Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 KESESUAIAN RESEP DENGAN STANDAR PELAYANAN MEDIS DAN FORMULARIUM JAMKESMAS PADA PASIEN RAWAT JALAN JAMKESMAS 1 2 Dian Medisa , Sulanto Saleh Danu , Rustamaji 1 2 Program Studi Profesi Apoteker, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 2 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail : [email protected] ABSTRAK Kata Kunci: Formularium Jamkesmas, DRGs, SPM, kesesuaian Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, pemerintah Indonesia mencanangkan program Jamkesmas berbasis DRGs (Diagnosis Related Groups) yang bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan pada program ini berbasis pada Standar Pelayanan Medis dan Formularium Jamkesmas. Banyak hal yang dapat mempengaruhi peresepan rasional di pelayanan medis. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian resep dengan Standar Pelayanan Medis dan Formularium Jamkesmas. Penelitian ini menggunakan metode observasional pada 10 besar penyakit di salah satu Rumah Sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta (RS X). Kesesuaian peresepan dilihat secara kuantitatif dari prosentase kesesuaian dengan menggunakan data resep rawat jalan pasien jamkesmas serta secara kualitatif dengan wawancara mendalam. Penghitungan data resep menggunakan rumus indikator penggunaan obat dari World Health Organization (WHO). Persentase kesesuaian resep dengan SPM pada tiap 10 besar penyakit di RS X bervariasi mulai dari 24,3% pada penyakit CHF sampai 82% pada penyakit DM, sedangkan persentase obat yang diresepkan sesuai dengan formularium Jamkesmas mulai dari 49% pada penyakit vertigo sampai 96% pada penyakit hipertensi. Jumlah rata-rata obat per resep 2,7; persentase peresepan obat generik sebesar 85,7%, persentase obat antibiotik 23,3%, persentase obat injeksi 22,0%, dan persentase obat yang masuk DOEN 76,7%. Resep yang diteliti pada 10 besar penyakit belum sepenuhnya sesuai dengan SPM dan formularium Jamkesmas. ABSTRACT Health is rights of every human. In Indonesia, poor people had difficulty to access health services. Therefore government creates a program called “Jamkesmas” which based on DRGs (Diagnosis Related Groups) to improve quality of health services. Physicians should prescribe medicines according to the diagnosis and Jamkesmas formulary. The compliance between prescription with Standard Treatment Guidelines (STGs) and Jamkesmas formulary is a must. The aim of this research was to know the prescriptions compliance to STGs and Jamkesmas formulary. This research was observational study using prescriptions of Jamkesmas’s outpatients . Furthermore, qualitative data with in-depth interviews was used to further analysis. Quantitative data were calculated by using drug use indicators for the percentage of prescriptions compliance. The percentage of prescriptions compliance with STGs in each of 10 diseases in once of hospital in Daerah Istimewa Yogyakarta (Hospital X), started from 24.3% in CHF to 82% in DM diseases, whereas prescriptions compliance with Jamkesmas Formulary was started from 49% in vertigo to 96% in hypertension diseases. Average number of drugs per prescription was 2.7 and the most of drugs (85.7%) were prescribed by its generic names; 23.3% of prescriptions contained antibiotic and 22.0% contained of injectable drug. Percentage of drugs prescribed from essential medicines list was 76.7%. The prescriptions of 10 diseases were not fully compliance to Standard Treatment Guidelines and Jamkesmas formulary. 