PEMANFAATAN MEDIA PUZZLE METAMORFOSIS DALAM PEMBELAJARAN SAINS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II SDN SAWUNGGALING I/382 SURABAYA Nanik Wahyuni. Irena Yolanita Maureen, S.Pd, M.Sc Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Kampus Lidah wetan [email protected] Penelitian ini bertujuan untuk memberikan beberapa alternatif pembelajaran dengan memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis pada pembelajaran Sains dengan pokok bahasan pertumbuhan hewan dan tumbuhan,beserta dampaknya terhadap hasil belajar. Pola pemanfaatan yang dilakukan, menggunakan pola pemanfaatan Morris yang meliputi pembelajaran bermedia. Guru terlibat dalam merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam fungsi pemanfaatan untuk halhal yang belum tercakup dalam sistem instruksional. Penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi exsperimen dengan teknik pengumpulan data menggunakan instrumen observasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk memantau peran guru dalam pembelajaran dengan memanfaatkan Media Puzzle Metamorfosis serta untuk mengukur ranah afektif dan psikomotorik pada siswa. Sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur ranah kognitif pada siswa. Berdasarkan penelitian pemanfaatan media puzzle metamorfosis mata pelajaran Sains kelas II SDN Sawunggaling I/382 Surabaya, maka dapat disarankan bahwa dalam memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis untuk pembelajaran, sebaiknya dibentuk kelompok maksimal 4 orang. Kata kunci : media pembelajaran, Puzzle , hasil belajar Pendahuluan Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan. Terkadang terjadi kendala dalam proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik, hal ini dapat mengganggu tingkat pemahaman siswa terhadap suatu materi yang disampaikan oleh pendidik. Permasalahan yang terjadi pada proses belajar mengajar dapat diketahui dari hasil akhir pembelajaran yang merupakan tolak ukur dari keberhasilan suatu tujuan pembelajaran. Salah satu hasil belajar yang biasa dijadikan tolak ukur adalah nilai. Proses belajar mengajar dikatakan gagal apabila hasil akhir yang diperoleh siswa melalui tes tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Permasalahan ini terjadi karena siswa mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar pada siswa umumnya dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Sebab kesulitan belajar pada faktor intern dibagi menjadi dua, yang pertama faktor fisiologi yaitu karena sakit, karena kurang sehat dan sebab karena cacat tubuh, yang kedua faktor psikologi yaitu inteligensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan mental dan tipe-tipe khusus seseorang belajar. Ada dua faktor pada faktor ekstern yang membuat anak mengalami kesulitan belajar, yang pertama adalah faktor non-sosial dan sosial. Faktor non-sosial terdiri dari faktor orang tua, suasana rumah/keluarga, dan keadaan ekonomi keluarga. Sedangkan faktor sosial terdiri dari guru, faktor alat, kondisi gedung, kurikulum, waktu sekolah dan disiplin kurang (Ahmadi, 2004:79). Faktor non-sosial secara tidak langsung berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di sekolah, seperti halnya yang terjadi di SDN Sawunggaling I yang berlokasi dikawasan area terminal Joyoboyo. Berdasarkan latar belakang lokasi maka karakteristik siswa dipengaruhi dua hal utama. Yang pertama adalah keadaan ekonomi mereka yang sebagian besar menengah kebawah, hal itu membuat peserta didik tidak dapat belajar secara maksimal karena mereka hanya mengandalkan sumber belajar yang disediakan oleh sekolah. Sedangkan sekolah hanya memberikan fasilitas berupa buku paket yang dipinjamkan kepada setiap murid, setelah itu apabila pada akhir tahun ajaran buku tersebut harus dikembalikan. Keadaan itu membuat peserta didik tidak dapat membaca ulang pelajaran yang lalu dikelas selanjutnya Yang kedua adalah rendahnya latar belakang pendidikan orang tua sehingga mereka kurang perhatian terhadap pendidikan. Karena rendahnya pendidikan itu membuat orang tua murid menjadi lepas tangan dengan perkembangan anak disekolah. Mereka melimpahkan beban tanggung jawab dalam mendidik anak sepenuhnya kepada sekolah. Selain itu keadaan anak-anak yang kurang terbiasa dengan lingkungan formal seperti sekolah akan jadi kendala tersendiri untuk mengendalikan anak-anak tersebut, agar dapat duduk diam di dalam ruang kelas dan mendengarkan materi yang biasa disampaikan guru dengan metode ceramah. Perlu adanya perhatian khusus yang dapat membuat mereka betah berada pada lingkungan formal seperti sekolah. Suatu kesulitan yang nyata bagi pendidik untuk memberikan materi ditengah keadaan siswa yang serba terbatas baik dari segi fasilitas maupun motivasi. Dari observasi yang telah dilakukan pada awal semester (23 Mei 2009) di kelas 2 SD, didapat nilai raport terendah untuk mata pelajaran Sains. Kriteria ketuntasan minimum untuk mata pelajaran Sains adalah 7. Hasil dokumentasi nilai harian banyak siswa mendapatkan nilai rendah pada ulangan harian pertama khususnya pada materi subpokok bahasan pertumbuhan hewan dan tumbuhan. 