penggunaan media puzzle magnet untuk

advertisement
1
PENGGUNAAN MEDIA PUZZLE MAGNET UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII-A SMPN 1 TRAWAS TENTANG
KUBUS DAN BALOK MELALUI
MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)
Oleh:
Imama Nanda Anthaqo
Mahasiswa S1 Jurusan Matematika FMIPA UM
e-mail: [email protected]
Gatot Muhsetyo
Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM
e-mail: [email protected]
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) proses
pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 1 Trawas tentang
kubus dan balok melalui model PBI, (2) peningkatan hasil belajar siswa
kelas VIII-A SMPN1 Trawas tentang jaring-jaring dan luas permukaan
kubus dan balok. Data-data dikumpulkan dengan teknik dokumenter,
observasi, tes tertulis, wawancara, dan angket. Data dianalisis dengan
teknik persentase dan kualitatif. Hasil penelitian adalah: (1) Rata-rata nilai
tes akhir siklus meningkat 16.47, yaitu 65.64 pada siklus 1 dan 82.11 pada
siklus 2, (2) Siawa tuntas meningkat sebesar 53.31%, yaitu 25.64% (10
siswa) pada siklus 1 dan 78.95% (30 siswa) pada siklus 2. Hasil tambahan
yang diperoleh adalah: (1) peningkatan keaktifan siswa saat pembelajaran
sebesar 8.16%, yaitu 78.47% (kategori cukup) pada siklus 1, dan 86.63%
(kategori baik) pada siklus 2, (2) respon siswa terhadap keseluruhan
pelaksanaan pembelajaran adalah 86.74% dengan kategori setuju (baik).
Kata kunci: Puzzle Magnet, Hasil Belajar, Problem Based Instruction (PBI),
Kubus dan Balok
Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan memajukan
daya pikir manusia (Depdiknas, 2006:390). Oleh karena itu, matematika harus diajarkan
pada setiap jenjang pendidikan, sesuai amanat Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang
standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Kenyataan yang terjadi di
lapangan, siswa SMP masih mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika, terutama
geometri. Berdasarkan survei yang dilakukan Bako (2010) pada siswa sekolah
menangah di Perancis, diperoleh kesimpulan bahwa siswa sekolah menengah cenderung
kesulitan belajar tentang “3D”, seperti bangun ruang dalam geometri:
“The fifteen-year-old students most repulsive subjects in mathematics were spatial
geometry and statistics. Only ten percent of teachers taught spatial geometry. They
said that they don’t have enough time to teach it, but the real reason is that the
students ‘cannot see in 3D’. We mean this, as the students cannot picture a spatial
situation of a teacher’s blackboard figure.”
2
Hal ini juga terjadi di SMPN 1 Trawas. Berdasarkan hasil observasi pada siswa SMPN
1 Trawas dan wawancara guru matematika kelas VIII, siswa kelas VIII-A mengalami
kesulitan dalam geometri ruang yang ditandai dengan hasil belajar yang rendah. Berikut
hasil wawancara dengan guru pengampu kelas VIII-A.
1. Siswa masih banyak yang merasa kesulitan menyelesaikan soal-soal matematika
baik rutin maupun tidak rutin. Buktinya adalah setiap ulangan harian (termasuk
pokok bahasan kubus dan balok), lebih dari 50% siswa di kelas VIII-A harus
mengikuti remidi karena nilainya belum memenuhi KKM. Bukti lain ditunjukkan
dengan masih ada sekitar 40% siswa yang tidak bisa menjawab secara langsung
pertanyaan yang diberikan guru saat proses pembelajaran.
2. Kebiasaan sebagian besar siswa dalam mengerjakan soal-soal adalah mengerjakan
secara sama persis dengan contoh-contoh cara penyelesaian soal yang diberikan
guru. Siswa juga sering mencontoh jawaban teman yang pandai pada saat
menyelesaikan tugas-tugas rumah atau sekolah yang diberikan guru.
3. Berkaitan dengan materi kubus dan balok, guru mengungkapkan bahwa dari
pengalaman tahun-tahun ajaran sebelumnya, kesulitan siswa berkaitan dengan
konsep garis pada bidang, diagonal garis dan diagonal ruang, menentukan jaringjaring, serta luas permukaan kubus dan balok. Menurut guru, faktor penyebab
kesulitan siswa yang menonjol adalah siswa tidak mengingat dan memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip geometri yang telah dipelajari di sekolah dasar.
