Artikel Manajemen Perubahan

advertisement
Artikel: Manajemen Perubahan
Dari Penelitian oleh Personnel Journal terhadap 100 profesional SDM di perusahaan terbaik
Amerika Serikat, menunjukan bahwa hal yang paling banyak dilakukan dan dikuatirkan oleh
para praktisi manajemen adalah mengelola perubahan.
Pada jaman krisis seperti sekarang, banyak perusahaan menyadari pentingnya mengelola
perubahan dengan baik. Beberapa perusahaan besar mendefinisi ulang seluruh bisnisnya dan
menutup bidang usaha yang tidak sesuai dengan bisnis inti. Perusahaan ritel kini lebih
cenderung memasang strategi bertahan hidup daripada mencari laba. Arus perubahan yang
sangat cepat dan dampak perubahan yang sangat luas menyebabkan kita harus cerdik
mengelola perubahan.
Menurut Price Pritchett, pakar Change Management dari Pritchett & Associates Inc., hal
terpenting yang akan Anda hadapi dalam mengelola perubahan akan mengikuti rumus 20-5030. Artinya, paling sedikit terdapat 20% anggota organisasi Anda akan mendukung
perubahan, 50% memilih "wait and see", sedangkan 30% akan menentang, bahkan berusaha
menggagalkannya. Itu berarti hanya ada 20% yang siap bersama-sama Anda melakukan
perubahan dan perlu usaha yang besar untuk menarik 80% lainnya, termasuk 30% yang
"mbalelo".
Dalam manajemen perubahan (change management) dikenal dua jenis perubahan: perubahan
yang direncanakan dan perubahan yang dipaksakan. Perubahan yang pertama menunjukkan
kesiapan perusahaan untuk berubah, sedangkan yang kedua, perusahaan "dipaksa" berubah
dengan segala risiko yang harus dihadapi. Mengubah keadaan yang dirasakan sudah nyaman
memang bukan suatu hal yang menyenangkan. Sebuah perusahaan otomotif terkemuka di
Indonesia misalnya, terpaksa harus menjual asetnya sejumlah Rp 3 trilyun untuk melakukan
restrukturisasi.
Untuk berhasil mengelola perubahan, ada baiknya kita melihat beberapa hal yang membuat
organisasi bertahan terhadap perubahan:
1--Takut berubah dan takut kehilangan.
Ketika rencana merger bank pemerintah pertama kali diumumkan, hal yang paling
dikuatirkan karyawan keempat bank yang akan digabung adalah pemutusan hubungan kerja.
Jelas bahwa kondisi yang tidak pasti merupakan hambatan terbesar untuk berubah. Adanya
kekuatiran akan hal yang belum pasti di masa depan. Kebanyakan orang takut terhadap
masalah yang belum mereka ketahui dan tidak memiliki kepastian. Karena itu perlu
disampaikan kepada karyawan tentang dampak yang akan terjadi dan manfaat yang akan
diperoleh apabila dilakukan perubahan. Karyawan juga perlu diberi gambaran mengenai
akibat yang akan terjadi seandainya tidak dilakukan perubahan.
2--Terlambat untuk memulai dan bergerak terlalu lamban.
Kadangkala kita menunggu momentum yang tepat untuk melakukan perubahan. Malangnya,
perubahan terjadi sangat cepat dan tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk
mengambil ancang-ancang. Sebuah perusahaan konstruksi di Jakarta melakukan perubahan
dengan membentuk struktur organisasi. Seluruh karyawan sangat antusias karena berharap
akan mengalami hal yang lebih baik. Ternyata harapan mereka pupus karena manajemen
melakukan reorganisasi selama satu tahun dan belum menemukan struktur organisasi yang
paling ideal.
3--Perencanaan yang buruk.
Banyak inisiatif perubahan dilakukan secara sporadis dan tidak terencana dengan baik.
Umumnya perusahaan melakukan beberapa inisiatif perubahan sekaligus tanpa adanya
hubungan satu dengan lainnya. Perubahan proses kerja misalnya, tidak diikuti dengan
perubahan uraian pekerjaan dan arus informasi. Akibatnya proses baru tidak didukung
karyawan karena memang mereka tidak dilatih untuk melakukan proses baru, bahkan tidak
diberitahu adanya proses baru tersebut. Perusahaan yang baik akan melatih karyawannya
untuk siap menerima perubahan (ready to change) dan mampu menjalankan perubahan
(capacity to change).
4--Gagal melibatkan karyawan.