20 21 | Dian Medisa Keywords: Jamkesmas formulary, DRG, STGs, compliance satu dasar dalam pembuatan clinical pathway PENDAHULUAN biaya pengobatan sesuai dengan Indonesia yang kemudian digunakan untuk menentukan Diagnosis Related Group (INA-DRG) (Anonim, Seiring dengan perkembangan dan 2010a; Adisasmito, 2008). pertumbuhan masyarakat, pelayanan kesehatan yang rasional mempertimbangkan program Jamkesmas berbasis tarif paket INA- kesesuaian, dan DRG pada tahun 2008. Pada pelaksanaan keterjangkauan secara ekonomi. Di Indonesia, Jamkesmas, dokter harus menuliskan resep pelayanan dapat obat sesuai dengan SPM dan formularium diakses oleh sebagian besar masyarakat yang Jamkesmas. Hal tersebut disebabkan karena memiliki Pemerintah pada pasien Jamkesmas, tarif paket diberikan membuat berbagai program dan kebijakan berdasarkan klasifikasi penyakit yang diderita tentang pendanaan, seperti program jaminan pasien. kesehatan keseluruhan meliputi jasa pelayanan, tindakan, efektivitas, harus Rumah Sakit X mulai melaksanakan keamanan, kesehatan masih pendapatan sosial, meningkatkan belum rendah. sebagai akses upaya masyarakat untuk terhadap Tarif pemeriksaan paket merupakan penunjang, biaya obat-obatan, dan pelayanan kesehatan serta mengatasi masalah bahan habis pakai, sehingga dalam memberikan kesehatan satu pelayanan kesehatan pada pasien Jamkesmas, program tersebut adalah Jamkesmas (Jaminan dokter harus memberikan pengobatan sesuai Kesehatan telah diagnosis pasien dengan mengacu pada SPM. Kesehatan Peresepan obat kepada pasien Jamkesmas masyarakat miskin. Masyarakat) Salah yang dilaksanakan oleh Kementerian sejak tahun 2008. Pelaksanaan Program juga harus sesuai dengan formularium Jamkesmas juga untuk meningkatkan kualitas Jamkesmas, karena obat yang terdapat dalam pelayanan kesehatan dengan memberlakukan formularium Jamkesmas merupakan obat yang sistem Diagnosa Related Groups (DRGs) atau telah terbukti efektif, aman, dan terjangkau, kasus campuran (casemix) (Fijn, 2001; Anonim, sehingga pemerintah menggunakannya untuk 2008). pengendalian mutu dan biaya pelayanan Meskipun telah melaksanakan sistem kesehatan. Apabila peresepan tidak sesuai DRGs, pemerintah tetap membuat formularium dengan SPM dan formularium Jamkesmas, Jamkesmas untuk mengendalikan mutu dan maka dapat menyebabkan pengobatan yang biaya untuk tidak efektif dan biaya pengobatan jadi mahal cost-effectiveness (Anonim, 2008; Adisasmito, 2008; Anonim, pengobatan. meningkatkan Selain mutu dan pelayanan kesehatan Pelayanan Medis itu, digunakan (SPM) atau Standar standar 2010a). Kesesuaian resep obat dengan pengobatan dari masing-masing rumah sakit formularium dan SPM atau standar pengobatan yang bersangkutan. Standar Pelayanan Medis termasuk dalam indikator penggunaan obat digunakan sebagai pedoman terapi dan salah menurut WHO. Pada penelitian oleh Fitriah Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 22 | Dian Medisa (2012), diperoleh data kesesuaian resep pasien waktu tiga bulan, terhitung sejak bulan Januari umum dengan SPM pada penyakit LBP 71%, sampai Maret 2011. Jenis penyakit meliputi ISK, TBC 71,7%, dan ISK 54,7% serta kesesuaian CHF, DM, PKTB, Hipertensi, Low back pain, resep dengan Stroke, Epilepsi, Vertigo, dan Migrain. Besar formularium rumah sakit pada penyakit LBP sampel untuk masing-masing penyakit adalah 88,23%, TBC 100%, dan ISK 94,27%. Hasil seluruh resep dengan diagnosis tunggal. pasien rawat jalan umum tersebut menunjukkan bahwa resep obat belum sepenuhnya sesuai dengan SPM dan Kesesuaian resep dengan SPM dan formularium Jamkesmas dihitung untuk setiap formularium rumah sakit, kecuali resep pada diagnosa penyakit TBC. Perhitungan Hal tersebut secara tidak langsung menggambarkan adanya dari 10 penyakit tersebut yang diteliti. menggunakan rumus indikator penggunaan obat menurut World ketidaksesuaian peresepan dengan SPM dan Health formularium. kesesuaian resep obat dengan SPM dan formularium Jamkesmas Pelayanan Medis (SPM) dapat hal. perbandingan antara jumlah resep yang sesuai Berdasarkan latar belakang di atas, maka dengan SPM dibagi dengan total jumlah resep peneliti akan melakukan penelitian tentang yang diamati. Satu resep dikatakan sesuai kesesuaian resep dengan SPM dan formularium dengan SPM apabila seluruh item obat dalam Jamkesmas resep Ketidaksesuaian disebabkan pada oleh peresepan beberapa pasien rawat jalan Jamkesmas di RS X. Organization sesuai persentase dengan (WHO). dengan obat dengan Standar diperoleh SPM. yang