Saat pembelajaran kubus dan balok, guru memang tidak menggunakan alat peraga.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah yang dialami siswa keas VIII-A
adalah dengan melaksanakan pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang sesuai
untuk diterapkan dalam usaha meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa kelas
VIII-A SMPN 1 Trawas adalah pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based
Instruction (PBI) dengan menggunakan media manipulatif puzzle magnet. Hal ini
mengacu dari pernyataan yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:2) dan Ismail
(2006:219) bahwa media pembelajaran, khususnya puzzle, dapat mempertinggi proses
belajar siswa yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil beajar yang dapat
dicapainya. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penggunaan puzzle
dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan Purwantoko, dkk (2010), David
Stahnke (2009), dan Marie Kubinova, dkk (2001). Penelitian Purwantoko, dkk (2010)
yang menghasilkan kesimpulan bahwa penggunaan puzzle teka-teki dapat
meningkatkan pemahaman IPA siswa. David Stahnke (2009) melakukan penelitian
tindakan kelas pada siswa kelas 12 di High Tech High Media Arts (HTHMA) California
yang memperoleh kesimpulan bahwa “Incorporating puzzles in mathematic led to
increased perseverance, motivation, and creative thinking”. Kesimpulan Stahnke berarti
bahwa penggunaan puzzle dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menghubungkan beberapa hal, meningkatkan motivasi, dan
berpikir kreatif siswa. Penelitian yang dilakukan Marie Kubinova dkk di Republik Ceko
tentang penggunaan proyek dan puzzle matematika memperoleh kesimpulan akhir
bahwa dengan menggunakan puzzle matematika, siswa memperoleh pemahaman
tentang kebutuhan, mengalami pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan
kemampuan menyusun dugaan, bekerja secara sistematis, dan mengembangkan
kemampuan komunikasi mereka.
3
Berkaitan dengan model PBI, Sutarman, dkk (2005:4) mengemukakan bahwa
dengan model PBI, siswa akan secara aktif dan kreatif menemukan gagasan atau ideide yang berasal dari dirinya sendiri sehingga membuat siswa mempunyai semangat
kreativitas, dan kebebasan otonomi dalam belajar. Berdasarkan uraian dan fakta sebagai
latar belakang yang telah dikemukakan, penulis berasumsi bahwa materi bangun ruang
sisi datar kubus dan balok sesuai apabila dalam pembelajarannya menggunakan model
PBI dengan media puzzle magnet sehingga peneliti akan melakukan penelitian tindakan
kelas dengan judul “Penggunaan Media Puzzle Magnet untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas VIII-A SMPN 1 Trawas Materi Kubus dan Balok Melalui Model
Problem Based Instruction (PBI)”.
Puzzle magnet dalam penelitian ini dirancang, dikembangkan, dan dibuat oleh
peneliti. Puzzle dibuat dari bahan mika dengan dilapisi sterofoam dan ditempeli magnet
berbentuk lingkaran di tengahnya. Puzzle memiliki bentuk utuh pentomino atau
heksomino. Puzzle yang dapat dibentuk menjadi jaring-jaring kubus atau balok tertutup
tediri atas 6 potongan puzzle yang masing-masing potongan diasumsikan sebagai sisisisi kubus atau balok. Potongan puzzle berwarna kuning berbentuk persegi dengan
ukuran 5cm x 5cm. Satu set puzzle biru berbentuk persegi panjang dan terdiri atas 3
pasang potongan berukuran sama yaitu sepasang berukuran 5cm x 6cm, 4cm x 5cm, dan
4cm x 6cm. Potongan puzzle memiliki bentuk berbeda yang dilihat pada lapisan
sterofoam. Pada lapisan sterofoam, terdapat tangan dan sarung. Dalam penggunaannya,
puzzle dilengkapi dengan papan seng berukuran 40cm x 50cm. Berikut ini gambar
puzzle magnet dari salah satu jaring-jaring kubus dan balok dengan beberapa contoh
potongan puzzle beserta papan logam yang digunakan untuk menempelkannya.
Gambar 1. Tampilan Belakang Puzzle Magnet
Pada Gambar 1, angka 1 menunjukkan lapisan sterofoam yang memiliki berbagai
bentuk. Bentuk lapisan ini dibedakan berdasarkan tangan dan sarung yang dimilikinya.
