Menghadapi Agresivitas pada Remaja Remaja Masa remaja merupakan suatu tahapan perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa awal. Remaja dimulai pada usia sekitar 10 – 12 tahun hingga berakhir pada 18 – 22 tahun. Pada masa ini terjadi perubahan dari segi fisik, emosional, sosial dan personal sehingga menimbulkan perubahan drastis pada perilaku remaja Perubahan ini membuat remaja lebih berkomitmen pada tugas menjadi individu yang otonom atau mandiri sehingga remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya serta ia lebih sensitive terhadap evaluasi social dari orang lain Remaja seringkali tidak dapat menguasai perubahan fisik yang dirasakan sehingga dapat mengalami dampak psikologis seperti ketidakstabilan emosi dan stress yang menjadikan remaja rentan melanggar standar dan norma sosial Perubahan hormon yang dialami remaja juga dapat meningkatkan ketidakstabilan emosi yang dirasakan dan dapat memicu remaja melakukan perilaku agresi Kecemasan yang terjadi karena perubahan-perubahan dalam diri remaja juga dapat memperparah kondisi ketidakstabilan emosi dan remaja sangat mungkin melakukan agresi sebagai coping mechanism atas kecemasan tersebut. Remaja juga seringkali merasakan kesedihan, kebingungan dan terjadi konflik pada diri sendiri serta konflik dengan lingkungannya. Perkembangan amygdala pada remaja (bagian otak yang bertanggung pada emosi, dorongan dan insting telah mencapai kematangan. Perkembangan prefrontal cortex (bagian otak yang bertanggung jawab atas penalaran, pengambilan Keputusan dan control diri) belum matang, sehingga : Remaja lebih sering menggunakan emosi dibandingkan penalaran kognitif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi Remaja cenderung bersikap berdasarkan emosi dan seringkali salah menafsirkan isyarat sosial, akibatnya: Remaja rentan terjerumus pada perilaku anti sosial, kekerasan dan agresi. Ekspektasi pada remaja untuk dapat berperilaku sesuai norma atau sesuai dengan lingkungan juga dapat memicu perilaku agresif. Remaja yang gagal adaptasi dengan lingkungan cenderung menunjukkan kemarahan dan frustasi yang dirasakan dan mengekspresikannya dengan perilaku agresi. Agresi Perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental Perilaku yang secara sengaja ditujukan untuk menyakiti dan menyebabkan luka pada orang lain, tanpa berpikir apakah niat menyakiti tersebut dapat mencapai sasaran/tidak, atau target merasakan sakit atau tidak. Agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk membayakan makhluk hidup lainnya. Agresi dapat berupa fisik seperti memukul, menendang, maupun verbal seperti mengamcam, menghina, merendahkan dst. Faktor penyebab Agresi Emotional maturity: kemampuan untuk mengidentifikasi, menggunakan dan mengelola emosi, membantu individu mengatasi konflik interpersonal tanpa melakukan agresi Self control: individu yang kurang memiliki kemampuan untuk menunda gratifikasi dan mencari tahu konsekuensi jangka Panjang dari perilakunya akan lebih mudah terlibat dalam perilaku agresi Lingkungan. Individu seringkali mengimitasi perilaku yang dilihat di lingkungan, termasuk teman sebayanya. Jika perilaku agresi mendapat reinforcement atau justru diapresiasi, maka individu akan cenderung mengulang perilaku agresi tsb. Agresi juga sering terjadi karena konformitas, remaja takut akan ditolak oleh kelompoknya. Pengasuhan yang negatif: perilaku keras maupun tindak kekerasan yang dilakukan orangtua kea nak, seringkali ditiru oleh anak sehingga muncul agresi. Remaja yang menunjukkan perilaku bermasalah seringkali disebabkan kurangnya perhatian dan dukungan baik dari keluarga, sekolah maupun teman. Problem solving dalam keluarga: remaja cenderung melakukan perilaku beresiko jika keluarga kurang memiliki ketrampilan memecahkan masalah, remaja akan mudah dipengaruhi oleh teman-temannya maupun orang dewasa lainnya dibandingkan keluarga. Padahal, Hubungan dengan keluarga (kerharmonisan dan penyelesaian konflik) berpengaruh terhadap perubahan reaktivitas syaraf pada bagian pengambilan Keputusan beresiko Intensitas game online/social media: game online membuat individu memiliki banyak waktu Dimana mereka terpapar konten kekerasan yang dapat memicu perilaku agresi. Normative belief of aggression: norma sosial bagi individu, sejauh mana individu meyakini bahwa respon agresif pada perilaku sosial dapat diterima lingkungan atau dianggap sesuai. Remaja yang memiliki normatife belief of aggression tinggi akan memiliki pemikiran, diantaranya: menggunakan kekerasan fisik kepada orang lain untuk melampiaskan kemarahan adalah hal yang masuk akal untuk dilakukan. Apa yang dapat dilakukan untuk dapat mencegah Agresi: melakukan positive parenting Normative belief tengang agresi didapatkan melalui observational learning dan pengkondisian Orangtua merupakan model sosial bagi anak-anak dari pengasuhan yang ditunjukkan oleh orangtua. Pengasuhan dapat mempengaruhi pembentukan normative belief tentang agresi Positive parenting yang terdiri dari keterlibatan, monitoring, penetapan aturan, dan kehangatan dapat membentuk skema yang mengarahkan bahwa agresi adalah perilaku yang tidak diterima dalam menyelesaikan permasalahan Negative parenting yang terdiri dari inkonsistensi disiplin dan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh orang tua pada anak dapat membuat anak mengembangkan belief atau keyakinan bahwa agresi adalah respon yang wajar atau dapat diterima lingkungan Bagaimana menurunkan perilaku agresi: Mengajarkan social skills pada remaja: ajarkan remaja untuk mengidentifikasi social cues, menginterpretasi dan menetapkan tujuan sosial dan memnculkan pilihan-pilihan untk mengadapi situasi yang ada. Berikan edukasi pada remaja tentang mengenali dan memahami emosi, bagaimana sebaiknya mereka harus merespon dalam berbagai situasi. Melibatkan remaja dalam aktiivitas olahraga: olahraga mengajarkan kedisiplinan, mengerti akan aturan dan mengambil Keputusan. Aktivitas fisik dalam olahraga dapat menekan rasa gelisah, depresi dan membantu remaja memiliki waktu tidur yang berkualitas dan membuat remaja lebih focus. Mengajarkan bagaimana cara bijak untuk menggunakan gadget dan media sosial pada remaja, edukasi remaja bahwa perlu pengendalian diri dalam menggunakan media sosial, relasi sosial di dunia maya rentan dengan kepura-puraan, tidak semua yang tampak di dunia maya memang benar demikian adanya. Beritahukan apa yang benar dan salah dalam menggunakan gadget dan menggunakan media sosial Memperbaiki komunikasi pada remaja dengan melakukan: membiasakan dialog dengan anak, menunjukkan sikap atentif saat berkomunikasi, mengelola emosi Ketika berinteraksi, menghargai pesan anak, memberi kepercayaan pada anak dan memberikan apresiasi pada Anak.