TINJAUAN PUSTAKA PENCEGAHAN IDO DENGAN MENGGUNAKAN BUNDLES HAIs PADA PASIEN SC KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penilaian Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Perawat Tahun 2021 Disusun Oleh: Nama : Yuniarti Harsono, S.Kep.Ns NIP : 198406232010012026 Pangkat/Golongan : Penata/IIIC Jabatan : Perawat Muda Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta 2021 1 LEMBAR PENGESAHAN TINJAUAN PUSTAKA PENCEGAHAN IDO DENGAN MENGGUNAKAN BUNDLES HAIs PADA PASIEN SC Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penilaian Angka Kredit Bagi Jabatan Fungsional Perawat Tahun 2021 Diajukan oleh: Yuniarti Harsono, S.Kep.Ns NIP. 198406232010012026 Yogyakarta, April 2021 Mengetahui, Direktur Atasan Langsung dr. Ariyudi Yunita, MMR dr. Tri Budianto, SpOG NIP. 196706262002122003 NIP. 196811261998031003 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta 2021 2 Kata Pengantar Puji Syukur atas segala karunia yang telah Alloh SWT berikan sehingga penulis dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah Tinjauan Pustaka yang berjudul Pencegahan IDO Dengan Menggunakan Bundle HAIs IDO pada Pasien SC. Karya Tulis ini disusun sebagai salah satu syarat penilaian angka kredit bagi kenaikan Jabatan fungsional perawat Ahli tahun 2021. Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Ibu dr. Ariyudi Yunita, MMR, selaku Direktur RSUD Kota Yogyakarta. 2. dr. Tri Budianto, SpOG, selaku Kepala Instalasi Maternal Perinatal RSUD Kota Yogyakarta. 3. Bapak Edi Sumbodo, SKM., M.kes selaku Tim Penilai angka kredit tenaga fungsional kesehatan (untuk perawat) dan selaku KaBid Keperawatan RSUD Kota Yogyakta. 4. Ibu Rining Handayani, S.Kep., Ns. dan Bapak Subworo Hadi, S.Kep., Ns selaku Tim Penilai angka kredit tenaga fungsional kesehatan (untuk Daftar Usulan Pengajuan Angka Kredit) RSUD kota Yogyakarta. 5. Ibu Sri Suhartati, SKep.Ns., selaku Kasie Keperawatan RS Jogja 6. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan demi perbaikan lebih lanjut. Yogyakarta, April 2021 Penulis 3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..............................................................................................1 LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................2 KATA PENGANTAR .............................................................................................3 DAFTAR ISI ............................................................................................................4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................5 B. Rumusan Masalah ........................................................................................7 C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................7 D. Manfaat Penulisan ........................................................................................8 BAB II PEMBAHASAN A. Infeksi Terkait Layanan Kesehatan (HAIs) 1. Pengertian HAIs .....................................................................................9 2. Jenis dan Faktor Resiko HAIs ................................................................9 B. Infeksi Daerah Operasi 1. Pengertian Infeksi Daerah Operasi (IDO) ............................................10 2. Epidemiologi IDO ................................................................................10 3. Kriteria Infeksi Daerah Operasi ...........................................................11 4. Faktor Resiko IDO ...............................................................................12 5. Pegawasan/Surveilans IDO ..................................................................14 6. Langkah-langkah Pencegahan IDO .....................................................14 C. Bundles HAI 1. Pengertian Bundles HAIs .....................................................................15 2. 4 Bundles HAIs menurut PMK No. 27 tahun 2017 .............................15 3. Bundles Care IDO ................................................................................16 4. Dampak Bundles Care terhadap kejadian infeksi rawat inap...............20 5. Contoh Gambaran Surveilans IDO .....................................................22 6. Peran Perawat Dalam pelaksanaan Bndles IDO ..................................22 4 BAB III KESIMPULAN & SARAN .....................................................................24 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte(APEC) atau Global health Security Agenda (GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi agenda yang di bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai beban ekonomi negara. (PMK No. 27, 2017) Salah satu Hais yang sering terjadi adalah Surgical Site Infection (SSI) atau disebut Infeksi Daerah operasi (IDO). IDO merupakan salah satu komplikasi tindakan operasi yang sangat mengganggu (NNIS (2004) dalam