian disaring panas-panas setelah dingin ditambah FeCl3 sebanyak 3 tetes. jika timbul warna hijau biru menunjukkan adanya polifenol uji diulang, tapi dg filtrat hasil pendidihan serbuk tumbuhan 2g dengan etanol 80% 10 ml selama 10 menit dalam penangas air f. Uji tanin sampel ±200 mg dipanaskan dengan air 10 ml selama 30 menit diatas penangas air, kemudian disaring f5 ml filtrat ditambah 1ml larutan NaCl 2%, bila terjadi suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring filtrat ditambah 5 ml lauran gelatin 1%, bila timbul endapan menunjukkan adanya tanin atau zat samak g. Uji kardenolida 2 ml filtrat sama dengan uji tanin tahap (a), ditambah 0,4 ml asam 3,5-dinitro-benzoat dan 0,6 ml KOH 1N dalam metanol, bila timbuk warna ungu menunjukkan adanya kardenolida untuk penegasan, 2 ml filtrat yang lain ditambah 2 ml kloroform kocok dan biarkan sebentar. lap atas diambil dg pipet, sedangkan lap bawah ditambah 0,5 ml asam 3,5dinitrobenzoat. hasil positif bila timbul warna biru-ungu h. Uji saponin sampel ±200 mg dalam tabung reaksi, ditambah 10 ml air suling, tutup dan kocok kuat-kuat selama 30 detik. biarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 mnt. apabila timbul buih setinggi ± 3 cm dr permukaan yg tdk hilang setelah ditetesi HCl encer, menunjukan adanya saponin Cara lain: 2 g serbuk tumbuhan ditambah air 10 ml, dipanaskan diatas penangas air selama 30 menit, kmd disaring. filtrat dimasukkan dalam pipa kapiler (D 2mm, Panjang 12,5 cm) penuh-penuh. kapiler ditegakkan biarkan cairan mengalir bebas tinggi cairan dibandingkan dg tinggi air suling yg diperlakukan sama. bila tinggi cairan uji setengah/ kurang dr tinggi air suling, maka sampel ada kemungkinan mengandung saponin 5. Pola kromatografi lakukan kromatografi dengan prosedur sesuai FHI II tahun 2017 halaman 249. cocokan hasil KLT dengan gambar KLT pada FHI 2017 Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan larutan pembanding, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara 1,5 sampai 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering. Gunakan Alat sablon untuk menentukan tempat penotolan dan jarak rambat, beri tanda pada jarak rambat. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan sinar tampak, ultraviolet gelombang pendek (254 nm) kemudian dengan ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf atau Rx. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak, amati dan bandingkan kromatogram bahan uji dengan kromatogram pembanding. (FHI Edisi 2, 2017) 6. Uji kuantitatif kandungan kimia kandungan kimia yang ditetapkan pada percobaan adalah flavonoid total dan fenol total Penetapan kadar flavonoid total Larutan uji untuk simplisia timbang seksama leboh kurang 1 g serbuk masukkan dalam labu erlenmeyer + 25 ml etanol P ekstraksi selama 1 jam dengan pengaduk magnetik saring kedalam labu terukur 25 ml, bilas kertas saring dg etanol 70% LP +etanol ad tanda Larutan pembanding timbang seksama leboh kurang10 mg pembanding masukkan dalam labuterukur 25 ml larutkan dan + etanol P sampai tanda buat seri pengenceran larutan pembanding dengan kadar berturutturut 100, 75, 50, dan 25 mcg/ml tambahkan masing" dengan 1,5 ml etanol P + 0,1 ml aluminium klorida 10% + 0,1 ml natrium asetat 1M dan 2,8 ml air kocok dan diamkan 30 menit pada suhu kamar ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum. Prosedur pipet secara terpisah 0,5 ml larutan uji dan masingmasing larutan pembanding kedalam wadah yang sesuai lakukan pengukuran