20 kesesuaian resep dengan standar pelayanan medis

advertisement
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
KESESUAIAN RESEP DENGAN
STANDAR PELAYANAN MEDIS DAN FORMULARIUM JAMKESMAS
PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS
1
2
Dian Medisa , Sulanto Saleh Danu , Rustamaji
1
2
Program Studi Profesi Apoteker, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Kata Kunci: Formularium Jamkesmas, DRGs,
SPM, kesesuaian
Dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin,
pemerintah Indonesia mencanangkan program
Jamkesmas berbasis DRGs (Diagnosis Related
Groups) yang bertujuan untuk meningkatkan
akses masyarakat miskin terhadap pelayanan
kesehatan
yang
berkualitas.
Pelayanan
kesehatan pada program ini berbasis pada
Standar Pelayanan Medis dan Formularium
Jamkesmas.
Banyak
hal
yang
dapat
mempengaruhi peresepan rasional di pelayanan
medis. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesesuaian resep dengan Standar
Pelayanan Medis dan Formularium Jamkesmas.
Penelitian
ini
menggunakan
metode
observasional pada 10 besar penyakit di salah
satu Rumah Sakit di Daerah Istimewa
Yogyakarta (RS X). Kesesuaian peresepan
dilihat secara kuantitatif dari prosentase
kesesuaian dengan menggunakan data resep
rawat jalan pasien jamkesmas serta secara
kualitatif
dengan
wawancara
mendalam.
Penghitungan data resep menggunakan rumus
indikator penggunaan obat dari World Health
Organization (WHO). Persentase kesesuaian
resep dengan SPM pada tiap 10 besar penyakit
di RS X bervariasi mulai dari 24,3% pada
penyakit CHF sampai 82% pada penyakit DM,
sedangkan persentase obat yang diresepkan
sesuai dengan formularium Jamkesmas mulai
dari 49% pada penyakit vertigo sampai 96%
pada penyakit hipertensi. Jumlah rata-rata obat
per resep 2,7; persentase peresepan obat
generik sebesar 85,7%, persentase obat
antibiotik 23,3%, persentase obat injeksi 22,0%,
dan persentase obat yang masuk DOEN 76,7%.
Resep yang diteliti pada 10 besar penyakit
belum sepenuhnya sesuai dengan SPM dan
formularium Jamkesmas.
ABSTRACT
Health is rights of every human. In Indonesia,
poor people had difficulty to access health
services. Therefore government creates a
program called “Jamkesmas” which based on
DRGs (Diagnosis Related Groups) to improve
quality of health services. Physicians should
prescribe medicines according to the diagnosis
and Jamkesmas formulary. The compliance
between prescription with Standard Treatment
Guidelines (STGs) and Jamkesmas formulary is
a must. The aim of this research was to know
the prescriptions compliance to STGs and
Jamkesmas formulary. This research was
observational study using prescriptions of
Jamkesmas’s
outpatients
.
Furthermore,
qualitative data with in-depth interviews was
used to further analysis. Quantitative data were
calculated by using drug use indicators for the
percentage of prescriptions compliance. The
percentage of prescriptions compliance with
STGs in each of 10 diseases in once of hospital
in Daerah Istimewa Yogyakarta (Hospital X),
started from 24.3% in CHF to 82% in DM
diseases, whereas prescriptions compliance
with Jamkesmas Formulary was started from
49% in vertigo to 96% in hypertension diseases.
Average number of drugs per prescription was
2.7 and the most of drugs (85.7%) were
prescribed by its generic names; 23.3% of
prescriptions contained antibiotic and 22.0%
contained of injectable drug. Percentage of
drugs prescribed from essential medicines list
was 76.7%. The prescriptions of 10 diseases
were not fully compliance to Standard Treatment
Guidelines and Jamkesmas formulary.