Angka 2 menunjukkan magnet berbentuk lingkaran. Angka 3 menunjukkan bagian
sarung pada potongan puzzle. Angka 4 menunjukkan bagian tangan pada potongan
puzzle. Tampilan depan dari potongan puzzle pada Gambar 1. yang telah dirangkai
ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2. Tampilan Depan Puzzle Magnet
Gambar 2 adalah tampilan depan puzzle magnet yang direkatkan pada papan logam.
Pada penelitian ini, papan logam terbuat dari seng yang di dalamnya dilapisi triplik
kemudian dicat.
4
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dengan tiga
pertemuan pada tiap-tiap siklus. Dua pertemuan pertama adalah pelaksanaan
pembelajaran, dan satu pertemuan terakhir adalah tes tertulis. Data, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Data nama dan nilai siswa dikumpulkan dengan teknik documenter dengan arsip
sekolah sebagai sumber data.
2. Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan teknik tes tertulis dengan siswa
sebagai sumber data. Tes tertulis dilaksanakan pada tiap akhir siklus penelitian
dengan alokasi waktu 40 menit. Soal tes terdiri atas dua soal uraian. Tes dinilai
dengan berpedoman pada rubric penilaian. Skor maksimal untuk masing-masing
nomor adalah 10, sehingga skor maksimal tes adalah 20. Nilai tes siswa dihitung
dengan rumus
. Nilai rata-rata kelas dihitung
dengan rumus
rumus
. Persentase siswa tuntus dihitung dengan
Peningkatan hasil belajar siswa kelas
VIII-A dilihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas. Indikator keberhasilan
penelitian ini adalah apabila terdapat peningkatan hasil belajar (nilai) kelas VIII-A,
serta terdapat lebih dari atau sama dengan 75% siswa dalam kelas VIII-A yang
tuntas (mencapai atau melampaui nilai 75)
3. Data pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui PBI
dikumpulkan dengan teknik observasi dengan guru sebagai sumber data. Instrumen
yang digunakan adalah lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dengan 20
aspek yang diamati. Terdapat 5 deskriptor untuk masing-masing aspek, yaitu: 1) A
(skor 5): selalu, 2) B (skor 4): sering, 3) C (skor 3): kadang-kadang, 4) D (skor 2):
jarang, dan 5) E (skor 1): tidak pernah. Persentase keterlaksanaan pembelajaran
dihitung dengan rumus NR =
. Hasil data dianalisis dengan
pedoman dalam Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Pedoman Persentase Pelaksanaan Pembelajaran
Rentang Persentase (%)
90% NR 100%
80% NR 90%
70% NR 80%
60% NR 70%
0% NR 60%
Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila pelaksanaan pembelajaran termasuk
kategori baik, yaitu minimal 80% terlaksana sesuai RPP.
4. Data keaktifan siswa saat pembelajaran dikumpulkan dengan teknik observasi
dengan siswa sebagai sumber data. Terdapat 7 aspek yang diamati untuk tiap
kelompok yang meliputi keaktifan bertanya, menjawab pertanyaan, berdiskusi,
memahami masalah dalam LKS, melakukan penyelidikan dengan puzzle magnet,
bekerja sama, dan menemukan penyelesaian masalah. Deskriptor dan penghitungan
persentase untuk lembar observasi aktivitas siswa sama dengan pelaksanaan
pembelajaran. Penarikan kesimpulan juga menggunakan pedoman yang terdapat
5
pada Tabel 1. Dikatakan terdapat peningkatan keaktifan siswa apabila persentase
mencapai atau melampaui 75%.
5. Data respon siswa dikumpulkan dengan teknik angket dengan siswa sebagai sumber
data. Angket terdiri atas 20 aspek. Terdapat 5 deskriptor yaitu: (1) SS (sangat
setuju): skor 5, (2) S (setuju): skor 4, (3) KS (kurang setuju): skor 3, (4) TS (tidak
setuju): skor 2, dan (5) STS (sangat tidak setuju): skor 1. Data dianalisis dengan
penghitungan dan pedoman yang sama dengan pelaksanaan pembelajaran (Tabel 1.)
6. Data hasil wawancara dikumpulkan dengan pedoman wawancara. Terdapat dua
jenis wawancara, yaitu: (1) wawancara guru: untuk mengetahui pendapat dan
tanggapan guru, dan (2) wawancara siswa: untuk mengetahui pendapat dan
tanggapan siswa. Wawancara siswa dilakukan pada 3 siswa masing-masing
perwakilan kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3)
observasi, (4) tes, dan (5) refleksi. Adapun derajat kepercayaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah (1) ketekunan pengamat, (2) triangulasi, dan (3) teman sejawat.
HASIL
Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus dengan 3 pertemuan pada setiap siklus.
Pada tahap perencanaan, peneliti menyusun instrumen penelitian dan perangkat
pembelajaran. Hasil validasi adalah: (1) RPP: skor 4.4 (sangat valid), (2) LKS: skor 4.5
(sangat valid), (3) Soal tes dan rubric penilaian: skor 4.2 (sangat valid), (4) pedoman
wawancara siswa: skor 3.8 (valid), (5) pedoman wawancara guru: 3.3 (valid), (6) lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran: skor 3.6 (valid), (7) lembar observasi aktivitas
siswa: skor 3.1 (valid), dan (8) angket: skor 3.5 (valid). Peneliti juga membagi 40 siswa
ke dalam 7 kelompok heterogen dengan anggota 5-6 siswa. Waktu pelaksanaan
penelitian dan materi yang dipelajari terdapat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Waktu Pelaksanaan Penelitian
Si
klus
Perte
muan
Hari, Tanggal
Waktu
Materi
Menentukan jaring-jaring
kubus (LKS 1)
1
Menentukan jaring-jaring
2
Rabu, 27 Maret 2013
07.00 – 08.20
balok (LKS 2)
3
Kamis, 28 Maret 2013 07.00 – 07.40
Tes 1
Menghitung luas
1
Senin, 01 April 2013
09.00 – 10.20
permukaan kubus (LKS 3)
2
Menghitung
luas
2
Rabu, 3 April 2013
07.00 – 08.20
permukaan balok (LKS 4)
3
Kamis, 04 April 2013 07.00 – 07.40
Tes 2
Pada tahap pelaksanaan, pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui PBI
tentang jaring-jaring kubus dan balok dimulai dengan membagikan dua bendel LKS,
satu set puzzle magnet, dan satu lembar papan seng untuk masing-masing kelompok.
LKS yang disusun peneliti berisi tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan
jaring-jaring dan luas permukaan bangun ruang sisi datar kubus dan balok. Data-data
yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dalam tabel tiap-tiap siklus. Hasil
pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 3. berikut.
1
Senin, 25 Maret 2013
09.00 – 10.20
6
Tabel 3.Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1
Nilai RataNilai
rata
Kategori Rata-rata Persentase Kategori
Pertemuan
Siklus
1
1
84
Baik
86.2
86.2%
Baik
2
2
88.5
Baik
Hasil observasi aktivitas beajar siswa pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 4 berikut.
No. Pertemuan
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Siklus 1
Nilai
KateRata-rata
KatePersentase
Rata-rata
gori
Persentase Siklus
gori
1
186
75.92%
Cukup
78.47%
Cukup
2
198.5
81.02%
Baik
Hasil tes tertulis siswa pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 5 berikut
Pertemuan
Tabel 5. Hasil Tes Tertulis Siklus 1
Siswa Tuntas
Siswa Belum Tuntas
Jumlah
Nilai
Rata-rata
siswa
Total
Banyak Persentase Banyak Persentase
39
2560
65.64
10
25.64%
29
74.36%
Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 6. berikut.
Tabel 6. Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2
Nilai RataNilai
rata
Kategori Rata-rata Persentase Kategori
Pertemuan
Siklus
1
1
89
Baik
Sangat
90.25
90.25%
Sangat
Baik
2
2
91.5
Baik
Hasil observasi aktivitas beajar siswa pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 7 berikut.