blanko dg cara yang sama tanpa penambahan aluminium klorida. buat kurva kalibrasu dan hitung kadar larutan uji Penetapan kadar fenol Larutan uji untuk simplisia timbang seksama leboh kurang 1 g serbuk masukkan dalam labu erlenmeyer + 25 ml etanol P ekstraksi selama 1 jam dengan pengaduk magnetik saring kedalam labu terukur 25 ml + metanol P ad tanda masukkan dalam labuterukur 25 ml larutkan dan + metanol P sampai tanda buat seri pengenceran larutan pembanding dengan kadar berturutturut 100, 75, 50, dan 25 mcg/ml tambahkan masing" dengan 5 ml enceran Folin Ciocalteu LP (75% dlm air) diamkan 8 mnt, tambahkan 4,0 ml NaOH 8%, inkubasi selama 1 jam ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 730 nm Larutan pembanding timbang seksama leboh kurang10 mg pembanding Prosedur pipet secara terpisah 1 ml larutan uji dan masingmasing larutan pembanding kedalam wadah yang sesuai lakukan pengukuran blanko dg cara yang sama tanpa penambahan larutan uji. buat kurva kalibrasi dan hitung kadar larutan uji IV. Rancangan Perhitungan Hasil 1. Kadar flavonoid total Pembuatan Larutan pembanding Konsentrasi Larutan Stok = 10 mg/25 mL = 400 ug/mL o Kadar 100 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 100 ug/mL × 10 mL V1 = 2,5 mL o Kadar 75 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 75 ug/mL × 10 mL V1 = 1,875 mL o Kadar 50 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 50 ug/mL × 10 mL V1 = 1,25 mL o Kadar 25 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 25 ug/mL × 10 mL V1 = 0,625 mL 2. Kadar Fenol total Pembuatan Larutan Pembanding Konsentrasi Larutan Stok = 10 mg/25 mL = 400 ug/mL o Kadar 100 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 100 ug/mL × 10 mL V1 = 2,5 mL o Kadar 70 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 70 ug/mL × 10 mL V1 = 1,75 mL o Kadar 50 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 50 ug/mL × 10 mL V1 = 1,25 mL o Kadar 30 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 30 ug/mL × 10 mL V1 = 0,75 mL o Kadar 15 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 V. 400 ug/mL × V1 = 15 ug/mL × 10 mL V1 = 0,375 mL o Kadar 5 ug/mL M1 × V1 = M2 × V2 400 ug/mL × V1 = 5 ug/mL × 10 mL V1 = 0,125 mL Hasil dan Perhitungan 1. Uji Organoleptis Penetapan Referensi mutu teh dalam FHI Warna Hijau tua Bau Tidak berbau Rasa Tidak berasa, lama kelamaan pahit dan kelat 2. Uji Makroskopis Penetapan Warna Bentuk Tekstur 3. Uji Mikroskopis No Fragmen pengenal 1 Sklerenkim 2 Makrosklereida 3 Epidermis bawah dengan stomata Hasil Hijau olive Khas aromatic teh Pahit kelat Hasil Hijau olive Serbuk halus Agak kasar Daun Teh Hasil teoritis Hasil nyata 4 Berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral 4. Uji Kualitatif No Uji tabung 1 Hasil Pendahuluan Larutan kuning kecoklatan Daun teh Kesimpulan Mengandung senyawa kromofor dan gugus hidrofilik 2 Pendahuluan Warna (meniran) menjadi lebih intensif Mengandung senyawa kromofor dan gugus hidrofilik 3 Alkaloid Terbentuk endapan Mengandung senyawa alkaloid 4 Alkaloid (merica) Terbentuk endapan Mengandung senyawa alkaloid Gambar 5 Antrakinon Timbul warna merah pada lapisan air (basa) Mengandung senyawa antrakinon 5 Antrakinon (klembak) Timbul warna merah pada lapisan air (basa) Mengandung senyawa antrakinon 6 Flavonoid Kuning pucat menjadi intensif Menunjukkan adanya flavonoid 7 Flavonoid (tempuyung) Kuning pucat menjadi intensif Menunjukkan adanya flavonoid 8 Polifenol Timbul warna kehijauan Mengandung senyawa polifenol 