1 MENGATASI KONFLIK DALAM KALANGAN KRISTIANI DAN DUNIA Kisah 15:6-29 Hallie Jonathans Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus. Masih banyak Jemaat yang belum sampai pada Ibadah Peneguhan dalam Jabatan Diaken dan Penatua bagi para Warga Sidi terpilih untuk jabatan-jabatan itu. Pasti ada Jemaat-jemaat yang mengalami konflik sehubungan dengan proses pemilihan dan penetapan itu. Konflik bisa terjadi karena penafsiran terhadap peraturan pemilihan dan persyaratan rohani dan administratif yang harus dipenuhi. Dalam tatanan presbiterial-sinodal tidak dikenal adanya badan arbitrasi yang menengahi permasalah perselisihan manusia dengan lembaga atau lembaga dengan lembaga. Azas Presbiterial-Sinodal meletakkan semua Pejabat atau Presbiter Gereja dalam tanggungjawab mendalam karena mengetahui seluruh Tata Gereja yang berlaku dan yang harus tetunya diberlakukan tanpa Kematangan kepribadian dan kepemimpinan serta hikmat Ketua Panitia Pemilihan Diaken dan Penatua Jemaat tentulah baik dan dapat diandalkan, memandang muka atau pengecualian. sehingga tak usah ada konflik yang berkepanjangan tentang suatu permasalahan dalam hubungan dengan pemilihan itu. Taat azas, taat peraturan dan kesediaan untuk melayani apabila Tuhan menyatakan kehendak-Nya memilih seseorang untuk melayani-Nya selama lima tahun ke muka. 2 indah melihat betapa banyaknya orang yang terpanggil itu hendak melayani Tuhan melalui Bukankah pelayanan dalam Jemaat? Dalam jabatan apapun yang tersedia, marilah melayani Tuhan. Lakukan pelayanan seperti kepada Tuhan saja. Kasta pejabat jangan menjadi berarti birokrat gereja tetapi menjadi pelayan Tuhan dalam Gereja. Pelayan bukan penguasa, apalagi menjadi otoriter, hal ini tidak dimungkinkan oleh sebab para Pejabat atau Pelayan Tuhan dalam Gereja senantiasa bersekutu dalam sidang-sidangnya yang diadakan secara periodik. Kecerdasan harus dibarengi kerendahan hati, semangat melayani harus juga menerima bahwa dalam melayani kita perlu melakukannya bersama dan berdasarkan peraturan pelayanan yang ada. Bagaimana Jemaat mula-mula dan yang bertumbuh merambah ke luar Israel mempersiapkan diri menghadapi konflik? Kita mulai dengan masalah yang amat kontekstual dan mendasar. Dari suatu pemahaman tentang Hukum di bawah Musa, Hukum Taurat, dan Harun dalam peraturan Imamat atau Peribadahan dan Kekudusan di masa lalu, kemudian harus melompat ke Anugerah berdasarkan karya penyelamatan oleh Tuhan Yesus Kristus. Inilah perbedaan yang harus Jalan lama atau Hukum berhadapan dengan Jalan Baru, Anugerah. Law versus Grace. dijembatani segera. Jangan pula terlalu berburuk sangka mengadili Kaum Hukum itu, atau Partai Hukum itu tidak memiliki itikad baik. Mereka mau menyelamatkan banyak orang dengan perangkat hukum agama yang sudah lengkap, sebab tanpa hukum, manusia akan bertindak semaunya dan berkelakuan sebagai seekor binatang saja. Mereka tahu bahwa Tuhan Yesus Kristus mengajarkan Kasih sebagai Hukum Utama , tetapi Kasih harus disertai Hukum, itulah argumen mereka. Men need Law as well as Love. 3 Hukum itu bagaikan Tulang Punggung bagi suatu Tubuh. Kasih harus memiliki backbone. Bayangkan kalau bangunan dibangun tanpa tiang penyangganya yang kuat,k bukankah bangunan itu akan runtuh? Demikianlah para Rasul berada dalam konflik rasuli , konflik antara rasul Pterus dan Rasul Paulus. Barnabas kemudIan juga terseret ke dalam konflik dan berpisah dengan Paulus. Apa dasar konflik mereka? Dasarnya adalah tuntutan