LAPORAN PENDAHULUAN ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG DAN SINDROMA KORONER AKUT TANPA ELEVASI SEGMEN ST STASE KEPERAWATAN KRITIS ICCU Disusun Oleh Mila Marta Dinata P1908106 PROGRAM STUDI PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI ILMU KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA 2020 A. Anatomi Fisiologi Jantung terletak dalam rongga mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru-paru. Posisi jantung miring sehingga bagian ujungnya yang runcing (apex) menunjuk ke arah bawah ke pelvis kiri, sedangkan ujungnya yang lebar yaitu bagian dasarnya, menghadap ke atas bahu kanan. Jantung terdiri dari dua lapisan yaitu; (1) lapisan dalam atau perikardium viseral, dan (2) lapisan luar (perikardium parietal). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung. Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan yaitu: 1. Epikardia adalah lapisan visera pada perikardia serum 2. Miokardia adalah bagian jantung yang berotot, terdiri atas otot jantung yang berkontraksi dan serta purkinje yang tidak berkontraksi yang mengantarkan impuls saraf. 3. Endokardia adalah endotelium tipis dan halus yang menjadi pembatas dalam jantung yang berhubungan dengan pembatas dalam pembuluh darah. Dua pertiga jantung berada di sebelah kiri sternum. Apex jantung, berada di sela iga keempat dan kelima pada garis tengah klavikula. Pada dewasa rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm dan lebar 9 cm dengan berat 300 sampai 400 g. Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke sirkulasi sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri, aorta arteri, arteriola, kapiler, venula, vena, dan vena kava (gambar 1). Sistem pengaturan jantung 1. Serat Purkinje. Serat ini adalah serabut otot jantung khusus yang mampu mengantar impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung. Hantaran yang cepat di sepanjang sistem Purkinje memungkinkan atrium berkontraksi bersamaan, kemudian diikuti dengan kontraksi ventrikular yang serempak, sehingga terbentuk kerja pemompaan darah yang terkoordinasi. 2. 3. 4. Nodus sinoatrial (nodus SA) 2.1 Lokasi. Nodus SA adalah suatu massa jaringan otot jantung khusus yang terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah permukaan vena kava superior. 2.2 Nodus SA melepaskan impuls sebanyak 72 kali permenit, frekuensi irama yang lebih cepat dibandingkan dalam atrium (40 sampai 60 kali permenit), dan ventrikel (20 kali permenit). Nodus ini dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom, yang akan mempercepat atau memperlambat iramanya. 2.3 Nodus SA mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut pemacu jantung (pacemaker). Nodus atrioventrikular (nodus AV) 3.1 Lokasi. Impuls menjalar di sepanjang pita serat purkinje pada atrium, menuju nodus AV yang terletak di bawah dinding posterior atrium kanan. 3.2 Nodus AV menunda impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadi kontraksi ventrikular. Berkas AV (berkas His) 4.1 Lokasi. Berkas AV adalah sekelompok besar serat purkinje yang berasal dari nodus AV dan membawa impuls di sepanjang septum interventrikular menuju ventrikel. Berkas ini dibagi menjadi percabangan berkas kanan dan kiri. 4.2 Percabangan berkas kanan memanjang di sisi dalam ventrikel kanan. Serabut bercabang menjadi serat-serat purkinje kecil yang menyatu dalam serat otot jantung untuk memperpanjang impuls. 4.3 Percabangan berkas kiri memanjang di sisi dalam ventrikel kiri dan bercabang ke dalam serabut otot jantung kiri. B. Bunyi Jantung Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan dapat di dengar melalui stetoskop. “lup” mengacu pada saat katup AV menutup dan “dup” mengacu pada saat katup semilunar menutup (gambar 6). Bunyi ketiga atau keempat adalah bunyi jantung yang abnormal yang disebabkan fibrasi yang terjadi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, dan dapat di dengar jika bunyi jantung diperkuat dengan mikrofon. Oleh karena itu, bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada permulaan sistol ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan atrium dan menutup katup mitral dan trikuspid. Pada kasus tenosis mitral terdengar bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras akibat kekakuan daun-daun katup. Bunyi jantung kedua (S2) terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel karena tekanan ventrikel turun sampai di bawah tekanan arteri pulmonalis dan aorta, sehingga katup pulmonalis dan aorta tertutup. Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama diastolik ventrikel yaitu bunyi jantung ketiga dan keempat. Kedua bunyi ini disebut sebagai irama gallop, istilah ini dapat digunakan karena tambahan bunyi jantung yang lain tersebut merangsang timbulnya irama gallop seperti derap lari kuda. Bunyi ketiga terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut sebagai gallop ventrikular apabila abnormal. Bunyi keempat timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai gallop atrium. Bunyi keempat biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali, bunyi ini timbul sesaat sebelum bunyi jantung pertama. Gallop atrium terdengar bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel. C. Curah Jantung Bagaimana kita bisa menilai efektivitas jantung sebagai pompa? Salah satunya adalah dengan mengukur curah jantung [cardiac output (CO)], volume