bab iv pembahasan

advertisement
 BAB II Tinjauan Teoritis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada
bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan
serta penjelasan mengenai metoda – metoda yang digunakan dalam perancangan
penguat yang akan direalisasikan
2.1
Tinjauan Pustaka
Dari studi literature yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa poin yang
dapat diterapkan pada penguat daya RF yang akan dirancang, yaitu :
1) Menurut Chris Bowick, dalam bukunya yang berjudul RF Circuit Design
pada chapter 1 menyatakan bahwa komponen – komponen yang
digunakan untuk merancang penguat daya RF memilikki berbagai macam
jenis yang berpengaruh terhadap frekuensi yang digunakan. Dimana
frekuensi yang digunakan mempengaruhi kelinearan dari komponen yang
digunakan [1]
2) Teori rangkaian listrik menyatakan bahwa transfer daya akan maksimum
bila apabila penyesuai impedansi yang digunakan tepat. Adapun tipe–tipe
rangkaian penyesuai impedansi adalah rangkaian L, rangkaian π dan
rangkaian T. Menurut Utomo dalam jurnalnya yang berjudul Pemancar
FM menyebutkan bahwa rangkaian yang biasa digunakan untuk
menyesuaikan impedansi adalah rangkain tipe L [5].
Dari kedua uraian di atas, akan direalisasikan penguat daya RF dengan
memperhitungkan pengaruh komponen sesuai dengan frekuensi yang digunakan
[1] dan menggunakan penyesuai impedansi yang sesuai agar mendapatkan transfer
daya maksimum dengan tujuan dicapainya output yang sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan.
.
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
4
BAB II Tinjauan Teoritis
2.2
Komponen R, L dan C pada Frekuensi Tinggi
2.2.1
Resistor
Resistor adalah komponen elektronik 2 kutub yang didesain untuk
menahan
arus listrik dengan memproduksi penurunan tegangan di antara kedua
kutubnya
sesuai dengan arus yang mengalirinya. Resistor bersifat resistif dan
umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut
Ohm atau dilambangkan dengan symbol Ω (Omega).
Berikut adalah rangkaian ekuivalen dari resistor :
Gambar 1. Rangkaian Ekuivalen Resistor
Tidak semua resistor dapat digunakan dalam frekuensi tinggi. Ada
beberapa resistor yang dapat digunakan untuk frekuensi tinggi, misalnya resistor
tetap, amposition film dan resistor khusus untuk frekuensi yang sangat tinggi.
Wedlock dan Roberge [5] telah menyatakan bahwa suatu resistor dapat mulai
bersifat seperti kapasitor atau induktor pada daerah
RF. Perilaku tersebut
disebabkan oleh adanya kapasitansi stray atau induktansi stray. Karena kedua hal
tersebut pada umumnya tidak diinginkan dan membatasi unjuk kerja komponen
komponen pada frekuensi tinggi, maka mereka dinamakan juga sebagai parasitic
effects.
2.2.2 Kapasitor
Kapasitor adalah komponen elektronika yang mampu menyimpan arus dan
tegangan listrik untuk sementara waktu. Seperti juga halnya resistor, kapasitor
termasuk salah satu komponen pasif yang banyak digunakan dalam membuat
suatu rangkaian.
Dalam bidang elektronika, komponen kapasitor disebut juga kondensator.
Kapasitor sendiri berasal dari kata kapasitance (kapasitas), yang artinya adalah
untuk menyimpan arus listrik (didalam istilah elektronika disebut muatan listrik).
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
5
BAB II Tinjauan Teoritis
Gambar 2. Rangkaian Ekuivalen Kapasitor
Dalam operasi frekuensi tinggi,efek induktasi yang ditimbulkan oleh kaki-
kaki kapasitor dapat menimbulkan perubahan karakteristik dari kapasitor itu
sendiri,menjadi komponen yang komplek yang terdiri dari induktansi, kapasitansi,
dan resistansi.
