KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA RUMPUN BUGIS ENREKANG DAN SUKU BUGIS DALAM INTERAKSI SOSIAL BUDAYA (Desa Polenga Kabupaten Kolaka) *Umar. A **Marsia Sumule ***Asrul Jaya Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Kendari ABSTRAK UMAR. A C1D1 11 096 Komunikasi Antar Budaya Rumpun Bugis Enrekang Dan Suku Bugis Dalam Interaksi Sosial Budaya (Desa Polenga Kabupaten Kolaka). Pembimbing l Ibu Marsia Sumule G, S.Sos., M.I.Kom dan pembimbing II Bapak Asrul Jaya, S.Sos,. M.Si. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Halu oleo 2016 Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Komunikasi Antar Budaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Sosial Budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Komunikasi Antar Budaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Sosial Budaya. Penelitian ini dilakukan di Desa Polenga, Kabupaten Kolaka, Kecamatan Watubangga. Penelitian ini di laksanakan di Desa Polenga, Kecamatan Watubangga, Kabupaten Kolaka Pemilihan lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa peneliti menemukan adanya beberapa suku dan berbeda adat dan budaya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori pertukaran social,Thibaut, Kelley dan Homans. Informan dalam penelitian berjumlah empat orang, yang terdiri dari informan kunci. Data penelitian dikumpulkan melalui Observasi, Wawancara, Dokumentasi dan studi Pustaka dengan metode deskriptif kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori Pertukaran Sosial menurut George Caspar Homans dalam Prof. Dr. Muhammad Budyatna, M.A 2015 Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Polenga sangat harmonis dan saling memahami dalam berkomunikasi namun dalam adat istiadat antara kedua suku hanya mengikuti satu adat saja Suku Rumpun Bugis Enrekang sejak awal berdirinya Desa Polenga Suku Rumpun Bugis Enrekang sudah sepakat bahwa ketika melakukan pesta perkawinan di dalam Desa Polenga adat yang di pakai yaitu kedua adat antara Bugis dan Suku Rumpun Bugis Enrekang dan sampai sekarang adat Suku Bugis yang selalu di ikuti tetapi di dalam system pertanian dan perdagangan masing – masing menjalankan dengan cara mereka sendiri.. Kata kunci : Antar Budaya, Rumpun Bugis Enrekang Dan Suku Bugis, Interaksi Sosial Budaya I. PENDAHULUAN Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Segala kegiatan dan buah pikiran manusia menghasilkan kebudayaan. Tiap kelompok masyarakat mempunyai kebudayaan yang berbeda, karena masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal dengan kemajemukannya dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa/etnis, agama, bahasa istiadat dan sebagainya. Samovar dan Porter, untuk mengkaji komunikasi antar budaya perlu dipahami hubungan antara kebudayaan dengan komunikasi. Melalui pengaruh budayalah manusia belajar komunikasi, dan memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan labellabel yang dihasilkan kebudayaan. Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek sosial atau peristiwa. Cara-cara manusia berkomunikasi, keadaan berkomunikasi, bahkan bahasa dan gaya bahasa yang digunakan, perilaku-perilaku non-verbal merupakan respons terhadap dan fungsi budaya (Liliweri, 2001: 160). Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Mesuk ke nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan asia tepatnya yunan. To ogie atau lebih di kenal dengan sebutan orang Bugis adalah sebuah istilah yang di lekatkan pada salah suku yang memiliki prinsip-prinsip hidup secara totalitas. Suku enrekang dan suku maroangin (Marowangin) merupakan koalisi dari suku duri yang tergabung dalam suatu kesatuan yang di sebut sebagai suku Massenrempulu. Meskipun secara ras dan bahasa suku duri cenderung dekat dengan suku toraja. Bahasa Duri mirip dengan bahasa Toraja, oleh karena itu suku Duri sering di anggap sebagai bagian dari suku Toraja. Meskipun memiliki kekerabatan dekat dengan Toraja, suku Duri banyak terpengaruh adat-istiadat Suku Bugis. Sehingga kadang-kadang juga orang Duri juga di anggap sebagai sub-suku dari suku Bugis. Peneliti ingin mengetahui bagaimana sebenarnya komunikasi antar budaya dalam suku enrekang dan suku bugis. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi antar budaya suku enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Sosial Budaya di desa polenga, kabupaten kolaka?” II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Antar Budaya Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi ataw akal. Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata colere yang artinya adalah atau mengerjakan yaitu dimaksudkan kepadakeahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah menjadi ulture sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekanto, 2003:188). Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, 1996: 236) 2. Bahasa Verbal dalam Konteks Komunikasi Antar Budaya Bahasa adalah sarana utama untuk berkomunikasi dengan orang lain dan menyimpan informasi. Bahasa juga merupakan sarana utama dalam pewarisan budaya dari satu generasi pada generasi berikutnya. Bahkan, tanpa bahasa budaya yang sebagaimana kita kenal tidak akan ada. Dalam kaitannya dengan studi kebudayaan (culture) bahasa ditempatkan sebagai sebuah unsur penting selain unsur-unsur lain seperti sistem pengetahuan, mata pencaharian, adat istiadat, kesenian, sistem peralatan hidup dan lain-lain.Bahkan bahasa dapat dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang berbentuk non material selain nilai, norma, dan kepercayaan (belief) (Liliweri, 2003: 132). 3. Suku Enrekang dan Bugis a. Suku Duri ( Suku Bugis Enrekang) Wilayah Suku Bugis Enrekang ini sejak dahulu disebut Massenrempulu, yang memiliki sejarah tersendiri, yaitu pada awalnya 3 kelompok Suku yang membentuk satu kesatuan adat yang disebut Massenrempulu. Seiring perkembangan zaman, kelompok 3 Suku yang terdiri dari Suku Bugis Enrekang, Suku Duri dan Suku Maroangin (Maroangin), sering disebut sebagai suku Massenrempulu. Dalam Bahasa Bugis Enrekang istilah "Massenrempulu" berarti "melekat seperti beras ketan" (Suku Bugis Enrekang, Suku Duri dan suku Maroangin (Maroangin), sering disebut sebagai Suku Massenrempulu). Kata yang digunakan untuk menunjukkan kesatuan dari ke-3 suku tersebut. Suku Bugis Enrekang dan Suku Toraja sangat damai dan tentram dalam satu rumpun karena struktur tulang Untuk orang-orang Bugis Enrekang lebih cenderung memiliki kemiripan dengan orang-orang Tanah Toraja. Dari segi bahasa, bahasa orang-orang Enrekang lebih mirip dengan orang-orang Tanah Toraja. Suku Enrekang secara garis besar terbagi dalam 3 karakter yang berbeda pada bahasa dan karakter. Suku Enrekang utara, yang bersebelahan dengan wilayah Suku Toraja, terlihat dari struktur fisik dan tulang lebih mendekati dengan orang-orang dari Tanah Toraja. Juga dari segi bahasa lebih mirip dengan bahasa Toraja. Orang Bugis Enrekang yang di bagian Utara mengalami akultirasi budaya dengan budaya Toraja, sehingga karakter orang Enrekang Utara lebih berkerabat dengan orang Toraja. Suku Bugis Enrekang selatan, lebih banyak berakulturasi dengan Suku Bugis Sidrap dan Pinrang, sehingga bahasa dan budayanya cenderung mendekati budaya dan bahasa Bugis. http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-enrekang-sulawesi.html; 22/05/2015. b. Suku Bugis Bugis adalah Suku yang tergolong ke dalam Suku-suku Deutero Melayu. Masuk Kenusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata bugis berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “Ugi” merujuk pada Raja pertama kerajaan cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya sebagai Orang Bugis, maka mereka merujuk pada Raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang pengikut dari La Sattumpugi. https://bugiskha.wordpress.com/2012/04/09/awal-mula-suku-bugis/;25/05/2015. 4. Konsep Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompokmanusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu (Soejono,1990:67). Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial secara harfiah adalah berarti sama-sama menyentuh. Namun dengan perkembangan teknologi sekarang ini, orang biasa berhubungan satu sama lainnya melalui telepon, telegrap, radio, surat dan seterusnya yang tidak memerlukan hubungan badaniah. a. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial Proses interaksi sosial dalam masyarakat terjadi apabila terpenuhi dua syarat sebagai berikut: a. Kontak sosial, yaitu hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapn, maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan reaksi. b. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada oranglain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu. b. Ciri-Ciri Interaksi Sosial Proses interaksi sosial dalam masyarakat memiliki ciri sebagai berikut : a. Adanya dua orang pelaku atau lebih b. Adanya hubungan timbale balik antar pelaku c. Diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara langsung. d. Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas. c. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Interaksi sosial bersifat asosiatif akan mengarah pada bentuk penyatuan. Interaksi sosial ini terdiri atas beberapa hal berikut. 1. Kerja sama (cooperation) Kerjasama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pelaksanaannya terdapat empat bentuk kerjasama, yaitu bargaining (tawar-menawar), cooptation (kooptasi), koalisi dan joint-venture (usaha patungan). 2. Akomodasi Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Proses akomodasi dibedakan menjadi bebrapa bentuk antara lain : a. Coercion yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan b. Kompromi yaitu, suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat masingmasing mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu penyelesaian terhadap suatu konflik yang ada. c. Mediasi yaitu, cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta bantuan pihak ketiga yang netral. d. Arbitration yaitu, cara mencapai compromise dengan cara meminta bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berkedudukannya lebih dari pihak-pihak yang bertikai. e. Adjudication (peradilan)yaitu, suatu bentuk penyelesaian konflik melalui pengadilan. f. Stalemate yaitu, Suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang dan berhenti melakukan pertentangan pada karena kedua belah pihak sudah tidak mungkin lagi maju atau mundur. suatu titik g. Toleransi yaitu, suatu bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan formal. Consiliation yaitu, usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan pihak- pihak yang berselisih bagi tercapainya suatu persetujuan bersama (Soejono, 2010:65-68). 5. Kerangka Pikir Nawawi, setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1955: 40). Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi, 1990: 241). Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah teori Penetrasi Sosial. Berdasarkan pokok-pokok teori yang diuraikan maka di susun kerangka pikir penelitian ini, kerangka pikir di maksud adalah sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini: Teori pertukaran social dapat ditelusuri kepada para psikolog Thibaut dan Kelley, atau para sosiolog Homans, dan Blau,(Budiyatna, 2015:363) dan mempunyai akar dalam ilmu ekonomi (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) atau psikologi behavioris atau behaviorist psychology (imbalan-imbalan dan hukuman). Alr cerita yang sama diantara teori-teori ini ialah hubungan yang sejalan dengan pertukaran ekonomi. seperti, dalam sebuah pertukaran ekonomi bermitifasikan keuntungan, dalam pertukran social, keputusan-keputusan didasarkan pada proyeksi-proyeksi, pada imbalan-imbalan dan biaya-biaya mengenai tertentu. Kita memutuskan untuk menginvestasikan uang dalam salah satu saham, sebagai kebalikan dari yang lain nya karna harpan-harapan kita mengenai dividen-dividen yang akan kita peroleh. Demikian pula, menurut Teori-teori pertukaran social, kita membuat keputusan-keutusan tentang dan terlibat dalam perilakuperilaku dimana kita berharap akan menguntukan. Teori pertukaran tidak beranggapan bahwa kita selalu mencoba untuk memaksimalkan untuk imbalan-imbalan kita dan meminimalkan biaya-biaya kita, maupun bahwa kita hanya tertatik dalam memaksimalkan keuntungan kita sendiri atas perngorbanan orang lain: kerjasama dan kejujuran juga bagian dari tori pertukaran. Teori-teori pertukaran social merupakan post-positivist dalam orentasinya; sebagian besar teori-tori itu terletak pada prosisi-proposisi yang dapat diuji. Seperti pendekatan-pendekatan ilmu pengetahuan social lainnya, tujuan utama teori-teori pertukaran social ialah, untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku. Menurut teori-teori pertukaran social, kita dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku melalui sebuah pemahaman tentang faktor-faktor yang individu-individu memperhitungkan segala sesuatu (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) dalam membuat keputusan-keputusan tetnang tindakan-tinakan mereka. Umat manusia dilihat sebagai makhluk-makhluk rasional yang pada tingkat tertentu, terlibat dalam sebuah analisis untuk rugi: sebuah perbandingan mengenai pro dan kontra tentang interaksi dan hubungan-hubungan antar pribadi (Budyatna, 2015:363-364). BAGAN 2.1 KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN Komunikasi Antar Budaya Rumpun Bugis Enrekang Dan Suku Bugis Dalam Interaksi Sosial Budaya Teori Pertukaran sosial (Muhammad Budyatna,2015) Interaksi Social Budaya Bahasa verbal Perkawinan Adat Perdagangan Pertanian Gotong Royong Kerangka Pemikiran Hasil Modifikasi Penulis III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Polenga,Kec.Watubangga Kabupaten Kolaka, dengan pertimbangan bahwa masyarakat desa polenga dalam komunikasi antar budaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya. Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian adalah keseluruhan masyarakat Bugis Enrekang dan suku Bugis Desa Polenga Kec.Watubangga Kabupaten Kolaka, dengan jumlah 1.759 jiwa. Informan dalam penelitian ini adalah Rumpun Bugis Enrekang dan suku Bugis Desa Polenga,Kec.Watubangga, Kab. Kolaka. Adapun jumlah informan yang akan di ambil adalah berjumlah 4 orang. 2 orang suku Enrekang dan Suku Bugis berjumlah 2, jadi jumlah keseluruhan informan dalam penelitian ini yaitu 4 orang, Bapak Mansur P. merupakan seorang dusun polenga II dan juga seorang tokoh adat, tinggal di Desa Polenga II Kecamatan Watubangga kabupaten kolaka, dan berusia 52 tahun, Bapak Amiruddin merupakan Seorang Imam Desa Polenga, tinggal di Polenga I Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, dan berusia 63 Tahun, Bapak Juhati Merupakan Seorang Imam Mesjid Desa Polenga II seorang tokoh adat, tinggal di Desa Polenga II Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, dan berusia 62 tahun, dan Bapak Jamaluddin merupakan seorang Sekertaris Desa atau di singkat Sekdes, tinggal di Desa Polenga I Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, dan berusia 44 tahun. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya a. Bahasa verbal Menurut Deddy Mulyana,’’ simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa juga dapat dianggap sebagai sistem kode verbal.’’ Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol atau kata-kata baik yang dinyatakan secara lisan atau tulisan. Bahasa merupakan sebuah sistem simbol verbal dan nonverbal yang diatur dalam pola-pola untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan yang dimiliki bersama. Bahasa tergantung pada apa yang disebut Mead sebagai simbol signifikan (significant symbol), atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak orang. Dengan mempergunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, itu berarti kita mengembangkan pikiran kita. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia sosial. Ketika seseorang belajar bahasa, ia belajar berbagai norma sosial dan aturan budaya yang mengikatnya (Turner&West, 2008:105). Menurut Bapak Mansur P.sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan penuturanya : "ya berbahasa daerah enrekang,,,tetapi untuk anak-anak berhasa indonesia karena anak-anak di sekolah di ajarkan bahasa indonesia, jadi kita sebagai orang tua harus membantu guru-guru sekolahnya sebab di sekolah di larang mnggunakan bahasa daerah, supaya anak-anak kedepannya tidak terbiasa dengan berbicara bahasa daerah. dan ketika berinteraksi dengan sesama orang tua kami menggunakan bahasa daerah dan kadang-kadang juga kami menggunakan bahasa indonesia". ( Hasil wawancara : 17 Desember 2015 ) Menurut Bapak Juhati sebagai imam mesjid Desa Polenga 2, dalam kutipan penuturannya : "iya selalu menggunakan bahasa daerah enrekang kalau dalam lingkungan keluarga, sering juga berbahasa indonesia tapi yang sudah lazim itu dalam keluarga bahasa daerah". ( Hasil wawancara : 19 Desember 2015 ) 2. Upacara Pra Perkawinan a. Pemilihan Jodoh Proses Paling Awal Menuju Perkawinan dalam adat Suku Bugis adalah pemilihan jodoh. orang bugis ummunya mempunyai kecendrungan memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena di anggap sebagai hubungan perkawinan atau perjodohan yang ideal. perjodohan ideal yang dimaksud adalah Siala Massapposiseng( perkawinan antar sepupu satu kali), siala massapokadua ( perkawinan antarsepupu dua kali), dan siala massapoketellu ( perkawinan antarsepupu tiga kali) (pelras, 2006:178). Menurut bapak Amiruddin, sebagai Iman Desa Polenga, dalam kutipan penuturannya : “Ya tidak, justru perkawinan antar sepupu itu sangat baik, karena dapat membuat tali kekeluargaan semakin dekat, apalagi kalau sudah bersepupu tiga kali, maka tidak ada salahnya jika antar sepupu menikah”. ( Hasil wawancara : 18 Desember 2015 ) b. mammanu'-manu ( penjajakan ) mammanu'-manu atau biasa juga di sebut Mappesse-Pesse, Mattiro Mabbaja Laleng adalah suatu kegiatan penyelidikan yang biasanya di lakukan secara rahasia oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk memastiakan apakah gadis yang telah di pilih sudah ada yang memikatnya atau belum. Kegiatan penyelidikan ini bertujuan untuk mengenali jati diri gadis itu dan kedua orang tuanya, terutama halhal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga, adat sopan santun, tingkah laku, kecantikan, dan juga pengetahuan agama gadis tersebut. Jika menurut hasil penyelidikan belum ada yang memikat gadis itu, maka pihak keluarga laki-laki memberikan kabar kepada pihak keluarga gadis bahwa mereka akan datang menyampaikan pinangan. Menurut bapak Amiruddin, sebagai Iman Desa Polenga, dalam kutipan penuturannya : “Kalau laki-lakinya sudah mengetahuinya maka mammanu-manu tidak perlu di lakukan, justru dengan sudah mengetahuinya maka itu akan mempercepat untuk melakukan acara Madduta atau Massuro ( Meminang ) maka hanya perlu memberitahukan kepada pihak wanita bahwa pihak laki-laki akan meminangnya”. ( Hasil wawancara : 18 Desember 2015 ) c. Madduta atau Massuro ( Meminang ) Madduta atau Massuro artinya pihak laki-laki mengutus beberapa orang terpandang, baik dari kalangan keluarga maupun selain keluarga, untuk menyampaikan lamaran kepada pihak keluarga gadis. Utusan ini di sebut To Madduta sedangkan pihak keluarga gadis yang di kunjungi di sebut To Riaddutai. To Madduta memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu pinangan. Oleh karena itu, To Madduta harus berhati-hati, bijaksana, dan pandai membawa diri agar kedua orang