9 Polifenol (cengkeh) Timbul warna kehijauan Mengandung senyawa polifenol 10 Tanin Timbul endapan Terdapat senyawa tanin 11 Saponin Timbul buih sedikit Tidak mengandung saponin karena tinggi buih kurang dari 3 cm 12 Saponin (klarak) Timbul buih Terdapat senyawa saponin 5. Pola Kromatografi - UV 254 UV 366 No Sampel Rf UV 254 UV 366 1 Larutan uji (daun teh) 2 Pembanding (katekin) Keterangan : bejana yang kurang jenuh menyebabkan tidak munculnya bercak pada plat, sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan Rf. VI. Pembahasan Praktikum kali ini yaitu pembuatan dan standarisasi simplisia yang bertujuan agar mahasiswa mampu membuat dan melakukan standarisasi simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan ekstrak bahan alam. Pemeriksaan standar mutu simplisia serbuk daun teh (Camellia sinensis) dilakukan dengan cara uji organoleptis, uji mikroskopis dan uji kualitatif kandungan kimia. standarisasi bahan alam merupakan langkah yang penting dalam penelitian dan pengembangan obat berbahan alam. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu, keamanan, dan efektivitas obat sehingga manfaatnya dapat dipercaya dari sisi sediaan obat tersebut. Proses standarisasi simplisia dilakukan dengan merujuk pada SOP standardisasi simplisia yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2000. Standarisasi ini mencakup dua jenis parameter, yaitu parameter spesifik dan non-spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas bahan, pemerian organoleptik, pemeriksaan mikroskopis terhadap fragmen pengenal, senyawa identitas, pola kromatografi, kadar senyawa kimia tertentu (%), serta kandungan sari larut dalam air dan etanol (%). Sementara itu, parameter non-spesifik mencakup susut pengeringan (%), kadar abu total (%), dan kadar abu yang tidak larut dalam asam (%) (BPOM,2005). Langkah pertama yaitu uji organoleptis dan uji makroskopis, cara pengujian pada kedua uji dilakukan menggunakan indra manusia sebagai alat utama. Pengujian organoleptis memiliki peran penting dalam penerapan mutu, tujuan uji organoleptic adalah pengawasan mutu terhadap bahan mentah, produk, dan komoditas. Diperoleh hasil dari pengamatan daun teh secara organoleptis yaitu bewarna hijau olive, berbau aromatic khas teh, dan rasa yang pahit kelat. Rasa pahit simplisia dapat disebabkan karena adanya senyawa katekin. Katekin dalam daun teh merupakan komponen utama penentu mutu daun teh yang akan mempengaruhi rasa, warna, dan aroma. Pada uji makroskopis dilakukan untuk mencari morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji. Diperoleh hasil pengamatan secara makroskopis daun teh bewarna hijau olive, bentuk serbuk halus, dengan tekstur agak kasar. Selanjutnya yaitu pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk mengamati anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia, dan pemeriksaan mutu berdasarkan senyawa aktifnya dan disesuaikan dengan standar FHI (Farmakope Herbal Indonesia). Fragmen pengenal pada daun teh yaitu kristal kalsium oksalat bentuk roset, mesofil daun, berkas pengangkut dengan penebalan tipe tangga dan sel sekresi, sklerenkim, makrosklereida, epidermis bawah dengan stomata dan berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral (FHI hal 470). Pada uji mikroskopis didapatkan sesuai pada tabel terlampir, dapat disimpulkan bahwa hasil uji sesuai dengan standar FHI. Uji kualitatif yang dilakukan berupa uji fitokimia, yang dimana uji ini dilakukan sebgai pendahuluan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder apa saja yang terdapat pada sampel daun teh. Pengujian dilakukan menggunakan pereaksi spesifik untuk setiap golongan senyawa yang diuji, uji didasarkan pada identifikasi warna atau/dan endapan yang terbentuk. Hasil uji kualitatif dapat dilihat pada tabel terlampir. Pada uji pendahuluan menunjukkan hasil positif, yaitu terbentuknya warna kuning atau merah, hal ini menandakan sampel mengandung kromofor. Pada uji alkaloid menunjukan hasil positif yang ditandai adanya endapan, hal ini menunjukan sampel mengandung alkaloid. Pada uji antrakinon menunjukan hasil positif, yaitu timbul warna merah pada lapisan air (basa) yang menandakan adanya senyawa antrakinon. Pada uji flavonoid menunjukan hasil yang positif, yaitu terbentuknya warna kuning intensif pada kertas saring. Hal ini menunjukan bahwa sampel mengandung flavonoid. Pada uji polifenol menunjukan hasil yang positif, yaitu terbentuknya warna hijau biru. Hal ini menunjukan bahwa sampel mengandung polifenol. Pada uji tanin menunjukan hasil positif karena terdapat endapan yang menunjukan adanya senyawa tanin. Pada uji saponin menunjukan hasil buih yang timbul hanya sedikit sehingga tidak membuktikan adanya senyawa saponin. Pada uji pemisahan senyawa polifenol dengan teknik KLT, menggunakan dua jenis fase yaitu fase diam dengan silika gel 60 f254 dan fase Gerak menggunakan beberapa eluen campuran diantaranya toluene : aseton : asam formiat (5:4:1). Fase gerak (toluene) yang bersifat nonpolar akan menahan senyawa yang polar di fasa diam yang bersifat polar dan akan membawa senyawa yang kurang polar naik ke atas. Dari hasil pengamatan dibawah lampu UV 366 nm, tidak terdapat bercak pada plat yang kemungkinan terjadi karena bejana yang tidak jenuh, sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan retention factor. VII. Kesimpulan Dari hasil percobaan pembuatan dan standarisasi simplisa daun teh (Camelliae sinensidis Folium) dan uji metabolit sekunder berdasarkan parameter spesifik dapat disimpulkan sebagai berikut : hasil parameter spesifik serbuk simpisia daun teh yaitu pengamatan organoleptis serbuk berwarna coklat kehitaman, memiliki rasa sepat lama kelamaan agak pahit dan berbau jelas dan aromatik. Pengamatan makroskopis serbuk berupa bentuk serbuk halus, tekstur agak kasar, dan berwarna coklat kehitaman. Pengamatan miroskopik diketahui adanya fragmen sklerenkim, makrosklereida, epidermis bawah dengan stomata serta fragmen berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral. Pengujian kandungan metabolit sekunder menunjukkan simplisia daun teh postitif mengandung senyawa kromofor, alkaloid, antrakinon, flavonoid, polifenol dan negative pada uji senyawa saponin. VIII. Daftar Pustaka Hidayati, N., Sari, R. A., & Pratiwi, D. (2023). The importance of standardization in herbal products: A review. Journal of Herbal Medicine, 25(1), 45-52 Rachmawati, R., Sari, R. A., & Hidayati, N. (2021). Application of HPLC in the analysis of bioactive compounds in herbal medicines. Asian Journal of Pharmaceutical Sciences, 16(3), 245-252. Sari, R. A., Setiawan, A., & Pratiwi, D. (2020). Collection and drying methods of herbal plants: Effects on quality and efficacy. Journal of Ethnopharmacology, 250, 112-118. Pratiwi, D., Rachmawati, R., & Setiawan, A. (2019). Quality control of herbal medicines: A review on standardization of herbal products. Indonesian Journal of Pharmacy, 30(2), 123-130. Depkes.2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.