TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA A. Deskripsi Mata Kuliah Dalam perkuliahan dibahas pengertian morfologi dan hubungannya dengan cabang ilmu bahasa lain, istilah-istilah teknis dalam morfologi, prinsip pengenalan morfem, proses morfologi, morfofonemik, kelas kata, unsur langsung, dan praktik penelitian analisis morfologi. B. Manfaat Mata Kuliah Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian morfologi dan hubungannya dengan cabang ilmu bahasa lain, istilahistilah penting dalam morfologi, prinsip pengenalan morfem, proses morfologi, morfofonemik, kelas kata, dan unsur langsung. C. Standar Kompetensi Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian morfologi dan hubungannya dengan cabang ilmu bahasa lain, istilah-istilah penting dalam morfologi, prinsip pengenalan morfem, proses morfologi, morfofonemik, kelas kata, dan unsur langsung. D. Urutan Bahan Ajar Hakikat Morfologi Satuan Kajian Morfologi Kelas Kata Kata Majemuk (Kompositum) Pengenalan Morfem Pengulangan (Reduplikasi) Prosede Morfologis Imbuhan (Afiks) E. Petunjuk Belajar Mahasiswa hendaknya mebaca bahan ajar ini secara runtut mulai dari bab I sampai bab VIII, karena materi yang disajikan secara bertingkat. BAB II SATUAN KAJIAN MORFOLOGI A. Pendahuluan 1. Deskripsi Pada bab ini akan dibahas mengenai satuan kajian morfologi. Morfologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang pembetukan kata. Kata dibentuk oleh satuan kajian morfologi. Satuan kajian morfologi meliputi kata, klitik, morfem, dan leksem. 2. Relevansi Materi Materi satuan kajian morfologi memerlukan pemahaman mendalam dari materi sebelumnya yaitu hakikat morfologi. Selain itu, juga perlu menguasai mata kuliah fonologi dan linguistik umum yang menjadi dasar mata kuliah ini. 3. Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu membedakan antara kata, leksem, klitik, dan morfem. B. Penyajian 1. Uraian Materi 1.1 Kata Kata merupakan satuan pembentuk kalimat, yang dengan intonasi tertentu menjadi kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, atau eksklamatif. Kata dan kalimat dua satuan dasar yang saling mensyaratkan adanya. Tak ada kata tanpa kalimat dan tak ada kalimat tanpa kata. Maka kata yan dikaji oleh morfologi tak dapat dilepaskan dari keberadaannya dalam kalimat, bahkan kadang-kadang dalam konteks yang lebih luas dan konteks situasi. Kata menampakkan diri sebagai satuan fonemis, sekurangkurangnya satu fonem, yang memiliki stabilitas fonologis, yakni fonem dalam kata itu tak dapat ditambah atau dikurangi, dipertukarkan, atau diganti. Satuan fonemis itu memiliki makna leksikal. Makna leksikal (makna kata) itu ada yang beracuan (referensial) - ini dalah kata-kata kelas utama— ada yang tidak beracuan (nonreferensial) -ini adalah kata-kata tugas. Kata yang maknanya nonreferensial bukannya tak berkna; maknanya itu ada, hanya saja sifatnya fungsional, yaitu berkaitan dengan fungsi gramatikal sebagai penghubung kata-kata yang bermakna referensial. Kata juga merupakan satuan gramatikal (satuan dalam sistem tata bahasa), yaitu sebagai satuan paradigmatis dan satuan sitagmatis. Kata sebagai satuan paradigmatis merupakan satuan yang bersama-sama dengan kata lain tertata di dalam paradigmanya masing-masing. Kata-kata yang separadigma ditandai oleh terdaptnya pangkal yang sama. Kata sebagai satuan sintagmatis merupakan satuan yang tersusun secara linear bersama dengan satuan lain di dalam sintagma. Sintagma adalah satuan yang tersusundari dua satuan atau lebih secara linear (yang satu berberet di samping yang lain mengikuti