Identifikasi Abnormalitas Paru-Paru Pada Citra Foto Thorax (Chest X

advertisement
Identifikasi Abnormalitas Paru-Paru Pada Citra Foto Thorax
(Chest X-Ray) menggunakan Metode Wavelet Daubechies dan
Jaringan Syaraf Tiruan
Rezkiana Hasanuddin
[email protected]
Deasy Mutiara Putri
[email protected]
Amil Ahmad Ilham
[email protected]
Indrabayu Amirullah
[email protected]
Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu sistem yang dapat mengidentifikasi abnormalitas
paru-paru pada foto thorax dan menghasilkan 3 buah keluaran informasi: paru-paru normal, efusi pleura, dan
tuberkulosis paru. Proses pendeteksian diawali dengan pemrosesan awal (pre-processing) terhadap citra chest
x-ray, segmentasi area paru-paru, ekstraksi fitur menggunakan wavelet daubechies, dan tahap pelatihan
menggunakan jaringan syaraf tiruan (artificial neural network). Penelitian ini meliputi analisis penggunaan
wavelet daubechies sebagai metode ekstraksi fitur dan analisis tingkat akurasi sistem berdasarkan persentase
parameter confusion matrix pada jaringan syaraf tiruan. Citra latih yang digunakan sebanyak 75 sampel,
terdiri dari 43 sampel paru-paru normal, 20 sampel efusi pleura, dan 12 sampel tuberkulosis paru. Citra uji
terdiri dari data uji primer dan data uji sekunder sebanyak 35 sampel citra, 19 sampel paru-paru normal, 8
sampel efusi pleura, dan 8 sampel tuberkulosis paru. Akurasi tertinggi diperoleh pada dekomposisi level 7 dan
ordo db 6 dengan persentase 100% untuk data latih. Tingkat akurasi untuk data uji mencapai 91.65%.
Kata Kunci: Chest X-Ray, Wavelet Daubechies, Artificial Neural Network
I. PENDAHULUAN
Berbagai metode berbasis komputer telah
diperkenalkan untuk membantu kinerja radiologis.
Pemeriksaan foto thorax (Chest X-Ray) merupakan
salah satu metode pemeriksaan berbasis komputer
yang cukup sering dilakukan oleh rumah sakit
terhadap pasien untuk berbagai macam kasus.
Chest x-ray memperlihatkan gambaran dari
jantung, paru-paru, saluran udara, pembuluh darah
dan tulang belakang dan tulang iga. Paru-Paru
merupakan organ yang berada dalam thorax yang
paling banyak dikenai penyakit.[1]
Pada beberapa jenis penyakit, biasanya ada
yang menunjukkan gambaran yang sulit untuk
ditentukan diagnosanya disebabkan oleh ciri-ciri
penyakitnya yang tergolong mirip. Salah satu dari
penyakit yang cukup sulit dibedakan ialah
tuberkulosis paru dan efusi pleura. Tuberkulosis
paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil microbacterium tuberkulosis
yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan. Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura,
dimana kondisi ini jika dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderitanya. Pleura ialah
lapisan tisu tipis yang menutupi paru-paru dan
melapisi dinding bagian dalam rongga dada.[2] Di
Indonesia, Tuberkulosis Paru adalah penyebab
kematian ke-2 setelah penyakit jantung dan
pembuluh darah lainnya. Selain dari itu Indonesia
adalah negara ke-3 di dunia yang mempunyai
penderita Tuberkulosis Paru terbanyak setelah Cina
dan India. Tuberkulosis Paru banyak terdapat di
kalangan penduduk dengan kondisi sosial ekonomi
rendah dan menyerang golongan usia produktif (1554 tahun).[3]
Image
Processing
telah
banyak
diimplementasikan dalam bidang kedokteran untuk
identifikasi suatu penyakit. Adapun metode
pendekatan pola yang digunakan bermacammacam, seperti artificial neural network (jaringan
syaraf tiruan, wavelet, dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas,
maka penulis berinisiatif untuk membangun sebuah
sistem yang dapat mengidentifikasi adanya
kelainan (abnormalitas) pada paru-paru terhadap
foto thorax. Sistem ini dapat digunakan sebagai
diagnosa pendukung terhadap diagnosa yang
dikeluarkan oleh dokter ahli. Selain itu juga dapat
membantu mahasiswa co-assistant yang sedang
belajar di bagian radiologi rumah sakit sebagai alat
pengambil keputusan untuk membandingkan
diagnosa pada foto thorax yang diteliti.
