Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecerdasan Emosional
Pada tahun 1990 psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John
Mayer dari University of New Hampshire pertama kali melontarkan istilah
“kecerdasan emosional” untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang
tampaknya penting bagi keberhasilan.
2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Salovey dan Mayer kecerdasan emosional atau yang sering disebut
EQ sebagai :“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang
lain, memilah-milah semuanya
dan menggunakan informasi
ini
untuk
membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8). Model empat cabang
kecerdasan emosional menjelaskan empat bidang kapasitas atau keterampilan
yang secara kolektif menjelaskan banyak bidang kecerdasan emosional (Mayer &
Salovey, 1997). Lebih khusus, model ini mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai melibatkan kemampuan untuk: secara akurat memahami emosi dalam diri
sendiri dan orang lain, menggunakan emosi untuk memfasilitasi berpikir,
memahami makna emosional, dan mengelola emosi
Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari
hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan
suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan
memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan
diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional
tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah
kepuasan dan mengatur suasana hati.
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu
kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta
5
6
mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan
maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang
manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar
mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan seharihari.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya,
kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi
pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada
diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi
yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang
lain.
Menurut Goleman (2001:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri
dan mengelola emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan
ini saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu
kemampuan kogniktif murni yang diukur dengan Intelectual Quetient (IQ).
Menurut Howard
Gardner (1983)
terdapat
lima
pokok
utama
dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola
emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu
merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat
menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama
orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan
kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada
7
tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu
dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10). Sebuah model pelopor lain
tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli
psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian
kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000
:180).
Beberapa indikator-indikator yang harus dimiliki oleh seorang auditor yaitu:
a. Pengenalan diri
Pengenalan diri mendefinisikan mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu
saat menggunakannya untuk memandu mengambil keputusan diri sendiri,
memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri
yang kuat, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013).
b. Pengendalian diri
Pengendalian diri berarti menguasai diri sendiri sedemikian rupa, sehingga
berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, dan
sanggup menunda kenikmatan sebelum terciptanya sasaran, dan mampu pulih
kembali dari tekanan emosi, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri
Yanti (2013).
c. Motivasi
Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, mambantu kita mengambil
inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk menghadapi kegagalan dan
frustasi, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013).
d. Empati
Empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu
memahami
perspektif
mereka,
menumbuhkan
saling
percaya,
dan
menyelaraskan ide dengan berbagai macam orang, Rissyo dan Nurna (2006)
dalam Yuliana Fikri Yanti (2013).
8
e. Keterampilan social
Keterampilan sosial yaitu menguasai dengan baik ketika berhubungan dengan
orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi
dengan
lancar,
mempengaruhi
menggunakan
dan
keterampilan-keterampilan
memimpin,
bermusyawarah,
dan
ini
untuk
menyelesaikan
perselisihan, Rissyo dan Nurna (2006) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013).
2.1.2 Pengambilan Keputusan Auditor
George R. Terry Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah
sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif
yang mungkin.
Horold dan Cyril O’Donnell, Mereka mengatakan bahwa pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak
yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika
tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi
yang telah dibuat.
Dari definisi diatas, terlihat bahwa perlu pertimbangan yang menyeluruh
tentang konsekuensi yang akan timbul sebelum pengambilan keputusan, sebab
pengambilan keputusan bisa memuaskan salah satu kelompok atau seseorang saja.
Auditor
biasanya
menyampaikan
hasil
auditnya
kepada
pihak
yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan yang di audit. Dalam penyampaian
hasil audit, auditor akan memberitahukan tentang temuan audit dan menjelaskan
ruang lingkup audit serta memberikan hasilnya dalam bentuk pendapat (opinion)
yang digabungkan di dalam laporan keuangan auditan. Dalam memberikan
pendapat (opinion), auditor menilai apakah laporan keuangan yang di buat
manajemen sudah wajar sesuai dengan standar akuntasi keuangan di Indonesia.
Menurut Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013),
keputusan auditor adalah merupakan suatu proses yang tersusun baik dalam
memutuskan laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan pada serangkaian
kondisi tertentu. Pertama-tama auditor harus memberikan penelitian mengenai
apakah terdapat kondisi yang menyebabkannya menerbitkan laporan audit diluar
9
laporan audit berbentuk baku. Jika memang terdapat kondisi yang dimaksud,
auditor kemudian harus menilai tingkat materialitas dari kondisi tersebut dan
menentukan jenis laporan audit yang tepat.
