LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER KOLOREKTAL DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITIS DISUSUN OLEH: ABDUL HOLIK SANJAYA NIM. P2003001 PROGRAM PROFESI NERS INSTITUSI TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA 2021 LAPORAN PENDAHULUAN Colorectal Cancer A. Konsep Dasar Kanker Kolorektal 1. Anatomi Pencarnaan Gambar 1.1 anatomi system pencernaan manusia Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu : a. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. b. Tenggorokan (Faring) Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. c. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus). d. Lambung Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. e. Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1) Usus Dua Belas Jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 2) Usus Kosong (Jejenum) Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. 3) Usus Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu. f. Usus Besar (Kolon) Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir danair, dan terjadilah diare. g. Rektum dan Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999). 2. Fisiologi pencernaan Fungsi utama usus besar adalah menyerap sisa cairan yang belum tercerna sempurna dari usus halus. Selain itu, organ ini juga menjadi tempat mengalirnya sisa pencernaan yang tak digunakan tubuh ke rektum untuk dibuang dalam bentuk feses. Proses tersebut akan dibantu dengan bakteri baik yang ada pada usus. Bakteri ini mensintesis vitamin, memproses limbah sisa pencernaan dari bentuk cair menjadi padat, serta melindungi usus dari bakteri yang berbahaya. Prosesnya disebut juga dengan gerak peristaltik dan biasanya akan memakan waktu sampai sekitar 36 jam. Pencernaan makanan dimulai dari saat Anda memasukkan makanan ke dalam mulut. Makanan dikunyah oleh gigi sampai menjadi halus, kemudian ditelan dan masuk ke kerongkongan yang terhubung dengan perut. Ketika mencapai lambung, makanan akan dipecah menjadi cair sebelum diteruskan ke usus kecil. Di usus kecillah nantinya pemecahan akan dilanjutkan. Dengan bantuan organ pankreas, organ hati, dan kantung empedu, usus kecil bekerja untuk menyerap vitamin dan nutrisi yang penting dari makanan. Setelah itu, sisanya akan dipindahkan ke usus besar. Pertama, tentunya sisa makanan tersebut akan masuk ke kolon asenden. Di kolon asenden, nutrisi yang belum tercerna di usus kecil akan diserap kembali. Kolon ini juga akan memadatkan cairan sisa makanan menjadi lebih padat. Kemudian, sisa makanan ini bergerak menuju kolon transversum. Pada kolon ini, bakteri akan memecah sisa makanan (fermentasi), menyerap air dan nutrisi yang masih tersisa, lalu membentuk cairan sisa makanan menjadi tinja. Sisa makanan yang telah berubah menjadi tinja ini akan ditampung sementara di kolon desenden. Bila sudah waktunya, kolon sigmoid akan berkontraksi untuk menekan tinja menuju rektum. Kontraksi inilah yang menimbulkan sakit perut yang mendorong Anda untuk segera buang air besar. B. Konsep Medik Colorectal Cancer 1. Definisi Colorectal Cancer Gambar 1.3 ca colon Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya saja jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus. Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Polip dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu neoplasma epithelium, nonneoplasma, dan submukosa. Klasifikasi Polip Kolorektal Epithelium Neoplasia Submukosa Nonneplasia Premaligna Mukosa Limfoid hyperplasia Tubular Hiperplastik Pneumatosis cystoids intestinalis Tubulo Villousum Villousum Inflamatosa Colitis cystica profunda Displasia rendah Pseudo polip Lifoma Displasia berat (karsinomaintra Juvenile karsinoid mukosa) lesi metastasis Maligna/karsinoma Peutz-Jeghers leiomioma Karsinomatosus Dan lain-lain Hemangioma Polip maligna Fibroma Endometriosis Dan lain-lain 2. Klasifikasi dan stadium a. Duke Stadium 0 (carcinoma in situ) Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum. Stadium I Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A). Stadium II Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B). Stadium III Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya (Duke C). Stadium IV Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D). b. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) Stadium T N M Duke 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 A T2 N0 M0 II A T3 N0 M0 B II B T4 N0 M0 III A T1-T2 N1 M0 C III B T3-T4 N1 M0 III C Any T N2 M0 IV Any T Any N M1 D Keterangan T : Tumor primer Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria T1 : Tumor menyebar pada submukosa T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal. T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral. N : Kelenjar getah bening regional/node Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening M : Metastasis Mx : Metastasis tidak dapat di nilai M0 : Tidak terdapat metastasis M1 : Terdapat metastasis Klasifikasi Histologi a. Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk). b. Adenocarcinoma musinosum (berlendir) c. Signet Ring Cell Carcinoma. Signet Ring Cell Carcinoma merupakan salah satu jenis kanker kolorektal dengan bentuk sel kankernya secara mikroskopis terlihat seperti cincin dengan sebuah permata yang sebenarnya adalah inti sel yang terdesak ke pinggir sel. Hal ini karena badan sel dipenuhi oleh mukus. Signet Ring Cell Carcinoma merupakan jenis sel kanker yang bersifat ganas dan berprognosis buruk; banyak ditemukan pada penderita kanker kolorektal dengan usia muda (<50 tahun). d. Carcinoma sel skuamosa. e. Carsinoma recti 3. Etiologi Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain: a. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif. b. Riwayat keluarga. c. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam jumlah sedikit. d. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum. e. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal. f. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal g. Rokok dan alkohol h. Riwayat polip atau kanker kolorektal 4. Manifestasi Klinis Manifestasi kanker kolon secara umum adalah : a. Perdarahan rektum b. Perubahan pola BAB c. Tenesmus d. Obstruksi intestinal e. Nyeri abdomen f. Kehilangan berat badan g. Anorexia h. Mual dan muntah i. Anemia j. Massa palpasi Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaeganasan ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ Colon Kanan Nyeri dangkal abdomen. anemia melena (feses hitam, seperti ter) dyspepsia nyeri di atas umbilicus anorexia, nausea, vomiting rasa tidak nyaman diperut kanan bawah teraba massa saat palpasi Penurunan BB ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ Colon Kiri Obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi ) Adanya darah segar dalam feses. Tenesmus Perdarahan rektal Perubahan pola BAB Obstruksi intestine Rektal/Rectosigmoid ▪ Evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi. Konstipasi dan diare bergantian. Feses berdarah. Perubahan kebiasaan defekasi. Perubahan BB ▪ ▪ ▪ ▪ (Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997) Kolon kanan Kolon kiri Rektum Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Karena tenesmi Defekasi Diare/diare berkala Kontipasi progresif Tenesmi terus- menerus Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak/jarang Darah pada feses Okul Okul/makroskopik Makroskopik Feses Normal /diare Normal Perubahan bentuk Dispepsi Sering Jarang Jarang Memburuknya Hampir selalu Lambat Lambat Hampir selalu Lambat Lambat keadaan umum Anemia 5. Patofisiologi Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ- organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Selsel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paruparu, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan. Polip adenoma, Polip maligna, Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya, Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, bulibuli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites. Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara: a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi. b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang. c. Tertanam ke rongga abdomen. 6. Pathway 7. Pemeriksaan Penunjang a. Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon b. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop c. Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor. 1) Tonus sfingter ani (keras atau lembek) 2) Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak) 3) Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses) Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya d. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah, sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum e. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong, melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis f. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop. g. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal. h. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten. i. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan (Way, 1994). j. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin. k. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum l. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru m. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor. n. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali). o. Pemeriksaan DNA Tinja. 8. Komplikasi a. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap b. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung c. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemorragi d. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses e. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok f. Pembentukan abses 9. Penatalaksanaan a. Medis Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi. 1) Terapi radiasi : sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum. 2) Kemoterapi: metastasis kemoterapi dan dilakukan mengontrol untuk manifestasi menurunkan yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5FU)) untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien mungkin mengandung microscopic metastasis (foci yang kecil dari selsel kanker yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy). b. Bedah Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan, sebagai berikut: 1) Pada tumor sekum dan kolon asenden Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior. 2) Pada tumor transversum Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah arteria kolika media termasuk kelenjar limfe. 3) Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior. 4) Tumor rektum Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis. Reseksi anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah. 5) Tumor sigmoid Dilakukan reseksi sigmoid termasuk kelenjar di pangkal arteri mesentrika inferior. Selain tindakan pembedahan, klien juga harus menjalani terapi lanjut yang dapat berupa kemoterapi dan radioterapi.Klien memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual terutama karena klien harus menjalani terapi C. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian yaitu suatu pemikiran yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi maupun data dari klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan atau keperawatan klien baik secara mental, fisik, lingkungan dan sosial dan (Arif Muttaqin, 2009). Terdiri dari : a. Biodata Klien Identitas klien meliputi : nama,umur,jeniskelamin, pendidikan, pekerjaan,agama,suku/bangsa, waktu masuk rumah sakit, waktu pengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien. b. Pengkajian primary 1) Airway Proses jalan nafas yaitu pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya suara nafas tambahan adanya benda asing. 2) Breathing Frekuensi nafas, apa ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan. 3) Circulation Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. pengkajian juga meliputi status kesadaran compos mentis hemodinamik, warna kulit, nadi. 4) Disability Pengkajian meliputi tingkat (E4M6V5) GCS 15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal, tidak ada gangguan menelan. 