Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan

advertisement
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan
(Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Pendahuluan
Teori
ekonomi
neoklasik
mengasumsikan
bahwa
manusia
selalu
berusaha
memaksimalisasikan fungsi utilitas yang dimilikinya. Dalam konteks perusahaan dimana
terdapat pemisahan antara pemilik sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen yang
menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing
pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya tersebut.
Jensen & Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak dimana satu
orang atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu pemegang saham/ shareholder)
menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manajer) untuk melakukan jasa untuk
kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan
kepada agen.
Untuk meminimalisasi permasalahan agensi tersebut, maka dibuatlah kontrak-kontrak
dalam perusahaan baik kontrak antara pemegang saham dengan manajernya maupun
kontrak antara manajemen dengan karyawan, pemasok, dan kreditur. Teori kontrak
(Contracting Theory) menyatakan bahwa perusahaan merupakan sekumpulan kontrakkontrak (nexus of contracts) antara pemasok dan konsumen dari faktor-faktor produksi.
Dalam memonitor implementasi kontrak-kontrak tersebut oleh manajemen dan untuk
mengetahui apakah tujuan bersama antara manajemen dan pemegang saham telah
tercapai, akuntansi memegang peranan penting sebagai media penyampaian informasi
mengenai kinerja perusahaan. Angka akuntansi sering dipakai sebagai ukuran kinerja
misalkan laba, rasio hutang terhadap ekuitas dan lain-lain (Watts & Zimmerman, 1986).
Dalam menyajikan angka akuntansi, prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally
Accepted
Accounting Principles) memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam
menentukan metode maupun estimasi yang dapat digunakan. Dengan adanya fleksibilitas
tersebut, maka menajemen akan memiliki diskresi, dimana diskresi tersebut kemudian
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
dapat mengarahkan perilaku manajemen dalam pelaporan keuangan. Perilaku manajemen
tersebut dapat bersifat efisien, dimana diskresi tersebut digunakan untuk meningkatkan
nilai perusahaan dan dinilai positif oleh pasar. Namun, dilain pihak diskresi tersebut dapat
mengarahkan perilaku manajemen menjadi oportunistik, dimana diskresi tersebut
digunakan manajemen untuk kepentingan yang menguntungkannya secara pribadi tetapi
merugikan perusahaan dan pemegang saham secara umum.
Perilaku manajemen yang bersifat oportunistik ini lebih jauh dapat mendorong
kemungkinan dilakukannya kecurangan dalam pelaporan keuangan (fraud). Kecurangan ini
merupakan suatu tindakan yang sudah berada diluar koridor prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Bologna et al. (1993) mendifinisikan kecurangan sebagai: “ Fraud is criminal
deception intended to financially benefit the deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan
kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal
disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan
dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara
financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2)
Penyembunyian/theconcealment dan (3) konversi/the conversion.
Secara lebih spesifik Rezaee (2005) mendefinisikan kecurangan pelaporan keuangan
sebagai berikut:
“Financial statement fraud is a deliberate attempt by corporations to deceive or mislead
users of published financial statements, especially investors and creditors, by preparing and
disseminating materially misstated financial statements”.
Kecurangan pelaporan keuangan dapat berkaitan dengan beberapa skema seperti: (1)
falsifikasi, pengubahan, atau manipulasi dari dari catatan keuangan, dokumen pendukung
atau transaksi bisnis; (2) kesalahan pencatatan material yang disengaja (material
intentional misstatements), penghapusan, atau kesalahan presentasi dari kejadian,
transaksi, akun atau informasi signifikan lainnya yang merupakan sumber informasi
pembuatan laporan keuangan; (3) kesalahan aplikasi dan kesalahan interpretasi yang
disengaja dan eksekusi standar akuntansi yang salah dalam hal penerapan prinsip,
kebijakan, dan metode yang digunakan untuk mengukur, mengakui, dan melaporkan
kejadian
ekonomis
dan
transaksi
bisnis;
(4)
penghilangan
secara
sengaja
dari
2
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
pengungkapan atau penyajian pengukapan yang tidak memadai berkaitan dengan standar,
prinsip, praktek akuntansi dan informasi keuangan yang berhubungan; (5) penggunaan
teknik akuntansi yang agresif melalui pengelolaan laba yang tidak diperbolehkan; dan (6)
manipulasi dari praktek akuntansi yang didasarkan pada standar akuntansi yang tersedia
yang memiliki kelemahan atau celah yang dapat digunakan perusahaan untuk menutupi
substansi ekonomi dari kinerjanya (Rezaee, 2005).
IAI (2001) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari
kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja
jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan
keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva
(seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian
aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva
entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk penggelapan tanda terima
barang/uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang menyebabkan entitas membayar
barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas. Perlakuan tidak semestinya terhadap
aktiva dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan
dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan, atau pihak
ketiga (Wilopo, 2006).
Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan
eksternal
adalah
kecurangan
yang
dilakukan
oleh
pihak
luar
terhadap
suatu
perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib
pajak terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan,
manajer dan eksekutif terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Dalam tabel berikut tipe
kecurangan menurut Steve & Chad (2002):
3
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Tabel 1 Tipe-tipe kecurangan yang dilakukan perusahaan
Sumber: Albrecht W.Steve and Albrecht Chad O, 2002 . “ Fraud Examination” Thomson South- Western, dikutip
dari Amrizal, Ak, MM, CFE, “Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal Auditor”, www.bpk.go.id
Association of Certified Fraud Examinations (ACFE- 2000), salah satu asosiasi di USA yang
mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan,
mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut:
a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan
oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan
investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non
financial.
b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan
atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang
(fraudulent disbursement).
4
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
c. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE. Menurut ACFE,
korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery),
pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
Kecurangan yang terjadi pada tingkat perusahaan telah terjadi dimana-mana. Di USA,
pelaku pasar modal dan masyarakat pada umumnya sempat digemparkan oleh skandal
kecurangan yang melibatkan banyak perusahaan besar seperti Enron Corporation,
WorldCom, Tyco, Lucent, Xerox, Global Crossing, dan lain-lain. Kolaps dari Enron telah
menyebabkan kerugian kapitalisasi pasar sebesar $70 milyar yang menghancurkan
sejumlah besar investor, karyawan maupun para pensiunan. Kolaps dari The WorldCom,
yang dikatakan orang sebagai akibat dari kecurangan pelaporan keuangan, merupakan
kasus kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Kerugian dari kapitalisasi
pasar akibat dari kecurangan pelaporan keuangan yang dilakukan oleh Enron, WorldCom,
Qwest, Tyco, dan Global Crossing diperkirakan mencapai $460 milyar (Cotton, 2002).
Di Indonesia, kecurangan akuntansi ini juga banyak terjadi dalam level perusahaan, baik
perusahaan swasta maupun pemerintah. Berdasarkan data dari Transparancy International
(2005) Indonesia merupakan negara dengan peringkat korupsi tertinggi di dunia. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang terkait dengan isu korupsi dan praktek
kecurangan seperti likuidasi beberapa bank, diajukannya manajemen BUMN maupun
swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, dan lain-lain (Wilopo,
2006). Kasus penggelembungan nilai asset yang dilkukan oleh Indofarma pada tahun 2004
merupakan salah satu contoh kasus yang sangat merugikan komunitas keuangan di
Indonesia. Contoh lainnya adalah kesalahan atau “kekurang hati-hatian” manajemen Bank
Lippo dalam memberikan informasi laporan keuangannya yang terjadi pada tahun 2002.
Informasi yang menyesatkan tersebut sangat merugikan para investor dan merupakan
indikasi besar terjadinya kecurangan pelaporan keuangan. Selain dua contoh tersebut
masih banyak kasus-kasus yang diperiksa oleh BAPEPAM yang mengandung indikasi
kecurangan yang merugikan banyak pihak dalam jumlah yang sangat signifikan.
5
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Tingginya tingkat kecurangan pelaporan keuangan dan skandal perusahaan tersebut
menimbulkan tiga pertanyaan penting, yaitu (1) seberapa beratkah penyelewengan yang
dilakukan oleh perusahaan?, (2) dapatkah laporan keuangan perusahaan dipercaya?, (3)
bagaimanakah peran auditor dalam mengidentifikasi kemungkinan kecurangan tersebut?
(Rezaee, 2005). Sebelum dapat menjawab ketiga pertanyaan tersebut, merupakan hal yang
penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya
kecurangan dalam perusahaan dan bagaimana mendeteksi adanya kecurangan tersebut.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengidentifikasikan faktor-faktor utama yang dapat
menjelaskan penyebab terjadinya kecurangan pelaporan keuangan. Faktor-faktor yang
dijelaskan dalam tulisan ini berkaitan dengan implementasi corporate governance,
efektivitas pengendalian internal, karakteristik manajemen, fungsi auditor dalam mencegah
terjadinya kecurangan dan tekanan pajak yang mendorong manajemen untuk melakukan
kecurangan demi meminimlisasikan beban pajaknya, sebagai faktor-faktor utama yang
dapat mempengaruhi kemungkinan dilakukannya kecurangan dalam perusahaan. Selain itu,
tulisan ini juga akan membahas dampak/ konsekuensi dari kecurangan yang dilakukan oleh
perusahaan terhadap pihak yang terkait dengan perusahaan, terutama pemegang
sahamnya dan bagaimana reaksi pemegang saham tersebut terhadap perusahaan yang
telah melakukan kecurangan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecurangan dalam Perusahaan
1. Implementasi good corporate governance
Blair (1995) mendefinisikan corporate governance sebagai keseluruhan set aransemen legal,
kebudayaan, dan institusional yang menentukan apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan
publik, yang berkaitan dengan siapa yang mengendalikan, bagaimana pengendalian
dilakukan, dan bagaimana risiko dan imbal hasil saham dari aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan (Darmawati, 2003; dalam Veronica, 2005).
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah menerbitkan dan
mempublikasikan Principles of Corporate governance yang terdiri dari empat pilar utama
yaitu fairness (keadilan), transparency (transparansi), accountability (akuntabilitas), dan
responsibility (tanggungjawab). Keadilan berkenaan dengan keadilan dan kesetaraan
6
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
perlakuan
pemegang
daham
minoritas
agar
terlindungi
dari
kecurangan
serta
perdaganagan dan penyalahgunaan oleh orang dalam (self dealing atau insider wrong
doing). Sedangkan transparansi dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi
kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Akuntanbilitas dilakukan melalui
pengawasan efektif berdasarkan keseimbangan kekuasaan antara pengawas, pengurus,
pemegang saham dan auditor. Akhirnya, tanggung jawab perusahaan berkaitan dengan
fungsi perusahaan sebagai anggota masyarakat yang harus menaati hukum dan bertindak
sesuai dengan keinginan masyarakat (Darmawati, 2003; dalam Veronica, 2005).
Sarbanes-Oxley Act tahun
2002 berisi beberapa provisi yang didesain untuk membuat
eksekutif puncak pada perusahaan public lebih bertanggungjawab berkaitan kualitas,
integritas, dan reliabilitas dari laporan keuangan. Provisi ini mensyaratkan: (1) CEO dan
CFO perusahaan dapat mensertifikasi akurasi dan kelengkapan laporan keuangan; (2)
manajemen bertanggungjawab untuk mengeluarkan dan menjaga tingkat pengendalian
internal yang memadai dan efektif; (3) manajemen tidak mengambil tindakan yang secara
curang mempengaruhi, memaksa, memanipulasi, atau menyesatkan auditor dalam
melaksanakan audit terhadap laporan keuangan; (4) manajemen harus merekonsiliasi
laporan pro forma dengan laporan keuangan; (5) Bagian diskusi dan analisis manajemen
(Management’s
Discussion
and
Analysis/
MD&A)
seharusnya
mendiskusikan
dan
mengungkapkan secara lengkap estimasi akuntansi yang kritikal dan kebijakan akuntansi;
(6) Eksekutif puncak harus mengembalikan segala keuntungan yang telah mereka terima
apabila terbukti mereka salah menyajikan laporan keuangan perusahaan yang disampaikan
pada SEC; (7) perusahaan harus menyampaikan pengungkapan secara cepat berkaitan
dengan transaksi saham oleh pihak dalam; (8) perusahaan tidak boleh memberikan
pinjaman kepada eksekutif dan direksinya. Implementasi yang tepat dari provisi ini
diharapkan akan mempengaruhi perilaku dari eksekutif puncak dari perusahaan publik dan
mendorong mereka untuk lebih berhati-hati dalam melaporkan kinerja dan kondisi
keuangan perusahaan.
Implementasi dari corporate governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan,
dengan aktor utamanya adalah manajemen puncak perusahaan yang berwenang untuk
menetapkan kebijakan perusahaan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut. Berikut
7
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
adalah gambaran dari pihak-pihak utama yang terkait dengan implementasi corporate
governance dan fungsi dari corporate governance yang dapat disumbangkan oleh pihakpihak tersebut:
Gambar 1 Corporate governance dan Fungsinya
Sumber: Zabihollah Rezaee (2005), “Causes, consequences, and deterence of financial statement fraud”, Critical
Perspectives on Accounting 16.
Apabila perusahaan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance tersebut, maka
perusahaan akan lebih transparan dalam pengungkapan seluruh informasi yang dimilikinya
dan ada pengawasan yang lebih efektif atas semua aktivitas perusahaan sehingga
pengendalian internal perusahaan dapat berjalan dengan baik dan akuntabilitas manajemen
dapat dijamin. Praktik seperti itu dalam perusahaan akan memperkecil kesempatan dan
itikad buruk manajemen untuk melakukan kecurangan.
Mekanisme corporate governance yang banyak diteliti dalam mempengaruhi kemungkinan
perusahaan melakukan kecurangan berkaitan dengan karakteristik dari dewan, struktur
kepemilikan, dan fungsi auditor dalam meminimalisasi kecurangan. Pada bagian ini akan
dibahas tinjauan teoritis dari mekanisme corporate governance yang berkaitan dengan
karakteristik dewan dan struktur kepemilikan. Pembahasan tinjauan teoritis yang berkaitan
8
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
dengan fungsi auditor dalam meminimalisasi kecurangan akan dibahas dalam bagian fungsi
auditor pada bagian selanjutnya.
Karakteristik Dewan
Dengan adanya pemisahan peran antara pemegang saham sebagai prinsipal dengan
manajer sebagai agennya, maka manajer pada akhirnya akan memiliki hak pengendalian
yang signifikan dalam hal bagaimana mereka mengalokasikan dana investor (Jensen &
Meckling, 1976; Shleifer & Vishny, 1997). Fungsi yang sangat penting dari dewan adalah
untuk meminimalisasi biaya yang timbul karena adanya pemisahan antra kepemilikan dan
pengendalian pada perusahaan modern saat ini (Fama & Jensen, 1983). Mizruchi (1983)
juga menjelaskan bahwa dewan merupakan pusat dari pengendalian dalam perusahaan,
dan dewan ini merupakan penanggung jawab utama dalam tingkat kesehatan dan
keberhasilan perusahaan secara jangka panjang (Louden, 1982). Karena dewan memegang
peranan penting dalam pengambilan keputusan perusahaan, dewan dapat berperan
sebagai “koki” dalam kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh karena itu,
karakteristik dewan sangat mempengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan pelaporan
keuangan.
Laporan dari General Accounting Office (GAO) Amerika Serikat (2002) mengindikasikan
bahwa hampir 75% dari 150 kasus akuntansi yang dilaporkan oleh SEC dari januari 2001
hingga Februari 2002 berkaitan dengan direksi, petugas, dan karyawan perusahaan, dan
25%nya berkaitan dengan perusahaan akuntansi dan CPA. Berdasarkan COSO Report
(Beasley et al., 1999) menyatakan bahwa mayoritas dari kasus yang diperikasa (lebih dari
80%) mengindikasikan keterlibatan CEO dan CFO dalam kecurangan laporan keuangan.
Pihak lain yang biasanya terlibat adalah Pengendali (controllers), direksi operasional,
anggota dewan, dan auditor internal maupun eksternal. Mayoritas kecurangan laporan
keuangan terjadi dengan partisipasi, dorongan, persetujuan dan sepengetahuan dari tim
manajemen puncak termasuk didalamnya CEO, CFO, presiden, tresuri, dan pengendali.
Peran dari dewan dalam perusahaan sebagai pelaksana utama dalam pengendalian internal
juga didukung oleh Fama (1980) dan Fama & Jensen (1983) yang menyatakan bahwa
peran dewan dalam mekanisme pengendalian internal diperkuat dengan adanya direksi luar
9
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
(outside directors) karena mereka memiliki insentif untuk membangun reputasi sebagai ahli
(experts) dalam keputusan pengendalian.
Beasley (1996) meneliti pengaruh dari karakteristik dewan terhadap kecenderungan
perusahaan melakukan kecurangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kecurangan
laporan keuangan di Amerika Serikat lebih rendah untuk perusahaan yang memiliki proporsi
direksi luar yang lebih tinggi, direksi luar yang masa jabatannya lebih panjang (longer
tenure), kepemilikan oleh direksi luar yang lebih tinggi, dan direksi luar yang menjabat
pada perusahaan lain (directorship) yang lebih rendah. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa adanya komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecenderungan
melakukan kecurangan.
Sebaliknya penelitian oleh Dechow et al. (1996), McMullen (1996), dan Beasley et al. (2000)
justru menyatakan bahwa adanya komite audit berhubungan dengan tingkat kecurangan
yang lebih rendah. Dechow et al. (1996) melaporkan bahwa kecurangan lebih terjadi pada
perusahaan dimana pemimpin dewan bertindak sebagai CEO, tidak memiliki blockholder
yang besar, dan direksi dalam (inside directors) memiliki kepemilikan dalam jumlah yang
subtansial.
Farber (2005) juga menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki
kualitas governance yang lebih jelek debandingkan dengan sampel kontrolnya dalam
periode sebelum deteksi kecurangan. Secara spesifik hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki jumlah dan persentase anggota
dewan luar yang lebih kecil, jumlah rapat komite audit yang lebih sedikit, jumlah ahli dalam
komite audit yang lebih sedikit, persentase KAP Big 4 yang lebih kecil, dan persentase CEO
yang juga menjabat sebagai ketua dewan direksi yang lebih besar.
Uzun et al. (2004) meneliti perusahaan Amerika Serikat yang dituduh melakukan
kecurangan pada periode 1978 hingga 2001. Sumber datanya berasal dari Wall Street
Journal dan banyak dari kecurangan yang tidak berhubungan dengan SEC enforcement
actions. Mereka meneliti hubungan antara kecurangan perusahaan dengan banyak variabel
corporate governance. Hasil utama yang didapat adalah apabila dewan (dan komite audit)
10
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
memiliki persentase direksi luar yang independen maka kemungkinan kecurangan akan
semakin kecil. Karakteristik dewan lain (termasuk didalamnya adalah ukuran dewan,
frekuensi rapat dewan, dan dualitas CEO/ ketua dewan) tidak signifikan mempengaruhi
kecenderungan kecurangan. Kontras dengan ekspektasi mereka, ternyata perusahaan yang
memiliki komisi nominasi justru memiliki kecenderungan kecurangan yang lebih besar.
Penelitian lain dari Agrawal and Chadha (in press) meneliti perusahaan yang membuat
laporan laba yang terkait dengan koreksi kesalahan laba periode sebelumnya atau
manipulasi. Mereka menemukan bahwa apabila direksi luar memiliki paling tidak satu
anggota dengan latarbelakang akuntansi atau keuangan maka kecenderungan melakukan
restatement laba akan lebih tinggi. Ketiadaan ahli akuntansi atau keuangan membuat
direksi luar menjadi tidak efektif dalam melakukan kesalahan akuntansi dan kecurangan.
Serupa dengan hal tersebut, mereka menemukan bahwa kehadiran komite audit
berhubungan dengan restatement laba yang lebih kecil hanya pada saat paling tidak satu
dari anggota komite yang independent memiliki latarbelakang akuntansi atau keuangan.
Mereka menyimpulkan bahwa hanya ketika direksi luar dan komite audit luar memiliki
keahlian akuntansi atau keuangan maka dewan dan komite audit menjadi efektif dalam
menghalangi penyataan laba yang salah (earnings misstatements). Denis et al. (2006)
menunjukkan bahwa opsi saham bagi eksekutif dapat mengarahkan manajemen untuk
melakukan kecurangan. Manajer akan melakukan tindakan yang dapat meningkatkan harga
saham secara artifisial sehingga mereka dapat memaksimalkan keuntungan dari opsi
tersebut.
Berdasarkan literatur-literatur di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteritik dewan
sebagai agen pelaksana corporate governance memerankan peran yang sangat penting
atas dilakukannya kecurangan dalam perusahaan.
Struktur Kepemilikan
Investor institusional (perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking)
sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) (Veronica, 2005). Financial
Economists Roundtable Statement on Institutional Investors and Corporate governance
(1999) menyatakan bahwa dengan peningkatan investor institusional dalam suatu entitas,
11
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
maka kepentingan investor institusional untuk memonitor tindakan manajemen menjadi
meningkat karena semakin besar kepentingan ekonomi mereka dalam entitas tersebut.
Kepemilikan yang besar dalam suatu entitas memberikan insentif yang kuat pada institusi
untuk secara aktif memonitor dan mempengaruhi tindakan manajemen dan berbagai
kebijakannya.
Beberapa penelitian sebelumnya mengaitkan struktur kepemilikan dengan pengelolaan laba.
Meskipun pengelolaan lab memiliki konteks yang berbeda dengan kecurangan dan masih
bersifat legal, pengelolaan laba dapat bersifat oportunistik. Pengelolaan laba yang bersifat
oportunistik ini dapat mengarah pada kecurangan akuntansi. Mitra (2002), dalam Veronica
(2005) menemukan bahwa kehadiran kepemilikan institusional yang tinggi akan membatasi
manajer untuk melakukan pengelolaan laba. Koh (2003), dalam Veronica (2005) melakukan
penelitiannya di Australia, menemukan bahwa pada perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang tinggi akan menekan pengelolaan laba yang agresif dari perusahaan
dimana kepemilikan institusional tersebut dapat bertindak sebagai salah satu mekanisme
corporate governance. Sedangkan Veronica (2005) menyatakan bahwa pengelolaan laba
pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga tinggi dan bukan perushaaan konglomerasi
lebih tinggi dibandingkan pengelolaan laba pada perusahaan lain. Dilain pihak, Veronica
(2005) menyatakan bahwa jenis pengelolaan laba yang diobservasinya cenderung bersifat
efisien dan pengelolaan laba pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga tinggi dan
bukan konglomerasi terbukti lebih bersifat efisien dibandingkan pada perusahaan lain.
Chen et al. (2006) meneliti kecurangan akuntansi di China, dan menghubungkan
kecurangan tersebut dengan variabel yang salah satunya adalah kepemilikan. Struktur
kepemilikan yang diteliti dalam penelitian ini adalah kepemilikan oleh pemerintah, legal
entity, individual, asing, dan blockholder. Kepemilikan legal entity akan mendorong
perusahaan untuk meninggikan laba melalui tindakan-tindakan yang bisa jadi dapat
dipertanyakan dan melanggar hukum karena legal entity dituntut untuk menghasilkan
keuntungan sehingga mereka memiliki insentif untuk mengalihkan sumber daya dari
perusahaan yang mereka investasikan. Sebaliknya kepemilikan pemerintah memiliki
motivasi yang lebih kecil untuk mendorong perusahaan melakukan kecurangan. Lebih lanjut,
investor individu memiliki kepentingan untuk menjaga perusahaan agar tidak melakukan
12
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
kecurangan. Meskipun investor individual memiliki pengaruh yang terbatas karena adanya
pemegang saham mayoritas, namun apabila kombinasi dari investor individu ini tinggi maka
saham perusahaan tersebut akan selalu diawasi oleh para analis saham dan media
sehingga dapat meminimalisasi kecurangan. Sementara itu, kepemilikan asing akan
mendorong perusahaan untuk menerapkan standar corporate governance yang lebih tingi
dan proteksi pada pemegang saham minoritas yang lebih baik (Khanna and Palepu, 2000)
sehingga diekspektasikan bahwa perusahaan dengan kepemilikan asing akan lebih kecil
kemungkinannya melakukan kecurangan. Pada akhirnya, kepemilikan yang bersifat
blockholder akan mempengaruhi manajemen perusahaan. Dominasi dari blockholder ini
dapat memberikan insentif dalam melakukan kecurangan atau justru mencegah kecurangan.
Penelitian ini mengujinya dengan menggunakan rasio konsentrasi kepemilikan untuk
pemegang saham kedua hingga kesepuluh terbesar. Namun, dari sekian banyak ukuran
kepemilikan yang digunakan oleh peneliti ternyata tidak satupun dapat menjelaskan
kecurangan secara signifikan. Jadi, tidak dapat
dibuktikan dalam penelitian ini bahwa
kepemilikan perusahaan di China akan mempengaruhi kecenderungan perusahaan untuk
melakukan kecurangan.
2. Efektivitas pengendalian internal
Pengendalian dalam suatu perusahaan didesain untuk dapat menghilangkan bahaya yang
mungkin terjadi dalam perusahaan karena penyalahgunaan aktiva, ketidakakuratan dan
ketidakhandalan data akuntansi, inefisiensi dalam kegiatan operasional, dan deviasi dari
kebijakan manajerial yang telah ditentukan. Secara ringkas, pengendalian didisain untuk
menghilangkan inefisiensi dan tindakan yang tidak wajar (Mautz & Mini, 1966).
AICPA (1947) menjelaskan bahwa pengendalian internal sangat penting, antara lain untuk
memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk
mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan
(Boynton & Kell, 1996, dalam Wilopo, 2006). Wright (2003), penelitian ini berpendapat
bahwa pengendalian internal yang efektif mempengaruhi kecenderungan kecurangan
akuntansi.
13
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Apabila pengendalian dilaksanakan secara efektif maka hal ini dapat mengurangi
kesempatan manajemen maupun karyawan untuk melakukan segala bentuk tindakan yang
akan merugikan perusahaan, termasuk kecurangan. Smith et al., (1997), Beasley (1996),
Beasley et al., (2000), Reinstein (1998), Matsumura (1992), dan Abbot et al., (2002)
menyatakan bahwa pengendalian internal yang efektif mengurangi kecenderungan
kecurangan akuntansi.
Wilopo
(2006)
meneliti
kecenderungan
kecurangan
akuntansi
di
Indonesia.
Ia
menggunakan variabel keefektifan dari pengendalian internal sebagai salah satu variabel
yang dapat menjelaskan kecenderungan kecurangan akuntansi. Dengan menggunakan data
primer melalui survai ia mengukur keefektifan pengendalian internal melalui instrument
yang dikembangkannya berdasarkan IAI (2001) perihal pengendalian internal. Lima elemen
yang diukurnya untuk mengkonstruk variabel keefektifan pengendalian internal, yaitu: (1)
penerapan wewenang dan tanggungjawab; (2) pencatatan transaksi; (3) pengendalian fisik;
(4) sistem akuntansi; (5) pemantauan dan evaluasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang signifikan dan
negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di suatu perusahaan. Artinya
semakin efektif pengendalian internal di perusahaan, semakin rendah kecenderungan
kecurangan akuntansi oleh manajemen perusahaan.
3. Integritas manajemen
Manajemen memegang peranan penting atas terjadinya kecurangan dalam perusahaan.
Integritas yang dimiliki oleh menejemen akan menentukan apakah manajemen memiliki
dorongan untuk melakukan kecurangan atau tidak. Integritas tersebut berkaitan dengan
moralitas manajemen, ketaatan manajemen terhadap aturan akuntansi, latar belakang
manajemen dan lain-lain. Integritas manajemen tersebut dapat menjelaskan kemungkinan
manajemen mengambil keputusan-keputusan yang bersifat kurang etis atau bahkan
melanggar hukum. Tang et al., (2003) dalam penelitiannya menjelaskan indikator dari
perilaku yang menyimpang atau tidak etis dalam perusahaan. Perilaku ini adalah terdiri dari
perilaku yang menyalahgunakan kedudukan/posisi (abuse position), perilaku yang
menyalahgunakan kekuasaan (abuse power), perilaku yang menyalahgunakan sumber daya
organisasi (abuse resources), serta perilaku yang tidak berbuat apa-apa (no action).
14
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Dallas (2002) menyatakan bahwa berbagai kecurangan akuntansi yang dilakukan oleh
perusahaan Enron, WorldCom, Xerox, dan lain-lain di USA dikarenakan perilaku tidak etis
manajemen perusahaan. Demikian pula CIMA (2002) berpendapat bahwa perusahaan
dengan standar etika yang rendah memiliki risiko kecurangan akuntansi yang tinggi.
Berbagai kajian dan penyampaian fakta, seperti oleh Green and Calderon (1999), Reinstein
(1998) dan COSO (2002) menunjukkan bahwa perilaku tidak etis dalam bentuk
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, kedudukan, dan sumberdaya perusahaan,
mendorong manajemen melakukan kecurangan akuntansi (Wilopo, 2006).
Berkaitan dengan moral atau integritas manajemen, Kohlberg (1969), sebagaimana dikutip
oleh Velasquez (2002), dalam Wilopo (2006) menyatakan bahwa moral berkembang melalui
tiga tahapan, yaitu tahapan prakonvensional, tahapan konvensional, dan tahapan
postkonvensional. Moralitas manajemen pada tahapan post konvensional menunjukkan
kematangan moral manajemen yang tinggi. Bernardi (1994) menjelaskan bahwa
kematangan moral menjadi dasar dan pertimbangan manajemen dalam merancang
tanggapan dan sikap terhadap isu-isu etis. Hasil penelitian Trevino and Youngblood (1990)
serta Goolsby and Hunt, (1992) menunjukkan bahwa perkembangan pengetahuan moral
menjadi indikasi pembuatan keputusan yang secara etis serta positif berkaitan dengan
perilaku pertanggung-jawaban sosial.
Wilopo (2006) juga berpendapat moralitas manajemen mempengaruhi kecenderungan
kecurangan akuntansi. Artinya, semakin tinggi tahapan moralitas manajemen (tahapan
postkonvensional), semakin manajemen memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan
universal daripada kepentingan perusahaan semata, terlebih kepentingan pribadinya. Oleh
karenanya,
semakin
tinggi
moralitas
manajemen,
semakin
manajemen
berusaha
menghindarkan diri dari kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa
moralitas manajemen memberikan pengaruh yang signifikan dan
negatif terhadap perilaku tidak etis pada perusahaan dan kecenderungan kecurangan
akuntansi pada perusahaan. Artinya semakin tinggi moralitas manajemen, maka semakin
rendah kecenderungan kecurangan akuntansi.
15
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Karakteristik manajemen juga berkaitan dengan tingkat ketaatan manajemen atas aturan
yang berlaku. Hal ini akan mempengaruhi dorongan manajemen dalam melakukan hal-hal
yang diluar aturan atau hokum yang berlaku. Semakin taat manajemen terhadap aturan
yang berlaku maka dorongan untuk melakukan kecurangan akan semakin kecil. Foster
(1986) menyatakan faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk menyediakan
informasi laporan keuangan adalah kekuatan pasar serta kekuatan regulasi. Regulasi ini
mensyaratkan perusahaan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai
aturan atau standar akuntansi kepada para pihak yang membutuhkan. Roberts et al., (2002)
berpendapat bahwa cara profesi diorganisir, melalui antara lain kode etik, dan ketaatan
atas aturan akuntansi, akan memberikan pengaruh serta mengendalikan perilaku
manajemen perusahaan. Terdapat beberapa penelitian yang mendukung pendapat tersebut
di atas, di antaranya adalah dari Larkin (2000), D’Aquila (2001), serta Adams et al., (2001).
Wolk & Tearney (1997) menjelaskan bahwa kegagalan penyusunan laporan keuangan yang
disebabkan karena ketidaktaatan pada aturan akuntansi, akan menimbulkan kecurangan
perusahaan yang tidak dapat dideteksi oleh para auditor. Wilopo (2006) meneliti hubungan
antara ketaatan akuntansi terhadap kecenderungan perusahaan melakukan kecurangan di
Indonesia.
Ia
menggunakan
survai
untuk
mengukur
ketaatan
akuntansi
dan
mengembangkan instrumennya berdasarkan kode etik akuntan dari IAI. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
ketaatan dari akuntan atau penanggung jawab penyusun laporan
keuangan terhadap aturan akuntansi memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada perusahaan. Artinya semakin
manajemen perusahaan taat pada aturan akuntansi, semakin rendah kecenderungan
kecurangan akuntansi perusahaan.
Berkaitan dengan latar belakang manajemen, Latham et al. (2000) meneliti perbedaan
dalam lingkungan agensi (yang direpresentasikan oleh fungsi monitoring dan struktur
insentif) dan karakteristik dari agen/ manajemen (yang direpresentasikan oleh tim
manajemen) antara perusahaan yang melakukan kecurangan dalam hal pengungkapan dan
perusahaan yang dianggap tidak mengeluarkan pengungkapan yang menyesatkan. Hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa merupakan hal yang penting untuk memasukkan baik
struktur agensi maupun karakteristik individu dari tim manajemen dalam menjelaskan
16
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
lingkungan kecurangan dalam perusahaan. Penelitian ini membuktikan secara empiris
bahwa variabel monitoring dan insentif merupakan indicator yang penting dalam
kecurangan manajemen. Selain itu penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan
dalam karakteristik tim manajemen yang berkaitan dengan pengalaman militer dan latar
belakang fungsional. Perusahaan yang melakukan kecurangan lebih cenderung memiliki tim
manjemen dengan tingkat konsentrasi tinggi atas individu tanpa pengalaman militer dan
latar belakang peripheral (hukum dan keuangan).
Agrawal and Chadha (in press) juga
menyatakan bahwa apabila direksi luar memiliki paling tidak satu anggota dengan
latarbelakang akuntansi atau keuangan maka kecenderungan melakukan restatement laba
akan lebih tinggi. Ketiadaan ahli akuntansi atau keuangan membuat direksi luar menjadi
tidak efektif dalam melakukan kesalahan akuntansi dan kecurangan.
4. Fungsi Auditor
Auditor memiliki peran yang sangat besar dalam kecurangan perusahaan baik dengan
menghalangi terjadinya kecurangan atau dengan mengkoreksi adanya kesalahan yang
disengaja tersebut (dengan memaksa adanya revisi atau pelaporan kembali dari laporan
keuangan). Peran dari auditor independen adalah untuk menyediakan verifikasi oleh pihak
luar atas keakuratan angka akuntansi. Salah satu aset terbesar dari auditor tersebut adalah
reputasi mereka. Watts & Zimmerman (1986) menggambarkan pentingnya reputasi bagi
auditor dimana reputasi memberikan insentif untuk menjadi independen karena biaya untuk
membangun reputasi tersebut sangat besar dan auditor akan kehilangan reputasinya
apabila dia salah dalam melakukan proses auditnya. Oleh karena itu untuk menjaga
reputasinya auditor akan selalu menjaga kualitas auditnya.
DeAngelo (1981) mengemukakan bahwa kualitas audit meningkat dengan ukuran KAP
karena KAP besar mempunyai kemampuan lebih untuk berspesialisasi dan berinovasi
melalui teknologi sehingga meningkatkan kemungkinan KAP besar untuk menemukan
pelanggaran dalam sistem akuntansi perusahaan.
Dengan adanya sumberdaya dan
keunggulan komperatif yang dimiliki oleh auditor dengan skala besar, maka auditor
tersebut akan lebih dapat mendeteksi dan mengkoreksi kesalahan pelaporan keuangan
perusahaan. Beberapa literatur sebelumnya menemukan bukti bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara perusahaan yang melakukan kecurangan dengan perusahaan yang
17
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
tidak melakukan kecurangan dalam hal kualitas audit yang diukur dengan KAP Big 4 versus
KAP non-Big 4 pada periode sebelum deteksi kecurangan (Dechow et al., 1996; Beneish,
1997).
Penelitian sebelumnya (Deis and Giroux, 1992; Latham et al., 1998; Palmrose, 1987)
menemukan asosiasi yang positif antara skala auditor (Big 5 vs Non Big 5) dan persepsi
dari kualitas audit dan kemungkinan mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
Persepsinya adalah bahwa KAP Big Five (saat ini Big Four) akan lebih cenderung dapat
mendeteksi kecurangan laporan keuangan dibanding dengan non Big 5. Hal ini disebabkan
karena beberapa hal, yaitu: (1) kemampuan untuk lebih dapat bertahan terhadap tekanan
dari klien; (2) perhatian yang lebih besar terhadap reputasi mereka; (3) sumber daya yang
lebih baik, berkaitan dengan kompetensi dan teknologi yang lebih canggih; (4) strategi dan
proses audit yang lebih kuat (Rezaee, 2005).
Sebaliknya, Chen et al. (2006) juga meneliti dampak dari kualitas audit terhadap
kecurangan di China. Kualitas audit diproxi dengan skala auditor. Hasil dari penelitiannya
menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berbeda antara perusahaan yang melakukan
kecurangan dan yang tidak melakukan kecurangan. Selain itu ternyata kualitas audit tidak
signifikan dalam menjelaskan kemungkinan dan deteksi dari kecurangan yang dilakukan
perusahaan.
5. Tekanan pajak
Manajer perusahaan menghadapi insentif yang saling bertentangan ketika hendak
memanipulasi laba. Di satu sisi, manajer seringkali ingin meningkatkan laba yang dilaporkan
kepada pemegang saham dan pengguna eksternal lainnya (Burgstahler and Dichev 1997;
Barth et al. 1999; Beatty et al. 2000; Bartov et al. 2002), baik untuk tujuan mendapatkan
bonus atau meningkatkan reputasinya. Namun, di sisi lain, manajer juga berkeinginan
untuk meminimalisasikan laba kena pajak yang dilaporkan pada otoritas perpajakan (Mills
and Newberry 2001). Manajer dapat mencapai kedua tujuan tersebut dengan menanipulasi
secara simultan melalui peningkatan laba untuk pelaporan keuangan, tetapi tidak untuk
pelaporan pajak. Hal ini akan menimbulkan perbedaan (gap) antara laba sebelum pajak
berdasarkan buku perusahaan dengan laba kena pajak, sehingga menghasilkan perubahan
18
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
hutang pajak tangguhan, biaya pajak tangguhan dan tariff pajak yang efektif. Oleh karena
itu tekanan pajak dapat mempengaruhi kecenderungan perusahaan melakukan kecurangan,
dan data mengenai pajak tangguhan dapat merefleksikan dampak dari peninggian laba
financial yang mengandung kecurangan.
Untuk tujuan pelaporan keuangan, standar akuntansi memberikan manajer banyak diskresi
dalam pemilihan metode dan estimasi akuntansi. Sementara itu, perpajakan biasanya
memberikan tingkat diskresi yang lebih kecil. Oleh sebab itu, perbedaan antara laba buku
dan laba kena pajak secara potensial dapat merefleksikan tingkatan diskresi yang
digunakan oleh manajer dalam meninggikan laba (Mills 1998). Manajer yang melakukan
peninggian laba ini tentunya tidak mau membayar pajak atas laba yang dimanipulasinya
tersebut. Minimalisasi dari laba kena pajak, bersamaan dengan manipulasi dalam laba buku,
akan meningkatkan gap antara keduanya. Gap antara buku dengan pajak tersebut
merefleksikan pengelolaan laba yang agresif, namun belum pasti mengindikasikan
kecurangan. Namun karena batasan dari kedua aktivitas tersebut belum jelas, maka
perbedaan antara data buku dan data pajak dapat menghasilkan variabel yang dapat
digunakan auditor dalam mengukur kualitas laba dan kemungkinan kecurangaan saat ini
atau periode mendatang (Ettredge et al. 2006).
Belum banyak penelitian yang menghubungan antara pajak dengan kecurangan yang
dilakukan oleh perusahaan. Literatur sebelumnya banyak meneliti hubungan antara pajak
dengan pengelolaan laba. Revsine et al. (1999) menyatakan bahwa rasio antara laba buku
sebelum pajak terhadap laba kena pajak dapat digunakan untuk mengukur tingkat
konservatisme atau agresifitas dalam akuntansi. Joos et al. (2000) berargumen bahwa
perusahaan dengan perbedaan antara pajak dan buku yang besar akan secara oportunistik
mengelolan laba, dan investor mengetahui hal tersebut.
Ettredge et al. (2006) meneliti hubungan antara pajak dengan kecurangan. Mereka meneliti
apakah perbedaan antara laba buku dengan laba kena pajak yang diskalakan dengan total
asset dan biaya pajak tangguhan berhubungan dengan peninggian laba yang berindikasi
kecurangan (earnings overstatement fraud) pada tahun sebelum terjadinya kecurangan dan
pada tahun kecurangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pajak berasosiasi
19
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
secara signifikan dengan peninggian laba yang berindikasi kecurangan. Secara spesifik
kecurangan berasosiasi secara positif dengan: (1) tingkat perbedaan antara laba buku
dengan laba kena pajak yang lebih tinggi pada tahun sebelum terjadinya kecurangan, dan
(2) tingkat biaya pajak tangguhan yang lebih tinggi pada tahun terjadinya kecurangan.
Dengan kata lain, perbedaan antara buku dan pajak dapat digunakan sebagai signal awal
untuk terjadinya kecurangan di masa mendatang, sedangkan biaya pajak tangguhan dapat
digunakan dalam mendeteksi terjadinya kecurangan saat ini.
Berikut ini adalah tabel yang menyimpulkan hasil penelitian sebelumnya terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi dilakukannya kecurangan oleh perusahaan:
20
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Faktor yang mempengaruhi
kecurangan
1. Implementasi good corporate
governance

Karakteristik Dewan
Peneliti
Hasil Penelitian
Beasley (1996)
Meneliti pengaruh dari karakteristik dewan terhadap kecenderungan perusahaan
melakukan kecurangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kecurangan laporan
keuangan di Amerika Serikat lebih rendah untuk:
 perusahaan yang memiliki proporsi direksi luar yang lebih tinggi,
 direksi luar yang masa jabatannya lebih panjang (longer tenure),
 kepemilikan oleh direksi luar yang lebih tinggi, dan direksi luar yang menjabat
pada perusahaan lain (directorship) yang lebih rendah.
 Penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya komite audit tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap kecenderungan melakukan kecurangan.
Dechow et al.
(1996), McMullen
(1996),
dan
Beasley et al.
(2000)
Adanya komite audit berhubungan dengan tingkat kecurangan yang lebih rendah.
Dechow
(1996)
Kecurangan lebih terjadi pada perusahaan dimana pemimpin dewan bertindak
sebagai CEO, tidak memiliki blockholder yang besar, dan direksi dalam ( inside
directors) memiliki kepemilikan dalam jumlah yang subtansial.
et
al.
Farber (2005)
Uzun
(2004)
et
Perusahaan yang melakukan kecurangan memiliki kualitas governance yang lebih
jelek debandingkan dengan sampel kontrolnya dalam periode sebelum deteksi
kecurangan. Secara spesifik hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan
yang melakukan kecurangan memiliki jumlah dan persentase anggota dewan luar
yang lebih kecil, jumlah rapat komite audit yang lebih sedikit, jumlah ahli dalam
komite audit yang lebih sedikit, persentase KAP Big 4 yang lebih kecil, dan
persentase CEO yang juga menjabat sebagai ketua dewan direksi yang lebih besar.
al.
Meneliti hubungan antara kecurangan perusahaan dengan banyak variabel corporate
governance. Hasil utama yang didapat adalah:
 Apabila dewan (dan komite audit) memiliki persentase direksi luar yang
21
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
independen maka kemungkinan kecurangan akan semakin kecil.
 Karakteristik dewan lain (termasuk didalamnya adalah ukuran dewan, frekuensi
rapat dewan, dan dualitas CEO/ ketua dewan) tidak signifikan mempengaruhi
kecenderungan kecurangan.
 Perusahaan yang memiliki komisi nominasi justru memiliki kecenderungan
kecurangan yang lebih besar.

Struktur Kepemilikan
2. Efektivitas pengendalian internal
Agrawal
and
Chadha (in press)
Apabila direksi luar memiliki paling tidak satu anggota dengan latarbelakang
akuntansi atau keuangan maka kecenderungan melakukan restatement laba akan
lebih tinggi. Kehadiran komite audit berhubungan dengan restatement laba yang
lebih kecil hanya pada saat paling tidak satu dari anggota komite yang independent
memiliki latarbelakang akuntansi atau keuangan.
Denis
(2006)
et
al.
Opsi saham bagi eksekutif dapat mengarahkan manajemen untuk melakukan
kecurangan. Manajer akan melakukan tindakan yang dapat meningkatkan harga
saham secara artifisial sehingga mereka dapat memaksimalkan keuntungan dari opsi
tersebut.
Mitra
dalam
(2005)
(2002),
Veronica
Kehadiran kepemilikan institusional yang tinggi akan membatasi manajer untuk
melakukan pengelolaan laba.
Koh
dalam
(2005)
(2003),
Veronica
Pada perusahaan dengan kepemilikan institusional yang tinggi akan menekan
pengelolaan laba yang agresif dari perusahaan dimana kepemilikan institusional
tersebut dapat bertindak sebagai salah satu mekanisme corporate governance.
Chen
(2006)
et
Meneliti kecurangan akuntansi di China, dan menghubungkan kecurangan tersebut
dengan variabel yang salah satunya adalah kepemilikan. Struktur kepemilikan yang
diteliti adalah kepemilikan oleh pemerintah, legal entity, individual, asing, dan
blockholder. Dari sekian banyak ukuran kepemilikan yang digunakan oleh peneliti
ternyata tidak satupun dapat menjelaskan kecurangan secara signifikan. Jadi, tidak
dapat dibuktikan dalam penelitian ini bahwa kepemilikan perusahaan di China akan
mempengaruhi kecenderungan perusahaan untuk melakukan kecurangan.
Wright (2003)
al.
Pengendalian internal yang efektif mempengaruhi kecenderungan kecurangan
22
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
akuntansi.
3. Integritas manajemen
Smith
et
al.,
(1997), Beasley
(1996), Beasley
et al., (2000),
Reinstein (1998),
Matsumura
(1992),
dan
Abbot
et al.,
(2002)
Menyatakan bahwa pengendalian internal yang efektif mengurangi kecenderungan
kecurangan akuntansi.
Wilopo (2006)
 Meneliti kecenderungan kecurangan akuntansi di Indonesia. Ia mengukur
keefektifan pengendalian internal melalui instrument yang dikembangkannya
berdasarkan IAI (2001) perihal pengendalian internal.
 Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengendalian internal yang efektif
memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi di suatu perusahaan. Artinya semakin efektif pengendalian
internal di perusahaan, semakin rendah kecenderungan kecurangan akuntansi
oleh manajemen perusahaan.
Green
and
Calderon (1999),
Reinstein (1998)
dan COSO (2002)
Perilaku tidak etis dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,
kedudukan, dan sumberdaya perusahaan, mendorong manajemen melakukan
kecurangan akuntansi
Wilopo (2006)
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
moralitas manajemen memberikan
pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap perilaku tidak etis pada perusahaan
dan kecenderungan kecurangan akuntansi pada perusahaan. Artinya semakin tinggi
moralitas manajemen, maka semakin rendah kecenderungan kecurangan akuntansi.
Foster (1986)
Menyatakan faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk menyediakan
informasi laporan keuangan adalah kekuatan pasar serta kekuatan regulasi. Regulasi
ini mensyaratkan perusahaan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun
sesuai aturan atau standar akuntansi kepada para pihak yang membutuhkan.
Cara profesi diorganisir, melalui antara lain kode etik, dan ketaatan atas aturan
23
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Roberts
(2002)
et
al.,
Wolk & Tearney
(1997)
Kegagalan penyusunan laporan keuangan yang disebabkan karena ketidaktaatan
pada aturan akuntansi, akan menimbulkan kecurangan perusahaan yang tidak dapat
dideteksi oleh para auditor.
Meneliti hubungan antara ketaatan akuntansi terhadap kecenderungan perusahaan
melakukan kecurangan di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ketaatan dari akuntan atau penanggung jawab penyusun laporan keuangan
terhadap aturan akuntansi memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada perusahaan. Artinya semakin
manajemen perusahaan taat pada aturan akuntansi, semakin rendah kecenderungan
kecurangan akuntansi perusahaan.
Wilopo (2006)
al.
 Meneliti perbedaan dalam lingkungan agensi (yang direpresentasikan oleh fungsi
monitoring dan struktur insentif) dan karakteristik dari agen/ manajemen (yang
direpresentasikan oleh tim manajemen) antara perusahaan yang melakukan
kecurangan dalam hal pengungkapan dan perusahaan yang dianggap tidak
mengeluarkan pengungkapan yang menyesatkan.
 Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa merupakan hal yang penting untuk
memasukkan baik struktur agensi maupun karakteristik individu dari tim
manajemen dalam menjelaskan lingkungan kecurangan dalam perusahaan.
 Perusahaan yang melakukan kecurangan lebih cenderung memiliki tim manjemen
dengan tingkat konsentrasi tinggi atas individu tanpa pengalaman militer dan
latar belakang peripheral (hukum dan keuangan).
Agrawal
and
Chadha (in press)
Apabila direksi luar memiliki paling tidak satu anggota dengan latarbelakang
akuntansi atau keuangan maka kecenderungan melakukan restatement laba akan
lebih tinggi. Ketiadaan ahli akuntansi atau keuangan membuat direksi luar menjadi
tidak efektif dalam melakukan kesalahan akuntansi dan kecurangan.
DeAngelo (1981)
Mengemukakan bahwa kualitas audit meningkat dengan ukuran KAP karena KAP
besar mempunyai kemampuan lebih untuk berspesialisasi dan berinovasi melalui
teknologi sehingga meningkatkan kemungkinan KAP besar untuk menemukan
pelanggaran dalam sistem akuntansi perusahaan.
Latham
(2000)
4. Fungsi Auditor
akuntansi, akan memberikan pengaruh serta mengendalikan perilaku manajemen
perusahaan.
et
24
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Chen
(2006)
5. Tekanan pajak
et
al.
Meneliti dampak dari kualitas audit terhadap kecurangan di China. Hasil dari
penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berbeda antara perusahaan
yang melakukan kecurangan dan yang tidak melakukan kecurangan. Selain itu
ternyata kualitas audit tidak signifikan dalam menjelaskan kemungkinan dan deteksi
dari kecurangan yang dilakukan perusahaan.
Deis and Giroux,
1992; Latham et
al.,
1998;
Palmrose, 1987
 Menemukan asosiasi yang positif antara skala auditor (Big 5 vs Non Big 5) dan
persepsi dari kualitas audit dan kemungkinan mendeteksi kecurangan laporan
keuangan.
 Persepsinya adalah bahwa KAP Big Five (saat ini Big Four) akan lebih cenderung
dapat mendeteksi kecurangan laporan keuangan dibanding dengan non Big 5.
 Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu: (1) kemampuan untuk lebih dapat
bertahan terhadap tekanan dari klien; (2) perhatian yang lebih besar terhadap
reputasi mereka; (3) sumber daya yang lebih baik, berkaitan dengan kompetensi
dan teknologi yang lebih canggih; (4) strategi dan proses audit yang lebih kuat
(Rezaee, 2005).
Mills (1998)
Perbedaan antara laba buku dan laba kena pajak secara potensial dapat
merefleksikan tingkatan diskresi yang digunakan oleh manajer dalam meninggikan
laba
al.
Menyatakan bahwa rasio antara laba buku sebelum pajak terhadap laba kena pajak
dapat digunakan untuk mengukur tingkat konservatisme atau agresifitas dalam
akuntansi.
Joos et al. (2000)
Perusahaan dengan perbedaan antara pajak dan buku yang besar akan secara
oportunistik mengelolan laba, dan investor mengetahui hal tersebut.
Ettredge
(2006)
 Meneliti hubungan antara pajak dengan kecurangan. Mereka meneliti apakah
perbedaan antara laba buku dengan laba kena pajak yang diskalakan dengan
total asset dan biaya pajak tangguhan berhubungan dengan peninggian laba
yang berindikasi kecurangan (earnings overstatement fraud) pada tahun sebelum
terjadinya kecurangan dan pada tahun kecurangan.
 Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pajak berasosiasi secara signifikan
dengan peninggian laba yang berindikasi kecurangan.
Revsine
(1999)
et
et
al.
25
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraud): Suatu Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
 Secara spesifik kecurangan berasosiasi secara positif dengan: (1) tingkat
perbedaan antara laba buku dengan laba kena pajak yang lebih tinggi pada tahun
sebelum terjadinya kecurangan, dan (2) tingkat biaya pajak tangguhan yang lebih
tinggi pada tahun terjadinya kecurangan.
 Dengan kata lain, perbedaan antara buku dan pajak dapat digunakan sebagai
signal awal untuk terjadinya kecurangan di masa mendatang, sedangkan biaya
pajak tangguhan dapat digunakan dalam mendeteksi terjadinya kecurangan saat
ini.
26
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Konsekuensi dari kecurangan dalam perusahaan
Ketika perusahaan melakukan kecurangan, dan kecurangan tersebut diketahui oleh
masyarakat baik oleh pengawas pasar modal, investor, media, dan masyarakat pada
umumnya, maka perusahaan dan pihak-pihak yang terkait akan mengalami kerugian yang
sangat besar. Beberapa pihak yang sangat dirugikan atas kecurangan tersebut diantaranya
adalah perusahaan itu sendiri, pemegang saham, dan auditornya. Kecurangan yang
dilakukan oleh Enron misalnya mengakibatkan perusahaan tersebut dituntut bangkrut,
kerugian kapitalisasi pasar lebih dari $60 milyar, dan lebih dari 20 tuntutan hukum class
action. Lebih lanjut kasus itu juga membawa konsekuensi bagi auditor eksternalnya yaitu
Arthur Andersen dimana auditor tersebut dicabut izin usahanya karena tidak mendeteksi
dan melaporkan kecurangan yang dilakukan kliennya tersebut (Rezaee, 2005).
Kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan ini membawa kerugian yang
sangat besar bagi pemegang sahamnya. Bagi pemegang saham, biasanya bentuk
kerugiannya adalah berupa penurunan harga saham yang sangat drastis. Hal ini dapat
dilihat dari nilai kapitalisasi pasar dari saham perusahaan yang melakukan kecurangan yang
relatif menurun setelah perusahaan diidentifikasi melakukan kecurangan atau ketika
pengawas pasar modal menyampaikan surat teguran atas suatu pelanggaran.
Selain konsekuensi berupa penurunan nilai kapitalisasi pasar, perusahaan (apabila tidak ada
tuntutan bangkrut) harus melakukan perbaikan dalam berbagai aspek terutama yang
menyangkut tingkat pengendalian internal dan corporate governance-nya. Perbaikan ini
harus dilakukan untuk mengembalikan reputasi perusahaan yang cenderung menurun
setelah kecurangan yang dilakukan terdeteksi oleh publik. Penelitian empiris sebelumnya
menyatakan bahwa perbaikan dalam pengendalian internal sangatlah mahal bagi
perusahaan dalam bentuk waktu dan upaya yang dibutuhkan dalam memperbaiki
implementasi governance (Yermack, 1996; Klein, 2002). Namun, biaya yang timbul apabila
perusahaan tidak melakukan perbaikan dalam mekanisme governance-nya akan lebih tinggi
dibandingkan apabila perusahaan melakukan perbaikan.
27
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Farber (2005) meneliti hubungan antara kredibilitas perusahaan dengan corporate
governance. Ia menggunakan sampel perusahaan yang diidentifikasikan oleh SEC sebagai
perusahaan yang melakukan kecurangan dengan memanipulasi laporan keuangannya. Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
perusahaan
yang
telah
terdeteksi
melakukan
kecurangan tersebut mengambil tindakan untuk memperbaiki governance mereka. Tiga
tahun setelah kecurangan mereka terdeteksi perusahaan ini memiliki karakteristik
governance yang serupa dengan perusahaan pengendalinya (control firms) dalam hal
jumlah dan persentase anggota luar dari dewan, namun lebih banyak dalam hal jumlah
rapat komite audit dibandingkan dengan perusahaan pengendalinya. Penelitian ini juga
mengindikasikan bahwa setelah dilakukannya kecurangan, analis yang mengikuti (analyst
following) dan kepemilikan institusional tidak mengalami peningkatan, yang artinya bahwa
kredibilitas masih merupakan masalah bagi perusahaan ini. Namun, penelitian ini juga
mengindikasikan bahwa perusahaan yang mengambil tindakan untuk memperbaiki
governance mereka memiliki kinerja saham yang lebih superior, yang berarti menunjukkan
bahwa investor menghargai perbaikan dalam mekanisme governance perusahaan tersebut.
Kesimpulan
Kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan terjadi dimana-mana dan sangat merugikan
banyak pihak dalam jumlah yang tidak sedikit. IAI (2001) menjelaskan kecurangan
akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan
(2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali
disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan). Tulisan ini mencoba mengidentifikasi
faktor-faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kecurangan dan bagaimana
konsekuensi dari kecurangan perusahaan berdasarkan literatur sebelumnya. Dari literatur
sebelumnya dapat diidentifikasikan beberapa faktor yang berhubungan dengan kecurangan
perusahaan. Faktor-faktor tersebut adalah implementasi corporate governance, efektivitas
pengendalian internal, integritas manajemen, fungsi auditor dan tekanan pajak. Selain itu
juga dibahas mengenai konsekuensi dari kecurangan perusahaan yang terdeteksi oleh
pengawas pasar modal. Perusahaan yang melakukan kecurangan akan berusaha
memperbaiki reputasinya dengan melakukan perbaikan mekanisme governance dalam
perusahaannya.
28
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
DAFTAR REFERENSI
Abbott, L. J., Susan Parker, and Gary F. Peters, 2002. Audit Committee Characteristics and
Financial Statement: A Study of the Efficacy of Certain Blue Ribbon Committee
Recommendation. Working paper,. www.ssrn.com
Adams, J. S., Armen Tashchian and Ted H. Shore, 2001. Code of Ethics as Signals for
Ethical Behavior. Journal of Business Ethics vol. 209: 199-211.
Agrawal and Chadha, in press. Corporate governance and accounting scandals. Journal of
Law and Economics.
Amrizal, Ak, MM, CFE, Pencegahan dan pendeteksian kecurangan oleh internal auditor.
www.bpk.go.id
Beasley, M. S. , 1996. An Empirical Analysis of the Relation between the Board of Director
Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review, vol. 71 no. 4
(Oct.), pp: 443-465
Beasley M.S., J.V. Carcello, D.R. Hermanson and P.D. Lapides, 2000. Fraudulent financial
reporting: consideration of industry traits and corporate governance mechanisms,
Accounting Horizons 14 (2000), pp. 441–454 (December).
Bernardi, Richard A., 1994. Fraud Detection: The Effect of Client Integrity and Competence
and Auditor Cognitive Style. Auditing: A Journal of Practice & Theory, vol. 13.
Supplement, pp: 68-84
Burgstahler, D., and I. Dichev. 1997. Earnings management to avoid earnings decreases
and losses. Journal of Accounting and Economics, 24 (December): 99-126.
Chen, Gongmeng, Michael Firth, Gao, Oliver M. Rui, 2006. Ownership structure, corporate
governance and Fraud: Evidence from China. Journal of Corporate Finance, Vol 12
(3), 424-448.
Cotton DL. 2002, Fixing CPA ethics can be an inside job. http://www.washingtonpost.com
D’Aquila, J. M., 2001. Financial Accountants’ Perceptions of Management’s Ethical Standards.
Journal of Business Ethics. vol. 31: 233-244
Dallas, Lynne L., 2002. A Preliminary Inquiry into the Responcibility of Corporations and
Their Directors and Officers for Corporate Climate: The Psichology of Enron’s
Climate. Working Paper, www.ssrn.com
DeAngelo, L., 1981. Auditor size and audit quality, Journal of Accounting and Economics 3
(1981), pp. 183–199.
Dechow, P.M., R.G. Sloan and A.P. Sweeney, 1996, Cases and consequences of earnings
manipulations: an analysis of firms subject to enforcement actions by the SEC,
Contemporary Accounting Research 13 (1996) (1), pp. 1–36.
Deis D, Giroux G. 1992, Determinants of audit quality in the public sector. Accounting
Review; 67(Oct):462–79.
Ettredge, Michael, Lili Sun, Picheng Lee, Asokan Anandarajan,. 2006. Do deferred tax data
signal earning fraud?, Working paper. www.ssrn.com
Farber, David B., 2005. Restoring trust after fraud: Does corporate governance matter?,
Accounting Review, Vol 80 (2), 539-561.
Foster, G., 1986. Financial Statement Analysis 2nd edition. New Jersey, USA: Prentice Hall
International, Inc.
Jensen, Michael, and William Meckling, 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost, and ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3, 305-360.
29
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Joos, P., J. Pratt, and D.Young., 2000. Book-tax differences and the value relevance of
earnings. Working paper. Massachusetts Institute of Technology, Indiana
University and INSEAD.
Larkin, J. M., 2000. The Ability of Internal Auditors to Identify Ethical Dilemmas. Journal of
Business Ethics 23: pp 401-409.
Latham C, Jacobs F, Roush, P., 1998, Does auditor tenure matter? Res Acc Regul;(Fall):165
78.
Latham C, Jacobs F. 2000a, Monitoring and incentives factors influencing misleading
disclosures. Journal Managerial Issues;(Summer):169–87.
Matsumura, E. M., and Robert R. Tucker, 1992. Fraud detection: A Theoretical Foundation.
The Accounting Review, vol. 67 no. 4.
McMullen, D.A., 1996. Audit committee performance: an investigation of the consequences
associated with audit committees, Auditing: A Journal of Practice and Theory 16,
pp. 87–103 (Spring).
Mills, L. 1998. Book-tax differences and Internal Revenue Service adjustments. Journal of
Accounting Research (Autumn): 343-356.
Mizruchi, M. S., 1983. Who Control Whom? An Examination of the Relation between
Management and boards of Directors in Large American Corporation. Academy of
Management Review, 8, 426-435.
Palmrose Z., 1987. Litigation and independent auditors: the role of business failures and
management fraud. Aud: Journal Practice Theory;6(2):90–103.
Reinstein, A., and Bayou, M. E., 1998. A Comprehensive Structure to Help Analyse, Detect
and Prevent Fraud. Working paper, MBAYOU@SOM. UMD.EMICH.EDU
Revsine, L., D. Collins, and W.B. Johnson. 1999. Financial reporting and analysis, Upper
Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Rezaee, Zabihollah 2005, Cause, consequences, and deterence of financial statement fraud.
Critical Perspective in Accounting, 16, 277-298.
Shleifer, Andrei., Robert Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. The Journal of
Finance. June, Vol. 52 (2), 737-783.
Smith, R., Sam Tiras, and Stan Vichitlekarn, 1997. The Interaction Between Internal Control
Assessment and Substantive Testing in Audits for Fraud. Working Paper
www.ssrn.com
Steve, Albrecht W. and Albrecht Chad O, 2002. Fraud Examination. Thomson SouthWestern.
Tang, T. L. P. and Randy K. Chiu, 2003. Income, Money Etic, Pay Satisfaction, Commitment,
and Unethical Behavior: Is the Love of Money the Root of Evil for Hong Kong
Employees? Journal of Business Ethics, 46, pp: 13-20.
Uzun, S.H. Szewczyk and R. Varma, Board composition and corporate fraud, Financial
Analysts Journal 60 (2004), pp. 33–43.
Veronica, Sylvia. 2005. Pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktek
corporate governance terhadap pengelolaan laba (earnings management) dan
kekeliruan penilaian pasar, Disertasi Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Watts, R. dan J. Zimmerman. 1986 Positive Accounting Theory. Prentice-Hall, Englewood
Cliffs, NJ.
30
Faktor-faktor Penyebab dan Konsekuensi dari Kecurangan Pelaporan Keuangan ( Fraud): Suatu
Tinjauan Teoritis
Ratna Wardhani - 8605030045
Wilopo 2006, Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi: Studi pada perusahaan publik dan badan usaha milik negara di
Indonesia, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 21-69.
Wright, Patrick M., 2003. Restoring Trust: The Role of HR in Corporate Governance.
September, 2003. www.ilr.cornell.edu/cahrs
Yermack, 1996 D. Yermack, Higher market valuations of companies with a small board of
directors, Journal of Financial Economics 40 (1996), pp. 185–211.
31
Download