23 dari 42 siswa yang terdapat di kelas tersebut mendapat nilai di bawah 6,5 yang berarti bisa dikatakan rendah apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas. Dari observasi tersebut dapat dikatakan bahwa telah terjadi masalah pada proses belajar mengajar di kelas 2 SDN Sawunggaling I/382. Berdasarkan analisis RPP SDN Sawunggaling I/382 belum pernah menggunakan media dalam pada pembelajaran Sains kelas 2. Untuk pelajaran Sains, SDN Sawunggaling I/382 hanya memiliki media torso. Namun pada prakteknya media torso itupun jarang digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Padahal pemanfaatan media dalam pembelajaran akan sangat membantu guru dalam menjelaskan isi materi dan mempersempit terjadinya verbalisme pada peserta didik. Ada beberapa media yang dapat dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Misalnya media audio, media visual, dan media audio visual. Berdasarkan karakteristik siswa kelas 2 SD ada beberapa media yang cocok digunakan pada pembelajaran, yaitu scrable, Puzzle, domino hitung, remi dan masih permainan kartu. Media yang sesuai digunakan pada pembelajaran Sains khususnya pada pokok bahasan pertumbuhan hewan dan tumbuhan adalah media Puzzle. Media Puzzle adalah media visual dua dimensi yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi secara visual tentang segala sesuatu sebagai pindahan dari wujud yang sebenarnya. Media Puzzle Metamorfosis sebenarnya telah cukup lama berada di pasaran, hanya di SDN Sawunggaling I/382 belum terdapat media Puzzle Metamorfosis, sehingga media yang sebenarnya berpotensi sebagai sumber belajar dan alat untuk mempermudah penyampaian pesan tersebut belum dimanfaatkan oleh sekolah. Proses belajar mengajar yang terjadi di SDN Sawunggaling I/382 sejauh ini hanya dilakukan dengan metode ceramah. Pada mata pelajaran Sains dibahas mengenai beberapa hal yang bersifat abstrak, seperti: proses metamorfosis pada hewan, dan perubahan wujud benda. Untuk pokok bahasan pertumbuhan hewan dan tumbuhan, penjelasan yang hanya berupa ceramah dari guru akan kurang efektif dan tak jarang membuat terjadinya verbalisme. Suatu tantangan bagi guru untuk membuat anak mengerti bagaimana proses pertumbuhan hewan, akan membutuhkan waktu dan tempat jika anak didik disuruh untuk mengamati pertumbuhan hewan, maka harus ada media yang cocok untuk dapat menggambarkan proses pertumbuhan hewan maupun tumbuhan, sehingga diharapkan siswa memahami bagaimana proses pertumbuhan terjadi tanpa harus mengamati langsung. Media Puzzle adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan dengan cara menyambungkan bagian satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu gambar. Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemanfaatan media Puzzle dengan kreatifitas berpikir anak, dan pemanfaatan media Puzzle jika dilaksanakan dengan baik akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak terutama dalam pengenalan bentuk. (Chaiyunah:2006) Pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dirasa akan sangat membantu dalam pembelajaran karena selain terjangkau secara ekonomis, dapat melatih ketrampilan motorik halus pada anak, juga dapat memberikan gambaran yang lebih konkret pada siswa, media Puzzle ini juga bukan merupakan media baru sehingga siswa dapat mengoperasionalkanya sendiri karena telah mengenal sebelumnya. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan beberapa alternatif pembelajaran dengan memanfaatan media Puzzle Metamorfosis sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 Surabaya. Pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dikatakan berhasil apabila setelah diterapkan media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran Sains siswa kelas 2 dengan subpokok bahasan pertumbuhan hewan dan tumbuhan, ada peningkatan hasil belajar yang signifikan antara sebelum diterapkannya media Puzzle Metamorfosis dengan sesudahnya. Penelitian yang Relevan Penelitian terdahulu yang relevan berjudul ”Hubungan antara Pemanfaatan Media Puzzle dengan Kreativitas Berpikir Anak TK kelas B Ngrowo I Bangsal Mojokerto” yang telah diteliti oleh Chaiyunah (2006) telah menghasilkan kesimpulan bahwa pemanfaatan Media Puzzle memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kreativitas Berpikir Anak TK kelas B. Kemudian penelitian ini dikembangkan untuk memberikan alternatif pembelajaran dengan memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis untuk menyelesaikan masalah belajar yang terjadi di SDN Sawunggaling I khususnya kelas 2 untuk mata pelajaran Sains. Landasan Teori Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Association of Education and Communication Technology (AECT) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan dan informasi (Arsyad 2009:3). Sedangkan batasan yang diberikan oleh Asosiasi Pendidikan nasional (Nasional Education Assosiation/NEA) bahwa media adalah bentuk–bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.Menurut Arief Sadiman (2008:7) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Dari semua keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan yang dilakukan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang minat belajar siswa. Menurut kamus lengkap bahasa Inggris kata Puzzle berarti kesukaran atau teka-teki. Media Puzzle yang diterapkan dalam pembelajaran Sains siswa kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 merupakan kategori Puzzle-picture karena teka–teki yang digunakan berupa gambar. Setiap Puzzle akhirnya, memiliki peran yang tak tergantikan dalam rangka menyusun gambar agar sempurna dan lengkap. Puzzle termasuk salah satu alat permainan edukatif yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan anak belajar sejumlah keterampilan, misal melatih motorik halus, melatih anak untuk memusatkan perhatian dan memahami konsep tertentu seperti bentuk, warna, ukuran dan jumlah. Media Puzzle terbuat dari bahan–bahan yang mudah dibongkar pasang (karton tebal atau kayu yang tipis). Mempunyai gerigi yang berpasangan satu sama lain. Bila gerigi tersebut dipasangkan satu sama lain akan membentuk suatu gambar utuh. Gambar yang terbentuk menunjukkan proses Metamorfosis hewan tertentu. Anak dari umur 12 bulan bisa bermain dengan Puzzle dua keping. Seiring dengan pertumbuhan anak, mereka akan menikmati Puzzle dengan kepingan yang lebih banyak. Media Puzzle Metamorfosis adalah permainan edukatif berupa gabungan dari beberapa potongan gambar yang dapat membantu mengembangkan kretivitas berpikir anak. Media tersebut hanya mengandalkan unsur–unsur visual semata dan tidak diikuti unsur lain seperti audio maupun gerak. Media Puzzle yang baik hendaknya mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas berpikir anak. Media Puzzle adalah media visual dua dimensi yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi secara visual tentang segala sesuatu sebagai pindahan dari wujud yang sebenarnya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pengertian media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan yang dilakukan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang minat belajar siswa. Media Puzzle termasuk salah satu alat permainan edukatif yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan anak belajar sejumlah keterampilan. Media Puzzle merupakan bagian dari media grafis. Media tersebut hanya mengandalkan unsur–unsur visual semata dan tidak diikuti unsur lain seperti audio maupun gerak. Media Puzzle yang baik hendaknya mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas berpikir anak. Media Puzzle adalah media visual dua dimensi yang mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi secara visual tentang segala sesuatu sebagai pindahan dari wujud yang sebenarnya. Dalam pembelajaran, penyampaian informasi yang hanya melalui bahasa verbal selain dapat menimbulkan verbalisme, juga gairah siswa dalam menangkap pesan akan semakin berkurang, karena siswa akan kurang diajak berpikir dan menghayati pesan yang disampaikan. Pada kenyataannya memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukanlah sesuatu yang mudah, karena ada sejumlah pengalaman yang tidak mungkin dipelajari secara langsung oleh siswa. Contohnya seperti proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan, siswa tidak mungkin untuk diberikan pengalaman secara langsung pada proses tersebut, karena akan membutuhkan waktu dan ruang tersendiri. Pada tahap inilah peran media berfungsi, karena media dapat memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu. Seperti yang dikatakan Sanjaya (2008:209) bahwa media pembelajaran memiliki beberapa nilai praktis yaitu, yang pertama media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, yang kedua media dapat mengatasi batas ruang kelas, yang ketiga media dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan lingkungan, yang keempat media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan, yang kelima media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat, yang keenam media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik, yang ketujuh media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, kedelapan media dapat mengontrol kecepatan belajar siswa, dan yang terakhir media dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal yang konkret sampai abstrak. Pada kegiatan awal pembelajaran siswa harus diberikan motivasi karena motivasi adalah aspek yang penting dalam membelajarkan siswa. Djamarah dalam Aunurrahman (2009:115) mengemukakan bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motovasi anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain. Tanpa adanya motivasi tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Menurut djamarah (2002:122) ada tiga fungsi motivasi dalam belajar yaitu, motivasi sebagai pendorong perbuatan, motivasi sebagai penggerak perbuatan, dan motivasi sebagai pengarah perbuatan. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk melakukan sesuatu. Oleh sebab itu siswa sebelum menggunakan media diberikan wawasan mengenai fungsi dari media yang akan digunakan, agar penggunaan media pada proses pembelajaran dapat maksimal. Hamalik dalam Arsyad (2009:15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.Peran motivasi dalam proses belajar siswa cukup tinggi. Belajar menurut teori konstruktivistik bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman yang dilakukan oleh setiap individu. Piaget dalam Sanjaya (2008:165) berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Media Puzzle Metamorfosis dapat menggantikan pengalaman langsung siswa dalam mengamati proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan, sehingga siswa mempunyai skema pada proses tersebut tanpa harus melakukan pengalaman langsung. Menurut Morris dalam Setijadi (1994:108) dapat diidentifikasikan empat pola dasar pembelajaran yang dapat diorganisasikan. Yang pertama merupakan pola tradisional dalam bentuk tatap muka guru-siswa, yang kedua guru dengan media untuk membantu kegiatan pembelajaran, yang ketiga mengandung pemanfaatan sistem instruksional yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia dimana guru terlibat dalam merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam fungsi pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup dalam sistem instruksional, yang keempat meliputi penggunaan sistem instruksional lengkap yang hanya terdiri dari pembelajaran bermedia dimana guru tidak berperan langsung. Pemanfaaatan media Puzzle Metamorfosis yang akan diterapkan merupakan bagian pola dasar pembelajaran yang kedua. Belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa yang terjadi pada proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran, Aunurrahman (2009:35) mengemukakan sejumlah definisi belajar menurut para ahli, burton dalam bukunya “The Guidance of Learning activities” merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan linkungannya, dan Witherington dalam bukunya Educational Psychology, H.C. mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. Sagala (2010:11) mengatakan bahwa belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Menurut Saekhan dalam Pembelajaran Konstektual (2008:1) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan. Menurut Sanjaya (2008:26) pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada diluar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Menurut Vygotsky dalam Trianto (2007:29) mengatakan pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugastugas tersebut berada dalam zone of proximal development. Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan didalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. (Ahmadi 2004:128). Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang penting dalam pendidikan sebagai simbol proses pengembangan kretivitas berpikir guna mewujudkan kualitas baik secara proses maupun lulusan pendidikan. Pembelajaran terjadi saat ada interaksi antara guru atau sumber belajar dan sibelajar, interaksi guru dan murid yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan untuk memenuhi tujuan pembelajaran. Menurut Nana Sudjana dalam bukunya Dasar–Dasar Proses Belajar Mengajar (2009:72) dikatakan bahwa Kegiatan belajar mengacu pada yang berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mempelajari bahan yang disampaikan guru. Sedangkan kegiatan mengajar erat hubungannya dengan cara guru menjelaskan bahan kepada siswa. Oleh sebab itu kegiatan belajar erat hubungannya dengan metode belajar, sedangkan kegiatan mengajar erat hubungannya dengan metode mengajar. Ada beberapa metode mengajar yang biasa digunakan dalam pembelajaran. Metode-metode ini digunakan guru dalam upaya membuat siswa belajar. Dalam pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis digunakan beberapa metode untuk mendampingi proses pembelajaran. Ada metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, dan metode kerja kelompok. Dalam pembelajaran IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar. Menurut Trianto (2007:104) pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: memberikan pengalaman kepada peserta didik sehingga mereka kompeten malakukan pengukuran berbagai besaran fisis, dan menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah. Ada beberapa pokok bahasan dalam IPA yang tidak dapat disajikan secara langsung kepada peserta didik. Contohnya saja pada pertumbuhan hewan dan tumbuhan. Materi pelajaran mengenai proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan merupakan materi yang berupa prosedur. Prosedur adalah materi pelajaran yang berhubungan dengan kemampuan siswa untuk