Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit ISSN : 2807-7393 Analisis Perbandingan Kinerja Alat Pengering Rumah Kaca Tipe Rotari Sistem Tertutup Dengan Sistem Semi Tertutup Terintegrasi Dengan Tungku Biomasa Menggunakan Penukar Kalor Dua Tingkat Untuk Mengeringkan Ikan Nila Taufiqul hafizh1, , M yahya2, Raihan D. Prima 3, Nebim Bayu I.4 Departement of Mechanical Engineering,Institut Teknologi Padang Submitted: 19-3-2024, Reviewed: 20-03-2024, Accepted 24-03-2024 https://doi.org/10.47233/jsit.v4i1.1584 Abstract The aim of this research is to compare the performance of an open system rotary type greenhouse effect dryer (APERKTR-STP) system 1 with a closed system (APERK-TR-SST) system 2 for drying tilapia fish. In the APERK-TR- system, 1 fish is dried from an initial weight of 90.56 kg (initial water content 69.08% wet basis (bb) to a final weight of 30.33 kg (final moisture content 20% bw) at an average temperature 56.38 oC with a mass air flow rate of 0.459 kg/s takes 12 hours. Meanwhile in the APERK-TR-SST system 2 tilapia fish are dried from an initial weight of 91.49 kg (initial water content 69.40% bw) up to final weight of 19.27 kg (final moisture content 20% bw) at an average temperature of 53.98 oC with an air mass flow rate of 0.459 kg/s required 12 hours Keywords: water content, time, weight, efficiency, fish Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan performansi alat pengering efek rumah kaca tipe rotari sistem terbuka (APERK-TR-STP)sistem 1 dengan sistem tertutup (APERK-TR-SST) sistem 2 untuk mengeringkan ikan nila. Pada APERKTR- sistem 1 ikan dikeringkan dari berat awal 90,56 kg (kadar air awal 69,08 % basis basah (bb) hingga berat akhir sebesar 30,33 kg (kadar air akhir 20 % bb) pada temperatur rata-rata 56,38 oC dengan laju aliran massa udara 0,459 kg/s diperlukan waktu selama 12 jam. Sedangkan pada APERK-TR-SST sistem 2 ikan nila dikeringkan dari berat awal 91,49 kg (kadar air awal 69,40 % bb) hingga hingga berat akhir sebesar 19,27 kg (kadar air akhir 20% bb) pada temperatur rata-rata 53,98 oC dengan laju aliran massa udara 0,459 kg/s diperlukan waktu selama 12 jam Keywords: kadar air,waktu,berat,Efesiensi,ikan This work is licensed under Creative Commons Attribution License 4.0 CC-BY International license PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan dan penurunan mutu dikarenakan daging ikan mempunyai kadar air yang tinggi, pH netral, teksturnya lunak, dan kandungan gizinya tinggi sehingga menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Salah satu komoditas perikanan yang bernilai cukup tinggi serta digemari oleh konsumen rumah tangga adalah ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis). Ikan sepat siam merupakan ikan konsumsi dan juga sebagai sumber protein. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, ikan sepat siam juga diawetkan dalam bentuk ikan asin dan diperdagangkan antar pulau di Indonesia. Daerah penyebaran ikan sepat siam terdapat di beberapa daerah di Sumatera Selatan. Banyaknya hasil tangkapan ikan sepat siam baik pada musim kemarau maupun musim hujan menjadikan faktor untuk melakukan pengolahan ikan sepat siam dalam bentuk ikan asin. Hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan atau kemunduran mutu ikan sepat yang tidak habis dijual di pasaran. Menurut Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (1996), pengolahan mempunyai fungsi untuk memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya, serta mendiversifikasikan kegiatan dan komoditi yang dihasilkan. Kegiatan pengolahan sangat berpengaruh terhadap keadaan sosial ekonomis nelayan atau petani ikan(Mukrimaa et al., 2016). Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan masih menggunakan sistem pengeringan tipe rak( mendatar dan digantung) yang mana disini memiliki kelemahan yaitunya kurang meratanya pengeringan terhadap ikan yang menjadikan tingkah hasil dalam metoda pengeringan tipe rak ini kurang efektif, sehingga dari penelitian ini penulis mengemukakan metoda pengeringan dengan tipe rotary dengan energi dari sinar matahari dan tungku biomassa. yang menjadi solusi dalam masalah kurang meratanya pengeringan tipe rak (mendatar dan di gantung), sehingga dikemukanan metoda pengeringan dengan metoda tipe rotary sehingga dalam pengeringan lebih merata dan mendapat perlakuan pengeringan yang sama atau merata, dan dengan Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 104 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit ISSN : 2807-7393 menggunakan tungku biomassa menjadi solusi dalam metoda pengeringan yang hanya tergantung pada sinar matahari, dengan ada nya tungku biomassa ini membuat pengeringan lebih cepat meskipun dalam waktu cuaca yang kurang baik , dan pada malam hari sekalipun, yang mana tungku biomassa dengan bahan bakar tempurung kelapa menjadi solusi dalam penggunaan bahan bakar fosil yang memiliki banyak kekurangan dan masalah akan ketersediaan bahan bakar fosil tersebut, dengan menggukan tempurung kelapa sebagai bahan bakar memiliki keuntungan , sumber daya yang banyak dan melimpah, dan harga yang lebih terjangkau.(Bintang et al., 2013) Tungku biomassa adalah udara dari lingkungan dialirkan ke tungku biomassa menggunakan blower. Pada tungku biomassa udara dipanaskan dengan memanfaatkan energi bahan bakar, kemudian udara panas dialirkan ke kolom pengering untuk proses pengeringan. Pada kolom pengering padi diapungkan atau diterambangkan oleh udara panas dengan tujuan agar menerima energi panas yang seragam (Yahya,2015).Sehubungan dengan permasalahan yang dikemukakan, maka penulis mengambil penelitian tentang “ Analisis Perbandingan Kinerja alat pengering rumah kaca tipe rotari sistem tertutup dan semi tertutup terintegrasi tungku bisomasa dengan menggunakan penukar kalor dua tingkat untuk mengeringkan ikan METODE PENELITIAN deskripsi alat pengering Deskripsi alat pengering efek rumah kaca untuk mengeringkan ikan dapat dilihat pada Gambar 3.1 Berikut adalah komponen-komponen utama alat pengering adalah: greenhouse, tungku biomassa dua tingkat, rotary dryer, blower, sistem transmisi (motor listrik, gearbox, sproket, dan rantai), saluran penghubung, saluran distribusi Gambar 1. Gambar 1 Skema Alat Pengering Efek Rumah Kaca Tipe Rotari Sistem Tertutup dan semi tertutup Untuk Mengeringkan Ikan Nila Prosedur pengujian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2023 yang bertempat dilapangan parkir kampus Institut Teknologi Padang (ITP), penelitian akan dilakukan pada siang hari, hal ini dilakukan karena pada waktu tersebut intensitas cahaya matahari maksimal sampai ke permukaan bumi sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik dalam pengambilan data. Dari hasil penelitian (Darianto, 2019) proses pengasapan ikan dengan suhu 60ºC sampai dngan 70ºC waktu pengasapan 8 jam.Berat ikan yang diasapi dalam penelitian ini adalah 500 kg.Dan bahan bakar yang digunakan untuk pengasapan ikan adalah kayu jati.Dimana kayu ini dipilih sebagai bahan bakar karena sifatnya yang keras, sehingga dapat menghasilkan asap yang tebal dan mengeluarkan aroma yang cukup baik untuk ikan asap.Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan serta analisa data dapat diperoleh bahwa waktu pengasapan ideal yang dibutuhkan untuk mengasapi atau mengeringkan ikan lele sale adalah 8 jam.Dimana dengan menggunakan waktu 8 jam dapat menurunkan kadar air pada ikan sebesar dengan 70 %.Penurunan kadar air sebesar 70 % dipengaruhi oleh waktu pengasapan dan pemilihan bahan bakar yang bersifat keras dan pengkontrolan suhu pengasapan yang dilakukan secara rutin. Kajian energi alat pengering Performansi kerja alat dilakukan berdasarkan analisis kajian energi, metoda ini sangatlah penting untuk memperoleh informasi biaya operasi, penghematan energi dan banyaknya bahan bakar yang digunakan. Dalam proses pengeringan mengurangi kelembaban maksimum guna memperoleh keefisiensian alat pengering ikan tersebut. Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 105 ISSN : 2807-7393 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit Energi yang berguna dari tungku biomassa (Eutb) atau energi panas yang digunakan untuk proses pengeringan dihitung menggunakan persamaan: πΈπππ΅ = πΜπ’ππππ πΆπ π’ππππ (πππ‘π − πππ‘π ) (1) dimana : πΈπππ΅ adalah energi yang berguna oleh tungku biomassa, πΜπ’ππππ adalah laju aliran massa udara , πΆπ π’ππππ adalah kalor jenis udara , πππ‘π dan πππ‘π temperatur keluar dan masuk tungku biomassa Energi panas yang dihasilkan dari tempurung kelapa (biomassa) dapat dihitungdengan menggunakan persmaan: πΈππ =πΜππ . πΆπππ (2) dimana : πΈππ adalah energi panas dari tempurung kelapa, πΜππ adalah komsumsi tempurung kelapa. πΆπππ adalah nilai kalar dari tempurung kelapa Efisiensi thermal tungku biomassa dapat dihitung dengan menggunakanpersamaan: ππ‘π = πΈπ’π‘π πΈππ ×100% (3) Dimana ππ‘π effisiensi termal tungku biomassa, πΈπ’π‘π adalah energi berguna oleh tungku biomassa, πΈππ adalah energi panas dari tempurung kelapa Kadar air basis basah pada bahan dapat dihitung dengan menggunakanpersamaan berikut: ππ = ππ (4) (ππ +ππ ) Dimana ππ adalah kadar air basah dan ππ adalah masa air dan ππ massa padatan Laju penguapan air bahan /pengeringan dapat dihitung dengan menggunakanpersamaan berikut πΜππ = π − ππ‘ π‘ (5) Dimana πΜππ laju penguapa air bahan W massa air bahan W massa air pada waktu tertentu t waktu tertentu Laju penguapan air bahan spesifik (kandungan air) spesifik (Specific MoistureEvaporation Rate/SMER) dapat dihitung dengan mengunakan persamaan berikut SMER = πΜππ (6) πΈππππ’π‘ π‘ππ‘ππ Dimana πΜππ laju penguapan air bahan πΈππππ’π‘ π‘ππ‘ππ = πΈπππππ + πΈπππ π‘πππ Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 106 ISSN : 2807-7393 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit Konsumsi energi spesifik (Specific Energy Consumption/SEC) adalah rasio energi masuk ke sistem pengeringan agar kelembapan yang diuapkan dari basah produkdapat dihitung dengan mengunakan persamaan berikut πΈ π‘ππ‘ππ SEC = ππππ’π‘ Μ (7) πππ Dimana πΈππππ’π‘ π‘ππ‘ππ adalah energi total yang masuk ke sistem pengering dan πΜππ adalan laju penguapan air bahan Konsumsi energi thermal spesifik (Specific Thermal EnergyConsumption/STEC) dapat dihitung dengan mengunakan persamaan berikut πΈ (8) πππππ STEC = ππππ’π‘ πΜ ππ Dimana πΈππππ’π‘ πππππ adalah energi panas yang masuk ke sistem pengering dan πΜππ adalah laju penguapan air bahan Konsumsi energi listrik spesifik (Specific Electrical Energy Consumption/SEEC) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut πΈ πππππ‘πππ SEEC = ππππ’π‘ πΜ (9) ππ Dimana πΈππππ’π‘ πππππ‘πππ adalah energi listrik yang masuk ke dalam sistem pengering dan πΜππ adalah laju penguapan air bahan Effisiensi thermal alat pengeringan dapat dihitung dengan mengunakan persamaan berikut πΜππ π»ππ (10) Effisiensi (dyer) = πΈ ππππ’π‘ π‘ππ‘ππ Energi input sistem dapat dihitung dengan mengunakan persamaan berikut πΈππππ€ππ = πΌ. π. cos π (11) Dimana πΈππππ€ππ adalah daya listrik dikomsumsi oleh motordan V tegangan dan I arus lisrtik dan cos π faktor daya Energi yang diterima efek rumah kaca dapat dihitung dengan mengunakanpersamaan berikut πΈπ π π’ππβ ππππ = πΌπ . π΄πΆ (12) Dimana πΌπ adalah radiasi total dan π΄πΆ luas atas green house Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 107 ISSN : 2807-7393 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1 menunjukkan hubungan antara temperatur masuk dan keluar tungku biomassa terhadap waktu pengeringan pada APERK-TR-STP. Dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa T3 (temperatur udara masuk pemanas mula) memiliki nilai yang bervariasi mulai dari 45 oC sampai 51,6 oC pada umumnya 47,8 oC. T4 (temperatur keluar pemanas mula) memiliki nilai yang bervariasi dari 50,1 oC sampai 55,5 oC pada umumnya 52,5 oC. T5 (temperatur udara masuk pemanas utama) memiliki nilai yang bervariasi mulai dari 49,9 oC sampai 55,1 oC pada umum nya 52,3 oC. T6 (temperatur udara keluar pemanas utama) memiliki nilai yang bervariasi mulai dari 54,4 oC sampai 59,7 oC pada umum nya 57,4 oC. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara temperatur masuk dan keluar tungku biomassa terhadap waktu pengeringan pada APERK-TR-SST. Dapat dilihat pada gambar 4.1 bahwa T3 (temperatur udara masuk pemanas mula) memiliki nilai berfariasi mulai dari 43,4oC, sampai 33,7oC dan pada umumnya 39,15oC. Temperatur pada T4 (temperatur keluar pemanas mula) mulai dari 52,2 oC, sampai 43oC pada umumnya 47,65oC. Temperatur udara pada T5 (temperatur udara masuk pemana utama) dari 51,8 oC, sampai 42,4oC, pada umumnya 47,5oC. Temperatur udara pada T6 (temperatur udara keluar pemanas utama1) dari 63,5 oC, sampai 53,3oC, pada umumnya 57,1 oC Gambar 1 Gambar 2 Gambar .3 menampilkan hubungan antara udara masuk ruang pengering dan sinaran matahari terhadap waktu .temperatur udara masuk ke ruang pengering pada APERK-TR-STP. dengan lokasi berbeda mempunyai nilai yang bervariasi. Pada. T17 bervariasi mulai 56,4 oC sampai 62,6 oC pada umumnya 58,5 oC. T18 bervariasi mulai 55,7 oCsampai 60 oC pada umumnya 57,7 oC. T19 bervariasi mulai 53,8 oC sampai 59,9 oC pada umumnya 56,8 oC. T20 bervariasi mulai 55,9 oC sampai 62,8 oC pada umumnya 58,5 oC. T21 bervariasi mulai 53,9 oC sampai 60,3 oC pada umumnya 57,1oC. T22 bervariasi mulai 54 oC sampai 60,9 oC pada umumnya 57,3 oC. Sementara itu nilai IT bervariasi mulai 217 W/m2 sampai 802 W/m2 pada umumnya 618 W/m2. Gambar 4 menampilkan hubungan antara temperatur udara masuk ruang pengering dan sinaran matahari terhadap waktu pengeringan. Temperatur udara masuk keruang pengering pada APERK-SST dengan lokasi berbeda mempunyai nilai yang bervariasi. Pada T17 mulai dari 50,2 oC sampai 60,1oC pada umumnya 56,04oC, T18 mulai dari 49,4oC, sampai 59,8 oC dan pada umumnya 55,54 oC, T19 mulai dari 46,4 oC sampai 58,9 oC dan pada umumnya 53,59oC, T20 mulai dari 52,6oC sampai 61,1 oC dan pada umumnya 56,56 oC, T21 mulai dari 49,3oC sampai 61,1 oC dan pada umumnya 55,58 oC, T22 mulai dari 49,1oC sampai 61,4 dan pada umumnya 55,4 oC , sementara IT mempunyai nilai bervariasi dari 184,4 W/m2 hingga 787,5 W/m2 dengan ratarata 459,8W/m2 .Dapat dilihat pada Gambar 4.2W/m2 bahwa temperatur udara masuk ruang Gambar 3 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 gambar 4 108 ISSN : 2807-7393 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit Gambar .5 menampilkan hubungan antara temperatur udara didalam ruang pengering dan sinaran matahari terhadap waktu pengeringan. Temperatur udara didalam ruang pengering pada sistem APERK-TR (sistem 1) memiliki nilai yang bervariasi. Pada T13 mulai dari 52,2 oC hingga mencapai 63,9 oC dengan ratarata 58,6 oC. T14mulai dari 49,6 oC hingga mencapai 66,1 oC dengan rata-rata 58,7 oC. T15 mulai dari 52,5 oC hingga mencapai 64,6 oC dengan rata-rata 59,2 oC. T16 mulai dari 51,6 oC hingga mencapai 65,3 oC dengan rata-rata 59,4 oC. Sementara itu nilai IT mulai dari 387 W/m2 hingga mencapai 801 W/m2 dengan rata-rata 654 W/m2. Gambar 6 menampilkan hubungan antara temperatur udara didalam ruang pengering dan sinaran matahari terhadap waktu pengeringan. Temperatur udara didalam ruang pengering pada sistem APERK-TR (sistem 2) memiliki nilai yang bervariasi. Pada T13 mulai dari 34,5 oC hingga sampai 61,4oC dan rata-rata 51,77oC, T14 mulai dari 41,4oC hingga sampai 60,1 oC dan rata-rata 52,65, oC T15 mulai dari 42,5oC hingga sampai 60,3oC dan rata-rata 53,4oC, T16 mulai dari 41,3oC hingga sampai 60,6oC dan rata-rata 53,0oC, sementara itu sinaran matahari mempunyai nilai mulai dari 184,8W/m 2, hingga sampai 777,5W/m2 dengan rata-rata 462,7W/m2 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 menampilkan perbandingan temperatur udara keluar ruang pengering (T8, T9, T10 dan T11) dan IT terhadap waktu pengeringan pada APERK- TR Temperature udara pada T8 (Temperature keluar ruang pengering) di catat dengan nilai T8 mulai dari 48,8 oC hingga sampai 56,6 oC dengan rata-rata 52,54 oC. T9 mulai dari 48,9 oC hingga sampai 57,9 oC dengan rata-rata 53 oC. T10 mulai dari 49,3 oC hingga sampai 56,6 o C dengan rata-rata 52,4 oC. T11 mulai dari 49,6 oC hingga sampai 56,2 oC dengan rata-rata 52,4 oC. . sementara itu nilai sinaran matahari bervariasi mulai dari 217 W/m 2 hingga sampai 802 W/m2 dengan ratarata 618 W/m2. Pada gambar 8 menampilkan perbandingan temperatur udara keluar ruang pengering (T8, T9, T10 dan T11) dan IT terhadap waktu pengeringan pada APERK-TR. Temperature udara pada T8 (Temperature keluar ruang pengering) di catat dengan nilai T8 mulai dari 40,8 oC, hingga sampai 59oC dan rata-rata 54,22oC, pada T9 (Temperatur keluar ruang pengering) mulai dari 38,8 oC, hingga sampai 56,3oC dan rata-rata 48,9oC, pada T10 (Temperature keluar ruang pengering) mulai dari 37,8 oC,hingga sampai 53,3oC dan rata-rata 48,4oC, pada T11 (Temperature keluar ruang pengering) mulai dari 38,6 oC, hingga sampai 55oC dan rata-rata 48,6oC. sementara itu nilai sinaran matahari bervariasi mulai dari 184,4W/m2 hingga sampai 787,5 W/m2 dengan ratarata 462,7W/m2. Gambar 7 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 Gambar8 109 ISSN : 2807-7393 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit Gambar .9 menampilkan perbandingan berat sampel terhadap waktu pengeringan pada (sistem 1). Dapat dilihat bahwa berat sampel yang hampir sama pada lokasi yang berbeda memiliki perubahan berat yang hampir sama pula. Sampel 1 dengan berat awal 102,36 gr dan berat akhir 38,49 gr dengan waktu pengeringan selama 12 jam. Sampel 2 dengan berat awal 101,92 gr dan berat akhir 42,49 gr dengan waktu pengeringan selama 12 jam. Sampel 3 dengan berat awal 101,72 gr dan berat akhir 35,47 gr dengan waktu pengeringan selama 12 jam. Sampel 4 dengan berat awal 102,36gr dan berat akhir 38,49gr dengan waktu pengeringan selama 12 jam. Gambar 10 menampilkan perbandingan berat sampel terhadap waktu pengeringan pada (sistem 2). Dapat dilihat bahwa berat sampel yang hampir sama pada lokasi yang berbeda memiliki perubahan berat yang hampir sama pula. Sampel 