Uploaded by User98234

LP NSTEMI dan AnFis Jantung MilaMartaDinata

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG DAN SINDROMA KORONER AKUT
TANPA ELEVASI SEGMEN ST
STASE KEPERAWATAN KRITIS ICCU
Disusun Oleh
Mila Marta Dinata
P1908106
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI ILMU KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2020
A. Anatomi Fisiologi
Jantung terletak dalam rongga mediastinum rongga dada, yaitu diantara
paru-paru. Posisi jantung miring sehingga bagian ujungnya yang runcing
(apex) menunjuk ke arah bawah ke pelvis kiri, sedangkan ujungnya yang
lebar yaitu bagian dasarnya, menghadap ke atas bahu kanan. Jantung terdiri
dari dua lapisan yaitu; (1) lapisan dalam atau perikardium viseral, dan (2)
lapisan luar (perikardium parietal). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh sedikit
cairan pelumas, yang mengurangi gesekan akibat gerakan pemompaan
jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau
neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung.
Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan yaitu:
1.
Epikardia adalah lapisan visera pada perikardia serum
2.
Miokardia adalah bagian jantung yang berotot, terdiri atas otot jantung
yang berkontraksi dan serta purkinje yang tidak berkontraksi yang
mengantarkan impuls saraf.
3.
Endokardia adalah endotelium tipis dan halus yang menjadi pembatas
dalam jantung yang berhubungan dengan pembatas dalam pembuluh
darah.
Dua pertiga jantung berada di sebelah kiri sternum. Apex jantung,
berada di sela iga keempat dan kelima pada garis tengah klavikula. Pada
dewasa rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm dan lebar 9 cm dengan berat 300
sampai 400 g.
Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi
kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke
sirkulasi sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi
urutan aliran darah secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan,
arteri pulmonalis, vena pulmonalis, atrium kiri, aorta arteri, arteriola, kapiler,
venula, vena, dan vena kava (gambar 1).
Sistem pengaturan jantung
1.
Serat Purkinje. Serat ini adalah serabut otot jantung khusus yang mampu
mengantar impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran
serabut otot jantung. Hantaran yang cepat di sepanjang sistem Purkinje
memungkinkan atrium berkontraksi bersamaan, kemudian diikuti dengan
kontraksi ventrikular yang serempak, sehingga terbentuk kerja
pemompaan darah yang terkoordinasi.
2.
3.
4.
Nodus sinoatrial (nodus SA)
2.1 Lokasi. Nodus SA adalah suatu massa jaringan otot jantung
khusus yang terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di
bawah permukaan vena kava superior.
2.2 Nodus SA melepaskan impuls sebanyak 72 kali permenit,
frekuensi irama yang lebih cepat dibandingkan dalam atrium (40
sampai 60 kali permenit), dan ventrikel (20 kali permenit). Nodus
ini dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis sistem saraf
otonom, yang akan mempercepat atau memperlambat iramanya.
2.3 Nodus SA mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut
pemacu jantung (pacemaker).
Nodus atrioventrikular (nodus AV)
3.1 Lokasi. Impuls menjalar di sepanjang pita serat purkinje pada
atrium, menuju nodus AV yang terletak di bawah dinding
posterior atrium kanan.
3.2 Nodus AV menunda impuls seperatusan detik, sampai ejeksi darah
atrium selesai sebelum terjadi kontraksi ventrikular.
Berkas AV (berkas His)
4.1 Lokasi. Berkas AV adalah sekelompok besar serat purkinje yang
berasal dari nodus AV dan membawa impuls di sepanjang septum
interventrikular menuju ventrikel. Berkas ini dibagi menjadi
percabangan berkas kanan dan kiri.
4.2 Percabangan berkas kanan memanjang di sisi dalam ventrikel
kanan. Serabut bercabang menjadi serat-serat purkinje kecil yang
menyatu dalam serat otot jantung untuk memperpanjang impuls.
4.3 Percabangan berkas kiri memanjang di sisi dalam ventrikel kiri
dan bercabang ke dalam serabut otot jantung kiri.
B. Bunyi Jantung
Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan dapat di
dengar melalui stetoskop. “lup” mengacu pada saat katup AV menutup dan
“dup” mengacu pada saat katup semilunar menutup (gambar 6). Bunyi ketiga
atau keempat adalah bunyi jantung yang abnormal yang disebabkan fibrasi
yang terjadi pada dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam
ventrikel, dan dapat di dengar jika bunyi jantung diperkuat dengan mikrofon.
Oleh karena itu, bunyi jantung pertama (S1) terdengar pada permulaan sistol
ventrikel, pada saat ini tekanan ventrikel meningkat melebihi tekanan atrium
dan menutup katup mitral dan trikuspid. Pada kasus tenosis mitral terdengar
bunyi S1 yang abnormal dan lebih keras akibat kekakuan daun-daun katup.
Bunyi jantung kedua (S2) terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel
karena tekanan ventrikel turun sampai di bawah tekanan arteri pulmonalis dan
aorta, sehingga katup pulmonalis dan aorta tertutup.
Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar selama
diastolik ventrikel yaitu bunyi jantung ketiga dan keempat. Kedua bunyi ini
disebut sebagai irama gallop, istilah ini dapat digunakan karena tambahan
bunyi jantung yang lain tersebut merangsang timbulnya irama gallop seperti
derap lari kuda.
Bunyi ketiga terjadi selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga
disebut sebagai gallop ventrikular apabila abnormal. Bunyi keempat timbul
pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai gallop atrium. Bunyi keempat
biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali, bunyi ini timbul
sesaat sebelum bunyi jantung pertama. Gallop atrium terdengar bila resistensi
ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya
peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.
