Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 STRATEGI PENANGGULANGAN PENYAKIT CACINGPADA TERNAK DOMBAMELALUI PENDEKATAN PARTISIPATIF DI KABUPATENPURWAKARTA Siti Aminah Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Infestasi cacing dalam tubuh domba dapat berdampak menurunkan produktivitas usaha ternak domba, karma akan mengganggu efisiensi penggunaan pakan. Salah satu carsuntuk menanggulangi adalah melalui pemberian obat cacing (anthelmintik) sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan. Suatu pengkajian strategi penanggulangan penyakit cacing pada dombatelah dilaksanakan selama satu tahun (Maret 2002 - Maret 2003) di Desa Tegalsari, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Penerapan strategi untuk menanggulangi penyakit cacing yang berkelanjutan dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif Strategi penanggulangan penyakit cacing yang di introduksikan antara lain : (1) pelatihan peternak mengenai tatacara pemeliharaan (perbibitan, reproduksi, pemberian pakan, perkandangan, sosial-ekonomi, dan kontrol penyakit) ; dan (2) pemberdayaan kelompok peternak. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa melalui monitoringdan penyuluhan yang dilaksanakan secara kontinu, serta pemberdayaan kelompok peternak yang dilaksanakan secara partisipatif, berdampak positif menurunkan infeksi cacing dan meningkatnya produktivitas ternak. Dari aspek sosial, hasil pengkajian menunjukkan bahwa peran serta dan aktivitasi kelompok peternak (melalui pendekatan partisipatif) sangat membantu keberhasilan suatu teknologi yang diintroduksikan. Rata kunci : Domba, obat cacing PENDAHULUAN Komoditas ternak domba di Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu komoditas unggulan peternakan. Komoditas ini memiliki kelebihan diantaranya mempunyai kemampuan reproduksi yang relatif cepat dan ekonomis . Sistem pemeliharaan ternak di desa Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru, kabupaten Purwakarta, masihbersifattradisional dengan kepemilikan temak berkisar 5-7 ekor/peternak . Populasi ternak domba di Kabupaten Purwakarta tahun 2000 adalah 180,635 ekor dengan tingkat pertumbuhan sekitar 3,85 % (Divas Pet Purwakarta, 2000). Meningkatnya populasi ini selain karena perkembang biakan, juga adanya penyebaran ternak bantuan domba Garut sebanyak 167 ekor dari APBD kabupaten Purwakarta (sebanyak 100 ekor) dan APBD Tk I sektoral (sebanyak 67 ekor). Secara umum dapat dilaporkan bahwa fungsi usahaternak domba adalah untuk tabungan dan pemanfaatan pupuk kandang untuk usahatani pertanian . Karena pertimbangan harga jual yang cukup tinggi, biasanya ternak (terutama jantan) dijual menjelang hari raya Idul Adha untuk digunakan sebagai hewan qurban (Soedjana,1983 dan Subandriyo,1990) . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 81 Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Penefti 2003 Salah satu penyakit yang dapat mempengaruhi rendahnya produktivitas usaha ternak domba adalah kemampuan peternak untuk mengontrol infeksi penyakit cacing . Hal ini disebabkan karena sifat penyakit yang "tersembunyi", cepat "menular", dan walaupun dampaknya "pelan", namun secara nyata dapat menurunkan produktivitas . Namun demikian, peningkatan produktivitas usahaternak domba juga dipengaruhi oleh tatalaksana pemeliharaan (pemuliaan dan reproduksi, pemberian pakan, dan perawatan/perkandangan) ternak . Pencegahan dan penangulangan penyakit di peternakan rakyat sampai saat ini masih belum banyak dilakukan, karena keterbatasan pengetahuan, dana, maupun tingkat kepedulian peternak. Dari beberapa faktor penyebab tidak diadopsinya suatu teknologi yang diintroduksikan, kurangnya kepedulian peternak. Walaupun suatu teknologi yang diintroduksikan secara teknis dan ekonomis