PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK UNTUK MENINGKATKAN KOLESTEROL HDL PADA PASIEN RAWAT JALAN DI POLI JANTUNG RSUD TUGUREJO DISUSUN OLEH : NANGIMUL MUKMINAH NIP. 19790811 201101 2 003 Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kenaikan Jabatan Fungsional Unsur Penilaian Pengembangan Profesi PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO Jl. Raya Walisongo KM 8,5 No 137 Semarang DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. 1 DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 3 A. Latar Belakang ............................................................................................................. 3 B. Tujuan .......................................................................................................................... 5 C. Manfaat ........................................................................................................................ 5 BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................................. 6 A. Profil Lipid Darah.......................................................................................................... 6 B. Aktivitas Fisik….………………................................................................................... 9 BAB III PEMBAHASAN/ ANALISIS ................................................................................. 14 A. Peningkatan Aktivitas Terhadap Peningkatan Kolesterol HDL.................................. 14 B. Penerapan Peningkatan Aktivitas Fisik Yang Dilakukan di Poli Jantung.................... 16 BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 18 A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18 B. Saran ............................................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 19 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) dengan berbagai komplikasi yang terjadi akan menurunkan kualitas hidup penderitanya yang semula mampu menjalankan pekerjaan dengan maksimal harus melakukan pekerjaan yang lebih ringan atau bahkan berhenti bekerja, sehingga akan menimbulkan masalah baru dalam sosioal ekonomi keluarga, belum lagi penderita harus berobat rutin yang tentunya dengan biaya yang tidak murah. Hal ini membuat masyarakat secara berlebihan, berusaha mencari cara untuk mencegah ataupun mengobati penyakit ini (Fathoni, 2011). Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian peringkat pertama di dunia, dan menyebabkan sepertiga dari semua kematian secara global. Total kematian global yang diakibatkan penyakit kardiovaskular mencapai 16,7 juta dan 7,2 juta kematian diantaranya disebabkan oleh PJK (Mackay & Mensah, 2014). PJK merupakan penyakit pembunuh nomor satu di Amerika Serikat (AS) dan seluruh dunia, sekitar 38% orang yang mengalami kejadian koroner akut akan meninggal pada tahun yang sama. Prevalensi PJK terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. PJK menyumbang lebih dari 450.000 kematian di AS pada tahun 2004. Beban PJK di AS sangat besar, lebih dari 13 juta orang yang terkena (Capewell, et al, 2010). Terjadinya PJK tidak bisa lepas dari proses-proses yang membuat pembuluh darah koroner menyempit. Aterosklerosis sebenarnya normal terjadi pada semua orang seiring dengan bertambahnya usia, hanya saja bagaimana kecepatan penyempitan tersebut berbeda-beda. Kolesterol merupakan jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis (Brown, 2006). Kadar kolesterol yang tinggi merupakan 56% faktor yang berkontribusi besar dalam penyebab terjadinya PJK (Mackay, 2014). Kolesterol dalam darah diedarkan oleh lipoprotein, diantaranya ada dua jenis lipoprotein utama, yaitu Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL). Konsekuensi hiperlipidemia yang paling penting adalah peningkatan kolesterol serum, terutama peningkatan LDL yang merupakan predisposisi terjadinya aterosklerosis serta meningkatnya risiko terjadinya PJK. Sedangkan HDL bersifat protektif terhadap 3 kemungkinan pengendapan aterosklerosis. Hasil studi menunjukkan konsentrasi tinggi kolesterol HDL dalam sirkulasi membantu mencegah PJK( Fathoni, 2011). Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan lemak dalam darah. Kadar kolesterol total dalam darah tidak boleh lebih dari 240 mg/dL. Prevalensi tahun 2013-2014 adalah 15,5% dan tahun 2018-2019 adalah 19,4% (Roth, et al, 2020). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 melaporkan bahwa prevalensi hiperkolesterolemia sebesar 26,1% pada laki-laki dan 25,9% pada wanita (Dinkespemprovjateng, 2017). Dislipidemia adalah salah satu dari 5 faktor risiko utama yang menyebabkan penyakit jantung. Sementara proporsi pasien dislipidemia adalah rendah pada kelompok usia muda (20,9% pada pria dan 39,8% pada pasien wanita sampai usia 20 tahun) mencapai puncaknya pada kelompok usia 61 - 70 tahun pada kedua jenis kelamin dengan penurunan bertahap setelah itu (SteinhagenThiessen, et al, 2008). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki atau merubah faktor risiko PJK yang disebabkan oleh profil lipid darah yang abnormal yaitu dengan melakukan aktifitas fisik yang tepat, mengatur pola dan asupan makanan yang mengandung lemak dan serat, menurunkan berat badan yang berlebihan, serta berhenti merokok. Aktifitas fisik yang tinggi misalnya olahraga dan aktifitas fisik tinggi lainnya dapat memperbaiki profil lipid darah yang abnormal. Aktifitas fisik yang tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan trigliserida, bahkan dapat memperbaiki kadar HDL kolesterol darah yang sulit untuk dinaikkan. Disamping itu, berbagai faktor resiko PJK lainnya seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus dapat diturunkan dengan menjalankan olah raga dan aktifitas fisik lainnya yang tepat takaran, durasi dan frekwensinya (Anwar, 2014). Poli Jantung RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu unit layanan kesehatan yang memberikan asuhan pada pasien dengan masalah kesehatan jantung. Sebagian besar pasien yang kontrol pasca menerima perawatan inap di ruangan dan pasien yang melakukan control rutin merupakan pasien dengan penyakit jantung coroner. Salah satu upaya yang diberikan pada pasien dalam menangani masalah jantung coroner di Poli Jantung RSUD Tugurejo adalah dengan meningkatkan kadar HDL pasien. Metode yang paling sering digunakan dan dijadikan materi edukasi dalam upaya peningkatan kolesterol HDL adalah peningkatan aktivitas yang ideal bagi pasien. 4 B. Tujuan 1. Tujuan Umum Menjelaskan pelaksanaan peningkatan aktivitas fisik untuk meningkatkan kolesterol HDL pasien rawat jalan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. 2. Tujuan Khusus a. Menjelaskan konsep teori peningkatan aktivitas untuk meningkatkan kolesterol HDL pasien rawat jalan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. b. Menjelaskan pelaksanaan penerapan peningkatan aktivitas fisik yang dilakukan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan kolesterol HDL pasien rawat jalan. C. Manfaat 1. Bagi Penulis Meningkatkan upaya penulis dalam memberikan asuhan dan layanan yang paripurna khususnya pada pasien PJK dengan peningkatan aktivitas fisik yang ideal untuk peningkatan HDL di Poli Jantung RSUD Tugurejo. 2. Bagi Institusi Direksi dan manajemen rumah sakit akan mendapatkan saran dan masukan terkait peningkatan mutu layanan rumah sakit, khususnya yang terkait masalah pelayanan pasien jantung. 3. Bagi Pasien Mendapatkan mutu pelayanan yang makin paripurna, dengan meningkatnya kadar HDL melalui peningkatan aktivitas fisik yang sesuai. 4. Bagi Profesi Meningkatkan mutu layanan asuhan yang berkualitas dalam peran koloborasi dengan medis dalam pelayanan asuhan keperawatan pasien dengan masalah penyakit jantung. 5 BAB II TINJAUAN TEORI A. Profil Lipid Darah Profil lipid adalah unsur-unsur lemak dalam plasma yang terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Tiga unsur yang pertama berkaitan dengan protein tertentu (Apoprotein) membentuk lipoprotein (). Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterosklerosis. Karena lipid tidak larut dalam plasma, lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam serum . 