C. Curah Jantung
Bagaimana kita bisa menilai efektivitas jantung sebagai pompa? Salah
satunya adalah dengan mengukur curah jantung [cardiac output (CO)],
volume darah yang dipompa oleh satu ventrikel dalam periode waktu tertentu
(satu menit) satu menit. Karena semua darah yang meninggalkan jantung
mengalir melalui jaringan, curah jantung merupakan indikator aliran darah
total melalui tubuh, sehingga curah jantung merupakan ukuran penting dari
fungsi jantung. Namun, curah jantung tidak memberitahu kita bagaimana
darah didistribusikan ke berbagai jaringan. Aspek aliran darah diatur pada
tingkat jaringan.
Curah jantung [cardiac output (CO)] dapat dihitung dengan mengalikan
denyut jantung (denyut per menit) dengan isi sekuncup (mL per beat, atau per
kontraksi):
Curah jantung=denyut jantung x isi sekuncup
Untuk rata-rata denyut jantung istirahat 72 detak per menit dan isi sekuncup
70 mL per detak, maka rata-rata curah jantung orang dewasa dapat dihitung:
Curah jantung = denyut jantung x isi sekuncup
= 72 detak / menit x 70 mL / detak
= 5040 mL / menit (atau sekitar 5 L / menit)
Rata-rata volume darah total sekitar 5 liter. Ini berarti bahwa, saat
istirahat, satu sisi jantung memompa semua darah dalam tubuh melewatinya
hanya dalam satu menit!
Normalnya, curah jantung adalah sama untuk kedua ventrikel. Namun,
jika salah satu sisi jantung mulai gagal untuk beberapa alasan dan tidak dapat
memompa secara efisien, curah jantung menjadi tidak sama.
Curah jantung meningkat dengan latihan karena keduanya isi sekuncup
dan denyut jantung meningkat. Selama latihan, curah jantung dapat
meningkat menjadi 30-35 L / menit. Perubahan homeostasis dalam curah
jantung dicapai dengan menvariasikan denyut jantung, isi sekuncup, atau
keduanya.
Perbedaan antara curah jantung ketika seseorang sedang beristirahat dan
curah jantung maksimum disebut cadangan jantung. Semakin besar cadangan
jantung seseorang, semakin besar kapasitasnya untuk melakukan latihan.
Penyakit jantung dan kurang olahraga bisa mengurangi cadangan jantung dan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Latihan dapat meningkatkan
cadangan jantung dengan meningkatkan curah jantung. Pada atlet terlatih, isi
sekuncup selama latihan dapat meningkat menjadi lebih dari 200 mL / detk,
menghasilkan curah jantung 40 L / menit atau lebih.
1. Isi Sekuncup
Volume darah yang dikeluarkan dari setiap ventrikel selama sistol disebut isi
sekuncup [stroke volume (SV)]. Denyut jantung meningkat dengan stimulasi
neuron simpatis ke jantung dan oleh epinefrin; dan menurun oleh stimulasi
neuron parasimpatis ke jantung. Isi sekuncup meningkat terutama oleh
peningkatan volume diastolik akhir (mekanisme FrankStarling) dan oleh
peningkatan kontraktilitas karena stimulasi simpatis atau epinefrin.
Peningkatan afterload dapat mengurangi isi sekuncup dalam situasi tertentu.
Perlu diingat bahwa ventrikel tidak kosong sepenuhnya. Jumlah darah yang
tidak keluar selama setiap siklus adalah perbedaan antara apa yang
terkandung pada akhir diastol dan apa yang tersisa pada akhir sistol. Jadi,
Isi sekuncup = volume diastolik akhir – volume sistolik akhir
SV = EDV – ESV
Selama diastol, darah mengalir dari atrium ke ventrikel, dan volume diastolik
akhir biasanya meningkat sekitar 125 mL. Setelah ventrikel sebagian kosong
selama sistol, volume akhir sistolik menurun sekitar 55 mL. Jadi, isi
sekuncup adalah sama dengan 70 mL (125-55). Jadi setiap ventrikel
memompa darah sekitar 70 mL setiap detakan, yang mana sekitar 60 % darah
di chambernya.
Untuk lebih memahami isi sekuncup, bayangkan bahwa Anda meremas
spons di bawah keran air yang mengalir. Ketika Anda merelaksasikan jari-jari
Anda, spons terisi dengan air; Anda kemudian menkontraksikan jari-jari
Anda, spons akan melepaskan air. Bahkan setelah Anda telah meremas spons,
air tetap di dalamnya. Dalam analogi ini, jumlah air yang Anda peras keluar
dari spons (isi sekuncup) adalah perbedaan antara jumlah air dalam spons
ketika tangan Anda relaksasi (volume akhir diastolik) dan jumlah yang tersisa
di spons setelah Anda meremasnya (volume akhir sistolik).
Isi sekuncup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan volume diastolik
akhir atau dengan mengurangi volume sistolik akhir. Selama latihan,
peningkatan volume diastolik akhir karena peningkatan aliran balik vena,
yang merupakan jumlah darah yang kembali ke jantung dari sirkulasi
sistemik. Volume sistolik akhir menurun karena jantung berkontraksi lebih
kuat. Misalnya, isi sekuncup dapat meningkat dari nilai keadaan istirahat 70
mL ke nilai berolahraga 115 mL dengan meningkatkan volume akhir diastolik
sampai 145 mL dan penurunan volume akhir sistolik sampai 30 mL.
Walaupun beberapa faktor mempengaruhi isi sekuncup dengan mengubah
EDV atau ESV, tiga faktor yang paling penting mengatur isi sekuncup yaitu:
a.
Preload adalah tingkat dimana sel-sel otot jantung diregangkan oleh
darah yang memasuki ventrikel jantung. Menurut hukum Frank Starling
tentang jantung, semakin besar peregangan ventrikel jantung maka
semakin besar juga kekuatan kontraksinya. Karena volume diastol akhir
adalah ukuran seberapa banyak darah yang memasuki ventrikel, maka
volume diastol akhir merupakan indikator preload ventrikel.
b.
