Uploaded by User111611

BAHAN AJAR PEREKONOMIAN INDONESIA

advertisement
MATERI I_PEREKONOMIAN INDONESIA
SEJARAH PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Ashar Basyir, SE., MMSI
Membahas
gambaran
perekonomian
Indonesia, kita
dapat
memilah
perjalanan
perekonomian bangsa ini ke dalam tiga ruang: Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Pembangunan ekonomi di masa Orde Baru, memang meninggalkan prestasi yang tidak dapat
dilupakan. Dari negara yang dihantam krisis politik, kesenjangan sosial, dan hiperinflasi pada era
Orde Lama, menjadi salah satu negara yang masuk East Asian Miracle, karena pertumbuhan
ekonominya yang luar biasa. Sayangnya, krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 – 1998, dengan
begitu mudahnya memporak-porandakan sendi perekonomian yang telah dibangun era Orde
Baru selama 32 tahun.1
Banyak argumen yang muncul untuk menjelaskan keadaan ini. Misalnya, akibat kelemahan
pengawasan sistem keuangan dan manajemen utang negara. Namun secara prinsip, akar
masalah ini ialah akibat pola pembangunan era Orde Baru yang terlampau sentralistik, untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi (high of growth), tanpa menghiraukan sisi equity
(pemerataan).2 Dengan harapan bahwa hasil pertumbuhan ekonomi tersebut akan secara
otomatis mengalir pada daerah di sekitarnya hingga lapisan masyarakat di bawahnya (trickle
down effect). Sehingga seluruh lapisan masyarakat secara bertahap akan mendapatkan manfaat
dari efek pertumbuhan ekonomi tersebut.
Pola demikian justru memunculkan ketidakmerataan pembangunan di Indonesia yang
merupakan negara kepulauan (NKRI). Pulau Jawa, sebagai pusat bisnis dan pemerintahan,
menjadi jauh lebih maju dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Padahal daerahdaerah yang tertinggal, seperti Papua dan Kalimantan, mempunyai kekayaan sumber daya alam
yang cukup melimpah yang selama ini berperan penting menyumbang produk domestik bruto
(PDB) terbesar bagi negara. Inilah yang melemahkan fondasi ekonomi. Lebih dari 30 tahun proses
pembangunan berlangsung (1967 – 1997), sejak Pelita I dilaksanakan, efek menetes (trickle down
effect) yang diimani itu sangat kecil dirasakan. Bahkan, hingga tahun 1980 sampai dengan krisis
ekonomi terjadi pada tahun 1997, Indonesia memang menikmati laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, tetapi tingkat ketimpangan ekonomi dan kemiskinan pada akhirnya juga semakin luar
biasa. Papua Barat dan Papua misalnya, hingga tahun 2010 ini, masih merupakan daerah dengan
persentase kemiskinan terbesar di Indonesia yaitu 34,88 % dan 36,8 % (Data Strategis BPS, 2010).
Dampak negatif dari sentralisasi ini juga menimbulkan praktik pengelolaan negara yang
lambat laun membudayakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di level pemerintahan dan
bisnis. Hal inilah yang membuat proses pembangunan dan kegiatan perekonomian menjadi
semakin tidak sehat. Penetrasi kekuasaan dalam pengelolaan negara pada akhirnya berkembang
menjadi suatu kolaborasi kolusif antara elit pejabat dan pemodal, yang melahirkan banyak
kebijakan atau regulasi yang merugikan negara dan rakyat3.
Pengalaman di masa lalu, pada era Orde Baru, memberikan banyak hikmah bagi pemerintah
dan masyarakat dalam menyukseskan pembangunan negaranya. Usai transisi kekuasaan Orde
Baru ke reformasi pada Mei 1998, yang merupakan efek turbulensi politik akibat krisis ekonomi
tahun 1997 – 1998, perekonomian Indonesia kini berangsur membaik.
Sementara jika kita lihat variabel ekonomi makro lainnya seperti laju inflasi, pengangguran
terbuka, dan penduduk di bawah garis kemiskinan menunjukkan angka yang semakin menurun.
Indonesia rupanya telah berguru dari krisis ekonomi yang terjadi di masa lalu. Kita bisa
melihat, ketika krisis keuangan melanda Amerika Serikat (AS) dan menghantam perekonomian
dunia pada pertengahan tahun 2008, perekonomian Indonesia tetap tumbuh pada tren yang
positif 6,1 %. Ini menjadi suatu hal yang ajaib, sekaligus aneh, mengingat negara tetangga di
wilayah Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan negara semaju Singapura, justru
mengalami pertumbuhan negatif. Apakah negara kita sudah memiliki sistem yang menjamin
keamanan dari dampak eksternal asing? Apa yang membuat Indonesia bisa sebaik itu
pertumbuhannya? Mengapa dampak krisis global di Indonesia paling minimal? Jawabannya
ternyata sederhana. Karena ketergantungan ekonomi kita kepada pasar dunia terbilang belum
begitu besar. Ekspor misalnya, porsinya masih kecil. Sehingga dampaknya terhadap
perekonomian juga kecil. Tentu saja ini juga lebih akibat faktor keberuntungan (luck). Kita
sebenarnya ingin meningkatkan ekspor, akan tetapi jika dilihat dari volume perdagangan,
sebenarnya ekspor kita cukup kuat, yang jatuh sebetulnya adalah harga barang-barang
(komoditas) ekspor kita di pasar internasional. Dalam hal ini daya saing barang produk kita
kalah dengan produk sejenis dari negara tetangga. Sehingga penetrasi produk kita tidak
terlampau banyak ke luar negeri dilihat secara volume.
Dalam Laporan Doing Business 2012 disebutkan tiga hal yang berkontribusi memperburuk
kualitas berbisnis dan produktivitas produksi di Indonesia yaitu: (i) akses listrik yang sulit
didapatkan; (ii) perizinan lahan (properti); (iii) dan kemudahan mendapatkan pembiayaan
(kredit). Sektor perbankan di Indonesia lebih cenderung mengutamakan pembiayaan kredit
konsumtif dibandingkan kredit produktif, seperti kredit untuk proyek infrastruktur yang bersifat
jangka panjang. Kredit konsumtif dipandang lebih memberi banyak keuntungan dengan resiko
kecil. Pada akhirnya kesemua permasalahan ini bermuara pada bagaimana keseriusan
pemerintah dapat menyelesaikan problem infrastruktur, baik infrastruktur fisik (jalan, listrik,
pelabuhan), maupun infrastruktur non-fisik (aspek kelembagaan: perbankan, lembaga perizinan
pemerintah). Kata kuncinya: percepatan pembangunan dan pembenahan infrastruktur. Ini
penting dalam rangka menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan menunjang aktivitas
ekonomi berjalan lebih efisien. Indonesia tidak bisa bergantung hanya pada konsumsi domestik
dan pengeluaran pemerintah (stimulus fiskal). Kita membutuhkan infrastruktur yang baik,
sehingga daya saing produk kita semakin meningkat dan kontribusi ekspor ke depan semakin
besar.
MATERI 2_PEREKONOMIAN INDONESIA
SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA DAN GLOBAL
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. PENGERTIAN SISTEM EKONOMI
Setiap kelompok masyarakat (pada tataran yang lebih kompleks membentuk negara bangsa)
pasti memiliki sebuah sistem ekonomi untuk mengatasi beberapa persoalan, seperti; 1) barang
apa yang seharusnya dihasilkan; 2) bagaimana cara menghasilkan barang itu; dan 3) untuk siapa
barang tersebut dihasilkan atau bagaimana barang tersebut didistribusikan kepada masyarakat.
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut akan menentukan sistem ekonomi sebuah negara
(Hudiyanto, 2002).
Penentuan sistem ekonomi tidak dapat dilepaskan dari ideologi yang diyakini oleh negara.
Ideologi tertentu akan melahirkan sistem ekonomi tertentu pula karena pada dasarnya, negara
melalui ideologinya telah memiliki cara pandang tertentu untuk memandang dan menyelesaikan
persoalan yang mereka hadapi. setiap sistem ekonomi membutuhkan sekumpulan peraturan,
ideologi yang mendasarinya, menjelaskan peraturan tersebut dan keyakinan individu yang akan
membuatnya terus dijalankan (Robinson, 1962:18)
Ada berbagai sistem ekonomi yang berkembang di dunia. Namun, pada dasarnya kita dapat
membaginya menjadi dua titik ekstrim, yaitu Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi
Sosialis. Pada perkembangannya, ketika banyak negara merasa kedua sistem tersebut tidak
dapat menjawab persoalan-persoalan mereka, maka muncul Sistem Ekonomi Campuran yang
menggabungkan kedua sistem ekonomi sebelumnya. Pada bagian selanjutnya, kita akan
membahas ketiga sistem ekonomi tersebut satu per satu.
1.
Sistem Ekonomi Kapitalis
Sistem Ekonomi Kapitalis muncul pada abad ke-17 ketika dominasi gereja di Eropa
mulai runtuh. Dominasi gereja, yang mendoktrinkan kepentingan gereja di atas segala
kepentingan, diruntuhkan oleh pandangan yang menekankan pada liberalisme,
individualisme, rasionalisme atau intelektulisme, materialisme dan humanisme. Pemikiranpemikiran tersebut menjadi dasar Sistem Ekonomi Kapitalis. Pemikiran liberalisme meletakkan
kebebasan individu sebagai hal yang paling utama. Rasionalisme mengajarkan bahwa peranan
rasio (pikiran) lebih penting daripada perasaan. Materialisme adalah paham yang menyatakan
bahwa hakikat kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris, yaitu diraba,
didengar, dan dirasa. Sementara itu humanisme adalah paham yang menyatakan bahwa bagi
manusia yang penting adalah kehidupan di dunia ini, hidup sesudahnya di luar jangkauan
manusia sehingga tidak perlu dipikirkan (Hudiyanto, 2002). Jika sebelumnya gereja dengan
doktrin-doktrinnya menghalang-halangi umat Kristen untuk mengumpulkan kekayaan karena
kekayaan sepenuhnya milik gereja, maka setelah keruntuhannya masyarakat Eropa pada zaman
itu mulai benar-benar memikirkan penimbunan kekayaan. Pada saat yang sama terjadi
perubahan fokus mendapatkan kekayaan. Jika sebelumnya, mereka sangat tergantung dengan
perdagangan maka setelah kemunculan penemuan teknologi baru seperti mesin uap, mereka
beralih pada industri. Modal yang semula dialokasikan pada perdagangan dialihkan pada
pembangunan industri. Pada masa itulah muncul Adam Smith (1776) yang menjadi peletak
ideologi kapitalisme.
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis:
a. Penjaminan atas hak milik perseorangan
Hak milik pribadi adalah hal yang paling penting dalam kapitalisme. Setiap
orang berhak menimbun kekayaan pribadi sebesar-besarnya tanpa mengindahkan
posisi orang lain yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang sama.
b. Mementingkan diri sendiri (self interest)
Karena menekankan individualisme, maka dalam Sistem Ekonomi Kapitalis
setiap individu sepenuhnya dibebaskan berorientasi pada diri sendiri. Segala
aktivitas ekonomi dan sosial yang dilakukan sepenuhnya untuk kepentingan diri
sendiri. Para kapitalis mempercayai kehadiran “tangan-tangan gaib” (invisible
hands) yang akan mempertemukan setiap kepentingan individu tersebut dalam
sebuah titik keseimbangan (equilibrium).
c. Pemberian kebebasan penuh
Paham liberalisme yang menjadi dasar pemikiran kapitalisme memungkinkan
setiap pihak memiliki kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas ekonomi.
Campur tangan negara dalam aktivitas ekonomi dibatasi hanya sebagai penyedia
fasilitas dan pengatur lalu lintas sehingga semua orang dapat melakukan aktivitas
ekonominya dengan lancar. Para kapitalis percaya jika setiap individu mendapatkan
kepuasan maka akan tercipta kemakmuran dalam masyarakat (harmony of
interest). Pemberian kebebasan kepada para pelaku ekonomi ini diyakini dapat
diikuti dengan ketertiban dalam kehidupan karena ada “tangan-tangan gaib” yang
membawa pada titik keseimbangan.
d. Persaingan bebas (free competition)
Dalam sistem kapitalis, persaingan antarpelaku ekonomi di masyarakat
dimungkinkan. Persaingan dapat terjadi antarpenjual yang dapat memberikan
kualitas terbaik kepada pembeli. Sebaliknya beberapa pembeli dapat saling
bersaing untuk memberikan harga terbaik. Secara umum pasar diibaratkan sebagai
pasar persaingan sempurna, yaitu situasi ketika posisi tawar masing- masing
produsen dan konsumen seimbang, sehingga pembeli dan penjual tidak dapat
menjadi penentu harga (price setter) tetapi hanya bertindak sebagai pengambil
harga (price taker). Harga yang disepakati adalah harga keseimbangan antara
penawaran dan permintaan.
e. Harga sebagai penentu (price system)
Para kapitalis sangat percaya pada mekanisme pasar yang bekerja menentukan
harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. Dalam
kondisi apapun negara tidak boleh melakukan intervensi terhadap pasar. Jika pada
satu waktu penawaran berlebihan sehingga mengakibatkan merosotnya harga,
maka negara diminta diam saja karena mekanisme pasar dengan sendirinya akan
menentukan harga keseimbangan baru.
f. Peran negara minimal
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada Sistem Ekonomi kapitalis
mekanisme pasarlah yang satu-satunya diyakini baik dan boleh bekerja di pasar.
Oleh karena itu negara memiliki peran yang sangat minim. Negara hanya menjaga
keamanan dan ketertiban, menetapkan hak-hak kekayaan pribadi, menjamin
perjanjian kedua belah pihak ditaati, menjaga persaingan tanpa hambatan,
mengeluarkan mata uang, dan menyelesaikan persengketaan pihak buruh dan
pemilik modal.
Sistem Ekonomi Kapitalis memberikan kebebasan individu untuk berusaha
mendapatkan
kekayaan
sehingga
dapat
meningkatkan
kesejahteraannya.
Kebebasan tersebut mendorong individu melakukan berbagai inovasi ekonomi dan
teknologi yang mendorong kemajuan. Namun, kapitalisme membuat pihak yang
tidak memiliki posisi tawar (modal) yang sama dengan pihak lain secara struktural
tidak akan dapat bekerja dalam pasar, sehingga ia tidak dapat mencapai
kemakmuran. Padahal posisi tawar yang tidak seimbang inilah yang banyak terjadi
dalam kehidupan nyata. Akibatnya terjadi monopoli, pasar hanya dikuasai oleh
sekelompok orang saja. Apabila monopoli terjadi maka terjadi ketimpangan
kemakmuran. Pihak yang dapat bekerja di pasar akan mendapatkan kemakmuran
yang besar sedangkan sebaliknya pihak yang “tersingkir” dari pasar tidak akan
sejahtera. Jika semua orang berorientasi pada diri mereka sendiri, maka
kepentingan publik akan terabaikan, misalnya pembangunan jembatan umum,
rumah sakit, dan jalan raya tidak akan dilakukan karena dianggap tidak
menguntungkan secara ekonomi.
Seperti telah dijelaskan bahwa kapitalis murni sebagai sebuah sistem yang
mengatur perekonomian masyarakat atau bahkan negara sudah banyak
ditinggalkan.
Ketidakmampuannya
dalam
memberikan
jaminan
berupa
kesejahteraan bagi seluruh pihak menjadi alasan utama. Bahkan yang lebih
ekstrem, beberapa produk sistem kapitalis diharamkan diterapkan seperti
monopoli, monopsoni, oligopoli yang merugikan masyarakat dan lain sebagainya.
Negara dengan regulasinya melarang segala praktik-praktik tersebut diterapkan di
pasar.
Namun demikian, pelanggaran atas regulasi yang melarang praktek- praktek
kapitalis seperti yang telah disebutkan tetap ada. Di pasar muncul pihak-pihak yang
mampu mencipkan sistem tersebut tanpa sepengetahuan publik melalui strategistrategi yang diterapkan. Bahkan lebih parah lagi mereka dapat mempengaruhi
keputusan pemerintah untuk membuat regulasi yang menguntungkan bagi mereka.
Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus suap yang marak terjadi di berbagai negara,
tidak terkecuali di Indonesia, untuk menggoalkan ketentuan yang mereka inginkan.
Bukti lain sistem kapitalis murni ditinggalkan adalah pemerintahan yang banyak
mengatur pelaku bisnis melalui kebijakan pajak dan subsidi. Pemerintah akan
mengambil pajak dari pihak-pihak yang disebut wajib pajak untuk memberikan
subsidi kepada pihak yang memang berhak atas subsidi tersebut. Praktik semacam
ini merupakan praktek yang melanggar ciri atau karakteristik sistem kapitalis murni.
2.
Sistem Ekonomi Sosialis
Pemikiran Sistem Ekonomi Sosialis sesungguhnya telah muncul sejak abad ke-16
yang disebut sebagai Sosialisme Utopis. Polarisasi yang tajam antara si kaya dan si miskin
dalam struktur sosial-ekonomi masyarakat Inggris pada abad ke-16 memunculkan
berbagai kritik, yang konsepnya disebut sebagai “Sosialisme Utopia”. Gagasan ini
merupakan tanggapan langsung pada tahap awal perkembangan kapitalisme, termasuk
yang sebelum dikonsepsikan secara sistematis oleh Adam Smith pada tahun 1776.
Tokoh-tokoh penganjur Sosialisme Utopia di antaranya adalah Thomas More (14781535), Tomasso Campanella (1568-1639), Franscis Bacon (1560- 1626), dan
dikembangkan oleh Robert Owen (1771-1858), Charles Fourer (1772-1837), dan Louis
Blanc (1811-1882).
Sistem Ekonomi Kapitalis yang diterapkan di Eropa membawa kemakmuran bagi
masyarakat, walaupun kemakmuran tersebut tidak bertahan lama. Pada awal abad ke20, terjadi kondisi kelesuan ekonomi (malaises). Mekanisme pasar yang diharapkan
menyelesaikan depresi ekonomi tersebut ternyata tidak kunjung terjadi. Maka kemudian
muncul Sistem Ekonomi Sosialis yang pada abad ke-16 telah dipikirkan dan diyakini dapat
menjawab masalah ekonomi saat itu.
Sistem Ekonomi Sosialis dilandasi oleh falsafah kolektivisme dan organisme.
Kolektivisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa setiap orang adalah warga
masyarakat. Oleh karena masyarakat adalah sebuah kesatuan tersendiri maka
kepentingan masyarakat harus lebih dahulu diutamakan daripada kepentingan pribadi.
Organisme adalah pandangan bahwa selain kepentingan dan kebutuhan masyarakat,
negara sebagai sebuah kesatuan juga memiliki kepentingan dan kebutuhan. Oleh karena
itu, negara sebaiknya berperan besar dalam sistem ekonomi untuk menjamin
pemenuhan kepentingan dan kebutuhan setiap warga negara (Hudiyanto, 2002).
Dalam Sistem Ekonomi Sosialis ini, pemerintah sangat berperan untuk menentukan
jalannya perekonomian, atau umum dikenal sebagai perencanaan terpusat atau
centralized planning sehingga hak milik dan inisiatif ekonomis individu kurang mendapat
tempat yang layak (Hamid, 2005).
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Sosialis adalah:
a. Negara sangat berkuasa dalam pemilikan bersama (kolektivitas) semua faktor produksi.
Pemilikan bersama ini dimaksudkan agar semua faktor produksi diarahkan untuk
memenuhi kepentingan dan kebutuhan bersama bukan berorientasi terhadap
keuntungan pribadi.
b. Produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (production for needs). Negara akan
mengatur semua produksi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, bukan hanya
barang dan jasa yang bernilai ekonomi saja karena seluruh kegiatan ekonomi tidak
diarahkan untuk menimbun kekayaan individu tetapi kesejahteraan bersama.
c. Perencanaan ekonomi (economic planning). Negara melakukan perencanaan yang ketat
untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Dalam sistem ini mekanisme pasar tidak lagi berlaku karena negara yang
menentukan semua harga (price setter).