Hakim, S (2017). Rerata insidens IDO pasca-seksio sesaria (SC) menurut literatur berkisar antara 3-15%, bergantung pada metode pengawasan yang digunakan untuk mengidentiļ¬kasi infeksi, populasi, dan penggunaan antibiotik proļ¬laksis (Chaim, W (2000) dalam Hakim, S (2017). Sementara, data dari National Nosocomial Infections Surveillance System di Amerika menyatakan insidens IDO sebesar 3,15%. Berdasarkan Permenkes No. 80 Tahun 2020 bahwa rumah sakit bertanggungjawab memberikan pelayanan yang bermutu. Salah satu Indikator untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah dari tinggi rendahnya Angka Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Semakin rendah Angka Infeksi Nosokomial tersebut menunjukkan semakin tingginya kualitas pelayan yang telah diberikan. Rumah sakit harus berupaya melakukan upaya pencegahan Hais karena kejadian infeksi nosokomial dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas meningkat, dan memperpanjang hari rawat pasien sehingga meningkatkan biaya pelayanan pasien. Adapaun kerugian non materi lainnya membuat citra rumah sakit di mata masyarakat kurang baik. Untuk meminimalkan kejadian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). Salah satu upaya pencegahan Hais adalah Bundles/pencegahan Infeksi pada tindakan operasi. 6 Ruang kenanga merupakan ruang rawat inap yang memberikan pelayanan kebidanan dan kandungan, serta rawat gabung ibu dan bayi. Saat ini RSUD kota yogyakarta sebagai rumah sakit rujukan tipe B mengalami perubahan pelayanan karena lebih banyak menerima pasien rujukan dari klinik atau rumah sakit tipe dibawahnya dengan masalah yang lebih komplek. Ruang Kenanga sejak Januari hingga Desember 2020 terdapat 98 pasien dengan persalinan secara Sesar. Dari total pasien terdapat 4 pasien yang mengalami IDO pada bulan Februari, Juni, Juli, dan Nopember padhahal sudah ada program pencegahan bundles IDO di RSUD Kota Yogyakarta. Angka IDO mencapai lebih dari standar yang ditetapkan yaitu ≤2%, angka IDO tertinggi pada bulan Juli yaitu sebesar 16,67% hal tersebut karena kejadian IDO dibandingkan dengan jumlah SC yang sedikit pada bulan tersebut. Mengingat IDO sangat besar dampaknya bagi pasien dan angka IDO dapat menunjukkan mutu pelayanan rumah sakit, serta tidak jarang menghabiskan biaya perawaan yang tinggi, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis ini untuk mengetahui bagaimana pencegahan IDO dengan menggunakan Bundle Hais IDO pada pasien SC. Dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan penulis dalam memberikan pelayanan keperawatan maternitas, khususnya pada pasien dengan SC maupun pasien dengan infeksi daerah operasi. Selain itu penulisan topik ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan pemberian pelayanan Maternal di RSUD Kota Yogyakarta.. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah "menjelaskan bagaimana pencegahan IDO dengan menggunakan Bundle Hais IDO pada pasien SC" C. Tujuan Penulisan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pencegahan IDO dengan menggunakan Bundle Hais pada pasien SC. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui Pengertian Hais 7 b. Mengetahui jenis dan faktor resiko Hais c. Mengetahui Pengertian IDO d. Mengetahui Epidemiologi IDO e. Mengetahui Kriteria infeksi daerah Operasi f. Mengetahui Faktor Resiko IDO g. Mengetahui Surveilans IDO h. Mengetahui Langkah-langkah Pencegahan IDO i. Pengertian Bundles Hais j. Mengetahui 4 Bundle Hais menurut PMK No 27 tahun 2017 k. Mengetahui Bundles Care IDO l. Mengetahui Dampak Bundles care terhadap kejadian infeksi dan rawat inap m. Mengetahui Contoh Gambaran Pelaksanaan surveilans Hais IDO n. Mengetahui Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Bundles IDO D. Manfaat Adapun manfaat dari makalah ini adalah a. Bagi pasien Pasien memperoleh pelayanan kesehatan yang tepat terhindar dari komplikasi Infeksi Daerah Operasi. b. Penulis Dapat dijadikan sebagai pegalaman dalam pembuatan karya tulis dan menambah wawasan mengenai kejadian infeksi daerah operasi dan pencegahannya. c. Bagi perkembangan profesi keperawatan Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus pasien dengan operasi SC dan pasien dengan komplikasi IDO d. Bagi instansi Rumah Sakit Diharapkan makalah ini dapat memberikan sumbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Maternal khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan SC di ruang Kenanga RSUD Kota Yogyakarta. 8 BAB II PEMBAHASAN A. Infeksi terkait layanan Kesehatan (Hais) 1. Pengertian a. Pengertian Hais Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-Associated Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated Infections) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. b. Jenis dan Faktor Resiko Hais 1) Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit mencakup: a) Ventilator associated pneumonia (VAP) b) Infeksi Aliran Darah (IAD) c) Infeksi Saluran Kemih (ISK) d) Infeksi Daerah Operasi (IDO) 2) Faktor Risiko HAIs meliputi: 9 a) Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan. b) Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised): penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan. c) Gangguan/Interupsi barier anatomis: i. Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK). ii. Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) atau “surgical site infection” (SSI). iii. Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator Associated Pneumonia” (VAP). iv. Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD v. Luka bakar dan trauma. d) Implantasi benda asing : i. Pemakaian mesh pada operasi hernia. ii. Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung. iii. “cerebrospinal fluid shunts”. iv. “valvular / vascular prostheses”. e) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba. B. Infeksi Daerah Operasi 1. Pengertian Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical Site Infection (SSI) merupakan salah satu infeksi yang dapat terjadi di rumah sakit. Infeksi tersebut tergolong HAIs apabila terjadi setelah lebih dari 30 hari pasca operasi jika tidak menggunakan implant, atau setelah 1 tahun jika menggunakan implant. Infeksi yang terjadi berkaitan dengan adanya tindakan pembedahan yang melibatkan bagian anatomi tertentu. Infeksi tersebut terjadi pada sepanjang jalur pembedahan setelah operasi selesai dilakukan (Septiari, 2012 dalam Mudjianto, D. dkk, 2017) 2. Epidemiologi IDO Kejadian IDO secara global bervariasi antara 0,9% angka IDO di Amerika (NHSN 2014), 2,6% di Italia, 2,8% di Australia (2002-13, 10 VICNISS), 2,1% di Republik Korea (2010-2011) hingga 6,1% di negaranegara dengan pendapatan menengah hingga rendah/Low Middle Incom Countries (LIMC) (WHO, 1995-2015) dan 7,8% di Asia Tenggara (SEA) & Singapore (insiden gabungan antara 2000-2012). Ada perbedaan angka kejadian yang sangat tinggi di LMIC dan SEA dibandingkan dengan kejadian di Amerika, Eropa, dan Australia. 3. Kriteria Infeksi Daerah Operasi (Kemenkes, 2017): a. Infeksi Daerah Operasi Superfisial Infeksi daerah operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini: 1) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia. 2) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut: a) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia 15 b) Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptik c) Terdapat tanda–tanda peradangan (paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut: nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal), kecuali jika hasil biakan negatif. d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi b. Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional Infeksi daerah operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini: 1) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca bedah atau sampai satu tahun pasca bedah (bila ada implant berupa non human derived implant yang dipasang permanan) dan meliputi jaringan lunak yang dalam (misal lapisan fascia dan otot) dari insisi 2) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut: a) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen organ/rongga dari daerah pembedahan 11 b) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut: demam (> 38ºC) atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif. c) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis. d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi c. Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga Infeksi daerah operasi organ/rongga memiliki kriteria sebagai berikut : 1) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan, bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan 2) Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia atau lapisan lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi selama prosedur pembedahan. 3) Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut : a) Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga b) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan atau jaringan dari dalam organ atau rongga 4. Faktor risiko IDO Faktor resiko IDO menurut AIPSIC (2018): a. Faktor risiko pra-operasi 1) Tidak dapat dimodifikasi a) Pertambahan usia sampai 65 tahun b) Radioterapi yang baru dijalani dan riwayat infeksi pada kulit atau jaringan lunak 2) Dapat dimodifikasi a) Diabetes yang tidak terkontrol b) Kegemukan/Obesitas, malnutrisi c) Kebiasaan merokok d) Imunosupresi e) Kadar Albumin pra-operasi <3,5 mg/dL 12 f) Bilirubin total >1,0 mg/d g) Menjalani rawat inap praoperasi setidaknya 2 hari b. Faktor risiko peri-operasi 1) Terkait prosedur a) Pembedahan darurat dan pembedahan yang lebih kompleks, b) Klasifikasi luka yang lebih tinggi c) Pembedahan terbuka. 