BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional Pada tahun 1990 psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pertama kali melontarkan istilah “kecerdasan emosional” untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Salovey dan Mayer kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8). Model empat cabang kecerdasan emosional menjelaskan empat bidang kapasitas atau keterampilan yang secara kolektif menjelaskan banyak bidang kecerdasan emosional (Mayer & Salovey, 1997). Lebih khusus, model ini mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai melibatkan kemampuan untuk: secara akurat memahami emosi dalam diri sendiri dan orang lain, menggunakan emosi untuk memfasilitasi berpikir, memahami makna emosional, dan mengelola emosi Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta 5 6 mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan seharihari. Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut Goleman (2001:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kogniktif murni yang diukur dengan Intelectual Quetient (IQ). Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada 7 tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10). Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180). Beberapa indikator-indikator yang harus dimiliki oleh seorang auditor yaitu: a. Pengenalan diri Pengenalan diri mendefinisikan mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat menggunakannya untuk memandu mengambil keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). b. Pengendalian diri Pengendalian diri berarti menguasai diri sendiri sedemikian rupa, sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, dan sanggup menunda kenikmatan sebelum terciptanya sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). c. Motivasi Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, mambantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). d. Empati Empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan saling percaya, dan menyelaraskan ide dengan berbagai macam orang, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). 8 e. Keterampilan social Keterampilan sosial yaitu menguasai dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, mempengaruhi menggunakan dan keterampilan-keterampilan memimpin, bermusyawarah, dan ini untuk menyelesaikan perselisihan, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). 2.1.2 Pengambilan Keputusan Auditor George R. Terry Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin. Horold dan Cyril O’Donnell, Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat. Dari definisi diatas, terlihat bahwa perlu pertimbangan yang menyeluruh tentang konsekuensi yang akan timbul sebelum pengambilan keputusan, sebab pengambilan keputusan bisa memuaskan salah satu kelompok atau seseorang saja. Auditor biasanya menyampaikan hasil auditnya kepada pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang di audit. Dalam penyampaian hasil audit, auditor akan memberitahukan tentang temuan audit dan menjelaskan ruang lingkup audit serta memberikan hasilnya dalam bentuk pendapat (opinion) yang digabungkan di dalam laporan keuangan auditan. Dalam memberikan pendapat (opinion), auditor menilai apakah laporan keuangan yang di buat manajemen sudah wajar sesuai dengan standar akuntasi keuangan di Indonesia. Menurut Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013), keputusan auditor adalah merupakan suatu proses yang tersusun baik dalam memutuskan laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan pada serangkaian kondisi tertentu. Pertama-tama auditor harus memberikan penelitian mengenai apakah terdapat kondisi yang menyebabkannya menerbitkan laporan audit diluar 9 laporan audit berbentuk baku. Jika memang terdapat kondisi yang dimaksud, auditor kemudian harus menilai tingkat materialitas dari kondisi tersebut dan menentukan jenis laporan audit yang tepat. Indikator-indikator yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam pengambilan keputusan diantaranya : a. Laporan Audit Bentuk Baku Para auditor menggunakan proses yang tersusun baik dalam memutuskan laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan pada serangkaian kondisi tertentu. Pertama-tama, auditor harus memberikan penelitian mengenai apakah terdapat kondisi yang menyebabkannya menerbitkan laporan audit diluar laporan audit berbentuk baku. Jika memang terdapat kondisi yang dimaksud, auditor kemudian harus menilai tingkat materialistis dari kondisi tersebut dan menentukan jenis laporan audit yang tepat. Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). b. Penyimpangan dari Laporan Audit Bentuk baku Ini merupakan hal yang penting bagi para auditor dan membaca laporan audit untuk memahami kapan kondisi-kondisi yang tidak tepat untuk menerbitkan suatu laporan audit berbentuk baku serta jenis laporan audit yang harus diterbitkan dalam setiap kondisi tersebut. Dalam studi laporan audit yang menyimpang dari laporan audit berbentuk baku, para auditor mengidentifikasikan kondisi-kondisi ini saat mereka sedang melaksanakan proses audit serta meneruskan berbagai informasi yang ada kedalam kertas kerja mereka sebagai bahan diskusi untuk menentukan laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan. Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). c. Menentukan Tingkat Materialitas Seorang auditor ketika terdapat kondisi yang memerluan penyimpangan dari laporan audit berbentuk baku, auditor mengevaluasi potensi yang pengaruhnya terhadap laporan keuang tersebut. Auditor harus memutuskan apakah hal tersebut tidak material, material, atau sangat material. Semua kondisi lainnya, kecuali bila terjadi ketiadaan independensi bagi auditor hanya membedakan 10 apakah hal tersebut tidak material atau material. Memutuskan tingkat materialitas merupakan hal yang sulit, dan membutuhkan pertimbagan yang matang. Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). d. Menuliskan laporan Audit Mayoritas kantor akuntan publik memiliki keahlian khusus dalam menuliskan laporan audit . para rekanan ini umumnya menulis atau mereview seluruh laporan audit sebelum laporan audit diterbitkan . para auditor sering kali menemui situasi-situasi yang melibatkan lebih dari satu kondisi yang membutuhkan suatu penyimpangan dari laporan audit wajar tanpa syarat atau modifikasi dari laporan audit bentuk baku. Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013). 2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu Pada tahun 2006, Herry melakukan penelitian tentang apakah pelaksanaan etika profesi, yang terdiri dari independensi, integritas dan objektivitas standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain dapan mempengaruhi pengambilan keputusan akuntan publik (auditor). Dari hasil penelitiannya yang menggunakan medote analisis “one sample test dan model analisia regresi berganda” menunjukkan bahwa independensi, integritas dan objektivitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan akuntan publik. Rissyo dan Nurna Aziza (2006), melakukan penelitian tentang pengaruh kecedasaan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, kepercayaan diri sebagai variabel pemoderasi. Hasil penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan social dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Pada tahun 2011, Kusuma Henda Sandika dan Kawdar Warsito melakukan penelitian tentang pengaruh pelaksanaan etika profesi dan kecerdasan emosional terhadap pengambilan keputusan bagi auditor (studi empiris pada kantor akuntan 11 publik dan badan pemeriksaan keuangan di semarang). Dari hasil penelitian yang menggunakan medote analisis “coviniece sampling dan model analisia regresi berganda” menunjukkan bahwa: Independensi, Integritas dan Objektivitas, Standar Umum dan Prinsip Akuntansi, Tanggung jawab kepada Klien mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan Tanggung jawab dan Praktik Lain tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor. Pengandalian Diri, motivasi dan keterampilan sosial mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan Pengenalan Diri dan empati tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor. Pada tahun 2014, penelitian Refki Zulnedri tentang Pengaruh etika profesi dan kecerdasan emosional terhadap pengambilan keputusan bagi auditor kantor akuntan publik (KAP) di Jakarta. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa : Secara simultan atau serempak etika profesi dan kecerdasan emosional berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor KAP di Jakarta. Secara parsial etika profesi berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputuasn auditor KAP di Jakarta. Secara parsial kecerdasan emosional berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor KAP di Jakarta. Dari uraian diatas, maka dapat dibuat tinjauan peneliti terdahulu yang dibuat pada tabel berikut : TABEL 2.1 TINJAUAN PENELITI TERDAHULU N Peneliti Tahun Herry 2006 Topik Penelitian Hasil Penelitian o 1. Meneliti apakah Dari hasil penelitian pelaksanaan etika profesi, yang menggunakan yang terdiri dari: medote analisis “one independensi, integritas sample test dan model dan objektivitas; standar analisia regresi 12 umum dan prinsip berganda” akuntansi; tanggung menunjukkan bahwa jawab kepada klien; independensi, integritas tanggung jawab kepada dan objektivitas tidak rekan seprofesi; serta memiliki pengaruh tanggung jawab dan yang signifikan dalam praktik lain dapan pengambilan keputusan mempengaruhi akuntan publik. pengambilan keputusan akuntan publik (auditor) 2. Rissyo 2006 Mengenai pengaruh Hasil penelitian tersebut dan Nurna kecedasaan emosional menghasilkan Aziza terhadap tingkat kesimpulan bahwa pemahaman akuntansi, pengaruh kecerdasan kepercayaan diri sebagai emosional yang terdiri variabel pemoderasi. dari pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan social dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi. 3. Kusuma 2011 memahami pengaruh Dari hasil penelitian Henda pelaksanaan etika profesi yang menggunakan Sandika dan kecerdasan emosional medote analisis and terhadap pengambilan “coviniece sampling Kawdar, keputusan bagi auditor dan model analisia 13 Warsito (studi empiris pada kantor regresi berganda” akuntan publik dan badan menunjukkan bahwa: pemeriksaan keuangan di Independensi, Integritas semarang) dan Objektivitas, Standar Umum dan Prinsip Akuntansi, Tanggung jawab kepada Klien mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan Tanggung jawab dan Praktik Lain tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor. Pengandalian Diri, motivasi dan keterampilan sosial mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan Pengenalan Diri dan empati tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan 14 keputusan auditor. 4. Refki Zulnedri 2014 Pengaruh etika profesi Dari hasil penelitian dan kecerdasan emosional tersebut menghasilkan terhadap pengambilan kesimpulan bahwa : keputusan bagi auditor Secara simultan atau kantor akuntan publik serempak etika profesi (KAP) di Jakarta dan kecerdasan emosional berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor KAP di Jakarta . Secara parsial etika profesi berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputuasn auditor KAP di Jakarta. Secara parsial kecerdasan emosional berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor KAP di Jakarta 15 2.3 Kerangka Pemikiran Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan menelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman, 2001:512). Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Seseorang yang mempunyai kesadaran diri akan mengetahui kemampuan, kekuatan dan batas-batas diri sendiri. Kesadaran diri menawarkan pedoman yang pasti untuk menjaga keputusan-keputusan karier kita tetap selaras dengan nilai-nilai kita yang paling dalam sehingga akan berdampak pada kinerja (Goleman 2001:92). Dengan kesadaran diri yang baik itu auditor dapat berkerja dengan professional. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa kesadaran diri dapat mempengaruhi kinerja auditor. Pengaturan diri merupakan kemampuan untuk menangani emosi sedemikian sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, dan sanggup menunda kenikmatan sabelum tercapainya sasaran. Seorang auditor yang mempunyai penaturan diri yang baik akan memiliki rasa tanggung jawab atas kinerja pribadi dan mempunyai keluwesan dalam menghadapi berbagai perubahan (Goleman 2001:130). Selain itu orang dengan pengaturan diri mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi-informasi baru. Dengan pengaturan diri seseorang akan memiliki integritas yang tinggi, bersikap terbuka, jujur dan konsisten sehingga mengantarkan seseorang menjadi bintang kinerja dalam bidang apapun (Goleman2001:144). Dengan pengaturan diri, auditor akan memenuhi komitmen tetapteguh, tetap positif, tidak goyah serta dapat berfikir jernih dan tetap fokusmeskipun dalam tekanan (Goleman 2001 :131). Salah satu ciri auditor unggulanadalah sifat tidak mudah diintimidasi atau ditekan (Goleman 2001:109). Berdasarkan uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa pengaturan diri berpengaruh terhadap kinerja auditor. 16 Motivasi berarti menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerak kan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Dengan motivasi seseorang akan memiliki dorongan untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimism yang tinggi (Goleman 2001:181). Auditor yang memiliki motivasi yang baik akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar, mampu menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan, serta tidak takut gagal dan memandang kegagalan sebagai situasi yangdapat dikendalaikan ketimbang sebagai kekurangan pribadi (Goleman 2001:196). Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa motivasi diri dapat mempengaruhi kinerja auditor. Empati merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, mampu memahami persepektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Dengan berempati seseorang dapat menunjukan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang serta mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan dan perkembangan orang lain (Goleman 2001:220). Auditor yang mempunyai empati yang baik akan mampu memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan mencari berbagai cara untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan. Serta dapat memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan kelompok dan memandang keragaman sebagai peluang menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda (Goleman 2001:248). Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa empati berpengaruh terhadap kinerja auditor. Keterampilan sosial berarti menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, mmenggunakan keteraampilan- 17 keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawaroh dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Seseorang yang memiliki keterampilan sosial mampu berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu yang jelas dan meyakinkan dan memiliki jiwa kepemimpinan untuk membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain. Dengan keterampilan sosial yang baik, auditor akan dapat bernegosiasi dalam memecahkan suatu masalah atau pemecahan silang pendapat (Goleman2001:333). Selain itu mampu menciptakan sinergi kelompok dan dapat bekerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama (Goleman 2001:342). Dari uraian diatas, maka untuk menggambarkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoristis, yaitu mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengambilan keputusan bagi auditor dapat dilihat pada gambar berikut : GAMBAR 2.1 KERANGKA PEMIKIRAN KECERDASAN PENGAMBILAN EMOSIONAL (X) KEPUTUSAN (Y) INDIKATOR - INDIKATOR INDIKATOR - INDIKATOR PENGENALAN DIRI LAPORAN AUDIT BENTUK BAKU PENGENDALIAN DIRI PENYIMPANGAN DARI LAPORAN AUDIT BERBENTUK BAKU MOTIVASI EMPATI KETERAMPILAN SOSIAL 2.4 MENENTUKAN TINGKAT MATERIALITAS MENULISKAN LAPORAN AUDIT Hipotesis Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis merumuskan suatu hipotesis sebagai berikut: Diduga kecerdasan emosional berpengaruh terhadap pengambilan keputusan bagi auditor baik secara simultan maupun parsial. Hipotesis yang akan diuji penulis adalah : 18 Hipotesis I Ho : β ≠ 0 : Tidak terdapat pengaruh secara simultan antara variabel Kecerdasan Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial) terhadap variabel Pengambilan Keputusan Ha : β = 0 : Terdapat pengaruh secara simultan antara variabel Kecerdasan Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial) terhadap variabel Pengambilan Keputusan. Hipotesis II Ho : β ≠ 0 : Tidak terdapat pengaruh secara parsial antara variabel Kecerdasan Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial) terhadap variabel Pengambilan Keputusan Ha : β = 0 : Terdapat pengaruh secara parsial antara variabel Kecerdasan Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial) terhadap variabel Pengambilan Keputusan.