Besarnya pengaruh reaktansi kapasitif adalah :
Xc=
( 1)
Dimana,
Xc = reaktansi kapasitif (Ω)
F = frekuensi (Hz)
C = kapasitansi (F)
2.2.3
Induktor
Induktor merupakan salah satu komponen yang sering dipakai dalam
perancangan rangkaian resonansi filter, penggeser phasa dan RFC (Radio
Frequency Choke). RFC digunakan untuk mencegah atau setidaknya menurunkan
sinyal AC agar tidak masuk ke suatu bagian dari rangkaian. Besarnya nilai
reaktansi indutif (XL) dari suatu induktor tergantung pada frekuensi yang
digunakan dan nilai induktansi dari induktor tersebut, yang sesuai dengan
persamaan berikut ini :
( 2)
Gambar 3. Rangkaian Ekuivalen Induktor
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
6
BAB II Tinjauan Teoritis
Induktor yang digunakan pada perancangan penguat RF ini menggunakan
induktor dengan inti udara, dimanana banyaknya lilitan yang diperlukan untuk
mencari sebuah induktor dengan sebuah harga dapat dicari menggunakan
persamaan
:
( 3)
Dimana,
N = banyaknya lilitan yang diperlukan
L = nilai induktansi dari induktor
r = jari-jari lilitan (cm)
l = panjang lilitan (cm)
sedangkan diameter dari kawat yang digunakan dapat dicari dengan
persamaan
( 4)
Dimana,
dkawat = diameter kawat tembaga (cm)
l = panjang lilitan (cm)
N = banyaknya lilitan
2.3
Transistor pada Frekuensi Tinggi
Komponen aktif yang digunakan pada penguat RF bisa berupa transistor
atau Integrated Circuit (IC). Pada proyek akhir yang akan direalisasikan ini
komponen aktif yang digunakan adalah sebuah transistor npn bipolar. Transitor
ini disebut bipolar karena struktur dan prinsip kerjanya tergantung dari
perphindahan electron di kutub negatif maupun kekurangan electron (hole) di
kutub
positif.
Perbedaan
penggunaan
transistor
pada
frekuensi
tinggi
dibandingkan dengan transitor pada frekuensi rendah adalah efek kapasitansi,
induktansi dan resistansi parasitiknya.
Transistor pada frekuensi tinggi mempunyai model ekivalen yang disebut
model hybrid π dengan konfigurasi common-emmiter, yang memiliki komponen
umpan balik.
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
7
BAB II Tinjauan Teoritis
Di bawah ini adalah gambar rangkaian ekuivalan transistor model Hybrid
untuk frekuensi tinggi menurut Chris Bowick dalam bukunya yang berjudul RF
Circuit Design.
RB’C
CC
B
RBB’
IB
RB’E
RCE
CE
βIB
RL
E
E
(a)
RB’C
CC
B
C
RBB’
LB
IB
RB’E
LC
RCE
CE
βIB
RL
LE
E
E
(b)
Gambar 4. (a) Rangkaian Ekuivalen Transistor Model Hybrid
(b) Rangkaian Ekuivalen Transistor Model Hybrid dengan
pengaruh kaki transistor
Dimana :
RB/ RC/RE = resistansi pada junction basis /collector/emitter
LB/ LC/ LE = induktansi pada junction basis /collector/emitter
CC/CE
= kapasitansi pada junction basis /collector/emitter
IC
=
hfe
=
IB
=
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
( 5)
( 6)
8
BAB II Tinjauan Teoritis
Gambar 4(a) hanya menggambarkan komponen yang terdapat dalam
transistor itu sendiri. Untuk menghubungkan transistor dengan kaki-kakinya
dibutuhkan sebuah kawat yang disebut bonding wire. Kawat penghubung tersebut
jika dalam frekuensi tinggi menimbulkan efek induktansi terhadap rangkaian
ekuivalen
transistor. Kaki-kaki dari transistor tersebut cenderung menjadi
induktansi seri dan rangkaian euivalen dari transistor berubah menjadi seperti
Gambar 4(b) dimana LB, LE dan Lc adalah kaki dari basis, emitter dan kolektor.