tua gadis itu tidak tersinggung ( A. Rahim Mame, et. al. 1977/1978:62). Menurut bapak Jamaluddin,sebagai sekretaris Desa polenga, dalam kutipan penuturannya : “Apa bila pihak laki-laki tidak bisa memenuhi syarat yang di berikan oleh pihak wanita maka acara meminang akan di pending dulu sejenak, dan di berikan kesempampatan kepada pihak laki-laki untuk berunding”. ( Hasil wawancara : 20 Desember 2015 ) 3. Adat-Istiadat Adat adalah kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli, yang meliputi antara lain nilai-nilai budaya, norma-norma hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan yang kemudian menjadi sistem atau peraturan tradisional, (Soerjono 2006 : 4), Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Menurut Bapak Mansur P.sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan penuturanya : “Ya sama dengan proses perkawinannya dengan suku Bugis Bone tetapi di dalam proses perkawinan Suku Rumpun Bugis enrekang tidak ada yang namanya tunangan, ketika anak sudah suka sama suka tinggal antara orang tua saja yang membicarakan bagaimana baiknya anak ini kedepannya.” ( Hasil wawancara : 17 Desember 2015 ) Dari penjelasan di atas bahwa dalam suku enrekang tidak ada yang namanya tunangan atau tukar cincin. Menurut Bapak Mansur P.sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan penuturanya : “Di dalam suku enrekang itu tidak ada memang yang namanya tunangan, karena pertunangan itu hanya mengambil waktu saja, dalam suku enrekang kalau sudah suka sama suka dan kedua bela pihak orang tua sudah menyetujui maka meraka mengambil keputusan untuk menikahkan anaknya, dan apalagi anak laki-laki ini sudah mapan”. ( Hasil wawancara : 17 Desember 2015 ) Adat merupakan aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu di Indonesia dan sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. 4. Perdagangan Interaksi sosial yang terjadi membuat satu pedagang dengan pedagang lainnya dapat saling mempengaruhi. Interaksi sosial tersebut menghasilkan hubungan yang bersifat negatif maupun positif. Hubungan yang bersifat positif ini dapat berupa hubungan kerja sama sedangkan hubungan yang bersifat negatif ini dapat berupa persaingan, pedagang bahkan yang memungkinkan terjadinya konflik. berjualan Mengingat banyaknya di kawasan Ketep Pass, maka kemungkinan terjadi interaksi sosial yang berupa kerjasama, persaingan, maupun konflik tentunya sangat besar dan sering terjadi. Menurut bapak Juhati,sebagai Imam mesjid Desa polenga, dalam kutipan penuturannya : “Di dalam perdagangan di desa polenga ini kami menggunakan perdagangan seperti suku-suku lain, tetapi jika tidak sesuai nilai harga jual yang di minta pembeli maka kami tidak bisa menjualnya sebab tidak ada seorang pedagang mau rugi semuanya mau untung.” Dari kutipan di atas bahwa di dalam perdagangan tidak asal berdagang tetapi semuanya di pertimbangkan untung ruginya 5. Petanian Pertanian adalah suatu usaha yang meliputi bidang-bidang seperti bercocok tanam (pertanian dalam arti sempit), perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengelolaan hasil bumi dan pemasaran hasil bumi (pertanian dalam arti luas). Dimana zat – zat atau bahan – bahan anorganis dengan bantuan tumbuhan dan hewan yang bersifat reproduktif dan usaha pelestariannya. Menurut Bapak Mansur P. sebagai kepala dusun Polenga 2,dalam kutipan penuturanya : “Dalam bercocok tanam di desa polenga ini sangat bagus karena tanahnya subur cocok untuk semua tanaman, seperti salak, coklat dan padi,sejak awal kami datang di desa polenga ini kami mencoba menanam salak dan ternyata tanah di desa polenga ini cocok di Tanami salak, dan kemudian sebagian lahan kebun kami jadikan sawah sebagian juga kami buka kebun coklat, tanaman coklat dan padi dulunya sangat bagus hasil panennya, tetapi sejak adanya perusahaan DL SITORUS membuka kebun kelapa sawit maka hasil panen sangat menurun”. PEMBAHASAN Berdasarkan temuan dari hasil wawancara dengan para informan, peneliti menyimpulkan bahwa Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya. Dimana setiap suku dan bangsa mempunyai budaya masing masing. Keberagaman budaya yang ada di Indonesia juga berarti bahasanya pun beragam. Bahasa merupakan unsur penting dalam setiap kebudayaan. Berdasarkan teori pertukaran sosial dalam Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya menjelaskan tentang interaksi sosial budaya, dalam interaksi tersebut terdapat tiga aspek adalah sebagai berikut: 1. Bahasa Verbal Bahasa sebagai sistem komunikasi masyarakat mempunyai makna hanya dalam kebudayaan yang mewadahinya. Itu berarti, untuk memahami suatu budaya, kita perlu memahami bahasanya. Sebaliknya, untuk memahami suatu bahasa, sedikit banyak kita perlu memahami budayanya. Bahasa ujar berdasarkan pada kaidah penentu pembentukan bunyi-bunyi tak bermakna (fonem) ke dalam unit-unit dasar bermakna (morfem), yang kemudian dibentuk oleh kaidah morfologis ke dalam kata-kata dan dengan kaidah sintaksis ke dalam kalimat. Makna kata, kalimat, dan keseluruhan ujaran ditentukan oleh kaidah semantis. Keseluruhan kaidah ini merepresentasikan tata bahasa. Hal ini dikarenakan penggabungan pengetahuan tentang kaidah-kaidah morfologis, sintaksis dan semantis membolehkan penurunan dan pemahaman ujaran bermakna yang hamper tanpa batas yang membuat bahasa sebagai media komunikasi yang sangat ampuh. Makna dapat dikomunikasikan lewat bahasa di sejumlah tingkatan. Jarak rentang dari ujaran yang paling sederhana (bunyi yang dibuat oleh seseorang untuk orang lain) sampai pada sebuah kolusi (kata-kata yang ditempatkan dalam suatu urutan: Misalnya ‘It is hot in this room’ [‘Panas di ruangan ini’]) sampai pada ilokusi (lokusi dan konteks dimana lokusi tersebut dibuat:’ It is hot in this room’ bisa berupa sebuah pernyataan atau bisa berupa kritikan bahwa ruangan yang dimaksud tidak menyediakan ruangan yang sejuk, atau semacam permintaan untuk menghidupkan mesin pendingin di ruangan tersebut, atau bisa juga sebuah usulan untuk pindah dari kamar yang panas itu ke kamar yang lebih dingin) (Austin 1962). Menguasai bahasa juga membutuhkan pengetahuan mengenai aturan budaya sehingga dapat diketahui hal-hal yang menyangkut kelayakan apa dan cara menuturkan sebuah ujaran. Tidak mengetahui apa dan cara yang harus dituturkan untuk suatu ujaran tertentu akan melukai perasaan pengguna bahasa itu bahkan bisa lebih fatal. Jadi apa yang layak dikatakan sebaiknya disesuaikan dengan ruang, waktu dan sasaran. Permasalahan tentang ini semua telah memperluas sasar kaji sosiolinguistik (Fishman, 1972; Forgas, 1958) dan yang lebih baru lagi sebuah penekanan dalam psikologi sosial khususnya pada kajian wacana sebagai satuan dasar analisis (Poter dan Wetherell, 1987). Akhirnya, Searle (1979) mengidentifikasi lima jenis makna sehingga manusia dapat menggunakan bahasa secara untuk berkomunikasi: 1. mengatakan bagaimana sesuatu itu; 2. membuat seseorang melakukan sesuatu;3. mengungkapkan perasaan dan sikap; 4. menyelesaikan sesuatu dengan segera. membuat sebuah komitmen; dan 5. Bahasa merupakan bentuk komunikasi manusia yang sangat jelas. Meskipun ada jenis kera yang mampu berpikir untuk mengkombinasikan tanda- tanda dasar untuk berkomunikasi secara bermakna (Gardner dan Gardner, 1971; Patterson, 1978). Monyet yang paling cerdik sekalipun tidak mampu menandingi kompleksitas urutan struktur bahasa anak bayi usia tiga tahun (Limber, 1977). Kekhususan bahasa manusia telah menyebabkan banyak pemikir percaya bahwa Ada komponen pembawaan lahir terhadap bahasa. Secara khusus, Chomsky (1957) membantah bahwa kaidah dasar umum tata bahasa adalah pembawaan lahir (disebut ‘perlengkapan pemerolehan bahasa’) dan diaktifkan dengan interaksi untuk ‘memecahkan kode’ bahasa. Beberapa ahli membantah bahwa kaidah dasar bahasa tidak bersifat bawaan. Kaidah bahasa dapat dengan mudah dipelajari melalui interaksi prelinguistik antara anak dan orang tua (Lock, 1978, 1980), dan makna ujaran sangat bergantung pada konteks sosial yang sepertinya tidak seperti pembawaan lahir (Bloom, 1970; Rommetveit, 1974; Durkin, 1995). Bahasa yang sering digunakan dalam Rumpun Bugis Enrekang di dalam Desa Polenga ketika bertemu dengan suku Bugis yaitu menggunakan bahasa indonesia, sebab sebagian Rumpun Bugis Enrekang tidak mengerti bahasa bugis begitu pun dengan suku bugis tidak mengerti bahasa Suku Rumpun Bugis Enrekang 2. Adat istiadat Adat Istiadat adalah aturan dan perbuatan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala yang mengatur kehidupan manusia. Aturan yang menatur kehidupan manusia di Indonesia bisa menjadi sebuah aturan hukum yang mengikat disebut hukum adat. Adat istiadat (custom) secara harfiah berarti praktek–praktek berdasarkan kebiasaan, baik perorangan maupun kelompok (Machmud 2007:180). Adat istiadat adalah bentuk konvensional perilaku orang dalam situasi–situasi tertentu, yang mencakup: metode–metode kerja yang diterima, relasi timbal balik antara anggota dalam kehidupan setiap hari dan dalam keluarga; tatacara diplomatik, agama dan tindakan– tindakan yang mencerminkan ciri–ciri spesifik kehidupan suatu suku, kelas, masyarakat. Adat istiadat mempunyai kekuatan dari suatu kebiasaan sosial dan mempengaruhi perilaku seseorang sehingga secara moral dapat dievaluasi. Adat adalah aturan dan perbuatan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala (Kamus umum bahasa Indonesia). Timbulnya adat berawal dari usaha orang-orang dalam suatu masyarakat di daerah yang menginginkan terciptanya ketertiban di masyarakat. Adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat hubungan dan penyatuannya dengan pola – pola perilaku masyarakat. Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu nagari yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak nagari, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Sinonim dari istilah adat adalah tradisi, arti tradisi yang paling mendasar adalah traditum yaitu sesuatu yang diteruskan(transmitted) dari masa lalu ke masa sekarang, bisa berupa benda atau tingkah laku sebagai unsur kebudayaan atau berupa nilai, norma, harapan, dan cita-cita. Dalam hal ini tidak dipermasalahkan berapa lama unsur-unsur tersebut dibawa dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Kriteria yang paling menentukan bagi konsepsi tradisi itu adalah bahwa tradisi diciptakan melalui tindakan dan kelakuan orang-orang melalui fikiran dan imaginasi orang-orang yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya(Skils dalam Sayogyo,1985:90). Sesuatu yang diteruskan itu tidak harus sesuatu yang normatif. Kehadirannya dari masa lalu tidak memerlukan bahwa ia harus diterima dan dihayati. Tradisi yang diteruskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya itu mencakup objek-objek kebendaan, macam-macam kepercayaan, “images” mengenai orang –orang, atau kejadian sosial, kebiasaan, dan adat lembaga sosial. Juga meliputi bangunan, monumen, patung, lukisan,buku-buku,alat-alat dan mesin. Dalam kebiasaan dan lembaga sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan-tindakan tertentu berpusat pada kelakuan berpola dalam kebudayaan, bagian yang ditranmisikan adalah pola yang secara tidak langsung menyatakan berbagai tindakan dan kepercayaan yang dibutuhkan serta yang mengatur atau melarang. Adat bisa meliputi sistem nilai, pandangan hidup, dan ideologi. Sistem nilai budaya, merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam ala pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tersebut. Dalam tiap masyarakat, baik yang komplek maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan lainnya berkaitan hingga merupakan satu sistem, dan sistem itu pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan dan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya. Jadi Adat istiadat dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai berikut : 1. Sekelompok orang yang hidup dengan tradisi dan budaya – budaya tertentu, adat istiadat yang sudah ada sebelumnya, yang tidak terpengaruhi oleh perubahan zaman karena mereka merasa cukup dengan kehidupan dan penghidupan yang mereka jalani secepat apapun evolusi kebudayaan pada masa tersebut. 2. Masyarakat yang kehidupannya masih dipegang teguh oleh adat istiadat lama yang mereka miliki. Yang dimaksut adat istiadat disini adalah adanya suatu aturan baku mencangkup segala konsep budaya yang di dalamnya terdapat aturan terhadap tingkah laku dan perbuatan manusia dalam menjalani kehidupan. Kebiasaan dapat diartikan serupa dengan pengertian adat. Bedanya, kebiasaan dipergunakan untuk perseorangan, sedangkan adat digunakan oleh sekelompok orang. Meskipun bukan aturan, kebiasaan masyarakat berpengaruh terhadap perilaku keseharian warga masyarakat. Masyarakat akan berusaha berperilaku sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat agar dapat diterima dalam masyaraka. Dalam penelitian ini di dalam Desa Polenga adat istiadat Rumpun Bugis Enrekang sudah tidak mengikuti adatnya sendiri melainkan yang di anut yaitu adat istiadat suku bugis, itu dilakukan karena ingin berbaur dengan suku bugis. Teori pertukaran social dapat ditelusuri kepada para psikolog Thibaut dan Kelley, atau para sosiolog Homans, dan Blau,(Budiyatna, 2015:363) dan mempunyai akar dalam ilmu ekonomi (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) atau psikologi behavioris atau behaviorist psychology (imbalan-imbalan dan hukuman). Alur cerita yang sama diantara teori-teori ini ialah hubungan yang sejalan dengan pertukaran ekonomi. seperti, dalam sebuah pertukaran ekonomi bermitifasikan keuntungan, dalam pertukran social, keputusan-keputusan didasarkan pada proyeksi-proyeksi, pada imbalan-imbalan dan biaya-biaya mengenai tertentu. Kita memutuskan untuk menginvestasikan uang dalam salah satu saham, sebagai kebalikan dari yang lain nya karna harpan-harapan kita mengenai dividen-dividen yang akan kita peroleh. Demikian pula, menurut Teori-teori pertukaran social, kita membuat keputusan-keutusan tentang dan terlibat dalam perilakuperilaku dimana kita berharap akan menguntukan. Dalam kedua bidang, kita bertindak dalam suatu cara yang kita yakini akan menguntungkan. Gagasan untuk berpikir, tentang hubungan yang berhubungan dengan kembalinya invetasi-invetasi kita kelihatannya agak apatis dan hitungan. Teori pertukaran tidak beranggapan bahwa kita selalu mencoba untuk memaksimalkan untuk imbalan-imbalan kita dan meminimalkan biaya-biaya kita, maupun bahwa kita hanya tertatik dalam memaksimalkan keuntungan kita sendiri atas perngorbanan orang lain: kerjasama dan kejujuran juga bagian dari tori pertukaran. Teori-teori pertukaran social merupakan post-positivist dalam orentasinya; sebagian besar teori-tori itu terletak pada prosisi-proposisi yang dapat diuji. Seperti pendekatan-pendekatan ilmu pengetahuan social lainnya, tujuan utama teori-teori pertukaran social ialah, untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku. Menurut teori-teori pertukaran social, kita dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku melalui sebuah pemahaman tentang faktor-faktor yang individu-individu memperhitungkan segala sesuatu (imbalan-imbalan dan biaya-biaya) dalam membuat keputusan-keputusan tentang tindakan-tinakan mereka. Umat manusia dilihat sebagai makhluk-makhluk rasional yang pada tingkat tertentu, terlibat dalam sebuah analisis untuk rugi: sebuah perbandingan mengenai pro dan kontra tentang interaksi dan hubungan-hubungan antar pribadi (Budyatna, 2015:363-3 64). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Komunikasi Antarbudaya Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis dalam Interaksi Social Budaya di Desa Polenga Kecamatan Watubangga, Kabupaten Kolaka, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah komunikasi antarbudaya masyarakat Desa Polenga sangat harmonis sebab masyarakat Desa Polenga saling memahami ketika berkomunikasi namun dalam adat istiadat antara kedua suku hanya mengikuti satu adat saja, Suku Rumpun Bugis Enrekang sejak awal berdirinya Desa Polenga Suku Rumpun Bugis Enrekang sudah sepakat bahwa ketika melakukan pesta perkawinan di dalam Desa Polenga adat yang di pakai yaitu kedua adat antara Bugis dan Suku Rumpun Bugis Enrekang dan sampai sekarang adat Suku Bugis yang selalu di ikuti tetapi di dalam system pertanian dan perdagangan masing – masing menjalankan dengan cara mereka sendiri. SARAN Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dewasa ini yang mana didalamnya termasuk perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang cenderung menciptakan budaya maka dapat disarankan sebagai berikut : 1. Masyarakat Desa Polenga agar selalu mempertahankan tali silaturahmi antara Suku Rumpun Bugis Enrekang dengan Suku Bugis, dan saling bekerja sama antara Suku Rumpun Bugis Enrekang dan Suku Bugis. 2. Guna mempertahankan sistem perkawinan khususnya masyarakat Desa Polenga, maka kepada para pemuka adat supaya mengajarkan pada generasi muda agar selalu tercipta kerukunan terutama pada tahap perkawinan agar terjadi keakraban pada remaja dan orang tua. DAFTAR PUSTAKA 1. Sumber Pustaka Anugrah, Dadan. 2008. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta : Jala Permata. Abdullah, H. 1983. Manusia Bugis Makassar. Jakarta : Inti Idayu Press. Budyatna, Muhammad. 2015. Teori-Teori Mengenai Komunikasi Antarpribadi. Jakarta : Prenadamdia Group. Dilla sumadi, 2007, komunikasi pembangunan Bandung : Refika offset. Effendy, Onong Uchjana, 1990, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung:Remaja Rosdakarya Liliweri,Alo, 2003, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya. Mame, A. Rahim, et. al. 1977/1978 Adat dan upacara perkawinan Sulawesi Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nababan, PWJ, 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Pelras, C. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Forum Jakarta-Faris Ecole francais d'Extreme-Orient. Pujiwati Sayogyo, 1985, Sosiologi Pembangunan, Pascasarjana IKIP Jakarta bekerjasama dengan BKKBN, Jakarta. Rakhmat, Jalaludin dan Mulyana, Deddy. 2003. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Remaja Rosda Karya Rakhmat, Jalaludin dan Mulyana, Deddy. 2005. Komunikasi Antarbudaya. Bandung : Remaja Rosda Karya Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss1996. Human Communication :Konteks-konteks Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sihabudin, Ahmad, 2011, Komunikasi Antarbudaya Jakarta: PT Bumi Aksara Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers - 2010 Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada - 2003, Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, PT. Rajawali Pers, Yogyakarta. - 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Waridah Q, dkk, 2003, Sejarah Budaya, Jakarta: Yudhistira. West, Richard & Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. 2. Sumber Elektronik http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-enrekang-sulawesi.html di akses 22/05/2015 htts://ahmadesyauqi.wordpress.com/2013/01/16/suku-duri di akses 22/05/2015, pukul 22:01 https://bugiskha.wordpress.com/2012/04/09/awal-mula-suku-bugis/ di akses 25/05/2015 pukul 20:32 http://www.davishare.com/2015/01/interaksi-sosial-pengertian-syarat-ciri.html di akses 25/05/2015 pukul 21:10 Fauzi, M.Latif. 2007. “Hukum Adat dan Perubahan Sosial”. http://mlatiffauzi.wordpress.com di akses 22/05/2016 pukul 19:20 bappeda.kolakakab.go.id/rpjpd/(7)%20BAB%20I.pdf di akses 21/052016 pukul 20:30