Page 1 of 8
II. PENELITIAN TERKAIT
Beberapa penelitian terkait mengenai
proses identifikasi untuk mendapatkan informasi
dengan input citra telah banyak dilakukan
sebelumnya.
Pada penelitiannya mengenai perbaikan
kualitas citra x-ray organ tubuh manusia, Meyriam
Dwi Pratiwi memaparkan bahwa tingkat
kecemerlangan suatu citra dapat terlihat pada
grafik histogram citra tersebut. Oleh karena itu,
intuk
memperbaiki
kualitas
citra,
perlu
dilaksanakan teknik perataan histogram dan
peregangan kontras citra.[5] Image enhancement
(perbaikan kualitas citra) terhadap citra x-ray pada
penelitian ini meliputi perataan histogram,
grayscaling, thresholding, blur, edge detection, dan
dilate.
Ronald
Ommy
menggunakan
wavelet
daubechies untuk mendapatkan fitur citra iris mata.
Pada penelitiannya, ia membandingkan pengaruh
level dekomposisi terhadap tingkat akurasi dan
pengaruh jenis/ordo wavelet daubechies terhadap
tingkat
akurasi.[6]
Dane
Kurnia
Putra
menggunakan wavelet haar dan jarak Euclidean
untuk identifikasi kanker pada citra mammografi.
Wavelet haar digunakan untuk mendekomposisi
citra basis data dan citra uji untuk mencari
koefisien dari setiap node. Pada batasan masalah
dijelaskan bahwa penelitiannya menggunakan 1 ciri
yaitu energi. Energy yang dimaksud disini ialah
energi yang terkandung pada tiap subband hasil
dekomposisi oleh wavelet.[7]
Gambar 3.1. Contoh Foto Thorax
Gambar 3.1 merupakan salah satu contoh foto
thorax normal (tidak ada kelainan radiologis).
III. 2. Tahap Pengolahan Citra
Tahap pengolahan citra terdiri dari: Tahap preprocessing,
segmentasi,
dekomposisi,
dan
normalisasi. Gambar 3.2 menunjukkan alur tahapan
pre-processing, dekomposisi, normalisasi, hingga
penyimpanan fitur citra menjadi dataset.
III. METODE PENELITIAN
III. 1. Perancangan Sistem
Perancangan sistem diawali dengan klasifikasi
data (foto thorax/chest x-ray) berdasarkan diagnosa,
yaitu paru-paru normal, efusi pleura, dan
tuberkulosis paru. Data yang telah diambil di
Instalasi Gawat Darurat bagian Radiologi Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo ini sebanyak 90 citra.
Citra dengan diagnosa paru-paru normal sebanyak
52 sampel, diagnosa efusi pleura sebanyak 23
sampel, dan diagnosa tuberkulosis paru sebanyak
15 sampel. Sampel-sampel citra ini dibagi kembali
atas dua, sampel untuk data latih dan sampel untuk
data uji. Sampel untuk data latih diambil sebanyak
43 sampel paru-paru normal, 20 sampel efusi
pleura, dan 12 sampel tuberkulosis paru. Tersisa 15
sampel untuk data uji (9 paru-paru normal, 3 efusi
pleura, 3 tuberkulosis paru) yang akan digunakan
untuk menguji tingkat akurasi sistem identifikasi.
Page 2 of 8
Gambar 3.2. Flowchart proses pengolahan citra
III. 2. 1. Pre-processing
Tahapan pre-processing meliputi perintahperintah berikut:
- Adjust Histogram: perataan historam
5 – 10, serta ordo 2 – 10 (db2, db5, … ,
db10). Setelah hasil dekomposisi disimpan
dalam bentuk .mat file untuk masing-masing
diagnosa, .mat file tiap diagnosa digabung
dan disimpan sebagai dataset untuk proses
pelatihan pada jaringan syaraf tiruan. Dataset
ini berisi variabel fitur citra dan variabel
target (paru-paru normal, efusi pleura, dan
tuberkulosis paru).
Selanjutnya dilakukan proses normalisasi
terhadap fitur citra yang berada di dataset.
Normalisasi dilakukan untuk mengubah fitur
ke dalam ukuran tertentu, agar mendapatkan
standar ekstraksi ciri yang sesuai untuk setiap
citra thorax. Serta untuk efisiensi penggunaan
memori oleh Matlab agar terhindar dari
error. Pada penelitian ini fitur hasil
dekomposisi dinormalkan ke dalam ukuran
0,1 – 0,9.
- Grayscaling: mengubah citra RGB menjadi
grayscale
- Thresholding: mengubah citra graycale
(skala keabuan) menjadi citra biner
- Blur: menambah smoothness pada citra
untuk memudahkan deteksi garis/tepi
- Edge Detection: deteksi tepi, untuk
menemukan area paru-paru
- Dilate (Dilasi): pelebaran area agar dapat
mencakup area paru-paru
- Fill Hole: mengisi area yang telah ditandai
sebagai paru-paru
- Bwareaopen: menghilangkan noise kecil
diluar area paru-paru
- Clear Border: menghilangkan area yang
terdeteksi diluar area paru-paru yang
bersentuhan dengan border citra
III. 2. 2. Segmentasi
Tahapan segmentasi dilakukan dengan
perintah masking setelah citra melalui tahap
pre-processing. Citra yang diperoleh
kemudian akan terdiri atas bagian objek paruparu dan bagian latar belakang yang bukan
paru-paru. Gambar 3.3 menunjukkan citra
seblum segmentasi dan citra setelah
segmentasi.
Gambar 3.3. Foto Thorax sebelum dan setelah
segmentasi area paru-paru
III. 3. Tahap Pelatihan
Setelah semua dataset untuk tiap level dan ordo
dekomposisi disimpan, kesemua dataset tersebut
dilatih dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan
pada matlab dan dibuatkan target kelasnya masingmasing. Kelas 1 untuk diagnosa paru-paru normal,
kelas 2 untuk diagnosa efusi pleura, dan kelas 3
untuk diagnosa tuberkulosis paru.
Jumlah hidden layer yang digunakan sebanyak
10 neurons, dengan memperhatikan confusion
matrix dan MSE (Mean Squared Error). Algoritma
yang digunakan ialah Scaled Conjugate Gradient
Backpropagation (trainscg). Fungsi ‘trainscg’
merupakan fungsi pelatihan jaringan yang
memperbaharui nilai bobot dan bias berdasarkan
metode scaled conjugate gradient.[4]
Setelah semua dataset dilatih, akan diambil
dataset dengan tingkat akurasi tertinggi. Dataset
dengan tingkat akurasi tertinggi inilah yang
digunakan pada sistem identifikasi. Tabel 3.1
menunjukkan tingkat akurasi tiap konfigurasi
dataset berdasarkan Confusion Matrix jaringan.
Tingkat akurasi yang error disebabkan oleh out of
memory saat proses komputasi.