2.4 Large Signal Amplifier
Pada Penguat Sinyal kecil untuk mencari penyesuai impedansi digunakan
spesifikasi parameter Y dan S sedangkan untuk penguat daya RF, Pabrikan akan
memberikan spesifikasi untuk large signal input impedance dan large signal
output impedance dari tipe transistor tersebut. Parameter – parameter yang
tercantum dalam datasheet didapat dari hasil pengukuran pada saat komponen
beroperasi sebagai matched amplifier pada tegangan DC dan level daya output RF
tertentu. Matched amplifier adalah keadaan dimana impedansi input dan
impedansi output match terhadap sumber dan beban.
Informasi penting untuk perancangan suatu penguat daya RF yang terdapat
pada datasheet RF power transistor adalah nilai impedansi input dan impedansi
output sinyal besar. Di dalam datasheet juga terdapat informasi mengenai
impedansi seri dan parallel hal ini akan memberi kemudahan bagi perancangan
untuk menentukan format impedansi yang dibutuhkan dalam perancangan
penguat. Informasi mengenai komponen seri dan parallel yang di gunakan tersebut
biasanya sesuai dengan spesifikasi tertentu yang juga dicantumkan pada
datasheet. Contoh datasheet terlampir pada lampiran III.
Besarnya daya sinyal input yang diperlukan untuk menghasilkan daya
output yang diinginkan juga di cantumkan pada datasheet. Sebagai catatan apabila
level input driver di naikan maka frekuensi akan beratambah. Daya output akan
turun apabila frekuensi operasi bertambah dengan kondisi level daya input tetap.
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
9
BAB II Tinjauan Teoritis
2.5
Kelas Operasional Penguat Daya
Penguat daya diklasifikasikan berdasarkan kelas operasinya. Masing-
masing kelas operasi mempunyai sifat yang berbeda satu sama lain. Pengggunaan
dari masing-masing kelas disesuaikan dengan kebutuhan. Kelas operasi
menentukan
linieritas dan efisiensi dari penguat daya. Linieritas adalah
perbandingan dari seberapa mirip sinyal output menyerupai sinyal inputnya.
Penguat yang linear adalah penguat yang sinyal outputnya berbanding lurus
dengan inputnya. Sedangkan efisiensi adalah perbandingan daya output dan daya
dari penguat. Sistem penguat dikatakan memiliki tingkat efisiensi tinggi
input
(100 %) jika tidak ada rugi-rugi pada proses penguatannya atau tidak ada daya
yang terbuang menjadi panas. Berdasarkan lokasi titik kerja, kelas operasi penguat
daya dapat dibagi beberapa kelas yaitu kelas A, B, AB dan C.
2.5.1
Penguat Daya Kelas A
Karakteristik dari penguat kelas A adalah titik kerja dari penguatnya yang
berada pada bagian tengah garis bebn DC pada transistor. Penguat ini diberi bias
sehingga arus output mengalir secara terus menerus. Tingkat sinyal input yang
masuk men-drive penguat menjadi kecil untuk menjaga agar penguat tidak
menjadi cut-off. Dengan kata lain transistor bekerja satu siklus penuh sebesar 360o
dari sinyal inputnya.
Gambar 5. Rangkaian Bias penguat kelas A
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
10
BAB II Tinjauan Teoritis
Ic (mA)
Garis beban DC
Q
6
12
Vce
Gambar 6. Garis beban DC penguat kelas A
Garis beban pada penguat ini ditentukan oleh resistor R1 dan R2 dari rumus
VCC = VCE + IcRc + IeRe. Jika Ie = Ic maka dapat disederhanakan menjadi VCC =
VCE + Ic (Rc+Re). Sedangkan resistor R3 dan R4 dipasang untuk menentukan arus
bias. Besarnya nilai resistor-resistor pada rangkaian tersebut dapat ditentukan
dengan menetapkan besar arus Ib yang biasanya tercantum pada datasheet
transistor yang digunakan.