Indikator-indikator yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam
pengambilan keputusan diantaranya :
a. Laporan Audit Bentuk Baku
Para auditor menggunakan proses yang tersusun baik dalam memutuskan
laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan pada serangkaian kondisi
tertentu. Pertama-tama, auditor harus memberikan penelitian mengenai apakah
terdapat kondisi yang menyebabkannya menerbitkan laporan audit diluar
laporan audit berbentuk baku. Jika memang terdapat kondisi yang dimaksud,
auditor kemudian harus menilai tingkat materialistis dari kondisi tersebut dan
menentukan jenis laporan audit yang tepat. Arens, Alvin A (2004) dalam
Yuliana Fikri Yanti (2013).
b. Penyimpangan dari Laporan Audit Bentuk baku
Ini merupakan hal yang penting bagi para auditor dan membaca laporan audit
untuk memahami kapan kondisi-kondisi yang tidak tepat untuk menerbitkan
suatu laporan audit berbentuk baku serta jenis laporan audit yang harus
diterbitkan dalam setiap kondisi tersebut. Dalam studi laporan audit yang
menyimpang
dari
laporan
audit
berbentuk
baku,
para
auditor
mengidentifikasikan kondisi-kondisi ini saat mereka sedang melaksanakan
proses audit serta meneruskan berbagai informasi yang ada kedalam kertas
kerja mereka sebagai bahan diskusi untuk menentukan laporan audit apa yang
tepat untuk diterbitkan. Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti
(2013).
c. Menentukan Tingkat Materialitas
Seorang auditor ketika terdapat kondisi yang memerluan penyimpangan dari
laporan audit berbentuk baku, auditor mengevaluasi potensi yang pengaruhnya
terhadap laporan keuang tersebut. Auditor harus memutuskan apakah hal
tersebut tidak material, material, atau sangat material. Semua kondisi lainnya,
kecuali bila terjadi ketiadaan independensi bagi auditor hanya membedakan
10
apakah hal tersebut tidak material atau material. Memutuskan tingkat
materialitas merupakan hal yang sulit, dan membutuhkan pertimbagan yang
matang. Arens, Alvin A (2004) dalam Yuliana Fikri Yanti (2013).
d. Menuliskan laporan Audit
Mayoritas kantor akuntan publik memiliki keahlian khusus dalam menuliskan
laporan audit . para rekanan ini umumnya menulis atau mereview seluruh
laporan audit sebelum laporan audit diterbitkan . para auditor sering kali
menemui situasi-situasi yang melibatkan lebih dari satu kondisi yang
membutuhkan suatu penyimpangan dari laporan audit wajar tanpa syarat atau
modifikasi dari laporan audit bentuk baku. Arens, Alvin A (2004) dalam
Yuliana Fikri Yanti (2013).
2.2
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Pada tahun 2006, Herry melakukan penelitian tentang apakah pelaksanaan
etika profesi, yang terdiri dari independensi, integritas dan objektivitas standar
umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab
kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain dapan
mempengaruhi pengambilan keputusan akuntan publik (auditor). Dari hasil
penelitiannya yang menggunakan medote analisis “one sample test dan model
analisia regresi berganda” menunjukkan bahwa independensi, integritas dan
objektivitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan
keputusan akuntan publik.
Rissyo dan Nurna Aziza (2006), melakukan penelitian tentang pengaruh
kecedasaan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi, kepercayaan diri
sebagai variabel pemoderasi. Hasil penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
bahwa pengaruh kecerdasan emosional yang terdiri dari pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan social dalam penelitian ini
yang memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
Pada tahun 2011, Kusuma Henda Sandika dan Kawdar Warsito melakukan
penelitian tentang pengaruh pelaksanaan etika profesi dan kecerdasan emosional
terhadap pengambilan keputusan bagi auditor (studi empiris pada kantor akuntan
11
publik dan badan pemeriksaan keuangan di semarang). Dari hasil penelitian yang
menggunakan medote analisis “coviniece sampling dan model analisia regresi
berganda” menunjukkan bahwa: Independensi, Integritas dan Objektivitas,
Standar Umum dan Prinsip Akuntansi, Tanggung jawab kepada Klien
mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Sedangkan Tanggung jawab dan Praktik Lain tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor. Pengandalian Diri, motivasi
dan keterampilan sosial mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang
dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan Pengenalan Diri dan empati tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan auditor.
Pada tahun 2014, penelitian Refki Zulnedri tentang Pengaruh etika profesi
dan kecerdasan emosional terhadap pengambilan keputusan bagi auditor kantor
akuntan publik (KAP) di Jakarta. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa : Secara simultan atau serempak etika profesi dan kecerdasan
emosional berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap pengambilan
keputusan auditor KAP di Jakarta. Secara parsial etika profesi berpengaruh secara
nyata dan signifikan terhadap pengambilan keputuasn auditor KAP di Jakarta.
Secara parsial kecerdasan emosional berpengaruh secara nyata dan signifikan
terhadap pengambilan keputusan auditor KAP di Jakarta.