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, sistem ini ingin melindungi semua pihak, terutama
kelompok marjinal yang tidak memiliki faktor produksi. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar
semua masyarakat mendapatkan kesejahteraan yang setara. Namun, secara umum sistem ini
menghambat ekspresi dan mengurangi semangat orang untuk bekerja dan berprestasi, yang
pada akhirnya makin menurunkan kreativitas dan produktivitas masyarakat. Negara dan
perencanaan ekonomi yang sentralistik tidak dapat menjamin bahwa produksi dan distribusi
barang dan jasa sesuai kebutuhan masyarakat karena pada tingkatan tertentu negara tidak
memiliki kemampuan produksi dan distribusi sebesar kebutuhan masyarakat.
Sosialis murni (sebagaimana kapitalis murni) juga sudah banyak ditinggalkan oleh
masyarakat ataupun negara sebagai dasar tata kelola ekonominya. Alasan yang sama menjadi
latar belakang mengapa sistem sosialis murni ditinggalkan yaitu ketidakmampuannya dalam
memberikan jaminan berupa kesejahteraan seluruh pihak. Sistem sosialis yang saat ini
berkembang adalah sistem ekonomi yang banyak/cenderung berpihak pada kepentingan kaum
marjinal dan membiarkan kaum elit berusaha sendiri karena dianggap memiliki kemampuan
untuk mencapai kesejahteraan. Bahkan beberapa negara memberikan tekanan yang berlebihan
kepada kaum elit untuk membantu kepentingan negara terkait kewajibannya untuk menjamin
kesejahteraan masyarakatnya.
Berbagai program pemerintah yang diterapkan dan sesuai dengan semangat sosialis seperti
subsidi, dukungan terhadap organisasi buruh, maraknya pembangunan fasilitas publik dan lain
sebagainya. Pada titik jenuh, kebijakan yang berlebihan terkadang membawa dampak merugikan
bagi kaum elit sehingga banyak diantara mereka kemudian berpindah ke wilayah lain dalam
menjalankan aktivitas ekonominya. Hal ini juga terjadi di banyak negara termasuk Indonesia.
3.
Sistem Ekonomi Campuran
Kemunculan Sistem Ekonomi Sosialis dianggap terlalu ekstrim karena mengharuskan
pengambilalihan kekayaan individu menjadi kekayaan negara. Oleh karena itu ditempuh jalan
tengah yang menyatukan kebaikan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis. John
Maynard Keynes memunculkan pemikiran bahwa selain mendatangkan manfaat, Kapitalisme
juga memunculkan ekses yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, negara berfungsi mengatasi
ekses berupa pengangguran dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Sistem ekonomi
gagasan Keynes, yang dikenal sebagai Sistem Ekonomi Campuran, telah melahirkan negara
kesejahteraan (Welfare State) seperti yang dipraktikkan negara-negara Eropa Barat saat ini.
Welfare State adalah suatu negara yang ingin menciptakan demokrasi seluas-luasnya seperti
kesempatan mendapatkan lapangan pekerjaan, penguasaan teknologi, pendidikan dan
sebagainya. Negara memiliki kewajiban menanggulangi penyebab kemiskinan struktural yang
menghalangi kelompok-kelompok tertentu masuk ke dalam pasar.
Tindakan yang dilakukan negara dapat dikelompokkan menjadi tiga hal:
a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk
operasional
negara.
Dalam
hal-hal
tertentu,
tindakan
ini
dilakukan
untuk
mendistribusikan pendapatan.
b. Penarikan pajak, biasanya yang dikenakan pajak progresif sehingga semakin besar
kekayaan seseorang maka semakin besar pula harta yang diberikan kepada negara. Pajak
ini digunakan untuk melakukan tindakan yang ketiga.
c. Subsidi diberikan kepada para pihak yang membutuhkan sehingga kemiskinan struktural
dapat diselesaikan dan distribusi pendapatan dapat terjadi.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI INDONESIA
Sistem Perekonomian Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh Sistem Ekonomi Kolonial
Belanda yang selama 350 tahun berkuasa atas ekonomi Indonesia. Pada awal kedatangannya di
Indonesia, kolonial tidak datang sebagai penjajah fisik namun penjajah ekonomi. Dengan
organisasi perdagangannya bernama VOC, mereka memonopoli pasar rempah-rempah yang pada
masa itu merupakan komoditi andalan Nusantara. Mereka menggunakan kekerasan senjata
untuk menguasai rempah-rempah.
Ketika tahun 1799 VOC bangkrut dan bubar, pemerintah Belanda melaksanakan sistem
tanam paksa (culture stelsel) untuk menutup defisit anggaran kerajaan akibat perang melawan
berbagai perlawanan di Nusantara. Sistem tanam paksa yang berlangsung selama lebih dari satu
abad ini mendatangkan banyak keuntungan di pihak kerajaan Belanda tetapi mendatangkan
kesengsaraan bagi rakyat Nusantara. Namun, saat mulai berkembang liberalisme di Eropa,
kebijakan tanam paksa ini menuai banyak kritik, sehingga pemerintah Belanda mengubahnya
menjadi Sistem Ekonomi Kapitalis-Liberal.
Melalui Undang-Undang Agraria tahun 1870, pemerintah Belanda mengundang sektor
swasta untuk menyewa lahan perkebunan dalam jangka waktu yang lama. Lahan perkebunan
yang semula dikendalikan pemerintah Belanda diambil alih oleh swasta, sedangkan pemerintah
mendapatkan keuntungan dari pajak perseroan dan pajak pendapatan sektor swasta. Persoalan
baru muncul ketika perkebunan swasta dan perkebunan rakyat menanam jenis tanaman yang
sama akibatnya perkebunan rakyat sulit bersaing karena memiliki modal yang lebih kecil
dibandingkan sektor swasta (Mubyarto, 2002).
Setelah Indonesia merdeka, para pemimpin bangsa berusaha merumuskan kembali Sistem
Ekonomi Indonesia yang dianggap ideal dengan kondisi bangsa. Muhammad Hatta
mengemukakan sebuah konsep tentang Sistem Ekonomi Indonesia, yaitu Sistem Ekonomi
Kerakyatan. Dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan, semua aktivitas ekonomi harus disatukan dalam
organisasi koperasi sebagai bangun usaha yang sesuai dengan asas kekeluargaan. Hanya dalam
asas kekeluargaan dapat diwujudkan prinsip demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan oleh
semua, untuk semua, sedangkan pengelolaannya dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat
sendiri (Mubyarto, 2002). Konsep Sistem Ekonomi Kerakyatan inilah yang kemudian dituangkan
dalam UUD 1945 sebagai dasar sistem perekonomian nasional.
Sistem ekonomi seperti yang dikonsepkan oleh Muhammad Hatta tersebut, ternyata tidak
langsung berhasil dijalankan oleh pemerintahan Indonesia. Beberapa waktu setelah
kemerdekaan, Indonesia mengalami masa-masa sulit hingga pada puncaknya terjadi perpecahan
pemimpin nasional ditandai dengan mundurnya Muhammad Hatta pada tahun 1956. Sejak saat
itu Sukarno memegang kekuasaan yang sangat besar, sehingga Sistem Ekonomi Etatisme berjalan
di Indonesia. Negara mengendalikan sistem produksi dan distribusi. Hiperinflasi hingga 650
persen yang terjadi pada tahun 1966 menghentikan sistem tersebut. Kekacauan sosial politik
yang kemudian terjadi membuat Sukarno praktis tidak mampu melakukan kebijakan apapun
untuk memperbaiki keadaan.
Setelah rejim Orde Lama ditumbangkan oleh peristiwa berdarah 1966, rejim Orde Baru
muncul dengan membawa sistem ekonomi yang baru yang ternyata juga tidak sepenuhnya sesuai
dengan dasar sistem ekonomi yang termuat dalam UUD 1945. Sistem Ekonomi Indonesia pada
masa Orde Baru bersandar pada “Trilogi Pembangunan“, yaitu pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas ekonomi, dan pemerataan. Meskipun pemerintah selalu mengklaim dirinya tidak
menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalis, tetapi pada praktiknya Indonesia telah melakukan
berbagai liberalisasi ekonomi yang semakin memarjinalisasi peranan ekonomi rakyat.
C.
PERANGKAT SISTEM EKONOMI DALAM UUD 1945
Seperti yang telah disebutkan di atas, Muhammad Hatta telah mengagas Sistem Ekonomi
Indonesia yang dituangkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1-3, yang kemudian di amandemen
oleh MPR dengan menambah ayat 4 dan 5:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan pasal tersebut, tercantum dasar demokrasi ekonomi, di mana produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran perorang. Oleh
sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Bentuk usaha yang sesuai dengan prinsip tersebut adalah koperasi. Konsep Sistem Ekonomi yang
berdasarkan pasal tersebut menempatkan negara pada pelindung dan pembangun
perekonomian yang dikuasai dan mampu dikendalikan oleh rakyat.
D. SISTEM EKONOMI INDONESIA DEWASA INI
Dasar negara Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi yang dikonsepkan adalah
Ekonomi Kerakyatan (ekonomi yang dikuasai oleh rakyat), tetapi kenyataannya aktivitas ekonomi
yang berlangsung saat ini mencerminkan Sistem Ekonomi Kapitalis, sehingga saat ini yang terjadi
adalah dualisme ekonomi.
Dualisme ekonomi mengacu pada pemikiran J.H. Boeke yang menggambarkan adanya dua
keadaan yang amat berbeda dalam suatu masyarakat, yang hidup berkembang secara
berdampingan. Keadaan pertama bersifat “superior”, sedangkan yang lainnya bersifat “inferior”,
seperti halnya adanya cara produksi modern berdampingan dengan cara produksi tradisional,
antara orang kaya dengan orang miskin tak berpendidikan, dan keadaan lain yang kontras dalam
satu masa dan tempat (Hudiyanto, 2002). Mengacu pada pengertian tersebut, kiranya tidak sulit
mengamati bekerjanya dualisme ekonomi dalam Sistem Ekonomi Indonesia saat ini. Dualisme
ekonomi di Indonesia tidak hanya mewujud sebagai akibat perbedaan taraf pengembangan
teknologi, melainkan tampak sebagai perbedaan konsep nilai (falsafah), ideologi, dan sosialbudaya, yang mempengaruhi bekerjanya sistem ekonomi.
Di desa-desa (pedalaman) dan di sebagian masyarakat kota yang masih menganut
kolektivisme banyak dijumpai tradisi yang memunculkan sistem ekonomi tertentu, yang tidak
selalu sejalan dengan sistem ekonomi yang dominan. Ada sistem arisan, “sambatan” (kerja bakti),
“nyumbang”, dan sistem pertukaran lokal (sebagian subsistem), yang masih berkembang
meskipun sistem-sistem produksi dan keuangan modern makin berkembang pesat. Di sisi lain,
perkembangan sektor ekonomi formal di pusat-pusat perkotaan tetap saja tidak mampu
menampung banyaknya tenaga kerja, yang akhirnya berusaha di sektor informal. Dalam struktur
ekonomi nasional pun perbedaan (konfigurasi) antara pelaku ekonomi konglomerat dan pelaku
ekonomi rakyat masih terlihat jelas. Masing-masing menganut sistem nilai yang berbeda, yang
memunculkan perbedaan sistem ekonomi yang terbentuk. Derajat hubungan (ketergantungan)
antara kedua sistem (pelaku) umumnya terjadi dalam pola yang tidak seimbang. Dalam hal ini,
sistem (pelaku) ekonomi superior (dominan) cenderung mensubordinasi sistem (pelaku) ekonomi
inferior karena kekuatan ilmu pengetahuan, teknologi, modal, dan SDM yang dikuasai pelaku
ekonomi di sektor modern tersebut. Namun, tetap saja ada resistensi dari pelaku ekonomi
tradisional di pedesaan yang berupaya mengembangkan tatanan sosial-ekonomi yang sesuai
dengan sistem nilai dan sistem sosial-budaya mereka. Teori dualisme ekonomi dalam konteks
Indonesia saat ini membantu untuk menganalisis dialektik hubungan ekonomi antarpelaku
ekonomi. Dalam perkembangannya, antara dua keadaan yang kontras tersebut tidak lagi dapat
berdampingan secara sejajar, melainkan satu sistem tersubordinasi oleh sistem yang dominan.
Kenyataan model dualisme ekonomi ini berpengaruh dalam pengambilan kebijakan ekonomi
dan penyusunan strategi pembangunan. Dalam struktur dualistik yang timpang, pengaruh
kebijakan ekonomi dapat berbeda (trade- off), sehingga dibutuhkan kebijakan afirmatif
(pemihakan) kepada pelaku ekonomi yang kecil, rentan, dan miskin. Jika tidak, kebijakan yang
didesain secara makro-deduktif cenderung selalu menguntungkan (makin memakmurkan) pelaku
ekonomi besar (sektor modern), yang membawa korban pada kemerosotan kesejahteraan pelaku
ekonomi rakyat yang umumnya bergerak di sektor informal, pertanian, dan di wilayah pedesaan
(Hamid,2005).
Situasi dualisme ekonomi tersebut tidak dapat dibiarkan terjadi terus- menerus. Bangsa
Indonesia harus segera mengambil langkah konkret dengan mengembangkan sistem ekonomi
yang sesuai dengan kondisi sosial dan kultural bangsa untuk menyelesaikan masalah ekonomi
yang saat ini mendera. Dalam sejarah, Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan
sistem ekonominya, yang terkadang cenderung ke kapitalis ataupun sosialis. Hal ini terjadi karena
adanya dinamika politik dalam pemerintahan, disamping tuntutan normatif untuk menemukan
suatu sistem yang benar- benar sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dan demi menjamin
tercapainya kesejahteraan rakyat. Sistem ekonomi cenderung ke liberalis, misalnya, pernah
diterapkan di Indonesia pada awal kemerdekaan, dimana rakyat diberikan wewenang yang cukup
luas untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kemudian, Indonesia juga pernah menggunakan sistem
ekonomi cenderung ke sosialis dimana peran pemerintah dalam perekonomian cukup dominan.
Indonesia menggunakan sistem ekonomi yang berbeda dari sebelum-sebelumnya yaitu
menggunakan sistem yang disebut demokrasi ekonomi ketika kepemimpinan Presiden Soeharto.
Tuntutan rakyat yang merasa sistem demokrasi ekonomi ternyata tidak dijalankan dengan
benar dan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, sehingga muncul tuntutan adanya
perombakan sistem ekonomi yang dikenal dengan masa reformasi. Pasca reformasi, muncul
pandangan untuk mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan, yang diharapkan bisa melibatkan
sebagian besar rakyat dalam aktivitas ekonomi. Namun, dalam realitasnya ini belum mewujud.
MATERI 3_PEREKONOMIAN INDONESIA
PENDAPATAN NASIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. Pengertian dan Konsep Pendapatan Nasional
Produksi Nasional atau Pendapatan Nasional adalah nilai yang menggambarkan dari
kegiatan (aktivitas) ekonomi secara nasional pada periode tertentu.
Konsep Pendapatan Nasional :
a. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestic Bruto (Gross Domestic Product/GDP) adalah seluruh barang dan
jasa yang dihasilkan seluruh warga masyarakat (termasuk warga asing) suatu negara
dalam periode tertentu, biasanya satu tahun.
b. Produk Nasional Bruto (PNB)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP) adalah seluruh barang dan jasa
yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun,
termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang
berada/bekerja di luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang
bekerja di dalam negeri, tidak termasuk GNP.
c. Produk Nasional Netto (PNN)
Produk Nasional Netto (Net National Product/NNP) atau produk nasional bersih adalah
jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu,
biasanya satu tahun setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
NNP = GNP – (Penyusutan + Barang pengganti modal)
d. Pendapatan Nasional Netto (bersih)
Pendapatan Nasional Bersih (Net National Income/NNI) adalah nilai dari produk nasional
bersih (net national income) dikurangi dengan pajak tidak langsung.
NNI = NNP – Pajak Tidak Langsung
e. Pendapatan Perseorangan
Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang
diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan
ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan
netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak
dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial dan lain-lainnya.
f.
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian
pertumbuhan
ekonomi
harus
dibedakan
dengan
pembangunan
ekonomi.Dalam makalah pendapatan nasioanl dan pertumbuhan ekonomi ini,penulis ingin
menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi hanyalah merupakan salah satu aspek saja dari
pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan output agregat
khususnya output agregat per kapita.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian
suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional.
Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil
terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun
sebelumnya.
g. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Apakah alat yang bisa digunakan untuk mengetahui adanya pertumbuhan
ekonomi suatu negara? Menurut M. Suparko dan Maria R. Suparko ada beberapa
macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu :
1) Produk Domestik Bruto
PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar.
Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang
global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk.
2) PDB per Kapita atau Pendapatan Perkapita
PDB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karena telah
memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatan perkapita dapat
diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk.
3) Pendapatan Per jam Kerja
Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila
mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi
daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama.
h. Model – Model Pertumbuhan Ekonomi
Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar adalah model pertumbuhan yang
mengacu pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, model itu merupakan
perkembangan langsung teori ekonomi makro Keynes yang merupakan teori jangka
pendek yang menjadi teori jangka panjang.
Pada model Harrod-Domar investasi diberikan peranan yang sangat penting.
Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh kembar. Di satu sisi investasi
mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi mempengaruhi kapasitas
produksi nasional dengan menambah stok modal yang tersedia.
Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan
kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “
Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang
ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek
penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang
mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu
keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara
mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan
terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden
age).
Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan
kapasitas produksi penuh (kesempatan kerja penuh) yang disebutnya sebagai “
Pertumbuhan ekonomi yang mantap(steady-state growth) “efek permintaan yang
ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek
penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang
mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu
keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara
mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan
terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden
age).
Di samping itu Harrod mengemukakan bahwa sekali keseimbangan itu terganggu,
maka gangguan itu akan mendorong ekonomi nasional menuju ke arah depresi atau
inflasi sekular. Karena itu Harrod melambangkan keseimbangan ekonomi tersebut
sebagai keseimbangan mata pisau, mudah sekali tergelincir dan sekali tergelincir
semuanya akan menjadi hancur (jadi keseimbangan yang tidak stabil).
Model pertumbuhan ekonomi Domar hampir mirip dengan model Harrod
walaupun ada beberapa perbedaan yang esensial pula antara kedua model itu.
Perbedaan itu khususnya menyangkut mengenai tiadanya fungsi investasi pada
model Domar, sehingga investasi yang sebenarnya tidak ditentukan di dalam
modelnya. Karena itu kesulitan pencapaian keseimbangan ekonomi jangka panjang
yang mantap bagi Harrod, disebabkan oleh sulitnya kesamaan v dan vr atau laju
pertumbuhan yang disyaratkan dengan laju pertumbuhan natural, sedang bagi
Domar kesulitan itu timbul karena adanya kecenderungan masyarakat untuk
melakukan investasi yang relatif terlalu rendah (underinvestment).
Model Neo-Klasik sebagaimana dikemukakan oleh Solow (juga Swan) mencoba
memperbaiki kelemahan model Harrod-Domar dengan mengolah asumsi yang
mengenai fungsi produksi yang digunakan, dari fungsi produksi dengan proporsi
tetap, menjadi fungsi produksi dengan proporsi yang variabel.
Berbeda dengan visi Harrod-Domar yang suram dan menakutkan visi teori NeoKlasik adalah visi yang menggembirakan dan serasi dengan proses ekonomi yang
otomatik dan mekanistik. Kelemahan pokok teori Neo-Klasik adalah dihilangkannya
peranan pengharapan para pengusaha yang dalam teori Keynes menduduki peranan
sentral.
i.
Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) Tingkat Pertumbuhan PNB
(Produk Nasional Bruto) Dalam praktek angka, PNB kurang lazim dipakai, yang
lebih populer dipakai adalah PDB, karena angka PDB hanya melihat batas
wilayah,terbatas pada negara yang bersangkutan
j.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga
dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam
proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada
sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki
kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.

Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam
dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya
alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila
tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola
sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud dinataranya
kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan
laut.

Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang
semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih
berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas
pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada
percepatan laju pertumbuhan perekonomian.

Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan
ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau
pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat
pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap
kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang
dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros,
KKN, dan sebagainya.

Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan
meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal
sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi
karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
B. Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) resmi merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia
2016 sebesar 5,02 %. Angka ini sesuai dengan prediksi Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Hampir semua sektor tumbuh positif. Lima besar pertumbuhan tertinggi sepanjang
2016 dicatat oleh sektor jasa perusahaan yang tumbuh 7,36%, sektor transportasi dan
pergudangan yang tumbuh 7,74%, sektor jasa di luar jasa keuangan, pendidikan,
kesehatan, dan perusahaan yang tumbuh 7,80%, sektor informasi dan konsumsi yang
tumbuh 8,87%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi yang tumbuh 8,90%. Kelima
sektor tersebut berkontribusi pada 64,7% pertumbuhan ekonomi Indonesia. Struktur
ekonomi Indonesia menurut pengeluaran didominasi oleh komponen Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) sebesar 56,50% diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) sebesar 32,57%, dan komponen ekspor barang dan jasa sebesar 19,08%.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi ini masih tinggi, meski berbeda dengan asumsi
yang ditetapkan di dalam APBN-P 2016 sebesar 5,2%. Pertumbuhan ekonomi di kuartal
IV 2016 memang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi kuartal IV Hal ini disebabkan
oleh adanya pemangkasan anggaran belanja pemerintah. Pemangkasan terjadi karena
perencanaan anggaran yang tidak begitu matang. Belanja tidak mampu diimbangi oleh
kerja penerimaan negara, khususnya pajak. Ketimbang mengalami risiko defisit yang
melebihi 3%, pemerintah memilih memangkas belanja dengan prinsip efektivitas dan
efisiensi.
BPS juga mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai
Rp12.406,8 triliun, sementara PDB per kapita mencapai Rp47,96 juta/tahun. Capaian ini
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp45,14 juta/tahun. Angka ini
menunjukkan daya beli masyarakat yang meningkat. Meski secara nasional, angka
pendapatan per kapita ini naik, kenyataannya terjadi ketimpangan pendapatan yang ada
di kota besar dan kota kecil. Tingginya ketimpangan pendapatan memang kerap
menimpa negara-negara yang perekonomiannya banyak mengandalkan sumber daya
alam. misalnya saja Brazil. fenomena ini juga ada kaitannya dengan dutch disease, yakni
fenomena di bidang perekonomian yang merujuk pada akibat yang biasanya ditimbulkan
oleh melimpahnya sumber daya alam di suatu negara. Sumber daya alam dan tingkat
perekonomian suatu negara punya kaitan yang erat, yang secara teori seharusnya
menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, kenyataannya, hal ini justru
mempengaruhi kestabilan ekonomi sosial suatu negara sehingga lebih rendah. Negara
yang kaya akan sumber daya alam juga cenderung tidak memiliki teknologi yang,
ditambah dengan masalah korupsi, lemahnya birokrasi dan demokrasi.
Index gini yang paling rendah dimiliki oleh negara-negara yang pertumbuhan
ekonominya mengandalkan sektor jasa. Indonesia sebenarnya banyak memiliki sektor
jasa, namun sumber-sumbernya masih begitu terbatas sehingga pemerintah seharusnya
berkonsentrasi pada program ekonomi yang mengarah ke sektor jasa. Risiko yang berasal
dari faktor eksternal adalah pemulihan ekonomi global yang belum stabil. Ketidakpastian
dari arah kebijakan pemerintah US ditambah dengan rencana kenaikan suku bunga The
Fed sebanyak tiga kali pada tahun ini juga berpotensi menimbulkan tekanan pada arus
modal dan nilai tukar.
Rebalancing yang terjadi di China juga berpotensi menimbulkan tambahan risiko.
Bappenas mengungkapkan bahwa perekonomian China sangat mempengaruhi
Indonesia. Jika China mengalami perlambatan 1%, maka ekonomi Indonesia akan
tergerus 0,72%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pengaruh ekonomi US yang
diprediksi jika ekonomi US melambat 1%, ekonomi Indonesia akan menurun 0,41%.
Risiko perlambatan pada perekonomian China itu ada, selain karena pengaruh sentiment
dari US, utang China sekarang makin naik dan cadangan devisa mereka turun
menyebabkan tren depresiasi Yuan.
Seiring dengan hal tersebut, IMF juga melaporkan hasil penilaian perekonomian
Indonesia tahun IMF menganggap Indonesia berhasil dalam menjaga stabilitas
makroekonomi dan beradaptasi terhadap dinamika perubahan perekonomian global.
Meski menghadapi sejumlah risiko, outlook perekonomian Indonesia positif. Hal ini
terjadi, salah satunya karena tepatnya bauran kebijakan makroekonomi yang didukung
oleh reformasi structural sehingga Indonesia mampu menghadapi beberapa tantangan
seperti siklus harga komoditas dunia yang naik turun, lambatnya pertumbuhan ekonomi
global, serta beberapa keadaan yang berpotensi menimbulkan gejolak keuangan ke
negara emerging markets.
Senada dengan hal itu, kesimpulan yang diambil oleh KSSK juga menyebutkan kondisi
stabilitas sistem keuangan kita normal. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil
pemantauan dan asesmen terhadap perkembangan moneter, fiskal, makroprudensial,
sistem pembayaran, pasar modal, pasar surat berharga negara, perbankan, lembaga
keuangan non-bank dan penjaminan simpanan. KSS memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi tahun 2017 akan lebih baik dan stabilitas sistem keuangan pun terkendali.
Tahun 2017, pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,1%
dengan asumsi defisit 2,41%. Namun, masih ada beberapa risiko yang patut dicermati,
baik itu risiko eksternal maupun internal/ domestik yang dapat mempengaruhi sistem
keuangan.
Di sisi internal/ domestik, risiko yang perlu dicermati adalah potensi kenaikan inflasi
dari administred price atau harga yang diatur pemerintah. Pada bulan Januari 2017,
penyumbang inflasi terbesar adalah dari administred price, di antaranya dari pencabutan
subsidi listrik dan kenaikan pembayaran STNK. Dari sisi fiskal, tantangan yang dihadapi
adalah cara peningkatan penerimaan negara, terutama yang berasal dari pajak untuk
mengendalikan defisit.
MATERI 4_PEREKONOMIAN INDONESIA
INDEK PEMBANGUNAN MANUSIA (HUMAN DEVELOPMENT INDEX)
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. HUBUNGAN EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA DAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk
pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Jumlah penduduk yang besar, seperti Indonesia,
Amerika, India, Brazil, China, dan lain sebagainya akan menentukan percepatan laju
pertumbuhan ekonomi dunia, baik melalui pengukuran produktivitas maupun melalui
pengukuran pendapatan per kapita. Selain itu, kesempatan kerja yang tersedia dan kualitas
tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan ekonomi. Dengan
demikian, tenaga kerja merupakan sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan juga
distribusi barang dan jasa.
Adanya kebutuhan tenaga kerja oleh perusahaan di satu pihak dan adanya persediaan atau
penawaran tenaga kerja di pihak yang lain, mengakibatkan timbulnya pasar tenaga kerja yang
merupakan tempat di
mana permintaan dan penawaran tenaga kerja bertemu. Ekonomi
pembangunan sendiri mempunyai sejarah yang unik untuk disimak, pada awalnya makna
pembangunan lebih menitikberatkan kepada aspek ekonomi, yaitu kemiskinan. Seiring
berjalannya waktu makna tersebut meluas menjadi peningkatan kualitas kehidupan (seringkali
pengukuran kualitas ini menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)). Setidaknya terdapat
tiga nilai inti pembangunan yang dapat digunakan untuk memahami nilai pembangunan (Todaro,
Hal 25:2012 ), yaitu kecukupan, jati diri, dan kebebasan. Kecukupan di sini tidak hanya merujuk
pada makanan saja namun lebih luas daripada itu. Kecukupan dapat diartikan sebagai suatu
kondisi di mana tercukupinya semua kebutuhan dasar untuk setiap individu. Apabila kebutuhan
dasar ini tidak dapat tercukupi salah satunya maka muncullah kondisi ‘keterbelakangan absolut’.
Kecukupan tersebut dipenuhi oleh fungsi dasar perekonomian, yaitu penyediaan perangkat dan
sarana untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Atas dasar itu, dapat
dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya
kualitas kehidupan.
Sebagai bagian dari sebuah gugusan masyarakat yang universal, sebuah negara atau bangsa
memerlukan sikap untuk menghargai diri sendiri, mampu dan perlu untuk mengejar suatu tujuan
serta bentuk pernyataan diri yang lain. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah
istilah, yaitu ‘jati diri’. Pencarian jati diri bagi sebuah negara yang sedang berkembang sangat
diperlukan karena proses masuknya informasi dari negara-nagara maju akan membuat sebuah
negara sedang berkembang kehilangan makna keberadaannya. Bagi sebuah negara kehilangan
jati diri merupakan masalah yang sangat besar. Tujuan pembangunan serta arah yang telah
ditetapkan akan berubah apabila sebuah negara kehilangan jati diri. Ekses negatif dari kehilangan
itu adalah semakin tingginya sifat dan sikap konsumerisme pada setiap individu dari sebuah
negara.
Kehilangan makna atau jati diri juga akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi
terhadap pihak lain dengan kata lain kebebasan sebuah negara menjadi hilang. Kebebasan yang
dapat diartikan sebagai kemerdekaan individu (negara) dari semua jenis perbudakan maupun
penghambaan kepada individu (negara) lain. Kebebasan untuk memilih model atau tujuan
pembangunan yang sesuai bagi negaranya.
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) atau yang sering kita sebut IPM
adalah indikator pengukuran pencapian sosioekonomi suatu negara dengan mengkombinasikan
pencapaian dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pendapatan riil per kapita yang
disesuaikan (Todaro, 2012: 25). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks yang
mengukur pembangunan manusia dari tiga aspek dasar, yaitu: a long and healthy life (umur
panjang dan hidup sehat), knowledge (pengetahuan), dan a decent standard of living (standar
hidup layak) (BPS, 2015). IPM memeringkatkan negara atau daerah dengan skala 0
(pembangunan manusia rendah) sampai 1 (pembangunan manusia tinggi) berdasarkan pada tiga
tujuan pembangunan, yaitu masa hidup (longetivity) yang diukur dengan harapan hidup setelah
lahir, pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan bobot rata rata tingkat melek huruf orang
dewasa dan rasio partisipasi sekolah bruto, serta standar hidup yang diukur dengan Produk
Domestik Bruto per kapita (PDRB per kapita) yang disesuaikan dengan kemampuan daya beli
masyarakat di setiap negara.
Sumber: Badan Pusat Statistik 2015
Gambar 1.1
Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 1996 – 2015
Kondisi Indeks Pembangunan Manusia Indonesia selama 1996 – 2015 memiliki tren
peningkatan positif yang signifikan, di mana hasil estimasi IPM Indonesia menunjukan terjadi
peningkatan 0.69% setiap tahunnya. Dua digit angka IPM Indonesia dikarenakan standar
penulisan IPM di Indonesia adalah 2 digit sehingga untuk menginterpretasikan nilai IPM perlu
disesuaikan dengan membagi 100 pada angka IPM, misalnya saja IPM tahun 2015 yang sebesar
75.65 disesuaikan menjadi 0.7565 (Gambar 1.1).
Secara umum kondisi pendidikan, kesehatan, dan perekonomian Indonesia cukup baik atau
bisa dikatakan pembangunan manusia Indonesia tinggi hal ini dikarenakan angka IPM yang terus
meningkat dan nilainya mendekati 1. Namun demikian, ketimpangan IPM di berbagai daerah di
Indonesia juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Selama kurun waktu 19 tahun, DKI
Jakarta selalu berada di posisi IPM paling tinggi (0.7859), sedangkan Papua selalu berada di posisi
IPM paling rendah (0.6625) sehingga meskipun secara keseluruhan IPM Indonesia baik, namun
jika dilihat secara parsial akan terlihat ketimpangan antara daerah yang dekat dan jauh dengan
Pemerintahan Pusat (lihat Gambar 1.2). Selain itu juga, kita dapat melihat bahwa IPM Indonesia
turun di tahun 1999, hal ini diindikasikan karena pengaruh setelah terjadinya krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia di tahun 1998.
B. EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENDUDUK
Pasar tenaga kerja adalah bagian dari pasar faktor produksi. Setiap unsur pembentuk dalam
pasar faktor-faktor produksi tersebut sebagian besar berasal dari rumah tangga (tanah, keahlian
(skill), kemampuan manajerial serta modal). Perekonomian merupakan sistem yang dibentuk
oleh manusia sehingga perilaku manusia dicerminkan melalui perekonomiannya. Dalam
perekonomian terjadi interaksi antarindividu (manusia) yang berupa aktivitas ekonomi, antara
lain konsumsi, investasi, penawaran tenaga kerja, dan lain sebagainya. Besar kecilnya
perekonomian ini tergantung kepada kemampuan individu-individu dalam perekonomian untuk
berproduksi (produksi tidak hanya merupakan proses pengolahan bahan baku menjadi barang
akhir saja, lebih dari itu produksi merupakan proses pembentukan nilai tambah bagi setiap
individu).
Salah satu ukuran penilaian kemampuan produksi menggunakan produktivitas. Secara
sederhana, makna produktivitas ini dapat dijabarkan sebagai berikut: kemampuan setiap individu
untuk melakukan produksi secara optimal. Melalui sudut pandang makroekonomi, produktivitas
diukur menggunakan pendekatan kependudukan. Pengukuran ini melibatkan banyak unsur
dalam penduduk (antara lain: agama, budaya, unsur geografis, politik, keamanan). Oleh karena
itu, seringkali pengukuran produktivitas secara makro menggunakan pendapatan per kapita.
Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan per kapita dari penduduk sebuah negara dapat
dikatakan bahwa produktivitas penduduk negara tersebut meningkat. Penduduk merupakan
sumber tenaga kerja manusia. Tenaga kerja ini pada umumnya tersedia di pasar kerja dan
biasanya siap untuk digunakan dalam proses produksi dan penerima tenaga kerja meminta
tenaga kerja dari pasar kerja. Apabila tenaga kerja bekerja maka ia akan memperoleh upah atau
gaji yang merupakan imbalan atas jasanya. Tenaga kerja akan menghasilkan barang dan jasa yang
selanjutnya akan dilempar ke pasar barang dan jasa. Di pasar barang dan jasa, timbul permintaan
barang dan jasa oleh penduduk. Untuk memperoleh barang dan jasa, penduduk harus membayar
harga barang atau jasa tersebut. Pembayaran (dalam bentuk uang) oleh penduduk pada
umumnya diperoleh dari pendapatannya atas kontribusinya di dalam proses produksi sehingga
terjadilah arus putar balik dari aliran barang dan jasa serta aliran uang di masyarakat. Pada
dasarnya, aliran siklus tersebut akan menyebabkan terjadinya keseimbangan di dalam
perekonomian. Namun demikian, suatu saat keseimbangan itu bisa terganggu, yaitu apabila
terjadi kejutan (gangguan/shock) dari luar (faktor eksogen) sehingga keseimbangan dalam siklus
perekonomian berubah.
Pasar Faktor-faktor
Produksi
c
f
Rumah
Tangg
h
b
e
Pasar Uang
g
Pemerintah
Perusahaan
i
a
Pasar untuk
Barang dan Jasa
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 1.3
Siklus dalam Perekonomian
Keterangan gambar:
a) konsumsi rumah tangga
b) pajak yang dibayarkan oleh rumah tangga
d
c) tabungan rumah tangga
d) pendapatan yang diperoleh perusahaan
e) pembayaran faktor produksi
f) pendapatan yang diperoleh rumah tangga
g) investasi
h) tabungan masyarakat (public saving)
i) belanja pemerintah
Gambar 1.3 mencoba menjelaskan aliran uang dalam perekonomian. Meskipun
urutan keterangan gambar menunjukkan sebuah pola yang urut, namun hal itu tidak
berarti bahwa perekonomian berawal dari konsumsi (a) dan diakhiri oleh belanja
pemerintah (i). Dalam sebuah perekonomian terdapat tiga pelaku ekonomi, yaitu: rumah
tangga (households), swasta (private), dan pemerintah (government). Pelaku ekonomi
tersebut mempunyai cara yang spesifik dalam memenuhi kebutuhannya (need). Rumah
tangga membutuhkan konsumsi akan barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pasar
untuk barang dan jasa, di mana penawaran atas produk barang dan jasa tersebut
disediakan oleh swasta (perusahaan). Perusahaan sendiri membutuhkan faktor-faktor
produksi dalam menjalankan usahanya dan penawaran faktor produksi tersebut
disediakan oleh rumah tangga. Sementara itu, pemerintah sebagai fasilitator
membutuhkan pendapatan untuk memfasilitasi setiap aktivitas ekonomi maupun
nonekonomi. Pendapatan itu diperoleh dari pajak yang dibayarkan oleh rumah tangga,
meskipun perusahaan merupakan pelaku ekonomi yang paling “terlihat” aktivitas
ekonominya perlu disadari pula bahwa sebenarnya individu di dalam perusahaan
merupakan komponen dari rumah tangga. Pajak kemudian disalurkan kepada pasar uang
dan pasar untuk barang dan jasa.
MATERI 5_PEREKONOMIAN INDONESIA
KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. Konsep Tenaga Kerja
Konsep tenaga kerja di tiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, tenaga kerja mencakup
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang
melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan
yang disebut terakhir, yakni pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga.
Walaupun sedang tidak bekerja, tetapi dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu
dapat ikut bekerja.
Tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 didefinisikan sebagai setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Definisi ini berbeda dengan
perspektif definisi praktis, pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya
oleh batas umur.
Setiap negara memberikan batas umur yang berbeda. India misalnya, menggunakan
batasan umur dari 14 tahun sampai dengan 60 tahun. Selain dari umur itu (di bawah 14
tahun dan di atas usia 60 tahun), tidak digolongkan tenaga kerja. Amerika Serikat, mulamula menggunakan batas umur minimal 14 tahun tanpa batas umur maksimum. Kemudian,
sejak tahun 1967, batas umur dinaikkan menjadi 16 tahun. Di Indonesia sendiri, semula
dipilih batas umur minimal 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian,
tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berusia 10 tahun atau lebih.
Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur didasari oleh kenyataan bahwa dalam umur
tersebut, sudah banyak penduduk terutama di desa-desa yang sudah bekerja di ladang atau
sedang mencari pekerjaan.
Seiring dengan meningkatnya dunia pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia
sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi berkurang. Sekarang wajib sekolah 9 tahun telah
diberlakukan maka anak-anak sampai dengan usia 14 tahun akan berada di sekolah sehingga
lebih tepat batas umur dinaikkan menjadi 15 tahun. Atas pertimbangan tersebut, UndangUndang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja
menjadi 15 tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan mulai berlakunya undang-undang ini,
mulai tanggal 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 15
tahun atau lebih, namun hal ini tidak berlaku sekarang. Batas usia tenaga kerja terakhir yang
diterapkan di Indonesia adalah 18 tahun, hal ini mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003,
hal itu disarikan dari larangan mempekerjakan pekerja anak (setiap orang yang berusia di
bawah 18 tahun) namun ada pengecualian dalam peraturan tersebut, yaitu bagi anak yang
berusia 13-15 tahun untuk diperbolehkan melakukan pekerjaan ringan yang tidak
mengganggu masa perkembangan serta untuk pengembangan bakat dan minat anak
tersebut.
Indonesia tidak menganut batas usia maksimum. Alasannya adalah Indonesia belum
mempunyai sistem jaminan nasional. Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang
menerima tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai swasta.
Namun demikian, pendapatan yang diterima pun masih jauh dari cukup. Oleh sebab itu, bagi
mereka yang menginjak masa pensiun tetap harus bekerja sehingga mereka digolongkan
sebagai tenaga kerja, hal ini juga didukung dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang secara
pasti tidak mengatur dan memuat usia pensiun bagi tenaga kerja.
Sumber: BPS, 2015
Gambar 1.4
Diagram Pembagian Konsep Tenaga Kerja
Tenaga kerja itu sendiri, terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan
kerja atau labor force, terdiri dari (1) golongan yang bekerja dan (2) golongan yang
menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1)
golongan yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan
lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam angkatan kerja ini sewaktuwaktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering
disebut juga angkatan kerja yang potensial (potential labor force).
B. Konsep Pengangguran
Menurut definisi yang diperoleh dari Sensus Penduduk tahun 1971, pengangguran adalah
orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu
sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (namun sensus penduduk tahun
1971 tidak memberikan batasan mengenai jumlah jam kerja per hari atau per minggu).
Definisi pengangguran ini sama dengan definisi pada sensus penduduk pada tahun 2001.