2) Faktor risiko fasilitas a) Pertukaran udara /Ventilasi yang tidak memadai, b) Peningkatan lalu lintas ruang operasi c) Sterilisasi instrumen/peralatan yang tidak tepat/tidak memadai. 3) Terkait persiapan pasien a) Infeksi yang sudah ada b) Persiapan antiseptic kulit yang tidak memadai c) Pencukuran rambut pra-operasi d) Pilihan, pemberian, dan/atau durasi antibiotik yang tidak tepat c. Faktor risiko intraoperasi 1) Durasi operasi yang lama 2) Transfusi darah 3) Asepsis dan tekhnik pembedahan 4) Antisepsis tangan (lengan bawah) dan tehnik pemakaian sarung tangan 5) Hipoksia 6) Hipotermia 7) Pengendalian kadar gula darah buruk d. Faktor risiko paska-operasi 1) Hiperglikemia dan diabetes 2) Perawatan luka pascaoperasi 3) Transfusi Hasil penelitian Pengaruh Faktor resiko terhadap Kejadian ILO pada pasien bedah Obstetri Gynecology di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta yang dilakukan pada bulan Maret -April 2019 (Sumarningsih, P, dkk (2020)). Pada penelitian ini kejadian infeksi luka operasi terjadi pada 14 subjek penelitian dari total 72 subjek penelitian. Hasil analisis univariat diperoleh bahwa faktor yang 13 mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian ILO adalah BMI dimana dari 14 kejadian ILO 50% dialami oleh pasien dengan BMI ≥ 25 dengan p-value0,016. Faktor resiko terjadinya IDO menurut Centers of Disease Control terdiri dari faktor preoperatif, faktor operatif dan pasca operatif. Secara spesifik untuk IDO pasca SC, faktor resikonya antara lain pembentukan hematoma pasca operasi, tempat operasi RS pendidikan, dan korioamnionitis (Olsen, M. (2008) dalam Hakim, S (2017)) 5. Pengawasan/Surveilans IDO, AIPSIC (2018) National Healthcare Safety Network (NHSN) yang dikembangkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Amerika Serikat, menyediakan modul/komponen untuk Surveilans terhadap berbagai infeksi terkait pelayanan kesehatan, termasuk IDO. Semua operasi yang termasuk dalam target prosedur operasi harus diikuti dan dipantau untuk dalam/deep, mencermati dan Infeksi IDO daerah superfisial, organ/rongga. Pemantauan IDO memerlukan pengawasan aktif, berbasis pasien yang prospektif, termasuk peninjauan rekam medis dan kunjungan ke ruang perawatan pasien. Menurut definisi, pasien harus ditindaklanjuti selama 30 atau 90 hari paska-operasi menurut metodologi NHSN. Surveilans setelah pasien pulang karenanya perlu dilakukan. Peran tindak lanjut dari telepon atau kondisi luka berbasis fotografi masih harus ditentukan. Analisis data dapat dilakukan dalam beberapa cara. Metode paling baku adalah menghitung insiden IDO dalam jangka waktu tertentu untuk prosedur operasi spesifik. Perhitungan dilakukan dengan membagi jumlah IDO yang teramati dengan jumlah prosedur operasi. 6. Langkah-Langkah pencegahan IDO Menurut Wels (2008) dalam Puspitarini (2017) Kejadian IDO dapat dipengaruhi oleh prosedur tindakan pembedahan dan beberapa faktor resiko lain yang berasal dari pasien. Diperlukan adanya tindakan pencegahan mulai dari fase sebelum operasi hingga sesudah operasi (Bagnall dkk, 2009 dalam Puspitarini, 2017 ). Langkah langkah pencegahan IDO menurut AIPSIC (2018): a. Langkah -langkah pencegahan IDO preoperasi 1. Mandi Sebelum Operasi 14 2. Pencukuran Rambut 3. Persiapan lengan tim bedah 4. Antiseptik kulit 5. Profilaksis Pembedahan 6. Nutrisi 7. Pengontrolan kadar gula darah 8. Baju Bedah/surgical attire 9. Lalu Lintas (Traffic) Ruang OK b. Langkah-langkah pencegahan intra operasi 1. Normothermia 2. Normovolemia 3. Irigasi Luka 4. Benang dengan kandungan antimikroba 5. Penggunaan Drape steril 6. Pelindung luka-wound protector 7. Bubuk vankomisin 8. Laminar airflow c. Manajemen Luka Paska operasi C. Bundle Hais/Bundle Care 1. Pengertian Pada tahun 1999 praktik pengendalian infeksi rumah sakit menerbitkan surveillance dan pedoman pencegahan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, dan pada tahun 2001 Institute For Healthcare Improvement(IHI) mengusulkan ide perawatan bundle. Bundle merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten (Zywot dkk, 2017 dalam Wahyuningsih, Ike P., 2020). Dalam beberapa jurnal penelitian bundle yang dilaksanakan berbeda-beda 2. 4 Bundle Hais menurut PMK No 27 tahun 2017 a) Ventilator Associated Pneumonia (VAP) b) Infeksi Aliran Darah (Blood Stream Infection/BSI) 15 c) Infeksi Saluran Kemih (ISK) d) Infeksi Daerah Operasi (IDO) 3. Bundles Care IDO (PMK 27, 2017; AIPSIC, 2008): a. Mandi Sebelum Operasi Mandi sebelum operasi dengan Chlorhexidine (CHG) dapat mengurangi kolonisasi bakteri pada kulit. Namun demikian, dalam tinjauan sistematis dan meta-analisis baru-baru ini, penggunaan CHG versus plasebo tidak berhasil menunjukkan adanya pengurangan IDO. Chlorhexidine perlu dibiarkan menempel pada kulit setidaknya 5 menit sebelum dibilas untuk memberikan efek maksimal yang bisa menjadi faktor pembatas dalam mandi dengan Chlorhexidine. pembilasan dengan Chlorhexidine 4% mengandung Chlorhexidine pembilasan Chlorhexidine dalam untuk Penelitian dan mengenai kain kombinasi menghasilkan yang dengan penurunan dekolonisasi bakteri kulit yang lebih berkelanjutan juga gagal menunjukkan adanya penurunan IDO. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara mandi biasa dan mandi antiseptik. Sebanyak 9 penelitian menyelidiki pengaruh mandi sebelum operasi atau bilasan dengan sabun antimikroba dibandingkan dengan menunjukkan adanya penurunan angka sabun SSI biasa yang tanpa signifikan (OR 0,92; 95% CI = 0,8-1,04). Negara-negara dengan tingkat kejadian MDRO yang tinggi mungkin dapat mempertimbangkan penggunaan sabun antiseptik sebagai pengganti sabun biasa untuk mandi sebelum operasi. Rekomendasi: Disarankan bagi pasien yang akan mengalami pembedahan untuk melakukan mandi sebelum operasi setidaknya satu kali dengan menggunakan sabun (sabun antimikroba atau non-antimikroba) b. Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya operasi dan dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan operasi. Pencukuran dan/atau pemangkasan menimbulkan luka sayat mikroskopis pada kulit rambut dapat yang nantinya dapat menjadi titik pusat untuk multiplikasi bakteri. Penelitian 16 yang dilakukan Winston & Ken proses pencukuran menyebabkan kulit mengalami trauma mikroskopik yang kemungkinan meningkatkan invasi bakteri dan berpotensi menimbulkan infeksi daerah operasi (Zhang dkk., 2016 dalam Wahyuningsih, Ike P, 2020). Clipper meminimalkan resiko trauma kulit dibandingkan dengan pisau cukur biasa. Rekomendasi: a) Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut dapat mengganggu prosedur b) Jika pencukuran rambut perlu dilakukan, maka penggunaan pisau cukur harus dihindari dan sebaliknya gunakan Surgical Electrical Clipper. c) Tidak ada anjuran yang diberikan mengenai waktu yang tepat untuk melakukan d) Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan di kamar bedah beberapa saat sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan pencukur listrik (Bila tidak ada pencukur listrik gunakan silet baru) (Kemenkes, 2017). c. Antibiotika profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan operasi dan sesuai dengan empirik. Antimikroba pra operasi diberikan berdasarkan pedoman praktik klinis sesuai waktu konsentrasi agen mikroba dalam serum. Pada operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak dianjurkan memberikan dosis tambahan antibiotik profilaksis setelah operasi selesai (Ma’ayeh dkk., 2019) dalam Wahyuningsih, Ike Pudji, 2020. Pemberian antibiotikprofilaksis yang dilanjutkan setelah operasi belum dapat dibuktikan manfaatnya bagi pencegahan infeksi daerah operasi. Justru peningkatan paparan antibiotik dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko resistensi antimikroba, cedera ginjal akut dan infeksi dengan Clostridioidesdifficile, oleh sebab itu sebaiknya pemberian antibiotik profilaksis dihentikan setelah operasi selesai (Wolf dkk, 2020) dalam Wahyuningsih, Ike Pudji, 2020. Pemberian antibiotik profilaksis hanya jika ada indikasi, pemilihan tersebut 17 harus ditentukan oleh prosedur dan patogen yang paling mungkin menyebabkan infeksi daerah operasi. Dosis ulang pemberian antibiotik diberikan jika pasien mengalami perdarahan sebanyak 1.500 ml atau lebih dan jika durasi operasi memanjang dua kali waktu paruh antibiotik (WHO, 2016). AIPSIC (2018) menyebutkan pedoman saat ini menyarankan penggunaan antibiotik berspektrum sempit, seperti Cefazolin untuk mayoritas prosedur pembedahan, atau cefoxitin untuk pembedahan abdomen, sebagai profilaksis antimikroba dalam pembedahan. Dalam situasi di mana kejadian IDO yang berhubungan dengan MRSA terbilang tinggi atau dalam kasus adanya alergi terhadap penisilin, fluoroquinolone kebanyakan dapat kasus, digunakan anjuran maka vankomisin sebagai dosis atau alternatif. Dalam tunggal profilaksis antimikroba untuk pembedahan dianggap sudah mencukupi. Dosis antimikroba profilaksis harus disesuaikan berdasarkan berat badan pasien dan harus diberikan kembali selama pembedahan yang untuk mempertahankan memadai berdasarkan waktu kadar dalam jaringan paruh agen di mana antimikroba yang dipilih bergantung pada epidemiologi setempat. Penting kiranya bagi dokter untuk mengetahui bakteri patogen yang umumnya berkaitan dengan IDO di institusi mereka serta pola resistansi antimikroba (misalnya antibiogram rumah sakit) untuk membantu menentukan pilihan antimikroba profilaksis yang optimal. Secara umum, penggunaan antimikroba berspektrum luas tidak disarankan kecuali jika memang diindikasikan secara jelas. Setiap negara/rumah sakit sangat disarankan untuk menyusun pedoman lokal mereka masingmasing berdasarkan epidemiologi setempat. Rekomendasi: 1. Pemberian antimikroba profilaksis hanya boleh dilakukan jika memang diindikasikan 2. Antimikroba profilaksis harus diberikan dalam waktu 1 jam sebelum insisi untuk semua antimikroba kecuali 18 vankomisin dan fluoroquinolone yang harus diberikan 2 jam sebelumnya 3. Pemberian dosis kembali perlu dipertimbangkan untuk mempertahankan kadar dalam jaringan yang memadai berdasarkan umur paruh agen d. Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal. Paparan permukaan kulit yang luas terhadap suhu yang dingin di ruang operasi dapat memicu hipotermia. Hipotermia dapat menyebabkan pasien tersadar dalam kondisi kedinginan dan menggigil, serta dapat meningkatkan risiko komplikasi lainnya seperti IDO. Untuk mencegah komplikasi ini, maka digunakan system penghangat untuk memindahkan panas ke tubuh pasien. Tersedia sejumlah metode yang berbeda, forced-air warming system, water bed system, dan passive warming seperti selimut. Rekomendasi: Pertahankan normothermia perioperasi dengan menggunakan alat penghangat e. Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemik yang mempengaruhi sistem saraf, vaskular, kekebalan tubuh, dan muskuloskeletal. Neutrofil dari orang yang menderita diabetes menunjukkan penurunan potensi pembunuhan oksidatif dan kemotaksis Kondisi jika dibandingkan dengan kontrol nondiabetes. ini membahayakan menguntungkan fungsi pertumbuhan fibroblas mengganggu penyembuhan luka dan dan bakteri sintesis meningkatkan dan kolagen, kejadian infeksi luka pascaoperasi. Pada pasien pembedahan, respons stres terhadap hasil pembedahan dalam kondisi resistansi terhadap insulin, dan penurunan fungsi menyebabkan penurunan produksi sel beta insulin pankreas sehingga mendorong terjadinya hiperglikemia yang dipicu oleh stres. Salah satu komplikasi pembedahan paling sering terjadi pada pasien yang sudah menderita DM dan hiperglikemia adalah infeksi, dengan IDO superfisial, infeksi luka dalam, dan abses rongga pembedahan, infeksi saluran kencing (ISK), dan 19 pneumonia (PNA) yang berkontribusi terhadap persentase komplikasi infeksi yang cukup besar. Karena diabetes memiliki efek merugikan terhadap hasil akhir pembedahan, mencerminkan regulasi dan hemoglobin jangka panjang terglikosilasi terhadap glukosa darah, telah disebutkan bahwa mengoptimalkan kontrol gula darah praoperasi (<7% hemoglobin terglikosilasi) dapat menekan infeksi paska-operasi. Manfaat kontrol glukosa yang baik sebelum operasi tidak lagi terbantahkan, tetapi beberapa penelitian perlu dilakukan untuk menentukan keterkaitan langsung antara kadar kontrol HbA1C yang baik dengan SSI. Untuk mengoptimalkan perawatan pasien yang menderita diabetes dan menurunkan risiko komplikasi, maka sangat dianjurkan untuk menerapkan pendekatan pengobatan yang berorientasi pada tim. Rekomendasi: 1. Kadar HbA1C pra-operasi harus kurang dari 8%. 2. Dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah antara 140-200 mg/dL (7,8-11,1 mol/L) pada pasien yang menderita maupun tidak menderita diabetes yang hendak menjalani pembedahan. 3. Jika sulit untuk mengontrol diabetes, dianjurkan untuk menerapkan pendekatan yang berorientasi terhadap tim termasuk dokter bedah dan dokter umum. 4. Dampak Bundles care terhadap kejadian infeksi dan rawat inap Dalam Penelitian Wahyuningsih, Ike Pudji (2000) disebutkan peneliti Mayke BG Koek, Titia E,M.Hopmans, Loes,C.Soetens, Jan C Willie, Suzanne,E.Geerlings, Margreet C.Vos, Birgit H.B.van Benthem, Sabine C. de greeff, 2017 dengan judul Adhering To a National Surgical Care Bundle Reduce The Risk Of Surgical Site Infection dengan hasil Penelitian dilakukan dengan membandingkan 2 grup yaitu grup 1 dilakukan bundle secara menyeluruh 4 elemen dan grup 2 dilakukan bundle tidak menyeluruh atau tidak dilakukan pelaksanaan bundle. 4 elemen tersebut adalah antibiotic profilaksis, hair removal, normothermia dan kebersihan tangan dan antiseptik 20 daerah operasi. Hasil yang didapatkan yaitu 62.489 (29%) operasi dilakukan pelaksanaan bundle secara menyeluruh 4 elemen dan menunjukan bahwa resiko infeksi daerah operasi lebih rendah. Peningkatan kepatuhan pelaksanaan 4 elemen bundle mengurangi resiko infeksi daerah operasi sebesar 13%. Tingkat kepatuhan meningkat secara signifikan, untuk antibiotik profilaksis 0,96 hair removal 0,68 normothermia 0,83 dan kebersihan tangan dan antiseptik daerah operasi 0,74. Wahyuningsih, Ike Pudji (2000) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penelitian Christina Davidson MD, Jordan Enns MD, Carrie Dempster MD, Suzanne Lundeen RN,Phd, Chaterine Eppes MD,MPH, 2019 dengan judul Impact Of a Surgical Site Infection Bundle On Cesarean Delivery Infections dan Penelitian dilakukan dengan cara membagi 2 kelompok. Kelompok 1 tidak dilakukan intervensi dan kelompok 2 dilakukan intervensi. Intervensi yang dilakukan adalah pelaksanaan bundle infeksi daerah operasi yang terdiri dari praoperasi yaitu mandi dengan khlorhexidinsebelum operasi. Intraoperasi yaitu pemberian antibiotik profilaksis 