layak, masih diperlukan "pembinaan" sosial peternak melalui pendekatan partisipatif. Untuk meningkatkan respon introduksi teknologi penanggulangan penyakit cacing secara berkelanjutan, telah dilaksanakan pengkajian sosial kelompok peternak melalui partisipatif. Harapan dari pembinaan sosial adalah untuk memberdayakan kelompok peternak, bahwa upaya penanggulangan penyakit cacing secara berkelanjutan dapat dilaksanakan secara mandiri dan menjadikan suatu kebutuhan . MATERI DAN METODE Suatu pengkajian strategi penanggulangan penyakit cacing secara berkelanjutan dilakukan di desa Tegalsari, kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Pengkajian dilaksanakan merupakan kerjasama penelitian antara pemerintah Indonesia dengan International FundforAgricultural Development (IFAD) dengan kode proyek TAG 443. Pengkajian dilaksanakan sejak Maret 2002 sampai sekarang. Sebelum "paket teknologi penanggulangan penyakit parasit (cacing) secara berkelanjutan" diintroduksikan kepada sejumlah peternak koperator, dilaksanakan pelatihan selama tiga hari di Balai Penelitian Ternak, oleh tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Materi pelatihan antara lain meliputi aspek pemuliaan, reproduksi, tatalaksana pemberian pakan, hijauan pakan ternak, sosial-ekonomi, kontrol penyakit (terutama penyakit cacing), dan pemberdayaan kelompok peternak. Pembekalan aspek sosial (partisipasi peternak) akan sangat menentukan keberhasilan adopsi teknologi yang diintroduksikan . Tahap selanjutnya adalah menentukan peternak kooperator yang akan terlibat dalam pengkajian ini . Berdasarkan pengkajian, dipilih sebanyak 17 kooperator yang ikut serta dalam program ini . Oleh karena lokasi pengkajian relatif terpisah, telah dibentuk dua kelompok peternak dengan perangkat organisasinya (Ketua, wakil ketua, dan sekretaris) . Masing-masing kelompok peternak dibantu "modal awal" pengadaan obat cacing . Agar bantuan awal tersebut dapat berkesinambungan, diberlakukan aturan bahwa peternak yang menggunakan obat tersebut menggand biaya sesuai harga obat. Masing-masing ketua kelompok diharapkan dapat berperan aktif dalam hal penanggulangan penyakit cacing, seperti mengelola pembayaran penggunaan obat cacing sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pembayaran dapat dilakukan dengan jangka waktu 82 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 pembayaran satu bulan. Untuk mengetahui pengaruh pemberian obat cacing yang diintroduksikan terhadap perkembangan populasi telur cacing, dilaksanakan koleksi contoh faecesnya untuk diperiksa jenis cacing, clan populasi telur cacingnya di desa tersebut . Di samping itu dilaksanakan pertemuan/ penyuluhan peternak mengenai tatacara penanggulangan penyakit cacing clan tatalaksana pemeliharaan domba secara, kontinu satu bulan sekali . Di samping itu kegiatan monitoring bulanan dilaksanakan untuk mengevaluasi respon peternak terhadap penanggulangan penyakit cacing. HASIL DAN PEMBAHASAN Keberhasilan penanggulangan penyakit cacing secara berkelanjutan ditentukan oleh berbagai aspek, antara lain : (1) tatalaksana pemberian pakan yang meliputi meliputi tatacara penggembalaan ; (2) pemberian pakan tambahan; (3) tatalaksana perkandangan ; (4) tatalaksana perkembangbiakan; clan (5) tatalaksana penanggulangan penyakit cacing (Beriajaya, dkk. 1997. termasuk tatalaksana pengobatan . 1 . Sistem Pemberian Pakan Pengkaj ian menunj ukkanbahwa ada tiga sistem tatalaksana pemberian pakan yangumum dilakukan, yakni : (1) cligembalakan ; (2) dikandangkan, dengan pemberian hijauan dengan cara diaritkan; clan (3) secara kombinasi (diaritkan clan digembalakan). Sebagian besar peternak memberikan pakan dengan sistem digembalakan . Ada dua alasan peternak menggembalakan ternaknya, yakni : (1) peternak tidak memiliki lahan, clan (2) tersedia lahan perkebunan (karet) di lokasi . Jenis tanaman yang dikonsumsi SaIah ternak tergantung pada, tinggi tempat, serta gangguan ternak terhadap tanaman utama. cacing relatif menerus, kemungkinan infeksi satu keuntungan ternak yang clikandangkan secara terus . Pada mengarit, clan sistem perkandangan rendah . Namun demikian masih tergantung pada waktu sakit pada individu ternak yang umumnya pemberian obat cacing kurang diperlukan terkecuali domba yang dilepas dipadang (Beriajaya, 1986a) . Lain hal dengan sistem pemeliharan ternak penggembalaan clan pada sore hari clikandang ; sistem penggembalaan ini penyebabkan infeksi cacing clapat terjadi secara terus menerus . Hal ini disebabkan larva cacing akan naik ke ujung-ujung rumput pada pagi hari clan akan kembali turun bagian bawah rumput bila matahari sudah menyinari rumput . Berdasarkan pengalaman, peternak sudah mengerti bahwa menggembala ternak sebaiknya dilakukan pada siang hari yaitu kira-kira jam 10 .00 WIB . Hal ini untuk menghindari embun yang ada dalam rumput, sebab bila terlalu pagi menggembala, kemungkinan terjadinya ternak menjadi terinfeksi cacing relatif besar. Ternak domba di desa Tegalsari umumnya digembalakan diarea perkebunan karet yang luasnya _+ 40 ha. Penanggulangan penyakit cacing pada saat ini dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan pepaya clan pinang atau obat cacing yang ada. diwarung seperti Upixon. Relatifkurangnya pengetahuan peternak tentang penanggulangan penyakit cacing clan terbatasnya dana untuk membeli obat yang sesuai dengan dosis yang ditentukan, membuat peternak tidak sanggup membeli obat cacing yang ada di toko obat ternak . Hal ini membawa dampak yang merugikan bagi peternak, karenaternak yang sakit (terinfeksi cacing), harga ternak menjadi lebih rendah, ticlak sesuai Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian 83 Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 dengan yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan 17 kooperator, harga jual rata-rata per ekorternak dengan bobot badan 25 kghanya berkisar antara Rp. 200.000,00; - Rp 250 .000,00, sedangkan hargajual ternak sapihan berkisar Rp 125 .000,00 - Rp. 150 .000,00, dan untukjantan dewasa (berat badan 30 - 35 kg) berkisar Rp 350.000,00 - Rp 400.000,00 . Harga-harga tersebut sangat berbeda jauh dengan ternak-ternak yang ada di daerah Jawa Barat lainnya. Dari hasil penjual ternak yang ada pads dasarnya peternak belum menikmati hasil usaha yang memuaskan, hanya sebatas cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk keperluan membeli sapronak. 2. Sistem Perkandangan Umumnya ternak domba di desa Tegalsari dipelihara dalam kandang panggung dengan lantai tanah,dalam panggung seperti ini sample faeces yang kemungkinan banyak mengandung telur cacing akanjatuh melalui sela-sela kandang, oleh sebab itu harus diperhatikan jarak antara bambu kelantai kandang harus cukup besar agar tinja / faeces jatuh. 3. Pendekatan Partisipatif Pelatihan Pemberian Obat Cacing Setelah adanya pelatihan kontrol penyakit parasit cacing pada domba secara berkelanjutan selama 3 hari pada tahun 2001 yang meliputi perkandangan, pakan, breeding, pemberian obat cacing sosial ekonomi terhadap 17 petemak yang ada di Desa Tegalsari, petemak mulai diperkenalkan dengan obat cacing dengan merk dagang kalbazen dan diberikan penyuluhan secara rutin sekali dalam satu bulan, maka petemak mulai dapat memberikan persepsitentang inovasi suatu teknik maupun nilai tambahnya . Pemberian obat cacing ditingkat petemak sudah cukup merata hal ini dikarenakan ketua kelompok ternak dapat menyediakan obat cacing dalam kemasan kecil atau tergantung kebutuhan . Pemberian obat cacing harus sesuai dengan ketentuan berdasarkan berat badan