III. 2. 3. Dekomposisi
Setelah area paru-paru disegmentasi,
dilakukan
dekomposisi
menggunakan
wavelet daubechies. Hasil dekomposisi yang
diambil untuk menjadi fitur citra ialah
koefisien approksimasi. Pada penelitian ini,
hendak dicari ordo dan level terbaik agar
dapat menghasilkan sistem identifikasi citra
yang akurat. Level dekomposisi wavelet yang
digunakan untuk penelitian dimulai dari level
Page 3 of 8
Tabel 3.1 Tingkat Akurasi tiap Konfigurasi Dataset
Konfigurasi Dekomposisi
Tingkat
No
Akurasi (%)
level
db
1
db2
100
2
db3
100
3
db4
84
4
db5
67
5
5
db6
error
6
db7
error
7
db8
error
8
db9
error
No
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
Konfigurasi Dekomposisi
level
db
5
db10
db2
db3
db4
db5
6
db6
db7
db8
db9
db10
db2
db3
db4
db5
7
db6
db7
db8
db9
db10
db2
db3
db4
db5
8
db6
db7
db8
db9
db10
db2
db3
db4
db5
9
db6
db7
db8
db9
db10
db2
db3
db4
db5
10
db6
db7
db8
db9
db10
Tingkat
Akurasi (%)
error
100
100
100
100
89
99
error
error
error
85
84
100
100
100
100
100
error
error
55
43
100
93
100
57
85
99
error
83
80
91
99
91
83
81
81
error
83
96
83
43
99
83
100
84
error
Gambar 3.2. Flowchart pengujian sistem
IV. HASIL DAN ANALISIS SISTEM
Tujuan dari analisis sistem adalah sebagai berikut:
- Mengetahui pengaruh ordo dari wavelet
daubechies dan level dekomposisi yang
digunakan terhadap tingkat akurasi sistem.
- Memperoleh parameter terbaik untuk ordo
wavelet daubechies dan level dekomposisinya
untuk mendapatkan tingkat akurasi yang
terbaik/optimal.
- Membandingkan analisis sistem berdasarkan
level dekomposisi dan ordo terbaik dengan
analisis secara medis
III. 4. Tahap Pengujian
Setelah didapatkan dataset dengan tingkat
akurasi tertinggi, dataset ini dimasukkan dalam
sistem identifikasi kemudian dilakukan tahap
pengujian terhadap data uji. Gambar 3.2
menunjukkan alur sistem identifikasi.
Tahap pertama dari proses wavelet adalah
dekomposisi wavelet. Wavelet yang digunakan
adalah wavelet daubechies dan level dekomposisi
wavelet yang digunakan untuk penelitian tingkat
akurasi ialah level 5 – 10 serta ordo 2 – 10 (db2,
db5, … , db10). Pemilihan level dekomposisi
dimulai dari level 6 karena citra yang digunakan
berukuran 512 x 512 pixel, sehingga apabila level
dekomposisi 1 – 5 digunakan akan mengakibatkan
out of memory pada Matlab. Sementara untuk ordo
Page 4 of 8
dimulai dari db2 hingga db 10, db1 tidak diambil
sebab nilainya sama dengan wavelet haar.
Setelah dekomposisi untuk tiap level dan
ordo, koefisien aproksimasi tiap dekomposisi
disimpan dan dinormalisasi menjadi dataset untuk
menjadi input pelatihan pada proses jaringan syaraf
tiruan. Tiap dataset kemudian di-training dengan
pattern recognition tool pada Matlab. Sebelum
dilakukan pengujian keakuratan sistem, dilakukan
beberapa kali pelatihan jaringan hingga diperoleh
performance yang paling dekat dengan target yang
diinginkan dan yang dapat mengenali pola dengan
baik. Dengan program berikut:
Gambar 4.1 GUI untuk tahap pelatihan
Penjelasan tiap panel
- Load: memasukkan folder yang berisi data latih.