No. Pertemuan
Tabel 7. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Siklus 2
Nilai
KateRata-rata
KatePersentase
Rata-rata
gori
Persentase Siklus
gori
1
211
86.12%
Baik
86.63%
Baik
2
213.5
87.14%
Baik
Hasil tes tertulis siswa pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 8 berikut
Pertemuan
Tabel 8. Hasil Tes Tertulis Siklus 2
Jumlah
siswa
38
Nilai
Total
3120
Rata-rata
82.11
Siswa Tuntas
Siswa Belum Tuntas
Banyak Persentase Banyak Persentase
30
78.95%
8
21.05%
PEMBAHASAN
Secara keseluruhan, pelaksanaan pembelajaran menggunakan media puzzle
magnet melalui model PBI berjalan dengan kategori baik. Pembelajaran dilaksanakan
dengan rata-rata 88.2% langkah-langkah dalam RPP terlaksana di setiap pertemuan
sehingga pembelajaran dikatakan berhasil. Pembelajaran dengan media puzzle magnet
melalui PBI juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar serta aktivitas siswa. Hasil
belajar siswa diperoleh dari nilai tes tertulis masing-masing siklus. Nilai rata-rata siswa
pada siklus 1 adalah 65.64 dengan 25.64% (10 siswa) siswa tuntas. Pada siklus 2, nilai
7
rata-rata siswa adalah 82.11 dengan 78.95% (30 siswa) siswa tuntas. Jadi terdapat
peningkatan nilai rata-rata siswa sebesar 16.47 dan peningkatan persentase siswa tuntas
sebesar 53.31%. Karena pada siklus 2 terdapat peningkatan nilai rata-rata kelas dan
terdapat lebih dari 75% siswa tuntas. Dengan kata lain, indikator keberhasilan dalam
penelitian ini telah tercapai sehingga tidak perlu melanjutkan melaksanakan siklus 3.
Persentase keaktifan siswa diperoleh dari lembar observasi hasil pengamatan oleh
observer. Aktivitas siswa dalam diskusi kelompok pada siklus 1 termasuk dalam
kategori cukup yaitu dengan persentase 78.47% dan pada siklus 2 termasuk kategori
baik dengan persentase sebesar 86.63%. Jadi terdapat peningkatan aktivitas siswa
sebesar 8.16%. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sudjana
(2005:2) dan Ismail (2006:219) bahwa media pembelajaran, khususnya puzzle, dapat
mempertinggi proses belajar siswa yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil
beajar yang dapat dicapainya.
Dari hasil angket respon siswa, diperoleh informasi bahwa persentase rata-rata
respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui
model PBI sebesar 86.74% yaitu termasuk kategori baik (setuju). Dari hasil wawancara
dengan guru, pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui model PBI sesuai
untuk membelajarkan materi jaring-jaring dan luas permukaan bangun ruang sisi datar.
Guru tertarik untuk menggunakan pembelajaran ini sebagai variasi pembelajaran untuk
siswa yang dapat meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa untuk belajar. Saran dari
guru jika menggunakan media puzzle magnet melalui PBI adalah banyak membaca
referensi tentang permasalahan sehari-hari, serta lebih kreatif untuk mengembangkan
media puzzle magnet untuk bahasan lain seperti untuk prisma dan limas. Hasil
wawancara pada siswa menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan tentang
tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet
antara siswa kelompok tinggi, sedangdan rendah. Ketiga siswa bisa memahami sifatsifat, cara penggunaan, dan cara penyelesaian media puzzle magnet. Hal ini
diungkapkan juga oleh ketiga siswa sebagai kendala yang dialaminya dalam diskusi
kelompok. Siswa yang secara langsung melakukan penyelidikan adalah siswa putra
kelompok sedang. Siswa putri kelompok tinggi lebih dipercaya teman-temannya untuk
menyelesaikan LKS sehingga kecil kesempatannya untuk mengutak-atik puzzle magnet.
Demikian pula dengan siswa putri kelompok rendah. Anggota kelompok yang lain tidak
mempercayakan padanya tugas untuk mengutak-atik puzzle magnet dan hanya memberi
tugas membantu mengisi LKS sehingga siswi ini tidak berkesempatan secara langsung
memahami puzzle magnet. Siswi ini hanya memahami dengan penjelasan dari teman
kelompoknya.
Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan media puzzle magnet
melalui PBI secara keseluruhan siswa mengaku senang, tidak tegang, menjadi lebih
semangat, terbuka, dan lebih bisa saling berbagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sutarman, dkk (2005) bahwa melalui pembelajaran model PBI, siswa berkesempatan
untuk secara aktif dan kreatif menemukan gagasan atau ide-ide yang berasal dari dirinya
sendiri sehingga siswa mempunyai semangat kreativitas, dan kebebasan otonomi dalam
belajar.
Beberapa hambatan yang ditemui peneliti selama penelitian beserta solusi yang
dillakukan untuk mengatasinya adalah sebagai berikut.