Meskipun inisiatif perubahan berasal dari manajemen puncak, alangkah baiknya apabila
semua karyawan dilibatkan. Sebuah perusahaan fabrikator baja gagal menerapkan perubahan
karena karyawan tidak dilibatkan, dibiarkan menonton dan menunggu hingga manajemen
merasa siap melakukan perubahan yang disusun oleh konsultan manajemen.
5--Kurang menghargai pendukung perubahan.
Agar perubahan berjalan mulus, perlu adanya penghargaan kepada mereka yang mendukung
perubahan, seperti menghargai komitmen waktu, termasuk kerja lembur, dan usaha yang
telah dilakukan dalam menyusun proses kerja baru. Jika tidak, maka usaha mereka hanya
menjadi bahan tertawaan bagi kaum ‘mbalelo’ yang ingin melihat perubahan gagal total.
Setiap tindakan yang tidak menghargai pelaku perubahan berarti menghambat terjadinya
perubahan.
6--Lemahnya komunikasi tentang perubahan.
Pada masa kepemimpinan pendiri Bank Bali, almarhum Djaja Ramli, sering diadakan
pertemuan antara CEO dan para pimpinan cabang yang disebut Management Briefing.
Tujuannya ialah untuk menyampaikan informasi betapa berartinya kontribusi setiap
karyawan terhadap kemajuan perusahaan. Hal ini membangun antusiasme dan motivasi yang
kuat dari seluruh karyawan untuk memberikan hasil terbaik bagi perusahaan. Intinya adalah
mengatakan hal benar pada saat yang tepat dan kepada orang yang tepat. Arus informasi yang
baik senantiasa menghidupkan semangat perubahan yang besar.
7--Lemahnya kepemimpinan dan sponsorship.
Dalam bukunya "The Challenge of Organizational Change", Rosabeth Moss Kanter
membagi para pelaku perubahan dalam tiga peran: Pelopor Perubahan (Change Strategist),
Pelaksana Perubahan (Change Implementor), dan Penerima Perubahan (Change Recipient).
Pelopor Perubahan atau sponsor, umumnya pimpinan organisasi, pihak yang berinisiatif
untuk melakukan perubahan, konseptor yang berpengalaman dan memahami praktek bisnis
organisasinya. Pelaksana Perubahan umumnya middle manager yang bertindak sebagai agen
perubahan. Sedangkan Penerima Perubahan, bagian terbesar dari organisasi, adalah pihak
yang paling terkena dampak perubahan. Seorang pimpinan perusahaan gagal memerankan
posisinya sebagai sponsor ketika ia tidak dapat menjelaskan kepada karyawannya, mengapa
dilakukan perubahan, untuk apa, kemana arah perubahan dan bagaimana cara untuk mencapai
kondisi yang lebih baik.
8--Mengabaikan budaya perusahaan dan struktur organisasi.
Seorang pakar manajemen pernah menasehati, "Ubahlah proses kerja terlebih dahulu,
perubahan sikap akan mengikutinya". Bagi Taco Bell, jaringan restoran saji cepat yang
berhasil, mengubah budaya menuju organisasi yang customer-service-driven, adalah sama
dengan mendefinisi ulang semua bagian organisasi menuju sasaran bersama. Taco Bell
melakukan pemotongan harga yang sangat agresif untuk dapat mengalahkan McDonald’s,
dengan mendesain kembali model organisasinya. Perusahaan ini memberikan saham kepada
karyawan, memberi bonus tinggi kepada store manager berdasarkan kinerja pelayanannya,
dan berani menggaji karyawannya jauh lebih tinggi daripada kompetitornya. Taco Bell
berhasil karena berfokus kepada manusia, faktor penentu berhasilnya perubahan budaya
organisasi.
CK Prahalad dalam salah satu artikelnya mengatakan, "Lihatlah kembali 100 perusahaan
terbaik dalam Fortune 100 sepanjang lima puluh tahun terakhir, berapa perusahaan yang tidak
muncul lagi dalam daftar dan berapa yang masih terus terpampang. Mereka yang berhasil
adalah perusahaan yang terus menerus melakukan inovasi, menemukan cara baru
menjalankan bisnisnya, mengubah cara berkompetisi, mempelopori produk baru, membangun
kompetensi inti baru, menciptakan pasar baru, dan menetapkan standar baru. Mereka mampu
mengendalikan masa depannya dengan cara mengelola perubahan dengan baik".
Saat ini setiap perusahaan dihadapkan pada pilihan, melakukan perubahan yang direncanakan
atau dipaksa untuk berubah. Bagaimana dengan perusahaan Anda?
Download