1. Lipid dan Lipoprotein Di dalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein (Muryanti, 2010). Tiga unsur lemak yang pertama berikatan dengan protein tertentu membentuk lipoprotein dan unsur lemak yang terakhir berikatan dengan albumin. Kolesterol diangkut sebagai bagian dari struktur yang bernama lipoprotein (Aderson, 2005). Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas dan ester), trigliserida, fosfolipid dan apoprotein. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak, dan komposisi apoprotein. Dengan menggunakan ultrasentrifus, pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu high density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), intermediate density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), lipoprotein a kecil (Lp a) dan kilomikron (Muryanti, 2010). 2. Jenis – Jenis Lipoprotein Ada beberapa jenis lipoprotein dalam plasma yaitu : a. Kolesterol total Kolesterol adalah sejenis lipoprotein yang mengalir dalam darah, berfungsi sebagai komponen stabilitas membran sel dan sebagai prekursor garam empedu serta hormon steroid. Pada umumnya, kolesterol berasal dari lemak hewani, seperti daging, telur, hati dan lain 6 – lain. Ada juga kolesterol yang berasal dari lemak nabati seperti dan minyak kelapa.20 Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol didalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu disatu sisi diperlukan dan disisi lain dapat membahayakan bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak dalam darah (Marsk, 2010). Kadar kolesterol total dalam plasma dipengaruhi oleh kadar HDL, LDL, dan trigliserida. menggambarkan Interaksi keadaan risiko antar komponen tersebut seseorang terhadap penyakit kardiovaskular atau tidak.21 Kadar kolesterol dalam darah selalu berubah ubah setiap waktu, meskipun perubahannya tidak terlalu seberapa. Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, terutama faktor genetik, umur, seks, dan lingkungan. Kadar kolesterol cendrung maningkat pada orang – orang gemuk, kurang melakukan aktifitas fisik, stres dan perokok berat. Konsumsi makanan yang yang terlalu banyak mengandung lemak, kolesterol dan rendah serat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kadar kolesterol total darah. Ekskresi kolesterol ke kolon melalui asam empedu terlalu sedikit serta produksi kolesterol endogen yang banyak juga mempengaruhi kadar kolesterol total dalam darah (Almatsier, 2012). b. HDL (High Density Lipoprotein) HDL mengandung protein dalam jumlah yang lebih tinggi dan presentase triasilgliserolnya lebih rendah dari pada lipoprotein lainnya. Dengan demikian HDL merupakan partikel yang paling tinggi densitasnya.19 HDL mempunyai ukuran paling kecil dan densitas paling besar. HDL dapat mencegah terjadinya pengumpulan lipid di pembuluh darah. HDL akan menyedot timbunan kolesterol dalam jaringan lalu membuangnya kedalam empedu (Aderson, 2005). Peningkatan kadar HDL adalah indikator penting dalam menentukan penurunan risiko PJK.25 HDL kolesterol dianggap sebagai kolesterol yang baik karena kolesterol berperan dalam mengangkut kolesterol yang masih tinggal di dinding pembuluh darah kembali ke dalam hati (Hartono, 2008). HDL bersifat protektif terhadap kemungkinan terjadinya arteriosklerosis. Bila kadar HDL dalam darah rendah maka resiko terhadap penyakit kardiovaskuler pun meningkat, 7 demikian pula sebaliknya. Walaupun sebagian besar kolesterol dalam darah dibawa oleh LDL, jumlah sedikit yang dibawa HDL cukup berarti. Oleh karena itu sangat penting kadar kolesterol HDL dalam darah diperiksa, terutama bila seseorang memiliki sejarah keluarga yang memiliki dislipidemia. HDL kolesterol yang bersifat menguntungkan dan melindungi tersebut harus dipertahankan dalam kadar yang ideal yaitu ≥ 60 mg/ dl, sebagai upaya preventif terhadap kejadian arteriosklerosis. untuk menilai tinggi rendahnya kadar HDL digunakan angka standar dari NCEP (Almatsier, 2012). c. LDL (High Density Lipoprotein) LDL mengandung paling banyak kolesterol dari semua lipoprotein dan merupakan pengirim kolesterol utama dalam darah.6 Sel-sel tubuh memerlukan kolesterol untuk bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesterol dari LDL. Walaupun demikian jumlah kolesterol yang