Penguat kelas A adalah penguat yang paling linear dari semua kelas
amplifier yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sinyal outputnya yang sama
persis dengan sinyal outputnya. Sedangkan untuk efisiensinya, penguat kelas A
memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya 25% - 50%. Hal ini disebabkan
karena titik kerja pada kelas A tersebut, sehingga walaupun tidak ada sinyal
input (atau ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif
dengan arus bias konstan. Transistor selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar
dari sumber catu daya terbuang menjadi panas. Karena ini juga transistor penguat
kelas A perlu ditambah dengan pendingin ekstra seperti heatsink yang lebih besar.
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
11
BAB II Tinjauan Teoritis
Gambar 7. Rangkaian Resonansi Penguat Kelas A
2.5.2 Penguat Daya Kelas B
Operasi kelas B sebuah transistor berarti bahwa arus kolektor hanya
mengalir 180o dari siklus AC. Ini berarti bahwa titik kerja ditempatkan di dekat
titik putus dari kedua garis beban DC dan AC.
Penguat kelas B lebih efisien dari penguat kelas A (50% – 70%) karena
penguat kelas B akan bekerja jika ada sinyal input sehingga tidak banyak daya
yang terbuang. Namun, linearitasnya lebih kecil dari kelas A. penguat kelas B
memiliki karakteristik yang akan menghasilkan distorsi harmonisa yang harus
difilter dari sinyal penguatannya.
Konfigurasi yang paling sering digunakan untuk kelas B adalah konfigurasi
push pull seperti di tunjukkan oleh Gambar 8. Pada konfigurasi tersebut, satu
transistor bekerja selama setengah siklus positif dan transistor yang satunya lagi
bekerja pada setengah siklus negatif. Dengan menggunakan konfigurasi push pull,
biasanya sinyal menjadi terbagi menjadi dua. Masing- masing bagian lalu di
kuatkan dan di satukan kembali pada outputnya.
Penggunaan satu transistor pada penguat kelas B juga dapat digunakan.
Namun, dengan syarat adanya penambahan rangkaian resonansi pada output dari
transistor agar dapat mereproduksi „setengah bagian‟ yang lain dari sinyal input.
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
12
BAB II Tinjauan Teoritis
Gambar 8. Rangkaian bias penguat kelas B
Ic(sat)
Gambar 9. Garis Beban DC Penguat Kelas B
Gambar 10. Rangkaian Resonansi Penguat Kelas B
2.5.3 Penguat Daya Kelas C
Penguat kelas C adalah penguat yang titik kerja dari transistor yang
diguakan berada pada daerah cut off. Transistor diberi bias dimana tidak ada arus
kolektor yang mengalir pada transistor. Lineraritas dari kelas C adalah yang
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
13
BAB II Tinjauan Teoritis
terburuk jika dibandingkan dengan kelas – kelas penguat lainnya. Hal ini
disebabkan karena penguat kelas C hanya bekerja pada setengah siklus saja
sehingga output yang dihasilkan cacat. Namun, dari segi efisiensi, kelas C
memiliki
efisiensi yang paling besar yaitu sekitar 85 % karena penguat kelas C
hanya
bekerja ketika adanya sinyal input yang diberikan pada transistor.
Untuk memberi bias pada transistor dalam konfigurasi kelas C, sangat
penting untuk membuat reverse bias pada base – emitter junction. Biasing
external biasanya tidak diperlukan karena transistor memungkinkan untuk
mendorong
untuk menghasilkan biasing-nya sendiri. Jika
basis transistor
dikembalikan
ke ground melalui RFC (Radio Frequency Choke), arus basis akan
mengalir melalui resistansi yang ada pada basis internal (rbb) untuk menjaga basis
– emitter tetap dalam keadaan reverse bias.