1. Siswa yang tidak terbiasa belajar dengan cara berdiskusi kelompok dengan
menggunakan LKS yang harus diselesaikan dengan media puzzle magnet. Hal ini
membuat pertemuan pertama pembelajaran menjadi sangat kaku dan tidak bisa
8
segera berjalan dengan baik. Siswa kebingungan bagaimana cara mengisi LKS.
Siswa belum bisa membaca LKS dan mengikuti langkah-langkah yang ada secara
berurutan Siswa melepas bendel LKS dan membagikan satu lembar untuk masingmasing kelompok dan menginstruksikan untuk menyelesaikan sendiri-sendiri.
Padahal LKS yang diberikan adalah LKS konstruktivis yang harus dikerjakan
secara runtut. Keadaan ini juga berpengaruh pada manajemen waktu oleh peneliti.
Pembelajaran selesai setelah lewat 8 menit dari bel pergantian pelajaran. Peneliti
mencoba mengatasi kendala ini dengan secara aktif mendatangi kelompokkelompok dan menjelaskan bahwa jawaban satu poin pertanyaan berhubungan
dengan jawaban pada poin sebelumnya. Jadi LKS harus dikerjakan secara urut
dengan diskusi kelompok dengan satu sekretaris yang bertugas mencatat hasil
diskusinya. Cara membaca LKS juga jangan langsung halaman tengah, tapi dibaca
satu per satu mulai halaman dapan. Pada pertemuan dua, kendala ini sudah teratasi
karena siswa sedikit banyak sudah tahu langkah-langkah yang benar. Pembelajaran
juga berakhir tepat saat bel pergantian pelajaran.
2. Siswa yang belum terbiasa diajar oleh peneliti membuat jalannya pembelajaran
masih diisi dengan siswa takut dan sungkan untuk bertanya jika ada hal yang tidak
dimengerti. Peneliti mencoba mengatasinya dengan bersikap lebih akrab pada
siswa. Hal ini dilakukan dengan lebih sering memotivasi siswa, memberikan
senyum ramah dan pujian pada siswa yang sudah berani mencoba meskipun salah.
Kendala ini ditemui pada pertemuan pertama. Pada pertemuan selanjutnya siswa
sudah lebih berani bertanya pada peneliti dengan mengacungkan tangan saat
bertanya.
3. Siswa masih malu-malu dan tidak percaya diri dalam mengajukan diri serta
melakukan presentasi di depan kelas. Peneliti mengatasinya dengan menunjuk
secara acak kelompok dan menginformasikan bahwa semua kelompok pasti akan
mendapat tugas untuk presentasi pada pertemuan selanjutnya. Saat presentasi, siswa
hanya membaca secara pelan dan belum bisa improvisasi. Peneliti mengatasinya
dengan cara memberi motivasi dan menuntun garis besar yang harus
dipresentasikan serta meminta kelompok yang tidak presentasi memberikan tepuk
tangan untuk kelompok yang telah presentasi. Meskipun sudah berkurang, kendala
ini masih berlanjut sampai pertemuan pada siklus 2. Sebenarnya siswa bisa untuk
presentasi, hanya butuh dibiasakan saja.
4. Siswa putra yang cenderung memonopoli media puzzle magnet dan enggan mengisi
LKS. Masalah ini terutama ditemui pada kelompok 3, kelompok 6, dan kelompok
7. Pembagian tugas kelompok membuat diskusi kelompok kurang merata. Siswa
putri tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengutak-atik puzzle magnet,dan
siswa putra tidak memahami masalah dalam LKS secara jelas. Peneliti mencoba
mengatasinya dengan cara menukar tugas kelompok pada pertemuan berikutnya.
Tapi di sela-sela pembelajaran saat tidak diperhatikan peneliti, kelompok tersebut
bertukar kembali tugasnya seperti semula. Untuk kelompok 1, 2, 4, dan 5,
pembagian tugas antara puzzle dan LKS cenderung merata.
Di luar kendala-kendala di atas, pembelajaran dalam penelitian ini cenderung tertib.
Saat diskusi kelompok dan diskusi kelas tidak ada siswa yang berkeliaran atau
berkeliling kelas dan menganggu kelompok lain. Siswa juga cenderung tertib saat tes
berlangsung meskipun guru pengampu matematika kelas VIII-A tidak ikut menjaga dan
mengawasi jalannya ujian.
9
PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat dua kesimpulan utama dari hasil penelitian ini, yaitu:
1.)