menjelaskan langkah-langkah secara sistematis tentang sesuatu (Sanjaya, 2008:143). Dalam kurikulum telah dicantumkan bahwa perlunya perangkat percobaan pertumbuhan hewan dan tumbuhan sebagai salah satu alat bantu dalam proses pembelajaran pada materi ini, mengingat standar kompetensi yang tercantum adalah mengenal bagian-bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan, pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat makhluk hidup dan kompetensi dasar yang yang dibutuhkan dalam materi ini adalah mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pertumbuhan hewan dan tumbuhan. Sedangkan indikator yang harus dicapai adalah siswa harus dapat menceritakan perubahan yang dialami hewan dan tumbuhan berdasarkan hasil pengamatan. Metamorfosis sendiri memiliki definisi yaitu suatu proses Biologi di mana hewan atau tumbuhan secara fisik mengalami pertumbuhan biologis setelah dilahirkan atau menetas, melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui pertumbuhan sel dan differensiasi sel. Aktivitas belajar pada setiap individu tidak selamanya berjalan dengan lancar, terkadang terjadi beberapa kendala yang mengakibatkan peserta didik tidak dapat mencapai tujun pembelajaran yang telah ditetapkan secara optimal. Dalam proses belajar mengajar yang berlangsung, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar agar dapat menghantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran banyak bergantung pada proses belajar mengajar yang dialami murid selaku peserta didik. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja dengan ditandai adanya perubahan pada diri seseorang baik dalam perilaku, ketrampilan maupun aspek lainnya. Hasil belajar atau prestasi belajar didasarkan pada suatu pelajaran setelah dilakukan pengukuran dan evaluasi tertentu. Menurut Sudjana (2009:56) hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar-mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut: a) kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa, b) menambah keyakinan dan kemampuan diri, c) hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, d) hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh, yakni mencakup ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotoris, e) kemampuan siswa untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya. Untuk dapat melihat berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran maka diadakan penilaian untuk melihat hasil belajar siswa. Menurut Sudjana (2009:3) ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai statu objek. Dalam pembelajaran ada beberapa penilaian yang dilakukan kepada siswa untuk melihat tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Ada penilaian yang dilakukan seusai proses belajarmengajar dilaksanakan, yaitu penilaian formatif. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajarmengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar. hal ini bertujuan untuk melihat seberapa besar kemampuan siswa menyerap materi yang telah diajarkan. Hasil belajar pada pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dinilai pada proses urutan pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis yang dilakukan oleh siswa dan guru yang terdiri dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada ranah kognitif yaitu : 1. Siswa dapat mendeskripsikan dengan bahasa sendiri mengenai proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan. 2. Siswa dapat mengurutkan proses Metamorfosis pada hewan atau tumbuhan. Pada ranah afektif, yaitu : 1. Siswa dapat memfokuskan pandangan terhadap penjelasan guru 2. Kemauan siswa mendengarkan penjelasan guru tentang proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan. 3. Kemauan siswa bertanya kepada guru tentang materi proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan yang belum di pahaminya. 4. Siswa senang belajar Sains dengan menggunakan media Puzzle Metamorfosis dan mentaati peraturan permainan. 5. Kemauan siswa mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru. Pada ranah psikomotorik, yaitu : 1. Siswa terampil dalam mensetting kelas. 2. Siswa terampil dalam menyiapkan media Puzzle Metamorfosis. 3. Siswa terampil memasang Puzzle dengan benar 4. Siswa terampil berkomunikasi dengan temannya. 5. Siswa merapikan Puzzle Metamorfosis setelah permainan berakhir Metode Penelitian Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. (Sugiyono, 2010:6). Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian dengan judul “Pemanfaatan Media Puzzle Metamorfosis Pada Pembelajaran Sains dengan Subpokok Bahasan Pertumbuhan Hewan dan Tumbuhan Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 Surabaya”, dikategorikan sebagai penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis penelitian Pre Experimental Design. Menurut Sugiyono (2010:109) dikatakan pre experimental design karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel depen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol, sampel tidak dipilih secara random. Sedangkan menurut Campbell & Stanley dalam Arikunto (2006:84) menjelaskan bahwa pre experimental design sering dipandang sebagai experimen yang tidak sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan istilah “quasi experiment” atau eksperimen pura-pura. Disebut demikian karena eksperimen jenis ini belum memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu. Ada 3 jenis design yang dimasukkan ke dalam kategori pre experimental design, yaitu (1) one shot study case (2) pre test and post test (3) statistic group comparison. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kedua yaitu one group pretest-posttest design. Penelitian semu dengan model kedua ini dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa ada kelompok pembanding. Dalam penerapan penelitian dengan menggunakan Media Puzzle Metamorfosis dibutuhkan tiga kali pertemuan dalam pembelajaran agar hasil yang didapat bisa maksimal. Pertemuan pertama, dilakukan pembelajaran secara klasikal dan pengenalan Media Puzzle Metamorfosis, selain itu pada akhir pertemuan pertama siswa diberi soal pretest. Pertemuan kedua, dijelaskan mengenai tata cara dan ujicoba Pemanfaatan Media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran. Pertemuan ketiga, dilakukan pembelajaran langsung serta aplikasi Pemanfaatan Media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran, serta pemberian LKS sebagai posttest Penelitian ini akan dilaksanakan pada minggu keempat bulan juni selama satu minggu. Penelitian ini bertempat di ruang kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 Surabaya dan dilakukan pada saat pulang sekolah setelah siswa melakukan pembelajaran secara formal. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Teknik observasi digunakan untuk memantau peran guru dalam pembelajaran dengan memanfaatkan Media Puzzle Metamorfosis serta untuk mengukur ranah afektif dan psikomotorik pada siswa. Observasi yang dipilih adalah observasi sistematis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap suatu proses kegiatan pembelajaran untuk menilai aktifitas peserta didik dan guru dengan menggunakan pedoman observasi. Observasi yang dilakukan berpedoman pada instrument observasi, sedangkan yang diobservasi adalah proses pembelajaran Sains dengan menggunakan media Puzzle Metamorfosis. Dikatakan oleh Sutrisno Hadi (1986) dalam Sugiyono (2010:203) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati objek, peristiwa penting secara langsung disertai dengan membuat catatan mengenai hasil dari pengamatan dalam suatu penelitian. Observasi yang dipilih disini adalah observasi sistematis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap suatu proses kegiatan pembelajaran Sains khususnya pokok bahasan pertumbuhan hewan dan tumbuhan yang dilakukan siswa kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 Surabaya. Sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur ranah kognitif pada siswa. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis tes prestasi atau achievement test, yaitu test yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Tes merupakan alat untuk mengukur prestasi siswa, dalam tes ini berisi uraian yang menuntut siswa untuk menjawab soal dalam bentuk menguaraikan, menjelaskan, dan dalam bentuk lain yang sesuai dengan pemahaman siswa yang diterpakan dengan bahasa siswa itu sendiri dalam menjawab tes uraian tersebut. Tes uraian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan belajar siswa terutama kemapuan kognitif. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006:150). Tes dilakukan dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan yang disebut pre test dan sesudah diberikan perlakuan yang disebut post test. Jenis test yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif bentuk pilihan ganda dengan jumlah 10 soal pre test dan 10 soal post test. Subyek penelitian ini adalah siswasiswi kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 Surabaya sebanyak 42 anak. Penelitian yang akan dilakukan hanya terfokus pada siswa kelas 2 SDN Sawunggaling I/382 maka, hasil atau kesimpulan dari panelitian ini hanya berlaku bagi SDN Swunggaling I/382 khususnya kelas 2. karakteristik siswa SDN Sawunggaling I/382 dipengaruhi dua hal utama yaitu keadaan ekonomi yang sebagian besar menengah kebawah dan rendahnya latar belakang pendidikan orang tua sehingga mereka kurang perhatian terhadap pendidikan anaknya. Hasil Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh melalui observasi di SDN Sawunggaling I/382 dengan sumber data guru pada proses pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran Sains dengan pokok bahasan proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan tergolong “baik sekali”, pengamat I mendapatkan hasil 84, 21 % dan pengamat II mendapatkan hasil 82, 45 % sehingga didapatkan hasil rata-rata 83, 33 %. Selain observasi kepada guru, telah dilakukan juga observasi pada siswa pada proses pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran Sains dengan pokok bahasan proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan. Pengamat I mendapatkan hasil 81, 25 % dan pengamat II mendapatkan hasil 83, 33 % sehingga didapatkan hasil rata-rata 82, 29 % jika hasil rata-rata tersebut disesuaikan dengan kriteria, maka tergolong “baik sekali”. Sedangkan dari hasil analisis data tes diketahui pada t = 7, 22 dengan taraf signifikan 5 %, db = 40 – 1 = 39 sehingga diperoleh t tabel 1, 70 menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 7, 22 > 1, 70. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil uji beda dengan memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran Sains dengan pokok bahasan proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan di SDN Sawunnggaling I/382 kelas II lebih besar daripada harga t tabel, sehingga dapat dikatakan secara signifikan pembelajaran Sains dengan memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran Sains berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai yang diraih siswa setelah memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis. Berdasarkan hasil penelitian keseluruhan dapat diketahui adanya pengaruh yang signifikan antara pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis terhadap hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari hasil observasi dan tes. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa media media Puzzle Metamorfosis sangat baik bila dimanfaatkan pada pembelajaran Sains pokok bahasan proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan kelas II SD. Media Puzzle Metamorfosis juga dapat membantu guru dalam dalam proses belajar mengajar sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Simpulan Setelah dilakukan penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Proses pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dilakukan dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang masing-masing anggota kelompok beranggotakan maksimal 4 orang. Guru memantau kerja tiap-tiap kelompok dan pada akhir pembelajaran siswa diberi LKS sebagai post test. 2. Hasil analisis observasi proses pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dengan sumber data guru diperoleh nilai dari pengamat I sebesar 84,21% dan diperoleh nilai dari pengamat II sebesar 82, 45 % sehingga rerata dari pengamat I dan II adalah 83, 33 % jika hasil tersebut dikonsultasikan dengan kriteria maka tergolong baik sekali. Hasil analisis observasi proses pemanfaatan media pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis dengan sumber data siswa diperoleh nilai dari pengamat I sebesar 81, 25 % dan diperoleh nilai dari pengamat II sebesar 83, 33% sehingga rerata dari pengamat I dan II adalah 82, 29 %. Jika hasil tersebut dikonsultasikan dengan kriteria, maka tergolong baik sekali. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan anatara pemanfaatan media Puzzle Metamorfosis terhadap hasil belajar, hal ini dibuktikan melalui tes uji–t yang diperoleh nilai 7, 22 dengan db = 42 – 1 = 41 taraf signifikan 5 % sehingga diperoleh t tabel 1,70. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 7, 22 > 1,70. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan diantarannya yaitu : 1. Dalam memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis untuk pembelajaran, sebaiknya dibentuk kelompok maksimal 4 orang. 2. Kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis untuk siswa usia di bawah 10 tahun, sebaiknya tidak dibentuk kelompok lebih dari 4 orang. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, bahwa pembelajaran dengan memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis berpengaruh dengan hasil belajar. Oleh karena itu peneliti menyarankan untuk memanfaatkan media Puzzle Metamorfosis dalam pembelajaran Sains kelas II pokok bahasan proses pertumbuhan hewan dan tumbuhan. DAFTAR RUJUKAN AECT. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan (terjemahan Setijadi dkk) Jakarta: CV. Rajawali. Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Saiful Bahri. 2002. Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Psikologi Prosedur Muchith, M Saekhan. 2008. Pembelajaran Konstektual. Semarang: RaSAIL Media Group. Arshad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers Aunurrahman. 2009. Belajar Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Chaiyunah. 2006. Hubungan Antara Pemanfaatan Media Puzzle Dengan Kreativiyas Berpikir Anak TK Kelas B Ngrowo I Bangsal Mojokerto. Skripsi Yang Tidak Dipublikasikan. UNESA. Surabaya dan Sadiman, Arif. 2008. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sanjaya, Wina. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Sudjana, Nana. 1989. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeto Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher