BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Investasi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang membutuhkan pembentukan modal (investasi) yang besar untuk pembangunan disegala bidang kehidupan karena pembentukan modal merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam proses pembangunan ekonomi, bahkan pembentukan modal disebut sebagai “kunci utama menuju pembangunan ekonomi” ( Jhinghan, ML,1996). Menurut Francis (1991), investasi adalah penanaman modal yang diharapkan dapat menghasilkan tambahan dana pada masa yang akan datang. Reilly (2003) mengatakan, investasi adalah komitmen satu dollar dalam satu periode tertentu, akan mampu memenuhi kebutuhan investor di masa yang akan datang dengan: waktu dana tersebut akan digunakan, tingkat inflasi yang terjadi, ketidakpastian kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu bentuk pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk mendapatkan keuntungan di masa depan dengan tingkat resiko tertentu. 14 Investasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Investasi dalam bentuk aset riil (real assets) yaitu investasi dalam bentuk aktiva berwujud fisik, seperti emas, batu mulia dan sebagainya. Investasi dalam bentuk surat berharga/sekuritas (marketable securities financial assets) yaitu investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang diawasi oleh suatu lembaga/perorangan tertentu (Marcus,1995). Namun dalam berinvestasi terdapat pula resiko yang kemungkin muncul. Menurut Francis (1991) resiko didefinisikan sebagai kesempatan/kemungkinan timbulnya kerugian (risk is the chance/probability of loss). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa resiko investasi merupakan suatu kemungkinan yang terdiri dari berbagai faktor yang dapat menyebabkan tidak kembalinya dana yang diinvestasikan pada suatu instrumen investasi tertentu atau dengan kata lain, merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerugian dalam suatu investasi. Semua jenis investasi selalu punya resiko, tidak ada investasi yang bebas resiko, resiko selalu melekat pada tiap investasi besar atau kecil dan juga dapat dikatakan bahwa hasil yang tinggi resikonya juga tinggi sehingga diperlukan pemahaman atas resiko yang berkaitan dengan alternatif sarana investasi yang dapat terdiri dari resiko likuiditas, ketidakpastian hasil, kehilangan hasil, penurunan nilai investasi sampai resiko hilangnya modal investasi tersebut. 15 2.1.2 Teori Reksa Dana Menurut Darmadhi dan Fakhrudin (2001) yang dimaksud reksa dana adalah “sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas”. Selanjutnya reksa dana menurut buku A Guide to Understanding Mutual Funds (1998) adalah “Mutual Funds is a company that invest in a diversified portofolio securities”. Adapun pengertian reksa dana menurut undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasal 1 ayat (27), Reksa dana dapat didefinisikan sebagai berikut: “Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi”. Reksa dana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan untuk melakukan investasi sendiri secara terpisah pada berbagai efek yang ada. Kesulitan yang dihadapi investor antara lain menyangkut kemampuan dan pengalaman untuk melakukan berbagai analisa dan memonitor kinerja efek maupun kondisi pasar secara terus-menerus yang menyita banyak waktu dan tenaga. Disamping itu dibutuhkan pula dana yang relatif besar untuk dapat melakukan investasi pada berbagai surat berharga yang ditawarkan oleh pasar. 16 Di luar negeri, terdapat bermacam istilah yang digunakan untuk reksa dana. Misalnya di Amerika Serikat, reksa dana dikenal dengan istilah Mutual Fund, Di Inggris dikenal dengan sebutan Unit Trust, sedangkan di Jepang disebut sebagai Investment Trust. Adapun manfaat reksa dana bagi investor reksa dana memiliki manfaat bagi investor, antara lain: terdapat akses untuk melakukan investasi pada instrumeninstrumen investasi yang sulit dilakukan sendiri seperti saham, obligasi, dan lainnya. Jumlah dana yang dibutuhkan untuk investasi relatif kecil, prosedur investasi sangat mudah, biaya transaksi murah, adanya kesempatan untuk melakukan diversifikasi investasi yang sulit dilakukan sendiri, misalnya karena keterbatasan dana yang dimiliki investor, pengelolaan investasi pada portofolio reksa dana dilakukan secara profesional oleh manajer investasi yang telah berpengalaman serta administrasi investasi yang dilakukan oleh bank kustodian sehingga investor relatif terbebas dari pekerjaan menganalisa, memonitor serta mengelola