MATERI I_PEREKONOMIAN INDONESIA SEJARAH PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA Ashar Basyir, SE., MMSI Membahas gambaran perekonomian Indonesia, kita dapat memilah perjalanan perekonomian bangsa ini ke dalam tiga ruang: Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Pembangunan ekonomi di masa Orde Baru, memang meninggalkan prestasi yang tidak dapat dilupakan. Dari negara yang dihantam krisis politik, kesenjangan sosial, dan hiperinflasi pada era Orde Lama, menjadi salah satu negara yang masuk East Asian Miracle, karena pertumbuhan ekonominya yang luar biasa. Sayangnya, krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 – 1998, dengan begitu mudahnya memporak-porandakan sendi perekonomian yang telah dibangun era Orde Baru selama 32 tahun.1 Banyak argumen yang muncul untuk menjelaskan keadaan ini. Misalnya, akibat kelemahan pengawasan sistem keuangan dan manajemen utang negara. Namun secara prinsip, akar masalah ini ialah akibat pola pembangunan era Orde Baru yang terlampau sentralistik, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi (high of growth), tanpa menghiraukan sisi equity (pemerataan).2 Dengan harapan bahwa hasil pertumbuhan ekonomi tersebut akan secara otomatis mengalir pada daerah di sekitarnya hingga lapisan masyarakat di bawahnya (trickle down effect). Sehingga seluruh lapisan masyarakat secara bertahap akan mendapatkan manfaat dari efek pertumbuhan ekonomi tersebut. Pola demikian justru memunculkan ketidakmerataan pembangunan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan (NKRI). Pulau Jawa, sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, menjadi jauh lebih maju dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Padahal daerahdaerah yang tertinggal, seperti Papua dan Kalimantan, mempunyai kekayaan sumber daya alam yang cukup melimpah yang selama ini berperan penting menyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar bagi negara. Inilah yang melemahkan fondasi ekonomi. Lebih dari 30 tahun proses pembangunan berlangsung (1967 – 1997), sejak Pelita I dilaksanakan, efek menetes (trickle down effect) yang diimani itu sangat kecil dirasakan. Bahkan, hingga tahun 1980 sampai dengan krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tingkat ketimpangan ekonomi dan kemiskinan pada akhirnya juga semakin luar biasa. Papua Barat dan Papua misalnya, hingga tahun 2010 ini, masih merupakan daerah dengan persentase kemiskinan terbesar di Indonesia yaitu 34,88 % dan 36,8 % (Data Strategis BPS, 2010). Dampak negatif dari sentralisasi ini juga menimbulkan praktik pengelolaan negara yang lambat laun membudayakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di level pemerintahan dan bisnis. Hal inilah yang membuat proses pembangunan dan kegiatan perekonomian menjadi semakin tidak sehat. Penetrasi kekuasaan dalam pengelolaan negara pada akhirnya berkembang menjadi suatu kolaborasi kolusif antara elit pejabat dan pemodal, yang melahirkan banyak kebijakan atau regulasi yang merugikan negara dan rakyat3. Pengalaman di masa lalu, pada era Orde Baru, memberikan banyak hikmah bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyukseskan pembangunan negaranya. Usai transisi kekuasaan Orde Baru ke reformasi pada Mei 1998, yang merupakan efek turbulensi politik akibat krisis ekonomi tahun 1997 – 1998, perekonomian Indonesia kini berangsur membaik. Sementara jika kita lihat variabel ekonomi makro lainnya seperti laju inflasi, pengangguran terbuka, dan penduduk di bawah garis kemiskinan menunjukkan angka yang semakin menurun. Indonesia rupanya telah berguru dari krisis ekonomi yang terjadi di masa lalu. Kita bisa melihat, ketika krisis keuangan melanda Amerika Serikat (AS) dan menghantam perekonomian dunia pada pertengahan tahun 2008, perekonomian Indonesia tetap tumbuh pada tren yang positif 6,1 %. Ini menjadi suatu hal yang ajaib, sekaligus aneh, mengingat negara tetangga di wilayah Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan negara semaju Singapura, justru mengalami pertumbuhan negatif. Apakah negara kita sudah memiliki sistem yang menjamin keamanan dari dampak eksternal asing? Apa yang membuat Indonesia bisa sebaik itu pertumbuhannya? Mengapa dampak krisis global di Indonesia paling minimal? Jawabannya ternyata sederhana. Karena ketergantungan ekonomi kita kepada pasar dunia terbilang belum begitu besar. Ekspor misalnya, porsinya masih kecil. Sehingga dampaknya terhadap perekonomian juga kecil. Tentu saja ini juga lebih akibat faktor keberuntungan (luck). Kita sebenarnya ingin meningkatkan ekspor, akan tetapi jika dilihat dari volume perdagangan, sebenarnya ekspor kita cukup kuat, yang jatuh sebetulnya adalah harga barang-barang (komoditas) ekspor kita di pasar internasional. Dalam hal ini daya saing barang produk kita kalah dengan produk sejenis dari negara tetangga. Sehingga penetrasi produk kita tidak terlampau banyak ke luar negeri dilihat secara volume. Dalam Laporan Doing Business 2012 disebutkan tiga hal yang berkontribusi memperburuk kualitas berbisnis dan produktivitas produksi di Indonesia yaitu: (i) akses listrik yang sulit didapatkan; (ii) perizinan lahan (properti); (iii) dan kemudahan mendapatkan pembiayaan (kredit). Sektor perbankan di Indonesia lebih cenderung mengutamakan pembiayaan kredit konsumtif dibandingkan kredit produktif, seperti kredit untuk proyek infrastruktur yang bersifat jangka panjang. Kredit konsumtif dipandang lebih memberi banyak keuntungan dengan resiko kecil. Pada akhirnya kesemua permasalahan ini bermuara pada bagaimana keseriusan pemerintah dapat menyelesaikan problem infrastruktur, baik infrastruktur fisik (jalan, listrik, pelabuhan), maupun infrastruktur non-fisik (aspek kelembagaan: perbankan, lembaga perizinan pemerintah). Kata kuncinya: percepatan pembangunan dan pembenahan infrastruktur. Ini penting dalam rangka menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan menunjang aktivitas ekonomi berjalan lebih efisien. Indonesia tidak bisa bergantung hanya pada konsumsi domestik dan pengeluaran pemerintah (stimulus fiskal). Kita membutuhkan infrastruktur yang baik, sehingga daya saing produk kita semakin meningkat dan kontribusi ekspor ke depan semakin besar. MATERI 2_PEREKONOMIAN INDONESIA SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA DAN GLOBAL Ashar Basyir, SE., MMSI A. PENGERTIAN SISTEM EKONOMI Setiap kelompok masyarakat (pada tataran yang lebih kompleks membentuk negara bangsa) pasti memiliki sebuah sistem ekonomi untuk mengatasi beberapa persoalan, seperti; 1) barang apa yang seharusnya dihasilkan; 2) bagaimana cara menghasilkan barang itu; dan 3) untuk siapa barang tersebut dihasilkan atau bagaimana barang tersebut didistribusikan kepada masyarakat. Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut akan menentukan sistem ekonomi sebuah negara (Hudiyanto, 2002). Penentuan sistem ekonomi tidak dapat dilepaskan dari ideologi yang diyakini oleh negara. Ideologi tertentu akan melahirkan sistem ekonomi tertentu pula karena pada dasarnya, negara melalui ideologinya telah memiliki cara pandang tertentu untuk memandang dan menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. setiap sistem ekonomi membutuhkan sekumpulan peraturan, ideologi yang mendasarinya, menjelaskan peraturan tersebut dan keyakinan individu yang akan membuatnya terus dijalankan (Robinson, 1962:18) Ada berbagai sistem ekonomi yang berkembang di dunia. Namun, pada dasarnya kita dapat membaginya menjadi dua titik ekstrim, yaitu Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis. Pada perkembangannya, ketika banyak negara merasa kedua sistem tersebut tidak dapat menjawab persoalan-persoalan mereka, maka muncul Sistem Ekonomi Campuran yang menggabungkan kedua sistem ekonomi sebelumnya. Pada bagian selanjutnya, kita akan membahas ketiga sistem ekonomi tersebut satu per satu. 1. Sistem Ekonomi Kapitalis Sistem Ekonomi Kapitalis muncul pada abad ke-17 ketika dominasi gereja di Eropa mulai runtuh. Dominasi gereja, yang mendoktrinkan kepentingan gereja di atas segala kepentingan, diruntuhkan oleh pandangan yang menekankan pada liberalisme, individualisme, rasionalisme atau intelektulisme, materialisme dan humanisme. Pemikiranpemikiran tersebut menjadi dasar Sistem Ekonomi Kapitalis. Pemikiran liberalisme meletakkan kebebasan individu sebagai hal yang paling utama. Rasionalisme mengajarkan bahwa peranan rasio (pikiran) lebih penting daripada perasaan. Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa hakikat kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris, yaitu diraba, didengar, dan dirasa. Sementara itu humanisme adalah paham yang menyatakan bahwa bagi manusia yang penting adalah kehidupan di dunia ini, hidup sesudahnya di luar jangkauan manusia sehingga tidak perlu dipikirkan (Hudiyanto, 2002). Jika sebelumnya gereja dengan doktrin-doktrinnya menghalang-halangi umat Kristen untuk mengumpulkan kekayaan karena kekayaan sepenuhnya milik gereja, maka setelah keruntuhannya masyarakat Eropa pada zaman itu mulai benar-benar memikirkan penimbunan kekayaan. Pada saat yang sama terjadi perubahan fokus mendapatkan kekayaan. Jika sebelumnya, mereka sangat tergantung dengan perdagangan maka setelah kemunculan penemuan teknologi baru seperti mesin uap, mereka beralih pada industri. Modal yang semula dialokasikan pada perdagangan dialihkan pada pembangunan industri. Pada masa itulah muncul Adam Smith (1776) yang menjadi peletak ideologi kapitalisme. Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis: a. Penjaminan atas hak milik perseorangan Hak milik pribadi adalah hal yang paling penting dalam kapitalisme. Setiap orang berhak menimbun kekayaan pribadi sebesar-besarnya tanpa mengindahkan posisi orang lain yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang sama. b. Mementingkan diri sendiri (self interest) Karena menekankan individualisme, maka dalam Sistem Ekonomi Kapitalis setiap individu sepenuhnya dibebaskan berorientasi pada diri sendiri. Segala aktivitas ekonomi dan sosial yang dilakukan sepenuhnya untuk kepentingan diri sendiri. Para kapitalis mempercayai kehadiran “tangan-tangan gaib” (invisible hands) yang akan mempertemukan setiap kepentingan individu tersebut dalam sebuah titik keseimbangan (equilibrium). c. Pemberian kebebasan penuh Paham liberalisme yang menjadi dasar pemikiran kapitalisme memungkinkan setiap pihak memiliki kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas ekonomi. Campur tangan negara dalam aktivitas ekonomi dibatasi hanya sebagai penyedia fasilitas dan pengatur lalu lintas sehingga semua orang dapat melakukan aktivitas ekonominya dengan lancar. Para kapitalis percaya jika setiap individu mendapatkan kepuasan maka akan tercipta kemakmuran dalam masyarakat (harmony of interest). Pemberian kebebasan kepada para pelaku ekonomi ini diyakini dapat diikuti dengan ketertiban dalam kehidupan karena ada “tangan-tangan gaib” yang membawa pada titik keseimbangan. d. Persaingan bebas (free competition) Dalam sistem kapitalis, persaingan antarpelaku ekonomi di masyarakat dimungkinkan. Persaingan dapat terjadi antarpenjual yang dapat memberikan kualitas terbaik kepada pembeli. Sebaliknya beberapa pembeli dapat saling bersaing untuk memberikan harga terbaik. Secara umum pasar diibaratkan sebagai pasar persaingan sempurna, yaitu situasi ketika posisi tawar masing- masing produsen dan konsumen seimbang, sehingga pembeli dan penjual tidak dapat menjadi penentu harga (price setter) tetapi hanya bertindak sebagai pengambil harga (price taker). Harga yang disepakati adalah harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan. e. Harga sebagai penentu (price system) Para kapitalis sangat percaya pada mekanisme pasar yang bekerja menentukan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. Dalam kondisi apapun negara tidak boleh melakukan intervensi terhadap pasar. Jika pada satu waktu penawaran berlebihan sehingga mengakibatkan merosotnya harga, maka negara diminta diam saja karena mekanisme pasar dengan sendirinya akan menentukan harga keseimbangan baru. f. Peran negara minimal Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada Sistem Ekonomi kapitalis mekanisme pasarlah yang satu-satunya diyakini baik dan boleh bekerja di pasar. Oleh karena itu negara memiliki peran yang sangat minim. Negara hanya menjaga keamanan dan ketertiban, menetapkan hak-hak kekayaan pribadi, menjamin perjanjian kedua belah pihak ditaati, menjaga persaingan tanpa hambatan, mengeluarkan mata uang, dan menyelesaikan persengketaan pihak buruh dan pemilik modal. Sistem Ekonomi Kapitalis memberikan kebebasan individu untuk berusaha mendapatkan kekayaan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kebebasan tersebut mendorong individu melakukan berbagai inovasi ekonomi dan teknologi yang mendorong kemajuan. Namun, kapitalisme membuat pihak yang tidak memiliki posisi tawar (modal) yang sama dengan pihak lain secara struktural tidak akan dapat bekerja dalam pasar, sehingga ia tidak dapat mencapai kemakmuran. Padahal posisi tawar yang tidak seimbang inilah yang banyak terjadi dalam kehidupan nyata. Akibatnya terjadi monopoli, pasar hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja. Apabila monopoli terjadi maka terjadi ketimpangan kemakmuran. Pihak yang dapat bekerja di pasar akan mendapatkan kemakmuran yang besar sedangkan sebaliknya pihak yang “tersingkir” dari pasar tidak akan sejahtera. Jika semua orang berorientasi pada diri mereka sendiri, maka kepentingan publik akan terabaikan, misalnya pembangunan jembatan umum, rumah sakit, dan jalan raya tidak akan dilakukan karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Seperti telah dijelaskan bahwa kapitalis murni sebagai sebuah sistem yang mengatur perekonomian masyarakat atau bahkan negara sudah banyak ditinggalkan. Ketidakmampuannya dalam memberikan jaminan berupa kesejahteraan bagi seluruh pihak menjadi alasan utama. Bahkan yang lebih ekstrem, beberapa produk sistem kapitalis diharamkan diterapkan seperti monopoli, monopsoni, oligopoli yang merugikan masyarakat dan lain sebagainya. Negara dengan regulasinya melarang segala praktik-praktik tersebut diterapkan di pasar. Namun demikian, pelanggaran atas regulasi yang melarang praktek- praktek kapitalis seperti yang telah disebutkan tetap ada. Di pasar muncul pihak-pihak yang mampu mencipkan sistem tersebut tanpa sepengetahuan publik melalui strategistrategi yang diterapkan. Bahkan lebih parah lagi mereka dapat mempengaruhi keputusan pemerintah untuk membuat regulasi yang menguntungkan bagi mereka. Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus suap yang marak terjadi di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia, untuk menggoalkan ketentuan yang mereka inginkan. Bukti lain sistem kapitalis murni ditinggalkan adalah pemerintahan yang banyak mengatur pelaku bisnis melalui kebijakan pajak dan subsidi. Pemerintah akan mengambil pajak dari pihak-pihak yang disebut wajib pajak untuk memberikan subsidi kepada pihak yang memang berhak atas subsidi tersebut. Praktik semacam ini merupakan praktek yang melanggar ciri atau karakteristik sistem kapitalis murni. 2. Sistem Ekonomi Sosialis Pemikiran Sistem Ekonomi Sosialis sesungguhnya telah muncul sejak abad ke-16 yang disebut sebagai Sosialisme Utopis. Polarisasi yang tajam antara si kaya dan si miskin dalam struktur sosial-ekonomi masyarakat Inggris pada abad ke-16 memunculkan berbagai kritik, yang konsepnya disebut sebagai “Sosialisme Utopia”. Gagasan ini merupakan tanggapan langsung pada tahap awal perkembangan kapitalisme, termasuk yang sebelum dikonsepsikan secara sistematis oleh Adam Smith pada tahun 1776. Tokoh-tokoh penganjur Sosialisme Utopia di antaranya adalah Thomas More (14781535), Tomasso Campanella (1568-1639), Franscis Bacon (1560- 1626), dan dikembangkan oleh Robert Owen (1771-1858), Charles Fourer (1772-1837), dan Louis Blanc (1811-1882). Sistem Ekonomi Kapitalis yang diterapkan di Eropa membawa kemakmuran bagi masyarakat, walaupun kemakmuran tersebut tidak bertahan lama. Pada awal abad ke20, terjadi kondisi kelesuan ekonomi (malaises). Mekanisme pasar yang diharapkan menyelesaikan depresi ekonomi tersebut ternyata tidak kunjung terjadi. Maka kemudian muncul Sistem Ekonomi Sosialis yang pada abad ke-16 telah dipikirkan dan diyakini dapat menjawab masalah ekonomi saat itu. Sistem Ekonomi Sosialis dilandasi oleh falsafah kolektivisme dan organisme. Kolektivisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa setiap orang adalah warga masyarakat. Oleh karena masyarakat adalah sebuah kesatuan tersendiri maka kepentingan masyarakat harus lebih dahulu diutamakan daripada kepentingan pribadi. Organisme adalah pandangan bahwa selain kepentingan dan kebutuhan masyarakat, negara sebagai sebuah kesatuan juga memiliki kepentingan dan kebutuhan. Oleh karena itu, negara sebaiknya berperan besar dalam sistem ekonomi untuk menjamin pemenuhan kepentingan dan kebutuhan setiap warga negara (Hudiyanto, 2002). Dalam Sistem Ekonomi Sosialis ini, pemerintah sangat berperan untuk menentukan jalannya perekonomian, atau umum dikenal sebagai perencanaan terpusat atau centralized planning sehingga hak milik dan inisiatif ekonomis individu kurang mendapat tempat yang layak (Hamid, 2005). Ciri-ciri Sistem Ekonomi Sosialis adalah: a. Negara sangat berkuasa dalam pemilikan bersama (kolektivitas) semua faktor produksi. Pemilikan bersama ini dimaksudkan agar semua faktor produksi diarahkan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan bersama bukan berorientasi terhadap keuntungan pribadi. b. Produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (production for needs). Negara akan mengatur semua produksi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, bukan hanya barang dan jasa yang bernilai ekonomi saja karena seluruh kegiatan ekonomi tidak diarahkan untuk menimbun kekayaan individu tetapi kesejahteraan bersama. c. Perencanaan ekonomi (economic planning). Negara melakukan perencanaan yang ketat untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam sistem ini mekanisme pasar tidak lagi berlaku karena negara yang menentukan semua harga (price setter). Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, sistem ini ingin melindungi semua pihak, terutama kelompok marjinal yang tidak memiliki faktor produksi. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar semua masyarakat mendapatkan kesejahteraan yang setara. Namun, secara umum sistem ini menghambat ekspresi dan mengurangi semangat orang untuk bekerja dan berprestasi, yang pada akhirnya makin menurunkan kreativitas dan produktivitas masyarakat. Negara dan perencanaan ekonomi yang sentralistik tidak dapat menjamin bahwa produksi dan distribusi barang dan jasa sesuai kebutuhan masyarakat karena pada tingkatan tertentu negara tidak memiliki kemampuan produksi dan distribusi sebesar kebutuhan masyarakat. Sosialis murni (sebagaimana kapitalis murni) juga sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat ataupun negara sebagai dasar tata kelola ekonominya. Alasan yang sama menjadi latar belakang mengapa sistem sosialis murni ditinggalkan yaitu ketidakmampuannya dalam memberikan jaminan berupa kesejahteraan seluruh pihak. Sistem sosialis yang saat ini berkembang adalah sistem ekonomi yang banyak/cenderung berpihak pada kepentingan kaum marjinal dan membiarkan kaum elit berusaha sendiri karena dianggap memiliki kemampuan untuk mencapai kesejahteraan. Bahkan beberapa negara memberikan tekanan yang berlebihan kepada kaum elit untuk membantu kepentingan negara terkait kewajibannya untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Berbagai program pemerintah yang diterapkan dan sesuai dengan semangat sosialis seperti subsidi, dukungan terhadap organisasi buruh, maraknya pembangunan fasilitas publik dan lain sebagainya. Pada titik jenuh, kebijakan yang berlebihan terkadang membawa dampak merugikan bagi kaum elit sehingga banyak diantara mereka kemudian berpindah ke wilayah lain dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Hal ini juga terjadi di banyak negara termasuk Indonesia. 