darah yang dipompa oleh satu ventrikel dalam periode waktu tertentu (satu menit) satu menit. Karena semua darah yang meninggalkan jantung mengalir melalui jaringan, curah jantung merupakan indikator aliran darah total melalui tubuh, sehingga curah jantung merupakan ukuran penting dari fungsi jantung. Namun, curah jantung tidak memberitahu kita bagaimana darah didistribusikan ke berbagai jaringan. Aspek aliran darah diatur pada tingkat jaringan. Curah jantung [cardiac output (CO)] dapat dihitung dengan mengalikan denyut jantung (denyut per menit) dengan isi sekuncup (mL per beat, atau per kontraksi): Curah jantung=denyut jantung x isi sekuncup Untuk rata-rata denyut jantung istirahat 72 detak per menit dan isi sekuncup 70 mL per detak, maka rata-rata curah jantung orang dewasa dapat dihitung: Curah jantung = denyut jantung x isi sekuncup = 72 detak / menit x 70 mL / detak = 5040 mL / menit (atau sekitar 5 L / menit) Rata-rata volume darah total sekitar 5 liter. Ini berarti bahwa, saat istirahat, satu sisi jantung memompa semua darah dalam tubuh melewatinya hanya dalam satu menit! Normalnya, curah jantung adalah sama untuk kedua ventrikel. Namun, jika salah satu sisi jantung mulai gagal untuk beberapa alasan dan tidak dapat memompa secara efisien, curah jantung menjadi tidak sama. Curah jantung meningkat dengan latihan karena keduanya isi sekuncup dan denyut jantung meningkat. Selama latihan, curah jantung dapat meningkat menjadi 30-35 L / menit. Perubahan homeostasis dalam curah jantung dicapai dengan menvariasikan denyut jantung, isi sekuncup, atau keduanya. Perbedaan antara curah jantung ketika seseorang sedang beristirahat dan curah jantung maksimum disebut cadangan jantung. Semakin besar cadangan jantung seseorang, semakin besar kapasitasnya untuk melakukan latihan. Penyakit jantung dan kurang olahraga bisa mengurangi cadangan jantung dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Latihan dapat meningkatkan cadangan jantung dengan meningkatkan curah jantung. Pada atlet terlatih, isi sekuncup selama latihan dapat meningkat menjadi lebih dari 200 mL / detk, menghasilkan curah jantung 40 L / menit atau lebih. 1. Isi Sekuncup Volume darah yang dikeluarkan dari setiap ventrikel selama sistol disebut isi sekuncup [stroke volume (SV)]. Denyut jantung meningkat dengan stimulasi neuron simpatis ke jantung dan oleh epinefrin; dan menurun oleh stimulasi neuron parasimpatis ke jantung. Isi sekuncup meningkat terutama oleh peningkatan volume diastolik akhir (mekanisme FrankStarling) dan oleh peningkatan kontraktilitas karena stimulasi simpatis atau epinefrin. Peningkatan afterload dapat mengurangi isi sekuncup dalam situasi tertentu. Perlu diingat bahwa ventrikel tidak kosong sepenuhnya. Jumlah darah yang tidak keluar selama setiap siklus adalah perbedaan antara apa yang terkandung pada akhir diastol dan apa yang tersisa pada akhir sistol. Jadi, Isi sekuncup = volume diastolik akhir – volume sistolik akhir SV = EDV – ESV Selama diastol, darah mengalir dari atrium ke ventrikel, dan volume diastolik akhir biasanya meningkat sekitar 125 mL. Setelah ventrikel sebagian kosong selama sistol, volume akhir sistolik menurun sekitar 55 mL. Jadi, isi sekuncup adalah sama dengan 70 mL (125-55). Jadi setiap ventrikel memompa darah sekitar 70 mL setiap detakan, yang mana sekitar 60 % darah di chambernya. Untuk lebih memahami isi sekuncup, bayangkan bahwa Anda meremas spons di bawah keran air yang mengalir. Ketika Anda merelaksasikan jari-jari Anda, spons terisi dengan air; Anda kemudian menkontraksikan jari-jari Anda, spons akan melepaskan air. Bahkan setelah Anda telah meremas spons, air tetap di dalamnya. Dalam analogi ini, jumlah air yang Anda peras keluar dari spons (isi sekuncup) adalah perbedaan antara jumlah air dalam spons ketika tangan Anda relaksasi (volume akhir diastolik) dan jumlah yang tersisa di spons setelah Anda meremasnya (volume akhir sistolik). Isi sekuncup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan volume diastolik akhir atau dengan mengurangi volume sistolik akhir. Selama latihan, peningkatan volume diastolik akhir karena peningkatan aliran balik vena, yang merupakan jumlah darah yang kembali ke jantung dari sirkulasi sistemik. Volume sistolik akhir menurun karena jantung berkontraksi lebih kuat. Misalnya, isi sekuncup dapat meningkat dari nilai keadaan istirahat 70 mL ke nilai berolahraga 115 mL dengan meningkatkan volume akhir diastolik sampai 145 mL dan penurunan volume akhir sistolik sampai 30 mL. Walaupun beberapa faktor mempengaruhi isi sekuncup dengan mengubah EDV atau ESV, tiga faktor yang paling penting mengatur isi sekuncup yaitu: a. Preload adalah tingkat dimana sel-sel otot jantung diregangkan oleh darah yang memasuki ventrikel jantung. Menurut hukum Frank Starling tentang jantung, semakin besar peregangan ventrikel jantung maka semakin besar juga kekuatan kontraksinya. Karena volume diastol akhir adalah ukuran seberapa banyak darah yang memasuki ventrikel, maka volume diastol akhir merupakan indikator preload ventrikel. b. Kontraktilitas (pengerutan) adalah tingkat seberapa besar otot-otot jantung berkontraksi sebagai hasil dari pengaruh ekstrinsik. Faktor-faktor inotropik positif, seperti hormon-hormon tertentu (epinefrin atau tiroksin), obat-obatan (digitalis), atau kadar Ca2+ yang meningkat, dapat menambah kontraktilitas, sedangkan faktor-faktor inotropik negatif seperti obat-obatan tertentu (penghambat saluran kalsium) atau kadar K+ yang meningkat dapat mengurangi kontraktilitas. c. Afterload adalah ukuran tekanan yang harus dihasilkan ventrikel untuk membuka katup memaruh bulan. Semakin besar afterload, maka semakin kecil isi sekuncup. Arteriosklerosis (peyempitan arteri) dan tekanan darah tinggi menambah afterload dan mengurangi isi sekuncup. Jadi preload mempengaruhi EDV, sedangkan kontraktilitas dan afterload mempengaruhi ESV. 2. Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan darah terhadap dinding pembuluh darah, biasanya mengacu pada tekanan darah arteri di sirkuit sistemik (dalam aorta dan cabang-cabangnya). Tekanan darah arteri adalah terbesar selama kontraksi ventrikel (sistol) ketika darah dipompa ke aorta dan cabangcabangnya. Tekanan ini disebut tekanan darah sistolik, dan secara optimal rata-rata 110 milimeter air raksa (mm Hg) ketika diukur di arteri brakialis. Tekanan arteri terendah terjadi selama relaksasi ventrikel (diastol). Tekanan ini disebut tekanan darah diastolik, dan secara optimal rata-rata 70 mm Hg. Perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik dikenal sebagai tekanan nadi. Peningkatan dan penurunan tekanan darah arteri selama sistol dan diastol ventrikel menyebabkan ekspansi yang sebanding dan kontraksi dinding arteri elastis. Perluasan berdenyut dari dinding arteri menyebabkan setiap ventrikel berkontraksi, dan dapat dideteksi nadinya dengan menempatkan jari pada arteri superfisial. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu: curah jantung, volume darah, dan resistensi perifer. Peningkatan setiap faktor ini menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedangkan penurunan ke tiga faktor ini menyebabkan penurunan tekanan darah. Ingatlah bahwa curah jantung ditentukan oleh denyut jantung dan isi sekuncup. Peningkatan atau penurunan curah jantung menyebabkan perubahan yang sebanding dengan tekanan darah. Volume darah dapat berkurang karena perdarahan berat, muntah, diare, atau asupan air berkurang. Penurunan volume darah menyebabkan penurunan tekanan darah. Banyak obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi beraksi sebagai diuretik, yang berarti obat ini meningkatkan volume urin dan akibatnya volume darah menurun. Begitu cairan yang hilang diganti, tekanan darah kembali normal. Sebaliknya, jika tubuh menahan terlalu banyak cairan, volume darah dan tekanan darah meningkat. Diet tinggi garam merupakan faktor risiko untuk hipertensi karena menyebabkan darah untuk menahan lebih banyak air sebagai akibat dari osmosis, dan menyebabkan peningkatan volume darah. Resistensi perifer adalah perlawanan terhadap aliran darah yang diciptakan oleh gesekan darah terhadap dinding pembuluh darah. Peningkatan resistensi perifer akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan penurunan tahanan perifer menurunkan tekanan darah. Resistensi perifer ditentukan oleh diameter pembuluh, panjang total pembuluh, dan viskositas darah. Arteriol memainkan peran penting dalam mengontrol tekanan dengan mengubah diameter pembuluh darah. Ketika arteriol berkontriksi, resistensi perifer meningkat dan tekanan darah meningkat pula. Ketika arteriol berdilatasi, resistensi perifer dan tekanan darah menurun. Resistensi perifer berbanding lurus dengan total panjang pembuluh darah di tubuh: semakin panjang total panjang pembuluh, semakin besar resistensi untuk mengalir. Baroreseptor juga membantu mengatur tekanan darah. Baroreseptor mengukur tekanan darah dan terletak di aorta dan arteri karotis. Jika tekanan meningkat dalam pembuluh darah ini, informasi ini dikirimkan ke pusat jantung di medula oblongata. Pusat jantung kemudian tahu untuk menurunkan denyut jantung, yang kemudian menurunkan tekanan darah. Jika tekanan terlalu rendah di aorta, baroreseptor menangkap informasi ini dan mengirimkannya ke pusat jantung. Pusat jantung kemudian meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan tekanan darah. Orang gemuk cenderung memiliki hipertensi sebagian disebabkan karena tubuh mereka mengandung lebih banyak pembuluh darah untuk melayani jaringan adiposa tambahan. Viskositas adalah resistensi dari cairan untuk mengalir. Sebagai contoh, air memiliki viskositas rendah, sedangkan madu memiliki viskositas tinggi. Viskositas darah ditentukan oleh rasio plasma terhadap elemen dan protein plasma yang terbentuk. Peningkatan viskositas, atau pergeseran rasio ke arah elemen dan protein plasma yang terbentuk, meningkatkan resistensi perifer dan tekanan darah. Dehidrasi (kehilangan air dari plasma) dan polisitemia (peningkatan jumlah sel darah merah) dapat meningkatkan viskositas. Abnormal dari kadar lemak darah dan gula darah yang tinggi juga merupakan faktor risiko hipertensi karena mereka meningkatkan viskositas darah, selain itu meningkatkan pembentukan plak di dinding pembuluh. Penurunan viskositas dengan hidrasi yang berlebihan atau jenis tertentu dari anemia akan menurunkan resistensi perifer dan tekanan darah. D. KELAINAN, GEJALA, DAN PRINSIP TERAPI 1. Gagal Jantung Gagal jantung adalah adalah sindrom klinis yang kompleks dihasilkan dari setiap gangguan struktural atau fungsional dari pengisian ventrikel atau ejeksi darah sehingga jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme, atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila tekanan pengisian dinaikkan. Penyebab gagal jantung yaitu : a. Penyempitan pembuluh darah arteri jantung yang disebabkan oleh penyakit kolesterol, dan penumpukan lemak jahat. b. Adanya kerusakan otot jantung c. Detak jantung tidak normal d. Komplikasi penyakit lainnya seperti penyakit hipertensi Gejala dari penyakit gagal jatung yaitu: a. Selalu merasakan sakit dan nyeri pada bagian dada. b. Mudah merasakan capek dan lelah saat beraktivitas lebih c. Detak jantung tidak beraturan dengan irama yang cepat (takikardia) d. S3 gallop e. Sering mengalami sesak nafas f. Udem paru g. Kardiomegali radiografi h. Penurunan kemampuan bergerak i. Mengalami gejala batuk yang terus menerus atau berulang dan sering j. Hilangnya fokus fikiran karena tidak bisa konsentrasi Prinsip Terapi Meningkatkan curah jantung, mempertahankan tekanan darah normal, mencegah komplikasi 1) Terapi farmakologi Golongan obat inotropik: glikosida jantung (digoksin, digitoksin) Golongan diuretika: furosemid, Antagonis aldosteron: spironolakton. Golongan ACE inhibitor/ARB: kaptropil / valsartan Golongan β bloker: bisoprolol, karvedilol Antikoagulan Vasodilator: hidralazin, isosorbid dinitara Statin sebagai terapi ajuvan 2) Terapi non-farmakologi Modifikasi gaya hidup dan pola makan Menkonsumsi makanan rendah lemak seperti yang terdapat pada sayur, buah dan biji-bijian Mengurangi konsumsi gula Berolahraga secara teratur dan istirahat yang cukup E. Penyakit Kardiovaskular Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok penyakit jantung dan pembuluh darah yang meliputi: penyakit jantung koroner (coronary heart disease), penyakit serebrovaskular (cerebro-vascular disease), penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease), penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease), penyakit jantung bawaan (congenital heart disease), trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan emboli pulmonal (pulmonary embolism).1 Berdasarkan International Classifi cation of Diseases (ICD-10) edisi ke 10 tahun 2007, penyakit kardiovaskular digolongkan sebagai penyakit sistem sirkulasi darah dan termasuk penyakit tidak menular menurut pengelompokan penyakit Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Riskesdas 2007 menyatakan bahwa proporsi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia pada tahun 2007 adalah 60%, dua kali lebih besar daripada proporsi penyakit menular (28%). Prevalensi PTM utama di Indonesia pada tahun 2007 adalah hipertensi 29,8%, diabetes melitus 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala), dan sindrom metabolik 18,8%. 2 Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di dunia. Pada tahun 2004, sekitar 17,1 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular, sebanyak 7,2 juta di antaranya meninggal akibat penyakit jantung koroner dan 5,7 juta akibat stroke. Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini lebih banyak terjadi pada negara-negara dengan penghasilan rendah dan sedang (82%), termasuk Indonesia. Berdasarkan data di Indonesia, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab lebih dari 30% kematian pada semua usia dengan proporsi kematian akibat: (i) stroke sebesar 15,4%, (ii) hipertensi sebesar 6,8%, (iii) penyakit jantung koroner sebesar 5,1%, dan (iv) penyakit jantung sebesar 4,6%.2 Jika tidak dilakukan tindakan pencegahan terhadap faktor risiko penyakit kardiovaskular, maka pada tahun 2030 jumlah orang yang meninggal akan meningkat sampai 23,6 juta, dan peningkatan jumlah kematian terbanyak akan terjadi di wilayah Asia Tenggara. 1. PENYAKIT JANTUNG KORONER Penyakit jantung koroner seringkali dikaitkan dengan aterosklerosis. Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yaitu: athero yang berarti sejenis bubur atau pasta dan sclerosis yang berarti pengerasan. Aterosklerosis digambarkan sebagai penumpukan bahan lemak dan kolesterol yang berkonsistensi lunak dan/ atau kalsium yang mengeras di sepanjang dinding arteri. Bentukan inilah yang dikenal dengan plak aterosklerosis (gambar 2). Plak ini akan menyumbat sebagian atau seluruh lumen arteri. Arteri yang tersumbat biasanya arteri yang berukuran sedang dan/atau besar. Pada dasarnya aterosklerosis adalah proses penyempitan perlahanlahan lumen arteri akibat penumpukan lemak, proliferasi sel-sel otot polos, pembentukan kolagen yang meningkat, serta kalsifi kasi. Pada jaman dahulu proses aterosklerosis dianggap sebagai proses degeneratif. Akan tetapi, saat ini diketahui bahwa progresivitas proses aterosklerosis dapat dikendalikan. Proses aterosklerosis sudah dimulai sejak dini, ditandai dengan terbentuknya fatty streak. Fatty streak akan berkembang sejalan dengan usia. Progresivitas fatty streak untuk berkembang menjadi aterosklerosis, sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya faktor-faktor risiko yang menyertainya. Semakin banyak faktor risiko yang mendasarinya akan menyebabkan semakin beratnya proses aterosklerosis. Plak aterosklerosis yang kecil, yaitu dengan penyumbatan/ stenosis kurang dari 50% dan bersifat stabil (tidak mudah ruptur), tidak menyebabkan gangguan aliran darah koroner sehingga tidak menyebabkan gangguan kebutuhan oksigen otot jantung (miokard). Hal ini dikenal dengan penyakit jantung koroner subklinis. Pada kondisi ini belum terjadi proses iskemia miokard. Plak aterosklerosis yang bertambah besarnya akan membentuk trombus intrakoroner yang berakibat rupturnya plak tersebut. Dengan demikian, akan terjadi gangguan pada aliran darah koroner yang dikenal dengan proses iskemia miokard (penyakit jantung iskemik). Ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan pemakaian oksigen miokard akan menimbulkan keluhan angina. Berkurangnya oksigen secara absolut akan menyebabkan keluhan angina saat istirahat (angina pektoris tidak stabil) dan bila disertai dengan nekrosis miokard yang mendadak disebut infark miokard akut (IMA). Sementara itu, berkurangnya pasokan oksigen yang relatif akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard dan menimbulkan keluhan hanya pada saat beraktivitas (angina pektoris stabil), tanpa disertai nekrosis miokard. 2. FAKTOR RISIKO Faktor risiko penyakit kardiovaskular ada yang tidak dapat dimodifi kasi dan ada yang dapat dimodifi kasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifi kasi, antara lain: usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, dan ras. Sedangkan, faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat dimodifi kasi, antara lain: hipertensi, profi l lipid yang buruk, merokok, kurangnya aktivitas fi sik, obesitas, diabetes melitus, konsumsi makanan berlemak, dan konsumsi alkohol berlebih. Faktor risiko penyakit kardiovaskular bersifat kumulatif, artinya semakin banyak faktor risiko yang dimiliki, maka risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular semakin tinggi. Berdasarkan pustaka lainnya, faktor risiko penyakit jantung koroner dapat diklasifi kasikan menjadi faktor risiko major-independent, kondisional, dan pencetus. Faktor-faktor risiko major-independent penyakit jantung koroner (PJK) adalah hipertensi, diabetes mellitus (DM), kebiasaan merokok, tingginya kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, serta rendahnya kadar kolesterol HDL serum; sedangkan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan peningkatan risiko PJK adalah faktor risiko kondisional (conditional risk factors) dan faktor risiko pencetus (predisposing risk-factors).3 Detail ketiga faktor risiko tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1. Faktor-faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan risiko PJK, walaupun kontribusinya terhadap faktor risiko PJK belum jelas dibuktikan. Faktor-faktor risiko pencetus adalah faktor-faktor yang jelas memperburuk pengaruh faktor-faktor risiko major-independent. Dua di antaranya yaitu: obesitas sentral dan aktifi tas fi sik yang rendah. Akan tetapi, American Heart Association memasukkan obesitas sentral dan aktivitas fi sik yang rendah sebagai faktor risiko major independent. Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor risiko tersebut diuraikan dengan jelas oleh studi Framingham dan beberapa penelitian lainnya. Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko itu bersifat aditif. Jadi jumlah faktor risiko total seseorang ditentukan oleh keseluruhan faktor risiko yang dimilikinya. Sebagian faktor risiko di atas telah menjalani evaluasi melalui penelitian klinis sampai diketahui responnya terhadap pengobatan. Beberapa faktor risiko lainnya belum dievaluasi melalui studi klinis sehingga respons terhadap pengobatan hanya dapat diperkirakan dari berbagai studi observasional. Pemberian Terapi Hipertensi Pemberian obat antihipertensi dapat menurunkan risiko stroke hingga 3540%, dan menurunkan sedikitnya 16% risiko infark miokard. The Hypertension Optimal Treatment (HOT) trial menemukan bahwa manfaat yang maksimal terhadap jantung dan pembuluh darah akan diperoleh apabila tekanan darah diturunkan hingga 139/83mmHg. Hasil suatu meta-analisis menyebutkan bahwa efektivitas antarkelas obat antihipertensi tidak menunjukkan perbedaan. Namun karena aspek ketersediaan dan biayanya yang terjangkau, dipilih antihipertensi golongan tiazid, untuk sebagian besar pasien yang tidak mempunyai indikasi pemakaian obat antihipertensi tertentu. Pemberian Aspirin Beberapa penelitian dan meta analisis mengindikasikan penggunaan aspirin sebagai pencegahan penyakit kardiovaskular. Dibandingkan dengan plasebo, aspirin menurunkan risiko terkena infark miokard sebesar 32%. Meskipun menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, penggunaan aspirin meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan rasio manfaat perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular dan risiko efek samping perdarahan lambung pada penggunaan aspirin pada pasien dengan kondisi tertentu. F. SINDROMA KORONER AKUT TANPA ELEVASI SEGMEN ST Penyakit jantung koroner merupakan manifestasi proses aterosklerosis, proses keradangan yang ditandai adanya pembentukan plak ateromatous yang kaya lemak di dalam dinding arteri. Tanpa deteksi dan pengobatan yang tepat, plak di dalam koroner akan berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis angina stabil, angina tak stabil, infark miokard, komplikasi kardiovaskular dan kematian. Penyakit jantung koroner tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia yang mana kondisi ini diduga akibat pengobatan yang belum optimal. Sindroma koroner akut (acute coronary syndrome, ACS) adalah sindroma klinik yang terdiri dari angina tak stabil (unstable angina, UA), infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST segment elevation/ NSTEMI) dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation/STEMI). Dalam banyak kasus penyebab utama sindroma koroner akut adalah proses aterosklerosis. Di bawah akan dibahas penanganan terkini sindroma koroner akut ditinjau dari aspek farmakologis G. PATOFISIOLOGI SINDROMA KORONER AKUT TANPA ELEVASI SEGMEN ST Aterosklerosis adalah suatu proses pembentukan plak yang terus berlangsung di dalam dinding pembuluh darah arteri (terutama ukuran sedang dan besar). Proses ini terjadi sepanjang waktu dan sering tanpa menimbulkan gejala. Proses aterosklerosis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko koroner yang meliputi hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes dan merokok.4 Semua bentuk sindroma koroner akut ditandai oleh ketidakseimb angan antara pasokan dan kebutuhan oksigen miokard dan adanya beberapa faktor yang memberikan peranan dalam ketidakseimbangan ini. Penyebab paling sering penurunan perfusi miokard adalah penyempitan pembuluh darah koroner akibat pembentukan trombus yang tidak oklusif sebagai respon terhadap pecahnya plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Pecahnya plak aterosklerosis mencetuskan adesi platelet dalam sirkulasi, diikuti aktivasi dan agregasi platelet. Agregasi platelet menyebabkan pembentukan trombus yang menimbulkan oklusi parsial dan secara klinik dikenal sebagai angina tak stabil dan bila menetap dalam waktu lama menimbulkan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Trombus yang menyebabkan oklusi total akan memberikan manifestasi sebagai infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI). Trombus yang menyumbat pembuluh darah koroner/mikrovaskular, baik parsial maupun total akan mengakibatkan kematian sel miokard. Luasnya kerusakan sel miokard dapat ditentukan dengan meningkatnya marker jantung seperti creatin kinase-MB (CK-MB) atau troponin. Penelitian menunjukkan adanya 2 tipe trombus yang dibentuk yaitu: trombus yang kaya platelet (white clot) dan trombus yang kaya fi brin (red clot).3 Trombus yang kaya platelet terutama dibentuk di daerah yang shear stressnya tinggi dan biasanya hanya menyumbat secara parsial, sedangkan trombus yang kaya fi brin seringkali menimbulkan oklusi total akibat aktivasi jalur koagulasi dan terperangkapnya eritrosit di dalam jaringan fi brin (seringkali superimpose dengan white clot). a. E. Pathwa Blok pada arteri koroner jantung Modified Risk Factor Non-Modified Risk Factor Penimbunan trombosit dan faktor pembekuan Inflamasi Blok total STEMI Infark Miokard Produksi ATP Anaerob Sel terisi ion natrium dan air Sel pecah (lisis) Kemampuan sintesa ATP scr aerob berkurang NON STEMI Blok sebagian Pompa natrium, kalium berhenti ATP yg dihasilkan sangat sedikit As. Laktat meningkat Kondisi Infark Pelepasan histamin dan prostaglandin Vasokonstriksi dan tromboksan Protein intrasel keluar ke sistemik & interstitial Edema dan bengkak sekitar miokard Pompa jantung tdk terkoordinasi Respon baroreseptor Aktivasi saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, peningkatan ADH, pelepasan hormon stress (ACTH, Kortisol), peningkatan prod. glukosa Darah ke ginjal menurun Hambatan depol atrium / ventrikel Vol. Sekuncup turun Otot rangka kekurangan oksigen dan ATP disritmia Penurunan TD Sistemik Parasimpatis berkurang Hipoksia meluas, iskemia meluas, infark meluas HR dan TPR Meningkat Beban jantung meningkat Produksi urin menurun Dx: Nyeri akut Jalur hantaran listrik terganggu Dx: Nyeri akut Dx: Penurunan Curah Jantung Nyeri di dada Volume plasma meningkat Dx: Intoleransi Aktivitas Komplikasi: Gagal jantung, kematian. Aliran darah ke perifer semakin menurun Aliran balik vena meningkat CRT di ekstremitas > 2 dt, pucat bahkan sianosis Dx: Insufisiensi Perfusi Perifer H. Pemeriksaan Penunjang a. Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG) Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis inMyocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. b. Pemeriksaan laboratorium Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapatmenetap sampai 2 minggu (Anderson Jeffry L, 2007) I. Aspek farmakologis ua dan nstemi Penatalaksanaan optimal dari UA/NSTEMI bertujuan menghilangkan iskemia dan mencegah berulangnya iskemia yang lebih jelek. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian terapi anti iskemia, antiplatelet dan antitrombin. Stratifi kasi risiko akan membantu menetapkan pasien untuk tindakan konservatif atau invasif dini. 1. Terapi anti iskemia Golongan nitrat (nitrogliserin) Nitrogliserin mempunyai efek vasodilatasi koroner dan perifer yang mengakibatkan penurunan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan penghantaran oksigen ke miokard. Untuk menghilangkan nyeri yang dihubungkan dengan iskemia dapat diberikan nitrogliserin di bawah lidah atau melalui spray di pipi setiap 5 menit sampai 3 dosis. Pemberian nitrogliserin intravena (IV) bermanfaat pada pasien yang tidak berespon terhadap pemberian sublingual (SL). Nitrogliserin (IV) dimulai pada dosis 10 g/menit dan ditingkatkan dengan 10 mg setiap 2-5 menit sampai menghilangnya keluhan angina atau terdapat respon tekanan darah menurun. Tekanan darah sistolik sebaiknya tidak diturunkan <110 mmHg pada pasien yang sebelumya normotensi atau penurunan tidak lebih dari 25% di bawah tekanan darah yang biasanya. Nitrogliserin harus dihindari pada pasien dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan 30 mmHg dibawah tekanan darah basal atau bradikardia atau takikardia. Sesudah kondisi stabil pemberian IV harus diubah ke pemberian peroral dalam waktu 48 jam. Pemberian nitrat ini tergolong kelas I dengan level of evidence C. Golongan penyekat Obat penyekat bekerja secara kompetitif dengan menghambat efek katekolamin pada reseptor sel membran. Penyekat dianjurkan dimulai secara oral dalam 24 jam pertama bila tidak ada kontraindikasi (gagal jantung). Penggunaan secara IV harus sangat hati-hati dengan indikasi spesifi k dan hindari adanya gagal jantung, hipotensi, dan hemodinamik tak stabil. Penggunaan penyekat secara oral sebagai pencegahan sekunder sebelum ke luar rumah sakit dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung atau disfungsi sistolik yang terkompensasi. Penggunaan penyekat ini tergolong kelas I dengan level of evidence B. Golongan penyekat kanal kalsium Penyekat kanal kalsium bekerja secara langsung sebagai vasodilator koroner. Efek yang bermanfaat disebabkan karena penurunan kebutuhan oksigen miokard dan memperbaiki aliran darah ke miokard. Tidak semua penyekat kanal kalsium bekerja dengan cara yang sama dan harus diperhatikan dalam menentukan jenis yang dipilih. Penyekat kanal kalsium dapat digunakan untuk mengontrol keluhan yang berhubungan dengan iskemia pada pasien yang tidak berespon atau tidak toleransi terhadap nitrat dan penyekat (kelas I dengan tingkat bukti B). Dua penyekat kanal kalsium yang dipilih berdasarkan data ilmiah adalah diltiazem dan verapamil oleh karena efeknya dalam menurunkan denyut jantung dan tidak digunakan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat dan edema paru. Penggunaan golongan penyekat kanal kalsium dihidropiridin yang bekerja cepat harus dihindari oleh karena menimbulkan refl eks takikardia dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard sehingga memperburuk iskemia. Golongan penyekat kanal kalsium dihidropiridin yang bekerja panjang (amlodipin dan felodipin) mempunyai risiko dan manfaat yang relatif dibandingkan golongan yang lain dan tidak secara spesifi k dipastikan penggunaannya pada sindroma koroner akut. Morfi n Morfi n bekerja terutama sebagai venodilator, dilatasi arteriol ringan dan sedikit menurunkan denyut jantung sehingga menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Penggunaannya terutama untuk efek analgesiknya. Morfi n sulfat diberikan pada pasien dengan keluhan yang menetap meskipun sudah diberikan golongan nitrat atau berulangnya nyeri meskipun dengan terapi iskemia yang adekuat (kelas IIa dengan tingkat bukti B/ turun dari kelas I). Diperlukan monitoring yang ketat selama pemberian morfi n oleh karena efek samping hipotensi, mual, dan depresi pernapasan. 2. Terapi antiplatelet Tujuan pengobatan dengan antiplatelet adalah untuk menurunkan pembentukan platelet dan agregasinya yang merupakan bagian integral dari pembentukan trombus setelah terjadinya disrupsi plak. Aspirin Aspirin bekerja menghambat acetyl cyclooxygenase (COX-1) dalam platelet secara menetap sehingga mencegah pembentukan thromboxane A2 dan menurunkan agregasi platelet. Sejumlah penelitian menunjukkan efek yang bermanfaat dari aspirin pada pasien sindroma koroner akut. Hasil dari 12 penelitian yang tergabung dalam Antithrombotic Trialist Collaboration menunjukkan angka kejadian infark miokard, stroke, atau kematian dari penyebab kardiovaskular menurun sebesar 46% pada pasien yang diobati antiplatelet (aspirin) dibandingkan plasebo.9 Dianjurkan pemberian aspirin dimulai sesegera mungkin pada pasien dengan diagnosis atau dugaan sindroma koroner akut, kecuali terdapat kontraindikasi dan diteruskan dalam waktu yang tidak terbatas (kelas I, tingkat bukti A). Dosis permulaan 160-325 mg/hari/oral dan diteruskan 75-162 mg/hari/oral.6,9 Meskipun aman, aspirin dihubungkan dengan meningkatnya perdarahan intrakranial dan gastrointestinal. Data penelitian dari CURE (the Clopidogrel in Unstable Angina to Prevent Reccurrent Events) dan BRAVO menunjukkan angka perdarahan yang kecil pada dosis aspirin yang rendah (75-100 mg) dibandingkan dosis 200-325 mg. Tiklodipin Tiklopidin dan klopidogrel adalah golongan thienopyridine yang bekerja sebagai penyekat reseptor (P2Y12) adenosine difosfat (ADP) yang menetap pada platelet sehingga mengakibatkan hambatan aktivasi platelet dan menurunnya agregasi platelet dan viskositas darah.6,9 Tiklopidin sudah digunakan secara sukses untuk pencegahan sekunder terjadinya stroke, infark miokard, dan pencegahan oklusi stent/graft, akan tetapi oleh karena efek sampingnya yang besar (neutropenia dan purpura trombositopenia trombotik), penggunaanya menjadi terbatas. Saat ini tiklopidin digunakan untuk pencegahan stroke/TIA (transient ischemic attack) pada pasien dengan intoleransi/ resistensi terhadap aspirin dan digunakan bersama-sama aspirin sampai 30 hari pada pasien dengan pemasangan stenting tanpa obat (non drug eluting stent). Klopidogrel Klopidogrel merupakan prodrug yang tidak aktif dan memerlukan oksidasi oleh sitokrom P450 dan isoenzim 2C19 di dalam hepar dan atau usus. Permulaan kerja obat dalam 1 jam setelah pemberian oral dosis tunggal, tetapi efek penghambatan menetap memerlukan waktu antara 3-7 hari. Pemberian dosis muatan 300 mg/oral memberikan efek penghambatan maksimal dalam 24-48 jam, sedangkan pemberian dosis muatan 