Kontraktilitas (pengerutan) adalah tingkat seberapa besar otot-otot
jantung berkontraksi sebagai hasil dari pengaruh ekstrinsik. Faktor-faktor
inotropik positif, seperti hormon-hormon tertentu (epinefrin atau
tiroksin), obat-obatan (digitalis), atau kadar Ca2+ yang meningkat, dapat
menambah kontraktilitas, sedangkan faktor-faktor inotropik negatif
seperti obat-obatan tertentu (penghambat saluran kalsium) atau kadar K+
yang meningkat dapat mengurangi kontraktilitas.
c.
Afterload adalah ukuran tekanan yang harus dihasilkan ventrikel untuk
membuka katup memaruh bulan. Semakin besar afterload, maka semakin
kecil isi sekuncup. Arteriosklerosis (peyempitan arteri) dan tekanan darah
tinggi menambah afterload dan mengurangi isi sekuncup.
Jadi preload mempengaruhi EDV, sedangkan kontraktilitas dan afterload
mempengaruhi ESV.
2.
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah terhadap dinding pembuluh darah,
biasanya mengacu pada tekanan darah arteri di sirkuit sistemik (dalam aorta
dan cabang-cabangnya). Tekanan darah arteri adalah terbesar selama
kontraksi ventrikel (sistol) ketika darah dipompa ke aorta dan cabangcabangnya. Tekanan ini disebut tekanan darah sistolik, dan secara optimal
rata-rata 110 milimeter air raksa (mm Hg) ketika diukur di arteri brakialis.
Tekanan arteri terendah terjadi selama relaksasi ventrikel (diastol). Tekanan
ini disebut tekanan darah diastolik, dan secara optimal rata-rata 70 mm Hg.
Perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik dikenal sebagai
tekanan nadi. Peningkatan dan penurunan tekanan darah arteri selama sistol
dan diastol ventrikel menyebabkan ekspansi yang sebanding dan kontraksi
dinding arteri elastis. Perluasan berdenyut dari dinding arteri menyebabkan
setiap ventrikel berkontraksi, dan dapat dideteksi nadinya dengan
menempatkan jari pada arteri superfisial.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu: curah
jantung, volume darah, dan resistensi perifer. Peningkatan setiap faktor ini
menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedangkan penurunan ke tiga
faktor ini menyebabkan penurunan tekanan darah.
Ingatlah bahwa curah jantung ditentukan oleh denyut jantung dan isi
sekuncup. Peningkatan atau penurunan curah jantung menyebabkan
perubahan yang sebanding dengan tekanan darah. Volume darah dapat
berkurang karena perdarahan berat, muntah, diare, atau asupan air berkurang.
Penurunan volume darah menyebabkan penurunan tekanan darah. Banyak
obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi beraksi sebagai diuretik,
yang berarti obat ini meningkatkan volume urin dan akibatnya volume darah
menurun. Begitu cairan yang hilang diganti, tekanan darah kembali normal.
Sebaliknya, jika tubuh menahan terlalu banyak cairan, volume darah dan
tekanan darah meningkat. Diet tinggi garam merupakan faktor risiko untuk
hipertensi karena menyebabkan darah untuk menahan lebih banyak air
sebagai akibat dari osmosis, dan menyebabkan peningkatan volume darah.
Resistensi perifer adalah perlawanan terhadap aliran darah yang diciptakan
oleh gesekan darah terhadap dinding pembuluh darah. Peningkatan resistensi
perifer akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan penurunan tahanan
perifer menurunkan tekanan darah. Resistensi perifer ditentukan oleh
diameter pembuluh, panjang total pembuluh, dan viskositas darah. Arteriol
memainkan peran penting dalam mengontrol tekanan dengan mengubah
diameter pembuluh darah. Ketika arteriol berkontriksi, resistensi perifer
meningkat dan tekanan darah meningkat pula. Ketika arteriol berdilatasi,
resistensi perifer dan tekanan darah menurun. Resistensi perifer berbanding
lurus dengan total panjang pembuluh darah di tubuh: semakin panjang total
panjang pembuluh, semakin besar resistensi untuk mengalir.
Baroreseptor juga membantu mengatur tekanan darah. Baroreseptor
mengukur tekanan darah dan terletak di aorta dan arteri karotis. Jika tekanan
meningkat dalam pembuluh darah ini, informasi ini dikirimkan ke pusat
jantung di medula oblongata. Pusat jantung kemudian tahu untuk
menurunkan denyut jantung, yang kemudian menurunkan tekanan darah. Jika
tekanan terlalu rendah di aorta, baroreseptor menangkap informasi ini dan
mengirimkannya ke pusat jantung. Pusat jantung kemudian meningkatkan
denyut jantung untuk meningkatkan tekanan darah.
Orang gemuk cenderung memiliki hipertensi sebagian disebabkan karena
tubuh mereka mengandung lebih banyak pembuluh darah untuk melayani
jaringan adiposa tambahan. Viskositas adalah resistensi dari cairan untuk
mengalir. Sebagai contoh, air memiliki viskositas rendah, sedangkan madu
memiliki viskositas tinggi. Viskositas darah ditentukan oleh rasio plasma
terhadap elemen dan protein plasma yang terbentuk. Peningkatan viskositas,
atau pergeseran rasio ke arah elemen dan protein plasma yang terbentuk,
meningkatkan resistensi perifer dan tekanan darah. Dehidrasi (kehilangan air
dari plasma) dan polisitemia (peningkatan jumlah sel darah merah) dapat
meningkatkan viskositas. Abnormal dari kadar lemak darah dan gula darah
yang tinggi juga merupakan faktor risiko hipertensi karena mereka
meningkatkan viskositas darah, selain itu meningkatkan pembentukan plak di
dinding pembuluh. Penurunan viskositas dengan hidrasi yang berlebihan atau
jenis tertentu dari anemia akan menurunkan resistensi perifer dan tekanan
darah.
D. KELAINAN, GEJALA, DAN PRINSIP TERAPI
1. Gagal Jantung
Gagal jantung adalah adalah sindrom klinis yang kompleks dihasilkan dari
setiap gangguan struktural atau fungsional dari pengisian ventrikel atau ejeksi
darah sehingga jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai
untuk mencukupi kebutuhan metabolisme, atau jantung dapat bekerja dengan
baik hanya bila tekanan pengisian dinaikkan. Penyebab gagal jantung yaitu :
a.
Penyempitan pembuluh darah arteri jantung yang disebabkan oleh
penyakit kolesterol, dan penumpukan lemak jahat.
b.
Adanya kerusakan otot jantung
c.
Detak jantung tidak normal
d.
Komplikasi penyakit lainnya seperti penyakit hipertensi
Gejala dari penyakit gagal jatung yaitu:
a.
Selalu merasakan sakit dan nyeri pada bagian dada.
b.
Mudah merasakan capek dan lelah saat beraktivitas lebih
c.
Detak jantung tidak beraturan dengan irama yang cepat (takikardia)
d.
S3 gallop
e.
Sering mengalami sesak nafas
f.
Udem paru
g.
Kardiomegali radiografi
h.
Penurunan kemampuan bergerak
i.
Mengalami gejala batuk yang terus menerus atau berulang dan sering
j.
Hilangnya fokus fikiran karena tidak bisa konsentrasi
Prinsip Terapi
Meningkatkan curah jantung, mempertahankan tekanan darah
normal, mencegah komplikasi
1)
Terapi farmakologi
 Golongan obat inotropik: glikosida jantung (digoksin, digitoksin)
Golongan diuretika: furosemid,
Antagonis
aldosteron:
spironolakton.
 Golongan ACE inhibitor/ARB: kaptropil / valsartan
 Golongan β bloker: bisoprolol, karvedilol
 Antikoagulan
 Vasodilator: hidralazin, isosorbid dinitara
 Statin sebagai terapi ajuvan
2)
Terapi non-farmakologi
 Modifikasi gaya hidup dan pola makan
 Menkonsumsi makanan rendah lemak seperti yang terdapat pada
sayur, buah dan biji-bijian
 Mengurangi konsumsi gula
 Berolahraga secara teratur dan istirahat yang cukup
E. Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok penyakit jantung dan pembuluh
darah yang meliputi: penyakit jantung koroner (coronary heart disease),
penyakit serebrovaskular (cerebro-vascular disease), penyakit arteri perifer
(peripheral arterial disease), penyakit jantung
rematik (rheumatic heart disease), penyakit jantung bawaan (congenital heart
disease), trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan emboli pulmonal
(pulmonary embolism).1 Berdasarkan International Classifi cation of Diseases
(ICD-10) edisi ke 10 tahun 2007, penyakit kardiovaskular digolongkan
sebagai penyakit sistem sirkulasi darah dan termasuk penyakit tidak menular
menurut pengelompokan penyakit Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Riskesdas 2007 menyatakan bahwa
proporsi penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia pada tahun 2007 adalah
60%, dua kali lebih besar daripada proporsi penyakit menular (28%).
Prevalensi PTM utama di Indonesia pada tahun 2007 adalah hipertensi
29,8%, diabetes melitus 1,1% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
gejala), dan sindrom metabolik 18,8%. 2
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di dunia. Pada
tahun 2004, sekitar 17,1 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskular,
sebanyak 7,2 juta di antaranya meninggal akibat penyakit jantung koroner
dan 5,7 juta akibat stroke. Kematian yang disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular ini lebih banyak terjadi pada negara-negara dengan
penghasilan rendah dan sedang (82%), termasuk Indonesia. Berdasarkan data
di Indonesia, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab lebih dari 30%
kematian pada semua usia dengan proporsi kematian akibat: (i) stroke sebesar
15,4%, (ii) hipertensi sebesar 6,8%, (iii) penyakit jantung koroner sebesar
5,1%, dan (iv) penyakit jantung sebesar 4,6%.2 Jika tidak dilakukan tindakan
pencegahan terhadap faktor risiko penyakit kardiovaskular, maka pada tahun
2030 jumlah orang yang meninggal akan meningkat sampai 23,6 juta, dan
peningkatan jumlah kematian terbanyak akan terjadi di wilayah Asia
Tenggara.
1. PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner seringkali dikaitkan dengan aterosklerosis.
Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yaitu: athero yang berarti sejenis
bubur atau pasta dan sclerosis yang berarti pengerasan. Aterosklerosis
digambarkan sebagai penumpukan bahan lemak dan kolesterol yang
berkonsistensi lunak dan/ atau kalsium yang mengeras di sepanjang dinding
arteri. Bentukan inilah yang dikenal dengan plak aterosklerosis (gambar 2).
Plak ini akan menyumbat sebagian atau seluruh lumen arteri.
Arteri yang tersumbat biasanya arteri yang berukuran sedang dan/atau
besar. Pada dasarnya aterosklerosis adalah proses penyempitan perlahanlahan
lumen arteri akibat penumpukan lemak, proliferasi sel-sel otot polos,
pembentukan kolagen yang meningkat, serta kalsifi kasi. Pada jaman dahulu
proses aterosklerosis dianggap sebagai proses degeneratif. Akan tetapi, saat
ini diketahui bahwa progresivitas proses aterosklerosis dapat dikendalikan.
Proses aterosklerosis sudah dimulai sejak dini, ditandai dengan
terbentuknya fatty streak. Fatty streak akan berkembang sejalan dengan usia.
Progresivitas fatty streak untuk berkembang menjadi aterosklerosis, sangat
dipengaruhi oleh ada tidaknya faktor-faktor risiko yang menyertainya.
Semakin banyak faktor risiko yang mendasarinya akan menyebabkan
semakin beratnya proses aterosklerosis.
Plak aterosklerosis yang kecil, yaitu dengan penyumbatan/ stenosis
kurang dari 50% dan bersifat stabil (tidak mudah ruptur), tidak menyebabkan
gangguan aliran darah koroner sehingga tidak menyebabkan gangguan
kebutuhan oksigen otot jantung (miokard). Hal ini dikenal dengan penyakit
jantung koroner subklinis. Pada kondisi ini belum terjadi proses iskemia
miokard. Plak aterosklerosis yang bertambah besarnya akan membentuk
trombus intrakoroner yang berakibat rupturnya plak tersebut. Dengan
demikian, akan terjadi gangguan pada aliran darah koroner yang dikenal
dengan proses iskemia miokard (penyakit jantung iskemik).
Ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan pemakaian oksigen
miokard akan menimbulkan keluhan angina. Berkurangnya oksigen secara
absolut akan menyebabkan keluhan angina saat istirahat (angina pektoris
tidak stabil) dan bila disertai dengan nekrosis miokard yang mendadak
disebut infark miokard akut (IMA). Sementara itu, berkurangnya pasokan
oksigen yang relatif akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen
miokard dan menimbulkan keluhan hanya pada saat beraktivitas (angina
pektoris stabil), tanpa disertai nekrosis miokard.
2. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko penyakit kardiovaskular ada yang tidak dapat dimodifi
kasi dan ada yang dapat dimodifi kasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifi kasi, antara lain: usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga, dan
ras. Sedangkan, faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat dimodifi
kasi, antara lain: hipertensi, profi l lipid yang buruk, merokok, kurangnya
aktivitas fi sik, obesitas, diabetes melitus, konsumsi makanan berlemak, dan
konsumsi alkohol berlebih. Faktor risiko penyakit kardiovaskular bersifat
kumulatif, artinya semakin banyak faktor risiko yang dimiliki, maka risiko
untuk menderita penyakit kardiovaskular semakin tinggi.
Berdasarkan pustaka lainnya, faktor risiko penyakit jantung koroner
dapat diklasifi kasikan menjadi faktor risiko major-independent, kondisional,
dan pencetus. Faktor-faktor risiko major-independent penyakit jantung
koroner (PJK) adalah hipertensi, diabetes mellitus (DM), kebiasaan merokok,
tingginya kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, serta rendahnya kadar
kolesterol HDL serum; sedangkan faktor-faktor lainnya yang berhubungan
dengan peningkatan risiko PJK adalah faktor risiko kondisional (conditional
risk factors) dan faktor risiko pencetus (predisposing risk-factors).3 Detail
ketiga faktor risiko tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1.
Faktor-faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan
risiko PJK, walaupun kontribusinya terhadap faktor risiko PJK belum jelas
dibuktikan. Faktor-faktor risiko pencetus adalah faktor-faktor yang jelas
memperburuk pengaruh faktor-faktor risiko major-independent. Dua di
antaranya yaitu: obesitas sentral dan aktifi tas fi sik yang rendah. Akan tetapi,
American Heart Association memasukkan obesitas sentral dan aktivitas fi sik
yang rendah sebagai faktor risiko major independent.
Hubungan kuantitatif antara faktor-faktor risiko tersebut diuraikan
dengan jelas oleh studi Framingham dan beberapa penelitian lainnya.
Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko itu
bersifat aditif. Jadi jumlah faktor risiko total seseorang ditentukan oleh
keseluruhan faktor risiko yang dimilikinya.
Sebagian faktor risiko di atas telah menjalani evaluasi melalui
penelitian klinis sampai diketahui responnya terhadap pengobatan. Beberapa
faktor risiko lainnya belum dievaluasi melalui studi klinis sehingga respons
terhadap pengobatan hanya dapat diperkirakan dari berbagai studi
observasional.
Pemberian Terapi Hipertensi
Pemberian obat antihipertensi dapat menurunkan risiko stroke hingga 3540%,
dan menurunkan sedikitnya 16% risiko infark miokard. The Hypertension
Optimal Treatment (HOT) trial menemukan bahwa manfaat yang maksimal
terhadap jantung dan pembuluh darah akan diperoleh apabila tekanan darah
diturunkan hingga 139/83mmHg. Hasil suatu meta-analisis menyebutkan
bahwa efektivitas antarkelas obat antihipertensi tidak menunjukkan
perbedaan. Namun karena aspek ketersediaan dan biayanya yang terjangkau,
dipilih antihipertensi golongan tiazid, untuk sebagian besar pasien yang tidak
mempunyai indikasi pemakaian obat antihipertensi tertentu.
Pemberian Aspirin
Beberapa penelitian dan meta analisis mengindikasikan penggunaan aspirin
sebagai pencegahan penyakit kardiovaskular. Dibandingkan dengan plasebo,
aspirin menurunkan risiko terkena infark miokard sebesar 32%. Meskipun
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, penggunaan aspirin
meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal. Oleh karena itu, perlu
dipertimbangkan rasio manfaat perlindungan terhadap penyakit
kardiovaskular dan risiko efek samping perdarahan lambung pada
penggunaan aspirin pada pasien dengan kondisi tertentu.
F. SINDROMA KORONER AKUT TANPA ELEVASI SEGMEN ST
Penyakit jantung koroner merupakan manifestasi proses aterosklerosis,
proses keradangan yang ditandai adanya pembentukan plak ateromatous yang
kaya lemak di dalam dinding arteri. Tanpa deteksi dan pengobatan yang tepat,
plak di dalam koroner akan berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis
angina stabil, angina tak stabil, infark miokard, komplikasi kardiovaskular
dan kematian. Penyakit jantung koroner tetap menjadi penyebab utama
kematian di seluruh dunia yang mana kondisi ini diduga akibat pengobatan
yang belum optimal. Sindroma koroner akut (acute coronary syndrome,
ACS) adalah sindroma klinik yang terdiri dari angina tak stabil (unstable
angina, UA), infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST segment
elevation/ NSTEMI) dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST
segment elevation/STEMI). Dalam banyak kasus penyebab utama sindroma
koroner akut adalah proses aterosklerosis. Di bawah akan dibahas
penanganan terkini sindroma koroner akut ditinjau dari aspek farmakologis
G. PATOFISIOLOGI SINDROMA KORONER AKUT TANPA ELEVASI
SEGMEN ST
Aterosklerosis adalah suatu proses pembentukan plak yang terus berlangsung
di dalam dinding pembuluh darah arteri (terutama ukuran sedang dan besar).
