penapisan antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri

advertisement
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan antibakteri perlu dilakukan untuk mengetahui potensi senyawa
antibakteri dari bakteri asam laktat dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Daya hambat suatu senyawa antibakteri dapat diketahui dengan melakukan uji
aktivitas menggunakan metode difusi sumur agar. Metode ini sering digunakan
sebagai bioassay untuk penentuan jenis senyawa antibakteri yang dihasilkan.
Aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen yang diujikan tampak
sebagai zona bening di sekeliling sumur agar.
4.1
Penapisan Senyawa Antibakteri
Tahap penapisan senyawa antibakteri bertujuan untuk menyeleksi isolat
BAL yang menghasilkan senyawa antibakteri terbaik. Tahapan ini meliputi
kultivasi, pemanenan dan uji aktivitas senyawa antibakteri. Penapisan senyawa
antibakteri dilakukan dengan menggunakan tiga isolat bakteri asam laktat yang
berbeda, yakni isolat BAL SK(15), SK(16) dan SK(19).
4.1.1
Kultivasi
Kultivasi sel bakteri merupakan proses peningkatan konsentrasi beberapa
atau semua komponen suatu populasi dan biasanya secara mutlak ditentukan oleh
macam pengukuran yang digunakan untuk memantau proses tersebut. Pengukuran
sering digunakan untuk mencerminkan pertambahan jumlah atau massa sel.
Faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme (Hadiutomo 1988). Istilah
pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan
biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen (pertambahan jumlah dan
atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya) (Pelczar dan Chan
2005).
Tahap
awal
kultivasi
dilakukan
dengan
mempersiapkan
media
pertumbuhan untuk BAL. Pengukuran pertumbuhan perlu dilakukan untuk
mengetahui peningkatan densitas BAL yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi.
Hasil pengukuran densitas optik dan pH pada awal dan akhir kultivasi (setelah
diinkubasi selama 24 jam) pada setiap isolat yang dikerjakan dapat dilihat pada
Tabel 1.
23
Tabel 1 Densitas optik dan pH dari tiga isolat BAL selama inkubasi 24 jam.
Isolat BAL
Awal Kultivasi
Akhir Kultivasi
OD
pH
OD
pH
SK(15)
0,15
6
3,61
4
SK(16)
0,11
6
3,19
4,5
SK(19)
0,10
6
2,64
4,5
Pertumbuhan bakteri dapat diartikan sebagai penambahan jumlah sel
bakteri, ukuran bakteri yang semakin besar atau substansi atau massa bakteri
dalam koloni semakin banyak (Hadiutomo 1988). Densitas optik pada awal
kultivasi akan mempengaruhi besarnya nilai absorbansi pada akhir kultivasi.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai OD pada awal kultivasi untuk
ketiga isolat berada pada kisaran 0,10-0,15. Pada akhir kultivasi nilai OD
mengalami kenaikan untuk ketiga isolat. Densitas optik isolat SK(15), SK(16) dan
SK(19) pada akhir kultivasi secara berturut-turut ialah 3,61; 3,19 dan 2,64.
Perubahan nilai OD ini menunjukkan adanya pertumbuhan sel BAL pada masingmasing isolat. Perbedaan nilai OD akhir kultivasi pada masing-masing isolat ini
dapat disebabkan karena respon isolat BAL yang berbeda-beda terhadap
kesesuaian lingkungan pada media pertumbuhannya.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam
laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam dan karbohidrat (Fardiaz
1992). Secara umum, kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yakni kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi.
Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH, dan tekanan osmotik, sedangkan
kebutuhan kimiawi meliputi air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineralmineral dan faktor penumbuh (Pelczar dan Chan 2005). Selain itu, besarnya nilai
absorbansi pada awal kultivasi juga akan mempengaruhi besarnya nilai absorbansi
pada akhir kultivasi, dimana pada awal kultivasi isolat SK(15) memiliki nilai OD
yang lebih tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan BAL, sehingga
isolat SK(15) memiliki nilai OD akhir kultivasi terbesar dibandingkan dengan
isolat SK(16) dan SK(19). Perbedaan nilai OD dan pH pada akhir kultivasi untuk
24
ketiga isolat BAL juga diduga karena masing-masing isolat BAL tersebut
menghasilkan senyawa antibakteri yang berbeda-beda kandungannya.
Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Tingkat keasaman dipengaruhi
adanya konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Pengukuran pH
dilakukan secara duplo pada masing-masing isolat BAL pada awal kultivasi dan
akhir kultivasi (setelah diinkubasi selama 24 jam). Tingkat keasaman isolat
SK(15), SK(16) dan SK(19) pada awal kultivasi memiliki nilai pH yang sama,
yakni 6 dan pada akhir kultivasi nilai pH pada ketiga isolat berada pada kisaran 44,5. Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa nilai pH untuk ketiga isolat
mengalami penurunan pada akhir kultivasi, sedangkan nilai OD mengalami
peningkatan. Meningkatnya densitas BAL selama kultivasi, maka akan
meningkatkan pula aktivitas metabolismenya. Hasil metabolisme ini sebagian
besar berupa asam laktat yang mampu menurunkan nilai pH pada lingkungan
pertumbuhannya.