- Jenis Diagnosa: memilih salah satu jenis
diagnosa berdasarkan jenis diagnosa folder yang
telah di-load
- Input level: memilih level dekomposisi wavelet
(level 1-10)
- Input wavelet: memilih ordo wavelet (db2-db10)
- Latih: memproses dekomposisi wavelet dan
pelathan dengan jaringan
- Save: menyimpan hasil pelatihan yang terdiri
dari fitur dan target (kelas)
Tahap selanjutnya yaitu pengujian sistem dengan
menggunakan data latih dan data uji. Pengujian
untuk data uji terbagi 2, data uji primer dan data uji
sekunder.
Tahap
ini
menggunakan
GUI
‘Identifikasi X-Ray’ seperti pada gambar 4.2.
(a)
(b)
Gambar 4.2 GUI untuk identifikasi citra (a) sebelum
identifikasi (b) setelah identifikasi
Penjelasan tiap panel
- Input Gambar: membuka window untuk
memilih citra yang akan diinput
- Scan: memulai proses identifikasi terhadap citra
input
- Dekomposisi: menampilkan hasil dekomposisi
wavelet citra input
- Reset: mengatur GUI kembali ke tampilan awal
setelah melakukan identifikasi
- Hasil Detetksi: menampilkan informasi hasil
identifikasi oleh sistem
Tabel dibawah menunjukkan tiap konfigurasi
dataset yang tingkat akurasinya (berdasarkan
Confusion Matrix) mencapai 100% serta jumlah
fitur untuk masing-masing konfigurasi.
Tabel 4.1 Konfigurasi Dataset tingkat akurasi 100%
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Konfigurasi
level
db
db2
5
db3
db2
6
db3
db4
6
db5
db4
db5
7
db6
db7
db8
db4
8
db6
10
db8
Tingkat
Akurasi (%)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa meskipun jumlah
fitur untuk tiap konfigurasi berbeda-beda, namun
persentasi yang didapatkan tetaplah sama.
Selanjutnya, tiap konfigurasi dataset pada
tabel 4.1 diuji dengan menggunakan dua jenis data
uji, data uji primer dan data uji sekunder. Data uji
primer merupakan data yang diambil dari rumah
Page 5 of 8
sakit dan tidak dimasukkan sebagai data latih. Data
uji primer sebanyak 15 data yang terdiri dari 9 citra
paru-paru normal, 3 citra efusi pleura, dan 3 citra
tuberkulosis paru. Tahap pengujian ini dilakukan
menggunakan GUI ‘Idetifikasi X-Ray’.
Tahap pengujian terhadap data uji dengan
menggunakan konfigurasi dataset pada tabel 4.1
menghasilkan tingkat akurasi tertinggi pada dataset
dekomposisi level 7 dan db6. Persentasi untuk tiap
konfigurasi dataset dapat dilihat pada tabel 4.2.
No.
13
14
15
Diagnosa Dokter
Tuberkulosis Paru
Diagnosa Program
Tuberkulosis Paru
Efusi Pleura
Tuberkulosis Paru
Pada tabel 4.3, total diagnosa benar yang
diidentifikasi oleh sistem sebanyak 14 citra dari 15
citra yang diujikan. Sehingga didapatkan tingkat
akurasi sistem terhadap data uji primer:
Tabel 4.2 Tingkat Akurasi Konfigurasi Dataset
berdasarkan Confusion Matrix 100%
Konfigurasi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
level
ordo
5
5
6
6
6
6
7
7
7
7
7
8
8
10
db2
db3
db2
db3
db4
db5
db4
db5
db6
db7
db8
db4
db6
db8
Jumlah
Diagnosa
Benar
6
9
7
7
7
8
7
9
14
12
10
7
12
10
Tingkat
Akurasi
(%)
40
60
46.7
46.7
46.7
53.3
46.7
60
93.3
80
66.7
46.7
80
66.7
Tahap Pengujian juga dilakukan terhadap data uji
sekunder. data uji sekunder merupakan foto thorax
yang diambil dari internet. Tabel 4.4 menunjukkan
hasil pengujian sistem terhadap data uji sekunder.