Dari uraian diatas, maka dapat dibuat tinjauan peneliti terdahulu yang dibuat
pada tabel berikut :
TABEL 2.1
TINJAUAN PENELITI TERDAHULU
N
Peneliti
Tahun
Herry
2006
Topik Penelitian
Hasil Penelitian
o
1.
Meneliti apakah
Dari hasil penelitian
pelaksanaan etika profesi,
yang menggunakan
yang terdiri dari:
medote analisis “one
independensi, integritas
sample test dan model
dan objektivitas; standar
analisia regresi
12
umum dan prinsip
berganda”
akuntansi; tanggung
menunjukkan bahwa
jawab kepada klien;
independensi, integritas
tanggung jawab kepada
dan objektivitas tidak
rekan seprofesi; serta
memiliki pengaruh
tanggung jawab dan
yang signifikan dalam
praktik lain dapan
pengambilan keputusan
mempengaruhi
akuntan publik.
pengambilan keputusan
akuntan publik (auditor)
2.
Rissyo
2006
Mengenai pengaruh
Hasil penelitian tersebut
dan Nurna
kecedasaan emosional
menghasilkan
Aziza
terhadap tingkat
kesimpulan bahwa
pemahaman akuntansi,
pengaruh kecerdasan
kepercayaan diri sebagai
emosional yang terdiri
variabel pemoderasi.
dari pengenalan diri,
pengendalian diri,
motivasi, empati dan
keterampilan social
dalam penelitian ini
yang memiliki
pengaruh positif
terhadap tingkat
pemahaman akuntansi.
3.
Kusuma
2011
memahami pengaruh
Dari hasil penelitian
Henda
pelaksanaan etika profesi
yang menggunakan
Sandika
dan kecerdasan emosional
medote analisis
and
terhadap pengambilan
“coviniece sampling
Kawdar,
keputusan bagi auditor
dan model analisia
13
Warsito
(studi empiris pada kantor
regresi berganda”
akuntan publik dan badan
menunjukkan bahwa:
pemeriksaan keuangan di
Independensi, Integritas
semarang)
dan Objektivitas,
Standar Umum dan
Prinsip Akuntansi,
Tanggung jawab
kepada Klien
mempengaruhi
pengambilan keputusan
auditor yang dapat
dipertanggung
jawabkan. Sedangkan
Tanggung jawab dan
Praktik Lain tidak
berpengaruh signifikan
terhadap pengambilan
keputusan auditor.
Pengandalian Diri,
motivasi dan
keterampilan sosial
mempengaruhi
pengambilan keputusan
auditor yang dapat
dipertanggung
jawabkan. Sedangkan
Pengenalan Diri dan
empati tidak
berpengaruh signifikan
terhadap pengambilan
14
keputusan auditor.
4.
Refki
Zulnedri
2014
Pengaruh etika profesi
Dari hasil penelitian
dan kecerdasan emosional
tersebut menghasilkan
terhadap pengambilan
kesimpulan bahwa :
keputusan bagi auditor
Secara simultan atau
kantor akuntan publik
serempak etika profesi
(KAP) di Jakarta
dan kecerdasan
emosional berpengaruh
secara nyata dan
signifikan terhadap
pengambilan keputusan
auditor KAP di Jakarta .
Secara parsial etika
profesi berpengaruh
secara nyata dan
signifikan terhadap
pengambilan keputuasn
auditor KAP di Jakarta.
Secara parsial
kecerdasan emosional
berpengaruh secara
nyata dan signifikan
terhadap pengambilan
keputusan auditor KAP
di Jakarta
15
2.3
Kerangka Pemikiran
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan menelola emosi dengan baik pada
diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman, 2001:512).
Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengetahui apa yang
dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan diri sendiri. Seseorang
yang
mempunyai
kesadaran
diri
akan
mengetahui kemampuan, kekuatan dan batas-batas diri sendiri. Kesadaran diri
menawarkan pedoman yang pasti untuk menjaga keputusan-keputusan karier kita
tetap selaras dengan nilai-nilai kita yang paling dalam sehingga akan
berdampak pada kinerja (Goleman 2001:92). Dengan kesadaran diri yang baik itu
auditor dapat berkerja dengan professional. Berdasarkan hal tersebut dapat
diasumsikan bahwa kesadaran diri dapat mempengaruhi kinerja auditor.
Pengaturan diri merupakan kemampuan untuk menangani emosi sedemikian
sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, dan
sanggup menunda kenikmatan sabelum tercapainya sasaran. Seorang auditor yang
mempunyai penaturan diri yang baik akan memiliki rasa tanggung jawab atas
kinerja pribadi dan mempunyai keluwesan dalam menghadapi berbagai perubahan
(Goleman 2001:130).