Secara fundamental, fenomena pengangguran di Indonesia pada saat sebelum krisis
berbeda dengan negara berkembang lainnya. Di Indonesia, pengangguran yang terjadi pada
saat itu adalah angkatan kerja yang mencari pekerjaan (search unemployment), sedangkan
di negara lainnya pengangguran yang terjadi cenderung disebabkan oleh perekonomian
(structural unemployment).
International Labor Organization atau ILO dalam mendefinisikan pengangguran terbuka,
yaitu mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan, mereka yang tak punya
pekerjaan dan mempersiapkan usaha, mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari
pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Mereka yang sudah
punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja (Hussmanns, dkk, 1992: Hal 36).
Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu
pengangguran friksional, musiman, struktural, dan siklikal.
1. Pengangguran Friksional
Pasar tenaga kerja yang mencerminkan permintaan dan penawaran tenaga kerja
sesungguhnya bersifat tetap di mana ada pekerja yang diberhentikan ada juga yang
bekerja. Perusahaan pun demikian, ada perusahaan yang mengurangi kapasitas
produksinya dengan menambah tenaga kerja ada juga yang mengurangi kapasitas
produksinya dan mengurangi tenaga kerja. Idealnya ketika pekerja mencari pekerjaan
dan perusahaan mencari pekerja bertemu maka tidak akan tercipta pengangguran.
Pengangguran friksional muncul karena pekerja dan perusahaan tidak bertemu pada
satu waktu yang tepat (Borjas, 2013: Hal 506).
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan
temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan
temporer ini dapat berbentuk waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan
seleksi, bisa terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Di satu pihak pencari
kerja tidak hanya sekedar mencari pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan
tertinggi, tetapi juga kondisi kerja terbaik. Proses pemilihan seperti itu memerlukan
waktu. Di lain pihak, pengusaha tidak begitu saja mengisi lowongan kerja yang ada
dengan orang yang pertama kali datang melamar. Untuk mengisi satu lowongan
tertentu, pengusaha cenderung untuk memilih seseorang yang dianggap terbaik di
antara calon-calon yang ada. Pengisian lowongan seperti memerlukan waktu untuk
proses seleksi. Selama proses yang demikian, seorang pelamar yang menunggu panggilan
untuk seleksi atau ujian masuk (yang belum pasti diterima) adalah tergolong penganggur
friksional.
Pengangguran jenis ini juga bisa terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja di
mana lowongan pekerjaan justru bukan terdapat di sekitar tempat tinggal pencari kerja.
Misalnya, pencari kerja tinggal di Surabaya, sementara lowongan pekerjaan berada di
luar Surabaya. Bentuk yang terakhir adalah pencari kerja tidak mengetahui di mana
tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.
Kebijakan
untuk
mengurangi
pengangguran
friksional
dilakukan
dengan
menyediakan informasi lowongan pekerjaan untuk pekerja yang menganggur dan
informasi pekerja untuk perusahaan yang ingin mencari pekerja.
2. Pengangguran Musiman
Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim panen, para
petani banyak yang tidak turun ke sawah. Pada masa ini, banyak orang yang tidak
mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru.
Selama masa menunggu tersebut, mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.
Namun, dalam sensus penduduk yakni Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) dan Survei
Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), hal ini tidak terlihat jelas karena mereka menurut
definisi digolongkan bekerja.
Perubahan musim bisa juga disebabkan oleh perubahan model pada suatu industri,
munculnya model baru membuat pekerja akan berhenti sejenak karena keterampilan
mereka tidak sesuai dengan model baru tersebut. Sebenarnya pengangguran musiman
ini tidak menimbulkan masalah berarti karena setelah musim tersebut kembali pada
musim awal maka pekerja yang menganggur tersebut akan kembali ke perusahaan awal
(Borjas, 2013: Hal 507).
3. Pengangguran Struktural
Pengangguran Struktural terjadi karena adanya perubahan struktural dalam struktur
atau komposisi perekonomian. Pengangguran struktural yang demikian memerlukan
perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari
kerja tidak mampu menyesuaikan dengan keterampilan tersebut. Misalnya, terjadi
pergeseran dari perekonomian yang agraris menuju perekonomian yang industrial. Di
satu pihak, terjadi pengurangan tenaga di sektor pertanian dan di pihak lain
bertambahnya tenaga kerja di sektor industri. Akan tetapi, tenaga kerja yang berlebih di
sektor pertanian tadi tidak begitu saja dapat terserap di sektor industri karena sektor
industri memerlukan tenaga yang memiliki keterampilan tertentu. Akibatnya, tenaga
yang berlebih dari sektor pertanian tadi merupakan penganggur struktural.
Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengurangan pekerja
akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju. Penggunaan traktor misalnya, dapat
menimbulkan pengangguran di kalangan petani. Penganggur sebagai akibat struktur
perekonomian pada dasarnya memerlukan tambahan latihan untuk memperoleh
keterampilan baru yang sesuai dengan permintaan dan teknologi baru. Lamanya
pengangguran struktural pada umumnya lebih panjang dari lamanya pengangguran
friksional.
Pengangguran struktural akan tetap tumbuh meskipun pekerja dan perusahaan
sudah mengetahui informasi, hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan tidak sesuai
dengan pekerja ataupun perusahaan (Borjas, 2013: Hal 507). Kebijakan untuk
mengurangi pengangguran ini adalah menyediakan pelatihan keterampilan baru untuk
pekerja sehingga keterampilan pekerja sesuai dengan kebutuhan struktur ekonomi baru.
4. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal atau konjungtural terjadi karena adanya siklus ekonomi yang
melamban. Meskipun pekerja dan perusahaan bertemu dan keterampilan pekerja sesuai
dengan kebutuhan, pengangguran masih dapat tercipta karena ekonomi di suatu negara
tersebut mengalami pemerosotan ekonomi (resesi). Kondisi ekonomi yang merosot
menyebabkan tingkat konsumsi menurun sehingga perusahaan hanya membutuhkan
tenaga kerja yang lebih sedikit sehingga terjadi pemberhentian banyak pekerja dan
terciptalah pengangguran siklikal. Ada kelebihan stok tenaga kerja baru yang dibutuhkan,
namun permintaannya hanya sedikit.
Kebijakan dalam menyelesaikan pengangguran ini adalah dengan mendorong
permintaan agregat sehingga perekonomian tumbuh dan tingkat produksi meningkat.
Peningkatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak sehingga pengangguran
siklikal akan berkurang (Borjas, 2013: Hal 507).
C. TEORI PENGANGGURAN
Beberapa hipotesis atau dugaan terkait konsep pengangguran telah dipaparkan oleh
beberapa ahli, salah satunya adalah George Borjas dalam bukunya Labor Economics.
Beberapa hipotesis terkait teori pengangguran ini adalah “The Intertemporal Substitution
Hypothesis” atau “Hipotesis Substitusi Antarwaktu”, dan “The Sectoral Shifts Hypothesis”
atau “Hipotesis Pergeseran Sektor.” Selain itu, dalam materi ini juga akan dibahas terkait
efisiensi upah dan pengangguran.
1. The Intertemporal Substitution Hypothesis
Hipotesis ini menjelaskan terkait masalah yang ada pada pengangguran friksional,
model pencari kerja dapat memberikan penjelasan penting terkait pengangguran
friksional. Pada materi penawaran tenaga kerja akan dijelaskan bahwa tenaga kerja akan
mengalokasikan waktu yang banyak untuk menganggur atau rekreasi ketika tingkat
upahnya rendah dan akan bekerja penuh ketika tingkat upah tinggi. Upah tinggi atau
rendah dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, misalnya saja kondisi perekonomian
sedang mengalami ekspansi maka tingkat upah riil akan naik, sebaliknya jika
perekonomian mengalami penurunan atau kontraksi maka tingkat upah riil akan
menurun.
Asumsi pada hipotesis ini ada dua, yaitu upah riil adalah procyclical dan penawaran
tenaga kerja akan merespon untuk menggeser upah riil. Sifat procyclical merupakan sifat
yang menunjukkan keterkaitan atau korelasi positif sesuai dengan prinsip ekonomi yang
berlaku, dalam konteks ini maka upah riil berkaitan erat dengan siklus bisnis. Meskipun
sudah ada konsensus yang menyatakan upah adalah procyclical namun masih diragukan.
(Borjas, 2013: Hal 525).
Perubahan upah riil selama siklus bisnis sulit dihitung karena dalam siklus bisnis
terjadi perubahan komposisi angkatan kerja. Pada hipotesis substitusi antarwaktu
dinyatakan pergeseran besar persediaan tenaga kerja dalam siklus bisnis dikarenakan
oleh realokasi waktu oleh pekerja. Di mana persediaan tenaga kerja akan meningkat
pada waktu upah rendah karena pekerja lebih memilih menganggur ketika upah rendah
dan berlaku sebaliknya, yaitu persediaan tenaga kerja akan berkurang ketika upah tinggi
karena pekerja akan mengoptimalkan pekerjaannya pada upah tinggi.
2. The Sectoral Shifts Hypothesis
Hipotesis pergeseran sektor menyatakan bahwa pengangguran struktural akan
meningkat karena keterampilan yang dimiliki oleh pekerja tidak sesuai dengan
keterampilan kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hipotesis ini juga menyatakan
bahwa pengangguran struktural meningkat karena keterampilan tenaga kerja tidak
mudah disesuaikan dengan sektor yang mengalami perubahan (Borjas, 2013: Hal 526).
Pergeseran permintaan tenaga kerja tidak terjadi pada seluruh sektor perekonomian.
Pada kondisi tertentu satu sektor ekonomi akan tumbuh namun di sektor lainnya juga
akan turun, sebagai contohnya adalah ketika kemajuan teknologi terjadi maka industri
komputer akan berkembang, sedangkan industri mesin ketik akan semakin melemah.
Perkembangan industri komputer otomatis akan meningkatkan permintaan terhadap
tenaga kerja untuk memperbaiki komputer sementara tenaga kerja yang mampu
memperbaiki mesin ketik akan banyak yang menganggur karena industri mesin ketik
mengalami penurunan kapasitas produksi, pengangguran dari tenaga kerja yang mampu
memperbaiki mesin ketik tidak secara langsung mendapatkan pekerjaan karena mereka
harus menyesuaikan keterampilan mereka dengan kebutuhan saat itu (perbaikan
komputer).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan telah membuktikan bahwa ternyata di
Amerika Serikat dan beberapa negara maju, hipotesis pergeseran sektoral yang
berkontribusi menyebabkan pengangguran tidak berlaku. Pada hipotesis ini juga
dikatakan bahwa tingkat pengangguran akan meningkat ketika ada banyak perpindahan
pada saat pertumbuhan tenaga kerja ketika industri tumbuh dan merosot. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian Abraham dan Katz (1986) yang menyatakan adanya
korelasi positif antara perpindahan saat pertumbuhan tenaga kerja dan peningkatan
tingkat pengangguran.
3. Efisiensi Upah dan Pengangguran
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa ketika output dari industri itu mahal maka
perusahaan akan mencoba untuk menerapkan upah efisien karena perusahaan
membayar upah di atas upah pasar maka dengan diterapkannya upah efisien maka
secara tidak langsung akan menghasilkan pengangguran sukarela.
Teori efisiensi upah menyatakan bahwa semakin tinggi upah maka semakin tinggi
produktivitas. Peningkatan produktivitas mengindikasikan upah yang dibayarkan di atas
upah ekuilibrium, ketika upah berada di atas upah ekuilibrium maka akan tercipta
pengangguran (lihat Gambar 1.6).
Upah minimum merupakan contoh kasus di mana upah yang dibayarkan perusahaan
berada di atas upah ekuilibrium sehingga pada kondisi penerapan upah minimum maka
perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja dan nantinya akan banyak tercipta
pengangguran usia muda sehingga upah kaku kurang responsif terhadap perubahan
permintaan dibandingkan upah kompetitif.
Sumber: Borjas, (2013: 528)
Gambar 1.6
Pengangguran dan Upah Riil Kaku
Beberapa penelitian terbaru mengungkap bahwa efisiensi upah dapat memainkan
peran penting dalam menghasilkan pengangguran di banyak negara, lebih khususnya
penelitian ini menampilkan kurva miring ke bawah yang menggambarkan hubungan
negatif antara upah dan tingkat pengangguran. Ternyata pada setiap negara yang
memiliki upah tinggi terletak pada negara yang memiliki tingkat pengangguran rendah
dan upah cenderung rendah di mana tingkat pengangguran itu tinggi, keterkaitan upah
dan pengangguran tersebut diilustrasikan oleh kurva upah (Gambar 1.7).
Pada suatu negara, misalnya negara B di mana tingkat upah yang tinggi juga memiliki
kecenderungan tingkat pengangguran yang rendah.
Sumber: Borjas. (2013: 530)
Gambar 1.7 Kurva Upah
MATERI 6_PEREKONOMIAN INDONESIA
PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DAN PENGELUARAN PEMERINTAH
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
1.
Pengertian Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi
dalam identitas pendapatan nasional. menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim
dilambangkan dengan dengan hurup C (Consumption). Pengeluran konsumsi seseorang
adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang tidak
dibelanjakan disebut tabungan lazim dilambangkan dengan hurup S (Saving). Apabila
pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka
hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Dilain pihak
jika tabungan semua orang dalam suatu negara dijumlahkan hasilnya adalah tabungan
masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan
tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional. Dan tabungan nasional merupakan
sumber dana investasi.
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat
pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin
besar pendapatan, makin besar pula pengeluaran konsumsi. Perilaku tabungan juga begitu.
Jadi bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama
bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan
pendapatan disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to
Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan
pendapatan disebut kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save, MPS).
Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan, biasanya angka MPC
mereka relatif besar, sementara angka MPS mereka relatif kecil. Artinya jika mereka
memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatannya itu
akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang
kehidupan ekonominya sudah relatif lebih mapan.
Perbedaan antara masyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan antara
negara maju dan negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh
perbandingan relatif besar kecilnya MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu
sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh
konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran konsumsi
masyarakat yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan
sekunder atau bahkan tersier.
1.2
Perilaku Konsumsi Masyarakat
Beberapa pandangan ahli mengenai perilaku konsumen antara lain:
 Perilaku yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan
Kanuk Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan
menghabiskan produk dan jasa 1994)
 Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993)
 Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik
dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau
jasa. (Loudon dan Della-Bitta; 1984)
 Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan
menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa, disebut perilaku konsumen.
(Winardi,1991)
 Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku
konsumen. (Deaton dan Muellbawer, 1986)
 Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen
dan Johnson, 1990)
Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku
Konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong
tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan
mengevaluasi.
Alokasi PDB dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan
modal atau investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan
karena menandakan secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan
konsumsinya, sehinnga terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi sumber dana
investasi. Adalah beralasan untuk menyatakan bahwa harapan untuk menumbuhkan
perekonomian cukup prospektif. Persoalannya kemudian ialah seberapa besar tabungan
masyarakat kita telah mencukupi sasaran pertumbuhan perekonomian yangdiinginkan.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per
tahun selama dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu
yang sama. Akan tetapi, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran
konsumsi masyarakat India dan Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9 persen;
bahkan juga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika Serikat
(3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode 1980-1993, pengeluaran konsumsi masyarakat
Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4 persen per tahun, lebih rendah daripada india
(4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%); namun lebih tinggi daripada amerika dan
jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan untuk menjelaskan bahwa, sebagai Negara
berkembang, Indonesia memiliki bekal kemandirian yang cukup mantap dalam
menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil pembangunannya selama ini teralokasikan ke
penggunaan yang produktif.
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan
melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam
pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).Proporsi pengeluaran konsumsi
masyarakat dalam membentuk permintaan agregat menyiratkan dua hal. Pertama, peran
tabungan masyarakat terahdap pendapatan nasional semakin besar. Kedua, peran sectorsektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya
sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-impor.
Dalam perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku
konsumen, antara lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern. Penjelasan masingmasing sebagai berikut:
 Pendekatan Tradisional
Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena
barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis
barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna barang tersebut.
 Pendekatan Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk
memperkirakan permintaan
1.3 Pola Konsumsi Masyarakat
Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan
analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam
dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk nonmakanan.Perbandingan besar pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap
penduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang
kota selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga
demikian. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar
dibandingkan orang kota.
Walaupun demikian, selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk
makanan di kedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua,
kenaikan pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat / tinggi dibandingkan kenaikan
pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau secara nominal,
sepanjang periode 1984-1993 pengeluaran penduduk perkotaan naik rata-rata 36,63% per
tahun. Angka sejenis untuk penduduk perdesaan adalah 35,76%. Apabila diyakini pendapat
umum bahwa tingkat harga di perkotaan biasanya naik lebih cepat daripada di daerah
perdesaan, maka secara riil sesungguhnya kenaikan pengeluaran orang desa justru lebih
tinggi daripada orang kota. lebih tingginya kenaikan pengeluaran penduduk perdesaan
dibandingkan penduduk perkotaan harus dipahami secara hati-hati. hal ini tidak berarti
bahwa dibandingkan orang kota, orang desa menjadi lebih boros, kian konsumtif, atau
semakin makmur.
Mengingat jumlah pengeluaran yang menjadi basis pehitungan nilainya jauh lebih
rendah untuk penduduk perdesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu
sesungguhnya arulah sekedar menggambarkancapaian orang-orang desa dalam upayanya
untuk dapat hidup lebih baik. Capaian itu sendiri belum mampu mensejajarkan denganposisi
kemakmuran orang kota.
Penafsiran semacam ini masih tergolong sebagai penafsiran yang bernada optimistis.
Kenaikan lebih tinggi pengeluaran penduduk perdesaan tadi dapat pula ditafsirkan dengan
nada pesimistis. Yakni bahwa hal itu disebabkan karena orang-orang desa harus
mengeluarkan lebih besar untuk mempertahankan tingkat hidup subsistennya, berkenaan
dengan suku niaga (terms of trade) yang semakin buruk yang menimpa produk-produk
primer dari desa (hasil bumi) dibandingkan dengan produk-produk sekunder dari kota (hasil
industri).
Di dalam pengeluaran untuk kelompok non-makanan, bagian terbesar dibelanjakan
untuk keperluan subkelompok perumahan dan bahan bakar. Sekitar 44% pengeluaran nonmakanan dibelanjakan untuk keperluan perumahan, itu berarti hampir 17%dari seluruh
pengeluaran. Itu berarti pula, tanpa memperhatikan kelompok, belanja terbesar masyarakat
Indonesia adalah untuk keperluan perumahan dan bahan bakar.
1.4 Dimensi Ketimpangan Pengeluaran Konsumsi
Perbandingan-perandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap
adanya kesenjangan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran
konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran
antar lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat
diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.Dengan
mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau desil
(decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya, bisa pula
dihitung indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai
satu totalitas.
Disamping, berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan
daerah perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga
terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula diskrepansi
pengeluaran konsumsi yang berdimensi regional atau antar wilayah, yakni antara propinsi
yang satu dan propinsi lain di tanah air.
Pola
konsumsi
masyarakat
berbeda
antarlapisan
pengeluaran.
Terdapat
kecenderungan umum bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin
dominan alokasi belanjanya untuk pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya
kian tinggi besar pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan
yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin
dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi.
Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya.
Semakin tinggi pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara
spesifik untuk berbagai jenis pengeluaran non-makanan tertentu.
1.5 Tabungan Masyarakat
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income)
yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan
pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin.
Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana
investasi.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah
tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan
dalam makro ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang
dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana
investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya
celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara
sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara
tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang
dihitung mengingat catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional
sendiri merupakan hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor
Rumah Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi
terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya
dibalik. Bukannya tabungan masyarakat ditambah tabungan pemerintah menghasilkan
tabungan nasional, melainkan tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah
menghasilkan tabungan masyarakat.
Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri
merupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus
meningkat.
1.6 Fungsi Konsumsi Dan Fungsi Tabungan
Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi
konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan
makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat
pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan
hipotesisnya tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang
mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif,
maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima, tapi oleh tingkat pendapatan
relative.
Milton Friedman mengajukan model pendapatan yang menentukan besar kecilnya
konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen. Tentu saja, selain tingkat pendapatan
sebagai variable pengaruh utama, terdapat kemungkinan beberapa variable lain turut
mempengaruhi besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.Dari sudut tinjauan kebaikan
suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini mengandung korelasi serial
(otokorelasi) negative.Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable.
Keempat factor atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan
penerimaan ekspor. Model ini tidak otokorelatif.