Proses pembelajaran dengan media puzzle magnet melalui model Problem
Based Instruction (PBI) yang diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
VIII-A SMPN 1 Trawas tentang kubus dan balok dilakukan dengan cara: 1)
pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 5-6 siswa, 2) penggunaan media
puzzle magnet serta LKS yang berisi masalah tentang jaring-jaring dan luas permukaan
kubus dan balok, 3) pemberian kesempatan pada siswa untuk melakukan penyelidikan
dalam menyelesaikan puzzle magnet, 4) pemberian kesempatan pada siswa untuk
menyelesaikan masalah dalam LKS dengan mengaitkan informasi yang telah diperoleh
(termasuk penyelesaian puzze, 5) presentasi kelompok di depan kelas untuk menyajikan
hasil diskusi kelompok dan konfirmasi jawaban, 6) pengambilan nilai siswa melalui tes
tertulis pada pertemuan terakhir.
2.)
Dugaan peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 1 Trawas tentang
materi kubus dan balok dengan menggunakan media puzzle magnet melalui model
Problem Based Instruction (PBI) terbukti benar. Dari hasil tes siswa, rata-rata nilai
kelas VIII-A sikus siklus 1 adalah 65.64 dengan persentase siswa tuntas sebesar 25.64%
(10 siswa). Pada siklus 2, nilai rata-rata siswa adalah 82.11 dengan persentase siswa
tuntas 78.95% (30 siswa). Jadi terdapat peningkatan nilai rata-rata siswa sebesar 16.47
dan peningkatan persentase siswa tuntas sebesar 53.31%. Dengan kata lain, indikator
keberhasilan dalam penelitian ini telah tercapai.
Saran
Beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya
berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dalam pelaksanaannya, akan lebih efektif jika memberikan dua atau lebih dari satu
set puzzle magnet dengan bentuk jaring-jaring yang berbeda. Masalah yang lebih
rumit juga dapat lebih meningkatkan antusiasme siswa.
2. Pemberian kesempatan presentasi siswa diperlukan untuk mengasah rasa percaya
diri siswa.
3. Pemberian hadiah atau sertifikat pada kelompok dengan nilai terbaik untuk
membuat siswa lebih termotivasi dan antusias dalam pembelajaran.
4. Memperbanyak variasi masalah berdasarkan kehidupan sehari-hari. Diharapkan
dengan pemberian masalah yang berdasarkan aplikasi sehari-hari, siswa dapat
memperluas wawasan serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
5. Peneliti yang tertarik untuk melaksanakan penelitian serupa dapat mengembangkan
media puzzle magnet. Media pembelajaran puzzle magnet dapat dikembangkan
untuk bahasan selanjutnya, yaitu bangun datar prisma dan limas.
10
DAFTAR RUJUKAN
Bako, Maria. Different Projecting Methods In Teaching Spatial Geometry , European
Research in Mathematics. (Online), (http://www.osun.org/spatial sense/
Education III), diakses 3 Februari 2013.
Ismail, Andang. 2006. Education Games Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan
Edukatif. Yogyakarta: Nuansa Aksara.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika
SMP dan MTs. Jakarta: Pusat kurikulum, Depdiknas.
Kubinova, Marie. 200. Projects and Mathematical Puzzle – A Tool for Development of
Mathematical Thinking. European Research in Mathematics Education,
(Online), 1 (2): 53-63, (http://www.fmd.uni-osnabrueck.de/ebooks/erme/cerme1proceedings/papers_vol2/g5_kubinova_novotna_littler.pdf), diakses 8 Mei 2013.
Purwantoko, R.A, Susilo, Sutikno. 2010. Keefektifan Pembelajaran dengan
Menggunakan Media Puzzle terhadap Pemahaman IPA Pokok Bahasan Kalor
pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), 6: 123-127,
(http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/download/1124/1043),
diakses 8 Mei 2013.
Sudjana, Nana , dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar
Baru Algesindo.
Sutarman, dkk. 2005. Meningkatkan Pemahaman Kontekstual Terhadap Konsep Fisika
Mahasiswa Tahun Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Observasi Gejala
Fisis pada Perkuliahan Fisika Dasar I. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Stahnke, David. 2009. Mathematics…the art of the puzzle. (Online),
(http://dp.hightechhigh.org/~dstahnke/David%2520Stahnke%27s%2520Digital
%2520Portfolio/David%2520Stahnke%2520Action%2520Research.pdf),
diakses 10 Mei 2013.
Download