bisa diserap oleh sebuah sel ada batasannya. Oleh karena itu makin banyak lemak jenuh atau makan makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi akan mengakibatkan kadar kolesterol dalam darah tinggi (Hartono, 2008). LDL-kolesterol sering disebut sebagai kolesterol jahat karena jenis ini membawa kolesterol dari dalam hati dan melepaskannya pada dinding pembuluh darah.26 LDL kolesterol sering dianggap sebagai indikator dalam pemeriksaan penyakit degeneratif karena LDL kolesterol banyak mengandung kolesterol. Pengukuran kadarnya dalam darah dapat membantu dugaan adanya risiko gangguan kardiovaskuler. Kadar LDL di dalam darah dianggap penting dalam hubungannya dengan terbentuknya plak pada arteri. Manfaat lain memeriksakan kadar LDL dalam darah adalah mengevaluasi lebih lanjut apakah total kolesterol pada ambang batas tinggi disebabkan karena LDL yang tinggi atau karena HDL yang tinggi. Untuk menilai tinggi rendahnya kadar LDL dalam darah, umumnya kita membandingkan dengan angka standard dari NCEP (Almatsier, 2012). 8 d. VLDL (High Density Lipoprotein) Jenis lipoprotein yang mengandung lipid yang tinggi. VLDL yang membawa sebagian besar trigliserida dalam darah. Pada proses selanjutnya sebagian VLDL akan berubah menjadi LDL (Almatsier, 2012). e. Trigliserida Trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang mengikat gugus asam lemak. Trigliserida merupakan jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah. Trigliserida dalam tubuh berasal dari lemak lemak makanan atau dari hasil perubahan unsur – unsur energi yang berlebihan di dalam tubuh.26 Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah seperti kegemukan, makan lemak, makan gula biasa dan minum alkohol.6 Penelitian para ahli menegaskan bahwa peningkatan kadar trigliserida dalam darah merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit kardiovaskuler. Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan peningkatan LDL Kolesterol dan penurunan HDL Kolesterol(Almatsier, 2012). B. Aktifitas Fisik 1. Pengertian aktivitas fisik Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas fisik diantaranya menurut (Almatsier, 2012) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2008). Sebagian besar penderita sindrom metabolik mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Latihan fisik yang teratur merupakan intervensi yang sangat penting karena mengurangi faktor risiko CHD, termasuk meningkatkan HDL, mneurunkan kadar LDL dan VDL, mengurangi obesitas, 9 menurunkan tekanan darah, menurunkan resistensi insulin, mengurangi stress dan meningkatkan latihan kardiovaskuler (Adriaus, 2010). 2. Jenis – jenis aktivitas fisik Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas fisik yang sesuai untuk remaja sebagai berikut: a. Kegiatan ringan: hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh: berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main playstation, main komputer, belajar di rumah, nongkrong. b. Kegiatan sedang: membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik, jalan cepat. c. Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh: berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond. 3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik bagi remaja yang kegemukan atau obesitas, berikut ini beberapa faktor tersebut: a. Umur Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai seJANTUNGhnya. b. Jenis kelamin Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar. 10 c. Pola makan Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktifitas, karena bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah raga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktifitas sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang akan di konsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan secara maksimal. d. Penyakit/ kelainan pada tubuh Berpengaruh terhadap kapasitas jantung JANTUNG, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di atas akan mempengaruhi Penyakit/ kelainan pada tubuh Berpengaruh terhadap kapasitas jantung JANTUNG, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktifitas yang akan di lakukan. Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak di perbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat. 4. Pengukuran aktivitas fisik Pengukuran aktivitas fisik bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu: a. Metode IPAQ Metode Internasional Physical Acitivity Questionnare (IPAQ), pengukuran aktivitas fisik ini menurut IPAQ di dasarkan atas banyaknya energi yangdikeluarkan tubuh dalam melakukan seluruh kegiatan fisik dalam sehari. Sebagai standar adalah banyaknya energi yang dikeluarkan oleh tubuh dalam keadaan istirahat yang dinyatakan dalam satuan MET, dimana 1 MET adalah energi yang dikeluarkan per menit/kg BB orang dewasa (1 MET = 1,2 kkal/menit). Adapun kategori aktivitas fisik menurut IPAQ adalah: 1) Aktivitas Ringan (kategori 1) Dikatakan aktivitas ringan jika tidak melakukan aktivitas fisik atau aktivitas yang memenuhi kategori 2 dan 3. 11 2) Aktivitas Sedang (kategori 2) a) ≥ 3 hari melakukan aktivitas fisik berat > 20 menit/hari b) ≥ 5 hari aktivitas sedang/berjalan > 30 menit/har c) i≥ 5 hari kombinasi berjalan, intensitas sedang, aktivitas berat minimal > 600 MET-min/minggu 3) Aktivitas Berat (kategori 3) a) Aktivitas berat > 3 hari dan dijumlahkan > 1500 MET – min/minggu b) ≥ 7 hari kombinasi dan berjalan, intensitas sedang/berat minimal > 3000 MET – min/minggu. Kelebihan dari metode IPAQ yaitu aktivitas fisik dikategorikan dengan sederhana sehingga memudahkan petugas untuk menggolongkan total aktivitas fisik yang dilakukan responden dalam sehari, sedangkan kekuranagn dari metode IPAQ yaitu hanya dapat dipergunakan untuk menentukan aktivitas fisik untuk umur 17 – 59 tahun (IPAQ dalam Rahayu, 2014). b. REE (Resting Energy Expenditure) dan energi yang dikeluarkan dalam kkal/min Sumbangan aktivitas fisik untuk TEE (Total Energy Expenditure) tidak tetap. TEE yang diberikan untuk penderita cacat 10%, sedangkan TEE untuk atlet 50%. Energi yang dikeluarkan setipa individu berubah – ubah tergantung dari ukuran dan kebiasaan individu untuk bergerak atau melakukan aktivitas fisik. Tingkat kemampuan energi yang deluarkan juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kerja otot. REE adalah energi yang dikeluarkan saat istirahat, untuk menghitung REE yang dikeluarkan terdapat pada lampiran, dapat menggunakan rumus Harris and Benedict yang dapat digunakan untuk semua golongan umur dengan rumus sebagai berikut: Wanita : REE (kkal)= 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB)–(4,68 x U) Pria : REE (kkal)= 66,5 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,78 x U) Menurut Kathen dan Marian (1992) kategori aktivitas fisik berdasarkan energi dikalikan REE dapat diuraikan sebagai beikut: 1) Sangat ringan : REE x 1,5 s/d 2,5 (kal) 2) Ringan : REE x 2,6 s/d 4,9 (kal) 3) Sedang : REE x 5,0 s/d 7,4 (kal) 4) Berat : REE x 7,5 s/d 12,0 (kal) Kategori aktivitas fisik secara umum yang dikalikan dengan REE yaitu 12 saat energi dikeluarkan (kal) dan besarnya energi yang dikeluarkan dalam kkal/min untuk masing-masing kategori aktivitas fisik dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan untuk mengetahui besarnya kalori yang dikeluarkan selama melakukan bermacammacam aktivitas fisik dapat dilihat pada lampiran. Kelebihan dari REE dan energi yang dikeluarkan dalam kkal/min yaitu dapat dipergunakan untuk menentukan total aktiviats fisik dalam sehari, sedangkan kekurangan dari REE dan energi yang dikeluarkan dalam kkal/min yaitu banyaknya kategori aktivitas fisik sehingga membuat petugas susah dalam menggolongkan total aktivitas sik yang dilakukan responden dalam sehari (Almatsier, 2012). 13 BAB III PEMBAHASAN / ANALISIS A. Peningkatan Aktivitas Terhadap Peningkatan Kolesterol HDL. Aktifitas fisik yang tinggi seperti olahraga dan aktifitas fisik tinggi lainnya dapat memperbaiki profil lipid darah yang abnormal. Aktifitas fisik yang tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan trigliserida, bahkan dapat memperbaiki kadar HDL kolesterol darah yang sulit untuk dinaikkan. Melakukan aktifitas fisik yang tepat jumlah dan frekuensinya dapat meningkatkan pembakaran lemak dan kolesterol dalam tubuh, sehingga dapat menurunkan kadar LDL, dan meningkatkan kadar HDL dalam darah, dimana LDL dan HDL ini berperan penting dalam memicu timbulnya arterosklerosis (Almatsier, 2012). Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot – otot rangka yang dihasilkan sebagai suatu pengeluaran tenaga (dinyatakan sebagai kilo kalori). Meliputi pekerjaan, waktu senggang, dan aktifitas sehari – hari. Aktifitas tersebut memerlukan usaha ringan, sedang, dan berat dapat menyebabkan perbaikan kadar lipid yang tidak normal bila dilakukan secara teratur . Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot – otot rangka yang dihasilkan sebagai suatu pengeluaran tenaga (dinyatakan sebagai kilo kalori). Meliputi pekerjaan, waktu senggang, dan aktifitas sehari – hari. Aktifitas tersebut memerlukan usaha ringan, sedang, dan berat dapat menyebabkan perbaikan kadar lipid yang tidak normal bila dilakukan secara teratur (Hartono, 2008). Lamanya latihan dalam melakukan aktifitas fisik positif berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol HDL pada laki-laki, sedangkan pada wanita hubungan antara lamanya latihan dengan peningkatan kadar HDL belum jelas diketahui. Respons kadar kolesterol HDL berbeda untuk setiap individu tergantung pada intensitas, lama dan frekwensi aktifitas fisik, kondisi awal kolesterol dan panjangnya periode dalam melakukan aktifitas fisik (Jos, 2002). Volume latihan minimal diperkirakan pada pengeluran energi sebanyak 900 kcal seminggu atau 120 menit dari total panjang latihan selama seminggu. Setiap peningkatan lamanya aktifitas 10 menit sama dengan peningkatan kadar HDL kurang lebih 1,4 mg/dL (0,036 mmol/L) (Hartono, 2008). Aktifitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, 14 lingkungan sosial, dan lingkungan fisik memengaruhi tingkat aktivitas fisik yang berbeda tiap individu. Intervensi klinis dapat mempengaruhi faktorfaktor tersebut dan pelayanan medis memegang peranan penting dalam meningkatkan aktifitas fisik. Respons kadar HDL di dalam darah yang berbeda untuk setiap individu tergantung pada intensitas, lama dan frekwensi aktifitas fisik, kondisi awal kolesterol dan panjangnya periode dalam melakukan aktifitas fisik, menunjukan bagaiman pengaruhnya terhadap hubungan aktifitas fisik dengan rasio LDL/HDL. Ringan ataupun berat aktifitas fisik seseorang, umumnya banyak dipengaruhi oleh aktor internal seperti gaya hidup, karakteristik individu termasuk intervensi klinis dan faktor external seperti lingkungan sosial, dan lingkungan fisik (Ainil, 2014). Hubungan antara aktifitas fisik pengisi waktu kosong dengan kejadian PJK yang pertama dan angka kematian, sudah diteliti diantara 12.138 orang pria separuh baya yang ikut berpatisipasi dalam studi ini. Dari hasil penelitian tersebut, memperlihatkan bahwa konsentrasi kolesterol HDL diantara orang-orang yang melakukan aktifitas fisik rata-rata menit perharinya, latihan lebih tinggi memiliki konsentrasi kolesterol HDL sedikit lebih tinggi dari pada orang yang aktifitas fisiknya rata-rata menit perharinya lebih rendah (P<0,5)(Jos, 2002). Studi lain menunjukan bahwa orang dewasa yang berjalan lebih dua setengan jam per minggu memiliki ola plasma lipid yang lebih baik. Pengukuran aktifitas fisik dapat dilakukan dengan menggunakan Baecke Physical Activity Scale atau yang lebih dikenal dengan Indeks Baecke (Ainil, 2014). 15 B. Penerapan Peningkatan Aktivitas Fisik Yang Dilakukan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan kolesterol HDL Pasien Rawat Jalan Poli Jantung RSUD Tugurejo Semarang merupakan salah satu unit layanan rawat jalan di RSUD Tugurejo yang memberikan pelayanan pada pasien dengan masalah kesehatan jantung. Sebagian besar pasien yang dating ke Poli Jantung RSJD Tugurejo merupakan pasien yang telah mendapat perawatan di ruang rawat inap sebelumnya. Sebagian besar pasien yang datang memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya. Penyakit jantung coroner masih menjadi kasus terbanyak pada pasien yang datang kre Poli Jantung RSUD Tugurejo. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan 56% faktor yang berkontribusi besar dalam penyebab terjadinya PJK (Mackay, 2014). Kolesterol dalam darah diedarkan oleh lipoprotein, diantaranya ada dua jenis lipoprotein utama, yaitu Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL). Konsekuensi hiperlipidemia yang paling penting adalah peningkatan kolesterol serum, terutama peningkatan LDL yang merupakan predisposisi terjadinya aterosklerosis serta meningkatnya risiko terjadinya PJK. Sedangkan HDL bersifat protektif terhadap kemungkinan pengendapan aterosklerosis. Hasil studi menunjukkan konsentrasi tinggi kolesterol HDL dalam sirkulasi membantu mencegah PJK (Fathoni, 2011). Poli jantung RSUD Tugurejo memberikan salah satu edukasi kesehatan pada pasien agar meningkatkan kadar kolesterol HDL sebagai upaya dalam mengatasi penyakit jantung coroner yang dialami pasien. Rasio kadar kolesterol total terhadap HDL adalah perbandingan antara kadar kolesterol total dengan HDL, diperoleh dengan membagi nilai total kolesterol total dengan nilai kolesterol HDL. Sebagai contoh, Jika kadar kolesterol total 250 mg/dL dibandingkan dengan kadar HDL 50 mg/dL akan menjadi rasio 250 banding 50 atau 5:1 (Mackay, 2014). Rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL merupakan prediktor kuat dari risiko PJK. Rasio kolesterol total terhadap HDL berkorelasi positif dengan risiko PJK, penting diperhatikan karena nilainya lebih bermakna terhadap kemungkinan risiko terjadinya PJK. Rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL memberikan informasi lebih lanjut tentang risiko penyakit jantung dari pada tingkat total kolesterol saja (Capewell, 2010). Berdasarkan hal tersebut, petugas di Poli Jantung RSUD Tugurejo selalu memberi motivasi agar para pasien dapat meningkatkan kadar HDL dalam darah. Namun menurunkan kadar LDL dan kolesterol total pasien 16 Salah satu upaya yang dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan kadar HDL dalam darah adalah dengan melakukan peningkatan aktivitas fisik yang ideal. Peningkatan aktivitas fisik tentu tidak dilakukan sembarangan, namun dengan proporsi yang tepat. Dokter spesialis jantung selaku dokter penanggungjawab pasien akan memberikan proporsi latihan aktivitas yang tepat untuk pasien berdasarkan kemampuan dan kompensasi tubuh pasien yang tentu berbeda satu sama lainnya. Menurut hasil penelitian melakukan latihan fisik aerobik yang rutin dan teratur pada overweght dapat meningkatkan kadar HDL,namun jumlah diperlukan belum diketahui secara pasti. Jika kadar HDL mengalami peningkatan, itu sangat baik bagi tubuh karena menurut penelitian yang ada peningkatan kadar HDL dapat menghindarkan kita dari resiko penyakit Kardiovaskular. Karena kita tahu bersama bahwa kolesterol HDL ini dikenal dengan kolesterol baik yang terbentuk didalam hati dan usus kecil, yang kemudian dilepaskan kedalam aliran darah (Ainil, 2014). Latihan fisik dapat meningkatkan konsentrasi HDL dalam darah, namun jumlah latihan fisik yang diperlukan untuk menaikkan kadar HDL belum diketahui secara pasti. Aktivitas fisik serta sesi latihan tunggal, positif dapat mengubah metabolisme kolesterol. Dalam penelitian ini latikan fisik terlibat dalam meningkatkan produksi dan tindakan dari beberapa enzim yang berfungsi untuk meningkatkan sistem transportasi kolesterol (Jos, 2002). Para petugas di Poli Jantung RSUD Tugurejo selalu memberikan edukasi dan terus memotivasi para pasien yang datang untuk dapat meningkatkan aktivitas fisik dan latihan sesuai batasan yang dimiliki pasien. Pasien juga tidak boleh terlalu lelah dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Kontinuitas dan progresif merupakan prinsip peningkatan aktivitas latihan yang selalu diedukasi oleh petugas agar pasien dapat meningkatkan kadar HDL dalam darahnya. Diit yang tepat dan konsumsi serat yang seimbang juga menjadi aspek yang selalu disertakan dalam upaya peningkatan aktivitas pasien yang menjadi bahan penyampaian perawat di Poli Jantung RSUD Tugurejo Semarang. 17 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Aktifitas fisik yang tinggi seperti olahraga dan aktifitas fisik tinggi lainnya dapat memperbaiki profil lipid darah yang abnormal. Aktifitas fisik yang tinggi dapat memperbaiki kadar HDL kolesterol darah yang sulit untuk dinaikkan. 