BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overdosis obat adalah hal yang serius dan mengancam nyawa. Apabila overdosis obat terjadi maka akan menyebabkan kerusakan setiap system tubuh manusia, dimana seseorang mengalami ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh. Overdosis merupakan keracunan pada pengguna obat baik disengaja maupun tidak di sengaja, hal ini dapat terjadi pada setiap umur. Angka kejadiannya mengalami peningkatan pada tahun 2011, diperkirakan kasus overdosis obat diseluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 35 juta orang diantaranya adalah overdosis NAPZA dan 80% tinggal dinegara berkembang menurut The International Narcotic Control Board (INCB). Menurut laporan BNN 2012 bahwa rata- rata pengguna NAPZA yang terdata di Indonesia 20% mengalami kematian akibat overdosis dan 10% bisa di tangani oleh tim medis. Angka prevalensi dan insiden di perkirakan lebih tinggi di negara berkembang, dikarenakan negara berkembang masih kurang akan pengetahuan tentang dampak dari NAPZA salah satu contohnya adalah Indonesia, yang merupakan salah satu penghasil narkotika terbesar di dunia dan sebagai terget peredaran narkotika jaringan internasional. Hal ini beresiko tinggi bagi warga yang belum mengetahui dampak NAPZA itu sendiri, terutama kalangan remaja atau pelajar. Sedangkan 15 jutanya merupakan kasus overdosis penggunaan obat medis yang di izinkan, dimana penggunaannya tidak sesuai dengan dosis yang di anjurkan, kurang mengerti tentang tujuan pengobatan dan tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya. Penyebab pasti yang sering terjadi overdosis obat adalah usia, lansia sering lupa bahwa dia sudah minum obat, sehingga terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi . Merk dagang untuk obat yang sama misalnya furosemid unex. Gangguan emosi dan (antidiuretik) dikenal sebagai Lasix, mental uremia dan menyebabkan ketagihan penggunaan obat untuk terapi penyakit (habituasi) misalnya barbiturate, anti depresan dan transquilizer. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi putau, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK). Pada kasus overdosis obat jika tidak di tangani dengan segera dapat mengakibatkan komplikasi seperti dehidrasi, koma, serta henti jantung. Oleh karena itu, peran perawat sangat penting untuk penanganan kegawatdaruratan agar tidak terjadi komplikasi, sehingga perawat harus tahu konsep kegawatdaruratan, konsep overdosis obat atau NAPZA, dan penanganan pada pasien overdosis. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Konsep Overdosis Obat? 2. Bagaimana Konsep Dasar Kegawatdaruratan? C. Tujuan 1. Memahami Konsep Dasar Kegawatdaruratan 2. Memahami Konsep Overdosis BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat 1. Definisi keperawatan gawat darurat Keperawatan gawat darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injury akut atau sakit yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan Pendidikan kesehatan masyarakat. 2. Tujuan penanggulangan gawat darurat a. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat. b. Merujuk pasien gawat darurat melalui system rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai. c. Penanggulangan korban bencana. Untuk dapat mencegah kematian petugas harus mengetahui penyebab kematian yaitu : a. Mati dalam waktu singkat ( 4- 6 menit) 1) Kegagalan system otak 2) Kegagalan system pernapasan 3) Kegagalan system kardiovaskuler b. Mati dalam waktu lebih lama 1) Kegaglan system hati 2) Kegagalan system ginjal (perkemihan) 3) Kegagalan system pancreas (endokrin) 3. Prinsip – prinsip keperawatan gawat darurat Konsep triage gawat darurat adalah berdasarkan pengelompokkan atau klasifikasi klien ke dalam tingkatan prioritas tergantung pada keparahan penyakit atau injuri. a. Gawat Darurat (Emergency Triage) Pasien dalam keadaan gawat dan terancam nyawa atau anggota badannya akan mengalami kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, misalnya cedera berat, infark miokard akut, gangguan airway dan syok anafilaktik. b. Gawat Tidak Darurat (Urgent Triage) Pasien dalam keadaan darurat tetapi memerlukan tindakan darurat. Kategori yang mengindikasikan bahwa klien harus dilakukan tindakan segera misalnya cedera spinal, stroke, appendicitis, cholesistitis. c. Darurat Tidak Gawat (Nonurgent Triage) Pasien dalam keadaan cedera tapi tidak mengancam nyawa dan anggota dan anggota badannya, secara umum dapat bertoleransi menunggu beberapa jam untuk pelayanan kesehatan tanpa suatu resiko signifikan terhadap kemunduran pasien misalnya laserasi kulit, kontusio, abrasi dan luka lain, fraktur tulang pendek dan sendi serta demam. 