3. Sistem Ekonomi Campuran Kemunculan Sistem Ekonomi Sosialis dianggap terlalu ekstrim karena mengharuskan pengambilalihan kekayaan individu menjadi kekayaan negara. Oleh karena itu ditempuh jalan tengah yang menyatukan kebaikan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis. John Maynard Keynes memunculkan pemikiran bahwa selain mendatangkan manfaat, Kapitalisme juga memunculkan ekses yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, negara berfungsi mengatasi ekses berupa pengangguran dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Sistem ekonomi gagasan Keynes, yang dikenal sebagai Sistem Ekonomi Campuran, telah melahirkan negara kesejahteraan (Welfare State) seperti yang dipraktikkan negara-negara Eropa Barat saat ini. Welfare State adalah suatu negara yang ingin menciptakan demokrasi seluas-luasnya seperti kesempatan mendapatkan lapangan pekerjaan, penguasaan teknologi, pendidikan dan sebagainya. Negara memiliki kewajiban menanggulangi penyebab kemiskinan struktural yang menghalangi kelompok-kelompok tertentu masuk ke dalam pasar. Tindakan yang dilakukan negara dapat dikelompokkan menjadi tiga hal: a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk operasional negara. Dalam hal-hal tertentu, tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan pendapatan. b. Penarikan pajak, biasanya yang dikenakan pajak progresif sehingga semakin besar kekayaan seseorang maka semakin besar pula harta yang diberikan kepada negara. Pajak ini digunakan untuk melakukan tindakan yang ketiga. c. Subsidi diberikan kepada para pihak yang membutuhkan sehingga kemiskinan struktural dapat diselesaikan dan distribusi pendapatan dapat terjadi. B. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI INDONESIA Sistem Perekonomian Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh Sistem Ekonomi Kolonial Belanda yang selama 350 tahun berkuasa atas ekonomi Indonesia. Pada awal kedatangannya di Indonesia, kolonial tidak datang sebagai penjajah fisik namun penjajah ekonomi. Dengan organisasi perdagangannya bernama VOC, mereka memonopoli pasar rempah-rempah yang pada masa itu merupakan komoditi andalan Nusantara. Mereka menggunakan kekerasan senjata untuk menguasai rempah-rempah. Ketika tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar, pemerintah Belanda melaksanakan sistem tanam paksa (culture stelsel) untuk menutup defisit anggaran kerajaan akibat perang melawan berbagai perlawanan di Nusantara. Sistem tanam paksa yang berlangsung selama lebih dari satu abad ini mendatangkan banyak keuntungan di pihak kerajaan Belanda tetapi mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat Nusantara. Namun, saat mulai berkembang liberalisme di Eropa, kebijakan tanam paksa ini menuai banyak kritik, sehingga pemerintah Belanda mengubahnya menjadi Sistem Ekonomi Kapitalis-Liberal. Melalui Undang-Undang Agraria tahun 1870, pemerintah Belanda mengundang sektor swasta untuk menyewa lahan perkebunan dalam jangka waktu yang lama. Lahan perkebunan yang semula dikendalikan pemerintah Belanda diambil alih oleh swasta, sedangkan pemerintah mendapatkan keuntungan dari pajak perseroan dan pajak pendapatan sektor swasta. Persoalan baru muncul ketika perkebunan swasta dan perkebunan rakyat menanam jenis tanaman yang sama akibatnya perkebunan rakyat sulit bersaing karena memiliki modal yang lebih kecil dibandingkan sektor swasta (Mubyarto, 2002). Setelah Indonesia merdeka, para pemimpin bangsa berusaha merumuskan kembali Sistem Ekonomi Indonesia yang dianggap ideal dengan kondisi bangsa. Muhammad Hatta mengemukakan sebuah konsep tentang Sistem Ekonomi Indonesia, yaitu Sistem Ekonomi Kerakyatan. Dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan, semua aktivitas ekonomi harus disatukan dalam organisasi koperasi sebagai bangun usaha yang sesuai dengan asas kekeluargaan. Hanya dalam asas kekeluargaan dapat diwujudkan prinsip demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, sedangkan pengelolaannya dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat sendiri (Mubyarto, 2002). Konsep Sistem Ekonomi Kerakyatan inilah yang kemudian dituangkan dalam UUD 1945 sebagai dasar sistem perekonomian nasional. Sistem ekonomi seperti yang dikonsepkan oleh Muhammad Hatta tersebut, ternyata tidak langsung berhasil dijalankan oleh pemerintahan Indonesia. Beberapa waktu setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami masa-masa sulit hingga pada puncaknya terjadi perpecahan pemimpin nasional ditandai dengan mundurnya Muhammad Hatta pada tahun 1956. Sejak saat itu Sukarno memegang kekuasaan yang sangat besar, sehingga Sistem Ekonomi Etatisme berjalan di Indonesia. Negara mengendalikan sistem produksi dan distribusi. Hiperinflasi hingga 650 persen yang terjadi pada tahun 1966 menghentikan sistem tersebut. Kekacauan sosial politik yang kemudian terjadi membuat Sukarno praktis tidak mampu melakukan kebijakan apapun untuk memperbaiki keadaan. Setelah rejim Orde Lama ditumbangkan oleh peristiwa berdarah 1966, rejim Orde Baru muncul dengan membawa sistem ekonomi yang baru yang ternyata juga tidak sepenuhnya sesuai dengan dasar sistem ekonomi yang termuat dalam UUD 1945. Sistem Ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru bersandar pada “Trilogi Pembangunan“, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas ekonomi, dan pemerataan. Meskipun pemerintah selalu mengklaim dirinya tidak menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalis, tetapi pada praktiknya Indonesia telah melakukan berbagai liberalisasi ekonomi yang semakin memarjinalisasi peranan ekonomi rakyat. C. PERANGKAT SISTEM EKONOMI DALAM UUD 1945 Seperti yang telah disebutkan di atas, Muhammad Hatta telah mengagas Sistem Ekonomi Indonesia yang dituangkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1-3, yang kemudian di amandemen oleh MPR dengan menambah ayat 4 dan 5: 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Berdasarkan pasal tersebut, tercantum dasar demokrasi ekonomi, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran perorang. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bentuk usaha yang sesuai dengan prinsip tersebut adalah koperasi. Konsep Sistem Ekonomi yang berdasarkan pasal tersebut menempatkan negara pada pelindung dan pembangun perekonomian yang dikuasai dan mampu dikendalikan oleh rakyat. D. SISTEM EKONOMI INDONESIA DEWASA INI Dasar negara Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi yang dikonsepkan adalah Ekonomi Kerakyatan (ekonomi yang dikuasai oleh rakyat), tetapi kenyataannya aktivitas ekonomi yang berlangsung saat ini mencerminkan Sistem Ekonomi Kapitalis, sehingga saat ini yang terjadi adalah dualisme ekonomi. Dualisme ekonomi mengacu pada pemikiran J.H. Boeke yang menggambarkan adanya dua keadaan yang amat berbeda dalam suatu masyarakat, yang hidup berkembang secara berdampingan. Keadaan pertama bersifat “superior”, sedangkan yang lainnya bersifat “inferior”, seperti halnya adanya cara produksi modern berdampingan dengan cara produksi tradisional, antara orang kaya dengan orang miskin tak berpendidikan, dan keadaan lain yang kontras dalam satu masa dan tempat (Hudiyanto, 2002). Mengacu pada pengertian tersebut, kiranya tidak sulit mengamati bekerjanya dualisme ekonomi dalam Sistem Ekonomi Indonesia saat ini. Dualisme ekonomi di Indonesia tidak hanya mewujud sebagai akibat perbedaan taraf pengembangan teknologi, melainkan tampak sebagai perbedaan konsep nilai (falsafah), ideologi, dan sosialbudaya, yang mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi. Di desa-desa (pedalaman) dan di sebagian masyarakat kota yang masih menganut kolektivisme banyak dijumpai tradisi yang memunculkan sistem ekonomi tertentu, yang tidak selalu sejalan dengan sistem ekonomi yang dominan. Ada sistem arisan, “sambatan” (kerja bakti), “nyumbang”, dan sistem pertukaran lokal (sebagian subsistem), yang masih berkembang meskipun sistem-sistem produksi dan keuangan modern makin berkembang pesat. Di sisi lain, perkembangan sektor ekonomi formal di pusat-pusat perkotaan tetap saja tidak mampu menampung banyaknya tenaga kerja, yang akhirnya berusaha di sektor informal. Dalam struktur ekonomi nasional pun perbedaan (konfigurasi) antara pelaku ekonomi konglomerat dan pelaku ekonomi rakyat masih terlihat jelas. Masing-masing menganut sistem nilai yang berbeda, yang memunculkan perbedaan sistem ekonomi yang terbentuk. Derajat hubungan (ketergantungan) antara kedua sistem (pelaku) umumnya terjadi dalam pola yang tidak seimbang. Dalam hal ini, sistem (pelaku) ekonomi superior (dominan) cenderung mensubordinasi sistem (pelaku) ekonomi inferior karena kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan SDM yang dikuasai pelaku ekonomi di sektor modern tersebut. Namun, tetap saja ada resistensi dari pelaku ekonomi tradisional di pedesaan yang berupaya mengembangkan tatanan sosial-ekonomi yang sesuai dengan sistem nilai dan sistem sosial-budaya mereka. Teori dualisme ekonomi dalam konteks Indonesia saat ini membantu untuk menganalisis dialektik hubungan ekonomi antarpelaku ekonomi. Dalam perkembangannya, antara dua keadaan yang kontras tersebut tidak lagi dapat berdampingan secara sejajar, melainkan satu sistem tersubordinasi oleh sistem yang dominan. Kenyataan model dualisme ekonomi ini berpengaruh dalam pengambilan kebijakan ekonomi dan penyusunan strategi pembangunan. Dalam struktur dualistik yang timpang, pengaruh kebijakan ekonomi dapat berbeda (trade- off), sehingga dibutuhkan kebijakan afirmatif (pemihakan) kepada pelaku ekonomi yang kecil, rentan, dan miskin. Jika tidak, kebijakan yang didesain secara makro-deduktif cenderung selalu menguntungkan (makin memakmurkan) pelaku ekonomi besar (sektor modern), yang membawa korban pada kemerosotan kesejahteraan pelaku ekonomi rakyat yang umumnya bergerak di sektor informal, pertanian, dan di wilayah pedesaan (Hamid,2005). Situasi dualisme ekonomi tersebut tidak dapat dibiarkan terjadi terus- menerus. Bangsa Indonesia harus segera mengambil langkah konkret dengan mengembangkan sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi sosial dan kultural bangsa untuk menyelesaikan masalah ekonomi yang saat ini mendera. Dalam sejarah, Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan sistem ekonominya, yang terkadang cenderung ke kapitalis ataupun sosialis. Hal ini terjadi karena adanya dinamika politik dalam pemerintahan, disamping tuntutan normatif untuk menemukan suatu sistem yang benar- benar sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dan demi menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat. Sistem ekonomi cenderung ke liberalis, misalnya, pernah diterapkan di Indonesia pada awal kemerdekaan, dimana rakyat diberikan wewenang yang cukup luas untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kemudian, Indonesia juga pernah menggunakan sistem ekonomi cenderung ke sosialis dimana peran pemerintah dalam perekonomian cukup dominan. Indonesia menggunakan sistem ekonomi yang berbeda dari sebelum-sebelumnya yaitu menggunakan sistem yang disebut demokrasi ekonomi ketika kepemimpinan Presiden Soeharto. Tuntutan rakyat yang merasa sistem demokrasi ekonomi ternyata tidak dijalankan dengan benar dan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, sehingga muncul tuntutan adanya perombakan sistem ekonomi yang dikenal dengan masa reformasi. Pasca reformasi, muncul pandangan untuk mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan, yang diharapkan bisa melibatkan sebagian besar rakyat dalam aktivitas ekonomi. Namun, dalam realitasnya ini belum mewujud. MATERI 3_PEREKONOMIAN INDONESIA PENDAPATAN NASIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Ashar Basyir, SE., MMSI A. Pengertian dan Konsep Pendapatan Nasional Produksi Nasional atau Pendapatan Nasional adalah nilai yang menggambarkan dari kegiatan (aktivitas) ekonomi secara nasional pada periode tertentu. Konsep Pendapatan Nasional : a. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestic Bruto (Gross Domestic Product/GDP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga masyarakat (termasuk warga asing) suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. b. Produk Nasional Bruto (PNB) Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di dalam negeri, tidak termasuk GNP. c. Produk Nasional Netto (PNN) Produk Nasional Netto (Net National Product/NNP) atau produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal. NNP = GNP – (Penyusutan + Barang pengganti modal) d. Pendapatan Nasional Netto (bersih) Pendapatan Nasional Bersih (Net National Income/NNI) adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income) dikurangi dengan pajak tidak langsung. NNI = NNP – Pajak Tidak Langsung e. Pendapatan Perseorangan Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial dan lain-lainnya. f. Definisi Pertumbuhan Ekonomi Pengertian pertumbuhan ekonomi harus dibedakan dengan pembangunan ekonomi.Dalam makalah pendapatan nasioanl dan pertumbuhan ekonomi ini,penulis ingin menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan output agregat khususnya output agregat per kapita. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. g. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi Apakah alat yang bisa digunakan untuk mengetahui adanya pertumbuhan ekonomi suatu negara? Menurut M. Suparko dan Maria R. Suparko ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu : 1) Produk Domestik Bruto PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk. 2) PDB per Kapita atau Pendapatan Perkapita PDB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatan perkapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk. 3) Pendapatan Per jam Kerja Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama. h. Model – Model Pertumbuhan Ekonomi Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar adalah model pertumbuhan yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, model itu merupakan perkembangan langsung teori ekonomi makro Keynes yang merupakan teori jangka pendek yang menjadi teori jangka panjang. Pada model Harrod-Domar investasi diberikan peranan yang sangat penting. Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh kembar. Di satu sisi investasi mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi mempengaruhi kapasitas produksi nasional dengan menambah stok modal yang tersedia. Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “ Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden age). Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “ Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden age). Di samping itu Harrod mengemukakan bahwa sekali keseimbangan itu terganggu, maka gangguan itu akan mendorong ekonomi nasional menuju ke arah depresi atau inflasi sekular. Karena itu Harrod melambangkan keseimbangan ekonomi tersebut sebagai keseimbangan mata pisau, mudah sekali tergelincir dan sekali tergelincir semuanya akan menjadi hancur (jadi keseimbangan yang tidak stabil). Model pertumbuhan ekonomi Domar hampir mirip dengan model Harrod walaupun ada beberapa perbedaan yang esensial pula antara kedua model itu. Perbedaan itu khususnya menyangkut mengenai tiadanya fungsi investasi pada model Domar, sehingga investasi yang sebenarnya tidak ditentukan di dalam modelnya. Karena itu kesulitan pencapaian keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap bagi Harrod, disebabkan oleh sulitnya kesamaan v dan vr atau laju pertumbuhan yang disyaratkan dengan laju pertumbuhan natural, sedang bagi Domar kesulitan itu timbul karena adanya kecenderungan masyarakat untuk melakukan investasi yang relatif terlalu rendah (underinvestment). Model Neo-Klasik sebagaimana dikemukakan oleh Solow (juga Swan) mencoba memperbaiki kelemahan model Harrod-Domar dengan mengolah asumsi yang mengenai fungsi produksi yang digunakan, dari fungsi produksi dengan proporsi tetap, menjadi fungsi produksi dengan proporsi yang variabel. Berbeda dengan visi Harrod-Domar yang suram dan menakutkan visi teori NeoKlasik adalah visi yang menggembirakan dan serasi dengan proses ekonomi yang otomatik dan mekanistik. Kelemahan pokok teori Neo-Klasik adalah dihilangkannya peranan pengharapan para pengusaha yang dalam teori Keynes menduduki peranan sentral. i. Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) Tingkat Pertumbuhan PNB (Produk Nasional Bruto) Dalam praktek angka, PNB kurang lazim dipakai, yang lebih populer dipakai adalah PDB, karena angka PDB hanya melihat batas wilayah,terbatas pada negara yang bersangkutan j. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Faktor Sumber Daya Manusia Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan. Faktor Sumber Daya Alam Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian. Faktor Budaya Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya. Sumber Daya Modal Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. B. Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS) resmi merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 sebesar 5,02 %. Angka ini sesuai dengan prediksi Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Hampir semua sektor tumbuh positif. Lima besar pertumbuhan tertinggi sepanjang 2016 dicatat oleh sektor jasa perusahaan yang tumbuh 7,36%, sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh 7,74%, sektor jasa di luar jasa keuangan, pendidikan, kesehatan, dan perusahaan yang tumbuh 7,80%, sektor informasi dan konsumsi yang tumbuh 8,87%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi yang tumbuh 8,90%. Kelima sektor tersebut berkontribusi pada 64,7% pertumbuhan ekonomi Indonesia. Struktur ekonomi Indonesia menurut pengeluaran didominasi oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) sebesar 56,50% diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 32,57%, dan komponen ekspor barang dan jasa sebesar 19,08%. Secara umum, pertumbuhan ekonomi ini masih tinggi, meski berbeda dengan asumsi yang ditetapkan di dalam APBN-P 2016 sebesar 5,2%. Pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2016 memang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi kuartal IV Hal ini disebabkan oleh adanya pemangkasan anggaran belanja pemerintah. Pemangkasan terjadi karena perencanaan anggaran yang tidak begitu matang. Belanja tidak mampu diimbangi oleh kerja penerimaan negara, khususnya pajak. Ketimbang mengalami risiko defisit yang melebihi 3%, pemerintah memilih memangkas belanja dengan prinsip efektivitas dan efisiensi. BPS juga mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp12.406,8 triliun, sementara PDB per kapita mencapai Rp47,96 juta/tahun. Capaian ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp45,14 juta/tahun. Angka ini menunjukkan daya beli masyarakat yang meningkat. Meski secara nasional, angka pendapatan per kapita ini naik, kenyataannya terjadi ketimpangan pendapatan yang ada di kota besar dan kota kecil. Tingginya ketimpangan pendapatan memang kerap menimpa negara-negara yang perekonomiannya banyak mengandalkan sumber daya alam. misalnya saja Brazil. fenomena ini juga ada kaitannya dengan dutch disease, yakni fenomena di bidang perekonomian yang merujuk pada akibat yang biasanya ditimbulkan oleh melimpahnya sumber daya alam di suatu negara. Sumber daya alam dan tingkat perekonomian suatu negara punya kaitan yang erat, yang secara teori seharusnya menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, kenyataannya, hal ini justru mempengaruhi kestabilan ekonomi sosial suatu negara sehingga lebih rendah. Negara yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung tidak memiliki teknologi yang, ditambah dengan masalah korupsi, lemahnya birokrasi dan demokrasi. Index gini yang paling rendah dimiliki oleh negara-negara yang pertumbuhan ekonominya mengandalkan sektor jasa. Indonesia sebenarnya banyak memiliki sektor jasa, namun sumber-sumbernya masih begitu terbatas sehingga pemerintah seharusnya berkonsentrasi pada program ekonomi yang mengarah ke sektor jasa. Risiko yang berasal dari faktor eksternal adalah pemulihan ekonomi global yang belum stabil. Ketidakpastian dari arah kebijakan pemerintah US ditambah dengan rencana kenaikan suku bunga The Fed sebanyak tiga kali pada tahun ini juga berpotensi menimbulkan tekanan pada arus modal dan nilai tukar. Rebalancing yang terjadi di China juga berpotensi menimbulkan tambahan risiko. Bappenas mengungkapkan bahwa perekonomian China sangat mempengaruhi Indonesia. Jika China mengalami perlambatan 1%, maka ekonomi Indonesia akan tergerus 0,72%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pengaruh ekonomi US yang diprediksi jika ekonomi US melambat 1%, ekonomi Indonesia akan menurun 0,41%. Risiko perlambatan pada perekonomian China itu ada, selain karena pengaruh sentiment dari US, utang China sekarang makin naik dan cadangan devisa mereka turun menyebabkan tren depresiasi Yuan. Seiring dengan hal tersebut, IMF juga melaporkan hasil penilaian perekonomian Indonesia tahun IMF menganggap Indonesia berhasil dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan beradaptasi terhadap dinamika perubahan perekonomian global. Meski menghadapi sejumlah risiko, outlook perekonomian Indonesia positif. Hal ini terjadi, salah satunya karena tepatnya bauran kebijakan makroekonomi yang didukung oleh reformasi structural sehingga Indonesia mampu menghadapi beberapa tantangan seperti siklus harga komoditas dunia yang naik turun, lambatnya pertumbuhan ekonomi global, serta beberapa keadaan yang berpotensi menimbulkan gejolak keuangan ke negara emerging markets. Senada dengan hal itu, kesimpulan yang diambil oleh KSSK juga menyebutkan kondisi stabilitas sistem keuangan kita normal. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil pemantauan dan asesmen terhadap perkembangan moneter, fiskal, makroprudensial, sistem pembayaran, pasar modal, pasar surat berharga negara, perbankan, lembaga keuangan non-bank dan penjaminan simpanan. KSS memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 akan lebih baik dan stabilitas sistem keuangan pun terkendali. Tahun 2017, pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1% dengan asumsi defisit 2,41%. Namun, masih ada beberapa risiko yang patut dicermati, baik itu risiko eksternal maupun internal/ domestik yang dapat mempengaruhi sistem keuangan. Di sisi internal/ domestik, risiko yang perlu dicermati adalah potensi kenaikan inflasi dari administred price atau harga yang diatur pemerintah. Pada bulan Januari 2017, penyumbang inflasi terbesar adalah dari administred price, di antaranya dari pencabutan subsidi listrik dan kenaikan pembayaran STNK. Dari sisi fiskal, tantangan yang dihadapi adalah cara peningkatan penerimaan negara, terutama yang berasal dari pajak untuk mengendalikan defisit. MATERI 4_PEREKONOMIAN INDONESIA INDEK PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT INDEX) Ashar Basyir, SE., MMSI A. HUBUNGAN EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA DAN EKONOMI PEMBANGUNAN Tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Jumlah penduduk yang besar, seperti Indonesia, Amerika, India, Brazil, China, dan lain sebagainya akan menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi dunia, baik melalui pengukuran produktivitas maupun melalui pengukuran pendapatan per kapita. Selain itu, kesempatan kerja yang tersedia dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan ekonomi. Dengan demikian, tenaga kerja merupakan sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan juga distribusi barang dan jasa. Adanya kebutuhan tenaga kerja oleh perusahaan di satu pihak dan adanya persediaan atau penawaran tenaga kerja di pihak yang lain, mengakibatkan timbulnya pasar tenaga kerja yang merupakan tempat di mana permintaan dan penawaran tenaga kerja bertemu. Ekonomi pembangunan sendiri mempunyai sejarah yang unik untuk disimak, pada awalnya makna pembangunan lebih menitikberatkan kepada aspek ekonomi, yaitu kemiskinan. Seiring berjalannya waktu makna tersebut meluas menjadi peningkatan kualitas kehidupan (seringkali pengukuran kualitas ini menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)). Setidaknya terdapat tiga nilai inti pembangunan yang dapat digunakan untuk memahami nilai pembangunan (Todaro, Hal 25:2012 ), yaitu kecukupan, jati diri, dan kebebasan. Kecukupan di sini tidak hanya merujuk pada makanan saja namun lebih luas daripada itu. Kecukupan dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana tercukupinya semua kebutuhan dasar untuk setiap individu. Apabila kebutuhan dasar ini tidak dapat tercukupi salah satunya maka muncullah kondisi ‘keterbelakangan absolut’. Kecukupan tersebut dipenuhi oleh fungsi dasar perekonomian, yaitu penyediaan perangkat dan sarana untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Atas dasar itu, dapat dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Sebagai bagian dari sebuah gugusan masyarakat yang universal, sebuah negara atau bangsa memerlukan sikap untuk menghargai diri sendiri, mampu dan perlu untuk mengejar suatu tujuan serta bentuk pernyataan diri yang lain. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah istilah, yaitu ‘jati diri’. Pencarian jati diri bagi sebuah negara yang sedang berkembang sangat diperlukan karena proses masuknya informasi dari negara-nagara maju akan membuat sebuah negara sedang berkembang kehilangan makna keberadaannya. Bagi sebuah negara kehilangan jati diri merupakan masalah yang sangat besar. Tujuan pembangunan serta arah yang telah ditetapkan akan berubah apabila sebuah negara kehilangan jati diri. Ekses negatif dari kehilangan itu adalah semakin tingginya sifat dan sikap konsumerisme pada setiap individu dari sebuah negara. Kehilangan makna atau jati diri juga akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dengan kata lain kebebasan sebuah negara menjadi hilang. Kebebasan yang dapat diartikan sebagai kemerdekaan individu (negara) dari semua jenis perbudakan maupun penghambaan kepada individu (negara) lain. Kebebasan untuk memilih model atau tujuan pembangunan yang sesuai bagi negaranya. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) atau yang sering kita sebut IPM adalah indikator pengukuran pencapian sosioekonomi suatu negara dengan mengkombinasikan pencapaian dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pendapatan riil per kapita yang disesuaikan (Todaro, 2012: 25). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks yang mengukur pembangunan manusia dari tiga aspek dasar, yaitu: a long and healthy life (umur panjang dan hidup sehat), knowledge (pengetahuan), dan a decent standard of living (standar hidup layak) (BPS, 2015). IPM memeringkatkan negara atau daerah dengan skala 0 (pembangunan manusia rendah) sampai 1 (pembangunan manusia tinggi) berdasarkan pada tiga tujuan pembangunan, yaitu masa hidup (longetivity) yang diukur dengan harapan hidup setelah lahir, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan bobot rata rata tingkat melek huruf orang dewasa dan rasio partisipasi sekolah bruto, serta standar hidup yang diukur dengan Produk Domestik Bruto per kapita (PDRB per kapita) yang disesuaikan dengan kemampuan daya beli masyarakat di setiap negara. Sumber: Badan Pusat Statistik 2015 Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 1996 – 2015 Kondisi Indeks Pembangunan Manusia Indonesia selama 1996 – 2015 memiliki tren peningkatan positif yang signifikan, di mana hasil estimasi IPM Indonesia menunjukan terjadi peningkatan 0.69% setiap tahunnya. Dua digit angka IPM Indonesia dikarenakan standar penulisan IPM di Indonesia adalah 2 digit sehingga untuk menginterpretasikan nilai IPM perlu disesuaikan dengan membagi 100 pada angka IPM, misalnya saja IPM tahun 2015 yang sebesar 75.65 disesuaikan menjadi 0.7565 (Gambar 1.1). Secara umum kondisi pendidikan, kesehatan, dan perekonomian Indonesia cukup baik atau bisa dikatakan pembangunan manusia Indonesia tinggi hal ini dikarenakan angka IPM yang terus meningkat dan nilainya mendekati 1. Namun demikian, ketimpangan IPM di berbagai daerah di Indonesia juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 19 tahun, DKI Jakarta selalu berada di posisi IPM paling tinggi (0.7859), sedangkan Papua selalu berada di posisi IPM paling rendah (0.6625) sehingga meskipun secara keseluruhan IPM Indonesia baik, namun jika dilihat secara parsial akan terlihat ketimpangan antara daerah yang dekat dan jauh dengan Pemerintahan Pusat (lihat Gambar 1.2). Selain itu juga, kita dapat melihat bahwa IPM Indonesia turun di tahun 1999, hal ini diindikasikan karena pengaruh setelah terjadinya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia di tahun 1998. B. EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENDUDUK Pasar tenaga kerja adalah bagian dari pasar faktor produksi. Setiap unsur pembentuk dalam pasar faktor-faktor produksi tersebut sebagian besar berasal dari rumah tangga (tanah, keahlian (skill), kemampuan manajerial serta modal). Perekonomian merupakan sistem yang dibentuk oleh manusia sehingga perilaku manusia dicerminkan melalui perekonomiannya. Dalam perekonomian terjadi interaksi antarindividu (manusia) yang berupa aktivitas ekonomi, antara lain konsumsi, investasi, penawaran tenaga kerja, dan lain sebagainya. Besar kecilnya perekonomian ini tergantung kepada kemampuan individu-individu dalam perekonomian untuk berproduksi (produksi tidak hanya merupakan proses pengolahan bahan baku menjadi barang akhir saja, lebih dari itu produksi merupakan proses pembentukan nilai tambah bagi setiap individu). Salah satu ukuran penilaian kemampuan produksi menggunakan produktivitas. Secara sederhana, makna produktivitas ini dapat dijabarkan sebagai berikut: kemampuan setiap individu untuk melakukan produksi secara optimal. Melalui sudut pandang makroekonomi, produktivitas diukur menggunakan pendekatan kependudukan. Pengukuran ini melibatkan banyak unsur dalam penduduk (antara lain: agama, budaya, unsur geografis, politik, keamanan). Oleh karena itu, seringkali pengukuran produktivitas secara makro menggunakan pendapatan per kapita. Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan per kapita dari penduduk sebuah negara dapat dikatakan bahwa produktivitas penduduk negara tersebut meningkat. Penduduk merupakan sumber tenaga kerja manusia. Tenaga kerja ini pada umumnya tersedia di pasar kerja dan biasanya siap untuk digunakan dalam proses produksi dan penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar kerja. Apabila tenaga kerja bekerja maka ia akan memperoleh upah atau gaji yang merupakan imbalan atas jasanya. Tenaga kerja akan menghasilkan barang dan jasa yang selanjutnya akan dilempar ke pasar barang dan jasa. Di pasar barang dan jasa, timbul permintaan barang dan jasa oleh penduduk. Untuk memperoleh barang dan jasa, penduduk harus membayar harga barang atau jasa tersebut. Pembayaran (dalam bentuk uang) oleh penduduk pada umumnya diperoleh dari pendapatannya atas kontribusinya di dalam proses produksi sehingga terjadilah arus putar balik dari aliran barang dan jasa serta aliran uang di masyarakat. Pada dasarnya, aliran siklus tersebut akan menyebabkan terjadinya keseimbangan di dalam perekonomian. Namun demikian, suatu saat keseimbangan itu bisa terganggu, yaitu apabila terjadi kejutan (gangguan/shock) dari luar (faktor eksogen) sehingga keseimbangan dalam siklus perekonomian berubah. Pasar Faktor-faktor Produksi c f Rumah Tangg h b e Pasar Uang g Pemerintah Perusahaan i a Pasar untuk Barang dan Jasa Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 1.3 Siklus dalam Perekonomian Keterangan gambar: a) konsumsi rumah tangga b) pajak yang dibayarkan oleh rumah tangga d c) tabungan rumah tangga d) pendapatan yang diperoleh perusahaan e) pembayaran faktor produksi f) pendapatan yang diperoleh rumah tangga g) investasi h) tabungan masyarakat (public saving) i) belanja pemerintah Gambar 1.3 mencoba menjelaskan aliran uang dalam perekonomian. Meskipun urutan keterangan gambar menunjukkan sebuah pola yang urut, namun hal itu tidak berarti bahwa perekonomian berawal dari konsumsi (a) dan diakhiri oleh belanja pemerintah (i). Dalam sebuah perekonomian terdapat tiga pelaku ekonomi, yaitu: rumah tangga (households), swasta (private), dan pemerintah (government). Pelaku ekonomi tersebut mempunyai cara yang spesifik dalam memenuhi kebutuhannya (need). Rumah tangga membutuhkan konsumsi akan barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pasar untuk barang dan jasa, di mana penawaran atas produk barang dan jasa tersebut disediakan oleh swasta (perusahaan). Perusahaan sendiri membutuhkan faktor-faktor produksi dalam menjalankan usahanya dan penawaran faktor produksi tersebut disediakan oleh rumah tangga. Sementara itu, pemerintah sebagai fasilitator membutuhkan pendapatan untuk memfasilitasi setiap aktivitas ekonomi maupun nonekonomi. Pendapatan itu diperoleh dari pajak yang dibayarkan oleh rumah tangga, meskipun perusahaan merupakan pelaku ekonomi yang paling “terlihat” aktivitas ekonominya perlu disadari pula bahwa sebenarnya individu di dalam perusahaan merupakan komponen dari rumah tangga. Pajak kemudian disalurkan kepada pasar uang dan pasar untuk barang dan jasa. MATERI 5_PEREKONOMIAN INDONESIA KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN Ashar Basyir, SE., MMSI A. Konsep Tenaga Kerja Konsep tenaga kerja di tiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir, yakni pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga. Walaupun sedang tidak bekerja, tetapi dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 didefinisikan sebagai setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Definisi ini berbeda dengan perspektif definisi praktis, pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Setiap negara memberikan batas umur yang berbeda. India misalnya, menggunakan batasan umur dari 14 tahun sampai dengan 60 tahun. Selain dari umur itu (di bawah 14 tahun dan di atas usia 60 tahun), tidak digolongkan tenaga kerja. Amerika Serikat, mulamula menggunakan batas umur minimal 14 tahun tanpa batas umur maksimum. Kemudian, sejak tahun 1967, batas umur dinaikkan menjadi 16 tahun. Di Indonesia sendiri, semula dipilih batas umur minimal 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian, tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berusia 10 tahun atau lebih. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur didasari oleh kenyataan bahwa dalam umur tersebut, sudah banyak penduduk terutama di desa-desa yang sudah bekerja di ladang atau sedang mencari pekerjaan. Seiring dengan meningkatnya dunia pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi berkurang. Sekarang wajib sekolah 9 tahun telah diberlakukan maka anak-anak sampai dengan usia 14 tahun akan berada di sekolah sehingga lebih tepat batas umur dinaikkan menjadi 15 tahun. Atas pertimbangan tersebut, UndangUndang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan mulai berlakunya undang-undang ini, mulai tanggal 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 15 tahun atau lebih, namun hal ini tidak berlaku sekarang. Batas usia tenaga kerja terakhir yang diterapkan di Indonesia adalah 18 tahun, hal ini mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003, hal itu disarikan dari larangan mempekerjakan pekerja anak (setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun) namun ada pengecualian dalam peraturan tersebut, yaitu bagi anak yang berusia 13-15 tahun untuk diperbolehkan melakukan pekerjaan ringan yang tidak mengganggu masa perkembangan serta untuk pengembangan bakat dan minat anak tersebut. Indonesia tidak menganut batas usia maksimum. Alasannya adalah Indonesia belum mempunyai sistem jaminan nasional. Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai swasta. Namun demikian, pendapatan yang diterima pun masih jauh dari cukup. Oleh sebab itu, bagi mereka yang menginjak masa pensiun tetap harus bekerja sehingga mereka digolongkan sebagai tenaga kerja, hal ini juga didukung dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang secara pasti tidak mengatur dan memuat usia pensiun bagi tenaga kerja. Sumber: BPS, 2015 Gambar 1.4 Diagram Pembagian Konsep Tenaga Kerja Tenaga kerja itu sendiri, terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force, terdiri dari (1) golongan yang bekerja dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam angkatan kerja ini sewaktuwaktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering disebut juga angkatan kerja yang potensial (potential labor force). B. Konsep Pengangguran Menurut definisi yang diperoleh dari Sensus Penduduk tahun 1971, pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (namun sensus penduduk tahun 1971 tidak memberikan batasan mengenai jumlah jam kerja per hari atau per minggu). Definisi pengangguran ini sama dengan definisi pada sensus penduduk pada tahun 2001. Secara fundamental, fenomena pengangguran di Indonesia pada saat sebelum krisis berbeda dengan negara berkembang lainnya. Di Indonesia, pengangguran yang terjadi pada saat itu adalah angkatan kerja yang mencari pekerjaan (search unemployment), sedangkan di negara lainnya pengangguran yang terjadi cenderung disebabkan oleh perekonomian (structural unemployment). International Labor Organization atau ILO dalam mendefinisikan pengangguran terbuka, yaitu mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan, mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha, mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja (Hussmanns, dkk, 1992: Hal 36). Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu pengangguran friksional, musiman, struktural, dan siklikal. 1. Pengangguran Friksional Pasar tenaga kerja yang mencerminkan permintaan dan penawaran tenaga kerja sesungguhnya bersifat tetap di mana ada pekerja yang diberhentikan ada juga yang bekerja. Perusahaan pun demikian, ada perusahaan yang mengurangi kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja ada juga yang mengurangi kapasitas produksinya dan mengurangi tenaga kerja. Idealnya ketika pekerja mencari pekerjaan dan perusahaan mencari pekerja bertemu maka tidak akan tercipta pengangguran. Pengangguran friksional muncul karena pekerja dan perusahaan tidak bertemu pada satu waktu yang tepat (Borjas, 2013: Hal 506). Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, bisa terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Di satu pihak pencari kerja tidak hanya sekedar mencari pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan tertinggi, tetapi juga kondisi kerja terbaik. Proses pemilihan seperti itu memerlukan waktu. Di lain pihak, pengusaha tidak begitu saja mengisi lowongan kerja yang ada dengan orang yang pertama kali datang melamar. Untuk mengisi satu lowongan tertentu, pengusaha cenderung untuk memilih seseorang yang dianggap terbaik di antara calon-calon yang ada. Pengisian lowongan seperti memerlukan waktu untuk proses seleksi. Selama proses yang demikian, seorang pelamar yang menunggu panggilan untuk seleksi atau ujian masuk (yang belum pasti diterima) adalah tergolong penganggur friksional. Pengangguran jenis ini juga bisa terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja di mana lowongan pekerjaan justru bukan terdapat di sekitar tempat tinggal pencari kerja. Misalnya, pencari kerja tinggal di Surabaya, sementara lowongan pekerjaan berada di luar Surabaya. Bentuk yang terakhir adalah pencari kerja tidak mengetahui di mana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai. Kebijakan untuk mengurangi pengangguran friksional dilakukan dengan menyediakan informasi lowongan pekerjaan untuk pekerja yang menganggur dan informasi pekerja untuk perusahaan yang ingin mencari pekerja. 2. Pengangguran Musiman Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim panen, para petani banyak yang tidak turun ke sawah. Pada masa ini, banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru. Selama masa menunggu tersebut, mereka digolongkan sebagai penganggur musiman. Namun, dalam sensus penduduk yakni Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), hal ini tidak terlihat jelas karena mereka menurut definisi digolongkan bekerja. Perubahan musim bisa juga disebabkan oleh perubahan model pada suatu industri, munculnya model baru membuat pekerja akan berhenti sejenak karena keterampilan mereka tidak sesuai dengan model baru tersebut. Sebenarnya pengangguran musiman ini tidak menimbulkan masalah berarti karena setelah musim tersebut kembali pada musim awal maka pekerja yang menganggur tersebut akan kembali ke perusahaan awal (Borjas, 2013: Hal 507). 3. Pengangguran Struktural Pengangguran Struktural terjadi karena adanya perubahan struktural dalam struktur atau komposisi perekonomian. Pengangguran struktural yang demikian memerlukan perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan dengan keterampilan tersebut. Misalnya, terjadi pergeseran dari perekonomian yang agraris menuju perekonomian yang industrial. Di satu pihak, terjadi pengurangan tenaga di sektor pertanian dan di pihak lain bertambahnya tenaga kerja di sektor industri. Akan tetapi, tenaga kerja yang berlebih di sektor pertanian tadi tidak begitu saja dapat terserap di sektor industri karena sektor industri memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan tertentu. Akibatnya, tenaga yang berlebih dari sektor pertanian tadi merupakan penganggur struktural. Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengurangan pekerja akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju. Penggunaan traktor misalnya, dapat menimbulkan pengangguran di kalangan petani. Penganggur sebagai akibat struktur perekonomian pada dasarnya memerlukan tambahan latihan untuk memperoleh keterampilan baru yang sesuai dengan permintaan dan teknologi baru. Lamanya pengangguran struktural pada umumnya lebih panjang dari lamanya pengangguran friksional. Pengangguran struktural akan tetap tumbuh meskipun pekerja dan perusahaan sudah mengetahui informasi, hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan pekerja ataupun perusahaan (Borjas, 2013: Hal 507). Kebijakan untuk mengurangi pengangguran ini adalah menyediakan pelatihan keterampilan baru untuk pekerja sehingga keterampilan pekerja sesuai dengan kebutuhan struktur ekonomi baru. 4. Pengangguran Siklikal Pengangguran siklikal atau konjungtural terjadi karena adanya siklus ekonomi yang melamban. Meskipun pekerja dan perusahaan bertemu dan keterampilan pekerja sesuai dengan kebutuhan, pengangguran masih dapat tercipta karena ekonomi di suatu negara tersebut mengalami pemerosotan ekonomi (resesi). Kondisi ekonomi yang merosot menyebabkan tingkat konsumsi menurun sehingga perusahaan hanya membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit sehingga terjadi pemberhentian banyak pekerja dan terciptalah pengangguran siklikal. Ada kelebihan stok tenaga kerja baru yang dibutuhkan, namun permintaannya hanya sedikit. Kebijakan dalam menyelesaikan pengangguran ini adalah dengan mendorong permintaan agregat sehingga perekonomian tumbuh dan tingkat produksi meningkat. Peningkatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak sehingga pengangguran siklikal akan berkurang (Borjas, 2013: Hal 507). C. TEORI PENGANGGURAN Beberapa hipotesis atau dugaan terkait konsep pengangguran telah dipaparkan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah George Borjas dalam bukunya Labor Economics. Beberapa hipotesis terkait teori pengangguran ini adalah “The Intertemporal Substitution Hypothesis” atau “Hipotesis Substitusi Antarwaktu”, dan “The Sectoral Shifts Hypothesis” atau “Hipotesis Pergeseran Sektor.” Selain itu, dalam materi ini juga akan dibahas terkait efisiensi upah dan pengangguran. 1. The Intertemporal Substitution Hypothesis Hipotesis ini menjelaskan terkait masalah yang ada pada pengangguran friksional, model pencari kerja dapat memberikan penjelasan penting terkait pengangguran friksional. Pada materi penawaran tenaga kerja akan dijelaskan bahwa tenaga kerja akan mengalokasikan waktu yang banyak untuk menganggur atau rekreasi ketika tingkat upahnya rendah dan akan bekerja penuh ketika tingkat upah tinggi. Upah tinggi atau rendah dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, misalnya saja kondisi perekonomian sedang mengalami ekspansi maka tingkat upah riil akan naik, sebaliknya jika perekonomian mengalami penurunan atau kontraksi maka tingkat upah riil akan menurun. Asumsi pada hipotesis ini ada dua, yaitu upah riil adalah procyclical dan penawaran tenaga kerja akan merespon untuk menggeser upah riil. Sifat procyclical merupakan sifat yang menunjukkan keterkaitan atau korelasi positif sesuai dengan prinsip ekonomi yang berlaku, dalam konteks ini maka upah riil berkaitan erat dengan siklus bisnis. Meskipun sudah ada konsensus yang menyatakan upah adalah procyclical namun masih diragukan. (Borjas, 2013: Hal 525). Perubahan upah riil selama siklus bisnis sulit dihitung karena dalam siklus bisnis terjadi perubahan komposisi angkatan kerja. Pada hipotesis substitusi antarwaktu dinyatakan pergeseran besar persediaan tenaga kerja dalam siklus bisnis dikarenakan oleh realokasi waktu oleh pekerja. Di mana persediaan tenaga kerja akan meningkat pada waktu upah rendah karena pekerja lebih memilih menganggur ketika upah rendah dan berlaku sebaliknya, yaitu persediaan tenaga kerja akan berkurang ketika upah tinggi karena pekerja akan mengoptimalkan pekerjaannya pada upah tinggi. 2. The Sectoral Shifts Hypothesis Hipotesis pergeseran sektor menyatakan bahwa pengangguran struktural akan meningkat karena keterampilan yang dimiliki oleh pekerja tidak sesuai dengan keterampilan kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hipotesis ini juga menyatakan bahwa pengangguran struktural meningkat karena keterampilan tenaga kerja tidak mudah disesuaikan dengan sektor yang mengalami perubahan (Borjas, 2013: Hal 526). Pergeseran permintaan tenaga kerja tidak terjadi pada seluruh sektor perekonomian. Pada kondisi tertentu satu sektor ekonomi akan tumbuh namun di sektor lainnya juga akan turun, sebagai contohnya adalah ketika kemajuan teknologi terjadi maka industri komputer akan berkembang, sedangkan industri mesin ketik akan semakin melemah. Perkembangan industri komputer otomatis akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja untuk memperbaiki komputer sementara tenaga kerja yang mampu memperbaiki mesin ketik akan banyak yang menganggur karena industri mesin ketik mengalami penurunan kapasitas produksi, pengangguran dari tenaga kerja yang mampu memperbaiki mesin ketik tidak secara langsung mendapatkan pekerjaan karena mereka harus menyesuaikan keterampilan mereka dengan kebutuhan saat itu (perbaikan komputer). Beberapa penelitian yang telah dilakukan telah membuktikan bahwa ternyata di Amerika Serikat dan beberapa negara maju, hipotesis pergeseran sektoral yang berkontribusi menyebabkan pengangguran tidak berlaku. Pada hipotesis ini juga dikatakan bahwa tingkat pengangguran akan meningkat ketika ada banyak perpindahan pada saat pertumbuhan tenaga kerja ketika industri tumbuh dan merosot. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Abraham dan Katz (1986) yang menyatakan adanya korelasi positif antara perpindahan saat pertumbuhan tenaga kerja dan peningkatan tingkat pengangguran. 3. Efisiensi Upah dan Pengangguran Seperti yang sudah kita ketahui bahwa ketika output dari industri itu mahal maka perusahaan akan mencoba untuk menerapkan upah efisien karena perusahaan membayar upah di atas upah pasar maka dengan diterapkannya upah efisien maka secara tidak langsung akan menghasilkan pengangguran sukarela. Teori efisiensi upah menyatakan bahwa semakin tinggi upah maka semakin tinggi produktivitas. Peningkatan produktivitas mengindikasikan upah yang dibayarkan di atas upah ekuilibrium, ketika upah berada di atas upah ekuilibrium maka akan tercipta pengangguran (lihat Gambar 1.6). Upah minimum merupakan contoh kasus di mana upah yang dibayarkan perusahaan berada di atas upah ekuilibrium sehingga pada kondisi penerapan upah minimum maka perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja dan nantinya akan banyak tercipta pengangguran usia muda sehingga upah kaku kurang responsif terhadap perubahan permintaan dibandingkan upah kompetitif. Sumber: Borjas, (2013: 528) Gambar 1.6 Pengangguran dan Upah Riil Kaku Beberapa penelitian terbaru mengungkap bahwa efisiensi upah dapat memainkan peran penting dalam menghasilkan pengangguran di banyak negara, lebih khususnya penelitian ini menampilkan kurva miring ke bawah yang menggambarkan hubungan negatif antara upah dan tingkat pengangguran. Ternyata pada setiap negara yang memiliki upah tinggi terletak pada negara yang memiliki tingkat pengangguran rendah dan upah cenderung rendah di mana tingkat pengangguran itu tinggi, keterkaitan upah dan pengangguran tersebut diilustrasikan oleh kurva upah (Gambar 1.7). Pada suatu negara, misalnya negara B di mana tingkat upah yang tinggi juga memiliki kecenderungan tingkat pengangguran yang rendah. Sumber: Borjas. (2013: 530) Gambar 1.7 Kurva Upah MATERI 6_PEREKONOMIAN INDONESIA PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DAN PENGELUARAN PEMERINTAH Ashar Basyir, SE., MMSI A. Pengeluaran Konsumsi Masyarakat 1. Pengertian Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas pendapatan nasional. menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim dilambangkan dengan dengan hurup C (Consumption). Pengeluran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan lazim dilambangkan dengan hurup S (Saving). Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang dalam suatu negara dijumlahkan hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional. Dan tabungan nasional merupakan sumber dana investasi. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, makin besar pula pengeluaran konsumsi. Perilaku tabungan juga begitu. Jadi bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save, MPS). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan, biasanya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka MPS mereka relatif kecil. Artinya jika mereka memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatannya itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relatif lebih mapan. Perbedaan antara masyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan antara negara maju dan negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relatif besar kecilnya MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran konsumsi masyarakat yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan sekunder atau bahkan tersier. 1.2 Perilaku Konsumsi Masyarakat Beberapa pandangan ahli mengenai perilaku konsumen antara lain: Perilaku yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa 1994) Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993) Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan Della-Bitta; 1984) Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa, disebut perilaku konsumen. (Winardi,1991) Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku konsumen. (Deaton dan Muellbawer, 1986) Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan Johnson, 1990) Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Alokasi PDB dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan karena menandakan secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan konsumsinya, sehinnga terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi sumber dana investasi. Adalah beralasan untuk menyatakan bahwa harapan untuk menumbuhkan perekonomian cukup prospektif. Persoalannya kemudian ialah seberapa besar tabungan masyarakat kita telah mencukupi sasaran pertumbuhan perekonomian yangdiinginkan. Pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per tahun selama dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama. Akan tetapi, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran konsumsi masyarakat India dan Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9 persen; bahkan juga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika Serikat (3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode 1980-1993, pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4 persen per tahun, lebih rendah daripada india (4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%); namun lebih tinggi daripada amerika dan jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan untuk menjelaskan bahwa, sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki bekal kemandirian yang cukup mantap dalam menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil pembangunannya selama ini teralokasikan ke penggunaan yang produktif. Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).Proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat dalam membentuk permintaan agregat menyiratkan dua hal. Pertama, peran tabungan masyarakat terahdap pendapatan nasional semakin besar. Kedua, peran sectorsektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-impor. Dalam perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku konsumen, antara lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern. Penjelasan masingmasing sebagai berikut: Pendekatan Tradisional Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna barang tersebut. Pendekatan Modern Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk memperkirakan permintaan 1.3 Pola Konsumsi Masyarakat Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk nonmakanan.Perbandingan besar pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga demikian. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota. Walaupun demikian, selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan di kedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat / tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau secara nominal, sepanjang periode 1984-1993 pengeluaran penduduk perkotaan naik rata-rata 36,63% per tahun. Angka sejenis untuk penduduk perdesaan adalah 35,76%. Apabila diyakini pendapat umum bahwa tingkat harga di perkotaan biasanya naik lebih cepat daripada di daerah perdesaan, maka secara riil sesungguhnya kenaikan pengeluaran orang desa justru lebih tinggi daripada orang kota. lebih tingginya kenaikan pengeluaran penduduk perdesaan dibandingkan penduduk perkotaan harus dipahami secara hati-hati. hal ini tidak berarti bahwa dibandingkan orang kota, orang desa menjadi lebih boros, kian konsumtif, atau semakin makmur. Mengingat jumlah pengeluaran yang menjadi basis pehitungan nilainya jauh lebih rendah untuk penduduk perdesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu sesungguhnya arulah sekedar menggambarkancapaian orang-orang desa dalam upayanya untuk dapat hidup lebih baik. Capaian itu sendiri belum mampu mensejajarkan denganposisi kemakmuran orang kota. Penafsiran semacam ini masih tergolong sebagai penafsiran yang bernada optimistis. Kenaikan lebih tinggi pengeluaran penduduk perdesaan tadi dapat pula ditafsirkan dengan nada pesimistis. Yakni bahwa hal itu disebabkan karena orang-orang desa harus mengeluarkan lebih besar untuk mempertahankan tingkat hidup subsistennya, berkenaan dengan suku niaga (terms of trade) yang semakin buruk yang menimpa produk-produk primer dari desa (hasil bumi) dibandingkan dengan produk-produk sekunder dari kota (hasil industri). Di dalam pengeluaran untuk kelompok non-makanan, bagian terbesar dibelanjakan untuk keperluan subkelompok perumahan dan bahan bakar. Sekitar 44% pengeluaran nonmakanan dibelanjakan untuk keperluan perumahan, itu berarti hampir 17%dari seluruh pengeluaran. Itu berarti pula, tanpa memperhatikan kelompok, belanja terbesar masyarakat Indonesia adalah untuk keperluan perumahan dan bahan bakar. 1.4 Dimensi Ketimpangan Pengeluaran Konsumsi Perbandingan-perandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap adanya kesenjangan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.Dengan mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau desil (decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya, bisa pula dihitung indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai satu totalitas. Disamping, berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula diskrepansi pengeluaran konsumsi yang berdimensi regional atau antar wilayah, yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di tanah air. Pola konsumsi masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya untuk pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi. Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai jenis pengeluaran non-makanan tertentu. 1.5 Tabungan Masyarakat Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi. Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan. Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat. Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri merupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus meningkat. 1.6 Fungsi Konsumsi Dan Fungsi Tabungan Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model pendapatan yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen. Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh utama, terdapat kemungkinan beberapa variable lain turut mempengaruhi besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak otokorelatif. B. PENGELUARAN PEMERINTAH 2.1. Pengertian Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik. Berikut ini adalah penjelasannya : a. Pengeluaran rutin pemerintah Pengeluaran rutin adalah segala bentuk pengeluaran pemerintah untuk membayar kebutuhan sehari-hari pemerintah. Pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaranpengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan. Tujuan pengeluaran rutin agar pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian. Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakanyang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran.Contoh pengeluaran rutin pemerintah sebagai berikut : b. Belanja pegawai, termasuk gaji pegawai negri dan TNI Belanja barang, seperti perlengkapan dan peralatan kantor Cicilan hutang, baik hutang luar dan dalam negri Subsidi daerah otonom Pengeluaran rutin lainnya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan keamanan. Pengeluaran Tidak Rutin Pemerintah Pengeluaran pembangunan (pengeluaran tidak rutin) yaitu pengeluaran yang bersifat modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pos pengeluaran pembangunan diantaranya untuk bantuan rupiah, seperti sumbangan bagi korban bencana alam dan bantuan biaya proyek untuk pembangunan sarana fasilitas umum. Besar kecilnya anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan keputusan-keputusan politik. 2.2 Aspek Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif Pada hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi segala kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga diperlukan tindakan atau perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan menggunakan tindakan konsumsi yang berprinsip ekonomi. Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan konsumsi yang berlebihan. Semua tindakan konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya seorang konsumen dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional dan ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di butuhkan, membeli dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap tindakan konsumsinya selalu berdasarkan skala prioritas. Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan dampak: a) Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar. b) Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam. c) Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat. d) Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan kualitas yang lebih baik Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak: a) Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu. b) Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung. c) Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang. d) Mendorong konsumen melakukan pengeluaran di luar batas kemampuannya sehingga akan melakukan pinjaman yang pada akhirnya akan terjebak hutang. MATERI 7_PEREKONOMIAN INDONESIA INVESTASI Ashar Basyir, SE., MMSI A. Pengertian Investasi Investasi bisa didefinisikan sebagai komitmen sejumlah uang atau sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini (present time) dengan harapan memperoleh manfaat (benefit) di kemudian hari (in future). Dalam tataran praktik, investasi biasanya dikaitkan dengan berbagai aktivitas yang terkait dengan penanaman uang pada berbagai macam alternatif aset baik yang tergolong sebagai aset real (real assets) seperti tanah, emas, properti ataupun yang berbentuk aset finansial (financial assets), misalnya berbagai bentuk surat berharga seperti saham, obligasi ataupun reksadana. Bagi investor yang lebih pintar dan lebih berani menanggung risiko, aktivitas investasi yang mereka lakukan juga bisa mencakup investasi pada aset-aset finansial yang lebih berisiko lainnya yang lebih kompleks, seperti warrants, option, dan futures maupun ekuitas internasional. Pembahasan investasi dalam modul ini akan lebih banyak dikaitkan dengan manajemen investasi pada jenis aset finansial khususnya sekuritas yang bisa diperdagangkan (marketable securities). Aset finansial bisa diartikan sebagai klaim berbentuk surat berharga atas sejumlah aset-aset pihak penerbit surat berharga tersebut. Sedangkan sekuritas yang mudah diperdagangkan (marketable securities) adalah aset-aset finansial yang dapat diperdagangkan dengan mudah dan dengan biaya transaksi yang relatif murah pada pasar yang terorganisasi. Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi biasanya disebut investor. Investor pada umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual/retail investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi. Misalkan, si Basir yang menginvestasikan dananya dalam bentuk saham akan disebut sebagai investor individual. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpan dana (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun maupun perusahaan investasi. Lembaga seperti ini biasanya mengumpulkan uang dari para anggotanya (nasabahnya) dan selanjutnya menggunakan uang tersebut sebagai modal untuk investasi pada reksadana tertentu ataupun bisa juga dibelikan saham atau obligasi. Investasi juga bisa dilihat sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari bagaimana mengelola kesejahteraan investor (investor’s wealth). Dalam konteks investasi, istilah kesejahteraan investor berarti kesejahteraan yang sifatnya moneter, bukannya kesejahteraan rohaniah yang sering kali sulit diukur. Kesejahteraan moneter bisa ditunjukkan oleh hasil penjumlahan pendapatan yang dimiliki saat ini dan nilai saat ini (present value) pendapatan diperoleh masa datang. B. TUJUAN INVESTASI Apa tujuan investasi? Secara sederhana, tujuan orang melakukan investasi adalah untuk ‘menghasilkan sejumlah uang’ di kemudian hari. Semua orang mungkin setuju dengan pernyataan tersebut. Tetapi pernyataan tersebut tampaknya terlalu sederhana sehingga kita perlu mencari jawaban yang lebih tepat tentang tujuan orang berinvestasi. Seperti telah disinggung sebelumnya, tujuan investasi yang lebih luas adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan yang diperoleh di masa datang. Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan kegiatan investasi, antara lain sebagai berikut ini. 1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa datang Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana mening-katkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatan-nya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. 2. Mengurangi dampak inflasi Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. 3. Dorongan untuk menghemat pajak Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu. Dari mana seorang investor bisa mendapatkan sumber dana untuk melakukan kegiatan investasi? Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari uang (sumber daya) yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain ataupun dari tabungan. Ketika seorang mempunyai sejumlah uang, kemungkinan besar dia akan berpikir untuk menggunakan uang yang ia miliki tersebut untuk tujuan konsumsi, berjaga-jaga maupun untuk ditabung atau diinvestasikan. Dengan demikian, apabila seseorang mempunyai sisa uang setelah digunakan untuk konsumsi maka ia kemungkinan akan mempunyai kelebihan dana yang bisa ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut jika diinvestasikan akan memberikan harapan meningkatnya kemampuan konsumsi investor di masa datang, yang diperoleh dari tujuan investasi, yaitu meningkatnya kesejahteraan investor tersebut. C. PROSES INVESTASI Pemahaman tentang proses investasi meliputi pemahaman tentang berbagai tahaptahap yang biasanya dilakukan investor dalam membuat keputusan investasi. Pemahaman tentang proses investasi terlebih dahulu memerlukan pemahaman dasar-dasar keputusan investasi dan bagaimana mengorganisasikan aktivitas-aktivitas dalam proses keputusan investasi. Untuk memahami proses investasi, seorang investor terlebih dahulu harus mengetahui beberapa konsep dasar investasi, yang akan menjadi dasar pijakan dalam setiap tahap pembuatan keputusan investasi yang akan dibuat. Hal mendasar dalam proses keputusan investasi adalah pemahaman pola hubungan antara return yang diharapkan dan risiko suatu investasi. Secara umum, hubungan risiko dan return yang diharapkan dari suatu investasi merupakan hubungan yang searah dan linear. Artinya semakin besar risiko suatu investasi maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan dari investasi tersebut dan sebaliknya. Hubungan seperti itulah yang menjawab pertanyaan mengapa tidak semua investor hanya berinvestasi pada aset yang menawarkan tingkat return yang paling tinggi. Di samping memperhatikan return yang tinggi, investor juga harus mempertimbangkan tingkat risiko yang harus ditanggung. 1. Dasar Keputusan Investasi Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return yang diharapkan, tingkat risiko serta hubungan antara return dan risiko. Berikut ini akan dibahas masing-masing dasar keputusan investasi tersebut. a. Return Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam konteks manajemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Adalah suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang telah diinvestasikannya. Return yang diharapkan investor dari investasi yang dilakukannya merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Dalam konteks manajemen investasi, perlu dibedakan antara return yang diharapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return). Return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor di masa datang. Sedangkan return yang terjadi atau return aktual merupakan tingkat return yang telah benar-benar diperoleh investor. Ketika investor menginvestasikan dananya, dia akan mensyaratkan tingkat return tertentudan jika periode investasi telah berlalu, investor tersebut akan dihadapkan pada tingkat return yang sesungguhnya dia terima. Antara tingkat return yang diharapkan dan tingkat return aktual yang diperoleh investor dari investasi yang dilakukan mungkin saja berbeda. Perbedaan antara return yang diharapkan dengan return yang benar-benar diterima (return aktual) merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi. Dengan demikian, dalam berinvestasi di samping memperhatikan tingkat return, investor harus selalu mempertimbangkan tingkat risiko suatu investasi. b. Risiko Sudah sewajarnya jika investor mengharapkan return yang setinggi- tingginya dari investasi yang dilakukannya. Akan tetapi, ada hal penting yang harus selalu dipertimbangkan, yaitu berapa besar risiko yang harus ditanggung dari investasi tersebut. Umumnya semakin besar risiko maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan. Penelitian terhadap return saham dan obligasi di Amerika yang dilakukan oleh Jeremy J. Siegel Tahun 1992, menemukan bahwa dalam periode 1802-1990, return saham jauh melebihi return obligasi. Kelebihan return saham atas return obligasi tersebut disebut juga sebagai equity premium. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena equity premium tersebut adalah adanya fakta bahwa risiko saham lebih tinggi dari risiko obligasi. Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan return aktual yang berbeda dengan return yang diharapkan. Dalam ilmu ekonomi pada umumnya dan ilmu investasi pada khususnya terdapat asumsi bahwa investor adalah makhluk yang rasional. Investor yang rasional tentunya tidak akan menyukai ketidakpastian atau risiko. Investor yang mempunyai sikap enggan terhadap risiko seperti ini disebut sebagai risk-averse investors. Investor seperti ini tidak akan mau mengambil risiko suatu investasi jika investasi tersebut tidak memberikan harapan return yang layak sebagai kompensasi terhadap risiko yang harus ditanggung investor tersebut. Sikap investor terhadap risiko akan sangat tergantung kepada preferensi investor tersebut terhadap risiko. Investor yang lebih berani akan memilih risiko investasi yang lebih tinggi, yang diikuti oleh harapan tingkat return yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya, investor yang tidak mau menanggung risiko yang terlalu tinggi, tentunya tidak akan bisa mengharapkan tingkat return yang terlalu tinggi. c. Hubungan tingkat risiko dan return yang diharapkan Seperti telah dijelaskan di atas, hubungan antara risiko dan return yang diharapkan merupakan hubungan yang bersifat searah dan linear. Artinya, semakin besar risiko suatu aset, semakin besar pula return yang diharapkan atas aset tersebut, demikian sebaliknya. Gambar 1.1 berikut ini menunjukkan hubungan antara return yang diharapkan dan risiko pada berbagai jenis aset yang mungkin bisa dijadikan alternatif investasi. MATERI 8_PEREKONOMIAN INDONESIA PERDAGANGAN LUAR NEGERI (EKSPOR DAN IMPOR) Ashar Basyir, SE., MMSI A. ALASAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Perdagangan internasional berbeda dengan perdagangan domestik (antardaerah) terkait dengan perbedaan-perbedaan dalam bahasa, selera konsumen, matauang, kebijakan pemerintah, institusi (hukum, adat istiadat dan politik) dan lain-lain. Perdagangan internasional mungkin terkait dengan bahasa yang berbeda. Tulisan dalam kemasan produk mungkin harus diterjemahkan dalam bahasa lain di mana produk itu akan dipasarkan. Jika tidak, mungkin produk tersebut tidak akan dikenal oleh konsumen di pasar asing tersebut. Sebagai contoh, tulisan menggunakan bahasa Indonesia dalam kemasan sebuah produk Indonesia harus diterjemahkan dalam bahasa Jepang dengan tulisan hiragana atau katakana untuk bisa dikenal dan laku di pasar Jepang (lihat Gambar 1.3). Selera konsumen kemungkinan berbeda antar bangsa, karena selera tersebut merupakan interaksi berbagai faktor-faktor lingkungan yang mengelilingi konsumen tersebut, seperti: budaya, iklim, agama, kepercayaan, dan lain-lain. Di daerah empat musim (panas, dingin, semi dan gugur), orang membutuhkan alat pemanas (heater) dan selimut elektrik (electric blanket) pada musim dingin untuk memanaskan suhu kamar atau kasur tempat tidur. Hal tersebut tidak dikenal oleh orang yang tinggal di daerah tropis, seperti Indonesia. Perdagangan luar negeri berhubungan dengan mata uang yang berbeda antara dua negara yang berbeda. Sehingga dibutuhkan konversi antara suatu mata uang jika dinyatakan dalam mata uang lainya. Konversi ini disebut dengan kurs atau nilai tukar (exchange rate). Nilai tukar tersebut tergantung dari sistem kurs yang dipakai dua negara tersebut, seperti: sistim kurs tetap (fixed exchange rate system), sistim kurs bebas (flexible/floating exchange rate system) atau sistim kurs mengambang terkendali (manageable floating exchange rate system). Dalam sistem kurs tetap, kurs ditentukan oleh nilainya ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya dalam sistim kurs bebas, kurs ditentukan oleh pasar, atau interaksi antara permintaan dan penawaran mata uang. Sementara dalam sistem kurs mengambang terkendali, sejauh kurs berfluktuasi dalam batasan-batasan yang ditentukan, pemerintah tidak campur tangan dengan menjual/membeli mata uang. Saat ini, setiap negara di dunia terkait dengan perdagangan internasional karena dua alasan utama. Alasan pertama adalah negara-negara melakukan perdagangan disebabkan oleh perbedaan kepemilikan faktor (factor endowment) satu-sama lain terkait dengan geografi, iklim dan lain-lain. Akibatnya, terdapat perbedaan kemampuan memproduksi suatu barang antara negara satu dengan negara lain. Padahal, manusia baik itu tinggal di suatu negara maupun di negara lain membutuhkan barang tersebut. Alasan kedua adalah negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam produksi. Skala ekonomis ini adalah suatu negara membatasi dalam menghasilkan produk tertentu dan memusatkan segala sumber dayanya untuk memproduksi jenis produk tertentu dalam skala yang lebih besar disebabkan lebih efisien dibandingkan negara tersebut memproduksi semua jenis barang sekaligus. Kemudian dengan terjadinya perdagangan antarnegara maka akan timbul keuntungan perdagangan (gains from trade) di mana keuntungannya dapat didapatkan oleh kedua pelah pihak yang berdagang. Perdagangan internasional dapat memberikan manfaat lebih luas dari yang diperkirakan. Gambar 1.4. Skala Ekonomies dan Disekonomies Skala ekonomis ditunjukkan oleh gambar 1.2. Sumbu tegak menunjukkan output produksi (Q) dan sumbu vertikal menunjukkan biaya produksi rata rata (average cost, AC). Pada tingkat produksi yang masih rendah, perusahaan mau tidak mau menghadapi biaya produksi per output yang masih tinggi. Seiring dengan pertumbuhan output yang dihasilkan, kenaikan jumlah output yang dihasilkan menyebabkan efisiensi yang meningkat (economies of scale). Namun, hal ini ada batasnya, ketika jumlah output melebihi kapasitas produksi dan jangkauan pasar yang sudah terlalu luas sehingga menyebabkan biaya transportasi, promosi, agen yang meningkat, misalnya; peningkatan output justru akan menaikan biaya rata- rata (diseconomies of scale). B. PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM PEREKONOMIAN MAKRO Dalam setiap perekonomian terdapat empat pelaku ekonomi, yaitu: rumah tangga (C), swasta (I), pemerintah (G) dan luar negeri (NX) (lihat Gambar 2.1). Rumah tangga memiliki faktor produksi (tenaga kerja, modal dan lain-lain) yang digunakan untuk proses produksi dan menghasilkan pendapatan. Dengan pendapatan tersebut, rumah tangga melakukan kegiatan konsumsi (C) barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian tersebut. Pelaku bisnis (swasta) memproduksi barang/jasa. Dalam produksi, swasta meminta barang/jasa yang diproduksi oleh perekonomian untuk kegiatan investasi (I). Pemerintah juga meminta barang/jasa untuk mendukung aktivitas- aktivitasnya, yang ditunjukkan oleh pengeluaran pemerintah (G). Barang- barang domestik kemungkinan diminta oleh penduduk luar negeri, dalam wujud ekspor (X). Sementara, penduduk domestik kemungkinan juga membeli barang-barang yang diproduksi oleh luar negeri, dalam wujud impor (M). Sehingga, sektor luar negeri berperan dalam perekonomian domestik melalui ekspor bersih (net-export, NX) yang merupakan selisih antara ekspor dan impor (NX=X-M). Gambar 1.5. Perekonomian Makro Jika total output domestik ditunjukkan oleh Y, maka total output tersebut diminta oleh: 1. Rumah tangga, untuk konsumsi (consumption, C). 2. Swasta dalam bentuk investasi (investment, I). 3. Pemerintah, ditunjukkan oleh pengeluaran konsumsi (government spending, G). 4. Luar negeri dalam bentuk ekspor bersih (net-export, NX=X-M). C. PERTUMBUHAN PRODUKSI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Perkembangan hubungan dan keterkaitan antarnegara dalam kegiatan ekonomi di lingkup internasional dapat terjadi dari aktivitas perdagangan ekpor dan impor. Nilai total barang/jasa-jasa akhir (final goods/services) yang diproduksi oleh suatu negara dalam kurun waktu tertentu disebut dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Output yang diproduksi akan diminta tidak hanya oleh pasar domestik, tetapi juga untuk diekspor. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekspor, Produksi dan PDB Dunia (%) Produk sektoral dalam perekonomian biasa dikategorikan menjadi produk pertanian, produk bahan bakar dan tambang, dan manufaktur. Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan produksi dan ekspor di dunia yang terjadi pada tahun 2000-2008. Ekspor memiliki pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dibanding pertumbuhan produksi. Selama tahun 2000-2008, ekspor dunia mencatat pertumbuhan sebesar 5 persen, jauh lebih tinggi, dua kali, dibanding pertumbuhan produksi dunia sebesar 2,5 persen. Sementara itu, baik ekspor maupun produksi, output manufaktur mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding output pertanian dan minyak dan tambang. Perdebatan yang terjadi akibat disparitas perdagangan produk-produk pertanian, minyak, dan tambang serta manufaktur tersebut timbul pertanyaan mengenai perdagangan internasional itu menguntungkan semua pihak ataukah hanya pihak tertentu. Sektor manufaktur memiliki produktivitas yang tinggi dibanding sektor pertanian dan sektor minyak dan tambang. Oleh karena itu, sektor manufaktur memiliki nilai tambah (value added) yang lebih tinggi. Negara sedang berkembang mencoba mentransformasi perekonomiannya dari pertanian menjadi manufaktur melalui industrialisasi yang dilakukan, dengan harapan akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kemudian mampu menyerap tenaga kerja. Materi ekonomika internasional berisikan persoalan-persoalan yang muncul sehubungan dengan adanya masalah-masalah khusus yang terjadi karena interaksi ekonomi antarnegara. D. DISTRIBUSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Pada era 1980an dan 1990an, regionalisasi merebak di dunia. Pembentukan blok-blok perdagangan berdasarkan aspek regional bermunculan seperti Uni Eropa (European Union, EU), Pasar Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Area, NAFTA), Pasar Bebas ASEAN (ASEAN-Free Trade Area, AFTA) dan lain-lain. Tujuan pembentukan blok- blok tersebut adalah untuk meningkatkan perdagangan antarnegara-negara anggota blok perdagangan. Akibatnya, perdagangan antarnegara dalam satu blok mendominasi perdagangan dunia saat ini. Sumber: www.wto.org Gambar 1.7. Pemetaan Regional Tabel 1.2 menunjukkan perdagangan dalam satu region (intra-regional trade) dan perdagangan antarregion (inter-regional trade) pada tahun 2008. Dunia dibagi menjadi 7 kawasan yaitu Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Selatan, Eropa, Comonwealth Independence State (CIS), Afrika, Timur Tengah dan Asia (lihat Gambar 1.7). Aktivitas perdagangan paling besar terjadi di kawasan Eropa yaitu sebesar US$ 4.695 milyar dollar atau memberikan kontribusi sebesar 42,9 persen dari total aktivitas perdagangan dunia. Tingginya aktivitas perdagangan di kawasan Eropa dapat disebabkan beberapa hal yang salah satunya adalah terintegrasinya kawasan Eropa dengan dibentuknya Uni Eropa (European Union, EU) yang terdiri dari 27 negara Eropa dan menyepakati satu nilai mata uang transaksi yang dapat dilakukan di 27 negara Eropa, yaitu Euro1. Dari 42,9 persen, perdagangan dalam kawasan sendiri (intra-regional trade) adalah sebesar 29,9 persen. Dengan terbentuknya Uni Eropa dan satu mata uang yaitu euro mengakibatkan biaya transaksi perdagangan semakin rendah. Hal ini memacu peningkatan aktivitas perdagangan sesama negara Eropa. Tabel 1.2. Distribusi Perdagangan Dunia Tujuan Origin Milyar US $ Amerika Utara Amerika Selan dan Tengah Eropa 2.708 583 6.736 CIS 517 Afrika Timur Tengah 458 618 Asia 3.903 Dunia 15717 Dunia Amerika Utara Amerika Selatan dan Tengah % Milyar US $ % Milyar US $ Eropa % Milyar US $ CIS % Milyar US $ Afrika % Milyar US $ Timur Tengah Asia % Milyar US $ 17,2 3,7 42,9 3,3 2,9 3,9 24,8 100,0 1014,5 164,9 6,5 1,0 369,1 16 33,6 60,2 375,5 2035,7 2,3 0,1 0,2 0,4 2,4 13,0 169,2 158,6 1,1 1,0 121,3 9 16,8 11,9 100,6 599,7 0,8 0,1 0,1 0,1 0,6 3,8 475,4 3,0 96,4 4.695 240 185,5 188,6 486,5 6.446,6 0,6 29,9 1,5 1,2 1,2 3,1 41,0 36,1 10,1 405,6 134,7 10,5 25 76,8 702,8 0,2 0,1 2,6 0,9 0,1 0,2 0,5 4,5 121,6 18,5 218,1 1,5 53,4 14 113,9 557,8 0,8 0,1 1,4 0,0 0,3 0,1 0,7 3,5 116,5 6,9 125,5 7,2 36,6 122,1 568,9 1.021,2 % Milyar US $ 0,7 0,0 0,8 0,0 0,2 0,8 3,6 6,5 775 127,3 801 108,4 121,3 196,4 2.181,4 4.353 % 4,9 0,8 5,1 0,7 0,8 1,2 13,9 27,7 Sumber: www,wto.org Pemain perdagangan regional terbesar kedua setelah Eropa adalah Asia yang mencatat 24,8 persen dari total perdagangan internasional. Perdagangan dalam kawasan Asia sendiri mengkontribusi 13,9 persen. Untuk posisi ketiga adalah kawasan Amerika Utara yang mencatat 17,2 persen terhadap dunia dengan perdagangan kawasan sebesar 6,5 persen. Ini berarti tiga kawasan yaitu Eropa, Asia, dan Amerika Utara mendominasi perdagangan dunia sekitar 75 persen perdagangan dunia. Perbedaan persentase mencolok yang terjadi dalam perdagangan antar kawasan yang dikuasai oleh Eropa, Asia dan Amerika Utara menjadi topik yang menarik dalam kajian perdagangan internasional. Disparitas yang terjadi antarkawasan khususnya kawasan Eropa dan Amerika Utara yang didominasi oleh negara maju dibandingkan dengan kawasan Asia, Amerika Selatan, dan Afrika oleh negara berkembang dan miskin menjadi perdebatan hingga saat ini. MATERI 9_PEREKONOMIAN INDONESIA GLOBALISASI EKONOMI DAN DEMOKRASI EKONOMI Ashar Basyir, SE., MMSI A. Globalisasi Ekonomi Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifatmendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang akansemakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat danpeningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan ini telahmeningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam investasi, keuangan, dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi,2perdagangan dan pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu. Sebenarnya proses globalisasi ekonomi telah terjadi sejak dahulu kala dan akan berlangsung terus, walaupun prosesnya berbeda: dulu sangat lambat sedangkan sekarang ini sangat pesat dan di masa depan akan jauh lebih cepat lagi. Perbedaan ini disebabkan terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan alat-alat komunikasi dan transportasi yang semakin canggih, aman dan murah. Jadi dapat dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama dibalik proses globalisasi ekonomi. Karena adanya satelit, hand phone, fax, Internet dan email maka komunikasi atau arus informasi antarnegara menjadi sangat lancar dan murah. Juga, adanya pesawat terbang yang semakin cepat terbangnya dengan kapasitas penumpang yang semakin besar membuat mobilisasi dari pelaku-pelaku ekonomi (konsumen, produsen, investor, dan bankir) antarnegara menjadi semakin cepat dan murah. Ini semua meningkatkan arus transaksi ekonomi antarnegara dalam laju yang semakin pesat. Globalisasi telah memberi perubahan yang radikal dalam semua aspek kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga gaya hidup sehari-hari. 1. Dampak Globalisasi Terhadap Perekonomian Suatu Negara Dampak dari globalisasi ekonomi terhadap perekonomian suatu negara bisa positif atau negatif, tergantung pada kesiapan negara tersebut dalam menghadapi peluang-peluang maupun tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut. Secara umum, ada empat (4) wilayah yang pasti akan terpengaruh, yakni : a. Ekspor. Dampak positifnya adalah ekspor atau pangsa pasar dunia dari suatu negara meningkat; sedangkan efek negatifnya adalah kebalikannya: suatu negara kehilangan pangsa pasar dunianya yang selanjutnya berdampak negatif terhadap volume produksi dalam negeri dan pertumbuhan produk domestiik bruto (PDB) serta meningkatkan jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan. Dalam beberapa tahun belakangan ini ada kecenderungan bahwa peringkat Indonesia di pasar dunia untuk sejumlah produk tertentu yang selama ini diunggulkan Indonesia, baik barang-barang manufaktur seperti tekstil, pakaian jadi dan sepatu, maupun pertanian (termasuk perkebunan) seperti kopi, cokelat dan biji-bijian, terus menurun relatif dibandingkan misalnya Cina dan Vietnam. Ini tentu suatu pertanda buruk yang perlu segera ditanggapi serius oleh dunia usaha dan pemerintah Indonesia. Jika tidak, bukan suatu yang mustahil bahwa pada suatu saat di masa depan Indonesia akan tersepak dari pasar dunia untuk produk-produk tersebut. b. Impor. Dampak negatifnya adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri. Dalam beberapa tahun belakangan ini ekspansi dari produk-produk Cina ke pasar domestik Indonesia, mulai dari kunci inggris, jam tangan tiruan hingga sepeda motor, semakin besar. Ekspansi dari barangbarang Cina tersebut tidak hanya ke pertokoan-pertokoan moderen tetapi juga sudah masuk ke pasar-pasar rakyat dipingir jalan. c. Investasi. Liberalisasi pasar uang dunia yang membuat bebasnya arus modal antarnegara juga sangat berpengaruh terhadap arus investasi neto ke Indonesia. Jika daya saing investasi Indonesia rendah, dalam arti iklim berinvestasi di dalam negeri tidak kondusif dibandingkan di negara-negara lain, maka bukan saja arus modal ke dalam negeri akan berkurang tetapi juga modal investasi domestik akan lari dari Indonesia yang pada aknirnya membuat saldo d. Tenaga kerja. Dampak negatifnya adalah membanjirnya tenaga ahli dari luar di Indonesia, dan kalau kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak segera ditingkatkan untuk dapat menyaingi kualitas SDM dari negara-negara lain, tidak mustahil pada suatu ketika pasar tenaga kerja atau peluang kesempatan kerja di dalam negeri sepenuhnya dikuasai oleh orang asing. Sementara itu, tenaga kerja Indonesia (TKI) semakin kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara lain di luar negeri. Juga tidak mustahil pada suatu ketika TKI tidak lagi diterima di Malaysia, Singapura atau Taiwan dan digantikan oleh tenaga kerja dari negaranegara lain seperti Filipina, India dan Vietnam yang memiliki keahlian lebih tinggi dan tingkat kedisiplinan serta etos kerja yang lebih baik dibandingkan TKI. Keempat jenis dampak tersebut secara bersamaan akan menciptakan suatu efek yang sangat besar dari globalisasi ekonomi dunia terhadap perekonomian dan kehidupan sosial di setiap negara yang ikut berpartisipasi di dalam prosesnya, termasuk Indonesia. Lebih banyak pihak yang berpendapat bahwa globalisasi ekonomi akan lebih merugikan daripada menguntungkan negara sedang berkembang (NSB) seperti Indonesia. 2. Faktor Pendorong Globalisasi Ekonomi Secara garis besar, Toffler dan Naisbitt mempunyai beberapa kesamaan dalam meramal dunia di masa depan, diantaranya adalah bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahun merupakan motor penggerak utama proses globalisasi ekonomi. Perubahan radikal pada teknologi juga telah menciptakan perubahan pada politik, sosial dan budaya.Mereka juga sependapat bahwa masyarakat dunia dewasa ini sedang memasuki era masyarakat informasi yang beralih dari masyarakat industri.Artinya adalah bahwa masyarakat tidak bisa lagi menutup diri dari luar karena teknologi informasi mampu menembus batas-batas wilayah kekuatan negara Pengaruh radikal dari kemajuan teknologi terhadap kehidupan masyarakat saat ini terutama sangat ketara sekali pada kegiatan bisnis sehari-hari atau produk-produk yang dihasilkan.Misalnya, fitur hand phone (HP) hampir setiap saat berganti sehingga HP menjelma menjadi alat bertukar informasi melalui teknologi Internet ataupun SMS, berfungsi sebagai games, kamera digital dan fungsi-fungsi lainnya.Kemampuan komputer beserta program-programnya semakin canggih. Perubahan teknologi yang sangat pesat sekarang ini juga telah mempengaruhi agro industri yang semakin tumbuh kencang dengan varian-varian hasil produk, baik melalui rekayasa genetika maupun akibat penemuan-penemuan varietas unggul. Demikian juga dalam sektor kesehatan, produkproduknya juga mengalami revolusi dengan banyak ditemukan jenis-jenis obat (supplement) baru yang memungkinkan manusia lebih sehat atau lebih panjang usianya (Halwani, 2002). Pada gilirannya, perubahan di sisi suplai (produksi) tersebut telah membuat perubahan di sisi permintaan sesuai fenomena supply creates its own demand: perilaku konsumen semakin bervariatif mengikuti pilihan produk yang semakin kompetitif. Perubahan pola konsumen telah terjadi tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di NSB; tidak hanya di daerah perkotaan tetapi juga di daerah perdesaan atau pedalaman. Walaupun tidak ada data empiris yang bisa mendukung, tetapi dapat diduga bahwa jumlah penduduk di perdesaan di Indonesia yang sudah pernah minum coca cola sekarang ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal tahun 1970an; demikian juga jumlah penduduk di perdesaan yang memiliki HP saat ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal tahun 1990-an. Bahkan banyak orang yang membeli HP atau rutin menggantinya dengan seri baru bukan karena perlu tetapi karena mengikuti trend yang sangat dipengaruhi oleh reklame dan pergaulan. Jadi benar apa yang dikatakan oleh Anthony Giddens (2001) bahwa globalisasi saat ini telah menjadi wacana baru yang menelusup ke seluruh wilayah kehidupan baik di perkotaan maupun perdesaan. Globalisasi telah memberi perubahan yang radikal dalam semua aspek kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga gaya hidup sehari-hari. Dalam komunikasi juga sangat nyata sekali pengaruh dari kemajuan teknologi yang jangkauannya sudah menyebar dan melewati batas-batas negara yang semakin mempersempit dunia.Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, semakin mudah pula masyarakat untuk mengaksesnya. Misalnya, dapat diduga bahwa saat ini jumlah orang di Indonesia yang bisa akses ke siaran CNN atau FOX jauh lebih banyak dibandingkan pada akhir dekade 80-an. Jumlah orang yang bisa melihat siaran langsung perang Irak II pada pertengahan tahun 2003 diperkirakan jauh lebih banyak dibandingkan pada saat perang Irak I (Perang Teluk) pada awal tahun 1990-an. Contoh lainnya, menurut Giddens (2001), sebelum ada teknologi Internet, diperlukan waktu 40 tahun bagi radio di AS untuk mendapatkan 50 juta pendengar. Sedangkan dalam jumlah yang sama diraih oleh komputer pribadi (PC) dalam 15 tahun. Setelah ada teknologi Internet, hanya diperlukan waktu 4 tahun untuk menggaet 50 juta warga AS. Faktor pendorong kedua yang membuat semakin kencangnya arus globalisasi ekonomi adalah semakin terbukanya sistem perekonomian dari negara-negara di dunia baik dalam perdagangan, produksi maupun investasi/keuangan.Fukuyama (1999) menegaskan bahwa dewasa ini baik negara-negara maju maupun NSB cenderung mengadopsi prinsip-prinsip liberal dalam menata ekonomi dan politik domestik mereka. Seperti yang dapat dikutip dari Friedman (2002), Ide dibelakang globalisasi yang mengendalikannya adalah kapitalisme bebas – semakin Anda membiarkan kekuatan pasar berkuasa dan semakin Anda membuka perekonomian Anda bagi perdagangan bebas dan kompetisi, perekonomian Anda akan semakin efisien dan berkembang pesat. Globalisasi berarti penyebaran kapitalisme pasar bebas ke setiap negara di dunia.Karenanya globalisasi juga memiliki aturan perekonomian tersendiri – peraturan yang bergulir seputar pembukaan, deregulasi, privatisasi perekonomian Anda, guna membuatnya lebih kompetitif dan atraktif bagi investasi luar negeri. (halaman 9). Menurut catatan dari Friedman (2002), pada tahun 1975, di puncak Perang Dingin, hanya 8% dari negara di seluruh dunia yang mempunyai rezim kapitalis pasar bebas. Sampai tahun 1997, jumlah negara dengan rezim perekonomian liberal menjadi 28%.Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor pendorong kedua ini dipicu, kalau tidak bisa dikatakan dipaksa oleh penerapan liberalisasi perdagangan dunia dalam konteks WTO atau pada tingkat regional seperti AFTA, UE dan NAFTA. Dalam kata lain, liberalisasi perdagangan dunia mempercepat laju dari proses globalisasi ekonomi. Dapat diprediksi bahwa pada tahun 2020 nanti, tahun di mana semua negara di dunia sudah harus menerapkan kebijakan tarif impor dan subsidi ekspor nol, derajat dari globalisasi ekonomi akan jauh lebih tinggi daripada saat ini. Faktor pendorong ketiga adalah mengglobalnya pasar uang yang prosesnya berlangsung berbarengan dengan keterbukaan ekonomi dari negara-negara di dunia (penerapan sistem perdagangan bebas dunia). Sebenarnya faktor ketiga ini dengan faktor kedua di atas saling terkait, atau tepatnya saling mendorong satu sama lainnya: semakin mengglobal pasar finansial membuat semakin mudah dan semakin besar volume kegiatan ekonomi antarnegara; sebaliknya semakin liberal sistem perekonomian dunia semakin mempercepat proses globalisasi finansial karena semakin besar kebutuhan pendanaan bagi kegiatankegiatan produksi dan investasi B. Demokrasi Ekonomi Demokrasi ekonomi terkait erat dengan pengertian kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Istilah kedaulatan rakyat itu sendiri biasa dikembangkan oleh para ilmuwan sebagai konsep filsafat hukum dan filsafat politik. Sebagai istilah, kedaulatan rakyat itu lebih sering digunakan dalam studi ilmu hukum daripada istilah demokrasi yang biasa dipakai dalam ilmu politik. Namun, pengertian teknis keduanya sama saja, yaitu samasamaberkaitan dengan prinsip kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untukrakyat. Gagasan demokrasi ekonomi tercantum eksplisit dalam konstitusi sebagai hokum tertinggi di negara kita. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang mengandung gagasan demokrasi politik dan sekaligus demokrasi ekonomi. Artinya, dalam pemegang kekuasaan tertinggi di negara kita adalah rakyat, baik di bidang politik maupun ekonomi. Seluruh sumber daya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat yang berdaulat. Dalam sistim demokrasi yang dibangun tentu tidak semuanya secara langsung dikuasai oleh rakyat. Beberapa bagian yang pokok diwakilkan pengurusannya kepada negara, dalam hal ini kepada (i) MPR, DPR, DPD, dan Presiden dalam urusan penyusunan haluan-haluan dan perumusan kebijakan-kebijakan resmi bernegara, dan (ii) kepada Presiden dan lembaga-lembaga eksekutif-pemerintahan lainnya dalam urusan-urusan melaksanakan haluan-haluan dan kebijakan-kebijakan negara itu, serta (iii) secara tidak langsung kepada lembaga peradilan dalam urusan mengadili pelanggaran terhadap haluan dan kebijakan-kebijakan negara itu. Namun, terlepas dari adanya pendelegasian kewenangan dari rakyat yang berdaulat kepada para delegasi rakyat, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun judikatif itu, makna kedaulatan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi menurut system demokrasi politik dan demokrasi ekonomi itu tidak dapat dikurangi dengan dalih kewenganan rakyat sudah diserahkan kepada para pejabat. Dalam konteks bernegara, kedaulatan rakyat itu bersifat ‘relatif mutlak’, meskipun harus diberi makna yang terbatas sebagai perwujudan ke-MahaKuasaan Allah sebagaimana diakui dalam Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945. Sebagai konsekwensi tauhid, yaitu keimanan bangsa Indonesia kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa, maka setiap manusia Indonesia dipahami sebagai Khalifah Tuhan di atas muka bumi yang diberi kekuasaan untuk mengolah dan mengelola alam kehidupan untuk sebesarbesarnya kemakmuran bersama berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuandan kesatuan ekonomi MATERI 10_PEREKONOMIAN INDONESIA PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERTANIAN Ashar Basyir, SE., MMSI A. MENYEIMBANGKAN STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA DI BIDANG INDUSTRI DAN PERTANIAN Pembangunan seimbang itu diartikan pula sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor, misalnya industri dan sektor pertanian, sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif dan sektor prasarana. Pembangunan seimbang ini biasanya dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam: (1) Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumber daya energi dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar. (2) Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan akan diproduksikan. Sementara itu analisa Lewis (dalam Arsyad, 1992 : 257-259), menunjukkan bahwa perlunya pembangunan seimbang yang ditekankan pada keuntungan yang akan diperoleh dari adanya saling ketergantungan yang efisien antara berbagai sektor, yaitu antara sektor pertanian dan sektor industri. Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah jika usaha pembangunan hanya dipusatkan pada satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga proses pembangunan terhambat. Lewis, menggunakan gambaran dibawah ini untuk menunjukkan pentingnya upaya pembangunan yang menjamin adanya keseimbangan antara sektor industri dan sektor pertanian. Misalnya di sektor pertanian terjadi inivasi dalam teknologi produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik, inplikasinya yang mungkin timbul adalah : Terdapat surplus di sektor pertanian yang dapat dijual ke sektor non pertanian. Produksi tidak bertambah berarti tenaga kerja yang digunakan bertambah sedikit dan jumlah pengangguran tinggi. Kombinasi dari kedua keadaan tersebut: (1) Jika saja industri mengalami perkembangan yang pesat, maka sektor-sektor tersebut akan dapat menyerap kelebihan produksi bahan pangan maupun kelebihan tenaga kerja. Tetapi tanpa adanya perkembangan di sektor industri, maka nilai tukar ( Term of Trade ) sektor pertanian akan memburuk sebagai akibat dari kelebihan produksi tenaga kerja, dan akan menimbulkan akibat yang depresif terhadap pendapatan di sektor pertanian. Oleh sebab itu di sektor pertanian tidak terdapat lagi perangsang untuk mengadakan investasi baru dan melakukan inovasi. (2) Jika pembangunan ekonomi ditekankan pada industrialisasi dan mengabaikan sektor pertanian juga akan menimbulkan masalah yang pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan ekonomi. Masalah kekurangan barang pertanian akan terjadi dan akan mengakibatkan kenaikan barang-barang tersebut. Jika sektor pertanian tidak berkembang, maka sektor industri juga tidak berkembang, dan keuntungan sektor industri hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pendapatan nasional. Oleh karenanya tabungan maupun investasi tingkatnya akan tetap rendah. Berdasarkan pada maslahmasalah yang mungkin akan timbul jika pembangunan hanya ditekankan pada salah satu sektor pertanian saja, maka Lewis menyimpulkan bahwa pembangunan haruslah dilakukan secara bersamaan di kedua sektor tersebut. Hirschman dan Streeten (dalam Arsyad, 1992 : 262 - 270) mengemukakan teori pembangunan tidak seimbang adalah pola pembangunan yang lebih cocok untuk mempercepat proses pembangunan di negara sedang berkembang. Pola peembangunan tidak seimbang ini, menurut Hirschman, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) Secara historis pembangunan ekonomi yang terjadi coraknya tidak seimbang. Untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia.(2) Pembangunan tidak seimbang akan menimbulkan kemacetan atau gangguangangguan dalam proses pembangunan yang akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya. Dengan demikian pembangunan tidak seimbang akan mempercepat pembangunan ekonomi pada masa yang akan datang. Persoalan pokok yang dianalisis Hirschman dalam teori pembangunan tidaak seimbang adalah bagaimana untuk menentukan proyek yang harus didahulukan pembangunannya, dimana proyek-proyek tersebut memerlukan modal dan sumber daya yang tersedia, agar penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Cara pengalokasian sumber daya tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu cara pilihan pengganti (Substitution Choice) dan caraa pilihan penundaan (Postponment Choice). Cara yang pertama merupakan suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan. Sedangkan cara yang kedua merupakan suatu cara pemilihan yang menentukan urutan proyek yang akaan dilaksanakan yaitu menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan. Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumber daya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produktif yang langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau Directly Productive Activities (DPA). Ada 3 (tiga) cara pendekatan yang mungkin dilakukan dalam mengembangkan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu: (1) Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut. (2) Pembangunan tidak seimbang, dimana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan, (3) Pembangunan tidak seimbang, dimana sektor produktif lebih ditekankan. Kegiatan ekonomi akan mencapai efisiensi yang optimal jika: (1) Sumber-sumber daya dialokasikan antara sektor DPA dan sektor SOC sedemikian rupa sehingga dengan sumber daya seejumlah tertentu bisa dicapai tingkat produksi yang maksimum. (2) Untuk suatu tingkat produksi tertentu, jumlah seluruh sumber daya yang digunakan di sektor DPA dan sektor SOC jumlahnya minimum.(3) Di kebanyakan negara sedang berkembang, program pembangunan sering lebih ditekankan pada pembangunan prasarana untuk mempercepat pembangunan sektor produktif. 1. PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA Pertanian dan perkebunan merupakan fundamentasi pokok ekonomi bangsa. Pertanian harus dijadikan sector utama bagi pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Sektor pertanian yang menjadi andalan sebagian besar rakyat tidak mendapat perhatian sepenuhnya. Demikian juga dalam pencairan kredit terdapat ketidakmerataan untuk sector pertanian. Sektor pertanian hingga kini masih menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk. Program pembangunan sector pertanian meliputi program peningkatan produksi di kelima subsektornya, serta peningkatan pendapatan petani, perkebun, peternak dan nelayan. Program pembangunan tersebut ditunjang dengan program pembangunan sarana dan prasarananya seperti pengadaan dan pelancaran factor produksi, pengembangan jaringan irigasi dan jalan, kebijaksanaan tata niaga dan harga, serta penelitian. Dalam era PJP I sector pertanian merupakan prioritas pembangunan ekonomi. Pertumbuhannya rata-rata 3,6% per tahun. Kemajuan paling menonjol sector ini selama PJP I adalah dalam bidang produksi pangan, yakni keberhasilan mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Sebelumnya, bahan makanan pokok ini masih harus selalu diimpor. Bahkan pada tahun-tahun 1970-an Indonesia merupakan Negara pengimpor beras terbesar di dunia. Swasembada beras ini berdampak penting pada meningkatnya kualitas gizi, pendapatan masyarakat, dan stabilitas ekonomi nasional. Sampai dengan tahun 1990 sektor pertanian masih merupakan penyumbang utama dalam membentuk produk domestic bruto. Namun sesudah itu posisi tersebut diambil alih oleh sector industry pengolahan. Hal ini sesungguhnya memprihatinkan, bukan karena sector pertanian tidak berkembang, melainkan mengingat masih demikian besarnya proporsi tenaga kerja yang masih bekerja di sector tersebut. Sampai dengan tahun 1992 saja tercatat lebih dari sebagian tenaga kerja kita bekerja pada sector ini. Tambahan pula kualitas sumber daya manusia yang bekerja di sector pertanian pada umumnya relative rendah, sehingga produktivitasnya rendah. Pada gilirannya, pendapatan mereka juga rendah. Dalam skala makro rendahnya produktivitas tenaga kerja suatu sector dapat diukur dengan membandingkan proporsi sector itu dalam menyerap tenaga kerja dan dalam menyumbang produksi atau pendapatan nasional. Pada tahun 1992, sector pertanian menyerap 53,69% tenaga kerja, sementara sumbangannya dalam membentuk PDB menurut harga yang berlaku sebesar 19,52%. Hal itu berarti setiap 1% tenaga kerja pertanian Indonesia hanya menyumbang sekitar 0,36% PDB. Sebagai bandingan: sector pertanian di negara- negara maju yang tergabung dalam G-7 hanya menyerap sekitar 2% tenaga kerja dan menyumbang 3% PDB. Dengan kata lain, setiap 1% tenaga kerja pertanian mereka menyumbang 1,5% PDB, atau hampir lima kali lipat produktivitas tenaga kerja pertanian kita. Di antara lima subsector yang ada di dalam sector pertanian, pemeran terbesar dalam membentuk nilai tambah adalah subsector tanaman pangan (lihat table 12.2). subsector inilah yang menjadi sandaran nafkah utama sebagian besar rakyat kita, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah perdesaan. Subsector ini pula yang paling besar mendapatkan perhatian pemerintah. Sayangnya, pertumbuhan sector ini tidak menggembirakan. Selama Pelita I hingga Pelita III tumbuh selaju 4,0 persen rata-rata per tahun. Dalam Pelita IV laju tumbuh rata-rata tersebut menurun menjadi 3,6%. Pertumbuhan sector ini dalam Pelita V Menurunnya peranan sector pertanian di satu sisi dan meningkatnya peranan sector industry di sisi lain, menyiratkan telah terjadinya perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia. Akan tetapi perubahan struktural itu sebenarnya masih belum mantap karena baru merupakan perubahan dalam struktur pendapatan, belum diiringi dengan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan. Akibatnya produktivitas antarsektor masih timpang. Demikian pula halnya dengan pendapatn perkapita antarsektor. Perubahan struktural (yang masih timpang) itu sendiri terjadi karena pembangunan ekonomi kita selama ini terlalu terfokus pada industrialisasi. Padahal kerangka teori klasik dan hasil-hasil empiris oleh Bank Dunia memunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi selalu seiring dengan pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable) dan perbaikan produktivitas di sector pertanian. Jadi, apabila produktivitas sector pertanian tidak mengalami perbaikkan, maka bukan mustahil keberhasilan industrialisasi dalam pembangunan kita selama ini akan mengalami titik balik. Tanpa dukungan sector pertanian sebagai penyangga yang tangguh kemajuan sector industry akan mudah tersendat. 2. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Perkembangan Perindustrian Terhadap Perekonomian Arti penting perindustrian terhadap perkembangan perekonomian dapat dilihat dari arah kebijakan ekonomi yang tertuang dalam GBHN 2000-2004, yaitu “Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rakyat, serta mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan daya saing global dengan membuka aksesbilitas yang sama terhadap kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat dan seluruh daerah melalui keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan”. Selanjutnya disebutkan dalam Undang-Undang No 25 tahun 2001 tentang Program Pembangunan Ekonomi Nasional (Propenas) yang mengamanatkan bahwa dalam rangka memacu penigkatan daya saing global dirumuskan lima strategi utama, yaitu pengembangan ekspor, pengembangan industri, penguatan institusi pasar, pengembangan pariwisata dan peningkatan kemampuan ilmu Berdasarkan ketentuan pengetahuan tersebut di atas dan dapat teknologi. diketahui bahwa perkembangan industri sangat penting untuk menghadapi persaingan ketat, baik di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Hal tersebut kembali dipertegas dalam konsiderans Undang-Undang Perindustrian (UndangUndang Nomor 5 Th. 1984) yang menyatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional Industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa perkembangan industri membawa pengaruh yang sangat besar sekali terhadap perkembangan perekonomian Indonesia. Industri memegang peranan yang menentukan dalam perkembangan perekonomian sehingga benar-benar perlu didukung dan diupayakan perkembangannya. B. UPAYA PEMERINTAH MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DI SEKTOR INDUSTRI DAN PERTANIAN Upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Perindustrian Di Indonesia. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah dalam upayanya mendorong laju perkembangan perindustrian di Indonesia. Baik kegiatan di bidang penyusunan regulasi yang diperkirakan dapat mendorong laju perkembangan perindustrian, maupun kebijakan riil melalui pemberdayaan departemen yang terkait. Sasaran pembangunan sektor industri dan perdagangan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut : a. Terwujudnya pengembangan industri yang mempunyai keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif dengan mengacu kepada pengembangan klaster industri, sehingga tercipta struktur industri yang kokoh dan seimbang; b. Terwujudnya peningkatan daya saing nasional melalui peningkatan kemampuan profesionalisme sumber daya manusia, penguasaan penggunaan teknologi dan inovasi, serta pemenuhan ketentuan standar keamanan, kesehatan, dan lingkungan baik nasional maupun internasional; c. Terciptanya perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja secara merata di sektor industri dan perdagangan; d. Terciptanya peningkatan utilisasi kapasitas produksi, sehingga mampu. Meningkatkan kinerja sektor industri dan perdagangan; e. Tersedianya kebutuhan masyarakat luas dengan harga yang wajar dan mutu yang bersaing melalui kelancaran distribusi barang dan peningkatan pelayanan informasi f. profesionalisme Terciptanya pasar yang pelaku usaha terintegrasi; dan kelembagaan perdagangan, sehingga kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam negeri semakin berkembang; g. Terwujudnya iklim usaha yang kondusif dengan menerapkan mekanisme pasar tanpa distorsi, serta terjaminnya perlindungan konsumen sehingga tercipta pemahaman konsumen akan hak dan kewajibannya dalam upaya tertib mutu, tertib usaha dan tertib ukur; h. Terselenggaranya kegiatan Bursa Berjangka sebagai tempat lindung nilai (hedging) dan tempat pembentukan harga (price discovery) secara efisien dan memiliki daya saing yang kuat; i. Terselenggaranya pengembangan Ware House Receipt System (WRS) yang mendukung peningkatan efisiensi distribusi nasional dan memperlancar pembiayaan dalam perdagangan komoditi (trade financing); j. Terselenggaranya sistem Pasar Lelang Lokal (PLL) melalui mekanisme pasar yang transparan dan efisien yang memungkinkan produsen/petani memperoleh pendapatan yang proporsional dengan harga yang terjadi di tingkat nasional atau internasional; k. Terwujudnya peningkatan partisipasi Indonesia melalui peningkatan diplomasi perdagangan, baik dalam kegiatan kerjasama bilateral, regional maupun multilateral yaitu dalam forum negosiasi persetujuan-persetujuan WTO, ASEAN, APEC, Kerjasama Komoditi Internasional, serta kerjasama Badan-Badan Dunia lainnya; l. Terwujudnya peningkatan penyediaan dan penyebarluasan informasi pasar mengenai peluang pasar internasional dan hasil-hasil kerjasama industri dan perdagangan kepada dunia usaha, khususnya usaha kecil menengah; m. Terwujudnya peningkatan penggunaan bahan baku dalam negeri; Terwujudnya budaya organisasi yang lebih berorientasi pencapaian kepada sasaran; o. Terwujudnya keterpaduan peran pemerintah di sektor industri dan perdagangan; p. Terwujudnya peningkatan sinergi dalam pemanfaatan sumber daya serta peningkatan kinerja pelayanan sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam era otonomi daerah. Di bidang regulasi, untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah sudah saatnya untuk melakukan pembaharuan Undang-Undang Perindustrian yang berlaku, dimana Undang-Undang tersebut sudah sangat dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan perindustrian yang ada pada saat ini. Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun Selanjutnya seringkali di bidang tidak berkaitan birokrasi, satu optimalisasi dengan atas yang lain. pemberdayaan departemen-departemen yang terkait sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan perkembangan perindustrian sebagaimana yang telah digariskan dalam cita-cita pembangunan nasional. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan SDM, pemangkasan birokrasi dalam perijinan usaha dan lain sebagainya yang tujuan utamanya adalah meningkatkan perkembangan perindustrian. 3.3 Tahap Perkembangan Industri Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut. · Sistem Domestik Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industri). Para pekerja bekerja di rumah masingmasing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji. · Manufaktur Setelah kerajinan industri makin berkembang diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan. · Sistem pabrik Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri diadakah di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan Kebijakan Pemerintah di Bidang Industri: (1) Pembangunan industri diarahkan pada industri-industri yang berbasis pertanian dan pertambangan, dan kelautan yang mampu memberikan nilaitambah yang tinggi dan mampu bersaing dalam pasar lokal, regionalnasional, global dan mampu menghasilkan nilai tambah tinggi. (2) Pengembangan IKM dan Industri Mikro (Industri Rumah Tangga), perludidorong dan dibina, menjadi usaha yang makin berkembang danmaju,sehingga mampu mandiri dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha.(3) Menggalakkan iklim yang sehat dalam berusaha bagi pelaku ekonomi(koperasi, usaha negara, usaha swasta) untuk menumbuhkan kegiatanusaha yang mampu menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi.(4) Meningkatkan pertumbuhan usaha kecil informal menjadi pengusaha kecilformal yang tangguh dan mandiri melalui bantuan pembangunaninfrastruktur, perijinan dan bantuan teknis. (5) Meningkatkan dan mengoptimalkan perolehan devisa ekspor produk industri kehutanan, pertambangan, pertanian, dalam arti luas berikutindustri turunannyan. Kebijakan Pemerintah mengembangkan perekonomian di Indonesia berorientasi global membangun keunggulan kompetitif dengan mengedepankan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam meningkatkan daya saing dengan membuka akses yang sama terhadap kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi segenap rakyat dari seluruh daerah dengan menghapuskan seluruh perlakuan diskriminatif dan hambatan. Pengembangan sektor industri pengolahan mengacu kepada arahan pembangunan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sektor industri dan perdagangan. Pemerintah juga melakukan pembangunan yang ditujukan untuk perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, peningkatan dan pemerataan pendapatan. Hasil yang hendak dicapai dari pembangunan ini adalah usaha kecil berperan maksimal dalam perkembangan dunia usaha, sehingga usaha kecil dapat berkembang dan mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha lainnya sesuai potensi dan bidang usaha yang ditekuninya selama ini. Kebijakan ekonomi kerakyatan bertumpu pada mekanisme pasar yang adil, persaingan sehat, berkelanjutan, mencegah struktur yang monopolistik dan distortif dapat merugikan masyarakat. Melalui optimalisasi peran pemerintah untuk melakukan koreksi pasar dengan menghilangkan berbagai hambatan melalui regulasi, subsidi dan insentif. Pemberdayakan usaha kecil agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan meningkatkan penguasaan IPTEK dan melakukan secara proaktif negosiasi serta kerjasama ekonomi dalam upaya peningkatan ekspor. Arah kebijakan adalah salah satu menata sistem hukum nasional yangmenyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalu iprogram legislasi. Selanjutnya mengembangkan peraturan perundangundangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikankepentingan nasional. Perioritas kebijakan juga merupakan salah satu sasaranutama untuk dicapai dan langkah yang terpenting yang dilakukan oleh pemerintahdalam mengambil atau memutuskan suatu kebijakan. Maka dalam ketentuan kebijaksanaan (policy) kebijakan adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjaminterhadap terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yangdikehendaki. Jadi dalam arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah adanya proses pertimbangan untuk menjamin terlaksananya suatu usaha, pencapaian cita-citaatau keinginan yang dicapai tersebut, sehingga menghasilkan suatu buktikebijakan untuk kepentingan umum yang merobah keadaan untuk yang lebih baik.Untuk menentukan suksesnya percepatan pembangunan saat ini juga masadepan terkait dengan penerapan perdagangan bebas dalam kesepakatan regionalAFTA-China, maka salah satu arah dan prioritas kebijakan yang akandilaksanakan adalah pemulihan (recovery) ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Mendorong dan memberi arahan kepada setiap daerah untuk secara sungguh-sungguh dan sistematis melaksanakan pemulihan ekonomi gunauntuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri. Salah satu langkah-langkah kebijakan yang diberikan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri adalah melalui Tindakan pengamanan(Safeguard) yaitu tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugianserius dan atau untuk mencegah ancaman kerugian serius dari industri dalamnegeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secaralangsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan atau ancaman kerugianserius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Selanjutnya Tindakandumping adalah menjual barang diluar negeri lebih murah dari pada harga didalam negeri, atau menjual barang di suatu Negara lebih murah dari pada di Negara lain, atau menjual barang keluar negeri atau lebih rendah dari biaya produksi dan tranformasi, di mana tindakan dumping ini baru melanggar ketentuan perdagangan internasional apabila mengakibatkan injury kepada produksi dalam negeri. Termasuk juga subsidi yaitu merupakan kontribusikeuangan oleh pemerintah atau badan publik yang memberikan keuntungan.Selanjutnya tantangan adalah merupakan suatu usaha yang bersifat menggugahkemampuan, untuk merebut dan meraih sesuatu yang ingin kita dapatkan. Makatantangan terberat bagi Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam negeriyaitu, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapanenergi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lain-lain agar dapatmendorong pertumbuhan industrydan perlu untuk memperbaiki sistem logistik nasional yang memungkinkan pergerakan barang, modal dan tenaga kerja agar semakin efesien di berbagaisektor. Kemudian peningkatan pengawasan di batas perdagangan Indonesia,hal iniuntuk menghindari serbuan produk illegal.Hal lain yang tidak kalah pentingya adalah peningkatan pengamanan pasar, antara lain dengan menerapkan Standart Nasional Indonesia (SNI) yang didukung kesiapan, baik secara infrastruktur, laboratorium, maupun Sumber Daya Manusia yang kompeten, serta bantuan atau program pembinaan dan peningkatan mutu produk yang diharapkan dapatmengungguli kualitas produk luar negeri. Upaya Membangun Pertanian Indonesia yang Tangguh. Permasalahan Pokok yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah berupa akses modal atau investasi yang dimiliki oleh para petani. Masalah tersebut menyebabkan petani tidak mampu memanfaatkan berbagai sarana produksi unggul termasuk kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka. Investasi di bidang pertanian yang mesti diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani adalah hal yang penting. Dengan demikian, perlu dilakukan reorientasi kebijakan karena sampai saat ini pembangunan di sektor pertanian masih banyak yang belum menjangkau khususnya petani kecil. Kebijakan baik investasi maupun subsidi dan pembiayaan petani perlu dirumuskan kembali agar lebih berpihak kepada petani kecil untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya. Subsidi yang diharapkan adalah yang mengarah pada subsidi output, bukan pada subsidi input seperti sekarang yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi mengandung arti suatu pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Investasi disektor pertanian memiliki peluang untuk ditingkatkan dengan berbagai alasan, diantaranya adalah: (1) sektor pertanian akan terus tumbuh, (2) kekayaan SDA yang dimiliki, (3) pasar pertanian yang terus dan akan tumbuh baik domestik ataupun internasional yang akan memberikan insentif bagi para pelaku ekonominya, terutama jika dilihat Indonesia sebagai produsen produk 4 F (food, feed, fuel, dan fiber). Upaya peningkatan investasi di sektor pertanian terutama diarahkan pada pembiayaan dan perbaikan/pembangunan infrastruktur untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri, adalah suatu keharusan. Demikian pula penyaluran subsidi hendaknya menjadi perhatian yang serius, karena subsidi ini rentan terhadap penyelewengan-penyelewangan akibat tingginya moral hazard. FGD dan kajian ini diharapkan bukan hanya sebagai wacana belaka, melainkan dapat mehasilkan suatu rumusan kebijakan yang harus mampu disampaikan kepada pemerintah sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya membangun sektor pertanian Indonesia yang tangguh dengan basis masyarakat petani yang sejahtera (dep-1: Lukito Hasta/ss/humasristek). MATERI 11_PEREKONOMIAN INDONESIA NERACA PEMBAYARAN DAN MODAL ASING Ashar Basyir, SE., MMSI A. NERACA PEMBAYARAN 1) Pengertian Neraca Pembayaran Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan transaksi dilakukan dengan pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping system), yaitu; tiap transaksi dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit. Transaksi yang dicatat sebagai kredit adalah arus masuk valuta. arus masuk valuta adalah transaksi-transaksi yang mendatangkan valuta asing, yang merupakan suatu peningkatan daya beli eksternal atau sumber dana. Sedangkan transaksi yang dicatat sebagai debit adalah arus keluar valuta. Arus keluar valuta adalah transaksi-transaksi pengeluaran yang membutuhkan valuta asing, yang merupakan suatu penurunan daya beli eksternal atau penggunaan dana. Tiap-tiap credit entry (bertanda positif) harus diseimbangkan (balanced) dengan debit entry (bertanda negatif) yang sama. Kedua entries tersebut dikombinasikan untuk menghasilkan laporan sumber-sumber dan penggunaan modal nasional (dari mana kita memperoleh dana-dana/ daya beli, dan bagaimana kita mengunakannya). Jadi, total kredit dan debit dari neracapembayaran suatu negara akan sama secara agregat; namun, dari komponen-komponen neraca pembayaran, mungkin terdapat surplus dan defisit. 2) Manfaat neraca pembayaran: 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil langkah di bidang ekonomi.Data yang ada dijadikan dasar bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang ekonomi. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang moneter dan fiscal. Dari neraca pembayaran dapat dilihat berapa saldo devisa. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengetahui pengaruh hubungan ekonomi internasional terhadap pendapatan nasional. 4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang politik perdagangan internasional. 5. Neraca pembayaran terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut : neraca perdagangan, neraca jasa, neraca modal dan neraca moneter (lalulintas moneter). 3) Tujuan Neraca Pembayaran 1) Penyusunan neraca pembayaran mempunyai beberapa tujuan, yaitu : 2) Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai posisi negara di perdagangan internasional 3) Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai posisi pembayaran internasional 4) Membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter 5) Merupakan alat untuk mengukur berapa besar utang dan piutang negara terhadap luar negeri 6) Merupakan alat untuk mengukur struktur dan komposisi transaksi ekonomi suatu negara dengan dunia internasional 7) Mengukur keadaan perekonomian dan posisi keuangan internasional suatu negara 4) Macam-macam Transaksi Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi, yaitu : 1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa. 2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara. 5) Komponen Neraca Pembayaran 1) Pos Transaksi Dagang (Transaction of Trade) Pos transaksi dagang mencatat seluruh transaksi, baik dalam kegiatan ekspor maupun impor barang (berwujud) dan jasa (tidak berwujud). Transaksi ekspor dicatat di sisi kredit (+) dan transaksi impor dicatat di sisi debet (-). 2) Pos Pendapatan Modal (Income on Invesment) Dalam Pos ini dicatat seluruh penerimaan dan pendapatan seperti hasil penanaman modal di luar negeri dan hasil penerimaan modal asing di dalam negeri dalam bentuk keuntungan. 3) Pos Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction) Transaksi unilateral adalah transaksi searah. artinya, transaksi yang terjadi tanpa ada kontrak transaksi lainnya. Misalnya, pengiriman hadiah, pengiriman bantuan-bantuan bencana alam, pendidikan, dan sosial. 4) Pos Penanaman Modal Langsung Pos ini mencatat transaksi modal yang langsung dilaksanakan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. contohnya penenman modal penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. contohnya penanaman modal penduduk di Indonesia dengan membiuka usaha properti dan transaksi jual beli saham antara penduduk Indonesia dengn penduduk Malaysia. 5) Pos Utang Piutang (Jangka Panjang/ Jangka Pendek) Pada pos ini mencatat seluruh transaksi kredit (pinjaman) jangka panjang yaitu transaksi kredit yang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan transaksi utangpiutang jangka pendek (kurang dari satu tahun). 6) Pos Sektor Moneter (Pos Lalu Lintas Moneter) Pada pos ini mencaqtat semua transaksi pada saat terjadi pembayaran pada transaksitransaksi di atas dari mulai transaksi dagang, pendapatan modal sampai pada utangpiutang. Keadaan pos ini dapat menunjukan posisi cadangan devisa suatu negara. 6) Macam-macam neraca pembayaran Angka yang ada dalam neraca pembayaran akan menunjukan apakah Negara mengalami deficit atau surplus. Terdapat 3 kemungkinan dari kinerja neraca pembayaran, yaitu sebagai berikut: 1) Neraca Pembayaran defisit, terjadi apabila jumlah pembayaran lebih besar daripada jumlah penerimaan (transaksi kredit < transaksi debet). Suatu Negara jika mengalami kelebihan impor dan kelebihan tersebut ditutup dengan menambah pinjaman akomodatif dan mengurangi cadangan (stok) nasional maka Negara tersebut sedang mengalami defisit total. 2) Neraca pembayaran surplus, adalah apabila jumlah penerimaan lebih besar daripada jumlah pembayaran/ utang (transaksi kredit> transaksi debet). 3) Neraca Pembayaran seimbang, adalah apabila jumlah pembayaran atau utang sama dengan jumlah penerimaan (transaksi kredit = transaksi debet). 7) Dampak Neraca Pembayaran 1. Dampak Neraca Pembayaran Surplus Secara ekonomi neraca pembayaran yang surplus akan berpengaruh terhadap tingkat harga dalam negeri, yaitu mempunyai pengaruh inflatoir mendorong/ menjurus kea rah kenaikan harga (inflasi). Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan permintaan efektif. 2. Dampak Neraca Pembayaran Defisit Apabila neraca pembayaran suatu Negara mengalami deficit, maka dampak yang akan terjadi sebagai berikut: Produsen dalam negeri tidak dapat bersaing dengan barang-barang impor Pendapatan Negara sedikit, sehingga utang Negara bertambah besar Perusahaan banyak yang gulung tikar, sehingga pengangguran meningkat akibat dari PHKKetiga dampak di atas disebut pengaruh deflatoir yang mendorong/ menjurus ke arah penurunan harga (deflasi). 3. Dampak Neraca Pembayaran Seimbang Neraca pembayaran yang seimbang tidak terlalu berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi suatu Negara. Sehingga apabila suatu Negara tidak dapat mencapai surplus dalam neraca pembayaran, maka minimal harus dalam kondisi seimbang. Dengan demikian akan dapat menghindari neraca pembayaran yang defisit. B. Modal Asing Pengertian Penanaman Modal Asing dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut. Secara umum arus modal asing dapat bersifat hal berikut : (Hady, 2001:92-93) 1) Portofolio Investment, yaitu arus modal internasional dalam bentuk investasi asetaset finansial, seperti saham (stock), obligasi (bond), dan commercial papers. Arus portofolio inilah yang saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti New York, London, Paris, Frankfurt, Tokyo, Hongkong, Singapura. 2) Direct Investment, yaitu investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan di mana investor terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. Direct investment ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan. Dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNC) dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing Pada umumnya faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, skill dan teknologi dari negara maju ke negara berkembang, pada dasarnya dipengaruhi oleh lima (5) Faktor-faktor utama. Adapun Faktor-faktor yang dimaksud, yaitu meliputi : 1) Adanya iklim penanaman modal dinegara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal. 2) Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal. 3) Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan. 4) Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal. 5) Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan ketidakseimbangan antara negara maju sebagai pembawa modal dengan negara berkembang sebagai penerima modal. Hubungan tidak seimbang tersebut disebabkan oleh beberapa hal utama (Streeten, 1980 : 251), yaitu : o Pemodal asing selalu mencari keuntungan (profit oriented), sedangkan negara penerima modal mengharapkan bahwa modal asing tersebut dapat membantu tujuan pembangunan ekonomi nasional atau sebagai pelengkap dana pembangunan. o Pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang lebih baik. o Pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas, yaitu dalam bentuk Multinasional Corporation. Perusahaan ini pada dasarnya lebih mengutamakan melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal daripada kepentingan negara penerima modal. o Tentunya ketidakseimbangan tersebut menjadi tantangan bagi negara-negara penerima modal asing termasuk Indonesia, yaitu bagaimana mengatasi ketidakseimbangan yang dimaksud dalam rangka usaha menarik investor asing. Dalam menghadapi tantangan yang dimaksud negara penerima modal asing pada umumnya dan Indonesia khususnya harus dapat mengupayakan melalui hal-hal sebagai berikut : o Dapat mengakomodasi motif profit oriented dari pemodal asing dengan sebaikbaiknya, sehingga filosofi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang PMA yang mengatakan bahwa masuknya modal asing hanyalah bersifat pelengkap dana pembangunan tidak menjadi suatu kendala yang menghambat arus masuknya investasi modal asing tersebut. o Mengupayakan agar hubungan antara pemodal asing dengan penerima modal tetap diarahkan pada kemitraan yang dapat saling membangun, sehingga sumber luar negeri dari pinjaman luar negeri tetap dapat dimanfaatkan bagi pembangunan ekonomi secara optimal. o Negara penerima modal harus dapat mengembangkan potensi ekonominya secara akurat, serta mampu menjaring informasi mengenai kegiatan usaha penanaman modal dalam rangka peningkatan kemampuan dan posisi bargaining-nya dalam menghadapi pemilik modal asing. C. Utang Luar Negri Utang luar negeri memainkan peranan yang sangat penting untuk mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, baik sebagai sumber dana pada saat terjadinya laju pertumbuhan ekonomi, baik sebagai sumber dana pada saat terjadinya pinjaman maupun Utang Luar Negeri (ULN). Hutang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB), pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima dapat berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secra kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidangbidang tertentu yang lebih dikenal dengan Technical Assistance. Karena bantuan luar negeri banyak harus dibayar kembali maka umumnya disebut juga utang luar negeri. Bank dunia mengklasifikasikan total utang kredit IMF. Utang jangka pendek adalah utang dengan jatuh tempo satu tahun atau kurang. Utang jangka panjang umumnya berjangka waktu lebih dari satu tahun. Penggunaan kredit IMF merupakan kewajiban yang dapat dibeli kembali (repurchase obligations) atas semua penggunaan fasilitas IMF. Utang yang berjangka panjang dapat diperinci menurut jenis utangnya, yaitu utang swasta yang tidak dijamin oleh pernerintah (public and publicly guaranteed debt). Utang swasta yang non guaranteed debt adalah utang yang dilakukan oleh debitur swasta, di mana utang tersebut tidak dijamin oleh institusi pernerintah. Di lain pihak, utang pernerintah adalah utang yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, termasuk pernerintah pusat, departemen, dan lembaga pernerintah yang otonom. Utang yang publicly guaranted merupakan utang yang dilakukan oleh debitur swasta namun dijamin pembayaramiya oleh suatu lembaga pemerintah. Bagi kebanyakan negara berkembang, jenis utang yang public and publicly guaranteed yang perlu lebih mendapat perhatian karena apabila negara berkembang tidak mampu membayar kembali utang tersebut maka pemerintah negara tersebutlah yang menangung akibatnya. Asal Hutang Luar Negeri Utang yang tergolong public and publicly guaranted dapat diperinci menurut krediturnya. Selama ini pihak kreditur (pihak yang memberikan utang) dapat berasal dari sumber resmi maupun swasta. Utang luar negeri yang berasal dari sumber resmi dibagi menjadi : 1. Bilateral Pinjaman bilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa. yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Dari segi jenisnya, pinjaman/hibah bilateral dapat dibedakan dalam : o Hibah (grant), yaitu penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun barang/jasa yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah digunakan untuk pembiayaan proyek, namun khusus hibah dalam bentuk devisa dapat digunakan untuk bantuan program. Hibah yang diterima pemerintah saat ini berasal dari pemerintah Inggris, Australia, selandia Baru dan Kanada. o Pinjaman Lunak (soft loan), yaitu pinjaman yang disetujui oleh negara donor dengan persyaratan Grant Element minimum dengan bunga pinjaman sebesar 3,5% atau kurang, jangka waktu pengembalian 25 tahun atau lebih, termasuk tenggang waktu 7 tahun lebih. Pinjaman ini umumnya digunakan untuk pembiayaan proyek dan bantuan program.Dalam praktiknya pinjaman lunak tersebut dapat diperoleh pula dari gabungan antara pinjaman komersial atau fasilitas kredit ekspor dengan pinjaman lunak. Yang terpenting gabungan dari sumber-sumber pinjaman tersebut akan menghasilkan persyaratan pinjaman lunak sesuai dengan Inpres No. 8/1984. Bentuk pinjaman ini disebut blending. 2. Multilateral Pinjaman miiltilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang/jasa yang diperoleh dari pemberian Pinjaman Luar Negeri yang berasal dari lembaga keuangan internasional maupun regional dan biasanya Indonesia merupakan anggota dari lembaga keuangan tersebut. Pinjaman setengah lunak, yaitu pinjaman yang persyaratannya lebih mahal (lebih berat) dari pinjaman lunak tetapi masih lebih lunak dari fasilitas kredit ekspor. Pinjaman bentuk ini pada umumna merupakan gabungan dari pinjaman lunak dengan fasilitas :ekspor atau pinjaman komersial. Bentuk pinjaman ini disebut Credit yang persyaratannya tidak mengikuti ODA terms and wis. Pinjaman (Mixed Credit) ini yang pertama menawarkan Indonesia adalah negara Perancis, kemudian diikuti oleh Negara Jerman (KFW) dan kernudian oleh negara Inggris. Pinjaman ini dimanfaatkan Indonesia saat ini karena sejak Indonesia naik peringkatnya dari non industrialized country menjadi semi industri country, pada akhir Repelita III sudah agak sukar memperoleh pinjaman bersyarat lunak (ODA terms and Conditions).