B. PENGELUARAN PEMERINTAH
2.1. Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya
berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan
pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal
masyarakat dalam bentuk prasarana fisik. Berikut ini adalah penjelasannya :
a.
Pengeluaran rutin pemerintah
Pengeluaran rutin adalah segala bentuk pengeluaran pemerintah untuk membayar
kebutuhan sehari-hari pemerintah. Pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaranpengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan.
Tujuan pengeluaran rutin agar pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka
menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan
asset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan
kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian.
Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakanyang
ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas
perekonomian,
seperti
perbaikan
pendapatan
aparatur
pemerintah,penghematan
pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran.Contoh
pengeluaran rutin pemerintah sebagai berikut :






b.
Belanja pegawai, termasuk gaji pegawai negri dan TNI
Belanja barang, seperti perlengkapan dan peralatan kantor
Cicilan hutang, baik hutang luar dan dalam negri
Subsidi daerah otonom
Pengeluaran rutin lainnya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
Anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan keamanan.
Pengeluaran Tidak Rutin Pemerintah
Pengeluaran pembangunan (pengeluaran tidak rutin) yaitu pengeluaran yang
bersifat modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pos pengeluaran
pembangunan diantaranya untuk bantuan rupiah, seperti sumbangan bagi korban bencana
alam dan bantuan biaya proyek untuk pembangunan sarana fasilitas umum. Besar kecilnya
anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan
keputusan-keputusan politik.
2.2 Aspek Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif
Pada hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi
segala kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai
tujuan tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga diperlukan
tindakan atau perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan menggunakan tindakan
konsumsi yang berprinsip ekonomi. Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat
menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia
yang melakukan kegiatan konsumsi yang berlebihan.
Semua tindakan konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya
seorang konsumen dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional
dan ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di butuhkan,
membeli dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap tindakan konsumsinya
selalu berdasarkan skala prioritas.
Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan dampak:
a) Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja
lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
b) Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena
konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang
diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam.
c) Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi
masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
d) Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan kualitas yang lebih
baik
Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak:
a) Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan
membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah
atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak
mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
b) Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak
membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
c) Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi
lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang.
d) Mendorong konsumen melakukan pengeluaran di luar batas kemampuannya sehingga
akan melakukan pinjaman yang pada akhirnya akan terjebak hutang.
MATERI 7_PEREKONOMIAN INDONESIA
INVESTASI
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. Pengertian Investasi
Investasi bisa didefinisikan sebagai komitmen sejumlah uang atau sumber daya lainnya
yang dilakukan saat ini (present time) dengan harapan memperoleh manfaat (benefit) di
kemudian hari (in future). Dalam tataran praktik, investasi biasanya dikaitkan dengan
berbagai aktivitas yang terkait dengan penanaman uang pada berbagai macam alternatif
aset baik yang tergolong sebagai aset real (real assets) seperti tanah, emas, properti
ataupun yang berbentuk aset finansial (financial assets), misalnya berbagai bentuk surat
berharga seperti saham, obligasi ataupun reksadana. Bagi investor yang lebih pintar dan
lebih berani menanggung risiko, aktivitas investasi yang mereka lakukan juga bisa mencakup
investasi pada aset-aset finansial yang lebih berisiko lainnya yang lebih kompleks, seperti
warrants, option, dan futures maupun ekuitas internasional.
Pembahasan investasi dalam modul ini akan lebih banyak dikaitkan dengan manajemen
investasi pada jenis aset finansial khususnya sekuritas yang bisa diperdagangkan
(marketable securities). Aset finansial bisa diartikan sebagai klaim berbentuk surat berharga
atas sejumlah aset-aset pihak penerbit surat berharga tersebut. Sedangkan sekuritas yang
mudah diperdagangkan (marketable securities) adalah aset-aset finansial yang dapat
diperdagangkan dengan mudah dan dengan biaya transaksi yang relatif murah pada pasar
yang terorganisasi.
Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi biasanya disebut investor. Investor pada
umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual/retail
investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari
individu-individu yang melakukan aktivitas investasi. Misalkan, si Basir yang
menginvestasikan dananya dalam bentuk saham akan disebut sebagai investor individual.
Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi,
lembaga penyimpan dana (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun
maupun perusahaan investasi. Lembaga seperti ini biasanya mengumpulkan uang dari para
anggotanya (nasabahnya) dan selanjutnya menggunakan uang tersebut sebagai modal
untuk investasi pada reksadana tertentu ataupun bisa juga dibelikan saham atau obligasi.
Investasi juga bisa dilihat sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari bagaimana
mengelola kesejahteraan investor (investor’s wealth). Dalam konteks investasi, istilah
kesejahteraan investor berarti kesejahteraan yang sifatnya moneter, bukannya
kesejahteraan rohaniah yang sering kali sulit diukur. Kesejahteraan moneter bisa
ditunjukkan oleh hasil penjumlahan pendapatan yang dimiliki saat ini dan nilai saat ini
(present value) pendapatan diperoleh masa datang.
B. TUJUAN INVESTASI
Apa tujuan investasi? Secara sederhana, tujuan orang melakukan investasi adalah untuk
‘menghasilkan sejumlah uang’ di kemudian hari. Semua orang mungkin setuju dengan
pernyataan tersebut. Tetapi pernyataan tersebut tampaknya terlalu sederhana sehingga kita
perlu mencari jawaban yang lebih tepat tentang tujuan orang berinvestasi. Seperti telah
disinggung sebelumnya, tujuan investasi yang lebih luas adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang
bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan
yang diperoleh di masa datang. Secara lebih khusus lagi, ada beberapa alasan mengapa
seseorang melakukan kegiatan investasi, antara lain sebagai berikut ini.
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa datang
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana mening-katkan taraf hidupnya
dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat
pendapatan-nya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
2. Mengurangi dampak inflasi
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain,
seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak
miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong
tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada
masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
Dari mana seorang investor bisa mendapatkan sumber dana untuk melakukan kegiatan
investasi? Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari uang (sumber daya) yang dimiliki
saat ini, pinjaman dari pihak lain ataupun dari tabungan. Ketika seorang mempunyai
sejumlah uang, kemungkinan besar dia akan berpikir untuk menggunakan uang yang ia
miliki tersebut untuk tujuan konsumsi, berjaga-jaga maupun untuk ditabung atau
diinvestasikan. Dengan demikian, apabila seseorang mempunyai sisa uang setelah
digunakan untuk konsumsi maka ia kemungkinan akan mempunyai kelebihan dana yang
bisa ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut jika diinvestasikan akan
memberikan harapan meningkatnya kemampuan konsumsi investor di masa datang, yang
diperoleh dari tujuan investasi, yaitu meningkatnya kesejahteraan investor tersebut.
C. PROSES INVESTASI
Pemahaman tentang proses investasi meliputi pemahaman tentang berbagai tahaptahap yang biasanya dilakukan investor dalam membuat keputusan investasi. Pemahaman
tentang proses investasi terlebih dahulu memerlukan pemahaman dasar-dasar keputusan
investasi dan bagaimana mengorganisasikan aktivitas-aktivitas dalam proses keputusan
investasi. Untuk memahami proses investasi, seorang investor terlebih dahulu harus
mengetahui beberapa konsep dasar investasi, yang akan menjadi dasar pijakan dalam setiap
tahap pembuatan keputusan investasi yang akan dibuat.
Hal mendasar dalam proses keputusan investasi adalah pemahaman pola hubungan
antara return yang diharapkan dan risiko suatu investasi. Secara umum, hubungan risiko dan
return yang diharapkan dari suatu investasi merupakan hubungan yang searah dan linear.
Artinya semakin besar risiko suatu investasi maka semakin besar pula tingkat return yang
diharapkan dari investasi tersebut dan sebaliknya. Hubungan seperti itulah yang menjawab
pertanyaan mengapa tidak semua investor hanya berinvestasi pada aset yang menawarkan
tingkat return yang paling tinggi. Di samping memperhatikan return yang tinggi, investor
juga harus mempertimbangkan tingkat risiko yang harus ditanggung.
1. Dasar Keputusan Investasi
Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return yang diharapkan, tingkat risiko
serta hubungan antara return dan risiko. Berikut ini akan dibahas masing-masing dasar
keputusan investasi tersebut.
a. Return
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam
konteks manajemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return.
Adalah suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu
atas dana yang telah diinvestasikannya. Return yang diharapkan investor dari
investasi yang dilakukannya merupakan kompensasi atas biaya kesempatan
(opportunity cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi.
Dalam konteks manajemen investasi, perlu dibedakan antara return yang
diharapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return). Return yang
diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor di masa datang.
Sedangkan return yang terjadi atau return aktual merupakan tingkat return yang
telah benar-benar diperoleh investor. Ketika investor menginvestasikan dananya, dia
akan mensyaratkan tingkat return tertentudan jika periode investasi telah berlalu,
investor tersebut akan dihadapkan pada tingkat return yang sesungguhnya dia
terima. Antara tingkat return yang diharapkan dan tingkat return aktual yang
diperoleh investor dari investasi yang dilakukan mungkin saja berbeda. Perbedaan
antara return yang diharapkan dengan return yang benar-benar diterima (return
aktual) merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi.
Dengan demikian, dalam berinvestasi di samping memperhatikan tingkat return,
investor harus selalu mempertimbangkan tingkat risiko suatu investasi.
b. Risiko
Sudah sewajarnya jika investor mengharapkan return yang setinggi- tingginya dari
investasi yang dilakukannya. Akan tetapi, ada hal penting yang harus selalu
dipertimbangkan, yaitu berapa besar risiko yang harus ditanggung dari investasi tersebut.
Umumnya semakin besar risiko maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan.
Penelitian terhadap return saham dan obligasi di Amerika yang dilakukan oleh Jeremy J.
Siegel Tahun 1992, menemukan bahwa dalam periode 1802-1990, return saham jauh
melebihi return obligasi. Kelebihan return saham atas return obligasi tersebut disebut juga
sebagai equity premium. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena equity
premium tersebut adalah adanya fakta bahwa risiko saham lebih tinggi dari risiko obligasi.
Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan return aktual yang berbeda dengan return yang
diharapkan. Dalam ilmu ekonomi pada umumnya dan ilmu investasi pada khususnya
terdapat asumsi bahwa investor adalah makhluk yang rasional. Investor yang rasional
tentunya tidak akan menyukai ketidakpastian atau risiko. Investor yang mempunyai sikap
enggan terhadap risiko seperti ini disebut sebagai risk-averse investors. Investor seperti ini
tidak akan mau mengambil risiko suatu investasi jika investasi tersebut tidak memberikan
harapan return yang layak sebagai kompensasi terhadap risiko yang harus ditanggung
investor tersebut.
Sikap investor terhadap risiko akan sangat tergantung kepada preferensi investor
tersebut terhadap risiko. Investor yang lebih berani akan memilih risiko investasi yang lebih
tinggi, yang diikuti oleh harapan tingkat return yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya,
investor yang tidak mau menanggung risiko yang terlalu tinggi, tentunya tidak akan bisa
mengharapkan tingkat return yang terlalu tinggi.
c. Hubungan tingkat risiko dan return yang diharapkan
Seperti telah dijelaskan di atas, hubungan antara risiko dan return yang diharapkan
merupakan hubungan yang bersifat searah dan linear. Artinya, semakin besar risiko suatu
aset, semakin besar pula return yang diharapkan atas aset tersebut, demikian sebaliknya.
Gambar 1.1 berikut ini menunjukkan hubungan antara return yang diharapkan dan risiko
pada berbagai jenis aset yang mungkin bisa dijadikan alternatif investasi.
MATERI 8_PEREKONOMIAN INDONESIA
PERDAGANGAN LUAR NEGERI (EKSPOR DAN IMPOR)
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. ALASAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perdagangan internasional berbeda dengan perdagangan domestik (antardaerah) terkait
dengan perbedaan-perbedaan dalam bahasa, selera konsumen, matauang, kebijakan
pemerintah, institusi (hukum, adat istiadat dan politik) dan lain-lain. Perdagangan
internasional mungkin terkait dengan bahasa yang berbeda. Tulisan dalam kemasan produk
mungkin harus diterjemahkan dalam bahasa lain di mana produk itu akan dipasarkan. Jika
tidak, mungkin produk tersebut tidak akan dikenal oleh konsumen di pasar asing tersebut.
Sebagai contoh, tulisan menggunakan bahasa Indonesia dalam kemasan sebuah produk
Indonesia harus diterjemahkan dalam bahasa Jepang dengan tulisan hiragana atau katakana
untuk bisa dikenal dan laku di pasar Jepang (lihat Gambar 1.3). Selera konsumen
kemungkinan berbeda antar bangsa, karena selera tersebut merupakan interaksi berbagai
faktor-faktor lingkungan yang mengelilingi konsumen tersebut, seperti: budaya, iklim,
agama, kepercayaan, dan lain-lain. Di daerah empat musim (panas, dingin, semi dan gugur),
orang membutuhkan alat pemanas (heater) dan selimut elektrik (electric blanket) pada
musim dingin untuk memanaskan suhu kamar atau kasur tempat tidur. Hal tersebut tidak
dikenal oleh orang yang tinggal di daerah tropis, seperti Indonesia.
Perdagangan luar negeri berhubungan dengan mata uang yang berbeda antara dua
negara yang berbeda. Sehingga dibutuhkan konversi antara suatu mata uang jika dinyatakan
dalam mata uang lainya. Konversi ini disebut dengan kurs atau nilai tukar (exchange rate).
Nilai tukar tersebut tergantung dari sistem kurs yang dipakai dua negara tersebut, seperti:
sistim kurs tetap (fixed exchange rate system), sistim kurs bebas (flexible/floating exchange
rate system) atau sistim kurs mengambang terkendali (manageable floating exchange rate
system). Dalam sistem kurs tetap, kurs ditentukan oleh nilainya ditentukan oleh pemerintah.
Sebaliknya dalam sistim kurs bebas, kurs ditentukan oleh pasar, atau interaksi antara
permintaan dan penawaran mata uang. Sementara dalam sistem kurs mengambang
terkendali, sejauh kurs berfluktuasi dalam batasan-batasan yang ditentukan, pemerintah
tidak campur tangan dengan menjual/membeli mata uang.
Saat ini, setiap negara di dunia terkait dengan perdagangan internasional karena dua
alasan utama. Alasan pertama adalah negara-negara melakukan perdagangan disebabkan
oleh perbedaan kepemilikan faktor (factor endowment) satu-sama lain terkait dengan
geografi, iklim dan lain-lain. Akibatnya, terdapat perbedaan kemampuan memproduksi
suatu barang antara negara satu dengan negara lain. Padahal, manusia baik itu tinggal di
suatu negara maupun di negara lain membutuhkan barang tersebut.
Alasan kedua adalah negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala
ekonomis (economies of scale) dalam produksi. Skala ekonomis ini adalah suatu negara
membatasi dalam menghasilkan produk tertentu dan memusatkan segala sumber dayanya
untuk memproduksi jenis produk tertentu dalam skala yang lebih besar disebabkan lebih
efisien dibandingkan negara tersebut memproduksi semua jenis barang sekaligus. Kemudian
dengan terjadinya perdagangan antarnegara maka akan timbul keuntungan perdagangan
(gains from trade) di mana keuntungannya dapat didapatkan oleh kedua pelah pihak yang
berdagang. Perdagangan internasional dapat memberikan manfaat lebih luas dari yang
diperkirakan.
Gambar 1.4.
Skala Ekonomies dan Disekonomies
Skala ekonomis ditunjukkan oleh gambar 1.2. Sumbu tegak menunjukkan output
produksi (Q) dan sumbu vertikal menunjukkan biaya produksi rata rata (average cost, AC).
Pada tingkat produksi yang masih rendah, perusahaan mau tidak mau menghadapi biaya
produksi per output yang masih tinggi. Seiring dengan pertumbuhan output yang dihasilkan,
kenaikan jumlah output yang dihasilkan menyebabkan efisiensi yang meningkat (economies
of scale). Namun, hal ini ada batasnya, ketika jumlah output melebihi kapasitas produksi dan
jangkauan pasar yang sudah terlalu luas sehingga menyebabkan biaya transportasi, promosi,
agen yang meningkat, misalnya; peningkatan output justru akan menaikan biaya rata- rata
(diseconomies of scale).
B. PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM PEREKONOMIAN MAKRO
Dalam setiap perekonomian terdapat empat pelaku ekonomi, yaitu: rumah tangga (C),
swasta (I), pemerintah (G) dan luar negeri (NX) (lihat Gambar 2.1). Rumah tangga memiliki
faktor produksi (tenaga kerja, modal dan lain-lain) yang digunakan untuk proses produksi
dan menghasilkan pendapatan. Dengan pendapatan tersebut, rumah tangga melakukan
kegiatan konsumsi (C) barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian tersebut. Pelaku
bisnis (swasta) memproduksi barang/jasa. Dalam produksi, swasta meminta barang/jasa
yang diproduksi oleh perekonomian untuk kegiatan investasi (I).
Pemerintah juga meminta barang/jasa untuk mendukung aktivitas- aktivitasnya, yang
ditunjukkan oleh pengeluaran pemerintah (G). Barang- barang domestik kemungkinan
diminta oleh penduduk luar negeri, dalam wujud ekspor (X). Sementara, penduduk domestik
kemungkinan juga membeli barang-barang yang diproduksi oleh luar negeri, dalam wujud
impor (M). Sehingga, sektor luar negeri berperan dalam perekonomian domestik melalui
ekspor bersih (net-export, NX) yang merupakan selisih antara ekspor dan impor (NX=X-M).
Gambar 1.5.
Perekonomian Makro
Jika total output domestik ditunjukkan oleh Y, maka total output tersebut diminta oleh:
1. Rumah tangga, untuk konsumsi (consumption, C).
2. Swasta dalam bentuk investasi (investment, I).
3. Pemerintah, ditunjukkan oleh pengeluaran konsumsi (government spending, G).
4. Luar negeri dalam bentuk ekspor bersih (net-export, NX=X-M).
C. PERTUMBUHAN PRODUKSI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perkembangan hubungan dan keterkaitan antarnegara dalam kegiatan ekonomi di
lingkup internasional dapat terjadi dari aktivitas perdagangan ekpor dan impor. Nilai total
barang/jasa-jasa akhir (final goods/services) yang diproduksi oleh suatu negara dalam kurun
waktu tertentu disebut dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Output yang diproduksi akan
diminta tidak hanya oleh pasar domestik, tetapi juga untuk diekspor.
Tabel 1.1.
Pertumbuhan Ekspor, Produksi dan PDB Dunia (%)
Produk sektoral dalam perekonomian biasa dikategorikan menjadi produk pertanian,
produk bahan bakar dan tambang, dan manufaktur. Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan
produksi dan ekspor di dunia yang terjadi pada tahun 2000-2008. Ekspor memiliki
pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dibanding pertumbuhan produksi. Selama tahun
2000-2008, ekspor dunia mencatat pertumbuhan sebesar 5 persen, jauh lebih tinggi, dua
kali, dibanding pertumbuhan produksi dunia sebesar 2,5 persen. Sementara itu, baik ekspor
maupun produksi, output manufaktur mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding
output pertanian dan minyak dan tambang.
Perdebatan yang terjadi akibat disparitas perdagangan produk-produk pertanian, minyak,
dan tambang serta manufaktur tersebut timbul pertanyaan mengenai perdagangan
internasional itu menguntungkan semua pihak ataukah hanya pihak tertentu. Sektor
manufaktur memiliki produktivitas yang tinggi dibanding sektor pertanian dan sektor
minyak dan tambang. Oleh karena itu, sektor manufaktur memiliki nilai tambah (value
added) yang lebih tinggi. Negara sedang berkembang mencoba mentransformasi
perekonomiannya dari pertanian menjadi manufaktur melalui industrialisasi yang dilakukan,
dengan harapan akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kemudian mampu
menyerap tenaga kerja. Materi ekonomika internasional berisikan persoalan-persoalan yang
muncul sehubungan dengan adanya masalah-masalah khusus yang terjadi karena interaksi
ekonomi antarnegara.
D. DISTRIBUSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Pada era 1980an dan 1990an, regionalisasi merebak di dunia. Pembentukan blok-blok
perdagangan berdasarkan aspek regional bermunculan seperti Uni Eropa (European Union,
EU), Pasar Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Area, NAFTA), Pasar Bebas
ASEAN (ASEAN-Free Trade Area, AFTA) dan lain-lain. Tujuan pembentukan blok- blok
tersebut adalah untuk meningkatkan perdagangan antarnegara-negara anggota blok
perdagangan. Akibatnya, perdagangan antarnegara dalam satu blok mendominasi
perdagangan dunia saat ini.
Sumber: www.wto.org
Gambar 1.7.
Pemetaan Regional
Tabel 1.2 menunjukkan perdagangan dalam satu region (intra-regional trade) dan
perdagangan antarregion (inter-regional trade) pada tahun 2008. Dunia dibagi menjadi 7
kawasan yaitu Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Selatan, Eropa, Comonwealth
Independence State (CIS), Afrika, Timur Tengah dan Asia (lihat Gambar 1.7). Aktivitas
perdagangan paling besar terjadi di kawasan Eropa yaitu sebesar US$ 4.695 milyar dollar
atau memberikan kontribusi sebesar 42,9 persen dari total aktivitas perdagangan dunia.
Tingginya aktivitas perdagangan di kawasan Eropa dapat disebabkan beberapa hal yang
salah satunya adalah terintegrasinya kawasan Eropa dengan dibentuknya Uni Eropa
(European Union, EU) yang terdiri dari 27 negara Eropa dan menyepakati satu nilai mata
uang transaksi yang dapat dilakukan di 27 negara Eropa, yaitu Euro1. Dari 42,9 persen,
perdagangan dalam kawasan sendiri (intra-regional trade) adalah sebesar 29,9 persen.
Dengan terbentuknya Uni Eropa dan satu mata uang yaitu euro mengakibatkan biaya
transaksi perdagangan semakin rendah. Hal ini memacu peningkatan aktivitas perdagangan
sesama negara Eropa.
Tabel 1.2.
Distribusi Perdagangan Dunia
Tujuan
Origin
Milyar
US $
Amerika
Utara
Amerika
Selan
dan
Tengah
Eropa
2.708
583
6.736
CIS
517
Afrika
Timur
Tengah
458
618
Asia
3.903
Dunia
15717
Dunia
Amerika
Utara
Amerika
Selatan dan
Tengah
%
Milyar
US $
%
Milyar
US $
Eropa
%
Milyar
US $
CIS
%
Milyar
US $
Afrika
%
Milyar
US $
Timur
Tengah
Asia
%
Milyar
US $
17,2
3,7
42,9
3,3
2,9
3,9
24,8
100,0
1014,5
164,9
6,5
1,0
369,1
16
33,6
60,2
375,5
2035,7
2,3
0,1
0,2
0,4
2,4
13,0
169,2
158,6
1,1
1,0
121,3
9
16,8
11,9
100,6
599,7
0,8
0,1
0,1
0,1
0,6
3,8
475,4
3,0
96,4
4.695
240
185,5
188,6
486,5
6.446,6
0,6
29,9
1,5
1,2
1,2
3,1
41,0
36,1
10,1
405,6
134,7
10,5
25
76,8
702,8
0,2
0,1
2,6
0,9
0,1
0,2
0,5
4,5
121,6
18,5
218,1
1,5
53,4
14
113,9
557,8
0,8
0,1
1,4
0,0
0,3
0,1
0,7
3,5
116,5
6,9
125,5
7,2
36,6
122,1
568,9
1.021,2
%
Milyar
US $
0,7
0,0
0,8
0,0
0,2
0,8
3,6
6,5
775
127,3
801
108,4
121,3
196,4
2.181,4
4.353
%
4,9
0,8
5,1
0,7
0,8
1,2
13,9
27,7
Sumber: www,wto.org
Pemain perdagangan regional terbesar kedua setelah Eropa adalah Asia yang mencatat
24,8 persen dari total perdagangan internasional. Perdagangan dalam kawasan Asia sendiri
mengkontribusi 13,9 persen. Untuk posisi ketiga adalah kawasan Amerika Utara yang
mencatat 17,2 persen terhadap dunia dengan perdagangan kawasan sebesar 6,5 persen. Ini
berarti tiga kawasan yaitu Eropa, Asia, dan Amerika Utara mendominasi perdagangan dunia
sekitar 75 persen perdagangan dunia. Perbedaan persentase mencolok yang terjadi dalam
perdagangan antar kawasan yang dikuasai oleh Eropa, Asia dan Amerika Utara menjadi
topik yang menarik dalam kajian perdagangan internasional. Disparitas yang terjadi
antarkawasan khususnya kawasan Eropa dan Amerika Utara yang didominasi oleh negara
maju dibandingkan dengan kawasan Asia, Amerika Selatan, dan Afrika oleh negara
berkembang dan miskin menjadi perdebatan hingga saat ini.
MATERI 9_PEREKONOMIAN INDONESIA
GLOBALISASI EKONOMI DAN DEMOKRASI EKONOMI
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. Globalisasi Ekonomi
Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang
bersifatmendasar atau struktural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang
akansemakin cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat
danpeningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan ini
telahmeningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga mempertajam
persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam
investasi, keuangan, dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin
menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau
regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara.
Globalisasi
ekonomi
biasanya
dikaitkan
dengan
proses
internasionalisasi
produksi,2perdagangan dan pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang
berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut
terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang
dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu.
Sebenarnya proses globalisasi ekonomi telah terjadi sejak dahulu kala dan akan
berlangsung terus, walaupun prosesnya berbeda: dulu sangat lambat sedangkan sekarang ini
sangat pesat dan di masa depan akan jauh lebih cepat lagi. Perbedaan ini disebabkan terutama
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan alat-alat komunikasi dan
transportasi yang semakin canggih, aman dan murah. Jadi dapat dikatakan bahwa kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama dibalik
proses globalisasi ekonomi. Karena adanya satelit, hand phone, fax, Internet dan email maka
komunikasi atau arus informasi antarnegara menjadi sangat lancar dan murah. Juga, adanya
pesawat terbang yang semakin cepat terbangnya dengan kapasitas penumpang yang semakin
besar membuat mobilisasi dari pelaku-pelaku ekonomi (konsumen, produsen, investor, dan
bankir) antarnegara menjadi semakin cepat dan murah. Ini semua meningkatkan arus
transaksi ekonomi antarnegara dalam laju yang semakin pesat. Globalisasi telah memberi
perubahan yang radikal dalam semua aspek kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik,
ekonomi, hingga gaya hidup sehari-hari.
1. Dampak Globalisasi Terhadap Perekonomian Suatu Negara
Dampak dari globalisasi ekonomi terhadap perekonomian suatu negara bisa positif atau
negatif, tergantung pada kesiapan negara tersebut dalam menghadapi peluang-peluang
maupun tantangan-tantangan yang muncul dari proses tersebut. Secara umum, ada empat
(4) wilayah yang pasti akan terpengaruh, yakni :
a. Ekspor. Dampak positifnya adalah ekspor atau pangsa pasar dunia dari suatu negara
meningkat; sedangkan efek negatifnya adalah kebalikannya: suatu negara kehilangan
pangsa pasar dunianya yang selanjutnya berdampak negatif terhadap volume
produksi dalam negeri dan pertumbuhan produk domestiik bruto (PDB) serta
meningkatkan jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan. Dalam beberapa tahun
belakangan ini ada kecenderungan bahwa peringkat Indonesia di pasar dunia untuk
sejumlah produk tertentu yang selama ini diunggulkan Indonesia, baik barang-barang
manufaktur seperti tekstil, pakaian jadi dan sepatu, maupun pertanian (termasuk
perkebunan) seperti kopi, cokelat dan biji-bijian, terus menurun relatif dibandingkan
misalnya Cina dan Vietnam. Ini tentu suatu pertanda buruk yang perlu segera
ditanggapi serius oleh dunia usaha dan pemerintah Indonesia. Jika tidak, bukan suatu
yang mustahil bahwa pada suatu saat di masa depan Indonesia akan tersepak dari
pasar dunia untuk produk-produk tersebut.
b. Impor. Dampak negatifnya adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat
dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam
negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan
dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri. Dalam beberapa tahun belakangan ini
ekspansi dari produk-produk Cina ke pasar domestik Indonesia, mulai dari kunci
inggris, jam tangan tiruan hingga sepeda motor, semakin besar. Ekspansi dari barangbarang Cina tersebut tidak hanya ke pertokoan-pertokoan moderen tetapi juga
sudah masuk ke pasar-pasar rakyat dipingir jalan.
c. Investasi. Liberalisasi pasar uang dunia yang membuat bebasnya arus modal
antarnegara juga sangat berpengaruh terhadap arus investasi neto ke Indonesia. Jika
daya saing investasi Indonesia rendah, dalam arti iklim berinvestasi di dalam negeri
tidak kondusif dibandingkan di negara-negara lain, maka bukan saja arus modal ke
dalam negeri akan berkurang tetapi juga modal investasi domestik akan lari dari
Indonesia yang pada aknirnya membuat saldo
d. Tenaga kerja. Dampak negatifnya adalah membanjirnya tenaga ahli dari luar di
Indonesia, dan kalau kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak segera
ditingkatkan untuk dapat menyaingi kualitas SDM dari negara-negara lain, tidak
mustahil pada suatu ketika pasar tenaga kerja atau peluang kesempatan kerja di
dalam negeri sepenuhnya dikuasai oleh orang asing. Sementara itu, tenaga kerja
Indonesia (TKI) semakin kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara lain
di luar negeri. Juga tidak mustahil pada suatu ketika TKI tidak lagi diterima di
Malaysia, Singapura atau Taiwan dan digantikan oleh tenaga kerja dari negaranegara lain seperti Filipina, India dan Vietnam yang memiliki keahlian lebih tinggi dan
tingkat kedisiplinan serta etos kerja yang lebih baik dibandingkan TKI.
Keempat jenis dampak tersebut secara bersamaan akan menciptakan suatu efek yang
sangat besar dari globalisasi ekonomi dunia terhadap perekonomian dan kehidupan sosial di
setiap negara yang ikut berpartisipasi di dalam prosesnya, termasuk Indonesia. Lebih banyak
pihak yang berpendapat bahwa globalisasi ekonomi akan lebih merugikan daripada
menguntungkan negara sedang berkembang (NSB) seperti Indonesia.
2. Faktor Pendorong Globalisasi Ekonomi
Secara garis besar, Toffler dan Naisbitt mempunyai beberapa kesamaan dalam meramal
dunia di masa depan, diantaranya adalah bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahun
merupakan motor penggerak utama proses globalisasi ekonomi. Perubahan radikal pada
teknologi juga telah menciptakan perubahan pada politik, sosial dan budaya.Mereka juga
sependapat bahwa masyarakat dunia dewasa ini sedang memasuki era masyarakat
informasi yang beralih dari masyarakat industri.Artinya adalah bahwa masyarakat tidak bisa
lagi menutup diri dari luar karena teknologi informasi mampu menembus batas-batas
wilayah kekuatan negara Pengaruh radikal dari kemajuan teknologi terhadap kehidupan
masyarakat saat ini terutama sangat ketara sekali pada kegiatan bisnis sehari-hari atau
produk-produk yang dihasilkan.Misalnya, fitur hand phone (HP) hampir setiap saat berganti
sehingga HP menjelma menjadi alat bertukar informasi melalui teknologi Internet ataupun
SMS, berfungsi sebagai games, kamera digital dan fungsi-fungsi lainnya.Kemampuan
komputer beserta program-programnya semakin canggih. Perubahan teknologi yang sangat
pesat sekarang ini juga telah mempengaruhi agro industri yang semakin tumbuh kencang
dengan varian-varian hasil produk, baik melalui rekayasa genetika maupun akibat
penemuan-penemuan varietas unggul. Demikian juga dalam sektor kesehatan, produkproduknya juga mengalami revolusi dengan banyak ditemukan jenis-jenis obat (supplement)
baru yang memungkinkan manusia lebih sehat atau lebih panjang usianya (Halwani, 2002).
Pada gilirannya, perubahan di sisi suplai (produksi) tersebut telah membuat perubahan
di sisi permintaan sesuai fenomena supply creates its own demand: perilaku konsumen
semakin bervariatif mengikuti pilihan produk yang semakin kompetitif. Perubahan pola
konsumen telah terjadi tidak hanya di negara-negara maju tetapi juga di NSB; tidak hanya di
daerah perkotaan tetapi juga di daerah perdesaan atau pedalaman. Walaupun tidak ada
data empiris yang bisa mendukung, tetapi dapat diduga bahwa jumlah penduduk di
perdesaan di Indonesia yang sudah pernah minum coca cola sekarang ini jauh lebih banyak
dibandingkan pada awal tahun 1970an; demikian juga jumlah penduduk di perdesaan yang
memiliki HP saat ini jauh lebih banyak dibandingkan pada awal tahun 1990-an. Bahkan
banyak orang yang membeli HP atau rutin menggantinya dengan seri baru bukan karena
perlu tetapi karena mengikuti trend yang sangat dipengaruhi oleh reklame dan pergaulan.
Jadi benar apa yang dikatakan oleh Anthony Giddens (2001) bahwa globalisasi saat ini telah
menjadi wacana baru yang menelusup ke seluruh wilayah kehidupan baik di perkotaan
maupun perdesaan. Globalisasi telah memberi perubahan yang radikal dalam semua aspek
kehidupan, mulai dari sosial, budaya, politik, ekonomi, hingga gaya hidup sehari-hari.
Dalam komunikasi juga sangat nyata sekali pengaruh dari kemajuan teknologi yang
jangkauannya sudah menyebar dan melewati batas-batas negara yang semakin
mempersempit dunia.Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, semakin mudah pula
masyarakat untuk mengaksesnya. Misalnya, dapat diduga bahwa saat ini jumlah orang di
Indonesia yang bisa akses ke siaran CNN atau FOX jauh lebih banyak dibandingkan pada
akhir dekade 80-an. Jumlah orang yang bisa melihat siaran langsung perang Irak II pada
pertengahan tahun 2003 diperkirakan jauh lebih banyak dibandingkan pada saat perang Irak
I (Perang Teluk) pada awal tahun 1990-an. Contoh lainnya, menurut Giddens (2001),
sebelum ada teknologi Internet, diperlukan waktu 40 tahun bagi radio di AS untuk
mendapatkan 50 juta pendengar. Sedangkan dalam jumlah yang sama diraih oleh komputer
pribadi (PC) dalam 15 tahun. Setelah ada teknologi Internet, hanya diperlukan waktu 4
tahun untuk menggaet 50 juta warga AS.
Faktor pendorong kedua yang membuat semakin kencangnya arus globalisasi ekonomi
adalah semakin terbukanya sistem perekonomian dari negara-negara di dunia baik dalam
perdagangan, produksi maupun investasi/keuangan.Fukuyama (1999) menegaskan bahwa
dewasa ini baik negara-negara maju maupun NSB cenderung mengadopsi prinsip-prinsip
liberal dalam menata ekonomi dan politik domestik mereka. Seperti yang dapat dikutip dari
Friedman (2002), Ide dibelakang globalisasi yang mengendalikannya adalah kapitalisme
bebas – semakin Anda membiarkan kekuatan pasar berkuasa dan semakin Anda membuka
perekonomian Anda bagi perdagangan bebas dan kompetisi, perekonomian Anda akan
semakin efisien dan berkembang pesat. Globalisasi berarti penyebaran kapitalisme pasar
bebas ke setiap negara di dunia.Karenanya globalisasi juga memiliki aturan perekonomian
tersendiri – peraturan yang bergulir seputar pembukaan, deregulasi, privatisasi
perekonomian Anda, guna membuatnya lebih kompetitif dan atraktif bagi investasi luar
negeri. (halaman 9). Menurut catatan dari Friedman (2002), pada tahun 1975, di puncak
Perang Dingin, hanya 8% dari negara di seluruh dunia yang mempunyai rezim kapitalis pasar
bebas. Sampai tahun 1997, jumlah negara dengan rezim perekonomian liberal menjadi
28%.Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor pendorong kedua ini dipicu, kalau tidak bisa
dikatakan dipaksa oleh penerapan liberalisasi perdagangan dunia dalam konteks WTO atau
pada tingkat regional seperti AFTA, UE dan NAFTA. Dalam kata lain, liberalisasi perdagangan
dunia mempercepat laju dari proses globalisasi ekonomi. Dapat diprediksi bahwa pada
tahun 2020 nanti, tahun di mana semua negara di dunia sudah harus menerapkan kebijakan
tarif impor dan subsidi ekspor nol, derajat dari globalisasi ekonomi akan jauh lebih tinggi
daripada saat ini.
Faktor pendorong ketiga adalah mengglobalnya pasar uang yang prosesnya berlangsung
berbarengan dengan keterbukaan ekonomi dari negara-negara di dunia (penerapan sistem
perdagangan bebas dunia). Sebenarnya faktor ketiga ini dengan faktor kedua di atas saling
terkait, atau tepatnya saling mendorong satu sama lainnya: semakin mengglobal pasar
finansial membuat semakin mudah dan semakin besar volume kegiatan ekonomi
antarnegara; sebaliknya semakin liberal sistem perekonomian dunia semakin mempercepat
proses globalisasi finansial karena semakin besar kebutuhan pendanaan bagi kegiatankegiatan produksi dan investasi
B.
Demokrasi Ekonomi
Demokrasi ekonomi terkait erat dengan pengertian kedaulatan rakyat di bidang
ekonomi. Istilah kedaulatan rakyat itu sendiri biasa dikembangkan oleh para ilmuwan
sebagai konsep filsafat hukum dan filsafat politik. Sebagai istilah, kedaulatan rakyat itu
lebih sering digunakan dalam studi ilmu hukum daripada istilah demokrasi yang biasa
dipakai dalam ilmu politik. Namun, pengertian teknis keduanya sama saja, yaitu
samasamaberkaitan dengan prinsip kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan
untukrakyat.
Gagasan demokrasi ekonomi tercantum eksplisit dalam konstitusi sebagai
hokum tertinggi di negara kita. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memang mengandung gagasan demokrasi politik dan sekaligus demokrasi ekonomi.
Artinya, dalam pemegang kekuasaan tertinggi di negara kita adalah rakyat, baik di bidang
politik maupun ekonomi. Seluruh sumber daya politik dan ekonomi dikuasai oleh rakyat
yang berdaulat. Dalam sistim demokrasi yang dibangun tentu tidak semuanya secara
langsung dikuasai oleh rakyat. Beberapa bagian yang pokok diwakilkan pengurusannya
kepada negara, dalam hal ini kepada (i) MPR, DPR, DPD, dan Presiden dalam
urusan penyusunan haluan-haluan dan perumusan kebijakan-kebijakan resmi bernegara,
dan (ii) kepada Presiden dan lembaga-lembaga eksekutif-pemerintahan lainnya dalam
urusan-urusan melaksanakan haluan-haluan dan kebijakan-kebijakan negara itu, serta (iii)
secara tidak langsung kepada lembaga peradilan dalam urusan mengadili pelanggaran
terhadap haluan dan kebijakan-kebijakan negara itu.
Namun, terlepas dari adanya pendelegasian kewenangan dari rakyat yang berdaulat
kepada para delegasi rakyat, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun judikatif itu,
makna kedaulatan rakyat sebagai kekuasaan tertinggi menurut system demokrasi politik
dan demokrasi ekonomi itu tidak dapat dikurangi dengan dalih kewenganan rakyat sudah
diserahkan kepada para pejabat. Dalam konteks bernegara, kedaulatan rakyat itu bersifat
‘relatif mutlak’, meskipun harus diberi makna yang terbatas sebagai perwujudan ke-MahaKuasaan Allah sebagaimana diakui dalam Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945. Sebagai
konsekwensi tauhid, yaitu keimanan bangsa Indonesia kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha
Esa, maka setiap manusia Indonesia dipahami sebagai Khalifah Tuhan di atas muka bumi
yang diberi kekuasaan untuk mengolah dan mengelola alam kehidupan untuk sebesarbesarnya kemakmuran bersama berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuandan kesatuan ekonomi
MATERI 10_PEREKONOMIAN INDONESIA
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERTANIAN
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. MENYEIMBANGKAN STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA DI BIDANG INDUSTRI DAN
PERTANIAN
Pembangunan seimbang itu diartikan pula sebagai keseimbangan pembangunan di
berbagai sektor, misalnya industri dan sektor pertanian, sektor luar negeri dan sektor
domestik, dan antara sektor produktif dan sektor prasarana. Pembangunan seimbang ini
biasanya dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak
menghadapi hambatan-hambatan dalam: (1) Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumber
daya energi dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar.
