Menatalaksanakan diare terkait HIV Mengapa kita tidak perlu bungkam saat menderita Oleh: Derek Thaczuk, AIDS Treatment Update 167, Juni 2007 Ini bukanlah perkara yang paling sopan: dimaklumi bahwa kebanyakan orang enggan membahas secara rinci masalah buang air besar (BAB) mereka – bahkan dengan dokternya. Tetapi sebagian besar Odha harus menghadapi diare – mencret, berkali-kali, BAB secara terus-menerus akibat sistem pencernaan yang tidak sehat – pada beberapa titik dalam kehidupan mereka dan untuk beberapa dari kita ‘masalah BAB ini’ adalah bagian dari hidup sehari-hari. Bahkan, sebuah penelitian yang diterbitkan pada Mei 2007 menemukan bahwa Odha lebih mungkin mengalami diare tujuh kali dalam seminggu dibandingkan orang HIV-negatif, dan bahwa diare berdampak pada mutu hidup secara bermakna. Yang paling penting, para peneliti menyimpulkan: “Adalah penting bahwa pelayan kesehatan secara khusus memeriksa pasien Odha mereka terhadap diare sehingga gejala ini dapat ditatalaksanakan dengan maksimal.”1 Ada banyak alasan baik mengapa kita tidak harus bungkam saat menderita, dan mengapa kita harus membahas masalah BAB ini waktu datang ke klinik. Walaupun sedang sehat, mengalami diare adalah masalah dan mengganggu, tetapi BAB kronis dapat sungguh mengganggu mutu hidup kita, terutama apabila ‘tidak tertahan/ tertangkap basah’ mengakibatkan stres atau dipermalukan. Dan efek samping pada kesehatan akibat diare berat – dehidrasi, kurang gizi dan bahkan kegagalan pengobatan ART karena malabsorpsi (kegagalan penyerapan) kronis – artinya perlu perhatian secara mendesak. Ingat juga bahwa diare (khususnya apabila mengandung darah) mungkin mempunyai banyak penyebab lain dan mungkin adalah gejala kelainan perut kronis, misalnya penyakit Crohn atau bisul peradangan usus (ulcerative colitis), atau infeksi menular seksual (IMS), lymphogranuloma venereum (LGV): satu alasan baik lain untuk dibicarakan dengan dokter kita. Apakah ini HIV, atau lain lagi? Diare terkait HIV berasal dari pilihan untuk HIV berada pada saluran pencernaan – perut dan usus. Bahkan, seluruh sel sistem kekebalan tubuh hidup di dinding usus, bukan dalam aliran darah sebagaimana yang dikira orang selama ini. Dengan ketertarikkan virus terhadap sel ini, jaringan usus menjadi sasaran utama terhadap infeksi. Penelitian menentukan bahwa usus terinfeksi HIV secara luas segera setelah infeksi awal dan terus menjadi pusat infeksi yang cukup besar walau dengan viral load ‘tidak terdeteksi’ dalam darah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Peter Anton – direktur Center for HIV Prevention Research, UCLA AIDS Institute, “apabila virus mempunyai pilihan antara sel CD4 dalam darah dan sel CD4 di usus, ia akan memilih usus, tempat tipe sel kekebalan aktif yang lebih disukainya.” Infeksi yang terus berlangsung ini kemudian dapat memicu masalah lain secara bersamaan. Pada orang lain yang sehat, orang HIV-negatif, diare sering disebabkan oleh penyebab tunggal. Tidak demikian dengan HIV, yaitu berbagai faktor yang luas dan sering berlangsung secara bersamaan. Hal ini membuat diagnosis secara hati-hati dan menyeluruh adalah penting. (Kemampunan untuk berbicara langsung dengan dokter kita mengenai tinja kita – jumlah, konsistensi bahkan baunya – merupakan aset yang sangat bernilai di sini.) Antara lima dan tujuh penyebab yang mungkin pada Odha, Dr. Anton mencatat, menjadikannya penting untuk dokter dan pasien untuk memahami bahwa berbagai intervensi mungkin diperlukan sebelum melihat hasil yang dramatis. Dia mengatakan, “apabila ada lima penyebabnya dan kita mengobati salah satunya dengan keberhasilan 100%, kita mungkin masih belum melihat penurunan masalah secara langsung, walaupun sesungguhnya kita sudah berhasil melaju selangkah menuju pengobatannya.” Infeksi usus Langkah pertama pada umumnya adalah skrining terhadap infeksi awal yang disebabkan oleh bakteri, parasit atau virus – khususnya pada diare berat yang terjadi secara tiba-tiba atau disertai gejala seperti nyeri perut dan darah pada tinja. Giardia, amoebiasis, kriptosporidium, salmonela, sigela, bakteri kampilo, atau organisme lain dapat diperoleh dari makanan, minuman yang tercemar atau dari orang lain yang Dokumen ini didownload dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Menatalaksanakan diare terkait HIV terinfeksi (termasuk melalui hubungan seks oral-dubur atau ‘rimming’). Bakteri tersebut dapat lebih ganas pada orang yang sistem kekebalannya lemah. Penyakit berat akibat beberapa organisme (contohnya kriptosporidium) sebenarnya adalah kondisi terdefinisi AIDS, dan penyakit yang mengancam jiwa adalah jauh lebih sedikit pada orang dengan jumlah CD4 lebih tinggi. Tetapi, mereka yang mempunyai riwayat penyakit sebelumnya atau yang jumlah CD4-nya pernah rendah mungkin lebih berisiko. Tes diagnostik, biakan yang diambil dari contoh tinja, akan menentukan pengobatan antiinfeksi secara tepat. Efek samping obat Setelah mengetahui atau menangani infeksi awal sebagai penyebab, pengobatan biasanya adalah langkah berikut. Diare mungkin adalah efek samping terhadap serangkaian jenis antiretroviral (ARV). Dengan adanya terapi ARV (ART), apabila berhasil menekan viral load, adalah pertahanan yang utama terhadap dampak penyakit HIV, ART juga mungkin memberi tantangan. Dokter dan pasien mungkin enggan untuk mengganggu kombinasi obat yang sudah berhasil. Walau demikian, perubahan pengobatan sering dimungkinkan. Dr. Anita Rachlis, dari Division of Infectious Diseases, Rumah Sakit Sunnybrook dan Universitas Toronto, Kanada mengatakan bahwa “pertanyaannya adalah, seberapa jauh obat tersebut mengganggu kehidupan kita? Apabila masalahnya dapat ditahan, kita mungkin ingin bertahan dengan pengobatan saat ini dan menatalaksanakan gejalanya atau menerimanya, apabila mungkin.” Dan apabila tidak? “Maka kita harus mencari apakah mungkin untuk beralih ke pengobatan lain. Sebagai contoh, apabila kita [masih] memakai kapsul lopinavir, kita dapat mencoba menggantinya dengan yang tablet.” Walaupun ARV tertentu, misalnya lopinavir dan nelfinavir adalah yang selalu dicurigai, reaksinya mungkin cukup individu. “Saya mempunyai pasien yang diare akibat efavirenz yang tidak akan pernah kita duga,” Dr. Rachlis mencatat, “sehingga kita mencari alasan lain, dan apabila pengobatannya bermasalah, maka ganti apabila kita mampu. Apabila kita memiliki pilihan lain yang tepat secara medis, yaitu yang kita tidak resistan terhadap obat tersebut atau tidak akan menimbulkan masalah misalnya interaksi obat, kita dapat mencobanya. Apabila pilihan kita terbatas, kita mungkin harus bertahan dengan yang sedang dipakai dan mencoba menatalaksanakan gejalanya.” Pencernaan dan saluran perut-usus Proses pencernaan mengambil makanan yang kita makan, menguraikan sesuai dengan unsurnya, dan menyaring gizi yang dibutuhkan tubuh kita. Sistem pencernaan ini terjadi dalam saluran perut-usus (gastrointestinal/GI) yang termasuk perut, usus kecil dan besar. Pencernaan sesungguhnya dimulai saat makanan dikunyah dan ditelan, makanan dihaluskan lebih lanjut dalam lambung oleh tambahan enzim pencernaan. Hasilnya – adonan gizi yang kental – kemudian disalurkan ke usus. Sebagian besar gizi yang diperlukan tubuh diserap dalam usus halus, sisanya diteruskan ke usus besar, dan dikeluarkan dari tubuh. Proses pencernaan yang normal membuang hampir 11 liter cairan ke dalam usus besar setiap hari. Usus besar yang sehat akan menyerap kembali sebagian besar air ini, mencegah dehidrasi dan menghasilkan bentuk tinja yang baik sebagaimana yang diharapkan. Luka atau radang usus akan membuang air begitu saja, mengakibatkan diare. Waspadai apa yang kita makan Lemak dalam makanan secara khusus sering menimbulkan masalah. “Kami melihat masalah pencernaan lemak pada sejumlah besar Odha,” dikatakan oleh Peter Anton. Hal ini mungkin karena enzim pankreas yang tidak cukup untuk mencerna lemak. Lebih sering, alasan yang tepat belum dipahami secara jelas, tetapi hasil akhirnya adalah sama: lemak tidak terserap secara baik dalam saluran pencernaan. “Untuk setiap seratus gram lemak yang kita makan, hanya kurang lebih nol hingga tujuh gram yang akhirnya dikeluarkan,” dikatakan oleh Anton. Namun, pada Odha, mungkin mencapai 15 hingga 40 gram, menyebabkan BAB yang berminyak, sering, meledak dan bau. “Apabila lemak tidak terserap di saluran pencernaan bagian atas, lemak turun ke usus besar yang bukanlah tempatnya,” Anton menjelaskan. –2– Menatalaksanakan diare terkait HIV “Bakteri senang berada di sana: mereka memakannya.” Gas busuk dan produk buangan lain yang dihasilkan lebih merusak usus, dampak selanjutnya yang mengakibatkan lebih banyak diare. Tetapi, karena lemak adalah bagian penting dari makanan, Anton menyarankan apa yang juga disarankan oleh banyak ahli gizi: makanan sedikit, lebih sering. Makan lima atau enam kali sehari porsi sedikit, plus makanan kecil seperti kacang-kacangan, “seolah-olah menyusupkan lemak ke dalam sistem” tanpa memperbesar kemampuan sistem pencernaan untuk memrosesnya. Enzim pankreas dapat diperoleh dalam bentuk suplemen. Asidofilus Yang juga dikenal bakteri ‘bersahabat’ yang biasanya ditemukan dalam usus mungkin hilang karena penggunaan antibiotik yang lama: ‘probiotic’ – suplemen makanan yang mengandung bakteri atau ragi yang mungkin bermanfaat – termasuk suplemen bakteri laktobasilus asidofilus, dapat membantu mengganti persediaan bakteri usus yang sehat. Tetapi, pastikan mencari produk yang bermutu; sebagai organisme yang hidup, sering tidak bertahan selama proses dan penyimpanan. Apabila mencoba dengan suplemen, beli dari penjual yang terpercaya yang dapat menyarankan merek yang dapat diandalkan. Intervensi lain Masalah pencernaan mungkin tetap ada walaupun setelah faktor diatas dikendalikan, kebanyakan karena organ pencernaan tidak berfungsi secara paling efisien. (Hal ini mungkin dicirikan sebagai ‘penyakit fungsi pencernaan’ atau ‘sindrom iritasi usus besar’.) Berbagai pereda sudah ditunjukkan untuk membantu fungsi pencernaan terkait HIV, termasuk suplemen larutan serat makanan, kalsium dan asam amino yang disebut L-glutamine. Sebagian besar ahli menyarankan memasukkan serat ispagula sebagai bagian dari strategi mengobati diare. Sejenis kulit ari biji-bijian, ispagula juga disebut psilium. Ispagula adalah unsur penting dari produk yang bebas dijual tanpa resep dokter, tetapi juga tersedia (dengan harga yang lebih murah) di toko makanan kesehatan dan toko grosir makanan lain. Tetapi, adalah penting untuk memperhatikan takarannya. Pada takaran yang lebih rendah, ia menyerap air seperti busa, memadatkan tinja dan membantu membersihkan saluran pencernaan. (Ispagula dicampur dengan jus atau air dan kemudian segera diminum – apabila dibiarkan di gelas hanya satu atau dua menit, kita akan melihat dampak ‘agar instan’ yang sedang terjadi.) Tetapi, pada takaran yang lebih tinggi, ispagula menjadi pencahar, sehingga para ahli menyarankan memulai dengan satu atau dua sendok teh per hari dan meningkatkannya secara perlahan untuk melihat takaran yang terbaik. Anton mengatakan, “beberapa orang mencoba terlalu banyak pada awal, mengakibatkan kembung dan kram/kejang serta kemudian menyerah. Saya berpendapat 80 hingga 90 persen orang menanggapinya pada serat saja dengan cukup baik, asal dengan takaran yang tepat.” Mencoba suplemen kalsium juga bermanfaat. Anita Rachlis mengatakan, “Namun, bukanlah hal yang buruk untuk menambahkan kalsium dalam pola makan kita, karena keropos tulang lebih sering kita lihat dengan penggunaan ART.” Di klinik Hal Huff yang memakai metode berlangkah-langkah yang bijaksana untuk memperkenalkan pendekatan yang berbeda, “biasanya kami memulai dengan 1.000mg kalsium karbonat dua kali sehari, dan dapat ditingkatkan hingga 5g per hari.” Beberapa penelitian kecil menemukan bahwa suplemen kalsium bermanfaat, terutama dengan diare yang terkait dengan nelfinavir.2 L-glutamine, pada dosis yang cukup tinggi (mulai 5g hingga 30g per hari) mungkin lebih bermanfaat. Penelitian3,4 memberi kesan keberhasilan dalam mengurangi diare dan memperbaiki penyerapan ARV tidak tersedia. L-glutamine tersedia dalam bentuk bubuk di toko makanan kesehatan, khususnya toko langganan binaragawan. Terakhir, tentunya, obat serupa dengan loperamid (Imodium) yang bebas dibeli tanpa resep dokter dan Lomotil (diphenoxylate hydrochloride dan atropin sulfat) yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter dapat mengurangi gejala. Lomotil, obat berbasis candu/opiat, hanya cocok untuk dipakai dalam jangka pendek, tetapi loperamid dapat dipakai untuk jangka panjang karena tubuh tidak menjadi kecanduan. Sedangkan pada pengobatan lain, strategi ini adalah dengan menyesuaikan takarannya secara perlahan sampai kita menemukan tingkat yang paling efektif. Dalam kasus yang sungguh dapat dilacak, mungkin –3– Menatalaksanakan diare terkait HIV perlu untuk mengganti dengan morfin (sebagai morfin sulfat yang dikeluarkan secara perlahan, atau MST). Sebagai jenis madat, morfin mempunyai unsur konstipasi yang kuat – tetapi tentu saja sangat membuat kecanduan dan membahayakan. Tentu saja, sebuah gambaran yang rumit, tetapi “orang harus memahami bahwa ini mungkin proses yang lamban,” Dr. Anton mengatakan. “Masalahnya berkembang secara bertahap, dan harus ditangani secara bertahap, tetapi apabila kita sabar dan menyeluruh biasanya kita dapat menanganinya.” Petunjuk dan kiat-kiat pola makan • Apabila tiba-tiba diare (awal), jangan makan, dan tetap berbaring. Minum air sedikit saja (idealnya oralit dilarutkan dalam air, minuman seperti kola yang sudah hilang sodanya juga dapat dipakai) selama 24 jam dan kemudian makan makanan yang lembek (mis: biskuit kering yang direndam air). Apabila diare berlanjut lebih dari 24-48 jam, berobat ke dokter. • Untuk diare kronis, terus minum. Mengurangi minum untuk mengurangi apa yang akan dikeluarkan tidak akan berhasil. Apabila kita menderita diare, pastikan mengganti cairan dan garam yang sudah terbuang. • Bagaimana kita makanan mungkin sama pentingnya dengan apa yang dimakan. Usahakan tidak banyak minum menjelang waktu makan – air akan melarutkan enzim pencernaan dan menyebabkan makanan lebih sulit dicerna. Minum yang banyak di antara makanan. • Mengunyah makanan secara menyeluruh membuat proses pencernaan lebih dini dan mengurangi beban di usus. • Makanan yang perlu dicoba: pisang, nasi putih, roti putih, pasta putih, apel (lebih baik bila dikupas dan dimasak), gandum, kentang yang dihaluskan atau yoghurt. • Makanan yang harus dihindari: berminyak, berlemak, atau gorengan, makanan berempah, kafein, dan sayuran mentah – dimasak lebih mudah untuk dicerna. • Walaupun susu dan produk susu lain sering dilihat sebagai makanan yang harus dihindari, penelitian baru5 pada Odha menemukan bahwa sejumlah kecil laktose sesungguhnya tidak memperburuk diare. kita boleh mencoba-cobanya sendiri untuk melihat sejauh mana kita dapat menerima susu dan produk susu lain. • Serat ada dua jenis: yang dapat larut dan tidak. Jenis yang dapat larut – ditemukan pada ispagula dan banyak makanan yang disarankan di atas – membantu BAB. secara menyeluruh. Serat yang tidak larut – ditemukan dalam biji gandum, jagung dan sebagian besar sayuran dan kulit buah serta biji-bijian – cenderung mengganggu pencernaan dan sebaiknya dihindari. Referensi 1. Siddiqui UJ et al. Prevalence and impact of diarrhoea on health-related quality of life in HIV-infected patients in the era of Highly Active Antiretroviral Therapy. Clin Gastroenterol 41: 484-490, 2007. 2. Turner MJ et al. The efficacy of calcium carbonate in the treatment of protease inhibitor-induced persistent diarrhoea in HIV-infected patients. HIV Clin Trials 5: 19-24, 2004. 3. Bushen OY et al. Diarrhoea and reduced levels of antiretroviral drugs: improvement with glutamine or alanylglutamine in a randomized controlled trial in northeast Brazil. Clin Infect Dis. 38: 1764-1770, 2004. 4. Heiser CR et al. Probiotics, soluble fiber, and L-Glutamine (GLN) reduce nelfinavir (NFV)- or lopinavir/ritonavir (LPV/r)-related diarrhoea. J Int Assoc Physicians AIDS Care 3: 121-129, 2004. 5. Tinmouth J et al. The effect of dairy product ingestion on human immunodeficiency virus-related diarrhoea in a sample of predominantly gay men: a randomized, controlled, double-blind, crossover trial. Arch Intern Med 166: 1178-1183, 2006. –4–