garis horizoirtal^Kata sebagai satuan sintgamatis ditandai oleh mobilitas sintagmatisnya, yaitu sekurang-kurangnya satu dari empat gejala berikut: (1) dapat disendirikan, (2) dapat digantikan posisinya oleh yang lain, (3) dapat dipisahkan oleh satuan lain, dan (4) letaknya di dalam deretan bisa berbeda-beda. 1.2. Klitik Ada satuan yang memiliki makna leksikal, tetapi tak bisa disendirikan atau selalu melekat pada satuan lain. Satuan ini disebut klitik. Oleh adanya makna leksikal, klitik termasuk kata, oleh ketakmandiriannya klitik ini mirip morfem afiks, bedanya morfem afiks secara sendirian tak mempunyai makna. Karena ketakmandhiannya itulah dahulu, dalam tata bahasa lama, klitik dimasukkan sebagai afiks. Namun, sekarang dikeluarkan dari daftar afiks karena klitik memiliki makna leksikal. 1.3 Morfem Wujud morfem ada beberapa, namun morfem dikenali lantaran kata, Pertama, morfem sebagai abstraksi kata tunggal (monomorfemis), contoh kata meja morfemnya {meja} (kurung kurawa merupakan tanda untuk morfen). Kedua, morfem sebagai abstraksi dari sejumlah moi/atau alomorf (satuan gramatikal yang bentuk fonemisnya berbeda, namun menyatakan ciri makna yang sama). Contohnya, ber-, be- dan bel- pada berbaris, bekerja, belajar adalah tiga morf yang menyatakan ciri makna yang sama yaitu 'melakukan perbuatan berlangsung lama (tak momentan). Ketiga, morfem merupakan bagian kata, yaitu dasar kata yang selalu ditemukan dalam paradigma, dan satuan pembentuk yang berbeda-beda yang melekat pada dasar kata pada paradigma. Dasar kata itu disebut morfem leksikal. sedangkan morfem pembentuk disebut morfem gramatikal. Contoh, berbaju, baju-bajuan, baju-baju. Morfem leksikahiya adalah {baju}, sedangkan morfem gramatikalnya {her-}, {kombinasi perulangan (reduplikasi) dan-an}, dan {reduplikasi}. Morfem {baju} merupakan morfem bebas, berpotensi tampil sebagai kata (karena ada kata baju), sedangkan morfem gramatikal meru£akan morfem terikat (selalu terikat pada mrfem leksikal). Perlu diingat baju pada berbaju bukan kata dasar, melainkan morfem dasar. Lagi pula tidak semua morfem dasar bersifat bebas. Sejumlah morfem dasar bersifat terikat, tfdak berpotensi tampil sebagai kata, Misalnya, -juang, -temu,dan -papas tak berpotensi tampil sebagai kata. Sebagai morfem pembentuk, morfem gramatikal jumlahnya terbatas, tetapi jangkauannya luas; dapat melekat pada banyak morfem leksikal. Sebaliknya, morfem leksikal jumlahnya tak terbatas, tetapi jangkauannya terbatas; hanya dapat melekat pada morfem gramatikal tertentu. Misalnya, morfem gramatikal ber- dapat melekat pada banyak morfem leksikal, tetapi morfem baju hanya dapat terbentuk menjadi tiga kata saja, yaitu her baju, baju-bajuan, dan baju-baju. 1.4. Leksem Satuan lain yang berperanan dalam kajian morfologi adalah leksem. Leksem berbeda dengan kata, karena kata merupakan satuan leksikal yang nyata digunakan dalam kalimat, sedangkan leksem merupakan satuan leksikal yang abstrak, yang merupakan abstraksi dari sejumlah kata yang bentuk gramatikalnya berbeda, tetapi makna leksikalnya sama. Contoh, jalan dan berjalan dalam konteks kalimat Soya tadi - dari sana. makna leksikalnya sama, sedangkan bentuk gramatikalnya berbeda sehingga dapat diabstraksikan sebagai satu satuan leksikal saja, yaitu yaitu leksem JALAN. Leksem ditandai dengan bentuk kata yang paling sederhana yang ditulis dengan huruf kapital agar berbeda dengan penulisan kata. Pembicaraan leksem ini diperlukan dalam kajian morfologi untuk menentukan apakah suatu prosede morfologis infleksional atau derivasional. 