20
21 | Dian Medisa
Keywords: Jamkesmas formulary, DRG, STGs,
compliance
satu dasar dalam pembuatan clinical pathway
PENDAHULUAN
biaya pengobatan sesuai dengan Indonesia
yang kemudian digunakan untuk menentukan
Diagnosis Related Group (INA-DRG) (Anonim,
Seiring dengan perkembangan dan
2010a; Adisasmito, 2008).
pertumbuhan masyarakat, pelayanan kesehatan
yang
rasional
mempertimbangkan
program Jamkesmas berbasis tarif paket INA-
kesesuaian,
dan
DRG pada tahun 2008. Pada pelaksanaan
keterjangkauan secara ekonomi. Di Indonesia,
Jamkesmas, dokter harus menuliskan resep
pelayanan
dapat
obat sesuai dengan SPM dan formularium
diakses oleh sebagian besar masyarakat yang
Jamkesmas. Hal tersebut disebabkan karena
memiliki
Pemerintah
pada pasien Jamkesmas, tarif paket diberikan
membuat berbagai program dan kebijakan
berdasarkan klasifikasi penyakit yang diderita
tentang pendanaan, seperti program jaminan
pasien.
kesehatan
keseluruhan meliputi jasa pelayanan, tindakan,
efektivitas,
harus
Rumah Sakit X mulai melaksanakan
keamanan,
kesehatan
masih
pendapatan
sosial,
meningkatkan
belum
rendah.
sebagai
akses
upaya
masyarakat
untuk
terhadap
Tarif
pemeriksaan
paket
merupakan
penunjang,
biaya
obat-obatan,
dan
pelayanan kesehatan serta mengatasi masalah
bahan habis pakai, sehingga dalam memberikan
kesehatan
satu
pelayanan kesehatan pada pasien Jamkesmas,
program tersebut adalah Jamkesmas (Jaminan
dokter harus memberikan pengobatan sesuai
Kesehatan
telah
diagnosis pasien dengan mengacu pada SPM.
Kesehatan
Peresepan obat kepada pasien Jamkesmas
masyarakat
miskin.
Masyarakat)
Salah
yang
dilaksanakan oleh Kementerian
sejak tahun 2008.
Pelaksanaan Program
juga
harus
sesuai
dengan
formularium
Jamkesmas juga untuk meningkatkan kualitas
Jamkesmas, karena obat yang terdapat dalam
pelayanan kesehatan dengan memberlakukan
formularium Jamkesmas merupakan obat yang
sistem Diagnosa Related Groups (DRGs) atau
telah terbukti efektif, aman, dan terjangkau,
kasus campuran (casemix) (Fijn, 2001; Anonim,
sehingga pemerintah menggunakannya untuk
2008).
pengendalian
mutu
dan
biaya
pelayanan
Meskipun telah melaksanakan sistem
kesehatan. Apabila peresepan tidak sesuai
DRGs, pemerintah tetap membuat formularium
dengan SPM dan formularium Jamkesmas,
Jamkesmas untuk mengendalikan mutu dan
maka dapat menyebabkan pengobatan yang
biaya
untuk
tidak efektif dan biaya pengobatan jadi mahal
cost-effectiveness
(Anonim, 2008; Adisasmito, 2008; Anonim,
pengobatan.
meningkatkan
Selain
mutu
dan
pelayanan
kesehatan
Pelayanan
Medis
itu,
digunakan
(SPM)
atau
Standar
standar
2010a).
Kesesuaian
resep
obat
dengan
pengobatan dari masing-masing rumah sakit
formularium dan SPM atau standar pengobatan
yang bersangkutan. Standar Pelayanan Medis
termasuk dalam indikator penggunaan obat
digunakan sebagai pedoman terapi dan salah
menurut WHO. Pada penelitian oleh Fitriah
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
22 | Dian Medisa
(2012), diperoleh data kesesuaian resep pasien
waktu tiga bulan, terhitung sejak bulan Januari
umum dengan SPM pada penyakit LBP 71%,
sampai Maret 2011. Jenis penyakit meliputi ISK,
TBC 71,7%, dan ISK 54,7% serta kesesuaian
CHF, DM, PKTB, Hipertensi, Low back pain,
resep
dengan
Stroke, Epilepsi, Vertigo, dan Migrain. Besar
formularium rumah sakit pada penyakit LBP
sampel untuk masing-masing penyakit adalah
88,23%, TBC 100%, dan ISK 94,27%. Hasil
seluruh resep dengan diagnosis tunggal.
pasien
rawat
jalan
umum
tersebut menunjukkan bahwa resep obat belum
sepenuhnya
sesuai
dengan
SPM
dan
Kesesuaian resep dengan SPM dan
formularium Jamkesmas dihitung untuk setiap
formularium rumah sakit, kecuali resep pada
diagnosa
penyakit TBC.
Perhitungan
Hal tersebut secara tidak
langsung
menggambarkan
adanya
dari
10
penyakit
tersebut
yang
diteliti.
menggunakan
rumus
indikator penggunaan obat menurut World
ketidaksesuaian peresepan dengan SPM dan
Health
formularium.
kesesuaian
resep
obat
dengan SPM dan formularium Jamkesmas
Pelayanan
Medis
(SPM)
dapat
hal.
perbandingan antara jumlah resep yang sesuai
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dengan SPM dibagi dengan total jumlah resep
peneliti akan melakukan penelitian tentang
yang diamati. Satu resep dikatakan sesuai
kesesuaian resep dengan SPM dan formularium
dengan SPM apabila seluruh item obat dalam
Jamkesmas
resep
Ketidaksesuaian
disebabkan
pada
oleh
peresepan
beberapa
pasien
rawat
jalan
Jamkesmas di RS X.
Organization
sesuai
persentase
dengan
(WHO).
dengan
obat
dengan
Standar
diperoleh
SPM.
yang
formularium
Persentase
dari
Sedangkan,
diresepkan
Jamkesmas
sesuai
adalah
perbandingan antara jumlah obat yang sesuai
METODE PENELITIAN
dengan formularium Jamkesmas dibagi dengan
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional
kuantitatif
menggunakan
dan
kualitatif.
pendekatan
yang diamati (WHO, 1993).
kuantitatif
Selain itu juga dilakukan evaluasi
diperoleh dengan survei resep pasien rawat
penggunaan obat secara menyeluruh pada
jalan
seluruh resep 10 penyakit yang diteliti dengan
Jamkesmas,
formularium
penjualan.
kualitatif
rekam
Jamkesmas
sedangkan
dengan
Data
total jumlah obat yang diresepkan pada resep
medis,
dan
transaksi
pengambilan
wawancara
SPM,
menggunakan
indikator
penggunaan
obat
data
menurut WHO, meliputi jumlah rata-rata obat
mendalam
per lembar resep, persentase penggunaan obat
dilakukan untuk melengkapi data. Penelitian
generik, persentase obat antibiotik, persentase
dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan pada
obat sediaan injeksi, persentase obat sesuai
salah satu Rumah Sakit di Daerah Istimewa
DOEN serta biaya untuk obat antibiotik dan obat
Yogyakarta (RS X).
sediaan injeksi.
Sampel yang digunakan adalah resep
Pengumpulan data kualitatif dilakukan
pasien rawat jalan Jamkesmas dalam kurun
dengan cara wawancara mendalam kepada
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
23 | Dian Medisa
Kepala
Instalasi
Farmasi
Medis
Tabel. 1. Rata-rata kesesuaian resep dengan
Fungsional (dokter penulis resep yang diteliti)
SPM yang paling tinggi terdapat pada penyakit
dengan
menggunakan
pertanyaan.
dan
Staf
sebuah
pedoman
Diabetes
data
dilakukan
menunjukkan bahwa obat yang diresepkan
Pengambilan
setelah data kuantitatif diperoleh.
Mellitus
sebesar
82%.
Hal
sebagian besar sudah sesuai dengan SPM.
Terapi penyakit Diabetes Mellitus pada SPM
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menggunakan
obat
sulfonilurea,
antidiabetes
biguanid,
golongan
tiazolidindion,
Standar Pelayanan Medis digunakan
penghambat glukosidase alfa, glitazon dan
sebagai pedoman terapi di RS X. Khusus pasien
insulin. Pada penyakit Diabetes Mellitus, obat
Jamkesmas,
pelayanan
yang paling banyak diresepkan yaitu metformin
kesehatan dilakukan berdasarkan pada SPM
dan glibenklamid, karena obat antidiabetes yang
RS X dan obat yang diberikan disesuaikan
terdapat dalam formularium Jamkesmas hanya
dengan formularium Jamkesmas. Penggunaan
metformin, glibenklamid, dan glipizid. Dokter
SPM dan formularium Jamkesmas tersebut
tidak meresepkan glipizid karena obat tersebut
bertujuan untuk mewujudkan pengobatan yang
tidak tersedia di instalasi farmasi RS X.
rasional, yaitu suatu pengobatan yang bermutu,
Sedangkan
aman, dan terjangkau.
persentase kesesuaian sangat rendah sebesar
tindakan-tindakan
pada
penyakit
CHF,
rata-rata
Kesesuaian resep terhadap SPM pada
24,3% karena adanya peresepan KCl yang tidak
pasien Jamkesmas di RS X dapat dilihat pada
terdapat dalam SPM di RS X. Berdasarkan
Tabel 1. Kesesuaian Resep Dengan SPM Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas
Bulan Januari – Maret 2011 di RS X
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penyakit
LBP
Epilepsi
PKTB
DM
ISK
CHF
Hipertensi
Migrain
Stroke
Vertigo
Jumlah lembar R/
Jan
68
63
51
33
34
25
29
22
18
18
Feb
62
38
51
37
24
27
19
21
14
17
Maret
53
68
40
32
35
33
26
16
27
12
% Kesesuaian resep dengan
SPM
Jan
66
66
37
81
32
24
55
68
50
44
Feb
62
52
35
75
29
25
26
76
43
70
Keterangan:
LBP : Low Back Pain
CHF : Congestive Heart Failure
DM : Diabetes Mellitus
PKTB : Primer Kompleks Tuberkulosis
ISK : Infeksi Saluran Kemih
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
Maret
64
73
27
90
34
24
73
87
44
58
Rata-rata %
kesesuaian
resep dengan
SPM ± (SD)
64±2
63.6±10.6
33±5.2
82±7.5
31.6±23.7
24.3±0.5
50.6±23.7
77±9.5
45.6±3.7
57.3±13.0
24 | Dian Medisa
SPM, terapi CHF seharusnya menggunakan
sebesar 37.6% dan 40.8%. Berdasarkan uraian
ACE-inhibitor, ARB, diuretik, atau digoxin.
tersebut, dapat disimpulkan bahwa resep yang
Rata-rata persentase kesesuain resep
dengan SPM pada penyakit PKTB dan ISK juga
ditulis oleh dokter pada sepuluh penyakit yang
diteliti belum sepenuhnya sesuai dengan SPM.
rendah yaitu 33% dan 31.6% (Tabel 1). Pada
penyakit
PKTB,
hal
tersebut
dikarenakan
Pada pasien Jamkesmas, obat yang
dipilih
harus
sesuai
formularium
banyaknya peresepan heptasan dan vitamin B6
Jamkesmas,
yang tidak termasuk dalam SPM RS X. Terapi
tersebut
penyakit PKTB pada SPM RS X terdiri dari
keamanan,
isoniazid, rifampicin, pirazinamida, etambutol,
sesuai dengan DOEN (Anonim, 2008). Rata-rata
dan streptomicin injeksi. Rendahnya persentase
persentase kesesuaian obat yang diresepkan
kesesuaian resep dengan SPM penyakit ISK
pada
disebabkan karena dokter banyak meresepkan
Jamkesmas di RS X bervariasi, yaitu sebesar
parasetamol. Berdasarkan SPM RS X, terapi
49%-96% (Tabel 2). Pada penelitian ini, rata-
untuk
menggunakan
rata persentase kesesuaian resep dengan
antibiotik secara empiris dan terapi suportif
formularium Jamkesmas terendah ada pada
seperti antispasme. Hal ini sesuai dengan
penyakit vertigo (49%). Hal ini disebabkan
Nicolle, et al. (2006) bahwa first-choice untuk
karena dokter banyak meresepkan Versilon®
terapi
atau betahistin mesilat yang tidak termasuk
penyakit
ISK
ISK
adalah
sulfametoxazol.
dapat
antibiotik
Namun
trimetoprim-
dengan
adanya
karena
dengan
telah
10
pemilihan
berdasarkan
ketepatan,
penyakit
dan
pasien
pada
obat-obat
manfaat,
keterjangkauan
rawat
jalan
dalam formularium Jamkesmas.
peningkatan resistensi terhadap trimetoprim-
Berdasarkan hasil wawancara dengan
sulfametoxazole, maka digunakan golongan
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diketahui
fluorokuinolon. Begitu juga pada resep untuk
bahwa apabila ada dokter yang meresepkan
penyakit ISK, obat antibiotik yang paling banyak
obat di luar formularium Jamkesmas maka
diresepkan yaitu siprofloksasin dan cefixim
dokter harus membuat suatu protokol terapi.
Tabel 2. Kesesuaian Obat Dengan Formularium Jamkesmas Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas
Bulan Januari-Maret 2011 di RS X
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penyakit
LBP
Epilepsi
PKTB
DM
ISK
CHF
Hipertensi
Migrain
Stroke
Vertigo
Jumlah jenis obat
yang di R/
Jan
172
104
164
63
88
107
75
102
55
54
Feb
170
76
170
83
55
111
49
85
37
42
Maret
124
107
145
53
82
137
60
77
80
34
% obat yang sesuai dengan
formularium Jamkesmas
Jan
87
88
93
77
57
95
97
83
56
48
Feb
81
84
92
83
69
94
95
81
48
52
Maret
96
83
88
73
69
94
96
80
70
47
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
Rata-rata jenis obat
yang sesuai dengan
FJ (%) ± (SD)
88±7.5
85±2.6
91± 2.6
73.6±5.0
65±7
94.3±0.5
96±1
81.3±2
58±11
49±3
25 | Dian Medisa
Pada protokol terapi tersebut, dokter harus
pengobatan dan adanya tekanan dari luar,
menulis diagnosis dengan jelas dan disertai
seperti permintaan pasien.
tandatangan dokter serta persetujuan direksi.
Pada penelitian ini, data berdasarkan
Jika tidak ada protokol terapi, maka pihak
pada diagnosis tunggal yang ada pada rekam
instalasi farmasi tidak melayani obat tersebut.
medis.
Selain itu, apabila dokter meresepkan obat
disebutkan bahwa rendahnya kesesuaian resep
sesuai dengan formularium Jamkesmas tetapi
dengan SPM terjadi akibat dokter tidak menulis
dalam bentuk obat merek dagang, maka pihak
diagnosis atau gejala-gejala penyakit dan terapi
instalasi farmasi dapat mengganti obat merek
dengan lengkap dan jelas di rekam medis.
dagang tersebut dengan obat generik baik
Salah
secara langsung maupun dengan seizin dokter.
kelengkapan dari rekam medis adalah jumlah
Namun demikian, tidak seluruh obat yang
pasien yang banyak. Hal tersebut menyebabkan
termasuk
Jamkesmas
waktu dokter untuk menulis di rekam medis
tersedia dalam bentuk obat generik di RS X.
sangat terbatas. Catatan medis, diagnosis yang
Jika ada peresepan obat merek dagang dan di
tidak lengkap, dapat menyebabkan resep yang
Instalasi Farmasi RS X tidak menyediakan obat
ditulis tidak sesuai dengan diagnosis yang telah
generiknya, maka pasien tetap diberikan obat
ditetapkan pada SPM. Contohnya seperti pada
merek dagang dengan harga terjangkau. Hal ini
resep penyakit hipertensi, dokter meresepkan
bertujuan untuk menjaga agar pasien tetap
parasetamol untuk mengatasi nyeri dan demam
mendapatkan
yang diderita pasien, namun diagnosis yang
dalam
obat
formularium
sesuai
dengan
yang
dibutuhkan.
Pada
satu
penelitian
faktor
Alagappan
yang
(2006)
mempengaruhi
ditulis oleh dokter hanya hipertensi.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam
Adanya ketentuan penggunaan SPM dan
dengan Staf Medis Fungsional, ketidaksesuaian
formularium
peresepan
formularium
kesehatan pasien Jamkesmas juga bertujuan
Jamkesmas dapat disebabkan karena pasien
untuk meningkatkan penggunaan obat rasional.
dalam keadaan darurat, keadaan paramedis
Oleh karena itu dilakukan evaluasi penggunaan
pasien yang tidak dapat menerima obat yang
obat pada 10 penyakit secara keseluruhan
sesuai
dengan menggunakan indikator penggunaan
dengan
dengan
Jamkesmas
SPM
dan
SPM
serta
dan
adanya
formularium
permintaan
Jamkesmas
pada
pelayanan
dari
obat menurut WHO. Evaluasi penggunaan obat
pasien untuk meresepkan obat tertentu. Hal ini
itu secara tidak langsung bermanfaat untuk
sama halnya dengan hasil dari penelitian oleh
meningkatkan
Cabana (1999), yang menyebutkan bahwa
kepada pasien (Matowe and Degnan, 2012).
ketidakpatuhan
Data hasil evaluasi penggunaan obat tercantum
prescribers
terhadap
suatu
pedoman pengobatan dapat dipengaruhi oleh
kurangnya
pengetahuan
tentang
mutu
pada Tabel 3.
pedoman
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
pelayanan
kesehatan
26 | Dian Medisa
Pada penelitian ini, penggunaan sediaan injeksi
Tabel 3. Indikator Penggunaan Obat Pada Sepuluh
Penyakit Pasien Rawat Jalan Jamkesmas
Bulan Januari-Maret 2011 di RS X
No
1
2
3
4
5
Indikator
Jumlah lembar R/
Total item obat
Rata-rata obat per resep
Persentase obat generik
Persentase obat
antibiotik
Persentase obat injeksi
Persentase obat yang
masuk DOEN
6
7
Persentase
1013
2761
2,7
85,7%
23,3%
22.0%
76,7%
paling banyak terjadi pada peresepan untuk
penyakit LBP sebesar 61,2% dari seluruh kasus
penyakit LBP yang diteliti. Penggunaan sediaan
injeksi
yang
disebabkan
tinggi
karena
pada
penyakit
banyaknya
LBP
peresepan
ketorolac yang berfungsi sebagai antiinflamasi
dan analgesik. Banyaknya pasien yang meminta
atau menekan dokter untuk memberikan obat
suntik juga menjadi salah satu penyebab
tingginya
peresepan
Penggunaan
injeksi
sediaan
dapat
injeksi.
menyebabkan
Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa jumlah
peningkatan risiko sepsis, iritasi, infeksi melalui
obat rata-rata per resep sebesar 2,7, angka
rute parenteral dan biaya terapi yang mahal
tersebut masih di atas persyaratan jumlah obat
atau sulit terjangkau (Ghimire et al., 2009;
rata-rata per resep yang direkomendasikan oleh
Angamo et al., 2011).
WHO yaitu 2. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa masih terdapat polifarmasi yang dapat
menyebabkan
reactions,
terjadinya
penurunan
adverse
terhadap
drug
kepatuhan
pengobatan, dan penggunaan obat yang tidak
Tabel 4. Persentase Biaya untuk Obat Antibiotik
dan Injeksi pada Resep Sepuluh Penyakit Pasien
Rawat Jalan Jamkesmas Bulan Januari-Maret
2011 di RS X
No
perlu (Ghimire et al., 2009).
Persentase peresepan obat generik
1
pada pasien rawat jalan Jamkesmas sudah
memenuhi standar (>80%). Salah satu tujuan
peresepan
meningkatkan
obat
generik
keterjangkauan
adalah
untuk
biaya
oleh
2
3
Indikator
Total biaya
seluruh resep
Biaya untuk
obat antibiotic
Biaya untuk
obat injeksi
Biaya (Rp)
47.562.880
Persentase
(%)
100
9.047.577
23.4
15.852.81
41.0
pasien, terutama pasien Jamkesmas (Anonim,
Persentase penggunaan antibiotik dan
2010b).
sediaan
penggunaan injeksi dapat digunakan untuk
injeksi pada pasien rawat jalan Jamkesmas
memperkirakan besar biaya yang dibutuhkan
sebesar 22%, lebih tinggi dari rekomendasi
dalam pengadaan antibiotik dan obat sediaan
WHO. Menurut WHO, peresepan sediaan injeksi
injeksi. Biaya untuk antibiotik sebesar 23,4%
yang mengandung satu atau lebih jenis sediaan
dari total biaya obat pada seluruh resep yang
injeksi seharusnya kurang dari sepuluh persen.
diteliti, sedangkan biaya untuk obat sediaan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
injeksi sebesar 41,0% (Tabel 4.). Penggunaan
obat sediaan injeksi di RS X belum rasional.