1 jam sebelum insisi, pencukuran rambut yang menghalangi daerah operasi dengan clipper, postoperasi kadar glukosa darah dipertahankan normal. Keseluruhan tingkat infeksi daerah operasi selama penelitian adalah 1,89 atau 76 infeksi daerah operasi dari 4.014 operasi sesar. Untuk kelompok yang tidak dilakukan intervensi tingkat infeksi sebesar 2,44 dan kelompok yang dilakukan intervensi sebesar 1,1. Dari 1.867 operasi sesar yang dilakukan intervensi, 16 pasien mengalami infeksi superfisial, 5 pasien mengalami infeksi organ. Sedangkan dari 1.149 yang tidak dilakukan intervensi, 18 pasien mengalami infeksi superfisial, 2 infeksi sayatan dalam dan 5 pasien mengalami infeksi organ. Menurut Camporota (2011) dalam Suherlin (2020) bundle care berhasil menurunkan angka infeksi jika dilaksanakan dengan konsisten. Berbagai hasil penelitian memaparkan dampak positif dari penerapan bundle care yaitu dapat menurunkan angka kematian, biaya perawatan dan lama rawatan. Pelaksanaan bundle care ini 21 didukung oleh beberapa hal diantaranya kompetensi perawat dilihat dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. 5. Contoh Gambaran Pelaksanaan surveilans Hais IDO, Mudjianto, D. dkk. (2017) Di rumah sakit X surabaya tahun 2016 pada Penelitian berjudul "Kelengkapan Pengisian Formulir Bundle Prevention Surveilans Surgical Site Inferction (SSI) Pasien Sectio Caesarea Tahun 2016" Surveilans dilakukan secara rutin setiap bulan oleh IPCLN di setiap ruangan dengan menggunakaan bundle prevention IDO yang ada pada status rekam medis pasien mulai dari tahap preoperasi, durante operasi dan post operasi. Dilakukan pengumpulan data dengan studi dokumentasi status rekam medis pasien untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data oleh IPCN PPI RS X Surabaya agar dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat. Setiap pasien dengan tindakan pembedahan dilengkapi dengan formulir bundles prevention IDO pada status rekam medisnya oleh petugas pendaftaran. Formulir tersebut harus diisi oleh perawat yang bertanggung jawab pada pasien dimulai dari tahap pre operasi hingga tahap post operasi. Pada tahap preoperasi di ruangan formulir diisi oleh perawat ruangan, pre anestesi, durante operasi oleh perawat bedah, post operasi oleh perawat recovery room, yang nantinya akan dilanjutkan ke ruangan ataupun hingga pasien tersebut rawat jalan. 6. Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Bundles IDO a. Hasil dari penelitian Hakim, Surahman (2017) Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) dalam menjalankan tugasnya mempunyai peranan untuk keberhasilan program pencegahan dan pengendalian infeksi ini. Tugas IPCN sebagai surveilans, supervisi dan melakukan audit sangat penting untuk keberhasilan program penerapan Bundles IDO ditambah kerjasama dengan semua pihak di rumah sakit. Supervisi yang dilakuakn IPCN bertujuan untuk pembinaan kinerja petugas kesehatan. b. Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) sebagai perpanjangan tangan IPCN berperan mengumpulkan data di 22 ruangan, melakukan reedukasi pencegahan infeksi kepada perawat ruangan (Hakim, Surahman (2017). c. Perawat ruangan berperan dalam pelaksanaan kegiatan Bundle prevention dan mendokumentasikan pada formulir pada rekam medis pasien. Pada tahap preoperasi di ruangan formulir diisi oleh perawat ruangan, pre anestesi oleh perawat anestesi, durante operasi oleh perawat bedah, post operasi oleh perawat recovery room, yang nantinya akan dilanjutkan ke ruangan ataupun hingga pasien tersebut rawat jalan (Mudjianto, D. dkk, 2017) 23 BAB III KESIMPULAN & SARAN A. KESIMPULAN 1. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan 2. Epidemiologi IDO Ada perbedaan angka kejadian IDO yang sangat tinggi di negara-negara dengan pendapatan menengah hingga rendah/Low Middle Incom Countries (LIMC) dan Asia Tenggara dibandingkan dengan kejadian di Amerika, Eropa, dan Australia. 3. Kriteria Infeksi Daerah Operasi Infeksi Daerah Operasi Superfisial, Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional, Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga 4. Faktor risiko IDO Faktor risiko pra-operasi, perioperasi, intraoperasi, paska operasi 5. Metode paling baku adalah menghitung insiden IDO dalam jangka waktu tertentu untuk prosedur operasi spesifik. Perhitungan dilakukan dengan membagi jumlah IDO yang teramati dengan jumlah prosedur operasi. 6. Langkah-langkah Pencegahan IDO Langkah pencegahan meliputi intra operasi, preoperasi, Manajemen luka paska operasi 7. Bundle merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten. Dalam beberapa jurnal penelitian bundle yang dilaksanakan berbeda-beda 8. 4 Bundle Hais menurut PMK No 27 tahun 2017 24 Ventilator Associated Pneumonia (VAP) , Infeksi Aliran Darah (Blood Stream Infection/BSI), Infeksi Saluran Kemih (ISK), Infeksi Daerah Operasi (IDO) 9. Bundles Care IDO (PMK 27, (2017); AIPSIC, 2008)): Mandi sebelum operasi, f. Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya operasi dan dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan operasi. g. Antibiotika profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan operasi dan sesuai dengan empirik. h. Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal. i. Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal 10. Dampak Bundles care terhadap kejadian infeksi dan rawat inap Berbagai hasil penelitian memaparkan dampak positif dari penerapan bundle care yaitu dapat menurunkan angka kematian, biaya perawatan dan lama rawatan. 11. Salah satu gambaran pelaksanaan surveilans Hais IDO di RS X Surabaya yaitu setiap pasien dengan tindakan pembedahan dilengkapi dengan formulir bundles prevention IDO pada status rekam medisnya, formulir tersebut harus diisi oleh perawat yang bertanggung jawab pada pasien dimulai dari tahap pre operasi hingga tahap post operasi hingga pasien tersebut rawat jalan 12. Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Bundles IDO a. Tugas IPCN sebagai surveilans, supervisi dan melakukan audit. b. IPCLN berperan mengumpulkan data di ruangan, melakukan reedukasi pencegahan infeksi kepada perawat ruangan. c. Perawat ruangan berperan dalam pelaksanaan kegiatan Bundle prevention dan mendokumentasikan pada formulir pada rekam medis pasien B. SARAN Berdasarkan hasil pembahasan dan Kesimpulan, maka peneliti menganjurkan 1. Bagi Pasien dan keluarga Perlunya edukasi dan dorongan motivasi bagi pasien dan keluarga agar melaksanakan program pencegahan infeksi di Rumah sakit dengan baik dan benar sesuai arahan. 25 2. Bagi penulis Hendaknya dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada kasus bedah obstetri maupun ginekologi khususnya dalam hal pencegahan Hais dan meningkatkan kualitas penulisan karya tulis. 3. Bagi perkembangan profesi keperawatan a. Agar perawat terus menerus meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan khususnya ilmu pengetahuan dan praktik pencegahan Hais. b. Untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang topik sejenis sehingga dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya pada upaya menurunkan Hais yang akan menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu & bayi.Bagi instansi Rumah Sakit. 4. Bagi instansi Rumah Sakit a. Rumah Sakit mendukung penuh Program Pencegahan Infeksi, melakukan evaluasi berkala dan memberikan feedback atas laporan kegiatan pencegahan infeksi b. Rumah Sakit memfasilitasi peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat tentang Pencegahan Infeksi secara berkala melalui pelatihan sebagai refresh materi pencegahan infeksi. c. Rumah Sakit menyediakan media edukasi bagi petugas untuk mengingatkan kegiatan pencegahan infeksi yang yang harus terus-menerus dilaksanakan 26 DAFTAR PUSTAKA APSIC. 2018. Pedoman APSIC untuk Pencegahan Infeksi Daerah Operasi. Hutagaol, Lerson dkk. 2020. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN SOP BUNDLE HEALTHCARE ASSOCIATED INFECTIONS (HAIs) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG https://stikes-nhm.e-journal.id/NU/index Kementrian Kesehatan RI, 2017. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANGPEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN. Mudjianto D. 2017. KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR BUNDLE PREVENTION SURVEILANS SURGICAL SITE INFECTION (SSI) PASIEN SECTIO CAESAREA TAHUN 2016. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 13-25 Suherlin, N. 2020. EFEKTIFITAS PELATIHAN MANAJEMEN BUNDLE CARE HEALTHCARE ASSOCIATED INFECTIONS (HAIS)TERHADAP PENGETAHUAN PERAWAT DI RSI SITI RAHMAH PADANG. MENARAIlmu Vol. XIV No.02 Oktober 2020 Sumarningsih, P, dkk. 2020. Pengaruh Faktor Resiko Terhadap Kejadian ILO pada Pasien Bedah Obstetri dan Ginekologi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Effect of Risk Factor. Majalah Farmaseutik Vol. 16 No. 1: 43-49 Factor. ISSN-p : 1410-590x ISSN-e:2614-0063. Download dari file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/47986-157740-1-PB-1.pdf Surahman, Hakim. 2017. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA INFEKSI DAERAH OPERASI PASCA SC DI DEPARTEMEN OBSGIN RSCM. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. VOl. 6. No. 01 Maret. 2017. Halaman 13-19. Wahyuningsih, Ike Pudji. 2020. ANALISIS PELAKSANAAN BUNDLES CARE IDO TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DAERAH OPERASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP LAMA RAWAT PASIEN. Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 1 No. 6, Desember 2020. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Yatsi Tangerang, Banten Download dari https://www.neliti.com/id/publications/330931/analisispelaksanaan-bundles-care-ido-terhadap-kejadian-infeksi-daerahoperasi-d 25/04/2020 27