Selain itu orang dengan pengaturan diri mudah menerima dan terbuka
terhadap gagasan, pendekatan dan informasi-informasi baru. Dengan pengaturan
diri seseorang akan memiliki integritas yang tinggi, bersikap terbuka, jujur dan
konsisten sehingga mengantarkan seseorang menjadi bintang kinerja dalam
bidang apapun (Goleman2001:144).
Dengan pengaturan diri, auditor akan memenuhi komitmen tetapteguh, tetap
positif, tidak goyah serta dapat berfikir jernih dan tetap fokusmeskipun dalam
tekanan (Goleman 2001 :131). Salah satu ciri auditor unggulanadalah sifat tidak
mudah diintimidasi atau ditekan (Goleman 2001:109). Berdasarkan uraian
tersebut dapat diasumsikan bahwa pengaturan diri berpengaruh terhadap
kinerja auditor.
16
Motivasi berarti menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerak
kan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif
dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan
frustasi.
Dengan
motivasi
seseorang
akan
memiliki
dorongan
untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan
optimism yang tinggi (Goleman 2001:181).
Auditor yang memiliki motivasi yang baik akan mempunyai semangat
juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar, mampu
menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan, serta tidak
takut gagal dan memandang kegagalan sebagai situasi yangdapat dikendalaikan
ketimbang sebagai kekurangan pribadi (Goleman 2001:196).
Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa motivasi diri dapat
mempengaruhi kinerja auditor. Empati merupakan kemampuan untuk mengetahui
bagaimana perasaan orang lain, mampu memahami persepektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang.
Dengan berempati seseorang dapat menunjukan kepekaan dan pemahaman
terhadap perspektif orang serta mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan
dan perkembangan orang lain (Goleman 2001:220). Auditor yang mempunyai
empati yang baik akan mampu memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan dan
mencari berbagai cara untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan. Serta dapat
memahami beragamnya pandangan dan peka terhadap perbedaan kelompok dan
memandang
keragaman
sebagai
peluang
menciptakan
lingkungan
yang
memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda (Goleman
2001:248). Dari uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa empati berpengaruh
terhadap kinerja auditor.
Keterampilan
sosial
berarti
menangani
emosi
dengan
baik
ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, mmenggunakan keteraampilan-
17
keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawaroh dan
menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
Seseorang yang memiliki keterampilan sosial mampu berkomunikasi
untuk menyampaikan sesuatu yang jelas dan meyakinkan dan memiliki jiwa
kepemimpinan untuk membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan
orang lain. Dengan keterampilan sosial yang baik, auditor akan dapat bernegosiasi
dalam
memecahkan
suatu
masalah
atau
pemecahan
silang
pendapat
(Goleman2001:333). Selain itu mampu menciptakan sinergi kelompok dan dapat
bekerjasama dengan orang lain demi tujuan bersama (Goleman 2001:342).
Dari uraian diatas, maka untuk menggambarkan pengaruh dari variabel
independen terhadap variabel dependen dikemukakan suatu kerangka pemikiran
teoristis, yaitu mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap pengambilan
keputusan bagi auditor dapat dilihat pada gambar berikut :
GAMBAR 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN
KECERDASAN
PENGAMBILAN
EMOSIONAL (X)
KEPUTUSAN (Y)
INDIKATOR - INDIKATOR
INDIKATOR - INDIKATOR
PENGENALAN DIRI
LAPORAN AUDIT BENTUK BAKU
PENGENDALIAN DIRI
PENYIMPANGAN DARI LAPORAN
AUDIT BERBENTUK BAKU
MOTIVASI
EMPATI
KETERAMPILAN SOSIAL
2.4
MENENTUKAN TINGKAT
MATERIALITAS
MENULISKAN LAPORAN AUDIT
Hipotesis
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis merumuskan suatu
hipotesis sebagai berikut: Diduga kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan bagi auditor baik secara simultan maupun parsial.
Hipotesis yang akan diuji penulis adalah :
18
Hipotesis I
Ho : β ≠ 0 : Tidak terdapat pengaruh secara simultan
antara variabel
Kecerdasan Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial)
terhadap variabel Pengambilan Keputusan
Ha : β = 0 : Terdapat pengaruh secara simultan
antara variabel Kecerdasan
Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri, pengendalian
diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial) terhadap variabel
Pengambilan Keputusan.
Hipotesis II
Ho : β ≠ 0 : Tidak
terdapat
pengaruh
secara
parsial
antara
variabel
Kecerdasan Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial)
terhadap variabel Pengambilan Keputusan
Ha : β = 0 : Terdapat pengaruh secara parsial
antara variabel Kecerdasan
Emosional (yang diproksikan oleh pengenalan diri, pengendalian
diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial) terhadap variabel
Pengambilan Keputusan.
Download