sediaan injeksi
Persentase
penggunaan
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
yang tinggi akan berdampak
27 | Dian Medisa
pada biaya yang digunakan untuk pengadaan
obat di IFRS. Biaya sediaan injeksi untuk 10
Admitted Versus Discharged Patients,
Southern Medical Journal, March; 99 (3):
234-238
penyakit yang diteliti sebesar 41.0%, nilai ini
berarti bahwa biaya yang dibutuhkan untuk
mencukupi kebutuhan obat injeksi sebesar
41.0% dari seluruh biaya
yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan obat pada 10
penyakit . Penggunaan obat injeksi sebaiknya
Angamo, M.T., Wabe, N.T., Raju, N.J., 2011,
Assessment of Pattern of Drug Use by
Using
World
Health
Organation’s
Prescribing, Patient Care and Health
Facility Indicators in Selected Health
Facilities in Southwest Ethiopia, Journal of
Applied Pharmaceutical Science; 01 (07):
62-66
lebih diminimumkan untuk menghindari infeksi
melalui parenteral dan menurunkan biaya obat
per lembar resep, agar lebih terjangkau. Selain
itu, juga untuk meminimalkan biaya pengadaan
obat injeksi, sehingga biaya yang ada dapat
digunakan untuk mengadakan obat-obat lain
yang lebih dibutuhkan.
Anonim, 2008, Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia, Jakarta
Anonim,
2010a,
Pedoman
Pelaksanaan
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat
(Jamkesmas), Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2010b, Formularium Jamkesmas,
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia, Jakarta
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa peresepan untuk sepuluh
penyakit yang diteliti pada pasien Jamkesmas di
RS X, belum sepenuhnya sesuai dengan SPM
Cabana, M.D., Rand, C.S., Powe, N.R., Wu,
A.W., Wilson, M.H., Abboud, P.C., Rubin,
H.R., 1999, Why Don’t Physicians Follow
Clinical Practice Guidelines? A Framework
For Improvement, JAMA October; 282
(15): 1458-1465
dan formularium Jamkesmas. Dan secara tidak
langsung,
penelitian
ini
juga
menunjukkan
adanya beberapa penggunaan obat yang belum
rasional, seperti .jumlah obat per lembar resep
Fijn, R., Lenderink, A.W., Egberts, A.C.G.,
Brouwers, J.R.B.J., DenBerg, L.T.W.D.J.,
2001, Assesment of indicators for hospital
formulary non-adherence, Eur J Clin
Pharmacol 57: 677-684
dan penggunaan obat sediaan injeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W., 2008, Kebijakan Standar
Pelayanan Medik dan Diagnosis Related
Group (DRG), Kelayakan Penerapannya
diIndonesia. <http://staff.blog.ui.ac.id/wikua/files/2009/02/kebijakan-standarpelayanan-medik-drg_edited.pdf> (diakses
20 Juni 2011)
Alagappan, K., Pulido, G., Caldwell, J.,
Abrahamian, F.M., 2006, Physician
Compliance with Tetanus Guidelines for
Fitriah, R., 2012, Evaluasi Kerasionalan
Penggunaan
Obat dengan Standar
Pelayanan Medis sebagai Pengendali
Pada Beberapa Penyakit di RSUD
Panembahan Senopati Bantul, Tesis,
Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Ghimire, S., Nepal, S., Bhandari, S., Nepal, P.,
Palain,
S.,
2009,
A
Prospective
Surveillance of drug prescribing and
dispensing in a teaching hospital in
Western Nepal, J Pak Med Assoc; 59 (10):
726-730
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
28 | Dian Medisa
Matowe, L. and Degnan D.R., 2012,
“Investigating Medicine Use” in Managing
Access
to
Medicines and
Health
rd
Technologies, 3 ed. United Stated of
America: Management Sciences for
Health, Inc.
Nicolle, L., Anderson, P., Conly, J., Mainprize,
T.C, Meuser, J., Nickel, J.C, Senikas, V.M,
Zhanel, C.G, 2006, Uncomplicated urinary
tract infection in woman, Canadian Family
Physician May; Vol 52: 612-618.
WHO, 1993, How to Investigate Drug Use in
Health
Facilities,
World
Health
Organization Action Programme on
Essensial Drugs, Geneva, Switzerland
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015
Download