600 mg mencapai efek penghambatan maksimal setelah 2 jam.11 Efek penghambatan klopidogrel bersifat menetap, oleh karena itu diperlukan waktu 5 hari untuk pembentukan 50% platelet baru. Klopidogrel diberikan pada pasien UA/ NSTEMI yang tidak toleransi terhadap aspirin, sedangkan pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal oleh karena aspirin, harus diberikan penghambat pompa proton untuk mengurangi berulangnya perdarahan. Pemberian klopidogrel bersama aspirin pada pasien dengan UA/NSTEMI memberikan manfaat penurunan angka kejadian kematian, infark miokard non fatal, dan stroke sebesar 20% dibandingkan pemberian aspirin sendiri (CURE trial).5,9,11 Pemberian klopidogrel sebelum dilakukan percutaneous coronary intervention (PCI) memberikan penurunan angka kejadian kematian kardiovaskular, infark miokard atau stroke sebesar 30% (PCICURE trial). Dengan demikian, klopidogrel bersama aspirin diberikan pada semua pasien dengan sindroma koroner akut baik yang akan dilakukan intervensi dini maupun yang dilakukan perawatan secara konservatif dan minimum diberikan selama 1 bulan (idealnya 1 tahun) (kelas I, tingkat bukti B). Efek samping neutropenia lebih jarang dibandingkan tiklopidin, sedangkan perdarah-an besar meningkat tanpa meningkatkan perdarahan intracranial J. Perawatan Untuk Pasien Resiko Rendah a. Tes stres noninvasive b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi tanpa temuan risiko tinggi. K. Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Skunder Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain : a. Mencapai berat badan optimal b. Nasehat diet c. Penghentian merokok d. Olahraga e. Pengontrolan Hipertensi f. Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali sebelumnya L. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian. a. Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat. b. Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah danpipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung. c. Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan. d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20 menit,tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin. e. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun. f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tandatanda gagalnya ventrikel Atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordialfriksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati lembek. g. Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen M. Rencana Keperawatan SDKI SLKI Penurunan Curah Jantung curah Domain: L.02008 jantung Kriteria Hasil : 1. Gambaran aritmia 2. Pucat 3. Berat Badan SIKI Perawatan Jantung Domain: I.02075 Intervensi : EKG 1.1 Identifikasi Tanda/Gejala primer penurunan curah jantung 1.2 Monitor tekanan darah 1.3 Monitor intake dan output cairan Skala Indikator : 1.4 Monitor Keluhan Nyeri 1. Menurun 1.5 Monitor EKG 12 Sadapan 2. Cukup Menurun 1.6 Monitor Aritmia 3. Sedang 1.7 Periksa tekanan darah dan 4. Cukup Meningkat frekuensi nadi sebelum dan 5. Meningkat sesudah aktivitas Nyeri akut Tingkat Nyeri Domain : L.08066 Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan. Kriteria Hasil : Manajemen Nyeri Domain: I.08238 Intervensi : 2.1 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,. 2.2 Mengidentifikasi skala nyeri 2.3 mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 2.4 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk SDKI a. b. c. d. e. SLKI Keluhan nyeri Gelisah Meringis Sikap protektif Tekanan darah SIKI mengurangi rasa nyeri (mis. relaksasi napas dalam). 2.5 Memfasilitasi istirahat dan tidur Keterangan : 1. Menurun 2. Cukup mrenurun 3. Sedang 4. Cukup meningkat 5. meningkat Intoleransi Toleransi Aktivitas Domain : L.05047 Aktivitas Definisi : respon fisilogis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga. Kriteria hasil: a. frekuensi nadi (4) b. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (4) c. Kekuatan tubuh bagian atas (4) d. Kekuatan tubuh bagian atas (4) e. Perasaan lemah (4) Keterangan : 1. Menurun 2. Cukup menurun 3. Sedang 4. Cukup meningkat 5. Meningkat Manajemen Energi Domain :I.05178 Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan. Intervensi : Observasi 3.1 identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 3.2 Monitor kelelahan fisik dan emosional 3.3 Monitor pola dan jam tidur Terapeutik 3.4 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus Edukasi 3.5 Anjurkan tirah baring 3.6 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3.7 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan DAFTAR PUSTAKA Coven, D.,L. 2011. Acute Coronary Syndrome. Retrieved from http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview Hazinski M,. F. (2004).Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for Healthcare Providers. AHA: USA Joewono B,.P. (2003). Ilmu Penyakit Jantung . Airlangga University Press: Surabaya. Kalim, H et al .(2004).Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi. PERKI Pratanu,S .(2000).Kursus EKG. PT Karya Pembina Swajaya: Surabaya Ruhyanudin, F. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler . UMM Press: Malang. Woods S,.L. (2005). Cardiac Nursing. 5th edition.Lippincott Williams and Walkins: USA Sudoyo A.,W, (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke Empat-Jilid III. Universitas Indonesia: Jakarta