2. Poli jantung RSUD Tugurejo memberikan salah satu edukasi kesehatan pada pasien agar meningkatkan kadar kolesterol HDL sebagai upaya dalam mengatasi penyakit jantung coroner yang dialami pasien. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan kadar HDL dalam darah adalah dengan melakukan peningkatan aktivitas fisik yang ideal. Peningkatan aktivitas fisik tentu tidak dilakukan sembarangan, namun dengan proporsi yang tepat. Dokter spesialis jantung selaku dokter penanggungjawab pasien akan memberikan proporsi latihan aktivitas yang tepat untuk pasien. 3. Para petugas di Poli Jantung RSUD Tugurejo selalu memberikan edukasi dan terus memotivasi para pasien yang datang untuk dapat meningkatkan aktivitas fisik dan latihan sesuai batasan yang dimiliki pasien. Pasien juga tidak boleh terlalu lelah dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Kontinuitas dan progresif merupakan prinsip peningkatan aktivitas latihan yang selalu diedukasi oleh petugas agar pasien dapat meningkatkan kadar HDL dalam darahnya. Diit yang tepat dan konsumsi serat yang seimbang juga menjadi aspek yang selalu disertakan dalam upaya peningkatan aktivitas pasien yang menjadi bahan penyampaian perawat di Poli Jantung RSUD Tugurejo Semarang. B. Saran Perawat hendaknya meningkatkan kesadaran dan upaya dalam memotivasi dan mengedukasi pasien dengan masalah jantung untuk melakukan peningkatan aktivitas latihan dengan porsi yang ideal untuk menaikan kadar HDL dalam darah. Petugas Poli Jantung RSUD tugurejo hendaknya membuat pola aktivitas latihan yang tepat untuk dilaksanakan di rumah oleh pasien. Pasien dengan masalah jantung coroner hendaknya memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan aktivitasnya dengan proporsional secara konstan untuk dapat meningkatkan kadar HDL dalam darahnya. 18 DAFTAR PUSTAKA Aderson, Sylvia . 2005. Patofisiologi konsep klinis. Jakarta: ECG; Hal 531. Adriaus Nugroho, 2010, Mengenal Lebih Dekat Penyakit Jantung Koroner Dan FaktorFaktor Risikonya, Ainil Adha. 2014. Hubungan Aktifitas Fisik, Asupan Lemak Dan Serat Dengan Rasio LDL/HDL Darah Klien Yang Memeriksakan Darah Di Balai Laboratoruim Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014. Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang. Almatsier, Sunita. 2012. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anwar, T. Bahri. 2014. Dislipidemia sebagai faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. E-USU Repository; Universitas Sumatera Utara; 37 Brown CT, 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam : Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit volume1 edisi ke-6. Jakarta : EGC, 578-93 Capewell S, Ford ES, Croft JB, Critchley JA, Greenlund KJ, Labarthe DR, 2010. Cardiovascular risk factor trends and potential for reducing coronary heart disease mortality in the United States of America. Bulletin of the World Health Organization. 88, (2) 120-30 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinkes Jateng Fathoni M, 2011. Penyakit Jantung Koroer: Patofisiologi, Disfungsi Endothel, dan Manifestasi Klinis. edisi ke-1. Surakarta: UNS Press, Hartono, Andry . Terpi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: EGC; 2008. Jos A H Baecke, MSc, Jan Burema, et.al.habitual physical activity in epidemiological studies. AmJ Clin Nutr.; 2002., 936 – 942 Mackay J, Mensah GA, 2014. The Atlas of Heart Disease and Stroke. Geneva WHO, 30-49 Marks, et al. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta: EGC; 2010 Muryanti, Sufiati bintanah,. Hubungan lemak dengan kejadian hiperkolesterolemia pada pasien rawat jalan di poliklinik jantung rumah sakit umum daerah kraton kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2010; vol : 6 ;9. Roth GA, Fihn SD, Mokdad AH, Aekplakorn W, Hasegawa T & Lim SS, 2010. High total serum cholesterol, medication coverage and therapeutic control: an analysis of national health examination survey data from eight countries. Bulletin of the World Health Organization ; 89:92-101. 19