formularium Persentase dari Sedangkan, diresepkan Jamkesmas sesuai adalah perbandingan antara jumlah obat yang sesuai METODE PENELITIAN dengan formularium Jamkesmas dibagi dengan Penelitian ini merupakan penelitian observasional kuantitatif menggunakan dan kualitatif. pendekatan yang diamati (WHO, 1993). kuantitatif Selain itu juga dilakukan evaluasi diperoleh dengan survei resep pasien rawat penggunaan obat secara menyeluruh pada jalan seluruh resep 10 penyakit yang diteliti dengan Jamkesmas, formularium penjualan. kualitatif rekam Jamkesmas sedangkan dengan Data total jumlah obat yang diresepkan pada resep medis, dan transaksi pengambilan wawancara SPM, menggunakan indikator penggunaan obat data menurut WHO, meliputi jumlah rata-rata obat mendalam per lembar resep, persentase penggunaan obat dilakukan untuk melengkapi data. Penelitian generik, persentase obat antibiotik, persentase dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan pada obat sediaan injeksi, persentase obat sesuai salah satu Rumah Sakit di Daerah Istimewa DOEN serta biaya untuk obat antibiotik dan obat Yogyakarta (RS X). sediaan injeksi. Sampel yang digunakan adalah resep Pengumpulan data kualitatif dilakukan pasien rawat jalan Jamkesmas dalam kurun dengan cara wawancara mendalam kepada Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 23 | Dian Medisa Kepala Instalasi Farmasi Medis Tabel. 1. Rata-rata kesesuaian resep dengan Fungsional (dokter penulis resep yang diteliti) SPM yang paling tinggi terdapat pada penyakit dengan menggunakan pertanyaan. dan Staf sebuah pedoman Diabetes data dilakukan menunjukkan bahwa obat yang diresepkan Pengambilan setelah data kuantitatif diperoleh. Mellitus sebesar 82%. Hal sebagian besar sudah sesuai dengan SPM. Terapi penyakit Diabetes Mellitus pada SPM HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN menggunakan obat sulfonilurea, antidiabetes biguanid, golongan tiazolidindion, Standar Pelayanan Medis digunakan penghambat glukosidase alfa, glitazon dan sebagai pedoman terapi di RS X. Khusus pasien insulin. Pada penyakit Diabetes Mellitus, obat Jamkesmas, pelayanan yang paling banyak diresepkan yaitu metformin kesehatan dilakukan berdasarkan pada SPM dan glibenklamid, karena obat antidiabetes yang RS X dan obat yang diberikan disesuaikan terdapat dalam formularium Jamkesmas hanya dengan formularium Jamkesmas. Penggunaan metformin, glibenklamid, dan glipizid. Dokter SPM dan formularium Jamkesmas tersebut tidak meresepkan glipizid karena obat tersebut bertujuan untuk mewujudkan pengobatan yang tidak tersedia di instalasi farmasi RS X. rasional, yaitu suatu pengobatan yang bermutu, Sedangkan aman, dan terjangkau. persentase kesesuaian sangat rendah sebesar tindakan-tindakan pada penyakit CHF, rata-rata Kesesuaian resep terhadap SPM pada 24,3% karena adanya peresepan KCl yang tidak pasien Jamkesmas di RS X dapat dilihat pada terdapat dalam SPM di RS X. Berdasarkan Tabel 1. Kesesuaian Resep Dengan SPM Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Bulan Januari – Maret 2011 di RS X No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Penyakit LBP Epilepsi PKTB DM ISK CHF Hipertensi Migrain Stroke Vertigo Jumlah lembar R/ Jan 68 63 51 33 34 25 29 22 18 18 Feb 62 38 51 37 24 27 19 21 14 17 Maret 53 68 40 32 35 33 26 16 27 12 % Kesesuaian resep dengan SPM Jan 66 66 37 81 32 24 55 68 50 44 Feb 62 52 35 75 29 25 26 76 43 70 Keterangan: LBP : Low Back Pain CHF : Congestive Heart Failure DM : Diabetes Mellitus PKTB : Primer Kompleks Tuberkulosis ISK : Infeksi Saluran Kemih Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 Maret 64 73 27 90 34 24 73 87 44 58 Rata-rata % kesesuaian resep dengan SPM ± (SD) 64±2 63.6±10.6 33±5.2 82±7.5 31.6±23.7 24.3±0.5 50.6±23.7 77±9.5 45.6±3.7 57.3±13.0 24 | Dian Medisa SPM, terapi CHF seharusnya menggunakan sebesar 37.6% dan 40.8%. Berdasarkan uraian ACE-inhibitor, ARB, diuretik, atau digoxin. tersebut, dapat disimpulkan bahwa resep yang Rata-rata persentase kesesuain resep dengan