(2) Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan akan diproduksikan. Sementara
itu analisa Lewis (dalam Arsyad, 1992 : 257-259), menunjukkan bahwa perlunya
pembangunan seimbang yang ditekankan pada keuntungan yang akan diperoleh dari
adanya saling ketergantungan yang efisien antara berbagai sektor, yaitu antara sektor
pertanian dan sektor industri. Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah jika usaha
pembangunan hanya dipusatkan pada satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan
pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan
gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga proses pembangunan
terhambat. Lewis, menggunakan gambaran dibawah ini untuk menunjukkan pentingnya
upaya pembangunan yang menjamin adanya keseimbangan antara sektor industri dan
sektor pertanian. Misalnya di sektor pertanian terjadi inivasi dalam teknologi produksi
bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik, inplikasinya yang mungkin timbul
adalah :
Terdapat surplus di sektor pertanian yang dapat dijual ke sektor non pertanian.
Produksi tidak bertambah berarti tenaga kerja yang digunakan bertambah sedikit dan
jumlah pengangguran tinggi. Kombinasi dari kedua keadaan tersebut: (1) Jika saja industri
mengalami perkembangan yang pesat, maka sektor-sektor tersebut akan dapat menyerap
kelebihan produksi bahan pangan maupun kelebihan tenaga kerja. Tetapi tanpa adanya
perkembangan di sektor industri, maka nilai tukar ( Term of Trade ) sektor pertanian akan
memburuk sebagai akibat dari kelebihan produksi tenaga kerja, dan akan menimbulkan
akibat yang depresif terhadap pendapatan di sektor pertanian. Oleh sebab itu di sektor
pertanian tidak terdapat lagi perangsang untuk mengadakan investasi baru dan melakukan
inovasi. (2) Jika pembangunan ekonomi ditekankan pada industrialisasi dan mengabaikan
sektor pertanian juga akan menimbulkan masalah yang pada akhirnya akan menghambat
proses pembangunan ekonomi. Masalah kekurangan barang pertanian akan terjadi dan
akan mengakibatkan kenaikan barang-barang tersebut. Jika sektor pertanian tidak
berkembang, maka sektor industri juga tidak berkembang, dan keuntungan sektor industri
hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pendapatan nasional. Oleh karenanya
tabungan maupun investasi tingkatnya akan tetap rendah. Berdasarkan pada maslahmasalah yang mungkin akan timbul jika pembangunan hanya ditekankan pada salah satu
sektor pertanian saja, maka Lewis menyimpulkan bahwa pembangunan haruslah dilakukan
secara bersamaan di kedua sektor tersebut.
Hirschman dan Streeten (dalam Arsyad, 1992 : 262 - 270) mengemukakan teori
pembangunan tidak seimbang adalah pola pembangunan yang lebih cocok untuk
mempercepat proses pembangunan di negara sedang berkembang. Pola peembangunan
tidak seimbang ini, menurut Hirschman, berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut: (1) Secara historis pembangunan ekonomi yang terjadi coraknya tidak
seimbang. Untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang
tersedia.(2) Pembangunan tidak seimbang akan menimbulkan kemacetan atau gangguangangguan dalam proses pembangunan yang akan menjadi pendorong bagi pembangunan
selanjutnya. Dengan demikian pembangunan tidak seimbang akan mempercepat
pembangunan ekonomi pada masa yang akan datang. Persoalan pokok yang dianalisis
Hirschman dalam teori pembangunan tidaak seimbang adalah bagaimana untuk
menentukan proyek yang harus didahulukan pembangunannya, dimana proyek-proyek
tersebut memerlukan modal dan sumber daya yang tersedia, agar penggunaan berbagai
sumber daya yang tersedia tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang
maksimal.
Cara pengalokasian sumber daya tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu cara
pilihan pengganti (Substitution Choice) dan caraa pilihan penundaan (Postponment Choice).
Cara yang pertama merupakan suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk
menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan. Sedangkan cara yang
kedua merupakan suatu cara pemilihan yang menentukan urutan proyek yang akaan
dilaksanakan yaitu menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus
didahulukan. Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis
masalah alokasi sumber daya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC)
dengan sektor produktif yang langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat atau Directly Productive Activities (DPA). Ada 3 (tiga) cara pendekatan yang
mungkin dilakukan dalam mengembangkan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu:
(1) Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut. (2) Pembangunan tidak
seimbang, dimana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan, (3) Pembangunan tidak
seimbang, dimana sektor produktif lebih ditekankan.
Kegiatan ekonomi akan mencapai efisiensi yang optimal jika: (1) Sumber-sumber daya
dialokasikan antara sektor DPA dan sektor SOC sedemikian rupa sehingga dengan sumber
daya seejumlah tertentu bisa dicapai tingkat produksi yang maksimum. (2) Untuk suatu
tingkat produksi tertentu, jumlah seluruh sumber daya yang digunakan di sektor DPA dan
sektor SOC jumlahnya minimum.(3) Di kebanyakan negara sedang berkembang, program
pembangunan sering lebih ditekankan pada pembangunan prasarana untuk mempercepat
pembangunan sektor produktif.
1. PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
Pertanian dan perkebunan merupakan fundamentasi pokok ekonomi bangsa. Pertanian
harus dijadikan sector utama bagi pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Sektor pertanian
yang menjadi andalan sebagian besar rakyat tidak mendapat perhatian sepenuhnya.
Demikian juga dalam pencairan kredit terdapat ketidakmerataan untuk sector pertanian.
Sektor pertanian hingga kini masih menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian
besar penduduk. Program pembangunan sector pertanian meliputi program peningkatan
produksi di kelima subsektornya, serta peningkatan pendapatan petani, perkebun,
peternak dan nelayan. Program pembangunan tersebut ditunjang dengan program
pembangunan sarana dan prasarananya seperti pengadaan dan pelancaran factor
produksi, pengembangan jaringan irigasi dan jalan, kebijaksanaan tata niaga dan harga,
serta penelitian. Dalam era PJP I sector pertanian merupakan prioritas pembangunan
ekonomi. Pertumbuhannya rata-rata 3,6% per tahun. Kemajuan paling menonjol sector ini
selama PJP I adalah dalam bidang produksi pangan, yakni keberhasilan mencapai
swasembada beras pada tahun 1984. Sebelumnya, bahan makanan pokok ini masih harus
selalu diimpor. Bahkan pada tahun-tahun 1970-an Indonesia merupakan Negara
pengimpor beras terbesar di dunia. Swasembada beras ini berdampak penting pada
meningkatnya kualitas gizi, pendapatan masyarakat, dan stabilitas ekonomi nasional.
Sampai dengan tahun 1990 sektor pertanian masih merupakan penyumbang utama
dalam membentuk produk domestic bruto. Namun sesudah itu posisi tersebut diambil alih
oleh sector industry pengolahan. Hal ini sesungguhnya memprihatinkan, bukan karena
sector pertanian tidak berkembang, melainkan mengingat masih demikian besarnya
proporsi tenaga kerja yang masih bekerja di sector tersebut. Sampai dengan tahun 1992
saja tercatat lebih dari sebagian tenaga kerja kita bekerja pada sector ini. Tambahan pula
kualitas sumber daya manusia yang bekerja di sector pertanian pada umumnya relative
rendah, sehingga produktivitasnya rendah. Pada gilirannya, pendapatan mereka juga
rendah. Dalam skala makro rendahnya produktivitas tenaga kerja suatu sector dapat
diukur dengan membandingkan proporsi sector itu dalam menyerap tenaga kerja dan
dalam menyumbang produksi atau pendapatan nasional. Pada tahun 1992, sector
pertanian menyerap 53,69% tenaga kerja, sementara sumbangannya dalam membentuk
PDB menurut harga yang berlaku sebesar 19,52%. Hal itu berarti setiap 1% tenaga kerja
pertanian Indonesia hanya menyumbang sekitar 0,36% PDB. Sebagai bandingan: sector
pertanian di negara- negara maju yang tergabung dalam G-7 hanya menyerap sekitar 2%
tenaga kerja dan menyumbang 3% PDB. Dengan kata lain, setiap 1% tenaga kerja
pertanian mereka menyumbang 1,5% PDB, atau hampir lima kali lipat produktivitas tenaga
kerja pertanian kita.
Di antara lima subsector yang ada di dalam sector pertanian, pemeran terbesar dalam
membentuk nilai tambah adalah subsector tanaman pangan (lihat table 12.2). subsector
inilah yang menjadi sandaran nafkah utama sebagian besar rakyat kita, terutama bagi
mereka yang tinggal di daerah perdesaan. Subsector ini pula yang paling besar
mendapatkan perhatian pemerintah. Sayangnya, pertumbuhan sector ini tidak
menggembirakan. Selama Pelita I hingga Pelita III tumbuh selaju 4,0 persen rata-rata per
tahun. Dalam Pelita IV laju tumbuh rata-rata tersebut menurun menjadi 3,6%.
Pertumbuhan sector ini dalam Pelita V
Menurunnya peranan sector pertanian di satu sisi dan meningkatnya peranan sector
industry di sisi lain, menyiratkan telah terjadinya perubahan struktural dalam
perekonomian Indonesia. Akan tetapi perubahan struktural itu sebenarnya masih belum
mantap karena baru merupakan perubahan dalam struktur pendapatan, belum diiringi
dengan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan. Akibatnya produktivitas antarsektor
masih timpang. Demikian pula halnya dengan pendapatn perkapita antarsektor.
Perubahan struktural (yang masih timpang) itu sendiri terjadi karena pembangunan
ekonomi kita selama ini terlalu terfokus pada industrialisasi. Padahal kerangka teori klasik
dan hasil-hasil empiris oleh Bank Dunia memunjukkan bahwa keberhasilan industrialisasi
selalu seiring dengan pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable) dan perbaikan
produktivitas di sector pertanian. Jadi, apabila produktivitas sector pertanian tidak
mengalami perbaikkan, maka bukan mustahil keberhasilan industrialisasi dalam
pembangunan kita selama ini akan mengalami titik balik. Tanpa dukungan sector pertanian
sebagai penyangga yang tangguh kemajuan sector industry akan mudah tersendat.
2. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
Perkembangan Perindustrian Terhadap Perekonomian Arti penting perindustrian
terhadap perkembangan perekonomian dapat dilihat dari arah kebijakan ekonomi yang
tertuang dalam GBHN 2000-2004, yaitu “Mengembangkan perekonomian yang
berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif
berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi
dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan,
kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rakyat, serta
mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka
meningkatkan daya saing global dengan membuka aksesbilitas yang sama terhadap
kesempatan kerja dan berusaha bagi segenap rakyat dan seluruh daerah melalui
keunggulan kompetitif terutama berbasis keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus
segala bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan”. Selanjutnya disebutkan dalam
Undang-Undang No 25 tahun 2001 tentang Program Pembangunan Ekonomi Nasional
(Propenas) yang mengamanatkan bahwa dalam rangka memacu penigkatan daya saing
global dirumuskan lima strategi utama, yaitu pengembangan ekspor, pengembangan
industri, penguatan institusi pasar, pengembangan pariwisata dan peningkatan
kemampuan ilmu Berdasarkan ketentuan pengetahuan tersebut di atas dan dapat
teknologi. diketahui bahwa perkembangan industri sangat penting untuk menghadapi
persaingan ketat, baik di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor dalam era globalisasi
dan liberalisasi perdagangan dunia. Hal tersebut kembali dipertegas dalam konsiderans
Undang-Undang Perindustrian (UndangUndang Nomor 5 Th. 1984) yang menyatakan
bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan
nasional
Industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih
dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta
masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam,
manusia, dan dana yang tersedia. Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik pengertian
bahwa perkembangan industri membawa pengaruh yang sangat besar sekali terhadap
perkembangan perekonomian Indonesia. Industri memegang peranan yang menentukan
dalam perkembangan perekonomian sehingga benar-benar perlu didukung dan
diupayakan perkembangannya.
B. UPAYA PEMERINTAH MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DI SEKTOR INDUSTRI DAN
PERTANIAN
Upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Perindustrian Di Indonesia. Berbagai
kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah dalam upayanya mendorong laju perkembangan
perindustrian di Indonesia. Baik kegiatan di bidang penyusunan regulasi yang diperkirakan
dapat mendorong laju perkembangan perindustrian, maupun kebijakan riil melalui
pemberdayaan departemen yang terkait. Sasaran pembangunan sektor industri dan
perdagangan pada tahun 2008 adalah sebagai berikut : a. Terwujudnya pengembangan
industri yang mempunyai keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif
dengan mengacu kepada pengembangan klaster industri, sehingga tercipta struktur industri
yang kokoh dan seimbang; b. Terwujudnya peningkatan daya saing nasional melalui
peningkatan kemampuan profesionalisme sumber daya manusia, penguasaan penggunaan
teknologi dan inovasi, serta pemenuhan ketentuan standar keamanan, kesehatan, dan
lingkungan baik nasional maupun internasional; c. Terciptanya perluasan lapangan usaha
dan kesempatan kerja secara merata di sektor industri dan perdagangan; d. Terciptanya
peningkatan utilisasi kapasitas produksi, sehingga mampu.
Meningkatkan kinerja sektor industri dan perdagangan; e. Tersedianya kebutuhan
masyarakat luas dengan harga yang wajar dan mutu yang bersaing melalui kelancaran
distribusi barang dan peningkatan pelayanan informasi f. profesionalisme Terciptanya pasar
yang pelaku usaha terintegrasi; dan kelembagaan perdagangan, sehingga kegiatan
perdagangan barang dan jasa di dalam negeri semakin berkembang; g. Terwujudnya iklim
usaha yang kondusif dengan menerapkan mekanisme pasar tanpa distorsi, serta
terjaminnya perlindungan konsumen sehingga tercipta pemahaman konsumen akan hak
dan kewajibannya dalam upaya tertib mutu, tertib usaha dan tertib ukur; h.
Terselenggaranya kegiatan Bursa Berjangka sebagai tempat lindung nilai (hedging) dan
tempat pembentukan harga (price discovery) secara efisien dan memiliki daya saing yang
kuat; i. Terselenggaranya pengembangan Ware House Receipt System (WRS) yang
mendukung peningkatan efisiensi distribusi nasional dan memperlancar pembiayaan dalam
perdagangan komoditi (trade financing); j. Terselenggaranya sistem Pasar Lelang Lokal (PLL)
melalui mekanisme pasar yang transparan dan efisien yang memungkinkan produsen/petani
memperoleh pendapatan yang proporsional dengan harga yang terjadi di tingkat nasional
atau internasional; k. Terwujudnya peningkatan partisipasi Indonesia melalui peningkatan
diplomasi perdagangan, baik dalam kegiatan kerjasama bilateral, regional maupun
multilateral yaitu dalam forum negosiasi persetujuan-persetujuan WTO, ASEAN, APEC,
Kerjasama Komoditi Internasional, serta kerjasama Badan-Badan Dunia lainnya; l.
Terwujudnya peningkatan penyediaan dan penyebarluasan informasi pasar mengenai
peluang pasar internasional dan hasil-hasil kerjasama industri dan perdagangan kepada
dunia usaha, khususnya usaha kecil menengah; m. Terwujudnya peningkatan penggunaan
bahan baku dalam negeri;
Terwujudnya budaya organisasi yang lebih berorientasi pencapaian kepada sasaran; o.
Terwujudnya keterpaduan peran pemerintah di sektor industri dan perdagangan; p.
Terwujudnya peningkatan sinergi dalam pemanfaatan sumber daya serta peningkatan
kinerja pelayanan sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam era otonomi daerah. Di bidang
regulasi, untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas
mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang
seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah sudah
saatnya untuk melakukan pembaharuan Undang-Undang Perindustrian yang berlaku,
dimana Undang-Undang tersebut sudah sangat dirasakan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan perekonomian dan perindustrian yang ada pada saat ini. Masalah ini
menjadi semakin terasa penting, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada
hingga saat ini bahwa peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena
hanya mengatur beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan
itupun Selanjutnya seringkali di bidang tidak berkaitan birokrasi, satu optimalisasi dengan
atas yang lain. pemberdayaan departemen-departemen yang terkait sangat dibutuhkan
dalam rangka mewujudkan perkembangan perindustrian sebagaimana yang telah digariskan
dalam cita-cita pembangunan nasional. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui
peningkatan SDM, pemangkasan birokrasi dalam perijinan usaha dan lain sebagainya yang
tujuan utamanya adalah meningkatkan perkembangan perindustrian. 3.3 Tahap
Perkembangan Industri Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang
sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan
warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara
bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri
melalui beberapa tahapan, seperti berikut. · Sistem Domestik Tahap ini dapat disebut
sebagai tahap kerajinan rumah (home industri). Para pekerja bekerja di rumah masingmasing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha
yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah
barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha
hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak direpotkan
soal tempat kerja dan gaji. · Manufaktur Setelah kerajinan industri makin berkembang
diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara
mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga
kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah bagian
tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk menjual produknya.
Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan
jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang dibuat kadang-kadang juga masih
berdasarkan pesanan. · Sistem pabrik Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang
menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam
atau di luar kota. Tempat tersebut untuk untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di
tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri diadakah di tempat lain.
Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang
produksinya dibuat untuk dipasarkan
Kebijakan Pemerintah di Bidang Industri: (1) Pembangunan industri diarahkan pada
industri-industri yang berbasis pertanian dan pertambangan, dan kelautan yang mampu
memberikan nilaitambah yang tinggi dan mampu bersaing dalam pasar lokal,
regionalnasional, global dan mampu menghasilkan nilai tambah tinggi. (2) Pengembangan
IKM dan Industri Mikro (Industri Rumah Tangga), perludidorong dan dibina, menjadi usaha
yang makin berkembang danmaju,sehingga mampu mandiri dan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha.(3)
Menggalakkan iklim yang sehat dalam berusaha bagi pelaku ekonomi(koperasi, usaha
negara, usaha swasta) untuk menumbuhkan kegiatanusaha yang mampu menjadi
penggerak utama pembangunan ekonomi.(4) Meningkatkan pertumbuhan usaha kecil
informal menjadi pengusaha kecilformal yang tangguh dan mandiri melalui bantuan
pembangunaninfrastruktur, perijinan dan bantuan teknis. (5) Meningkatkan dan
mengoptimalkan perolehan devisa ekspor produk industri kehutanan, pertambangan,
pertanian, dalam arti luas berikutindustri turunannyan.
Kebijakan Pemerintah mengembangkan perekonomian di Indonesia berorientasi
global membangun keunggulan kompetitif dengan mengedepankan kebijakan industri,
perdagangan dan investasi dalam meningkatkan daya saing dengan membuka akses yang
sama terhadap kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi segenap rakyat dari
seluruh daerah dengan menghapuskan seluruh perlakuan diskriminatif dan hambatan.
Pengembangan sektor industri pengolahan mengacu kepada arahan pembangunan
ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sektor industri dan perdagangan.
Pemerintah juga melakukan pembangunan yang ditujukan untuk perluasan
kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, peningkatan dan pemerataan
pendapatan. Hasil yang hendak dicapai dari pembangunan ini adalah usaha kecil berperan
maksimal dalam perkembangan dunia usaha, sehingga usaha kecil dapat berkembang dan
mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha lainnya sesuai potensi dan bidang usaha
yang ditekuninya selama ini.
Kebijakan ekonomi kerakyatan bertumpu pada mekanisme pasar yang adil, persaingan
sehat, berkelanjutan, mencegah struktur yang monopolistik dan distortif dapat merugikan
masyarakat. Melalui optimalisasi peran pemerintah untuk melakukan koreksi pasar dengan
menghilangkan berbagai hambatan melalui regulasi, subsidi dan insentif. Pemberdayakan
usaha kecil agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan meningkatkan
penguasaan IPTEK dan melakukan secara proaktif negosiasi serta kerjasama ekonomi dalam
upaya peningkatan ekspor.
Arah kebijakan adalah salah satu menata sistem hukum nasional yangmenyeluruh dan
terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta
memperaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang
diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan
reformasi melalu iprogram legislasi. Selanjutnya mengembangkan peraturan perundangundangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan
bebas tanpa merugikankepentingan nasional. Perioritas kebijakan juga merupakan salah
satu sasaranutama untuk dicapai dan langkah yang terpenting yang dilakukan oleh
pemerintahdalam mengambil atau memutuskan suatu kebijakan.