Gambar 11. Rangkaian Bias Penguat Kelas C
Gambar 12. Rangkaian Resonansi Penguat Kelas C
2.5.4 Penguat Daya Kelas AB
Penguat kelas AB adalah pengembangan dari penguat kelas B untuk
mengatasi distorsi croos-over yang timbul. Penguat kelas AB biasanya digunakan
dalam konfigurasi push pull seperti kelas B. Penguat kelas AB memiliki daerah
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
14
BAB II Tinjauan Teoritis
kerja antara titik kerja penguat kelas A dan penguat kelas B. Titik kerja tersebut
dibuat dengan tujuan agar pada saat transisi sinyal dari phase positif ke phase
negatif dan sebaliknya, terjadi overlap diantara transistor Q1 dan Q2. Pada saat
itu, transistor Q1 masih aktif sementara transistor Q2 mulai aktif dan demikian
juga pada phase sebaliknya.
Ada beberapa teknik yang sering dipakai untuk menggeser titik Q sedikit
di atas daerah cut-off. Salah satu contohnya adalah seperti Gambar 13 berikut ini.
Resistor R2 di sini berfungsi untuk memberi tegangan jepit antara base transistor
Q1 dan
Q2. Nilai resistor R2 ditentukan untuk memberikan arus bias tertentu bagi
kedua
transistor. Tegangan jepit pada R2 dihitung dari pembagi tegangan R1, R2
dan R3 dengan rumus VR2 = (2VCC) R2/(R1+R2+R3). Lalu tentukan arus base
dan lihat relasinya dengan arus Ic dan Ie sehingga dapat dihitung relasinya dengan
tegangan jepit R2 dari rumus VR2 = 2x0.7 + Ie(Re1 + Re2).
Gambar 13. Rangkaian Bias Penguat Kelas AB
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
15
BAB II Tinjauan Teoritis
Gambar 14. Rangkaian Resonansi Penguat Kelas AB
2.6 Pra Tegangan (Biasing)
Dalam pemberian pra tegangan (biasing) berfungsi untuk menentukan
garis beban DC dan titik kerja transistor. Tipe dari bias yang digunakan untuk
transistor daya RF ditentukan oleh kelas penguat yang di inginkan. Adapun
beberapa contoh rangkaian biasing yang digunakan adalah :
Fixed Biasing
Self Biasing
2.6.1 Rangkaian Fixed Bias
VCC
RC
IB+IC
VC
IB
VCE
RE
VB
VBE
Gambar 15. Rangkaian fixed bias
Untuk analisis DC, rangkaian bisa di-isolasi (diphisahkan) dari input AC
dengan mengganti kapasitor dengan rangkaian terbuka (open circuit).Untuk tujuan
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
16
BAB II Tinjauan Teoritis
analisis, supply tegangan VCC bisa diphisahkan menjadi dua, masing-masing
untuk input dan output
Persamaan pada loop Basis Emitter dengan menggunakan hukum
tegangan
Kirchhoff:
+
RB
-
+
VCC
IB
-
+
VBE
-
Gambar 16. Loop basis emitter
VCC - IBRB - VBE = 0
( 7)
Selain itu, dari gambar 16, didapat persamaan sebagai berikut:
IB = (VCC - VBE) / RB
( 8)
VBE = VB - VE
( 9)
Karena VE = 0 maka VBE = VB
( 10)
Persamaan pada loop Collector Emitter dengan menggnakan hukum
tegangan Kirchhoff:
+
RC
IC
+
+
VCE
-
VCC
-
Gambar 17. Loop Collector-Emitter
VCE + IcRc – VCC = 0
( 11)
Maka untuk mencari VCE, didapat persamaan sebagai berikut:
VCE= VCC – ICRC
( 12)
Selain itu mencari VCE dapat pula menggunakan persamaan berkut:
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
17
BAB II Tinjauan Teoritis
VCE = VC – VE
( 13)
Karena VE = 0 V maka VCE = VC
( 14)
2.6.2
Rangkaian Self Bias
VCC
R1
IBB+IB
RC
IC
VC
IB
VCE
VBB
VBE
IE
R2
IBB
VE
RE
Gambar 18. Rangkaian self bias
Self bias adalah teknik pemberian tegangan
basis transistor dan kaki
transistor yang berdiri sendiri. Rangkaian self bias ini sering juga disebut sebagai
rangkaian pembagi tegangan (voltage divider)Error! Reference source not
found.].
Berikut adalah langkah – langkah yang dilakukan untuk analisa DC
rangkaian dengan self bias :
1.
Mencari RTH
Sumber rangkaian diganti dengan short circuit seperti gambar di bawah ini
sehingga didapat:
RTH = R1||R2
( 15)
Atau dapat ditulis dengan persamaan berikut:
RTH =
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
( 16)
18
BAB II Tinjauan Teoritis
R1
R2
RTH
Gambar 19. Menentukan RTH
2. Mencari VTH
Untuk menentukan tegangan Thevenin, VCC dikembalikan ke rangkaian dan
rangkaian di open seperti gambar 19 sehingga didapat:
VTH =
( 17)
R1
+
+
VCC
R2
VTH
-
Gambar 20. Menentukan VTH
3. Gambar rangkain Thevenin lalu gunakan hokum Kircchhoff untuk
menyelesaikan persamaan
RTH
B
+
VTH
+
IB
-
VBE
-
RE
E
IE
Gambar 21. Rangkaian ekuivalen Thevenin
Maka persamaan untuk gambar 21 adalah:
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
19
BAB II Tinjauan Teoritis
VTH – IBRTH – VBE – IB RE = 0
( 18)
Substitusi IE = (β +1) IB sehingga akan didapat persamaan IB sebagai
berikut:
IB = (17)
2.7
Penyesuai Impedansi
Penyesuai impedansi sering digunakan pada rangkaian frekuensi radio agar
diperoleh transfer daya maksimum antara sumber dan beban. Rugi-rugi yang
terjadi pada suatu rangkaian penguat sinyal besar tidak dapat di toleransi. Oleh
karena
itu, ketelitian dalam perancangan sebuah penguat RF perlu diperhatikan,
agar impedansi sumber sesuai dengan impedansi bebannya.
Rangkaian penyesuai impedansi dengan menggunakan element lumped
terbagi menjadi 3 macam bentuk penyesuai impedansi, yaitu tipe L, tipe T dan
tipe Phi (π).
2.7.1
Penyesuai Impedansi Tipe L
Peyesuai impedansi tipe L adalah rangkaian yang paling sederhana dan
sering digunakan untuk penyesuai impedansi. Rangkaian ini disebut tipe L karena
posisi dari penggunaan komponennya menyerupai bentuk dari huruf L.
Pada rangkaian penyesuai impedansi bentuk L ada 4 kemungkinan
susunan komponen L dan C. Terlihat pada gambar 22 terdapat 2 konfigurasi
untuk Low-pass dan 2 konfigurasi untuk High-pass.
ZS
AC
L
ZS
C
ZL
AC
L
C
ZL
(A) Low-pass
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
20
BAB II Tinjauan Teoritis
ZS
C
C
ZS
AC
ZL
L
AC
L
ZL
(B) High-pass
Gambar 22. Empat Konfigurasi Bentuk L
Ada 2 macam cara pendekatan untuk mendapatkan matching impedance
pada tipe L bagi bilangan yang kompleks, yaitu :
1. Absorpsi
Cara ini biasanya mengubah reaktansi stray ke dalam bentuk rangkaian
matching itu sendiri. Ini dapat dilakukan dengan meletakkan masingmasing dari komponen matching secara tepat, seperti komponen kapasitor
yang di paralelkan dengan kapasitansi stray, dan komponen induktor yang
di-seri kan dengan induktansi straynya. Komponen stray adalah jumlah
dari pengurangan nilai komponen yang telah dihitung, dan dinotasikan
dengan nilai komponen yang baru (C‟, L‟), yang nilainya lebih kecil
dibandingkan dengan nilai perhitungan.
2. Resonansi
Cara resonansi adalah dengan menempatkan reaktansi stray dengan nilai
yang sama dan berkebalikan reaktansinya pada frekuensi tertentu yang
diinginkan.