4. Penatalaksanaan a. Primary Survey Dan Intervensi Resusitasi Primary survey mengatur pendekatan ke klien sehingga ancaman kehidupan segera dapat diidentifikasi dan tertanggulangi dengan efektif secara cepat.primary survey berdasarkan standar yaitu : 1) Airway (jalan napas)/spinal servical Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan kepatenan jalan napas. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak. Spinal servical harus diproteksi pada klien trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual alignment leher pada posisi netral, posisi in-line dengan menggunakan maneuver jaw thrust ketika mempertahankan jalan napas. 2) Breathing Breathing menjadi prioritas berikutnya dalam primary survey. Pengkajian ini untuk mengetahui usaha ventilasi efektif atau tidak hanya pada saat klien bernafas. Pengkajian dilakukan dengan auskultasi bunyi nafas dan evaluasi ekpansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada ajtau abdominalitas fisik. Inetrvensi pada fase ini adalah melakukan intubasi endotracheal dan dekompresi dada (RJP). 3) Circulation Memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui resusitasi kardiopulmonar, control pendarahan, akses intravena dengan penatalaksanaan cairan dan adarah jika diperlukan dan obat – obatan. Perdarahan internal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus dicurigai pada klien trauma atau mereka yang dalam status syok. 4) Disability Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status neurologis. Metode ini mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran adalah dengan AVPU: A : Alert (waspada) V : Renponsive to Voice (berespon terhadap suara) P : Responsive to Pain (berespon terhadap nyeri) U : Unresponsive (tidak ada respon) Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara objektif dan diteerima luas adalah Glaslow Coma Scale (GCS) yang menilai respon mata, respon verbal dan respon motoric. Score terendah adalah 3 yang mengindikasikan tidak responsifnya klien secara total , GCS nrrmal adalah 15. Abnormalitas metabolic, hipoksia, trauma neurologis dan intoksikasi dapat mengganggu tingkat kesadaran. 5. Exposure Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian harus di gunting untuk mencapai akses cepat ke bagian tubuh. 6. Folley Catheter Pemasangan kateter dilakukan untuk mempermudah eliminasi/ berkemih pada pasien dengan penurunan kesadaran atau dengan kondisi tertentu, selain itu pemasangan kateter juga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah pengeluaran cairan. 7. Gastric Tube Tindakan yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh, salah satunya dengan prosedur kumbha lambung. 8. Heart Monitor Pemantauan peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah harus selalu dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi kegawatdaruratan lebih lanjut yang biasanya cenderung mengakibatkan komplikasi pada system kardiovaskuler. b. Secondary Survey Dan Intervensi Resusitasi Setelah dilakukan fase primary survey maka pada fase ini dilakukan pengkajian head to toe yang lebih komprehensif untuk mengidentifikasi trauma lain atau isu medis yang memerlukan penatalaksanaan atau dapat mempengaruhi perawatan. B. Konsep Dasar Overdosis 1. Definisi Overdosis Overdosis merupakan keracunan pada penggunaan obat baik yang disengaja maupun tidak disengaja dengan maksud bunuh diri. Overdosis merupakan keadaan dimana seseorang mengalami gejala terjadinya keracunana yang mengakibatkan ketidaksadaran akibat obat yang melebihi dosis yang bisa diterima oleh tubuh. Overdosis / intoksikasi adalah kondisi fisik dan perilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh. 2. Jenis – jenis Beberapa jenis overodsis yang sering ditemui pada kasus penggunaan NAPZA diantaranya sebagai berikut: a. Intoksikasi Opioida b. Intoksikasi Sedative Hipnotik c. Intosikasi Amfetamin Amfetamin merupakan jenis narkoba kelompok psikoaktif sintesis yang disebut system saraf