Asam laktat dapat bersifat mengawetkan bahan pangan (Winarno 1994).
Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan
menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri
pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono 2001 diacu dalam Rostini 2007).
Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam laktat
dan asam asetat (asam organik), senyawa-senyawa tersebut diantaranya H2O2,
diasetil dan bakteriosin dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan dengan
produksi asam organik (Daeschel 1983 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002).
Nilai pH medium merupakan salah satu parameter penting yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat merupakan mikroba
yang mempunyai kemampuan dalam menciptakan respon terhadap keasaman
medium (Lunggani 2007).
4.1.2
Uji aktivitas senyawa antibakteri
Uji aktivitas senyawa antibakteri dilakukan untuk mengetahui kemampuan
isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri asam laktat
mampu menghasilkan senyawa asam laktat, asam asetat, asam format, asam
suksinat, etanol, hidrogen peroksida, dan diasetil maupun bakteriosin yang
25
bersifat antagonistik dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain.
Supernatan bebas sel yang diberi perlakuan tidak dinetralkan (A), dinetralkan (N),
serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 (E) diuji aktivitasnya
terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes, Escherichia coli dan Salmonella
typhimurium sebanyak 50 µl. Hasil pengujian aktivitas senyawa antibakteri dapat
dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.
Tabel 2 Uji aktivitas senyawa antibakteri dari supernatan bebas sel terhadap
bakteri uji.
Diameter Zona Hambat (mm)
Isolat BAL
Tidak Dinetralkan
(pH 4-4,5)
Dinetralkan
pH (6,5-7)
Diendapkan
pH (6,5-7)
LM
EC
ST
LM
EC
ST
LM
EC
ST
SK(15)
7
6
6
-
-
-
-
-
-
SK(16)
3
5
7
-
-
-
-
-
-
SK(19)
-
2
3
-
-
-
-
-
-
Keterangan:
diameter zona bening sudah termasuk hasil pengurangan diameter sumur
LM : Listeria monocytogenes
EC : Escherichia coli
ST : Salmonella typhimurium
(-) : tidak menghasilkan zona hambat
Uji aktivitas senyawa antibakteri dari ketiga isolat BAL asal supernatan
bebas sel yang diujikan menunjukkan bahwa dari ketiga isolat BAL SK(15),
SK(16) dan SK(19) memiliki daya hambat terhadap ketiga bakteri uji, kecuali
SK(19) tidak memiliki daya hambat terhadap L. monocytogenes (supernatan bebas
sel yang tidak dinetralkan). Supernatan bebas sel yang dinetralkan, serta
dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 tidak menunjukkan adanya daya
hambat atau zona bening di sekitar sumur. Perlakuan supernatan bebas sel yang
tidak dinetralkan bertujuan untuk mempertahankan kondisi asam yang terbentuk
dari senyawa asam-asam organik. Perlakuan supernatan bebas sel yang
dinetralkan bertujuan untuk menghilangkan pengaruh antibakteri dari asam
organik, sehingga zat antibakteri yang aktif berupa senyawa organik. Perlakuan
supernatan bebas sel yang dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4
26
bertujuan untuk mengendapkan protein yang terdapat pada supernatan, dimana
senyawa protein yang dieksresikan oleh BAL tersebut berupa bakteriosin
Ion-ion (NH4)2SO4 pada konsentrasi rendah akan melindungi molekul
protein dan mencegahnya bersatu, sehingga akan meningkatkan kelarutan protein.
Amonium sulfat lebih mampu mengendapkan protein enzim dibandingkan dengan
etanol dan aseton (Wijaya 2002 diacu dalam Magdalena 2009). Tipe protein yang
mampu larut dalam larutan garam rendah ialah globulin. Protein tipe globulin ini
dapat diendapkan dengan melakukan penambahan dengan amonium sulfat. Proses
pengendapan protein globulin terjadi akibat adanya pengendapan isoelektrik
ketika dilakukan penambahan garam. Kelarutan protein jenis globulin ini
akan menurun seiring dengan penurunan konsentrasi garam. Distribusi residu
hidrofilik dan hidrofobik pada permukaan molekul protein adalah fitur yang
menentukan proses kelarutan tersebut, dimana ketika molekul air di sekitar residu
hidrofobik berada pada permukaan protein maka akan menyebabkan terjadinya
interaksi hidrofobik. Agregasi hidrofobik pada permukaan protein terjadi karena
adanya konsentrasi garam yang tinggi. Ion garam yang cenderung lebih
mendominasi
akan
menyebabkan
molekul
air
yang
tersedia
secara
bebas menjadi sedikit, sehingga akan terjadi penarikan molekul air dari rantai
samping hidrofobik (Scopes 1994).
Aktivitas penghambatan yang negatif pada supernatan bebas sel yang
diberi perlakuan dinetralkan, serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4
dikarenakan adanya proses penambahan NaOH yang menyebabkan terjadinya
perubahan nilai pH dari asam (pH 4-4,5) menjadi netral (pH 6,5-7). Sehingga
pengaruh asam-asam organik berupa asam laktat dan asam asetat yang terdapat
pada supernatan bebas sel menjadi hilang. Selain efek penambahan NaOH,
aktivitas penghambatan yang negatif pada supernatan bebas sel yang diberi
perlakuan dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 juga diduga karena
konsentrasi protein yang terendapkan terlalu kecil. Pada penelitian ini konsentrasi
(NH4)2SO4 yang digunakan pada tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi
protein) hanya sebesar 50%. Menurut Purwanti (2003), tahap purifikasi parsial
bakteriosin (presipitasi protein) dengan penambahan (NH4)2SO4 sebesar 50%
mampu menghasilkan ekstrak endapan, namun jumlah protein yang terendapkan
27
tersebut bergantung pada karakteristik isolat bakteri asam laktat terseleksi yang
digunakan.
Daya hambat yang terjadi pada supernatan bebas sel yang tidak
dinetralkan (tingkat keasaman tinggi) terhadap bakteri uji menunjukkan bahwa
supernatan yang digunakan cenderung menghasilkan asam-asam organik. Hal ini
diperkuat dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk di sekeliling sumur
pada supernatan bebas sel yang dinetralkan. Asam-asam organik yang terbentuk
ini berkaitan erat dengan penurunan pH yang terjadi pada akhir kultivasi
(Tabell1). Asam organik berupa asam laktat yang terbentuk berasal dari hasil
metabolisme bakteri asam laktat. Menurut Khunajakr et al. (2008), strain bakteri
asam laktat dengan kemampuan untuk memproduksi asam organik dapat
berpotensi sebagai aplikasi probiotik maupun sebagai pengawet makanan alami.
Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri uji terutama pada bakteri
uji jenis Gram-negatif dengan merusak bagian membran luar bakteri. Menurut
Alakomi et al. (2000), asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air
sehingga mampu menembus ke dalam periplasma bakteri Gram-negatif melalui
protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar
berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak
oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang lain yaitu diasetil,
bakteriosin, hidrogen peroksida dan lactoperidase system dapat berpenetrasi ke
dalam membran sitoplasma.
Asam organik banyak digunakan sebagai aditif dalam pengawetan pangan
(Roller 2003). Aksi antimikroba dari asam organik terutama berdasarkan pada
kemampuannya dalam mereduksi pH pangan dalam fase air. Ketika nilai pH <4,
asam menghambat pertumbuhan bakteri. Asam dapat juga menyebabkan
kerusakan sel dan meningkatkan kemungkinan kehilangan viabilitas. Molekul
yang tidak terdisosiasi dan ion terdisosiasi dapat menyebabkan kerusakan selular
(Ray 2000). Keefektifan antibakteri dari asam organik pada pangan bergantung
pada tipe asam yang digunakan, konsentrasi dan aplikasi metode. Efektivitas juga
dipengaruhi oleh suhu, pH, aw, oksigen, garam dan antibakteri lainnya (Roller
2003).
28
Isolat BAL SK(15) dan SK(16) mampu menghambat pertumbuhan bakteri
uji L. monocytogenes, E. coli dan S. typhimurium. Berdasarkan hasil uji aktivitas
senyawa antibakteri pada Tabel 2 menunjukkan bahwa isolat SK(15) merupakan
isolat yang menghasilkan daya hambat yang lebih baik dibandingkan dengan
SK(16) dengan diameter zona hambat pada L. monocytogenes, E. coli dan
S..typhimurium masing-masing sebesar 7 mm, 6 mm dan 6 mm. Senyawa
antibakteri dari isolat SK(16) menghasilkan diameter zona hambat pada
L..monocytogenes, E. coli dan S..typhimurium masing-masing sebesar 3 mm, 5
mm dan 7 mm. Berbeda dengan isolat SK(19), dimana potensi senyawa
antibakteri hanya mampu menghambat bakteri uji E. coli dan S. typhimurium
dengan diameter zona hambat pada masing-masing bakteri uji sebesar 2 mm dan 3
mm, sedangkan pada bakteri uji L..monocytogenes tidak dihasilkan zona bening di
sekitar sumur.
Berdasarkan Tabel 2, aktivitas hambatan senyawa antibakteri dari isolat
SK(15) terhadap L. monocytogenes lebih besar apabila dibandingkan dengan
E..coli dan S. typhimurium. Sedangkan pada isolat SK(16) efektivitas
penghambatan yang lebih baik pada pengujian dengan bakteri S. typhimurium. Hal
ini menunjukkan bahwa bakteri uji L. monocytogenes lebih sensitif terhadap
aktivitas senyawa antibakteri yang terkandung pada isolat SK(15). Isolat SK(15)
memiliki potensi sebagai agen biopreservatif makanan. Menurut Einarsson dan
Lauzon (1995) diacu dalam Sutoyo (1998) senyawa antibakteri dengan aktivitas
spesifik dan mempunyai efek hambatan pertumbuhan terhadap patogen yang
menular melalui makanan (food borne pathogen) seperti Listeria spp., dapat
diaplikasikan sebagai biopreservatif dalam industri makanan.
Isolat BAL SK(16) memiliki efektivitas penghambatan yang lebih baik
pada pengujian dengan bakteri uji S. typhimurium dan E. coli. Hal ini diduga
karena bakteri uji yang berasal dari golongan Gram-negatif lebih sensitif terhadap
aktivitas senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat SK(16), dibandingkan dengan
bakteri uji yang berasal dari golongan Gram-positif. Daya hambat terhadap bakteri
uji dapat disebabkan karena isolat SK(16) membentuk asam-asam organik seperti
asam laktat, asam asetat dan asam butirat. Adanya asam-asam organik (pH 4-4,5)
menyebabkan pertumbuhan bakteri yang diujikan, yakni L. monocytogenes,
29
E..coli dan S..typhimurium menjadi terhambat. Asam laktat memiliki efek
antibakteri terbatas ketika digunakan dalam pangan pada tingkat 1-2%, bahkan
pada pH 5 atau lebih. Pertumbuhan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif
berkurang, diindikasikan oleh meningkatnya aksi bakteriosin. Asam laktat
memiliki efek bakterisidal pada pH dibawah 5, khususnya pada bakteri Gramnegatif (Ray 2000).
Isolat BAL SK(19) memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi
terhadap bakteri uji E. coli dan S. typhimurium. Hal tersebut diduga karena
senyawa antibakteri yang diproduksi oleh isolat SK(19) memiliki kandungan
asam laktat yang tinggi sehingga menghasilkan efek penghambatan hanya
terhadap bakteri uji Gram-negatif. Asam laktat dan diasetil yang diproduksi oleh
BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri Gramnegatif daripada bakteri Gram-positif. Bakteriosin yang diproduksi oleh BAL
memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri Gram-positif,
sedangkan hidrogen peroksida mempunyai daya aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Gram negatif (Salmonella dan Pseudomonas) dan bakteri Gram-positif,
seperti Staphylococcus (Holzapfel et al. 1995 diacu dalam Nurmalis 2008).
Kandungan diasetil pada senyawa
antibakteri juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri Gram-negatif lebih sensitif terhadap diasetil
daripada bakteri Gram-positif. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gramnegatif yang bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor
et al. 2006).
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi terhadap bakteri uji E. coli dan
S..typhimurium dibandingkan dengan L. monocytogenes juga berkaitan dengan
perbedaan antara bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif yang didasarkan
pada perbedaan struktur dinding selnya. Bakteri Gram-negatif mengandung lipid,
lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang
dikandung bakteri Gram-positif. Dinding sel berupa peptidoglikan pada bakteri
Gram-negatif cenderung lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram-positif,
yakni berkisar antara 2-7 nm (terletak diantara membran dalam dan luar) (Pelczar
dan Chan 2005). Kandungan lipid, protein, dan lipopolisakarida pada membran
luar bakteri Gram-negatif tersebutlah yang menyebabkan permeabilitas sel bakteri
30
Gram-negatif akan lebih mudah rusak ketika terkena pH rendah dibandingkan
dengan bakteri Gram-positif.
Bakteri asam laktat merupakan mikroba yang mempunyai kemampuan dalam
menciptakan respon terhadap keasaman medium. Mekanisme penghambatan
komponen antimikroba ini terhadap mikroba target adalah dengan cara
destabilisasi dari membran sitoplasma (Lunggani 2007). Efektivitas BAL dalam
menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan, strainnya, serta
komposisi media (Jeppensen dan Huss 1993 diacu dalam Rostini 2007). Selain
itu, produksi substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media
pertumbuhan, pH, dan temperatur lingkungan (Ahn dan Stiles 1990 diacu dalam
Rostini 2007). Berdasarkan uji aktivitas senyawa antibakteri yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa isolat SK(15) merupakan isolat BAL yang menghasilkan
daya hambat terbaik apabila dibandingkan dengan isolat SK(16) dan SK(19). Hal
tersebut ditunjukkan dengan keefektifannya dalam menghambat pertumbuhan
bakteri uji L. monocytogenes, E..coli dan S. typhimurium dengan diameter zona
bening yang paling besar.
4.2
Produksi Senyawa Antibakteri dari Isolat BAL Terpilih
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui waktu optimum pertumbuhan dan
produksi senyawa antibakteri dari isolat BAL terpilih (SK(15)). Tahap produksi
senyawa antibakteri meliputi kultivasi, pengukuran kadar asam laktat dan uji
aktivitas senyawa antibakteri. Pengamatan yang dilakukan ialah pengukuran OD,
perubahan pH dan pengukuran kadar asam laktat setiap 4 jam selama 48 jam.
Isolat terpilih (SK(15)) kemudian diuji aktivitasnya terhadap bakteri uji Listeria
monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella
typhimurium. Hasil pengukuran OD, pH, kadar asam laktat dan diameter zona
hambat dapat dilihat pada Tabel 3.
31
Tabel 3 Perubahan densitas optik, pH, kadar asam laktat (%) dan aktivitas
penghambatan (mm) isolat terpilih (SK(15)).
Lama
Inkubasi
(jam)
0
4
8
12
16
20
24
28
32
pH
OD
5,76
5,23
4,25
3,97
3,95
3,93
3,91
3,91
3,91
0,45
1,07
3,60
4,63
4,90
6,00
6,05
5,90
5,20
44
48
3,91
3,91
5,20
5,10
Konsentrasi kontrol positif
asam asetat (%)
Kadar
Asam
Laktat (%)
1,67
2,78
4,94
5,06
5,16
5,19
5,08
5,01
4,96
Diameter Zona Hambat (mm)
LM
5
5
5
5
7
8
7
SA
6
6
7
7
7
7
6
EC
4
5
6
6
5
7
7
6
ST
4
6
6
6
6
6
8
7
4,96
4,91
0,20
0,40
5
5
2
3
6
5
1
4
6
6
1
2
6
5
1
2
0,60
0,80
1
2
5
6
5
6
8
4
6
7
3
6
8
Keterangan:
diameter zona bening sudah termasuk hasil pengurangan diameter sumur
LM : Listeria monocytogenes
SA : Staphylococcus aureus
EC : Escherichia coli
ST : Salmonella typhimurium
(-) : tidak menghasilkan zona hambat
Tabel 3 menunjukkan perubahan densitas optik, pH dan kadar asam laktat
selama inkubasi 48 jam pada isolat terpilih (SK(15)) dan aktivitas antibakteri
terhadap bakteri uji L. monocytogenes, S. aureus, E. coli dan S. typhimurium.
Isolat SK(15) mengalami penurunan nilai pH selama masa inkubasi yang seiring
dengan peningkatan nilai OD hingga jam ke-24, kemudian nilai pH cenderung
stabil hingga akhir masa inkubasi yang seiring dengan penurunan nilai OD. Hasil
pengukuran kadar asam laktat berkaitan erat dengan nilai pH yang terukur, dengan
meningkatnya kadar asam laktat maka akan menyebabkan pH medium menjadi
asam. Aktivitas antibakteri isolat SK(15) memiliki daya hambat terhadap bakteri
uji E. coli dan S. typhimurium pada jam ke-4. Bakteri uji L. monocytogenes dan
32
S..aureus baru mengalami aktivitas penghambatan pada jam ke-8. Uji aktivitas
senyawa antibakteri yang dilakukan terhadap isolat terpilih SK(15) menunjukkan
bahwa diameter zona hambat terbaik terjadi pada waktu inkubasi di jam ke-28.
4.2.1
Perubahan densitas optik, pH dan kadar asam laktat isolat terpilih
Pengamatan densitas optik, perubahan pH dan pengukuran kadar asam
laktat dilakukan setiap 4 jam sekali selama inkubasi 48 jam. Pengamatan densitas
optik dan perubahan pH dilakukan dengan mengukur nilai absorbansi dan tingkat
keasaman media pertumbuhan isolat terpilih, sedangkan pengukuran kadar asam
laktat diuji dengan metode analisis total asam tertitrasi. Pengukuran kadar asam
laktat dilakukan dengan menggunakan larutan baku standar NaOH 0,1091 N dari
indikator fenolftalein. Titrasi NaOH dilakukan hingga warna larutan supernatan
berubah menjadi kemerahan. Kurva pertumbuhan, perubahan pH dan kadar asam
7
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0
0
0
4
8
12
16
20
24
28
32
44
Kadar asam laktat (%)
Densitas optik dan pH
laktat isolat terpilih (SK(15)) dapat dilihat pada Gambar 4.
48
Lama inkubasi (jam)
Gambar 4 Perubahan densitas optik ( ), pH ( ) dan kadar asam
laktat ( ) selama inkubasi 48 jam pada isolat SK(15).
Gambar 4 menunjukkan tidak adanya fase adaptasi pada pola pertumbuhan
isolat SK(15). Hal ini diduga karena fase adaptasi pada isolat SK(15) terjadi
dengan sangat cepat. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai
OD pada awal waktu inkubasi, yakni pada jam ke-0 menuju jam ke-4. Hal ini
diduga karena media yang digunakan pada proses inokulum sama dengan media
yang digunakan pada saat kultur bakteri (Suhandana 2010). Pembelahan sel belum
terjadi pada fase adaptasi karena pada fase ini beberapa enzim belum disintesis.
Jumlah sel pada fase adaptasi cenderung tetap, namun terkadang menurun. Bakteri
33
mungkin tidak memerlukan fase adaptasi apabila sel ditempatkan dalam media
dan lingkungan yang sama seperti media dan kondisi lingkungan pada proses
sebelumnya (Fardiaz 1992). Walaupun pada fase ini populasi sel pertumbuhannya
tidak meningkat atau lamban, namun sel individu secara metabolik aktif dalam
rangka peningkatan kandungan dan persiapan untuk pembelahan (Cowan dan
Talaro 2006). Fase adaptasi merupakan suatu fase dimana bakteri yang baru
dipindahkan ke dalam suatu medium akan mengalami penyesuaian dengan
substrat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Lamanya fase ini bervariasi
tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya.
Fase pertumbuhan logaritmik (pertumbuhan cepat dan konstan) terjadi
pada waktu inkubasi setelah jam ke-0 hingga jam ke-20 (Gambar 4). Proses
metabolisme pada fase pertumbuhan logaritmik ini sangat pesat. Hal tersebut
dikarenakan adanya nutrisi yang berlimpah dan kondisi media yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri, sehingga sintesis bahan sel sangat cepat dan konstan. Fase
ini menunjukkan kecepatan membelah diri paling tinggi, waktu generasinya
pendek dan konstan. Selama fase ini metabolisme paling pesat dikarenakan nutrisi
yang berlimpah, jadi sintesis bahan sel sangat cepat dan konstan pula. Keadaan ini
terus berlangsung sampai nutrien habis atau telah terjadi penimbunan atas hasil
metabolisme yang bersifat racun yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.
(Hidayat et al. 2006).
Fase stasioner ditunjukkan dengan pertumbuhan bakteri yang melambat
dan pertumbuhannya cenderung tetap. Fase stasioner terjadi pada jam ke-20
hingga jam ke-28. Bakteri mampu hidup dan tumbuh karena dapat menyerap
cairan tercerna ekstraseluler dari bahan organik yang ada disekitarnya, pencernaan
bahan organik tersebut dilakukan melalui dinding sel masuk ke membran
sitoplasma yang bersifat permeabel selektif. Ketika memasuki fase stasioner
pertumbuhan bakteri akan melambat. Faktor yang mempengaruhi lambatnya
pertumbuhan pada fase ini diantaranya ialah nutrisi yang terkandung dalam
medium sudah sangat berkurang dan hasil metabolisme yang mungkin beracun,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Jumlah bakteri yang dihasilkan
pada fase ini sama dengan jumlah bakteri yang mati sehingga jumlah sel bakteri
yang hidup menjadi konstan (Hidayat et al. 2006).
34
Fase penurunan terjadi pada waktu inkubasi jam ke-32 hingga akhir waktu
inkubasi (48 jam). Penurunan nilai OD ini diduga karena pada fase penurunan sel
mulai rentan mengalami kematian karena bakteri kehabisan nutrien dan kondisi
lingkungannya yang sudah tidak sesuai. Kondisi lingkungan yang sudah tidak
sesuai ini dapat terjadi akibat adanya zat-zat beracun dari hasil metabolisme
bakteri selama diinkubasi.
Perubahan nilai pH pada Gambar 4 menunjukkan tingkat keasaman yang
relatif mengalami penurunan. Terjadi penurunan nilai pH yang cukup drastis dari
jam ke-0 hingga jam ke-24, dimana terjadi penurunan nilai dari 5,76 menjadi 3,91
(Tabel 3). Penurunan nilai pH tersebut berkaitan erat dengan pertumbuhan isolat
BAL SK(15). Penurunan nilai pH tersebut disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas metabolisme bakteri karena jumlah sel BAL yang terus bertambah
(pertumbuhan tinggi). Hasil dari aktivitas metabolisme ini sebagian besar berupa
asam laktat yang menyebabkan terciptanya kondisi asam sehingga akan
menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya. Menurut Amin dan
Leksono (2001) diacu dalam Rostini (2007), efek bakterisidal dari asam laktat
berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga
pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat.
Setelah inkubasi 24 jam hingga jam ke-48 nilai pH cenderung stabil, yaitu
3,91. Pertumbuhan bakteri dan produksi asam laktat akan melambat dan
cenderung tetap ketika memasuki fase stasioner, sehingga nilai pH tidak lagi
mengalami penurunan. Penggunaan nutrien atau substrat oleh bakteri pada fase
stasioner
tidak
dipergunakan
untuk
pertumbuhan,
tetapi
lebih
banyak
dipergunakan untuk metabolisme sekunder dalam menghasilkan metabolit lain
diantaranya bakteriosin (Usmiati dan Marwati 2007).
Kadar asam laktat mengalami peningkatan dari jam ke-0 hingga jam ke-20
lama inkubasi. Setelah itu, kadar asam laktat mulai mengalami penurunan dan
cenderung stabil, yakni pada kisaran 5,075%-4,910% (Tabel 3). Kadar asam laktat
yang terukur ini berkaitan erat dengan pertumbuhan dan nilai pH selama masa
inkubasi. Ketika memasuki fase pertumbuhan logaritmik terjadi peningkatan nilai
OD dan persentase kadar asam laktat, sedangkan nilai pH mengalami penurunan.
Hal ini dikarenakan pada fase logaritmik, terjadi peningkatan sel yang pesat
35
sehingga pertumbuhan bakteri menjadi cepat dan aktivitas metabolismenya
menjadi tinggi. Hasil dari aktivitas metabolisme ini merupakan asam-asam
organik, salah satunya berupa asam laktat sehingga dengan meningkatnya kadar
asam laktat tersebut, maka akan menyebabkan pH medium menjadi asam.
Ekstraseluler produk tertinggi dihasilkan pada jam ke-20 yang merupakan
fase stasioner dari pola pertumbuhan isolat SK(15). Pertumbuhan jasad renik pada
fase stasioner, yakni pada jam ke-20 hingga jam ke-28 akan menjadi lambat
karena nutrisi yang terkandung dalam medium sudah sangat berkurang, sehingga
dalam kondisi lingkungan yang tidak sesuai tersebut menyebabkan terjadinya
produksi metabolit sekunder dengan persentase yang lebih tinggi. Persentase
kadar asam laktat ketika memasuki fase akhir stasioner akan mengalami
penurunan hingga terjadinya fase decline.
Menurut Hardy (1975) diacu dalam Kusmiati dan Malik (2002), asam
laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam laktat. Asam
organik yang biasanya diasosiasikan dengan bakteri asam laktat adalah asam
laktat, asam propionat dan asam asetat yang diproduksi dalam jumlah yang kecil.
Asam laktat telah menunjukkan adanya aktivitas antibakteri melawan bakteri
pembentuk spora, akan tetapi memiliki efek yang kecil terhadap fungi. Asamasam organik mampu menurunkan pH lingkungan dan mengeksresikan senyawa
yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Menurut
Hwang et al. (2011), metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
seperti asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi media
(sumber karbohidrat, konsentrasi gula, dan faktor pertumbuhan), keberadaan
oksigen, tingkat pH, dan konsentrasi metabolit sekunder dari produk.
4.2.2
Uji aktivitas senyawa antibakteri isolat terpilih
Uji potensi senyawa antibakteri dari bakteri asam laktat dilakukan dengan
menggunakan metode penapisan secara langsung yang sering disebut dengan
metode difusi sumur agar (agar well diffusion). Uji aktivitas senyawa antibakteri
dari isolat terpilih dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat BAL SK(15)
dalam
menghambat
pertumbuhan
bakteri
uji
Listeria
monocytogenes,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Pengujian
ini dilakukan berdasarkan waktu inkubasi per 4 jam selama 48 jam. Hubungan
36
antara aktivitas antibakteri dengan lama inkubasi pada isolat terpilih (SK(15))
Diameter zona hambat (mm)
terhadap bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 6 dan Lampiran 4.
8
6
4
2
0
0
4
8
12
16
20
24
28
32
44
48
Lama inkubasi (jam)
Gambar 6 Hubungan antara aktivitas antibakteri dengan lama inkubasi pada isolat
terpilih (SK(15)) terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes ( ),
Staphylococcus aureus ( ), Escherichia coli ( ) dan Salmonella
typhimurium ( ).
Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa senyawa antibakteri
pada isolat terpilih (SK(15)) ketika diujikan terhadap bakteri L. monocytogenes,
S..aureus, E. coli dan S. typhimurium pada waktu inkubasi di jam ke-0 tidak
menunjukkan adanya aktivitas penghambatan. Hal ini dapat disebabkan karena
pada jam ke-0 supernatan bebas sel yang diujikan mengandung kadar asam
organik yang relatif masih rendah, sehingga belum mampu menghambat
pertumbuhan bakteri uji. Selain itu, pada jam ke-0 pertumbuhan bakteri asam
laktat belumlah optimal, karena pada waktu inkubasi tersebut bakteri baru
mengalami fase pertumbuhan awal. Kandungan asam laktat isolat SK(15) pada
waktu inkubasi di jam ke-0 ialah sebesar 0,1670% dengan nilai pH yang relatif
masih tinggi, yakni 5,76 (Tabel 3). Asam laktat memiliki efek bakterisidal pada
pH dibawah 5, khususnya pada bakteri Gram-negatif (Ray 2000).
Aktivitas penghambatan oleh senyawa antibakteri baru terjadi pada jam
ke-4 pada bakteri uji E. coli dan S. typhimurium, dimana kedua bakteri uji tersebut
merupakan jenis bakteri Gram-negatif. Hal tersebut diduga karena senyawa
antibakteri yang diproduksi oleh isolat SK(15) memiliki kandungan asam laktat
37
yang tinggi sehingga menghasilkan efek penghambatan hanya terhadap bakteri uji
Gram-negatif. Kandungan
asam laktat
dan diasetil
menghasilkan efek
penghambatan hanya terhadap bakteri uji Gram-negatif. Asam laktat dan diasetil
yang diproduksi oleh BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi
terhadap
bakteri
Gram-negatif
daripada
bakteri
Gram-positif,
sehingga
pertumbuhan dari bakteri uji Gram-positif tidak menunjukkan adanya hambatan
(Holzapfel et al. 1995 diacu dalam Nurmalis 2008). Menurut Alakomi et al.
(2000), asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram-negatif
dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Asam laktat merupakan
molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma
bakteri Gram-negatif melalui protein porin pada membran luarnya, sehingga
substrat antimikroba dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma.
Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat SK(15)
pada jam ke-8 mampu menghambat pertumbuhan keempat bakteri yang diujikan,
yakni L. monocytogenes, S. aureus, E. coli dan S. typhimurium. Hal ini
disebabkan karena pertumbuhan bakteri pada jam ke-8 ini sudah memasuki fase
pertumbuhan logaritmik (Gambar 4), dimana pada fase tersebut pertambahan
jumlah sel sangat pesat, sehingga hasil aktivitas metabolisme dari bakteri (berupa
asam-asam organik) juga akan meningkat. Asam laktat merupakan salah satu jenis
asam organik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat. Kadar asam laktat isolat
SK(15) pada jam ke-8 ini mengalami peningkatan, yakni sebesar 4,939% dengan
nilai pH yang mulai rendah, yakni 4,25 (Tabel 3). Hal tersebut menyebabkan
aktivitas hambat terhadap keempat bakteri uji yang tidak tahan terhadap asam.
Kadar asam laktat yang dihasilkan oleh BAL dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti komposisi media (sumber karbohidrat, konsentrasi gula, dan faktor
pertumbuhan), keberadaan oksigen, tingkat pH, dan konsentrasi metabolit
sekunder dari produk. Bakteri asam laktat menggunakan jalur fermentasi untuk
menghasilkan energi selular dan memproduksi asam organik. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya penurunan pH pada media di sekitar lingkungan
pertumbuhannya (Theron dan Lues 2011). Mekanisme antimikroba asam laktat
berdasarkan pada teori chemiosmotic dan pH homeostasis. Ketika asam laktat
yang diproduksi disekresikan ke lingkungan, beberapa molekul terdisosiasi
38
menjadi H+ dan anion, sementara yang lain tidak terdisosiasi. Salah satu faktor
yang berperan penting terhadap terdisosiasi atau tidaknya suatu molekul adalah
pH lingkungan dan pK (tetapan keseimbangan) (Ray 1992).
Berdasarkan Gambar 6, aktivitas penghambatan senyawa antibakteri
optimum terjadi pada jam ke-28, dimana bakteri uji L. monocytogenes dan
S..typhimurium mengalami penghambatan pertumbuhan dengan diameter zona
bening sebesar 8 mm. Sedangkan pada bakteri uji S. aureus dan E. coli diameter
zona bening yang dihasilkan ialah sebesar 7 mm. Bakteri memasuki fase akhir
stasioner pada jam ke-28 (Gambar 4), pertumbuhan bakteri pada fase ini
cenderung melambat bahkan mulai menunjukkan sedikit penurunan.
Memasuki waktu inkubasi di jam ke-32 aktivitas penghambatan senyawa
antibakteri yang dihasilkan isolat SK(15) terhadap pertumbuhan bakteri uji
mengalami penurunan hingga jam ke-48. Pada waktu inkubasi tersebut, bakteri
berada pada fase decline, dimana pertumbuhan bakteri mengalami penurunan dan
sel bakteri mulai rentan mengalami kematian. Selain itu, kondisi lingkungan yang
sudah tidak sesuai mengakibatkan munculnya zat-zat beracun yang berasal dari
hasil metabolisme bakteri pada fase sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan
aktivitas penghambatan oleh isolat SK(15) menjadi tidak optimum, sehingga
diameter zona bening di sekeliling sumur yang dihasilkan pun semakin kecil.
Kontrol positif berfungsi untuk membandingkan aktivitas antibakteri dengan
isolat yang diteliti. Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini ialah asam
asetat dengan konsentrasi 0,20%, 0,40%, 0,60%, 0,80% dan 1%. Asam asetat
merupakan senyawa organik yang mengandung gugus asam karboksilat. Asam
asetat termasuk ke dalam golongan asam lemah yang bersifat korosif. Setiap
bakteri uji memiliki ketahanan masing-masing terhadap jenis asam organik yang
berbeda-beda. Bakteri uji L..monocytogenes memiliki kerentanan yang lebih
tinggi terhadap asam laktat dibandingkan dengan asam asetat. Bakteri uji
S..aureus memiliki toleransi ketahanan asam yang paling tinggi dibandingkan
dengan bakteri uji lainnya. Escherichia coli dan Salmonella typhimurium
memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam asetat (Theron
dan Lues 2011). Berdasarkan pengujian yang dilakukan, isolat SK(15) memiliki
aktivitas antibakteri yang hampir setara dengan aktivitas antibakteri pada asam
39
asetat dengan kisaran konsentrasi 0,80%-1%. Uji aktivitas pada kontrol positif
(asam asetat) dapat dilihat pada Lampiran 5.
Bakteri asam laktat digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat
metabolit sekunder yang dihasilkannya cenderung tidak berbahaya dan memiliki
efek inhibitor pada bakteri lain, seperti bakteri enteropatogenik. Efek inhibitor
utama terjadi pada jalur metabolisme utama bakteri asam laktat, yakni jalur
fermentasi (Theron dan Lues 2011). Senyawa antibakteri dengan aktivitas spesifik
dan mempunyai efek hambatan pertumbuhan terhadap patogen yang menular
melalui
makanan
(food
borne
pathogen)
dapat
diaplikasikan
sebagai
biopreservatif dalam industri makanan (Einarsson dan Lauzon 1995 diacu dalam
Sutoyo 1998). Aktivitas penghambatan senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh
isolat SK(15) terhadap keempat bakteri uji, yakni Listeria monocytogenes,
Staphylococcus
aureus,
Escherichia
coli
dan
Salmonella
typhimurium
menunjukkan bahwa isolat SK(15) menimbulkan efek penghambatan yang cukup
efektif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3, dimana diameter zona bening
yang terbentuk di sekeliling sumur cukup besar. Menurut Hilmi dan Yusuf (2000)
diacu dalam Nurmalis (2008), aktivitas antimikroba yang diproduksi BAL dengan
zona penghambatan > 3mm termasuk ke dalam kelompok aktivitas hambat tinggi.
Dengan demikian, isolat SK(15) memiliki potensi sebagai agen biopreservatif
makanan.
Download