Nilai L dan C rangkaian penyesuai impedansi didapatkan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
QS = QP merupakan faktor kualitas seri ataupun paralel
QS = QP =
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
[1] (18)
21
BAB II Tinjauan Teoritis
Xs dan Xp adalah nilai dari reaktansi seri dan paralel yang nantinya dapat
dihitung untuk menjadi komponen berupa kapasitor maupun induktor tergantung
terhadap penggunaan konfigurasi tipe L yang digunakan.
Xs = QsRs
[1] (19)
XP = [1] (20)
Sebuah kapasitor/induktor juga digunakan untuk menghilangkan efek
kapasitansi dan induktansi dari Zin dan Zout dari transistor.
RS
XS
AC
XP
RP
Gambar 23. Rangkaian ekuivalen bentuk L
2.7.2
Penyesuai Impedansi Tipe T
Rangakain penyesuaian impedansi dengan bentuk tipe T dapat
digambarkan sebagai “back-to-back” tipe L, dimana dua buah bentuk L yang
digabungkan dengan saling membelakangi. Rangkaian penyesuai impedansi ini
dikonfigurasi untuk menyesuaikan beban dan sumber ke sebuah resistansi virtual
yang berada diantara kedua L network. Resistansi virtual tersebut nilainya lebih
besar dari resistansi sumber dan bebannya.
Q=
dimana,
[1] ( 21)
R= virtual resistansi
Rsmall = terminating resistor terkecil
Q2 =
Dimana,
[1] (22)
RP = resistansi paralel dari bentuk L
RS = resistansi seri dari bentuk L
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
22
BAB II Tinjauan Teoritis
RS
XS2
XS1
AC
XP1
XP2
RL
Gambar 24. Rangkaian ekuivalen bentuk T
XS1 = Q.RS
[1] (23)
XP1 =
[1] (24)
XS2 = Q2.RL
[1] (25)
XP2 =
[1] (26)
Maka rumus untuk mendapatkan nilai L dan C sebagai berikut:
C=
[1] (27)
L=
[1] (28)
2.7.3
Penyesuai Impedansi Tipe Phi
Rangakain penyesuai impedansi tipe phi bentuknya sama persis dengan
penyesuai impedansi tipe- T. Perbedaannya hanya pada nilai resistansi virtualnya,
dimana pada tipe phi resistansi virtualnya lebih kecil dibandingkan dengan
resistansi sumber dan bebannya.
RS
X2
AC
X1
X3
RL
Gambar 25. Rangkaian ekuivalen bentuk Phi
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
23
BAB II Tinjauan Teoritis
Resistansi virtual harus lebih kecil dari pada RS dan RP. R dapat ditentukan
dari harga Q yang diinginkan sesuai spesifikasi pada awal perancangan, harga Q
dari bentuk phi ini dapat didefinisikan sebagai :
Q=
[1] (29)
dimana,
RH = terminating impedance terbesar dari RS atau RL
R = virtual resistansi
QS = QP =
[1] (30)
Xs = QsRs
XP =
[1] (31)
[1] (32)
2.8
Koefisien Refleksi
Koefisien refleksi pada sebuah penguat merupakan perbandingan antara
gelombang pantul dan gelombang datang. Gelombang pantul disebabkan oleh
ketidaksuaian impedansi antara impedansi sumber ZS dan impedansi output
transistor Zin, dan antara impedansi output transistor Zout dan impedansi beban ZL.
Perbandingan antara gelombang pantul input dengan gelombang datang
input
akan menghasilkan koefisien refleksi input, sesuai dengan persamaan
berikut:
[2](33)
Sedangkan perbandingan antara gelombang pantul output dengan
gelombang datang output akan menghasilkan koefisien refleksi output, sesuain
dengan persamaan berikut ini.
[2](34)
Harga dari magnitude koefisien normalnya adalah antara nol sampai
dengan satu. Jika harga dari koefisien refleksi ini berharga satu, maka ini disebut
dengan pantulan sempurna (perfect mismatch), dimana semua daya yang
ditransfer ke beban sepenuhnya dipantulkan kembali ke sumber.
Hanum Fatonah Hendarsyah, 091331012
Laporan Proyek Akhir 2012
24
Download