Proses ini terjadi sepanjang waktu dan sering tanpa menimbulkan gejala.
Proses aterosklerosis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko koroner yang
meliputi hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes dan merokok.4 Semua
bentuk sindroma koroner akut ditandai oleh ketidakseimb angan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard dan adanya beberapa faktor yang
memberikan peranan dalam ketidakseimbangan ini. Penyebab paling sering
penurunan perfusi miokard adalah penyempitan pembuluh darah koroner
akibat pembentukan trombus yang tidak oklusif sebagai respon terhadap
pecahnya plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Pecahnya plak
aterosklerosis mencetuskan adesi platelet dalam sirkulasi, diikuti aktivasi dan
agregasi platelet. Agregasi platelet menyebabkan pembentukan trombus yang
menimbulkan oklusi parsial dan secara klinik dikenal sebagai angina tak
stabil dan bila menetap dalam waktu lama menimbulkan infark miokard akut
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Trombus yang menyebabkan oklusi
total akan memberikan manifestasi sebagai infark miokard akut dengan
elevasi segmen ST (STEMI).
Trombus yang menyumbat pembuluh darah koroner/mikrovaskular,
baik parsial maupun total akan mengakibatkan kematian sel miokard.
Luasnya kerusakan sel miokard dapat ditentukan dengan meningkatnya
marker jantung seperti creatin kinase-MB (CK-MB) atau troponin.
Penelitian menunjukkan adanya 2 tipe trombus yang dibentuk yaitu:
trombus yang kaya platelet (white clot) dan trombus yang kaya fi brin (red
clot).3 Trombus yang kaya platelet terutama dibentuk di daerah yang shear
stressnya tinggi dan biasanya hanya menyumbat secara parsial, sedangkan
trombus yang kaya fi brin seringkali menimbulkan oklusi total akibat
aktivasi jalur koagulasi dan terperangkapnya eritrosit di dalam jaringan fi
brin (seringkali superimpose dengan white clot).
a. E. Pathwa
Blok pada arteri
koroner jantung
Modified Risk Factor
Non-Modified Risk Factor
Penimbunan trombosit
dan faktor pembekuan
Inflamasi
Blok total
STEMI
Infark Miokard
Produksi ATP Anaerob
Sel terisi ion
natrium dan air
Sel pecah (lisis)
Kemampuan sintesa ATP scr
aerob berkurang
NON STEMI
Blok sebagian
Pompa natrium,
kalium berhenti
ATP yg dihasilkan
sangat sedikit
As. Laktat
meningkat
Kondisi Infark
Pelepasan histamin
dan prostaglandin
Vasokonstriksi dan
tromboksan
Protein intrasel
keluar ke sistemik
& interstitial
Edema dan bengkak
sekitar miokard
Pompa jantung
tdk terkoordinasi
Respon baroreseptor
Aktivasi saraf simpatis, sistem
renin-angiotensin, peningkatan
ADH, pelepasan hormon stress
(ACTH, Kortisol), peningkatan
prod. glukosa
Darah ke ginjal
menurun
Hambatan depol
atrium / ventrikel
Vol. Sekuncup turun
Otot rangka
kekurangan oksigen
dan ATP
disritmia
Penurunan TD
Sistemik
Parasimpatis
berkurang
Hipoksia meluas,
iskemia meluas,
infark meluas
HR dan TPR
Meningkat
Beban jantung
meningkat
Produksi urin
menurun
Dx: Nyeri akut
Jalur hantaran
listrik terganggu
Dx: Nyeri akut
Dx: Penurunan
Curah Jantung
Nyeri di dada
Volume plasma
meningkat
Dx: Intoleransi
Aktivitas
Komplikasi: Gagal
jantung, kematian.
Aliran darah ke perifer
semakin menurun
Aliran balik vena
meningkat
CRT di ekstremitas > 2 dt,
pucat bahkan sianosis
Dx: Insufisiensi
Perfusi Perifer
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada
pasien. Pada Trombolysis inMyocardial (TIMI) III Registry, adanya
depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor
outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko
outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya
depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan
NSTEMI.
b. Pemeriksaan laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard
lebih spesifik dari
pada CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada
darah perifer setelah 3-4 jam dan dapatmenetap sampai 2 minggu
(Anderson Jeffry L, 2007)
I.
Aspek farmakologis ua dan nstemi
Penatalaksanaan optimal dari UA/NSTEMI bertujuan menghilangkan
iskemia dan mencegah berulangnya iskemia yang lebih jelek. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian terapi anti iskemia, antiplatelet dan antitrombin.
Stratifi kasi risiko akan membantu menetapkan pasien untuk tindakan
konservatif atau invasif dini.
1. Terapi anti iskemia
 Golongan nitrat (nitrogliserin)
Nitrogliserin mempunyai efek vasodilatasi koroner dan perifer yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan
penghantaran oksigen ke miokard. Untuk menghilangkan nyeri yang
dihubungkan dengan iskemia dapat diberikan nitrogliserin di bawah lidah
atau melalui spray di pipi setiap 5 menit sampai 3 dosis. Pemberian
nitrogliserin intravena (IV) bermanfaat pada pasien yang tidak berespon
terhadap pemberian sublingual (SL). Nitrogliserin (IV) dimulai pada dosis
10 g/menit dan ditingkatkan dengan 10 mg setiap 2-5 menit sampai
menghilangnya keluhan angina atau terdapat respon tekanan darah menurun.
Tekanan darah sistolik sebaiknya tidak diturunkan <110 mmHg pada pasien
yang sebelumya normotensi atau penurunan tidak lebih dari 25% di bawah
tekanan darah yang biasanya. Nitrogliserin harus dihindari pada pasien
dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan 30 mmHg dibawah
tekanan darah basal atau bradikardia atau takikardia. Sesudah kondisi stabil



pemberian IV harus diubah ke pemberian peroral dalam waktu 48 jam.
