PERDAMAIAN 1. Pengertian Perdamaian Proses penyelesaian perkara pada tahapan pertama adalah mengusahakan perdamaian kepada para pihak. Peran mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa lebih utama daripada fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap perkara yang dijatuhkan padanya. Apabila perdamaian dapat dilaksanakan, maka hal itu jauh lebih baik dalam mengakhiri suatu sengketa. Kewajiban hakim dalam mendamaikan para pihak sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam memerintahkan agar menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian (islah). Ketentuan ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam S Al Hujurat ayat 9 : Jika ada dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil. Umar bin Khattab ketika menjabat Khalifah Ar Rasyidin dalam suatu peristiwa pernah mengemukakan bahwa menyelesaikan suatu peristiwa dengan jalan putusan hakim sungguh tidak menyenangkan dan akan menjadikan adanya perselisihan dan pertengkaran yang berlanjut, sebaiknya dihindari. Dalam kitab fikih tradisional banyak juga anjuran dari para pakar hukum Islam agar menyelesaikan sengketa antara umat Islam supaya dilaksanakan dengan cara islah atau perdamaian. Dalam Pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, 6 mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan perdamaian haruslah dibuat dalam bentuk tertulis. Persetujuan Perdamaian inilah yang disebut dengan akta perdamaian. Dalam akta perdamaian tercantum bahwa para pihak dibebani kewajiban untuk melaksanakan isi kesepakatan yang telah dibuat para pihak. Akta perdamaian agar memiliki kekuatan eksekutorial, maka haruslah didaftarkan di Pengadilan Negeri. Di Pengadilan Negeri untuk selanjutnya dibuat dalam bentuk putusan pengadilan dan ditambahkanirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa.” Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR dikemukakan bahwa jika pada hari persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir di persidangan maka Ketua Majelis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika dapat dicapai perdamaian maka pada hari persidangan hari itu juga dibuatkan putusan perdamaian. 2. Pengertian Perdamaian Proses penyelesaian perkara pada tahapan pertama adalah mengusahakan perdamaian kepada para pihak. Peran mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa lebih utama daripada fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap perkara yang dijatuhkan padanya. Apabila perdamaian dapat dilaksanakan, maka hal itu jauh lebih baik dalam mengakhiri suatu sengketa. Kewajiban hakim dalam mendamaikan para pihak sejalan dengan tuntunan ajaran Islam. Ajaran Islam memerintahkan agar menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara manusia sebaiknya diselesaikan dengan jalan perdamaian (islah). Ketentuan 7 ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam S Al Hujurat ayat 9 : Jika ada dua golongan orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu hendaklah dilakukan dengan adil dan benar sebab Allah sangat mencintai orang yang berlaku adil. Umar bin Khattab ketika menjabat Khalifah Ar Rasyidin dalam suatu peristiwa pernah mengemukakan bahwa menyelesaikan suatu peristiwa dengan jalan putusan hakim sungguh tidak menyenangkan dan akan menjadikan adanya perselisihan dan pertengkaran yang berlanjut, sebaiknya dihindari. Dalam kitab fikih tradisional banyak juga anjuran dari para pakar hukum Islam agar menyelesaikan sengketa antara umat Islam supaya dilaksanakan dengan cara islah atau perdamaian. Dalam Pasal 1851 KUHPerdata dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan perdamaian haruslah dibuat dalam bentuk tertulis. Persetujuan Perdamaian inilah yang disebut dengan akta perdamaian. Dalam akta perdamaian tercantum bahwa para pihak dibebani kewajiban untuk melaksanakan isi kesepakatan yang telah dibuat para pihak. Akta perdamaian agar memiliki kekuatan eksekutorial, maka haruslah didaftarkan di PengadilanNegeri. Di Pengadilan Negeri untuk selanjutnya dibuat dalam bentuk putusan pengadilan dan ditambahkanirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa.” Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR dikemukakan bahwa jika pada hari persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir di persidangan maka Ketua Majelis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika dapat dicapai perdamaian maka pada hari persidangan hari itu juga dibuatkan putusan perdamaian. 3. Surat ‘Umar bin Khattab dalam masalahPeradilan 8 Umar bin Khattab telah meletakkan undang-undang dasar yang kukuh bagi peradilan di dalam suratnya yang dia kirimkan kepada Abu Musa Al Asy’ari. Berikut ini kami sebutkan surat ini : Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Dari seorang hamba Allah ‘Umar ibnul Khattab Amirul mukmin kepada ‘Abdullah bin Qais (julukan Abu Musa Al Asy’ari). Sesungguhnya peradilan itu adalah fardhu yang dikukuhkan dan sunnah yang diikuti. Maka sesungguhnya pahamilah tiada bila peradilan bermanfaat dibebankan membicarakan padamu, karena kebenaran tanpa melaksanakannya. Samakan hak semua orang dihadapanmu, di dalam pengadilanmu dan di dalam majelismu sehingga orang yang terpandang tidak menginginkan kecenderunganmu kepadanya , dan orang yang lemah tidak putus asa dari keadilanmu. Pembuktian itu wajib bagi orang yang mendakwa, dan sumpah itu wajib bagi orang yang menolak dakwaan. Perdamaian itu diperbolehkan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Tidak ada halangan bagimu untuk memeriksa dengan akalmu dan mempertimbangkan dengan petunjukmu keputusan yang engkau telah putuskan pada ini agar engkau sampai kepada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran itu harus dilaksanakan dan kembali kepada kebenaran itu lebih baik daripada berkepanjangan dalam kebatilan. Pahamilah, pahamilah apa yang terasa ragu dalam hatimu dari hal-hal yang tidak terdapat di dalam Kitab dan Sunnah. Kemudian ketahuilah hal-hal yang serupa dan semisal, lalu kiaskanlah perkara-perkara yang engkau hadapi dengannya, Dan laksanakanlah apa yang paling mendekatkan kepada Allah dan mendekati kebenaran. Jadikanlah hak orang yang menuduh seolah-olah tiada atau jika berupa bukti berikanlah tenggang waktu yang secukupnya, bila dia mendatangkan buktinya maka berikanlah hak itu kepadanya. Akan tetapi bila dia tidak mendatangkan buktinya maka perkara itu berarti engkau anggap halal, cara yang demikian ini bertujuan menghilangkan keraguan dan menjelaskan 9 kegelapan. Kaum muslimin itu sebanding sebagiannya dengan sebagian yang lain, kecuali orang yang didera karena melanggar had atau orang yang dikenal kesaksian palsunya atau orang yang dicurigai karena adanya hubungan erat atau nasab. Karena sesungguhnya Allah mengurusi urusan batinmu dan membuktikan dengan bukti-bukti dan sumpah-sumpah. Jauhilah olehmu kecemasan, ketidaksabaran, menyakiti lawan dan terombang-ambing dalam permusuhan, karena kebenaran yang dilaksanakan padatempatnya itu termasuk perbuatan yang dibesarkan oleh Allah pahalanya dan dibaikkan simpanannya. Barangsiapa yang benar niatnya dan menghadapi hawa nafsunya, maka urusannya yang ada antara dia dengan manusia akan dicukupkan oleh Allah. Dan barangsiapa yang berpura—pura kepada manusia dengan perbuatan yang diketahui oleh Allah bahwa dia sebenarnya tidak demikian, maka Allah akan membukakan aibnya. Bagaimana pendapatmu tentang balasan dari orang dibanding dengan kesegeraan rezeki Allah Azza wa Jalla dan perbendaharaan rahmatNya? Wassalam. 10