administrasi investasi yang rumit, hasil investasi dari reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif bukan merupakan objek pajak karena kewajiban pajak telah dipenuhi oleh reksa dana, likuiditas upaya reksa dana tergolong tinggi karena reksa dana dapat dibeli dan dicairkan setiap hari bursa melalui manajer investasi. Pratomo & Nugraha (2004) di samping manfaat di atas, investor juga perlu mengetahui sejumlah resiko yang dihadapi reksa dana, yaitu: resiko berkurangnya nilai unit penyertaan, resiko ini dipengaruhi oleh melemahnya harga dari efek (saham, 17 obligasi, dan surat berharga lainnya) yang termasuk dalam portofolio investasi reksa dana tersebut. Resiko likuiditas, resiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer lnvestasi jika sebagian besar pemegang unit penyertaan reksa dana menjual kembali (redemption) unit-unit yang dipegangnya. Resiko wanprestasi, merupakan resiko terburuk, dimana timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksa dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah daripada nilai pertanggungjawaban saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari perusahaan investasi atau manajer investasi, bank kustodian, agen pembayaran, bencana alam dan sebagainya. Berdasarkan bentuk hukum reksa dana menurut pasal 18 Ayat 1 Undangundang pasar modal No.8 tahun 1995, menyebutkan bahwa bentuk hukum reksa dana terbagi atas dua yaitu : Pertama, Reksa Dana berbentuk perseroan (PT) Reksa Dana berbentuk perseroan adalah suatu perusahaan yang kegiatan usahanya secara khusus menghimpun dana dengan cara menjual saham reksa dana, dan selanjutnya dana yang diperoleh dari penjualan saham reksa dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang seperti saham-saham, surat utang obligasi, deposito dan lain-lain. Pada PT. Reksa Dana ini pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha adalah direksi PT. Reksa Dana, manajer investasi dan bank kustodian; setelah memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam, PT. Reksa Dana dapat menjual saham reksa dana melalui penawaran umum. 18 Kedua, reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) adalah kontrak antara manajer investasi dengan bank konstudian yang mengikat pemegang unit penyertaan dimana manajer imvestasi diberikan wewenang untuk mengelola portofolio infestasi kolektif dan bank konstodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Pembentukan jenis reksa dana KIK hanya dapat dijalankan apabila telah melewati proses penandatanganan kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian di depan notaris. Kontrak ini menerangkan hak dan kewajiban yang harus dilakukan manajer investasi dan bank kustodian dan sebaliknya, prosedur kontrak pada reksa dana perseroan dilakukan antara manajer investasi dan direksi perseroan. Menurut Rahardja (2004) ,Berdasarkan sifat investasinya, reksa dana terdiri dari tiga jenis yaitu: Growth Fund: reksa dana ini mempunyai portofolio investasi yang bertujuan mendapatkan pertumbuhan keuntungan yang tinggi. Jenis investasinya mempunyai sifat volatilitas yang cukup tinggi, seperti investasi di instrumen saham. Stable Fund: reksa dana ini menggunakan jenis portofolio investasi yang bertujuan mendapatkan pertumbuhan keuntungan yang stabil. Jenis investasinya mempunyai sifat volatilitas yang agak kurang, seperti investasi di instrumen obligasi. Safety Fund: reksa dana ini lebih mengutamakan keamanan atas dana investasi dan tidak menyukai adanya volatilitas harga atau ketidakstabilan pendapatan dari instrumen investasinya. Manajer Investasi reksa dana jenis ini cenderung melakukan investasi di instrumen pasar uang, seperti deposito. 19 Menurut Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 dari segi portofolio investasinya, reksa dana dapat dibedakan menjadi: reksa dana Pasar Uang (Money Market Funds) reksa dana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek yang bersifat hutang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal. Secara umum, efek yang masuk ke dalam kategori ini meliputi deposito, SBI, dan efek pasar uang lainnya. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fix Income Funds) Reksa Dana jenis ini melakukan investasinya sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat hutang. Reksa Dana ini melakukan resiko yang relatif lebih besar daripada reksa dana pasar uang dan biasanya memberikan penghasilan dalam bentuk bunga seperti obligasi. Tujuan reksa dana ini adalah memberikan tingkat pengembalian yang stabil. Reksa Dana Saham (Equity Funds)Reksa Dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya ke dalam efek berbentuk ekuitas (saham), sehingga resikonya lebih tinggi dibandingkan kedua jenis reksa dana di atas, namun menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi pula. Reksa Dana Campuran (Mix Funds) Reksa Dana jenis ini melakukan investasinya pada efek bersifat hutang maupun efek bersifat ekuitas dengan proporsi alokasi yang lebih fleksibel. 20 Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebagai satuan nilai asset reksa dana ukuran dari nilai suatu portofolio efek suatu reksa dana adalah Nilai Aktiva bersih (NAB) atau net asset value (NAV). Dengan demikian permintaan produk reksa dana dapat dilihat dari NAB masing-masing reksa dana yang menjadi satuan dari nilai asset suatu reksa dana. Nilai Aktiva Bersih suatu reksa dana dapat berfluktuasi walaupun fluktuasi reksa dana tersebut tidak sesering dan sebesar fluktuasi saham. Secara umum NAB suatu reksa dana sangat tergantung terhadap kinerja skuritas yang menjadi portofolio reksa dana yang bersangkutan yaitu apabila harga pasar dari asset-asset yang menjadi portofolio reksa dana mengalami kenaikan, maka secara otomatis NAB reksa dana yang bersangkutan juga akan mengalami kenaikan dan begitu pula sebaliknya. Selanjutnya para investor juga perlu memahami bahwa total NAB suatu reksa dana merupakan cerminan nilai sebenarnya dari dana masyarakat pemodal yang ditanamkan dalam reksa dana pada suatu periode, dan dihitung oleh pihak independen, yaitu bank kustodian (Simatupang, 2010) . 2.1.3 Teori Saham Penelitian ini tidak bisa dilepaskan dari saham, yang merupakan mayoritas komponen penyusun portofolio reksa dana saham. Simatupang (2010) dalam bukunya yang berjudul Investasi Saham dan Reksa dana menyatakan pengertian dari saham adalah surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbit saham. 21 Misalnya seseorang memiliki saham perusahaan X adalah merupakan bukti bahwa orang tersebut turut menyertakan modal terhadap perusahaan X. Ada berbagai definisi saham yang telah dikemukakan oleh para ahli maupun berbagai buku-buku teks, antara lain: Saham adalah bentuk paling murni dan sederhana dari kepemilikan perusahaan (Gitman, 2000). Saham adalah selembar kertas yang menyatakan kepemilikan dari sebagian perusahaaan (Bernstein,1995). Saham adalah suatu sekuritas yang memiliki klaim terhadap pendapatan dan asset sebuah perusahaan. Sekuritas sendiri dapat diartikan sebagai klaim atas pendapatan masa depan seorang peminjam yang dijual oleh peminjam kepada yang meminjamkan, sering juga disebut instrumen keuangan (Mishkin, 2001). Saham memiliki beberapa karakteristik, antara lain: dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba, memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share one vote), memiliki hal terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi, memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya, hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya (Fakhruddin & Adianto, 2001). Adapun masing-masing jenis saham yang bersifat kepemilikan yang di jelaskan Simatupang (2010) yaitu 22 Saham Biasa (Common Stocks) Saham biasa yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior terhadap hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi dan paling junior atas hak pembagian dividen. Saham Preferen (Preferred Stocks) Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar. Walaupun demikian, obligasi perusahaan menduduki tempat yang lebih senior dibanding dengan saham preferen. Menurut Sawidji (1996) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : Harga Nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oieh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besaraya harga nominal membenkan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal. Harga Perdana harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh 23 penjamin emisi dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya imtuk menentukan harga perdana. Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten daii penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar. Faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham menurut Weston dan Brigham (1993) adalah proyeksi laba per lembar saham, saat diperoleh laba, tingkat resiko dari proyeksi laba, proporsi utang perusahaan terhadap ekuitas, serta kebijakan pembagian deviden. Faktor lainnya yang dapat mempengarahi pergerakan harga saham adalah kendala eksternai seperti kegiatan perekonomian pada umumnya, pajak dan keadaan bursa saham. Investasi haras henar-benar menyadari bahwa di samping akan memperoleh keuntimgan tidak menutup kemungkinan mereka akan mengalami kerugian. Keuntungan atau kerugian tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan investor menganalisis keadaan harga saham rnerapakan penilaian sesaat yang dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk diantaranya kondisi (performance) dari perusahaan, kendala-kendala eksteraal, kekuatan penawaran dan permintaan saham di pasar, serta kemampuan investor dalam menganalisis investasi saham. 24 Menurut Sawidji (1996) : "Faktor utama yang menyebabkan harga saham adalah persepsi yang berbeda dari masing-masing investor sesuai dengan informasi yang didapat". Saham terkenal dengan karakteristik high risk-high return, artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan tinggi namun juga berpotensi resiko tinggi. Saham memungkinkan pemodal untuk mendapatkan return atau keuntungan (capital gain) dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Namun, seiring dengan berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat membuat pemodal mengalami kerugian besar dalam waktu singkat. Menurut Fabozzi terdapat dua jenis risiko investasi pada saham yaitu: risiko sistematik (systematic risk) dan resiko nonsistematik (nonsystematic). Risiko sitematik mengacu pada risiko pasar yaitu ketidakpastian hasil perolehan investasi yang dipengaruhi oleh faktor inflasi, pertumbuhan ekonomi, perubahan tingkat suku bunga dan kondisi politik sehingga risiko sitematik ini mempengaruhi perusahaanperusahaan secara keseluruhan, sedangkan risiko nonsistematik sering disebut risiko unik adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi dan siklus bisnis dari industri tertentu. Adapun risiko investasi saham lainnya yang dikemukakan Tyipto, dan Fakhruddin (2001) yaitu : Tidak mendapat dividen, perusahaan akan membagikan dividen jika operasi perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika perusahaan tersebut mengalami 25 kerugian. Dengan demikian potensi keutungan pemodal untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut. Capital loss dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital gain alias keuntungan atas saham yang dijualnya. Adakalanya pemodal harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian seorang pemodal mengalami capital loss. Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang makin besar seiring dengan terus menurunnya harga saham, maka investor harus rela menjual saham dengan harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah cut loss. Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di-delist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi lebih rendah dibanding kreditor atau pemegang obligasi, artinya setelah semua aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditor atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada para pemegang saham. Saham di-delist dari bursa (Delisting) Resiko lain yang dihadapi para pemodal adalah jika saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan bursa efek atau di-delist. Suatu perusahaan di-delist dari bursa umumnya karena kinerja yang buruk seperti 26 mengalami kerugian beberapa tahun. Saham yang telah di-delist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa, namun tetap dapat diperdagangkan di luar bursa dengan konsekuensi tidak terdapat patokan harga yang jelas dan jika terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya. Saham di-suspend Disamping dua resiko diatas maka resiko lain yang juga “mengganggu” para pemodal untuk melakukan aktivitasnya, yaitu jika suatu saham di-suspend alias dihentikan perdagangannya oleh otoritas bursa efek dalam waktu singkat. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika misalnya suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa yang mengharuskan otoritas bursa menghentikan sementara perdagangan saham tersebut untuk kemudian dimintakan konfirmasi kepada perusahaan tersebut atau kejelasan informasi lainnya, sedemikian hingga informasi yang belum jelas tersebut tidak menjadi ajang spekulasi. 2.1.4 Teori Permintaan Permintaan dalam ekonomi adalah kombinasi harga dan jumlah suatu barangyang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga suatu periode tertentu. Permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh pendapatan dan harga barang tersebut. Apabila harga barang naik sedang pendapatan tidak berubah maka permintaan barang tersebut akan turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedang pendapatan tidak berubah maka permintaan barang akan mengalami kenaikan atau bertambah (Soekirno, 1985). 27 Permintaan menurut pengertian sehari-hari adalah jumlah barang yang dibutuhkan. Dalam kenyataan, barang di pasar memiliki nilai atau harga, maka permintaan suatu barang akan mempunyai arti apabila didukung oleh daya beli konsumen. Permintaan yang didukung oleh daya beli disebut sebagai permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan pada kebutuhan saja disebut sebagai permintaan absolut atau potensial (Sudarsono, 1983). Konsep permintaan juga dibedakan antara permintaan individu dan permintaan pasar. Permintaan pasar adalah permintaan-permintaan individu setiap konsumen. Dalam analisis permintaan hanya ada satu faktor yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta yaitu harga produk, sedangkan faktorfaktor lain seperti selera, pendapatan dan faktor diluar itu dianggap sebagai ceteris paribus (tidak berubah). Dengan demikian dapat diketahui hubungan antara jumlah barang yang diminta dan tingkat harga tersebut. Berdasarkan uraian tersebut pengertian permintaan adalah suatu fungsi yang digambarkan sebagai garis, kurva, suatu daftar atau skedul (Sudarsono, 1988). Para ahli ekonomi membedakan pemakaian istilah fungsi permintaan dankurva permintaan. Fungsi permintaan menghubungkan kuantitas yang diminta dengan harga barang tersebut juga dengan faktor-faktor lainnya yang besar pengaruhnya terhadap permintaan, seperi : pendapatan konsumen yang bersangkutan, harga barang pengganti, harga barang komplementer dan cita rasa. Kurva atau skedul 28 permintaan hanya menghubungkan kuantitas yang diminta dengan harga satuan barang tersebut (Soediyono, 1983). Hukum Permintaan menjelaskan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana ada dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa, bila suatu harga barang naik (ceteris paribus) maka, jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun maka jumlah barang tersebut yang diminta konsumen akan naik cateris paribus berarti bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta dianggap tidak berubah (Boediono, 1998) Hukum permintaan membentuk kurva permintaan seperti pada Gambar 2.1, dimana sumbu horizontal menunjukkan jumlah barang yang diminta dan sumbu vertikal menunjukkan tingkat harga. Sesuai dengan hukum permintaan, pada tingkat harga tinggi (P0), jumlah barang yang diminta rendah (Q0), dan apabila pada tingkat harga yang lebih rendah (P1), jumlah barang yang diminta meningkat menjadi (Q1).Tingkat harga merupakan variabel bebas dan jumlah yang diminta merupakan variabel yang dipengaruhi oleh tingkat harga. Kita tidak dapat mengatakan yang sebaliknya bahwa, jumlah yang diminta akan mempengaruhi tingkat harga. 29 Gambar 2.1 Kurva Permintaan Sumber : (Suparmoko, 1990) Fungsi permintaan sesungguhnya menunjukkan hubungan antara variabel tidak bebas dan semua variabel yang dapat mempengaruhi besarnya variabel tidak bebas. Fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut (Suparmoko, 1990) Qa = f ( PA,PB-Z, I, T, A, N ) Keterangan : Qa = Jumlah barang yang diminta PA= Harga barang A PB-Z = Harga barang lain I = Tingkat pendapatan konsumen T = Selera A = Pengeluaran perusahaan untuk advertensi N = Jumlah penduduk 30 Kurva permintaan dapat pula menggambarkan lebih dari dua variabel, tetapi kurvanya akan tampak sangat komplek dan justru sangat sulit untuk dipahami. Jadi dengan menganggap variabel harga barang lain (PB-Z), tingkat pendapatan (1), selera kosumen (T), pengeluaran advertensi (A), dan jumlah penduduk (N) tetap, maka kurva permintaan dapat digambar. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan menurut Wijaya (1991) selain harga barang itu sendiri, faktor-faktor lain yang menentukan permintaan individu maupun pasar adalah : - Selera konsumen. Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut misalnya, akan berarti lebih banyak barang yamg akan diminta pada setiap tingkat harga. Jadi permintaan akan naik atau kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya berkurangnya selera konsumen akan barang tersebut menyebabkan permintaan turun yang berarti kurva permintaan bergeser ke kiri. - Banyaknya konsumen pembeli. Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen adalah sama, makakenaikan jumlah konsumen di pasar akan menyebabkan kenaikan permintaan, sehingga kurvanya bergeser ke kanan. Penurunan jumlah atau banyaknya konsumen akan menyebabkan penurunan permintaan. - Pendapatan konsumen. Pengaruh perubahan pendapatan terhadap mempunyai dua kemungkinan. Pada umumnya pengaruh pendapatan terhadap permintaan adalah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan permintaan. Hal ini 31 terjadi apabila barang tersebut merupakan barang superior atau normal. Ini seperti efek selera dan efek banyaknya pembeli yang mempunyai efek positif. Pada kasus barang inferior, maka kenaikkan pendapatan justru menurunkan permintaan. - Harga barang-barang lain yang bersangkutan. Barang-barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang subsitusi (pengganti) atau barang komplementer (pelengkap). Kenaikan harga barang subsitusi berarti penurunan harga barang tersebut secara relatif meskipun harganya tetap, tidak berubah, sehingga harga barang tersebut menjadi lebih murah secara relatif. Permintaan suatu barang akan naik apabila harga barang penggantinya turun, maka permintaan akan barang tersebut juga turun. Hal ini karena barang tersebut harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga barang penggantinya. Kenaikan harga barang pelengkap suatu barang tertentu akan menyebabkan permintaan akan barang tersebut turun, dan sebaliknya. - Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di masa depan). Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa depan mungkin menyebabkan mereka membeli barang tersebut sekarang untuk menghindari kemungkinan akibat adanya kenaikan harga tersebut. Demikian juga halnya jika konsumen memperkirakan bahwa pendapatannya akan naik di masa depan. Sebaliknya, terjadi penurunan permintaan bila para konsumen memperkirakan bahwa di masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan turun. 32 2.2 Hubungan antar variabel Seperti yang telah dikemukakan dalam bab satu, instrumen investasi pada reksa dana saham sebagian besar (>80%) berupa saham, oleh karena itu akan dibahas mengenai pengaruh variabel-variabel makroekonomi terhadap saham. 2.2.1 Pengaruh Tingkat Suku Bunga (BI Rate) Terhadap Saham Tingkat suku bunga sebagai variabel yang paling penting diantara variabelvariabel makroekonomi, khususnya dalam melakukan pertimbangan berinvestasi, baik investasi di pasar uang ataupun di pasar modal. Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu (Boediono ,1985). Penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal. Investor akan memborong saham sehingga harga saham terdorong naik akibat meningkatkan permintaan saham. Kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan menurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berakibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjulan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga 33 pinjaman atau suku bunga deposito akan mengakibatkan turunnya permintaan saham (Tandelilin,2001). 2.2.2 Pengaruh Inflasi terhadap Saham Salah satu indikator ekonomi yang penting dalam mendukung kondisi perekonomian suatu negara adalah perkembangan tingkat harga, dimana dalam suatu perekonomian diasumsikan senantiasa terjadi inflasi. Inflasi adalah suatu peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu. Inflasi dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan karena memberi pengaruh yang tidak baik terhadap distribusi pendapatan. Dengan demikian, salah satu dampak inflasi terhadap perekonomian adalah bahwa inflasi memperburuk distribusi pendapatan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya permintaan saham perusahaan tersebut. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003) membuktikan secara empirik pengaruh inflasi terhadap harga saham, semakin tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham. 34 2.2.3 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Saham Nilai tukar merupakan salah satu variabel terpenting dalam suatu perekonomian terbuka karena variabel ini berpengaruh terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya seperti harga produk, tingkat bunga, ekspor, impor dan variabel lainnya. Apresiasi rupiah akan berdampak positif pada perusahaan berbasis pasar domestik yang bahan bakunya dari luar negeri (impor) karena akan mengurangi biaya input produksi perusahaan sehingga meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba, akibatnya saham perusahaan tersebut akan semakin menarik di dunia investasi yang berpengaruh pada peningkatan permintaan saham perusahaan. Apresiasi rupiah terhadap mata uang dollar AS maka masyarakat bisa melihat bahwa mata uang rupiah sebagai salah satu indikator makroekonomi negara mengalami perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi dalam berinvestasi sehingga meningkatkan permintaan terhadap reksa dana saham, akibatnya NAB reksa dana saham juga akan meningkat. Jadi fluktuasi nilai tukar turut mempengaruhi kondisi cadangan devisa dan neraca pembayaran dimana keduanya merupakan indikator tingkat resiko dalam berinvestasi di suatu negara. Semakin besar surplus neraca pembayaran dan jumlah cadangan devisa suatu negara maka akan memotivasi minat untuk berinvestasi di negara itu. 35 Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa apresiasi rupiah akan berdampak positif pada industri berbasis pasar domestik yang menggunakan bahan baku impor, sebaliknya akan menghambat industri yang berorientasi ekspor. Sedangkan depresiasi rupiah akan berdampak positif bagi industri yang berorientasi ekspor dengan menggunakan bahan baku domestik, sebaliknya akan menghambat industri yang berbasis pasar domestik yang menggunakan bahan baku impor (Tandelilin,2001). 2.2.4 Pengaruh Pendapatan Perkapita terhadap saham Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal (Laporan Tahunan BI, 2001). Park (1997) menemukan adanya pengaruh positif antara pertumbuhan pendapatan perkapita terhadap permintaan saham pada pasar modal. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan pendapatan perkapita , investor cenderung akan lebih banyak berinvestasi di pasar modal. Dengan meningkatnya 36 pertumbuhan pendapatan perkapita juga dapat mengakibatkan naiknya daya beli masyarakat yang imbasnya bisa saja dirasakan oleh pasar saham. 2.2.5 Pengaruh jumlah uang beredar terhadap saham Uang adalah jantung dari banyak analisis ekonomi makro. Model-model penawaran uang dan permintaan uang dapat membantu mempelajari determinan tingkat harga jangka panjang dan sebab-sebab fluktuasi ekonomi jangka pendek. Jumlah uang beredar (money supply) ditentukan dan ditetapkan oleh Bank Sentral. Peningkatan jumlah uang beredar dikaitkan dengan business cycle expansion. Adanya peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong bertambahnya sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat melebarkan ekspansi usahanya lebih luas yang akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan. Meningkatnya kinerja perusahaan akan merangsang para investor melirik saham perusahaan tersebut sehingga berdampak positif terhadap harga saham (Tandlilin,2001). Ketika jumlah uang beredar dimasyarakat semakin bertambah sehingga ekspektasi harga-harga barang dan jasa akan naik (inflasi) mengakibatkan tingkat suku bunga deposito dalam perekonomian menurun. Penurunan tingkat suku bunga deposito menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk menginvestasikan dananya di pasar saham dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar, sehingga akan berdampak pada peningkatan permintaan saham di pasar modal. 37 2.3 Tinjauan Empiris Penelitian P. Nurwandono dan Damhuri Nasution(1996) yang berjudul Integrasi Pasar Modal dan Perbankan Indonesia, tersebut mengamati perkembangan pasar modal Indonesia dan hubungannya dengan sektor perbankan dalam kurun waktu penelitian dari kuartal I tahun 1989 hingga kuartal IV tahun 1995. Hasil penelitian menyebutkan bahwa belum ada keterkaitan antara permintaan pasar modal dengan sektor perbankan di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dari rendahnya koefisien korelasi antara tingkat bunga riil dengan volume saham yang diperdagangkan di pasar. Proporsi ini semakin diperkuat dengan kenyataan bahwa tingkat bunga simpanan riil menunjukkan derajat integrasi yang berbeda. Aktivitas saham, menurut model yang digunakan lebih ditentukan oleh daya beli daripada tingkat bunga simpanan. Penelitian Sudjono (2002) mengamati hubungan jangka panjang dan simultan antara variabel ekonomi makro dengan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta pada periode Januari 1990 hingga Desember 2000. Pada periode 1997:08 sampai 2000:12 disimpulkan tidak menolak hipotesis nol bahwa tidak ada vektor yang kointegrasi, dan menolak hipotesis alternatif bahwa terdapat satu atau lebih vektor yang kointegrasi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan model VAR maupun ECM periode 1990:01 sampai 2000:12, variabel rupiah lebih mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel-variabel IHSG, Depo 1 maupun SBI. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Domian, Gilster dan Louton (1996) yaitu 38 adanya pengaruh negatif antara perubahan tingkat bunga dengan harga saham dan hubungan negatif antara nilai tukar rupiah terhadap harga saham. Juga penelitian Granger (1993) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham, tetapi Mok (1993) sendiri dengan menggunakan model analisis Arima tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini. Setyorini, dan Supriyadi (2000) melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Dinamis antara nilai tukar rupiah dan harga saham di bursa efek Jakarta Pasca penerapan system devisa bebas mengambang. Dengan variable Nilai tukar rupiah sebagai variabel independen; harga saham sebagai variabel dependen menunjukkan hasil ada pengaruh positif dan tidak signifikan nilai tukar terhadap harga saham. Mudji Utami dan Mudjilah Rahayu (2003) penelitian berjudul Peranan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal di Indonesia selama krisis Ekonomi, dengan variabel Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar sebagai variabel independen; Harga saham sebagai variabel depenen, menganalisis dengan model regresi menghasilkan kesimpulan Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar secara bersama‐sama mempengaruhi harga saham badan usaha secara signifikan. Almilia, LucianaSpica (2004) penelitian berjudul analisis faktor‐faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan yang terdaftar di bursa 39 efek Jakarta. Menggunakan variabel Inflasi sebagai variabel independen; Financial distress sebagai variabel dependen dengan model regresi menemukan hasil terdapat hubungan positif antara inflasi dan financial distress. 2.4 Kerangka Pikir Suku bunga memiliki hubungan negatif terhadap permintaan reksa dana saham. Hal ini disebabkan apabila tingkat suku bunga meningkat, orang cenderung untuk menabung dari pada menginvestasikan modalnya dengan harapan resiko yang diharapkan lebih kecil dibandingkan bila menginvestasikan modalnya dalam bentuk saham. Jika tingkat bunga turun, investor cenderung lebih suka investasi dengan membeli saham sehingga permintaan saham akan meningkat dan akan mendorong peningkatan Nilai Aktiva Bersih reksa dana saham. Inflasi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan reksa dana saham. inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun menyebabkan turunnya permintaan saham dan berdampak penurunan Nilai Aktiva Bersih reksa dana saham. Apresiasi rupiah terhadap mata uang dollar AS maka masyarakat bisa melihat bahwa mata uang rupiah sebagai salah satu indikator makroekonomi negara mengalami perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi dalam berinvestasi sehingga meningkatkan permintaan terhadap reksa dana saham, akibatnya Nilai Aktiva Bersih reksa dana saham juga akan meningkat dan sebaliknya. 40 Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif terhadap permintaan reksa dana saham, karena dengan menigkatnya pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan meningkatnya permintaan saham dan pada akhirnya akan mengakibatkan menigkatnya Nilai Aktiva Bersihnya. Jumlah uang beredar memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan reksa dana saham. Di negara-negara berkembang, peningkatan jumlah uang beredar diantaranya diakibatkan oleh defisit anggaran pemerintah. Defisit ini jika dibiayai dengan mencetak uang dapat mengakibatkan ekspansi jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar dapat mempengaruhi Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana. Pada saat terjadi kenaikan jumlah uang beredar, masyarakat dianggap memiliki proporsi lebih untuk berinvestasi sehingga permintaan instrumen investasi saham mengalami kenaikan yang berarti akan meningkatkan Nilai Aktiva Bersih reksa dana saham, dan sebaliknya. Berdasarkan telaah pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan diuji apakah variabel tingkat suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar, pendapatan perkapita berpengaruh terhadap permintaan reksa dana saham dapat digambarkan kerangkanya seperti berikut ini : 41 Gambar 2.2 Kerangka Pikir X1 BI Rate X2 Inflasi X3 Nilai Tukar Uang X4 PDB Perkapita X5 Jumlau Uang Beredar Y Permintaan Reksa Y Dana Saham (NAB) 2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka penulis menarik hipotesis sebagai berikut: H1 = Diduga BI Rate berpengaruh negatif terhadap permintaan reksa dana saham. H2 = Diduga inflasi berpengaruh negatif terhadap permintaan reksa dana saham. H3 = Diduga nilai tukar berpengaruh positif terhadap permintaan reksa dana saham. H4 = Diduga PDB perkapita berpengaruh positif terhadap permintaan reksa dana saham. H5 = Diduga jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap permintaan reksa dana saham. 42