ternak yaitu untuk 5 kg Berat badan hidup dibutuhkan 1 cc obat cacing begitu seterusnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk, diperoleh kesimpulan bahwa angka kematian domba yang disebabkan infeksi cacing 28 % (Handayani dan Gatenby, 1988). Salah satu hal yang menghambat produktivitas ternak adalah penyakit cacing, khususnya cacing gastrointestinal nematoda, penyakit ini penyebabkan penyrunan bobot badan 38 persen dan kematian ternak 17 persen dilaporkan oleh (Beriajaya dan Stevenson, 1986), khususnya pada ternak yang digembalakan di daerah Jawa Barat . Cacing ini mempunyai siklus hidup yang langsung tanpa inang perantara . Cacing dewasa hidup didalam abomasum dan usus sedangkan telur dan larva cacing hidup diluar tubuh hewan yaitu di rumput dan hijauan. Larva in dimakan oleh domba pada saat merumput, larva ini kemudian berkembang menjadi cacing muda. Masa inkubasi sampai menjadi larva dewasa yaitu dibutuhkan waktu 3 minggu. Gejala ternak terkena infeksi cacing terlihat dari penampilan ternak yaitu kehilangan nafsu makan, menurunnya daya penyerapan makanan diusus, pucat yang diakibatkan kehilangan darah, yang dikuti dengan kehilangan protein, kesemua ciri-ciri domba terkena infeksi cacing pada dasarnya menjurus ke penyrunan berat badan yang cukup drastis . Dalam program ini, kepada 17 kooperator 84 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 diperkenalkan pula cara menanam hijauan disekitar kandang atau di area lahan yang lain atau dipinggirpinggir rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dengan kandang (pengenaalan demplot hijauan) . Pengenalan demplot hijauan ini diharapkan dapat membatu peternak apabila kekurangan pakan pada musim kemarau atau tidak merasa kesulitan mencari rumput . 4. Penerapan Teknologi Penanggulangan Penyakit cacing a. Danpak Penyakit Cacing Terhadap Perkembangan Usahatani Gejala klimis yang ditimbulkan sebagai akibat infeksi cacing dapat dilihat dari kondisi tubuh ternak yang lemah diikuti dengan kurangnya nafsu makan yang berakibat kehilangan darah yang pada akhirnya akan kehilangan protein, infeksi menjadi berkembang kepada penurunan berat badan. Selain itu infeksi cacing juga dapat disebabkan oleh kekurangan mineral baik dalam tubuh, hijauan maupun dalam tanah. Akibat dari semua ini maka akan menimbulkan kematian ternak, baik ternak muda maupun ternak dewasa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Beriajaya,dkk (1999) terlihat bahwa angka tertinggi kematian ternak akibat infeksi cacing sebanyak 17.1 %, sedangkan angka terendah yaitu 2.2 %. Penurunkan bobot badan yang disebabkan oleh infeksi cacing mencapai 38 .1 %. Angka yang masih cukup tingggi clan sangat memprihatinkan mengingat jumlah kepemilikan ternak di Jawa Barat masih bersifat tradisional yaitu kepemilikan ternak berkisar anatara 5-7 ekor/peternak . Mengevaluasi respon peternak terhadap penangulangan penyakit cacing maka dalam setiap bulannya diadakan pertemuan bulanan yang berupa penyuluhan mengenai kandang, pakan hijauan clan tempat pengembalaan yang ada di Desa Tegalsari. Penyuluhan ini diberikan oleh para peneliti clan staf teknis laboraturium Balimak Bogor clan Balivet . Dari hasil pertemuan bulanan ini dilaporkan hasil pemeriksaan sampel faeces yang telah diperiksa laboraturium parasitologi Balivet Bogor yang dapat ditampilkan pada. Dengan demikian peternak yakin adanya telur cacing dalam rumput . b. Respon Peternak Respon yang didapat dari peternak sangat baik hal ini terlihat dari peternak secara sadar ingin menanggulangi penyakit cacing, terbukti dari laporan ketua kelompok diperoleh data pemakaian obat cacing sebanyak 88.23%, sedangkan 11,77% belum mempergunakan obat cacing . bukan karena tidak mau memanfaatkan teknologi pengobatan obat cacing melainkan peternak tersebut memiliki domba yang sehat clan belum terinfeksi oleh cacing . Pemberian obat cacing berpengaruh positif terhadap kenaikan berat badan clan nafsu makan . Untuk memiliki domba yang sehat clan untuk penanggulangan penyakit cacing perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut antara lain kandang, sistem pemberian pakan, clan rotasi pengembalaan (Kusumamihardja,1982). Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian 85 Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 c. Pencegahan Penularan Penyakit Cacing Melalui Rotasi Penggembalaan Tempat pengembalaan ternak domba sebaiknya selama 3 bulan sekali harus berpindah padang pengembalaan, hal ini disebabkan karena untuk mengurangi terjangkitnya infeksi cacing secara terus menerus sebab ternak yang terlalu lama digembalakan satu rotasi akan mudah terinfeksi penyakit cacing . Pada dasarnya siklus hidup larva tergantung terhadap faktor lingkungan yaitu kelembaban, suhu, cuaca, dan jenis tanaman yang tumbuh disekitar tanaman padang pegembalaan .Telur cacing dalam tinja/faeces akan menetas menjadi larva satu sampai tiga, larva ketiga ini disebut larva infektif yang penyebarannya terhadap ternak domba hanya memerlukan waktu satu minggu . Untuk penangulangan penyakit cacing secara dini maka sebaiknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut 1. Mengembala dilakukan agak siangjam 10.00 wib, setelah rumput tidak brembun untuk menghindari parasit cacing . 2. Tempat pengembalaan tidak tergenang air atau becek. 3. Induk yang baru melahirkan beserta aanaknya harus dikandangkan sekurang-kurangnya selama dua minggu. 4. Membuat rotasi penggembalaan secara terpisah untuk memutus siklus hidup cacing di padang penggembalaan . KESIMPULAN Cacing yang menyerang saluran pencernaan khususnya cacing nematoda, dapat ditanggulangi secara terpadu yaitu dengan memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan ternak meliputi kebersihan kandang,sistem pemberian pakan dan rotasi penggembalaan . Pemberian obat cacing secara berkesenambungan antara kelompok ternak ikut menentukan kesuksesan program penangulangan penyakit cacing. Partisipasi peternak sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan penyakit cacing yang berkelanjutan . UCAPAN TERIMA KASIH Diucapkan terima kasih kepada para peneliti kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dengan International Livestock Research Institute (11,111) yang telah membrikan izin untuk ikut serta dalam penyuluhan terhadap peternak kooperator di desa Tegalsari Kab Purwakarta dan membatu terlaksananya tulisan ini.. 86 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Penefti 2003 DAFTAR BACAAN Beriajaya and Stevenson . 1986. Reduced productivity in small ruminant in Indonesia as result of agstrointestinal nematode infections. In Livestock Production and Diseses in the Tropics. Beriajaya, T.B. dan G. Adiwinata 1997. Pengaruh biji dan getah pepayaterhadap cacing Haemonchus contortus secara in vitro. Majalah Parasitol Indonesia 10 (2);72-76. Data Populasi Ternak, . Dinas Peternakan Purwakarta 2000, Kab Purwakarta. Handayani,S .W and R.M.Gatenby 1988. Effectofmanagement system, legume feeding and anthelmintic treatment on the performance oflambs in Notch Sumatera .Trop Anim.Hlth Prod 20 :122-125 Kusumamihardja,S .1982. Pengaruh musim umurdan waktu pengembalaan pada derajat infeksi nematode saluran pencernaan domba di Bogor. (Desertasi), Program Pasca Sarjana, IPB . Soedjana, T.D. 1983. Peranan ternak domba pada periode hari raya kurban di Kodya Bandung. Ilmu dan Peternakan I (3) ;75-78 . Subandriyo. 1990. ewe productivity in villages in the district ofGarut, West Java. Ilmu dan Peternakan 4 (3); 307-309. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 87