Pemberian nitrat ini tergolong kelas I dengan level of evidence C.
Golongan penyekat
Obat penyekat bekerja secara kompetitif dengan menghambat efek
katekolamin pada reseptor sel membran. Penyekat dianjurkan dimulai secara
oral dalam 24 jam pertama bila tidak ada kontraindikasi (gagal jantung).
Penggunaan secara IV harus sangat hati-hati dengan indikasi spesifi k dan
hindari adanya gagal jantung, hipotensi, dan hemodinamik tak stabil.
Penggunaan penyekat secara oral sebagai pencegahan sekunder sebelum ke
luar rumah sakit dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung atau disfungsi
sistolik yang terkompensasi. Penggunaan penyekat ini tergolong kelas I
dengan level of evidence B.
Golongan penyekat kanal kalsium
Penyekat kanal kalsium bekerja secara langsung sebagai vasodilator
koroner. Efek yang bermanfaat disebabkan karena penurunan kebutuhan
oksigen miokard dan memperbaiki aliran darah ke miokard. Tidak semua
penyekat kanal kalsium bekerja dengan cara yang sama dan harus
diperhatikan dalam menentukan jenis yang dipilih. Penyekat kanal kalsium
dapat digunakan untuk mengontrol keluhan yang berhubungan dengan
iskemia pada pasien yang tidak berespon atau tidak toleransi terhadap nitrat
dan penyekat (kelas I dengan tingkat bukti B). Dua penyekat kanal kalsium
yang dipilih berdasarkan data ilmiah adalah diltiazem dan verapamil oleh
karena efeknya dalam menurunkan denyut jantung dan tidak digunakan
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri yang berat dan edema paru.
Penggunaan golongan penyekat kanal kalsium dihidropiridin yang bekerja
cepat harus dihindari oleh karena menimbulkan refl eks takikardia dan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard sehingga memperburuk iskemia.
Golongan penyekat kanal kalsium dihidropiridin yang bekerja panjang
(amlodipin dan felodipin) mempunyai risiko dan manfaat yang relatif
dibandingkan golongan yang lain dan tidak secara spesifi k dipastikan
penggunaannya pada sindroma koroner akut.
Morfi n
Morfi n bekerja terutama sebagai venodilator, dilatasi arteriol ringan dan
sedikit menurunkan denyut jantung sehingga menurunkan kebutuhan
oksigen miokard. Penggunaannya terutama untuk efek analgesiknya. Morfi
n sulfat diberikan pada pasien dengan keluhan yang menetap meskipun
sudah diberikan golongan nitrat atau berulangnya nyeri meskipun dengan
terapi iskemia yang adekuat (kelas IIa dengan tingkat bukti B/ turun dari
kelas I). Diperlukan monitoring yang ketat selama pemberian morfi n oleh
karena efek samping hipotensi, mual, dan depresi pernapasan.
2. Terapi antiplatelet
Tujuan pengobatan dengan antiplatelet adalah untuk menurunkan
pembentukan platelet dan agregasinya yang merupakan bagian integral dari
pembentukan trombus setelah terjadinya disrupsi plak.

Aspirin
Aspirin bekerja menghambat acetyl cyclooxygenase (COX-1) dalam platelet
secara menetap sehingga mencegah pembentukan thromboxane A2 dan
menurunkan agregasi platelet. Sejumlah penelitian menunjukkan efek yang
bermanfaat dari aspirin pada pasien sindroma koroner akut. Hasil dari 12
penelitian yang tergabung dalam Antithrombotic Trialist Collaboration
menunjukkan angka kejadian infark miokard, stroke, atau kematian dari
penyebab kardiovaskular menurun sebesar 46% pada pasien yang diobati
antiplatelet (aspirin) dibandingkan plasebo.9 Dianjurkan pemberian aspirin
dimulai sesegera mungkin pada pasien dengan diagnosis atau dugaan
sindroma koroner akut, kecuali terdapat kontraindikasi dan diteruskan
dalam waktu yang tidak terbatas (kelas I, tingkat bukti A). Dosis permulaan
160-325 mg/hari/oral dan diteruskan 75-162 mg/hari/oral.6,9 Meskipun
aman, aspirin dihubungkan dengan meningkatnya perdarahan intrakranial
dan gastrointestinal. Data penelitian dari CURE (the Clopidogrel in
Unstable Angina to Prevent Reccurrent Events) dan BRAVO menunjukkan
angka perdarahan yang kecil pada dosis aspirin yang rendah (75-100 mg)
dibandingkan dosis 200-325 mg.

Tiklodipin
Tiklopidin dan klopidogrel adalah golongan thienopyridine yang bekerja
sebagai penyekat reseptor (P2Y12) adenosine difosfat (ADP) yang menetap
pada platelet sehingga mengakibatkan hambatan aktivasi platelet dan
menurunnya agregasi platelet dan viskositas darah.6,9 Tiklopidin sudah
digunakan secara sukses untuk pencegahan sekunder terjadinya stroke,
infark miokard, dan pencegahan oklusi stent/graft, akan tetapi oleh karena
efek sampingnya yang besar (neutropenia dan purpura trombositopenia
trombotik), penggunaanya menjadi terbatas. Saat ini tiklopidin digunakan
untuk pencegahan stroke/TIA (transient ischemic attack) pada pasien
dengan intoleransi/ resistensi terhadap aspirin dan digunakan bersama-sama
aspirin sampai 30 hari pada pasien dengan pemasangan stenting tanpa obat
(non drug eluting stent).
Klopidogrel
Klopidogrel merupakan prodrug yang tidak aktif dan memerlukan oksidasi
oleh sitokrom P450 dan isoenzim 2C19 di dalam hepar dan atau usus.
Permulaan kerja obat dalam 1 jam setelah pemberian oral dosis tunggal,

tetapi efek penghambatan menetap memerlukan waktu antara 3-7 hari.