5) Exsposure Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya hipotermi. 6) Foley Chateter Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau produksi urin yang keluar. 7) Gastric tube Pemeriksaan ini tujuan nya untuk mengurangi distensi pada lambung dan mengurangi resiko untuk muntah. 8) Monitor EKG Pemeriksaan ini di lakukan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung. c. Pengkajian Survey Sekunder 1) Keluhan utama Keluhan utama yaitu penyebab klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas. Keluhan klien pada gagal jantung bisa terjadi sesak nafas, sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak kunjung sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan menurun, bengkak pada kaki. 2) Riwayat penyakit sekarang Merupakan alasan dari awal klien merasakan keluhan sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST. P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah berat dan apa yang dapat mengurangi gejala. Q (Quality/Quantity) : apa gejala dirasakan klien namun sejauh mana gejala yang timbul dirasakan. R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? menyebar? Yang harus dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa tersebut S (Saferity/Scale) : berapa tingkat parah nya gejala dirasakan? Skala nya brapa? T (Timing) : lama gejala dirasakan ? waktu tepatnya gejala mulai dirasakan. 3) Riwayat penyakit dahulu Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung, pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis. 4) Riwayat penyakit keluarga Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung, hipertensi. 5) Riwayat psikososial spiritual Yaitu respon emosi klien pada penyakit yang di derita klien dan peran klien di pada keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga atau masyarakat. 6) Pola persepsi dan konsep diri Resiko dapat timbul oleh pasien gagal jantung yaitu timbul akan kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktifitas aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai lemah. 7) Pola Aktivitas Sehari-hari a) Pola Nutrisi Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makanmakanan yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien akibat gagal jantung akan mengalami penurunan nafsu makan, meliputi frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan. b) Pola Eliminasi Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap perubahan sistem tubuhnya c) Pola Istirahat Tidur Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat gejala sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien akibar gagal jantung akan mengalami sesak nafas, sehingga hal ini dapat menganggu tidur klien. d) Personal Hygiene Yang perlu di kaji sebelum dan sesudah pada psien yaitunya kebiasaan mandy, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku.t. e) Pola Aktivitas Sejauh mana kemampuan klien dalam beraktifitas dengan konsdisi yang di alami pada saat ini. 8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To a) Kepala Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak adanya pedarahan pada kepala. Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar. b) Mata Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata, reflek pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata. Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba benjolan disekitar mata c) Telinga Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik. Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar maupun dalam. d) Hidung Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang oksigen. Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan pada hidung. e) Mulut dan tenggorokan Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak terjadi kesulitan menelan. f) Thoraks Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak ada otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak. Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba sama kiri kanan Perkusi : sonor seluruh lapang paru Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks seperti ronkhi, wheezing, dullnes g) Jantung Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di leher. Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik Perkusi : pekak Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-mur dan gallop. h) Abdomen Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada bekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen. Auskultasi : bising usus 12x/m Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani Palpasi : tidak terasa adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa tidak terasa,tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen. i) Genitalia Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien jantung dapat diuretik. j) Ekstremitas Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak ditemukan kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi fraktur pada kedua tangan. Ekstremitas bawah : tidak ditemukankelainan pada kedua kaki, terlihat edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik, type derajat edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat. d. Pemeriksaan penunjang 1) Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (kalium, natrium, magnesium), analisa gas darah. 2) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung 3) Ekokardiografi: untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung. 4) Foto rontgen dada: untuk melihat adanya pembesaran pada jantung, penimbunan cairan pada paru-paru atau penyakit paru lain. e. Therapy 1) Digitalis: untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin 2) Diuretik: untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix) 3) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin 4) Trombolitik/ pengencer darah dan antibiotik 2. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b. Risiko konstipasi/diare berhubungan dengan lesi obstruksi c. Nyeri(akut) berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan kesulitan bergerak e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi h. Gangguan pola tidur i. Ansietas j. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan 3. Intervensi keperawatan DIAGNOSA TUJUAN Pola napas tidak efektif Ditandai dengan : Gejala dan tanda mayor Subjektif : 1. Dispnea Objektif : 1. Penggunaan otot bantu pernapasan 2. Pola napas abnormal (Takipnea) Gejala dan tanda minor Subjektif : 1. Ortopnea Objektif : 1. Pernapasan hidung cuping Pola napas INTERVENSI Manajemen jalan napas dan Setelah dilakukan Mengidentifikasi mengelola kepatenan jalan tindakan keperawatan diharapkan 2×24 jam napas ekspektasi pola napas membaik. Kriteria Hasil : a. Dispnea Menurun (5) b. Penggunaan otot bantu napas Menurun (5) c. Ortopnea Menurun (5) d. Frekuensi napas Membaik (5) e. Kedalaman dada Membaik (5) Intervensi : 1. Observasi : 1.1 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 1.2 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, ronki kering) 2. Teraupetik : 2.1 Posisikan semi– fowler atau fowler 2.2 Berikan minuman hangat 2.3 Berikan oksigen 3. Edukasi : 3.1 Anjurka asupan cairan 2000 ml/hari, jika kontraindikasi 4. Kolaborasi : 4.1 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu Nyeri Akut 1. Setelah ditandai dengan, Gejala dan tanda mayor Subjektif : 1. Tingkat Nyeri Mengeluh nyeri keperawatan dalam 1.1. Identifikasi waktu …x 24 jam lokasi, ekspektasi karakteristik, Tampak meringis 2. Bersikap nyeri klien. frekuensi, Kriteria hasil: intensitas b. protektif (waspada, Frekunsi c. posisi menghindari nyeri) 4. d. e. nadi meningkat 5. tingkat Keluhan nyeri menurun 1. dan kualitas nyeri 1.2. Identifikasi skala Meringis nyeri menurun Terapeutik Kesulitan tidur 1.3. Berikan teknik menurun non farmakologis Gelisah untuk menurun mengurangi rasa Tekanan darah membaik f. Frekuensi nyeri 1.4. Fasilitasi istirahat nadi membaik Sulit Tidur Intervensi: Observaisi Objketif : Gelisah dilakukan Manajemen Nyeri tindakan a. 3. 1. dan tidur Kolaborasi 1.5. Kolaborasi Gejala tanda minor 1. pemberian Tekanan analgetik, dara perlu. meeningkat 2. jika Pola nafas berubah Penurunan jantung. Ditandai dengan : curah Gejala dan tanda mayor Subjektif : a. Perubahan preload 1) Lelah Objektif : a. Perubahan preload 1) Edema 2) Central venous pressure (CVP) meningkat Curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan …×24 jam ekspektasi curah jantung meningkat. Kriteria Hasil : a. Lelah Menurun (5) b. Edema Menurun (5) c. Distensi vena Perawatan jantung Mengidentifikasi, merawat dan membatasi komplikasi akibat ketidakseimbangan antara suplai dan konsumsi oksigen miokard. Intervensi 1. Observasi 1.1 identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi 3) Hematomegali Gejala dan tanda minor Subjektif : a. Perilaku/emosional 1) Cemas 2) Gelisah jugularis Menurun (5) d. Pucat/sianosis Menurun (5) e. Hepatomegaly Menurun (5) 1.2 f. Tekanan darah Membaik (5) 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 2. 2.1 2.2 dyspnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan (CVP) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkji (basah, oliguria, batuk, kulit pucat) Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu) Monitor intake dan output cairan Monitor saturasi oksigen Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri) Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-BNP) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas Terapeutik Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium, kolesterol dan makanan tinggi Intoleransi Aktivitas Ditandai dengan : Gejala dan tanda mayor Subjektif : a. Mengeluh lelah Gejala dan tanda minor Subjektif : a. Dispnea saat/setelah aktivitas b. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas c. Merasa lemah Objektif : a. Sianosis Toleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 2×24 jam ekspektasi toleransi aktivitas meningkat. Kriteria hasil : a. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari Meningkat (5) b. Keluhan lelah Menurun (5) c. Dispnea setelah aktivitas Menurun (5) d. Sianosis Menurun (5) e. Frekuensi napas Membaik (5) lemak) 2.3 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat 2.4 Berikan terapi relaksasi untuk mngurangi stress, jika perlu 2.5 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% 3. Edukasi 3.1 anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi 3.2 anjurkan beraktivitas fisik secara bertahan 4. Kolaborasi 4.1 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu Manajemen energi Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan. Intervensi 1. Observasi 1.1 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 1.2 Moitor kelolahan fisik dan emosional 1.3 Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama melakukan aktivitas 2. Terapeutik 2.1 Melakukan rentan gerak pasif dan garing atau aktif 2.2 Berikan aktivitas distraksi menenangkan 3. yang Edukasi 3.1 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3.2 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang 3.3 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan DAFTAR PUSTAKA Black and Jacobs. (1997). Medical surgical nursing: Clinical management for continuity ofcare. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8 .Jakarta:EGC Buku panduan laboratorium keperawatan. ”Perawatan kolostomi.” Harahap, I.A. (2004). "Perawatan pasien dengan kolostomi Pada penderita cancer colorectal.” Diambil dari http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan- ikhsanuddin.pdf pada 19 april 2010Prohealth. (2009). ”Irigasi kolostomi.” http://www.puskesmas oke.com/doc/ Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC Jong & Sjamsuhidajat. (1997). Buku ajar ilmu bedah. (Edisi Revisi). Jakarta : EGC Simon, H. (2008). Colostomy. Massachusetts: Harvard Medical SchoolSmeltzer, Suzanne C. (2002). Smeltzer and Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC. Soeparman. (1994). Ilmu penyakit dalam. (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.