1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sumber

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal
masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai
menguntungkan bagi peternak karena selain telur dan daging yang dapat
dimanfaatkan, manajemen pemeliharaan itik lebih mudah. Itik memiliki daya
tahan terhadap penyakit lebih baik dibandingkan dengan unggas lain sehingga
peluang untuk pengembangbiakan itik lebih besar.
Produksi telur itik dalam setahun cukup tinggi mencapai 200--260 butir per ekor
(Rukmana, 2009). Hal tersebut akan mendukung keberhasilan peternak terutama
dalam menghasilkan DOD (Day Old Duck) dalam jumlah banyak. Namun, sifat
mengeram yang tidak dimiliki oleh itik dan ketebalan kerabang telur yang
berwarna hijau tua kebiruan mencapai 0,46 mm dengan daya tetas 68,50%
merupakan kendala yang sering ditemukan di lapangan sehingga menimbulkan
hambatan pada keberhasilan telur yang akan ditetaskan (Kurtini, 1993).
Mesin penetas buatan merupakan alternatif sederhana yang dikenal masyarakat
Indonesia sebagai pengganti indukan. Sebagian besar, keberhasilan telur yang
ditetaskan dalam mesin tetas buatan dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu.
Suhu ruang mesin tetas sebaiknya berkisar 38,5--40oC dan kelembapan yang
2
harus dipertahankan diatas 60% (Srigandono, 1986). Kelembapan yang kurang
dalam ruangan mesin tetas dapat menyebabkan telur tetas kehilangan cairan
secara cepat sehingga chario-allantoic mengering dan embrio akan mati (Baruah
et al., 2001).
Selain karena suhu dan kelembapan, penyebab kematian embrio yang terjadi di
lapangan ada dua macam yaitu kematian karena faktor embrio dan kematian
faktor kerabang telur yang tebal. Kematian faktor embrio adalah kematian karena
keadaan embrio yang lemah dan mati pada proses menetas. Kematian faktor
kerabang telur yang tebal adalah kematian embrio yang disebabkan oleh kerabang
telur yang sulit dipecahkan pada saat proses menetas sehingga embrio mati karena
kelelahan.
Vitamin B kompleks adalah satu kelompok vitamin B yang yang berperan dalam
memperbaiki stamina tubuh. Vitamin B kompleks mudah didapat dan harganya
terjangkau untuk semua kalangan peternak. Vitamin B kompleks memiliki
manfaat yang sangat banyak untuk tubuh yang berkaitan dengan energi. Menurut
Widianingrum (2012), angka kematian embrio pada saat menetas dapat menjadi
lebih rendah dengan penyemprotan larutan vitamin B kompleks selama proses
penetasan. Pada penetasan telur itik penyemprotan menggunakan larutan vitamin
B kompleks sebanyak 5 butir per liter air menunjukkan angka kematian embrio
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan air tanpa vitamin B
kompleks. Pada penyemprotan vitamin B kompleks sebanyak 5 butir per liter air
menunjukkan angka sebesar (26,67 ± 16,41%), sedangkan pada air tanpa B
kompleks sebesar (45,83 ± 21,71%).
3
Berdasarkan uraian tersebut, penting dilakukan pengkajian tentang pengaruh
penyemprotan larutan vitamin B kompleks pada beberapa tingkatan dosis selama
proses penetasan terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan tingkat kematian
embrio telur itik. Tingkat dosis vitamin B kompleks sebagai bahan penyemprotan
telur itik dalam proses penetasan akan memberikan pengaruh positif terhadap
keberhasilan penetasan.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai
berikut:
1. mengetahui pengaruh penyemprotan larutan B kompleks terhadap fertilitas,
susut tetas, daya tetas, dan kematian embrio telur itik;
2. mengetahui dosis optimal larutan B kompleks sebagai bahan penyemprot
terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan kematian embrio telur itik.
C.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
khususnya para pembibit DOD mengenai bahan penyemprot alternatif yang dapat
digunakan utuk menjaga kelembapan dan sumber vitamin tambahan untuk telur
sehingga dapat meningkatkan fertilitas dan daya tetas serta mengurangi jumlah
kematian embrio telur itik.
4
D. Kerangka Pemikiran
Kebutuhan masyarakat akan protein hewani yang terus bertambah menyebabkan
semakin meningkatnya jumlah permintaan daging dan telur. Itik merupakan salah
satu sumber protein hewani yang cukup diminati oleh masyarakat, sehingga
permintaan bibit itik juga terus mengalami peningkatan. Penetasan telur itik
secara alami dirasa kurang efektif dalam pemenuhan kebutuhan bibit itik. Mesin
tetas merupakan alternatif menetaskan telur secara buatan untuk memenuhi
penyediaan bibit secara komersil. Mesin penetas telur pada perinsipnya adalah
menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio.
Menurut Subiharta (2010), suhu dan kelembapan pada mesin tetas untuk telur itik
dianjurkan berkisar antara 38,5o--40oC dan 60--70%. Kelembapan berpengaruh
terhadap kecepatan hilangnya air dari dalam telur selama inkubasi (Setioko,
1998). Kehilangan air yang banyak menyebabkan keringnya chario-allantoic
untuk kemudian digantikan oleh gas-gas, sehingga sering terjadi kematian embrio
dan telur membusuk (Baruah et al., 2001).
Kegagalan dalam proses penetasan banyak terjadi pada saat telur mulai
dimasukkan ke dalam mesin tetas sampai 3 hari pertama sehingga telur tidak
boleh diusik. Pada hari ke- 4 mulai dilakukan pemutaran sampai 2 hari sebelum
menetas (Harianto, 2002). Pada hari ke- 4 dilakukan pemutaran telur (turning)
sekaligus penyemprotan telur untuk menjaga kelembabannya. Penyemprotan
dilakukan untuk mengurangi hilangnya air chario-alantoic dan masuknya gas-gas
CO2 kedalam telur yang dapat menyebabkan kematian embrio dan kebusukan
telur dapat dihindari (Baruah et al., 2001).
5
Menurut Kurtini dan Riyanti (2011), pada hari ke-4 seluruh organ tubuh mulai
tampak, sistem vascular jelas, mata sudah mulai terlihat dan tampak sebagai
bintik gelap yang terletak di sebelah kanan jantung, jantung sudah membesar.
Dengan mikroskop terlihat otaknya yang terbagi 3 bagian, yaitu otak depan, otak
tengah, dan otak belakang. Pada fase ini peneliti malakukan penyemprotan
larutan vitamin B kompleks yang diharapkan dapat membantu mengoptimalkan
perkembangan embrio.
Vitamin B kompleks adalah satu kelompok vitamin B yang terdiri dari: vitamin
B1 (thiamine), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niacin), vitamin B5
(pantothenic acid/asam pantotenat), vitamin B6 (pyridoxamine), vitamin B9 (folic
acid/asam folat), vitamin B12 (cyanocob), vitamin B7 (biotin), Kolin, dan inositol
(Yuniastuti, 2007). Menurut Sandjaja dan Atmarita (2009), penyemprotan
dengan larutan vitamin B kompleks yang mengandung vitamin B9 (asam folat)
dapat mempercepat petumbuhan janin, mempercepat regenerasi sel, pembentukan
sel darah merah dan menjaga kekebalan tubuh. Selain itu, asam folat juga
berperan sebagai pembawa karbon tunggal pada pembentukan heme molekul
hemoglobin. Asam folat memegang peranan penting dalam awal perkembangan
embrio, diantaranya adalah pembentukan neural tube. Neural tube inilah sebagai
awal pembentukan otak dan sumsum tulang belakang (Pramita, 2015).
Menurut Widianingrum (2012), penyemprotan telur menggunakan larutan vitamin
B kompleks sebanyak 5 butir per liter air menunjukkan angka kematian embrio
yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan air tanpa vitamin B kompleks.
Pada penyemprotan B kompleks sebanyak 5 butir per liter air menunjukkan
6
angka sebesar (26,67 ± 16,41%), sedangkan pada air tanpa B kompleks sebesar
(45,83 ± 21,71%).
Selain faktor suhu dan kelembapan, menurut Widianingrum (2012), ketebalan
kerabang telur dapat menjadi penyebab kegagalan dalam proses penetasan. Hal
ini terjadi karena pada saat proses menetas, anak itik (DOD) mengalami kesulitan
untuk memecahkan kerabang telur yang tebal sehingga dapat menyebabkan DOD
mati karena kelelahan. kelembapan dalam mesin tetas dilakukan dengan
menambahkan air. Air berfungsi untuk membantu proses pelapukan kerabang
telur (CaCO3) sehingga embrio bisa memecah kerabang telur dengan mudah dan
kematian embrio bisa dikurangi.
Menurut Mulyadi (2015), air dapat menjadi salah satu faktor dalam pelapukan
kerabang telur (CaCO3) yang sering disebut hidrolisis. Hidrolisis adalah bentuk
pelapukan kimia yang disebabkan oleh air. Proses pelapukan kimia ini terjadi
karena air (H2O), biasanya dalam bentuk air hujan, merusak komposisi dan
ukuran kimia mineral-kalsium dan menghasilkan mineral-kalsium kurang stabil,
sehingga lebih mudah terlapuk (Syekhfani, 2013). Ketika proses hidrolisis
berjalan maka vitamin B kompleks yang terkandung dalam larutan akan segera
menebus membran-membran telur han menstimulasi blastodisk untuk segera
berkembang lebih cepat menjadi calon embrio.
Berdasarkan penelitian Widianingrum (2012), tentang penggunaan vitamin B
kompleks sebagai bahan penyemprotan terhadap fertilitas, daya tetas, dan
kematian embrio dengan dosis 5 butir vitamin B kompleks per liter air yang
menghasilkan pengaruh nyata. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui
7
pengaruh B kompleks dengan dosis yang tepat dalam gram untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat. Dosis 5 butir vitamin B kompleks setara dengan 4 g
vitamin B kompleks. Tingkat dosis yang lebih tinggi akan digunakan untuk
mengetahui hasil optimum pada penetasan telur itik tegal yaitu 4 g/l air,
6 g/l air, dan 8 g/l air.
E.
Hipotesis
Dari uraian kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
adalah
1. vitamin B kompleks sebagai bahan penyemprotan berpengaruh terhadap
fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan kematian embrio telur itik tegal;
2. terdapat dosis optimal vitamin B kompleks sebagai bahan penyemprotan
terhadap fertilitas, susut tetas, daya tetas, dan kematian embrio telur itik
tegal.
Download