proselitisme atau syarat menjadi Kristen adalah dengan menerima Taurat serta ketentuanketentuannya dan Sunat sebagai suatu persyaratan dan kewajiban yang mewarnai kekristenan mereka yang mau percaya dan kemudian disebut orang Kristen, berarti memperoleh keselamatan. Dalam Rasul Paulus menyebut upaya Proselitisme sebagai upaya perhambaan terhadap mereka yang telah memiliki kebebasan dalam Tuhan Yesus Kristus. Galatia 2, Perhambaan demikian ditolak oleh Rasul Paulus. Rasul Petrus berhadapan dengan khalayak Yahudi dan juga non Yahudi. Paulus menyebut perilaku Petrus sebagai perilaku munafik, sebab bermuka dua, memelihara Taurat dan Sunat pada satu pihak, tetapi pada lain pihak ia makan sehidangan dengan orang-orang tak bersunat. Oleh sebab itu Rasul Paulus menyatakan dengan tegas, bagaimana dapat memaksakan saudara-saudara yang tak bersunat untuk hidup secara Yahudi , apabila Rasul Petrus hidup secara kafir? (Galatia 2:14).Itu terjadi di Antiokhia , tatkala orang-orang dari Partai Pro Sunat tiba di sana dan saat itu juga berubahlah sikap Patrus terhadap orang-orang Orang-orang percaya dari bangsa-bangsa bukan Yahudi, dari bangsa-bangsa atau tak bersunat itu. 4 rupanya harus membuat suatu konsesi budaya, moral serta implikasi ritual atau seremonial berupa praktik iman sedemikian yang harus dilakukan oleh sebab berada dalam hubungan yang intensif dengan orang Kristen Yahudi. Mereka hanya dapat menjadi Kristen apabila mau berpegang pada Taurat dan Sunat. You are not the only Christian group, there are also Jewish Christians, respect them!. Jadi harus menghormati kelompok mula dan sudah berakar ini. Bukankah mereka dari bangsa-bangsa baru saja menapakkan kaki mereka kepada suatu sejarah yang telah berlalu amat panjang sebelumnya Dekrit Sidang Yerusalem kemudian nyata menyampaikan tiga hal yang harus dilaksanakan oleh semua orang Kristen dari Bangsa-bangsa yang masuk ke dalam iman Kristiani. Ketiga hal itu adalah : 1. Harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala-berhala. 2. Harus menjauhkan diri dari Percabulan. 3. Harus menjauhkan diri dari daging binatang yang mati dicekik, dan dari darah. Ajaran Alkitab bahwa hidup ada dalam darah. Imamat 17:14: Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku telah berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan, karena darah itulah nyawa segala makhluk, setiap orang yang memakannya haruslah dilenyapkan. “The Gentiles (bangsa-bangsa bukan Yahudi) were required to observe the minimum moral law, or to keep the Food Laws of Judaism out of respect for the feelings of the Jews who might be associated with them”. Inilah suatu konsesi moral dan seremonial yang nyata dalam praktek kehidupan bersama, yang tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara 5 kelompok lama, yang berpegang pada hukum, ritus dan seremoni yang diturunkan oleh Allah melalui Musa, dengan kelompok baru terdiri dari pemercaya yang berasal dari Berbagai Bangsa Bukan Yahudi yang hanya berpegang pada Anugerah Tuhan Yesus Kristus. Orang Kristen yang berasal dari Bangsa-bangsa Bukan Yahudi dengan demikian dibebaskan dari persyaratan proselitisme , yaitu harus menjadi orang Yahudi sebelum mereka diselamatkan. Itu berarti bebas dari sunat. Mereka harus Kekristenan bukanlah bagian atau sekte dari Yudaisme, dalam bentuk apapun. Percaya hanya kepada Kristus sebagai Juruselamat dibaptiskan. adalah satu-satunya syarat untuk diselamatkan. Tradisi yang dibuat oleh manusia