pusat stimulant. Amfetamin dapat berupa serbuk putih, kuning maupun coklat atau bubuk putih kristal kecil. Secara klinis efek samping amfetamin mirip dengan kokain, tetapi amfetamin memilki waktu paruh yang lebih panjang disbanding dengan kokain ( 10-15 jam ) dan durasi yang memberikan efek euphoria 4-8 kali lebih lama disbanding kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator yeng mengaktifkan “reserve power” yang ada dalam tubuh manusia. d. Intoksikasi Alcohol e. Intoksikasi Kokain 3. Etiologi a. Keadaan ini sering terjadi dan factor penyebabnya adalah : 1) Usia. Lansia sering lupa bahwa ia sudah minum obat, sehingga sering terjadi kesalahan dosis karena lansia minum lagi. 2) Merk dagang. Banyaknya produk dagang untuk obat yang sama sehingga pasien menjadi bingung. 3) Penyakit. Penyakit yang menurunkan metabolism obat dihati atau sekresi obat melalui ginjal akan meracuni darah. 4) Gangguan emosi dan mental. penggunaan obat untuk terapi penyakit. Menyebabkan ketagihan 5) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba bersamaan dengan alcohol. 6) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya. 7) Kualitas barang yang dikonsumsi berbeda. b. Factor ketidakpatuhan terhadap pengobatan : 1) Kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan. 2) Tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya. 3) Sukarnya memperolah obat diluar rumah sakit. 4) Mahalnya harga obat. 5) Kurangnya perhatian dan pengertian keluarga, yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat itu kepada pasien. 6) Efek samping dapat timbul akibat menaikan dosis obat yang biasanya tidak bereaksi, mengganti cara pemberian obat, atau memakai obat dengan merk dagang lain. 4. Manifestasi Klinis Overdosis Umum a. Penurunan kesadaran. b. Frekuensi pernapasan kurang dari 12 kai/menit. c. Adanya riwayat pemakaian obat- obat terlarang d. Suhu tubuh menurun. e. Kebiruan pada kuku dan mulut. f. Adanya suara mengorok atau mendengkur yang berasal dari tenggorokkan yang menandakan bahwa seseorang mengalami kesulitan bernafas . g. Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis. h. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi. i. Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningal. 5. Komplikasi a. Gagal ginjal b. Kerusakan hati c. Gangguan pencernaan d. Gangguan pernafasan 6. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pengukuran dari sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (Menurun sekian % dari harga normal ). Kercunan akut : Ringan : 40 - 70 % Sedang : 20 - 40 % Berat : < 20 % b. Patologi Anatomi ( PA ). Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya. D. PENATALAKSANAAN 1. Tindakan emergensi Airway : Bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi. Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontanatau pernapasan tidak adekuat. Circulation: Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan. 2. Identifikasi penyebab keracunan Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda usahausaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan. 3. Eliminasi racun. Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara: a. Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan dalam 1 jam pertama sesudah menelanbahan beracun, bila sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut mempunyai efek yang menghambatmotilitas (memperpanjang pengosongan) lambung. Rangsang muntah dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat dilakukan dengan pemberian obat- obatan : a). ditetapkan.b). Sirup Ipecac, diberikan sesuai dosis yang telah Apomorphine Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir 100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg BB secara subkutan. Kontraindikasi rangsang muntah : Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon tersebut mengandungbahan-bahan yang berbahaya seperti camphor, produk-produk yang mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan pestisida. Keracunan bahan korossif Keracunan bahan - bahan perangsang CNS ( CNS stimulant, seperti strichnin) Penderita kejang Penderita dengan gangguan kesadaran b. Kumbah Lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2 jam sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan bahan yang dapat menghambat pengosonganl ambung. Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada : Keracunan bahan korosif Keracunan hidrokarbon Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau penderita- penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa endotracheal. Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan miring kekiri, kemudian di masukkan pipa orogastrik dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis ( normal saline/ PZ ) atau ½ normal saline 100 ml atau kurang berulang-ulang sampai bersih c. Pemberian Norit ( activated charcoal )Jangan diberikan bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis. Indikasi pemberian norit untuk keracunan : Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen, salisilat,antiinflamasi non steroid,morphine,propoxyphene.· Anticonvulsants/ sedative : barbiturat, carbamazepine,chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium valproate.· Lain-lain : digitalis,quinine, amphetamine, chlorpheniramine, theophylline, cyclic cocaine, anti – depressantsNorittidakefektifpadakeracunan Fe, lithium, cyanida, asambasakuatdanalkohol. CatharsisEfektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan diberikan bila ada gagal ginjal,diare yang berat ( severe diarrhea ), ileus paralitik atau trauma abdomen. Diuretika paksa ( Forced diuretic )Diberikan pada keracunan salisilat dan phenobarbital ( alkalinisasi urine ).Tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine 5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai terjadi overload cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum pada pemberian diuresis paksa.Kontraindikasi : udema otak dan gagal ginjal 4. Pemberan antidotum kalau mungkin Pengobatan SupportifPemberian cairan dan elektrolitPerhatikan nutrisi penderitaPengobatan kelainan elektrolitdsb.) simtomatik (kejang, hipoglikemia, BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWAT DARURATAN PADA PASIEN OVERDOSIS A. PENGKAJIAN 1. Primary survey a. airway support pada pasien dengan overdosis yang perlu diperhatikan adalah adanya sumbatan jalan napas pada pasien dengan kondisi tidak sadar. Apabila terjadi sumbatan maka tehnik yang dapat digunakan adalah cross finger dan finger sweep. b. breathing support setelah dipastikan jalan napas aman, maka dapat dilakukan penilaian status pernapasan pasien, tehnik yang dilakukan yaitu look, listen and feel, melakukannya tidak lebih dari 10 menit, jika pasien masih bernaps maka pertahankan jalan napas agar tetap terbuka, jika pasien tidak bernapas berikan 2x bantuan pernapasan. c. circulation support pemberian ventilasi buatan dan kempresi dada luar yang diberikan pada pasien yang mengalami henti jantung. Selain itu mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan system jantung dan paru agar dapat berfungsi dengan optimal dilakukan bantuan hidup dasar lanjutan. d. disability penilaian status neurologi meliputi tingkat kesadaran, GCS dan uuran reaksi pupil serta tanda – tanda vital. e. exposure lakukan pengkajian head to toe f. folley catheter pemasangan kateter pada pasien overdosis dilakukan untuk melakukan perhitungan balance cairan. g. gastric tube bertujuan untuk membersihkan lambung serta menghilangkan racundari dalam lambung. Prosedurnya yaitu: 1) Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan 2) Membawa alat dekat pasien 3) Atur posisi pasien dalam sikap fowler bila sadar 4) Pasang sampiran 5) Pasang pengalas 6) Meletakkan ember diats kait pel 7) Perawat cuci tangan dan memasang sarung tangan 8) Ambil selang sonde langsung dan keluarkan air dari dalam selang 9) Selag diukur dari epigastrium ke mulut kemudian ditambah dari mulut ke bawah telinga kemudian di beri tanda 10) Memasang selang yang telah diklem perlahan kedalam lambung melalui mulut 11) Pastikan apakah selang benar telah masuk ke lambung dengan cara emasukkan pangkalnya kedalam air dan klem di buka, jika tidak ada gelembung berarti sonde sudah masuk kedalam lambung 12) Atur posisi pasien, berbaring tanpa bantal dengan kepala lebih rendah 13) Kosongkan isi lambung dengan cara merendahkan dan mengarahkan sonde kedalam ember 14) Jepit selang dan pasang spuit 100cc kemudian tuangkan air perlahan dan sedikit miringkan sambal klem dibuka, lakukan berulang sampai cairan yang keluar telihat jernih 15) Keluarkan selang dari lambung dan masukan kedalam kom 