1 dengan berat awal 106,68gr dan berat akhir 37,84gr, dengan waktu pengeringan selama 12 jam. pada S4 memiliki nilai awal 113,85gram dan berat akhir 44,81gram, dengan waktu pengeringan selama 12 jam. pada S5 memiliki nilai awal 122,05gr dan berat akhir 47,85gr, pada S6 (Berat sampel) memiliki nilai awal 112,39gr dan berat akhir 44,35gr. . Gambar 9 Gambar 10 Pada gambar 11 menampilkan sistem 1 berat bahan ikan nila dikeringkan dari berat awal adalah 90,56 kg dengan waktu pengeringan 12 jam berubah menjadi 30,33 kg, Sedangkan pada pengeringan pada sistem 2 ikan nila dikeringkan dari berat awal adalah 91,49 kg dengan waktu pengeringan 12 jam berubah menjadi 34,68 kg Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa berat bahan berkurang terus menerus terhadap waktu pengeringan,hal ini dikarenakan kadar air didalam bahan makin lama makin sedikit Gambar 11 Pada gambar 12 menampilkan hubungan kadar air bahan dan waktu pengeringan pada temperatur 60 oc pada sistem 1 berubah dari 69,40% menjadi 19,27% sedangkan pada sistem 2 berubah menjadi 69,08% menjadi 7,69% dengan waktu pengeringan yang sama yaitu 12 jam. Dengan kadar air basis basah 20% dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kadar air bahan berubah dari tinggi sampai ke yang rendah . Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 110 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit ISSN : 2807-7393 Gambar 12 Gambar 13 menampilkan laju pengeringan ikan dengan waktu pengeringan 12 jam, pada temperature 60oc pada sistem1 didapat nilai minimum 1,25kg/jam, laju pengeringan tertinggi 13,21kg/jam dan rata-rata 4,79 kg/jam, sedangkan pada sistem2 didapat nilai minimum 1,18kg/jam, laju pengeringan tertinggi 11,08kg/jam dan rata-rata 4,49kg/jam dengan laju aliran masa 0,459Kg/s Pada gambar tersebut dapat dilihat pada laju pengering menurun. Gambar 13 Gambar 14 menunjukkan hubungan antara SMER (Specific Moisture Evaporation Rate) dengan waktu pengeringan pada sistem1 dan sistem 2, Laju penyingkiran kelembapan (kandungan air) bervariasi dari 0,047 kg/kWh menjadi 0,418 kg/kWh untuk sistem1 dan dari 0,057 kg/kWh menjadi 0,592 kg/kWh untuk sistem 2 Gambar 14 Gambar 15 menunjukkan hubungan antara STE (Specific Energy Consumption) terhadap waktu pengeringan pada sistem 1 dan APERK sistem 2. Konsumsi energi thermal spesifik minimum, maksimum dan rata-rata pada APERK sistem 1 adalah 1.690kWh/kg, 17,570 kWh/kg dan 6,905 kWh/kg. Sedangkan pada sistem 2 2,394 kWh/kg, 21,347 kWh/kg dan 9,136 kWh/kg. Pada gambar dapat dilihat bahwa konsumsi energi thermal spesifik mengalami kenaikan setiap titiknya. Semakin lama waktu pengeringan, maka akan mengakibatkan kenaikan konsumsi energi thermal spesifik. Gambar 15 Gambar 16 menunjukkan hubungan antara STEC (Specific Thermal Energy Consumption) terhadap waktu pengeringan pada sistem1 dan sistem 2. Konsumsi energi thermal spesifik minimum, maksimum dan rata-rata pada Sistem 1 adalah 2,020 kWh/kg, 17,845 kWh/kg dan 6,781 kWh/kg. Sedangkan pada sistem 2 1,37 kWh/kg, 14,26 kWh/kg dan 5,53 kWh/kg. Pada gambar dapat dilihat bahwa konsumsi energi thermal Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 111 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit ISSN : 2807-7393 spesifik mengalami kenaikan setiap titiknya. Semakin lama waktu pengeringan, maka akan mengakibatkan kenaikan konsumsi energi thermal spesifik.lama waktu pengeringan maka semakin tinggi pula konsumsi energi panas spesifiknya. Gambar 16 Gambar 17 menunjukkan hubungan antara SEEC(Specific Electrical Energy Consumption) dengan waktu pengeringan pada sistem 1 dan sistem 