SPM pada penyakit PKTB dan ISK juga ditulis oleh dokter pada sepuluh penyakit yang diteliti belum sepenuhnya sesuai dengan SPM. rendah yaitu 33% dan 31.6% (Tabel 1). Pada penyakit PKTB, hal tersebut dikarenakan Pada pasien Jamkesmas, obat yang dipilih harus sesuai formularium banyaknya peresepan heptasan dan vitamin B6 Jamkesmas, yang tidak termasuk dalam SPM RS X. Terapi tersebut penyakit PKTB pada SPM RS X terdiri dari keamanan, isoniazid, rifampicin, pirazinamida, etambutol, sesuai dengan DOEN (Anonim, 2008). Rata-rata dan streptomicin injeksi. Rendahnya persentase persentase kesesuaian obat yang diresepkan kesesuaian resep dengan SPM penyakit ISK pada disebabkan karena dokter banyak meresepkan Jamkesmas di RS X bervariasi, yaitu sebesar parasetamol. Berdasarkan SPM RS X, terapi 49%-96% (Tabel 2). Pada penelitian ini, rata- untuk menggunakan rata persentase kesesuaian resep dengan antibiotik secara empiris dan terapi suportif formularium Jamkesmas terendah ada pada seperti antispasme. Hal ini sesuai dengan penyakit vertigo (49%). Hal ini disebabkan Nicolle, et al. (2006) bahwa first-choice untuk karena dokter banyak meresepkan Versilon® terapi atau betahistin mesilat yang tidak termasuk penyakit ISK ISK adalah sulfametoxazol. dapat antibiotik Namun trimetoprim- dengan adanya karena dengan telah 10 pemilihan berdasarkan ketepatan, penyakit dan pasien pada obat-obat manfaat, keterjangkauan rawat jalan dalam formularium Jamkesmas. peningkatan resistensi terhadap trimetoprim- Berdasarkan hasil wawancara dengan sulfametoxazole, maka digunakan golongan Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diketahui fluorokuinolon. Begitu juga pada resep untuk bahwa apabila ada dokter yang meresepkan penyakit ISK, obat antibiotik yang paling banyak obat di luar formularium Jamkesmas maka diresepkan yaitu siprofloksasin dan cefixim dokter harus membuat suatu protokol terapi. Tabel 2. Kesesuaian Obat Dengan Formularium Jamkesmas Pada Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Bulan Januari-Maret 2011 di RS X No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Penyakit LBP Epilepsi PKTB DM ISK CHF Hipertensi Migrain Stroke Vertigo Jumlah jenis obat yang di R/ Jan 172 104 164 63 88 107 75 102 55 54 Feb 170 76 170 83 55 111 49 85 37 42 Maret 124 107 145 53 82 137 60 77 80 34 % obat yang sesuai dengan formularium Jamkesmas Jan 87 88 93 77 57 95 97 83 56 48 Feb 81 84 92 83 69 94 95 81 48 52 Maret 96 83 88 73 69 94 96 80 70 47 Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 Rata-rata jenis obat yang sesuai dengan FJ (%) ± (SD) 88±7.5 85±2.6 91± 2.6 73.6±5.0 65±7 94.3±0.5 96±1 81.3±2 58±11 49±3 25 | Dian Medisa Pada protokol terapi tersebut, dokter harus pengobatan dan adanya tekanan dari luar, menulis diagnosis dengan jelas dan disertai seperti permintaan pasien. tandatangan dokter serta persetujuan direksi. Pada penelitian ini, data berdasarkan Jika tidak ada protokol terapi, maka pihak pada diagnosis tunggal yang ada pada rekam instalasi farmasi tidak melayani obat tersebut. medis. Selain itu, apabila dokter meresepkan obat disebutkan bahwa rendahnya kesesuaian resep sesuai dengan formularium Jamkesmas tetapi dengan SPM terjadi akibat dokter tidak menulis dalam bentuk obat merek dagang, maka pihak diagnosis atau gejala-gejala penyakit dan terapi instalasi farmasi dapat mengganti obat merek dengan lengkap dan jelas di rekam medis. dagang tersebut dengan obat generik baik Salah secara langsung maupun dengan seizin dokter. kelengkapan dari rekam medis adalah jumlah Namun demikian, tidak seluruh obat yang pasien yang banyak. Hal tersebut menyebabkan termasuk Jamkesmas waktu dokter untuk menulis di rekam medis tersedia dalam bentuk obat generik di RS X. sangat terbatas. Catatan medis, diagnosis yang Jika ada peresepan obat merek dagang dan di tidak lengkap, dapat menyebabkan resep yang Instalasi Farmasi RS X tidak menyediakan obat ditulis tidak sesuai dengan diagnosis yang telah generiknya, maka pasien tetap diberikan obat ditetapkan pada SPM. Contohnya seperti pada merek dagang dengan harga terjangkau. Hal ini resep penyakit hipertensi, dokter meresepkan bertujuan untuk menjaga agar pasien tetap parasetamol untuk mengatasi nyeri dan demam mendapatkan yang diderita pasien, namun diagnosis yang dalam obat formularium sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada satu penelitian faktor Alagappan yang (2006) mempengaruhi ditulis oleh dokter hanya hipertensi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam Adanya ketentuan penggunaan SPM dan dengan Staf Medis Fungsional, ketidaksesuaian formularium peresepan formularium kesehatan pasien Jamkesmas juga bertujuan Jamkesmas dapat disebabkan karena pasien untuk meningkatkan penggunaan obat rasional. dalam keadaan darurat, keadaan paramedis Oleh karena itu dilakukan evaluasi penggunaan pasien yang tidak dapat menerima obat yang obat pada 10 penyakit secara keseluruhan sesuai dengan menggunakan indikator penggunaan dengan dengan Jamkesmas SPM dan SPM serta dan adanya formularium permintaan Jamkesmas pada pelayanan dari obat menurut WHO. Evaluasi penggunaan obat pasien untuk meresepkan obat tertentu. Hal ini itu secara tidak langsung bermanfaat untuk sama halnya dengan hasil dari penelitian oleh meningkatkan Cabana (1999), yang menyebutkan bahwa kepada pasien (Matowe and Degnan, 2012). ketidakpatuhan Data hasil evaluasi penggunaan obat tercantum prescribers terhadap suatu pedoman pengobatan dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan tentang mutu pada Tabel 3. pedoman Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 pelayanan kesehatan 26 | Dian Medisa Pada penelitian ini, penggunaan sediaan injeksi Tabel 3. Indikator Penggunaan Obat Pada Sepuluh Penyakit Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Bulan Januari-Maret 2011 di RS X No 1 2 3 4 5 Indikator Jumlah lembar R/ Total item obat Rata-rata obat per resep Persentase obat generik Persentase obat antibiotik Persentase obat injeksi Persentase obat yang masuk DOEN 6 7 Persentase 1013 2761 2,7 85,7% 23,3% 22.0% 76,7% paling banyak terjadi pada peresepan untuk penyakit LBP sebesar 61,2% dari seluruh kasus penyakit LBP yang diteliti. Penggunaan sediaan injeksi yang disebabkan tinggi karena pada penyakit banyaknya LBP peresepan ketorolac yang berfungsi sebagai antiinflamasi dan analgesik. Banyaknya pasien yang meminta atau menekan dokter untuk memberikan obat suntik juga menjadi salah satu penyebab tingginya peresepan Penggunaan injeksi sediaan dapat injeksi. menyebabkan Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa jumlah peningkatan risiko sepsis, iritasi, infeksi melalui obat rata-rata per resep sebesar 2,7, angka rute parenteral dan biaya terapi yang mahal tersebut masih di atas persyaratan jumlah obat atau sulit terjangkau (Ghimire et al., 2009; rata-rata per resep yang direkomendasikan oleh Angamo et al., 2011). WHO yaitu 2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat polifarmasi yang dapat menyebabkan reactions, terjadinya penurunan adverse terhadap drug kepatuhan pengobatan, dan penggunaan obat yang tidak Tabel 4. Persentase Biaya untuk Obat Antibiotik dan Injeksi pada Resep Sepuluh Penyakit Pasien Rawat Jalan Jamkesmas Bulan Januari-Maret 2011 di RS X No perlu (Ghimire et al., 2009). Persentase peresepan obat generik 1 pada pasien rawat jalan Jamkesmas sudah memenuhi standar (>80%). Salah satu tujuan peresepan meningkatkan obat generik keterjangkauan adalah untuk biaya oleh 2 3 Indikator Total biaya seluruh resep Biaya untuk obat antibiotic Biaya untuk obat injeksi Biaya (Rp) 47.562.880 Persentase (%) 100 9.047.577 23.4 15.852.81 41.0 pasien, terutama pasien Jamkesmas (Anonim, Persentase penggunaan antibiotik dan 2010b). sediaan penggunaan injeksi dapat digunakan untuk injeksi pada pasien rawat jalan Jamkesmas memperkirakan besar biaya yang dibutuhkan sebesar 22%, lebih tinggi dari rekomendasi dalam pengadaan antibiotik dan obat sediaan WHO. Menurut WHO, peresepan sediaan injeksi injeksi. Biaya untuk antibiotik sebesar 23,4% yang mengandung satu atau lebih jenis sediaan dari total biaya obat pada seluruh resep yang injeksi seharusnya kurang dari sepuluh persen. diteliti, sedangkan biaya untuk obat sediaan Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan injeksi sebesar 41,0% (Tabel 4.). Penggunaan obat sediaan injeksi di RS X belum rasional. sediaan injeksi Persentase penggunaan Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 yang tinggi akan berdampak 27 | Dian Medisa pada biaya yang digunakan untuk pengadaan obat di IFRS. Biaya sediaan injeksi untuk 10 Admitted Versus Discharged Patients, Southern Medical Journal, March; 99 (3): 234-238 penyakit yang diteliti sebesar 41.0%, nilai ini berarti bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan obat injeksi sebesar 41.0% dari seluruh biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan obat pada 10 penyakit . Penggunaan obat injeksi sebaiknya Angamo, M.T., Wabe, N.T., Raju, N.J., 2011, Assessment of Pattern of Drug Use by Using World Health Organation’s Prescribing, Patient Care and Health Facility Indicators in Selected Health Facilities in Southwest Ethiopia, Journal of Applied Pharmaceutical Science; 01 (07): 62-66 lebih diminimumkan untuk menghindari infeksi melalui parenteral dan menurunkan biaya obat per lembar resep, agar lebih terjangkau. Selain itu, juga untuk meminimalkan biaya pengadaan obat injeksi, sehingga biaya yang ada dapat digunakan untuk mengadakan obat-obat lain yang lebih dibutuhkan. Anonim, 2008, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2010a, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2010b, Formularium Jamkesmas, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peresepan untuk sepuluh penyakit yang diteliti pada pasien Jamkesmas di RS X, belum sepenuhnya sesuai dengan SPM Cabana, M.D., Rand, C.S., Powe, N.R., Wu, A.W., Wilson, M.H., Abboud, P.C., Rubin, H.R., 1999, Why Don’t Physicians Follow Clinical Practice Guidelines? A Framework For Improvement, JAMA October; 282 (15): 1458-1465 dan formularium Jamkesmas. Dan secara tidak langsung, penelitian ini juga menunjukkan adanya beberapa penggunaan obat yang belum rasional, seperti .jumlah obat per lembar resep Fijn, R., Lenderink, A.W., Egberts, A.C.G., Brouwers, J.R.B.J., DenBerg, L.T.W.D.J., 2001, Assesment of indicators for hospital formulary non-adherence, Eur J Clin Pharmacol 57: 677-684 dan penggunaan obat sediaan injeksi. DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, W., 2008, Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG), Kelayakan Penerapannya diIndonesia. <http://staff.blog.ui.ac.id/wikua/files/2009/02/kebijakan-standarpelayanan-medik-drg_edited.pdf> (diakses 20 Juni 2011) Alagappan, K., Pulido, G., Caldwell, J., Abrahamian, F.M., 2006, Physician Compliance with Tetanus Guidelines for Fitriah, R., 2012, Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Obat dengan Standar Pelayanan Medis sebagai Pengendali Pada Beberapa Penyakit di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Tesis, Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Ghimire, S., Nepal, S., Bhandari, S., Nepal, P., Palain, S., 2009, A Prospective Surveillance of drug prescribing and dispensing in a teaching hospital in Western Nepal, J Pak Med Assoc; 59 (10): 726-730 Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015 28 | Dian Medisa Matowe, L. and Degnan D.R., 2012, “Investigating Medicine Use” in Managing Access to Medicines and Health rd Technologies, 3 ed. United Stated of America: Management Sciences for Health, Inc. Nicolle, L., Anderson, P., Conly, J., Mainprize, T.C, Meuser, J., Nickel, J.C, Senikas, V.M, Zhanel, C.G, 2006, Uncomplicated urinary tract infection in woman, Canadian Family Physician May; Vol 52: 612-618. WHO, 1993, How to Investigate Drug Use in Health Facilities, World Health Organization Action Programme on Essensial Drugs, Geneva, Switzerland Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 11 No. 1 Tahun 2015