16) Beri air untuk kumur kemudian mulut dan sekitarnya dibersihkan tissue 17) Angkat pengalas dan rapihkan klien serta bersihkan alat h. heart monitor pemantauuan peningkatan detak jantung, tekana darah dan kerusakan pada system kardiovaskuler. Kaji riwayat : A : Allergies M : Medication ( overdosis obat: ekstasi) P : Past medical histori ( riwayat ) L : last oral intake (obat terakhir yang di konsumsi) E : even (kejadian overdosisnya obat, deskripsi gejala, keluhan utama dan mekanisme overdosis) 2. secondary survey Pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan penyembuhan. Fase ini meliputi : fase penerimaan awal antara 1-3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental dan fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medic, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. B. MASALAH KEPERAWATAN/ DIAGNOSA Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah : 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d intoksikasi Tujuan : pasien menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien menunjukkan kemudahan bernaps, pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas Intervensi : a. kaji frekuensi, kedalama dan upaoya pernapasan b. penghisapan jalan napas c. auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan suara napas buatan d. ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum e. konsultasikan dengan tim medis dalam pemberian oksigen jika perlu 2. Pola napas tidak efektif b.d depresi susunan saraf pusat Tujuan : pasien menunjukkan pola pernapasan efektif Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien menunjukkan status pernapasan: status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu, kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Intervensi : a. pantau kecepatan irama, kedalaman dan upaya pernapasan b. pantau pola napas c. auskultasi suara napas, perhatikan ada penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya suara napas tambahan d. informasikan kepada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk menperbaiki pola napas 3. Ganguan perfusi jaringan perifer b.dpenurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah Tujuan : keadekuatan aliran darah melalui pembuluh darah kecil pada ektermitas untuk mempertahankan fungsi jaringan Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam suhu, hidrasi, warna kulit, nadi perifer, tekanan darah, dan pengisian kapiler baik dan lancer dalam batas normal Intervensi : a. kaji terhadap sirkulasi perifer pasien (nadi perifer, edema, warna, suhu dan pengisian ulang kapiler pada ekstermitas) . memantau sirkulasi perifer b. manajemen sensasi perifer : mencegah atau meminimalkan ketidaknyamanan pasien c. ajarkan pasien/ keluarga tentang menghindari suhu ektrim pada ekstermitas , jika ada tanda dan gejalanya dapat langsung dilaporkan ke ruang perawat d. kolaborasi: berikan obat anti trombosit atau antikoagulan , untuk mencegah pembekuan darah karena infusiensi arteri dan vena 4. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif Tujuan : pengembalian volume cairan klien Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam hidrasi adekuat dan status nutrisi adekuat maupun keseimbangan cairan pasien dalam batas normal Intervensi : a. pantau cairan elektrolit pasien (intake/output), mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan elektrolit b. menejmen cairan (timbang berat badan, TTV, intake/ output), meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak diharapkan c. anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus, agar dapat mencatat intake pasien d. kolaborasi : laporkan dan catat haluaran kurang/lebih dari batas normal dan berikan terapi IV sesuai program 5. Resiko distress pernapasan b.d asidosis metabolic Tujuan : pasien mempertahankan pernapasanya secara efektif Kriteria : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien bebas dari sianosis dan tanda-tanda syok. Intervensi : a. pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, mendeteksi drajat trauma b. angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya(semi/fowler), untuk mempermudah ekspansi paru c. anjurkan pasien melakukan latihan napas dalam, mencegah atau menurunkan atelektasis d. kolaborasi : pemberian oksigen (non rebirthing), mempertahankan breathing pasien.