ditinggalkan. Firman Tuhanlah yang harus ditaati. Petrus dan Yakobus mendapatkan perintah dari Kristus untuk menyampaikan Injil atau Kabar Keselamatan kepada Bangsa-bangsa Bukan Yahudi. Mereka mau memelihara kesatuan. Inilah semua moralitas sehari-hari yang harus dipelihara. Itulah bentuk konsesi dari pihak orang Kristen yang berasal dari Bangsa-bangsa bukan Yahudi yang tidak dibebankan Sunat lagi. Tuhan Yesus datang untuk menggenapi Hukum Taurat, bukan untuk meniadakannya., demkian Injil menurut Matius. Tuhan Yesus bersabda:”Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat, atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapi 6 -nya”, (Matius 5:17). Tuhan Yesus juga disunat, bukan? Tuhan Yesus menghormati peran Imam menyatakan seseorang tahir Sidang para Rasul dan Penatua-penatua itulah Sidang Jemaat, Sidang di Yerusalem. Para Penatua ditetapkan untuk memimpin dan memerintah Jemaat. Hasil keputusan Sidang di Yerusalem membawa kegembiraan yang besar bagi orang-orang Kristen berasal dari bangsabangsa, duis bukan Yahudi di Antikhia. Surat dari Sidang di Yerusalem itu amat bagus. Surat itu menyatakan bahwa pesan tertulis itu adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan para Rasul dan Penatua, peserta Sidang itu. Surat itu berbunyi seakan para pendengar di Antiokhia telah mengetahuinya. Bukan hanya mengetahui apa yang harus dikatakan sebagai orang percaya, tetapi juga mengetahui apa yang harus dilakukan. Walaupun benar apa yang harus mereka katakan, tetapi semua itu dapat sirna, oleh sebab cara dan sikap mereka tatkala menyatakannya. Tugas membaca Surat Keputusan Sidang Sinode di Yerusalem dipercayakan kepada Yudas dan Silas, sebab mereka mampu bukan saja membacakannya tetapi mampu menyampaikan jiwa atau substansi surat itu melalui cara dan sikap yang benar pula. Saya teringat pada pada teori penyampaian pelajaran jarak jauh atau pelajaran extension. Para Guru atau Fasilitator janganlah menganggap mereka yang belajar tak tahu apa-apa. Mereka pasti memiliki suatu pengetahuan dalam batas tertentyu pula. Kita harus mulai dari sana. Pertanyaannya adalah siapakah yang melakukan penjembatanan pemahaman atau bahkan siapakah yang meletakkan pemahaman seperti itu dalam hati orang-orang Kristen Bukan Yahudi Roh Kuduslah yang harus memimpin kita tatkala kita bersidang pada aras Jemaat atau Sinodal. Kita itu. 7 Roh Kudus itu pulalah yang harus kita minta memimpin kita dalam sikap dan cara menyampaikan Hasil Sidang itu kepada Jemaat. Cara dan sikap yang salah harus berbicara tentang Peranan Roh Kudus. akan mengaburkan hasil Keputusan Sidang itu sehingga tidaklah membawa perubahan yang diharapkan. Apa yang disampaikan oleh Yudas dan Silas? Suatu berita yang membebaskan. Suatu hal yang ada dalam harapan mereka sendiri. Perkataan dalam surat keputuisan Sidang di Yerusalem berbunyi: “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu, jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini”. Nampak harapan dan keadilan bertemu. Konflik yang sangat berpotensi pasti akan timbul antara orang Kristen Yahudi dan Orang Kristen dari Bangsa-bangsa Bukan Yahudi. Mereka pasti berjumpa dalam keseharian hidup. Konsesi yang dibuat melalui keputusan Sidang di Yerusalem merupakan pemecahan yang amat strategis untuk dapat memasuki masa depan Kristiani yang terdiri dari Semua Bangsa berdasarkan Kasih Karunia atau Anugerah Allah dalam Tuhan Yesus Kristus bagi isi dunia dan semesta alam. Taurat