Green Hospital/ Green Building Concept And Carbon Footprint Pemanasan global menjadi isu penting di seluruh dunia. Temperatur bumi yang terus meningkat membuat bumi semakin panas dan menimbulkan ancaman baru, misalnya tingginya frekuensi hujan, badai , angin topan, banjir dan kebakaran hutan. Penggunaan energi untuk keperluan sehari-hari berkontribusi terjadinya efek rumah kaca, yang juga berdampak pada pemanasan global. Suatu bangunan termasuk gedung rumah sakit sangat erat hubungannya dengan jejak karbon (carbon footprint) baik saat pembangunan maupun saat dioperasionalkan. Pada saat pembangunan, pemilihan material baik dari segi jenis maupun lokasi pembelian berdampak terhadap jejak karbon yang dihasilkan, sedangkan pada saat gedung beroperasional, penggunaan energi, kertas, transportasi para penghuni gedung, pemeliharaan, sampai pada limbah yang dihasilkan juga berdampak pada jejak karbon. Jejak karbon didefinisikan sebagai jumlah emisi gas rumah kaca yang diproduksi oleh suatu organisasi, peristiwa (event), produk atau individu yang dinyatakan dalam satuan ton karbon atau ton karbon dioksida ekuivalen. Pemakaian listrik di gedung menyumbang 37% total emisi CO2, penggunaan energi terbesar di gedung adalah untuk pendingin ruangan, penerangan, dan peralatan kantor lainnya. Beberapa contoh sederhana tentang jejak karbon antara lain : setiap lampu berdaya 10 watt yang dinyalakan 1 jam akan menghasilkan CO2 sebesar 9,51 gram, komputer atau perangkat elektronik lainnya yang menyala selama 24 jam jejak karbonnya = 14.000 gr CO2 ekuivalen, perjalanan menggunakan mobil sejauh 1 km akan menghasilkan 200 gr CO2 , 1 lembar kertas A4 ukuran 70 gr = 226, 8 gr CO ekuivalen, dan 10 gr sampah organik = 3,75 g CO22 (sumber : IESR-Indonesia). Konsep bangunan hijau (green building) adalah bangunan dimana dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, serta dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pada prinsipnya tujuan dari green building adalah : 1. Meminimalkan/ mengurangi penggunaan sumber daya alam 2. Meminimalkan/ mengurangi dampak lingkungan 3. Meningkatkan kualitas udara ruangan menjadi lebih sehat Hubungan antara konsep bangunan hijau dengan jejak karbon sangat signifikan karena suatu bangunan dapat disebut bangunan hijau apabila sudah memenuhi syarat-syarat atau kriteria seperti : 1. Efisiensi energi dan konservasi Sebagian besar energi yang tersedia saat ini merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui dan pada tahap produksi maupun pemanfaatannya menghasilkan CO2 yang cukup besar. Dengan menerapkan efisiensi dan konservasi energi otomatis bangunan tersebut dapat menghemat emisi karbon yang dihasilkan. Contoh sederhana, Phillips pernah melakukan perhitungan dalam penggantian lampu dan elektronik ballast di RS. Kanker “Dharmais”, ternyata didapat hasil penghematan CO2 sebesar 279 ton per tahun dengan penghematan energi sebesar 664.553 KWh/ tahun. 2. Tata guna lahan Pada kriteria tata guna lahan terdapat beberapa aspek yang terkait langsung dengan jejak karbon seperti kemudahan akses, meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi, mendukung penggunaan sepeda melalui penyediaan area parkir khusus sepeda, adanya area landscape yang salah satu fungsinya menyerap karbon. 3. Sumber dan siklus material Pemilihan material yang ramah lingkungan juga terkait erat dengan jejak karbon baik dari segi pembuatan material tersebut maupun asal material (terkait dengan trasportasi). Energi yang dibutuhkan dalam pembuatan beberapa produk material antara lain : 4. Sumber : Materi network sharing Bambang Subiyanto Pusat Inovasi-LIPI Berdasarkan tabel diatas apabila dikaitkan dengan jejak karbon maka data diartikan bahwa semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk, semakin besar pula emisi karbon yang dihasilkan. Kriteria sumber dan siklus material juga menyinggung masalah pengelolaan sampah dan limbah B3 yang juga harus ditangani dengan baik, agar tidak mencemari lingkungan dan menghasilkan jejak karbon. 5. Manajemen lingkungan bangunan Kriteria ini mensyaratkan pemeliharaan dan operasional seluruh sarana prasarana bangunan termasuk pengelolaan limbah mengacu pada prinsip-prinsip ramah lingkungan dan sustainability (berkelanjutan), agar bangunan tersebut dapat tetap berpredikat green mulai dari dibangun sampai operasional dan pemeliharaannya. 6. Konservasi air 7. Kualitas udara dan kenyamanan ruangan Penelitian yang dilakukan oleh Green Building Council Amerika (USGBC) rata-rata penghematan yang dapat dicapai oleh suatu bangunan hijau antara lain : 1. 2. 3. 4. Penghematan energi = 24 - 50% Penghematan karbon = 33 - 39% Penghematan air = 40% Penghematan biaya limbah = 70% Sumber : Materi BEM Training GA, Hadjar Seti Adji Keberadaan rumah sakit dalam satu kesatuan ekosistem ditengah isu dampak perubahan iklim dan pemanasan global serta degradasi lingkungan dipandang perlu bertanggung jawab atas keberlanjutan kualitas lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam. Bangunan rumah sakit perlu didesain dan dirancang dengan mengakomodasi pemanfaatan potensi alam secara efisien, sumber daya rumah sakit berbasis alam dan lingkungan hidup seperti air bersih, energi, kertas dan material lainnya yang merupakan kebutuhan harian pengoperasian rumah sakit penggunaannya juga perlu dilandasi oleh prinsip eco-efficiency, sementara produk samping rumah sakit seperti limbah cair, padat dan gas perlu diolah sehingga targetnya tidak saja untuk memenuhi baku mutu limbah, juga untuk memenuhi kaidah reduce, reuse, recycle dan recovery. Pada prinsipnya, model rumah sakit dimasa mendatang perlu dikelola secara baik dengan selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, ekologi dan sosial sehingga prinsip pemenuhan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bidang kesehatan akan terpenuhi, dan rumah sakit dapat ikut berperan aktif dalam mimimasi dampak perubahan iklim serta mengurangi jejak karbon yang dihasilkannya, sebagaimana kebijakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Healthy Hospitals, healthy planet, healthy people (Addressing Climate Change in Health Care Settings).