Maka dalam ketentuan kebijaksanaan (policy) kebijakan adalah penggunaan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjaminterhadap
terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yangdikehendaki. Jadi dalam
arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah adanya proses pertimbangan untuk menjamin
terlaksananya suatu usaha, pencapaian cita-citaatau keinginan yang dicapai tersebut,
sehingga menghasilkan suatu buktikebijakan untuk kepentingan umum yang merobah
keadaan untuk yang lebih baik.Untuk menentukan suksesnya percepatan pembangunan
saat ini juga masadepan terkait dengan penerapan perdagangan bebas dalam kesepakatan
regionalAFTA-China, maka salah satu arah dan prioritas kebijakan yang akandilaksanakan
adalah pemulihan (recovery) ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Mendorong
dan memberi arahan kepada setiap daerah untuk secara sungguh-sungguh dan sistematis
melaksanakan pemulihan ekonomi gunauntuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri.
Salah satu langkah-langkah kebijakan yang diberikan pemerintah untuk melindungi
industri dalam negeri adalah melalui Tindakan pengamanan(Safeguard) yaitu tindakan yang
diambil pemerintah untuk memulihkan kerugianserius dan atau untuk mencegah ancaman
kerugian serius dari industri dalamnegeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis
atau barang yang secaralangsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan
tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan atau ancaman
kerugianserius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Selanjutnya
Tindakandumping adalah menjual barang diluar negeri lebih murah dari pada harga didalam
negeri, atau menjual barang di suatu Negara lebih murah dari pada di Negara lain, atau
menjual barang keluar negeri atau lebih rendah dari biaya produksi dan tranformasi, di
mana tindakan dumping ini baru melanggar ketentuan perdagangan internasional apabila
mengakibatkan injury kepada produksi dalam negeri. Termasuk juga subsidi yaitu
merupakan kontribusikeuangan oleh pemerintah atau badan publik yang memberikan
keuntungan.Selanjutnya tantangan adalah merupakan suatu usaha yang bersifat
menggugahkemampuan, untuk merebut dan meraih sesuatu yang ingin kita dapatkan.
Makatantangan terberat bagi Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam
negeriyaitu, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapanenergi,
kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan
dan lain-lain agar dapatmendorong pertumbuhan industrydan perlu untuk memperbaiki
sistem logistik nasional yang memungkinkan pergerakan barang, modal dan tenaga kerja
agar semakin efesien di berbagaisektor. Kemudian peningkatan pengawasan di batas
perdagangan Indonesia,hal iniuntuk menghindari serbuan produk illegal.Hal lain yang tidak
kalah pentingya adalah peningkatan pengamanan pasar, antara lain dengan menerapkan
Standart Nasional Indonesia (SNI) yang didukung kesiapan, baik secara infrastruktur,
laboratorium, maupun Sumber Daya Manusia yang kompeten, serta bantuan atau program
pembinaan dan peningkatan mutu produk yang diharapkan dapatmengungguli kualitas
produk luar negeri.
Upaya Membangun Pertanian Indonesia yang Tangguh.
Permasalahan Pokok yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah berupa akses modal
atau investasi yang dimiliki oleh para petani. Masalah tersebut menyebabkan petani tidak
mampu memanfaatkan berbagai sarana produksi unggul termasuk kemajuan teknologi yang
dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka.
Investasi di bidang pertanian yang mesti diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat petani adalah hal yang penting. Dengan demikian, perlu dilakukan reorientasi
kebijakan karena sampai saat ini pembangunan di sektor pertanian masih banyak yang
belum menjangkau khususnya petani kecil. Kebijakan baik investasi maupun subsidi dan
pembiayaan petani perlu dirumuskan kembali agar lebih berpihak kepada petani kecil untuk
dapat meningkatkan kesejahteraannya. Subsidi yang diharapkan adalah yang mengarah
pada subsidi output, bukan pada subsidi input seperti sekarang yang dilakukan oleh
pemerintah.
Investasi mengandung arti suatu pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan
atau mempertahankan stok barang modal. Investasi disektor pertanian memiliki peluang
untuk ditingkatkan dengan berbagai alasan, diantaranya adalah: (1) sektor pertanian akan
terus tumbuh, (2) kekayaan SDA yang dimiliki, (3) pasar pertanian yang terus dan akan
tumbuh baik domestik ataupun internasional yang akan memberikan insentif bagi para
pelaku ekonominya, terutama jika dilihat Indonesia sebagai produsen produk 4 F (food,
feed, fuel, dan fiber).
Upaya peningkatan investasi di sektor pertanian terutama diarahkan pada
pembiayaan dan perbaikan/pembangunan infrastruktur untuk mendorong peningkatan
produksi dalam negeri, adalah suatu keharusan. Demikian pula penyaluran subsidi
hendaknya menjadi perhatian yang serius, karena subsidi ini rentan terhadap
penyelewengan-penyelewangan akibat tingginya moral hazard.
FGD dan kajian ini diharapkan bukan hanya sebagai wacana belaka, melainkan dapat
mehasilkan suatu rumusan kebijakan yang harus mampu disampaikan kepada pemerintah
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya membangun sektor
pertanian Indonesia yang tangguh dengan basis masyarakat petani yang sejahtera (dep-1:
Lukito Hasta/ss/humasristek).
MATERI 11_PEREKONOMIAN INDONESIA
NERACA PEMBAYARAN DAN MODAL ASING
Ashar Basyir, SE., MMSI
A. NERACA PEMBAYARAN
1) Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang
meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan
penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan
sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca
pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu
negara. Pencatatan transaksi dilakukan dengan pembukuan berpasangan (double-entry
bookkeeping system), yaitu; tiap transaksi dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai
debit.
Transaksi yang dicatat sebagai kredit adalah arus masuk valuta. arus masuk valuta adalah
transaksi-transaksi yang mendatangkan valuta asing, yang merupakan suatu peningkatan
daya beli eksternal atau sumber dana. Sedangkan transaksi yang dicatat sebagai debit
adalah arus keluar valuta. Arus keluar valuta adalah transaksi-transaksi pengeluaran yang
membutuhkan valuta asing, yang merupakan suatu penurunan daya beli eksternal atau
penggunaan dana.
Tiap-tiap credit entry (bertanda positif) harus diseimbangkan (balanced) dengan debit
entry (bertanda negatif) yang sama. Kedua entries tersebut dikombinasikan untuk
menghasilkan laporan sumber-sumber dan penggunaan modal nasional (dari mana kita
memperoleh dana-dana/ daya beli, dan bagaimana kita mengunakannya). Jadi, total kredit
dan debit dari neracapembayaran suatu negara akan sama secara agregat; namun, dari
komponen-komponen neraca pembayaran, mungkin terdapat surplus dan defisit.
2) Manfaat neraca pembayaran:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil langkah di bidang
ekonomi.Data yang ada dijadikan dasar bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan
di bidang ekonomi.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang
moneter dan fiscal. Dari neraca pembayaran dapat dilihat berapa saldo devisa.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengetahui pengaruh hubungan
ekonomi internasional terhadap pendapatan nasional.
4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan di bidang
politik perdagangan internasional.
5. Neraca pembayaran terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut : neraca
perdagangan, neraca jasa, neraca modal dan neraca moneter (lalulintas moneter).
3) Tujuan Neraca Pembayaran
1) Penyusunan neraca pembayaran mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
2) Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai posisi negara di perdagangan
internasional
3) Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai posisi pembayaran internasional
4) Membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter
5) Merupakan alat untuk mengukur berapa besar utang dan piutang negara terhadap
luar negeri
6) Merupakan alat untuk mengukur struktur dan komposisi transaksi ekonomi suatu
negara dengan dunia internasional
7) Mengukur keadaan perekonomian dan posisi keuangan internasional suatu negara
4) Macam-macam Transaksi
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi, yaitu :
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa)
dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu
transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa)
dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu
transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
5) Komponen Neraca Pembayaran
1) Pos Transaksi Dagang (Transaction of Trade)
Pos transaksi dagang mencatat seluruh transaksi, baik dalam kegiatan ekspor maupun
impor barang (berwujud) dan jasa (tidak berwujud). Transaksi ekspor dicatat di sisi kredit
(+) dan transaksi impor dicatat di sisi debet (-).
2) Pos Pendapatan Modal (Income on Invesment)
Dalam Pos ini dicatat seluruh penerimaan dan pendapatan seperti hasil penanaman
modal di luar negeri dan hasil penerimaan modal asing di dalam negeri dalam bentuk
keuntungan.
3) Pos Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction)
Transaksi unilateral adalah transaksi searah. artinya, transaksi yang terjadi tanpa ada
kontrak transaksi lainnya. Misalnya, pengiriman hadiah, pengiriman bantuan-bantuan
bencana alam, pendidikan, dan sosial.
4) Pos Penanaman Modal Langsung
Pos ini mencatat transaksi modal yang langsung dilaksanakan oleh penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain. contohnya penenman modal penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain. contohnya penanaman modal penduduk di
Indonesia dengan membiuka usaha properti dan transaksi jual beli saham antara
penduduk Indonesia dengn penduduk Malaysia.
5) Pos Utang Piutang (Jangka Panjang/ Jangka Pendek)
Pada pos ini mencatat seluruh transaksi kredit (pinjaman) jangka panjang yaitu
transaksi kredit yang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan transaksi utangpiutang jangka pendek (kurang dari satu tahun).
6) Pos Sektor Moneter (Pos Lalu Lintas Moneter)
Pada pos ini mencaqtat semua transaksi pada saat terjadi pembayaran pada transaksitransaksi di atas dari mulai transaksi dagang, pendapatan modal sampai pada utangpiutang. Keadaan pos ini dapat menunjukan posisi cadangan devisa suatu negara.
6) Macam-macam neraca pembayaran
Angka yang ada dalam neraca pembayaran akan menunjukan apakah Negara mengalami
deficit atau surplus. Terdapat 3 kemungkinan dari kinerja neraca pembayaran, yaitu sebagai
berikut:
1) Neraca Pembayaran defisit, terjadi apabila jumlah pembayaran lebih besar daripada
jumlah penerimaan (transaksi kredit < transaksi debet). Suatu Negara jika mengalami
kelebihan impor dan kelebihan tersebut ditutup dengan menambah pinjaman
akomodatif dan mengurangi cadangan (stok) nasional maka Negara tersebut sedang
mengalami defisit total.
2) Neraca pembayaran surplus, adalah apabila jumlah penerimaan lebih besar daripada
jumlah pembayaran/ utang (transaksi kredit> transaksi debet).
3) Neraca Pembayaran seimbang, adalah apabila jumlah pembayaran atau utang sama
dengan jumlah penerimaan (transaksi kredit = transaksi debet).
7) Dampak Neraca Pembayaran
1. Dampak Neraca Pembayaran Surplus
Secara ekonomi neraca pembayaran yang surplus akan berpengaruh terhadap tingkat
harga dalam negeri, yaitu mempunyai pengaruh inflatoir mendorong/ menjurus kea rah
kenaikan harga (inflasi). Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan permintaan efektif.
2. Dampak Neraca Pembayaran Defisit
Apabila neraca pembayaran suatu Negara mengalami deficit, maka dampak yang akan
terjadi sebagai berikut:
 Produsen dalam negeri tidak dapat bersaing dengan barang-barang impor
 Pendapatan Negara sedikit, sehingga utang Negara bertambah besar
 Perusahaan banyak yang gulung tikar, sehingga pengangguran meningkat akibat
dari PHKKetiga dampak di atas disebut pengaruh deflatoir yang mendorong/
menjurus ke arah penurunan harga (deflasi).
3. Dampak Neraca Pembayaran Seimbang
Neraca pembayaran yang seimbang tidak terlalu berpengaruh terhadap kegiatan
ekonomi suatu Negara. Sehingga apabila suatu Negara tidak dapat mencapai surplus
dalam neraca pembayaran, maka minimal harus dalam kondisi seimbang. Dengan
demikian akan dapat menghindari neraca pembayaran yang defisit.
B. Modal Asing
Pengertian Penanaman Modal Asing dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan
bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi
penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan
perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung
risiko dari penanaman modal tersebut.
Secara umum arus modal asing dapat bersifat hal berikut : (Hady, 2001:92-93)
1) Portofolio Investment, yaitu arus modal internasional dalam bentuk investasi asetaset finansial, seperti saham (stock), obligasi (bond), dan commercial papers. Arus
portofolio inilah yang saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru
dunia melalui pasar uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional,
seperti New York, London, Paris, Frankfurt, Tokyo, Hongkong, Singapura.
2) Direct Investment, yaitu investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan,
pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan
di mana investor terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol
penanaman modal tersebut. Direct investment ini biasanya dimulai dengan pendirian
subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan. Dalam konteks
internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional
(MNC) dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi sumber
alam, industri jasa, dan sebagainya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing
Pada umumnya faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, skill dan
teknologi dari negara maju ke negara berkembang, pada dasarnya dipengaruhi oleh lima (5)
Faktor-faktor utama. Adapun Faktor-faktor yang dimaksud, yaitu meliputi :
1) Adanya iklim penanaman modal dinegara-negara penerima modal itu sendiri yang
mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh stabilitas
politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal.
2) Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal.
3) Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan.
4) Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam
negara penerima modal.
5) Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang
tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi
Secara umum dapat dikatakan terdapat hubungan ketidakseimbangan antara negara
maju sebagai pembawa modal dengan negara berkembang sebagai penerima modal.
Hubungan tidak seimbang tersebut disebabkan oleh beberapa hal utama (Streeten, 1980 :
251), yaitu :
o Pemodal asing selalu mencari keuntungan (profit oriented), sedangkan negara
penerima modal mengharapkan bahwa modal asing tersebut dapat membantu
tujuan pembangunan ekonomi nasional atau sebagai pelengkap dana
pembangunan.
o Pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat, sehingga mereka mempunyai
kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang lebih baik.
o Pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas, yaitu dalam
bentuk Multinasional Corporation. Perusahaan ini pada dasarnya lebih
mengutamakan melayani kepentingan negara dan pemilik saham di negara asal
daripada kepentingan negara penerima modal.
o Tentunya ketidakseimbangan tersebut menjadi tantangan bagi negara-negara
penerima modal asing termasuk Indonesia, yaitu bagaimana mengatasi
ketidakseimbangan yang dimaksud dalam rangka usaha menarik investor asing.
Dalam menghadapi tantangan yang dimaksud negara penerima modal asing pada
umumnya dan Indonesia khususnya harus dapat mengupayakan melalui hal-hal
sebagai berikut :
o Dapat mengakomodasi motif profit oriented dari pemodal asing dengan sebaikbaiknya, sehingga filosofi sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang PMA
yang mengatakan bahwa masuknya modal asing hanyalah bersifat pelengkap
dana pembangunan tidak menjadi suatu kendala yang menghambat arus
masuknya investasi modal asing tersebut.
o Mengupayakan agar hubungan antara pemodal asing dengan penerima modal
tetap diarahkan pada kemitraan yang dapat saling membangun, sehingga
sumber luar negeri dari pinjaman luar negeri tetap dapat dimanfaatkan bagi
pembangunan ekonomi secara optimal.
o Negara penerima modal harus dapat mengembangkan potensi ekonominya
secara akurat, serta mampu menjaring informasi mengenai kegiatan usaha
penanaman modal dalam rangka peningkatan kemampuan dan posisi
bargaining-nya dalam menghadapi pemilik modal asing.
C. Utang Luar Negri
Utang luar negeri memainkan peranan yang sangat penting untuk mendorong
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, baik sebagai sumber dana pada saat terjadinya laju
pertumbuhan ekonomi, baik sebagai sumber dana pada saat terjadinya pinjaman maupun
Utang Luar Negeri (ULN). Hutang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman
dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank,
ADB), pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima dapat
berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal
ataupun peralatan perang yang dibayar secra kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa
kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidangbidang tertentu yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.
Karena bantuan luar negeri banyak harus dibayar kembali maka umumnya disebut juga
utang luar negeri. Bank dunia mengklasifikasikan total utang kredit IMF. Utang jangka
pendek adalah utang dengan jatuh tempo satu tahun atau kurang. Utang jangka panjang
umumnya berjangka waktu lebih dari satu tahun. Penggunaan kredit IMF merupakan
kewajiban yang dapat dibeli kembali (repurchase obligations) atas semua penggunaan
fasilitas IMF.
Utang yang berjangka panjang dapat diperinci menurut jenis utangnya, yaitu utang
swasta yang tidak dijamin oleh pernerintah (public and publicly guaranteed debt). Utang
swasta yang non guaranteed debt adalah utang yang dilakukan oleh debitur swasta, di mana
utang tersebut tidak dijamin oleh institusi pernerintah. Di lain pihak, utang pernerintah
adalah utang yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, termasuk pernerintah pusat,
departemen, dan lembaga pernerintah yang otonom. Utang yang publicly guaranted
merupakan utang yang dilakukan oleh debitur swasta namun dijamin pembayaramiya oleh
suatu lembaga pemerintah. Bagi kebanyakan negara berkembang, jenis utang yang public
and publicly guaranteed yang perlu lebih mendapat perhatian karena apabila negara
berkembang tidak mampu membayar kembali utang tersebut maka pemerintah negara
tersebutlah yang menangung akibatnya.
Asal Hutang Luar Negeri
Utang yang tergolong public and publicly guaranted dapat diperinci menurut krediturnya.
Selama ini pihak kreditur (pihak yang memberikan utang) dapat berasal dari sumber resmi
maupun swasta. Utang luar negeri yang berasal dari sumber resmi dibagi menjadi :
1. Bilateral
Pinjaman bilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun
dalam bentuk barang atau jasa. yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang
berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga/badan keuangan yang
dibentuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian
pinjaman yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Dari segi jenisnya,
pinjaman/hibah bilateral dapat dibedakan dalam :
o Hibah (grant), yaitu penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun barang/jasa
yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah digunakan untuk pembiayaan proyek, namun
khusus hibah dalam bentuk devisa dapat digunakan untuk bantuan program. Hibah
yang diterima pemerintah saat ini berasal dari pemerintah Inggris, Australia, selandia
Baru dan Kanada.
o Pinjaman Lunak (soft loan), yaitu pinjaman yang disetujui oleh negara donor dengan
persyaratan Grant Element minimum dengan bunga pinjaman sebesar 3,5% atau
kurang, jangka waktu pengembalian 25 tahun atau lebih, termasuk tenggang waktu 7
tahun lebih. Pinjaman ini umumnya digunakan untuk pembiayaan proyek dan bantuan
program.Dalam praktiknya pinjaman lunak tersebut dapat diperoleh pula dari
gabungan antara pinjaman komersial atau fasilitas kredit ekspor dengan pinjaman
lunak. Yang terpenting gabungan dari sumber-sumber pinjaman tersebut akan
menghasilkan persyaratan pinjaman lunak sesuai dengan Inpres No. 8/1984. Bentuk
pinjaman ini disebut blending.
2.
Multilateral
Pinjaman miiltilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
maupun dalam bentuk barang/jasa yang diperoleh dari pemberian Pinjaman Luar Negeri
yang berasal dari lembaga keuangan internasional maupun regional dan biasanya Indonesia
merupakan anggota dari lembaga keuangan tersebut. Pinjaman setengah lunak, yaitu
pinjaman yang persyaratannya lebih mahal (lebih berat) dari pinjaman lunak tetapi masih
lebih lunak dari fasilitas kredit ekspor. Pinjaman bentuk ini pada umumna merupakan
gabungan dari pinjaman lunak dengan fasilitas :ekspor atau pinjaman komersial. Bentuk
pinjaman ini disebut Credit yang persyaratannya tidak mengikuti ODA terms and wis.
Pinjaman (Mixed Credit) ini yang pertama menawarkan Indonesia adalah negara Perancis,
kemudian diikuti oleh Negara Jerman (KFW) dan kernudian oleh negara Inggris. Pinjaman ini
dimanfaatkan Indonesia saat ini karena sejak Indonesia naik peringkatnya dari non
industrialized country menjadi semi industri country, pada akhir Repelita III sudah agak
sukar memperoleh pinjaman bersyarat lunak (ODA terms and Conditions).
Download