Tabel 4.4 Pengujian Sistem menggunakan Data Uji
Sekunder
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Tingkat akurasi didapatkan dari persamaan berikut:
Tabel 4.3 merupakan perbandingan diagnosa antara
diagnosa dokter dengan diagnosa oleh sistem:
Tabel 4.3 Pengujian terhadap data uji untuk level 7 db6
No.
Diagnosa Dokter
Diagnosa Program
1
Paru-Paru Normal
2
Paru-Paru Normal
3
Paru-Paru Normal
4
Paru-Paru Normal
5
Paru-Paru Normal
Paru-Paru Normal
6
Paru-Paru Normal
7
Paru-Paru Normal
8
Paru-Paru Normal
9
Paru-Paru Normal
10
Efusi Pleura
11
Efusi Pleura
Efusi Pleura
12
Efusi Pleura
Diagnosa Dokter
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Efusi
Efusi
Efusi
Efusi
Efusi
TB
TB
TB
TB
TB
Diagnosa Sistem
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Efusi
Efusi
Efusi
Normal
Efusi
TB
Normal
TB
TB
TB
Pada tabel 4.4, total diagnosa benar sebanyak 18
dari 20 citra. Sehingga didapatkan tingkat akurasi
sistem terhadap data uji sekunder:
Page 6 of 8
Sehingga didapatkan tingkat akurasi
berdasarkan kedua jenis data uji yaitu
sistem
No.
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
Iterasi
Confusion
Matrix
MSE
Perbandingan analisis sistem berdasarkan
level dekomposisi dan ordo terbaik (level 7, db6)
dengan analisis diagnosa penyakit secara medis
dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Analisis perbandingan level 7 - db6 terhadap
diagnosa secara medis
No.
Nilai Rata-Rata Fitur
Diagnosa
1
0.284492560152408
Efusi
2
0.284492560152408
Efusi
3
0.284492560152408
Efusi
4
0.284492560152408
Efusi
5
0.284492560152408
Efusi
6
0.284602274752096
Efusi
7
0.284606096094450
Efusi
8
0.284627362013345
Efusi
9
0.284676816448046
Efusi
10
0.284825904114957
Efusi
11
0.284842326557020
Efusi
12
0.285019017308677
Efusi
13
0.285035739114945
Efusi
14
0.285628927226884
Efusi
15
0.286051865016179
Efusi
16
0.286594523873866
Efusi
17
0.288759313486993
Efusi
18
0.289382720825609
Efusi
19
0.290539010506379
Efusi
20
0.292201307892714
TB
21
0.292287302821517
TB
22
0.293776891923141
TB
23
0.294132970250509
TB
24
0.294209529948630
TB
25
0.296364596195392
TB
26
0.298978559681274
TB
27
0.299250022690791
TB
28
0.300651925916889
Efusi
29
0.301091521734584
Normal
30
0.301091521734584
Normal
31
0.301091521734584
Normal
32
0.301091521734584
Normal
33
0.301091521734584
Normal
34
0.301091521734584
Normal
35
0.301091521734584
Normal
36
0.301091521734584
Normal
37
0.301091521734584
Normal
38
0.301091521734584
Normal
39
0.301091521734584
Normal
40
0.301091521734584
Normal
Nilai Rata-Rata Fitur
0.301327670740330
0.301339616206605
0.301377208527722
0.301464650577594
0.301510567559111
0.301575263327892
0.301586102526429
0.301591312729169
0.301704010811958
0.301813733821871
0.301830066573576
0.301997818163686
0.302000158991835
0.302040186361003
0.302288869337252
0.302508628017242
0.302821751110035
0.303566649585995
0.305347881217081
0.305626473902067
0.305882984067965
0.306050300133455
0.306927973415813
0.307657727514523
0.307864812428895
0.308114052491067
0.308126066180244
0.308502520600752
0.309938801909904
0.310684811212121
0.311560689940227
0.316081764648140
0.319118621999894
0.322635486053758
0.323709404985276
46
Diagnosa
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
TB
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
TB
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
TB
TB
Normal
100%
0.000000126940
Nilai rata-rata fitur citra pada tabel 4.5
merupakan hasil normalisasi yang telah diurutkan
dari nilai terkecil ke nilai terbesar. Apabila
direpresentasikan berdasarkan nilai rata-rata yang
telah dinormalisasi yang berkisar diantara range 0.1
– 0.9, maka nilai untuk citra paru normal > tb paru
dan nilai untuk citra tb paru > efusi pleura.
Gambar 4.3 menunjukkan confusion matrix
untuk dekomposisi level 7 db6. Dapat dilihat
confusion matrix untuk tahap pelatihan (training),
validasi (validation), pengujian (test), dan all
confusion matrix mencapai 100%. Gambar 4.4
menampilkan
training
performance
untuk
dekomposisi level 7 db6, dapat dilihat pada gambar
iterasi berakhir dengan 46 epochs dan mean
squared error 0.000000126940.
Page 7 of 8
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4.3 Plot confusion untuk dekomposisi level 7 db6
Gambar 4.2 Plot performance untuk dekomposisi level 7 db6
[1.] RADIOLOGI/FOTO
THORAX.
Laboratorium
Klinik
Prodia.
http://prodia.co.id/pemeriksaanpenunjang/radiologi-foto-thorax (Diakses pada
29 Maret 2013)
[2.] Tuberkulosis Paru dengan Efusi Pleura.
http://www.healthyenthusiast.com/tuberkulosi
s-paru-dengan-efusi-pleura.html (Diakses pada
29 September 2014)
[3.] Arie Yulianto, dr. 2014. Tuberkulosis Paru:
Penyebab Kematian Ke-2 Di Indonesia.
Kesehatan
Umum.
http://www.tanyadok.com/kesehatan/tuberkulo
sis-paru-penyebab-kematian-ke-2-di-indonesia
(Diakses pada 29 September 2014)
[4.] Matlab Help. Neural Network Toolbox.
Function Approximation and Nonlinear
Regression. Fungsi ‘trainscg’
[5.] Dwi Pratiwi, Meyriam. 2009. Aplikasi
Perbaikan Kualitas Citra X-Ray Organ Tubuh
Manusia menggunakan Teknik Perataan
Histogram. Depok: Universitas Gunadarma
[6.] Ommy, Ronald. 2008. Pengenalan Identitas
Manusia melalui Pola Iris Mata menggunakan
Transformasi Wavelet dan Mahalanobis
Distance. Bandung: Institut Teknologi Telkom
[7.] Kurnia Putra, Dane. Identifikasi Keberadaan
Kanker
pada
Citra
Mammografi
menggunakan
Metode
Wavelet
Haar.
Semarang: Universitas Diponegoro
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan analisis sistem maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Tingkat akurasi dari identifikasi abnormalitas
paru-paru pada foto thorax untuk 75 citra data
latih mencapai 100%, sedangkan untuk citra
data uji mencapai 91.65%.
- Penggunaan ordo dan level dekomposisi yang
berbeda pada metode wavelet daubechies
untuk membangun sistem identifikasi penyakit
pada foto thorax dapat mempengaruhi tingkat
akurasi sistem.
- Analisis sistem menunjukkan konfigurasi
dataset terbaik pada dekomposisi level 7 dan
db6.
- Transformasi wavelet dan jaringan syaraf
tiruan dapat digunakan dengan cukup baik
sebagai metode ekstraksi fitur citra dan
sebagai
pengenalan
pola
dalam
mengidentifikasi penyakit pada foto thorax.
Page 8 of 8
Download