telah digenapi oleh Tuhan Yesus Kristus. Kasih Allah adalah Tulang Punggung Baru bagi bangunan Iman Percaya Kristiani yang hanya berdasarkan korban dan pembenaran oleh Tuhan Yesus Kristus. Semua ritual dan seremoni keimanan dengan demikian hanya berdasarkan sekali lagi korban Kristus itu. Suatu permulaan yang memberikan dasar yang dipahami sebagai suatu perceivement atau pemahaman atas kenyataan rohani yang ada saat itu. Tujuan antara itu telah dirumuskan dan disepakati. Perjalanan selanjutnya adalah menuju suatu tujuan yang lebih besar 8 lagi, menerima pengorbanan, pembenaran oleh Kristus tanpa imbuhan apapun lagi. Konflik yang demikian terhindarkan sebab prioritas-prioritas yang penting dan kebijakan yang pasti telah ditetapkan. Dr Paul Fritz menyatakan :”Essential priorities and definitive policies needed was established”. Sikap integratif menjadi unsur utamanya. Sekarang kita dikelilingi oleh pelbagai bentuk konflik yang semakin hari semakin tajam dan tidak terkendali. Kita harus menciptakan suasana memberi perhatian kepada hal-hal yang dianggap penting oleh suatu pihak agar mendapatkan perhatian yang cukup dan adil. Akar permasalahan harus ditemukan. Apabila hendak meniadakan konflik maka akar permasalahan juga harus tercabut sehingga bahaya konflik tak akan terulang lagi. Bukan hanya Sidang di Yerusalem yang berdoa dan merumuskan kebijakan yang pasti tetapi semua warga Kristiani di Antiokhia juga pasti bergumul dan berdoa bagi solusi yang diharapkan. Apakah yang diharapkan? Yang diharapkan adalah terpeliharanya persekutuan dan keesaan bagi semua pihak yang ada dalam Jemaat atau dalam suatu Kota atau Wilayah bahkan dalam suatu Negara dan secara Mondial pula. Dr Paul Fritz berkata:” Conflicts can be resolved when people are willing to assemble together for prayer, consecration and worship of the Lord’s Atributes and Word. Bukankah kita hari ini merayakan Hari Pekabaran Injil Indonesia dan Hari Perjamuan Kudus SeDunia? Sudah waktunya kita merenungkannya dalam-dalam. Merenungkan perjalanan sejarah gereja kita, dari mana kita berasal sebagai gereja, bagaimana Injil sampai di Tanah Air kita. Bukankah Jerusalem’s Assembly diadakan dalam rangka memelihara keutuhan dan keesaan dalam Jemaat dan Gereja Tuhan? Bacakan sejarah gereja GPIB yang 9 bermula dengan GPI. Ceritakan kisah selanjutnya bagaimana 12 Gereja Bagian Mandiri itu tetap memelihara kesatuan dan keesaannya sebagai Gereja Protestan di Indonesia yang adalah Gereja yang Calvinis. Ceritakan kisah Pembaruan atau Reformasi oleh Dr Martin Luther dan oleh Dr John Calvin di mana kita berakar. Dalam rangka Hari Perjamuan Kudus SeDunia (HPKD) nampaknya PGI dan GPI harus menentang WCC atau Dewan GerejaGereja SeDunia yang kabarnya melalui Sek.Jen WCC, Rev Dr Samuel Kobia (2004-2009) menyerukan “Condemnation on Israel”, atau Mengutuk Israel. Dalam langkah selanjutnya dinyatakan WCC do not mind of the deleting of Israel as a nation. Tentulah hak-hak Palestina sebagai Negara dan Bangsa harus terus diperjuangkan. Keadilan harus ditegakkan. Israel mempunyai akarnya di Palestina. Opsi Two Sates Policy itulah yang harus terus diperjuangkan. Konflik Israel-Palestina harus diselesaikan secara adil dalam Forum PBB. Dapatkah Anda merayakan Hari Pekabaran Injil Indonesia seiring dengan Hari Perjamuan Kudus Se-Dunia? Serukanlah sekali lagi : KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN, Justice, Peace and Integrity of (Every Nation) Creation. Amin.