2. Latihan Soal a. Terangkan identitas satuan yang berupa kata! Beri contoh identifikasi kata! b. Terangkan bahwa kata majemuk (kompositum) memenuhi persyaratan sebagai sebuah kata, sedangkan frase tidak. c. Apa persamaan antara klitik dan morfem afiks? Apa sebab klitik patut dikeluarkan dari daftar afiks? d. Samakah kata dengan morfem bebas? Apa alasannya? e. Bagaimana morfem bisa kita kenali? Sebagai apa? Beri contoh! 3. Rangkuman Kata adalah satuan fonemis yang bermakna leksikal, yang memiliki stabilitas fonologis dan mobilitas sintagmatis, memiliki valensi morfologis yang memungkinkan kata itu bersama-sama dengan kata turunannya berada dalam paradigmanya masing-masing. Kata juga memiliki valensi sintaktis yang memungkinkan kata itu bergabung dengan kata lain secara linear, yang satu di samping yang lain, di dalam sintagma. Satuan leksikal yang lain adalah klitik. Satuan ini memiliki makna leksikal, tetapi bersifat tak mandiri, selalu terikat pada satuan leksikal lain, seperti morfem afiks. Jadi, klitik tidak termasuk golongan afiks, sebab klitik memiliki makna leksikal, sedangkan afiks tidak-Letaknya bisa di depan atau di belakang satuan yang dilekatinya, klitik yang berada di depan disebut proklitik, sedangkan yang di belakang disebut enklitik. Morfem bisa dikenali lantaran kata. Morfem itu mungkin berupa (1) abstraksi kata monomorfemis, misalnya {gula}, (2) abstraksi sejumlah morf atau alomorf, misalnya morf em /ber-} mencakupi alomorf her-, be-, dan bel, (3) bagian kata yang dapat dikenali kalau kata-kata separadigma dioposisikan, seperti pada baju : berbaju : baju-baju : baju-bajuan. Dari oposisi ini ditemukan morfem leksikal {baju} dan morfem gramatikal ber-, reduplikasi, dan reduplikasi berkombinasi dengan -an. Morfem leksikal tak selalu morfem bebas, ada yang morfem terikat, seperti juang dan temu. Susunan morfem dalam kata dalam kajian morfologi dimanfaatkan untuk memformulasikan bentuk kategori morfologis beserta makna grarnatikalnya, misalnya kategori ber-D 'mempunyai/memakai sesuatu yang tersebut pada pangkal' untuk kata-kata seperti berbaju, bertopi, bercelana, bersepatu, dan berjaket. Dari contoh ini tampak bahwa bentuk dan makna gramatikal adalah pola gramatikal dan pola semantis yang memungkinkan terbentuknya kata berkategoti sama. Leksem adalah satuan leksikal yang merupakan abstraksi dari dari sejumlah kata yang bentuk gramatikalnya sama, tetapi makna leksikalnya sama. Untuk menyebut leksem digunakan kata yang paling sederhana, ditulis dengan huruf kapital (agar tampak bedanya dengan penulisan kata). Contoh, dari verbaya/an dan berjalan dapat diperoleh leksem JALAN. Leksem di dalam kajian morfologi untuk menentukan apakah prosede morfologis pembentuk deretan kata itu termasuk derivasi atau infleksi. Dengan leksem itu pula dapat ditentukan urut-urutan prosede morfologis sejumlah kata secara tepat. Misalnya, dari paradigma tulisi, menulisi, ditulisi, tertulisi (leksemnya TULISI), dapat ditentukan bahwa kata-kata itu pangkalnya tulisi, sebingga kata menulisi, ditulisi, dan tertulisi tidak berpangkal menulis, ditulis, tertulis yang kemudian dibubuhi akhiran -i, melainkan -i itu melekat pada tulis dulu, baru kemudian secara bergantiganti mendapai awalan meng-, di-, dan ter-. DAFTAR PUSTAKA Kridalaksana, Harimurti. 2002. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Utama. _________. 2000. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Ramlan, M. 2005. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono _________. 2008. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset