PENDAHULUAN Menurut Abraham Maslow (dalam Goble, 2002) manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Dia juga mengemukakan adanya hirarki kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan diantaranya adalah kebutuhan dasar atau fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Dalam memenuhi kebutuhan untuk dihargai dapat dicapai setelah kebutuhan fisiologis atau dasar, kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan untuk dicintai dan disayangi dapat terpenuhi. Harga diri menurut Stanley Coopersmith (Edy & Nuke, 2009) merupakan evaluasi atau hasil penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap kemampuan yang dimilikinya. Harga diri menunjukkan keseluruhan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, baik positif maupun negatif (Baron, Byrne, Branscombe, 2006). Individu yang dapat menghargai dirinya adalah individu yang memiliki harga diri yang positif. Merasa dirinya sebagai orang yang memiliki keterbatasan serta berusaha untuk mengembangkan dirinya, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah atau negatif biasanya akan merasa kurang puas, kurang mampu, kurang berharga, kurang berdaya dan rendah diri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah bisanya akan cenderung mengikatkan diri dengan kelompok sebayanya, hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya dirinya dianggap dan diakui di lingkungan kelompoknya (Cipto & Joko Kuntoro, 2010). Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam pembentukan perilaku seseorang, karena memepengaruhi dalam proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil dalam kehidupannya. Harga diri penting karena akan berdampak pada penilaian diri pada seseorang. hal tersebut akan berdampak pada sikap seseorang dalam menghadapi masalah atau keadaan yang dialami. Namun pada kenyataannya dalam kehidupan ini tidak semua orang memiliki harga diri yang baik. Karena harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1976) diantaranya adalah jenis kelamin, intelegensi, kondisi fisik, dan lingkungan. Dalam kehidupan rumah tangga harga diri seorang suami juga penting karena seorang suami adalah kepala rumah tangga. Seorang suami yang memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya aka berdampak pada bagaimana dia menghadapi apa yang ada dalam keluarga. Dengan adanya faktor yang mempengaruhi harga diri diantaranya adalah lingkungan, oleh karena itu untuk suami yang tinggal dengan mertua selain istri dan anak yang mempengaruhi akan harga dirinya. Ada anggota keluarga lain yang mempengaruhi harga dirinya, diantaranya mertua. Terkadang mertua juga ikut campur dalam menyikapi masalah yang dihadapi masalahnya maupun keluarganya. Pada dasarnya dalam kehidupan rumah tangga kebutuhan yang mendasar untuk dihargai ada, pada mertua maupun menantu. Mertua memiliki kebutuhan untuk dihargai sebagaimana perannya sebagai orang tua yang membesarkan pasangannya tersebut. Dan seorang menantu butuh dihargai sebagai anak dan juga sebagai pasangan yang sudah menikah. Apabila menantu perempuan, butuh diharga sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Sedangkan menantu laki-laki ia butuh dihargai sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga (Nagiga & Ibung, 2009). Sesuai dengan peranan tersebut mertua yaitu sebagi orang tua yang mengasuh, seorang menantu perempuan memiliki peranan sebagi ibu rumah tangga dan menantu laki-laki memiliki peranan sebagai kepala keluarga. Dimana tugas sebagai kepala keluarga adalah sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Pasangan yang tinggal di rumah mertua, selain menyesuaikan diri dengan peran dan tanggung jawab baru serta beradaptasi dengan pasangan dan diri sendir, mereka juga harus beradaptasi dengan mertua dan orang tua sehingga penyesuaian mereka sebagai pasangan pernikahan menjadi lebih lama dan sulit (Nagiga dan Ibung, 2009). Meskipun begitu menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Lia