Antropologi Diaspora Keturunan Hadramaut di Indonesia Timur Laut Dikirim oleh humas3 pada 13 Agustus 2012 | Komentar : 1 | Dilihat : 8165 Dr. Martin Slama: Antropologi Diaspora Keturunan Hadramaut di Indonesia Timur Laut Peneliti dari Institute for Social Anthropology, Austrian Academy of Sciences (Vienna-Austria), Dr. Martin Slama menyebut bahwa sebagian besar orang keturunan Arab di Indonesia berasal dari Hadramaut (Yaman). "Di jaman kolonial, selain Pulau Jawa, Indonesia Timur juga menjadi tujuan bermigrasi orang Hadramaut," kata Dr. Martin Slama. Dewasa ini, sudah tidak ada lagi orang Hadramaut asli di Indonesia, oleh karena itu Martin menyebutnya sebagai orang keturunan Hadramaut, sebab telah terjadi pernikahan antara orang Hadramaut dengan masyarakat setempat. Hal ini ia sampaikan dihadapan dosen dan mahasiswa Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dalam kuliah tamu berjudul "Antropologi Diaspora dan Islam Translokal: Jaringan Keturunan Orang Hadramaut dan Perkembangan Agama Islam di Indonesia Timur Laut", Senin (13/8). Orang-orang Hadramaut ini kemudian membentuk diaspora (masyarakat yang menyebar ke berbagai tempat), melalui tiga cara yakni jaringan vertikal (dengan masyarakat setempat), jaringan lateral (sesama orang Hadramaut yang tinggal di daerah asalnya) dan transnasional (dengan orang Hadramaut yang tinggal di wilayah-wilayah lain). Mengutip seorang antropolog asal Srilanka yang mengajar di Amerika Serikat, Stanley Tambiah menyebut bahwa tiga macam jaringan tersebut mencirikan sebuah diaspora. Pada akhir abad ke-19, arus migrasi dari Hadramaut meningkat dengan dibukanya Terusan Suez seiring munculnya kapal uap. Kemudian orang Hadramaut dan keturunannya membentuk jaringan kekerabatan, perdagangan dan agama. Di Indonesia Timur Laut (yang sekarang ini menyangkut Propinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara), diantaranya kopra dan kain adalah komoditas yang diperdagangkan orang Hadramaut. Mulai pertengahan abad 20, diaspora ini berkembang secara melembaga melalui sebuah organisasi Islam yang bernama Al Khairaat. Lembaga yang didirikan Sayyid Idrus Al-Jufri ini sangat berperan dalam pendidikan Islam di Indonesia Timur laut. Pendiri Al Khairaat, Sayyid Idrus Al-Jufri, yang akrab disapa dengan sebutan Guru Tua ini sampai sekarang dihormati oleh masyarakat kawasan tersebut sebagai sosok yang sederhana dan dermawan. "Cara berdakwah yang santun serta mobilitas yang tinggi merupakan kunci keberhasilan Sayyid Idrus Al-Jufri dan Al Khairaat nya yang sangat berkontribusi pada perkembangan jaringan Islam translokal di Indonesia Timur Laut," kata Sam Martin, demikian ia disapa dengan logat Malang dalam kesempatan tersebut. [nok] Artikel terkait Mengoptimalkan Peran Guru Kelas Untuk Mencegah Kenakalan Remaja Mahasiswa Ilmu Politik Juarai Lomba Debat Nasional Dosen UB, Menkominfo dan Jubir Kepresidenen Bahas Humas Digital Pojok Literasi Kartini 'Habis Gelap Belum Tentu Terang' Kemenlu Gandeng FISIP UB Gelar Jarmasda Tentang Bencana