2. Konsumsi energi listrik spesifik minimum, maksimum dan rata-rata pada sistem 1 adalah 0,341 kWh/kg, 3,311 kWh/kg dan 1,85 kWh/kg. Sedangkan pada sistem 2 0,374 kWh/kg, 3,501 kWh/kg dan 1,433 kWh/kg. Gambar 17 Gambar 4.18 menunjukkan hubungan antara efisiensi alat pengering dengan waktu pengeringan pada Sistem 1 dan Sistem 2. Effisiensi alat pengering pada Sistem 1 minimum, maksimum dan rata-rata adalah 1,86 %, 21,04% dan 7,86%. Sedangkan pada Sistem 2 adalah 3,77%, 39,16%, dan 14,73%. Pada gambar dapat dilihat bahwa grafik menurun setiap waktunya, hal ini disebabkan oleh kadar air dalam bahan (ikan) semakin lama semakin menurun, tetapi energi yang digunakan sama setiap waktunya. Gambar 18 Gambar 19 menampilkan perbandingan effisiensi tungku biomassa terhadap waktu pengeringan pada Sistem 1 dan Sistem 2. Effisiensi tungku biomassa pada Sistem 1 bervariasi dari % hingga 79,85 % dengan rata-rata 50,66 %. Sedangkan pada Sistem 2 effisiensi tungku bervariasi dari 32,95 % hingga 75,32 % dengan rata-rata 50,55 %. Dapat dilihat pada grafik bahwa effisiensi tungku berbeda-beda setiap waktu, hal ini dipengaruhi oleh konsumsi bahan bakar, semakin sedikit konsumsi bahan bakar semakin tinggi effisiensi tungku biomassa. Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 112 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol. 4 No. 1 Januari -April 2024 Hal. 104-113 http://jurnal.minartis.com/index.php/jsit ISSN : 2807-7393 Gambar 19 SIMPULAN Dapat diambil kesimpulan dari hasil pengujian alat pengering yaitu berat awal ikan nila untuk sistem 1 adalah 89,20 kg dan untuk sistem 2 adalah 91,49 kg ,berat akhir ikan nila yaitu 31,20 kg untuk sistem 1 dan 34,64 kg untuk sistem 2, berat ikan nila di 20% kadar air adalah 35,01 kg untuk sistem 1 dan 34,99 kg untuk sistem 2, kadar air awal ikan nila 68,61% untuk sistem 1 dan untuk sistem 2 adalah 69,4%,kadar air akhir ikan nila untuk sistem 1 adalah 10,26% dan untuk sistem 2adalah 19,27,temeperatur udara rata rata untuk sistem 1 adalah 57.03 oC dan untuk sistem 2 adalah 53,01 oC, laju aliran massa udara 0,459 kg/s ,waktu pengeringan 12 jam waktu pengeringan 20% kadar air adalah … laju pengeringan untuk sistem 1 adalah 4,52 dan untuk sistem 2 adalah 4,50, SMER rata rata untuk sistem 1 adalah 0,11 kg/kWh untuk sistem 2 adalah 0,16, SEC rata rata untuk sistem 1 adalah 6,90 kg/kWh dan untuk sistem 2 adalah 9,13, STEC rata rata 5,53 kWh /kg untuk sistem 1 dan 5,53 kWh/kg untuk sistem 2, SEEC rata rata untuk sistem 1 adalah 1.37 kWh/kg dan untuk sistem 2 adalah 7,70kWh/kg,dan efffisiensi alat pengering untuk sist em 1 adalah39,16%dan untuk sistem 2 adalah27,63,dan effisiensi tungku biomassa untuk sistem 1 adalah 75,32% dan untuk sistem 2 adalah 50,07% . DAFTAR PUSTAKA [1] Mukrimaa, S. S., Nurdyansyah, Fahyuni, E. F., YULIA CITRA, A., Schulz, N. D., β« Ψ―β¬,β«ΨΊΨ³Ψ§Ωβ¬Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 6(August), 128. [2] Bintang, Y. M., Pongoh, J., & Onibala, H. (2013). Konstruksi dan Kapasitas Alat Pengering Ikan Tenaga Surya Sistem BongkarPasang. Media Teknologi Hasil Perikanan, 1(2), 40–43. https://doi.org/10.35800/mthp.1.2.2013.1632 [3] Yahya, M. (2015). Kajian Karakteristik Pengering Fluidisasi Terintegrasi Dengan Tungku Biomassa Untuk Pengeringan Padi. Jurnal Teknik Mesin, 5(2), 65–71. [4] Darianto, D. (2019). Analisa Pengaruh Waktu Dan Turbulensi Asap Pada Mesin Pengering Ikan Lele. Journal of Mechanical Engineering Manufactures Materials and Energy, 3(2), 130. https://doi.org/10.31289/jmemme.v3i2.3029 Jurnal Jurnal Sains Dan Teknologi (JSIT) Vol.04 No. 01 Januari - April 2024 113