Yuliana (2008), penyesuaian diri pada menantu pria dewasa awal yang tinggal dengan mertua memiliki penyesuaian diri secara umum baik. Secara khusus penyesuaian diri selama tinggal dengan mertua memiliki aspek – aspek yang terdiri dari sikap empati dan menghargai mertua, memperlakukan perasaan terhadap mertua, penerimaan yang baik dari mertua, adanya kebahagiaan, bersikap optimis, berkata jujur, bertanggungjawab, dan adanya adaptasi yang baik. Hal lain yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang adalah memiliki perasaan diterima di rumah mertua. Seorang suami yang tinggal ditempat mertua memiliki harga diri yang cenderung tinggi apabila memiliki persaan diterima di rumah mertua, mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya, dan merasa dibutuhkan dalam rumah mertu, menurut hasil penelitian dari Indarwati Anjar Prabaningrum pada tahun 2007. Berdasarkan hasil wawancara awal dengan suami yang tinggal serumah dengan mertua, suami cenderung tidak bisa menjadi kepala keluarga dengan baik hal ini dapat dilihat dari keterangan individu yang mengatakan. “Terkadang dalam mengambil keputusan untuk membeli keperluan saya dan istri saya harus meminta ijin dulu sama mertua. Mau beli barang elektronik harus ijin dulu, kalau tidak ijin nantinya gak baik. Dan juga memilih tempat sekolah anak juga mertua yang menentukan, saya mengalah saja buat kebaikan semuanya biar gak ribut. Untuk mengatur anak ,mertua juga ikut andil, soalnya kan saya kerja jadi anak lebih sering sama mbahnya jadi untuk mengatur anak tidak boleh ini itu ia mertua, walaupun kadang gak sesuai yang saya harapkan. Kalau masalah adat istiadat sama saja kan kita sama agama dan budaya. Ia walaupun ada sedikit perbedaan tapi saya bisa menyesuaikan. Dan kalau masalah diperhatikan atau tidak pada awalnya dperhatikan namun setelah punya baby ia mereka lebih mengutakan babyku lah mbak, jadi sekarang aku gak begitu diperhatikan sama mertua.” Dari keterangan tersebut penulis menyimpulkan bahwa suami tersebut kurang berkompeten, cenderung kurang berkuasa dan juga cenderung kurang diperhatikan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga yang memiliki andil dalam menetukan keputusan untuk keluarganya.Aspek- aspek harga diri antara lain adalah kompeten, kekuatan, kebajikan, dan keberartian. Menurut hasil pemaparan subjek diatas penulis menyimpulkan bahwa subjek kurang berkompeten, kurang memiliki kekuatan dan juga kurang memiliki kebrartian daiantara keluarganya. Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa subjek 1 ini memiliki harga diri yang cenderung rendah. Suami yang tinggal sendiri lebih bisa menjalakn tugasnya sebagai kepala keluarga. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan subyek. “Kalau dalam mengambil keputusan ia saya sendiri. Tapi saya juga meminta pendapat istri saya. Dalam mendidik anak saya yang andil mana yang baik dan buruk bagi anak saya, apalagi anaka saya kan cowok mbak jadi anak saya biar tahu kegiatan cowok mbak walaupun juga istri juga ikut mengajari kegiatan beres rumah, nyuci juga masak juga mbak. Emmm kalo saya tidak di rumah anak saya yang sering nanyain saya, dan istri selalu sms mbak kalo telat pulang kerja. Untuk masalah keagamaan dan adat istiadat seperti biasa ia ajari anak sholat bareng, trus membiasakan kalo saya kerja pamit dan saya adakan cium tangan juga mbak.” Untuk subjek yang tinggal di rumah sendiri dapat disimpulkan bahwa suami meiliki kompeten dalam menjalankan tugas sebagai kepala rumah tangga, memiliki kekuatan untuk memimpin anak dan istri, memiliki kebajikan yang baik, dan memiliki keberartian yang baik didalam keluarganya. Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa subjek memiliki harga diri yang cenderung tinggi. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: “Apakah ada perbedaan yang signifikan harga diri pada suami yang tinggal dirumah mertua dengan suami yang tinggal di rumah sendiri?”