Pemberian dosis muatan 300 mg/oral memberikan efek penghambatan
maksimal dalam 24-48 jam, sedangkan pemberian dosis muatan 600 mg
mencapai efek penghambatan maksimal setelah 2 jam.11 Efek penghambatan
klopidogrel bersifat menetap, oleh karena itu diperlukan waktu 5 hari untuk
pembentukan 50% platelet baru. Klopidogrel diberikan pada pasien UA/
NSTEMI yang tidak toleransi terhadap aspirin, sedangkan pasien dengan
riwayat perdarahan gastrointestinal oleh karena aspirin, harus diberikan
penghambat pompa proton untuk mengurangi berulangnya perdarahan.
Pemberian klopidogrel bersama aspirin pada pasien dengan UA/NSTEMI
memberikan manfaat penurunan angka kejadian kematian, infark miokard
non fatal, dan stroke sebesar 20% dibandingkan pemberian aspirin sendiri
(CURE trial).5,9,11 Pemberian klopidogrel sebelum dilakukan percutaneous
coronary intervention (PCI) memberikan penurunan angka kejadian
kematian kardiovaskular, infark miokard atau stroke sebesar 30% (PCICURE trial). Dengan demikian, klopidogrel bersama aspirin diberikan pada
semua pasien dengan sindroma koroner akut baik yang akan dilakukan
intervensi dini maupun yang dilakukan perawatan secara konservatif dan
minimum diberikan selama 1 bulan (idealnya 1 tahun) (kelas I, tingkat bukti
B). Efek samping neutropenia lebih jarang dibandingkan tiklopidin,
sedangkan perdarah-an besar meningkat tanpa meningkatkan perdarahan
intracranial
J. Perawatan Untuk Pasien Resiko Rendah
a. Tes stres noninvasive
b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani
arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi
dapat dilakukan
c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi
tanpa temuan risiko tinggi.
K. Tatalaksana Predischarge dan Pencegahan Skunder
Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain :
a. Mencapai berat badan optimal
b. Nasehat diet
c. Penghentian merokok
d. Olahraga
e. Pengontrolan Hipertensi
f. Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak
dikenali sebelumnya
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
a. Kualitas Nyeri dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan
nafas atau seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi
menurun ke lengan kiri bawah danpipi, dagu, gigi, daerah
epigastrik dan punggung.
c. Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama
kegiatan.
d. Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama,
berakhir lebih dari 20 menit,tidak menurun dengan istirahat,
perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
e. Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan
keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor
meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab,
cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tandatanda gagalnya ventrikel Atau kardiogenik shok terjadi. BP normal,
meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda
kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop
menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari
disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan
perikordialfriksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun,
Vena jugular amplitudonya meningkat( LV disfungsi ), RV
disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati
lembek.
g. Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/CI.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
M. Rencana Keperawatan
SDKI
SLKI
Penurunan Curah Jantung
curah
Domain: L.02008
jantung
Kriteria Hasil :
1. Gambaran
aritmia
2. Pucat
3. Berat Badan
SIKI
Perawatan Jantung
Domain: I.02075
Intervensi :
EKG 1.1 Identifikasi
Tanda/Gejala
primer penurunan curah jantung
1.2 Monitor tekanan darah
1.3 Monitor intake dan output
cairan
Skala Indikator :
1.4 Monitor Keluhan Nyeri
1. Menurun
1.5 Monitor EKG 12 Sadapan
2. Cukup Menurun
1.6 Monitor Aritmia
3. Sedang
1.7 Periksa tekanan darah dan
4. Cukup Meningkat
frekuensi nadi sebelum dan
5. Meningkat
sesudah aktivitas
Nyeri akut Tingkat Nyeri
Domain : L.08066
Definisi :
Pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional,
dengan onset mendadak
atau lambat dan
berintensitas ringan hingga
berat dan konstan.
Kriteria Hasil :
Manajemen Nyeri
Domain: I.08238
Intervensi :
2.1 Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri,.
2.2 Mengidentifikasi skala nyeri
2.3 mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
2.4 Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
SDKI
a.
b.
c.
d.
e.
SLKI
Keluhan nyeri
Gelisah
Meringis
Sikap protektif
Tekanan darah
SIKI
mengurangi rasa nyeri (mis.
relaksasi napas dalam).
2.5 Memfasilitasi istirahat dan tidur
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup mrenurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. meningkat
Intoleransi Toleransi Aktivitas
Domain : L.05047
Aktivitas
Definisi : respon fisilogis
terhadap aktivitas yang
membutuhkan tenaga.
Kriteria hasil:
a. frekuensi nadi (4)
b. Kemudahan dalam
melakukan aktivitas
sehari-hari (4)
c. Kekuatan tubuh bagian
atas (4)
d. Kekuatan tubuh bagian
atas (4)
e. Perasaan lemah (4)
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
Manajemen Energi
Domain :I.05178
Definisi:
Mengidentifikasi
dan
mengelola penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan
dan
mengoptimalkan
proses
pemulihan.
Intervensi :
Observasi
3.1 identifikasi gangguan fungsi
tubuh
yang
mengakibatkan
kelelahan
3.2 Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3.3 Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
3.4 Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
Edukasi
3.5 Anjurkan tirah baring
3.6 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3.7 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
DAFTAR PUSTAKA
Coven, D.,L. 2011. Acute Coronary Syndrome. Retrieved from
http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview
Hazinski M,. F. (2004).Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for Healthcare
Providers. AHA: USA
Joewono B,.P. (2003). Ilmu Penyakit Jantung . Airlangga University Press: Surabaya.
Kalim, H et al .(2004).Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi. PERKI
Pratanu,S .(2000).Kursus EKG. PT Karya Pembina Swajaya: Surabaya
Ruhyanudin, F. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler . UMM Press: Malang.
Woods S,.L. (2005). Cardiac Nursing. 5th edition.Lippincott Williams and Walkins: USA
Sudoyo A.,W, (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke Empat-Jilid III.
Universitas Indonesia: Jakarta
Download