Uploaded by User111134

PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK UNTUK MENINGKATKAN KOLESTEROL HDL

advertisement
PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK UNTUK MENINGKATKAN
KOLESTEROL HDL PADA PASIEN RAWAT JALAN
DI POLI JANTUNG RSUD TUGUREJO
DISUSUN OLEH :
NANGIMUL MUKMINAH
NIP. 19790811 201101 2 003
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kenaikan Jabatan Fungsional Unsur
Penilaian Pengembangan Profesi
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO
Jl. Raya Walisongo KM 8,5 No 137 Semarang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 3
B. Tujuan .......................................................................................................................... 5
C. Manfaat ........................................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................................. 6
A. Profil Lipid Darah.......................................................................................................... 6
B. Aktivitas Fisik….………………................................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN/ ANALISIS ................................................................................. 14
A. Peningkatan Aktivitas Terhadap Peningkatan Kolesterol HDL.................................. 14
B. Penerapan Peningkatan Aktivitas Fisik Yang Dilakukan di Poli Jantung.................... 16
BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 19
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) dengan berbagai komplikasi yang terjadi
akan menurunkan kualitas hidup penderitanya yang semula mampu menjalankan
pekerjaan dengan maksimal harus melakukan pekerjaan yang lebih ringan atau
bahkan berhenti bekerja, sehingga akan menimbulkan masalah baru dalam sosioal
ekonomi keluarga, belum lagi penderita harus berobat rutin yang tentunya dengan
biaya yang tidak murah. Hal ini membuat masyarakat secara berlebihan, berusaha
mencari cara untuk mencegah ataupun mengobati penyakit ini (Fathoni, 2011).
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian peringkat pertama
di dunia, dan menyebabkan sepertiga dari semua kematian secara global. Total
kematian global yang diakibatkan penyakit kardiovaskular mencapai 16,7 juta dan
7,2 juta kematian diantaranya disebabkan oleh PJK (Mackay & Mensah, 2014). PJK
merupakan penyakit pembunuh nomor satu di Amerika Serikat (AS) dan seluruh
dunia, sekitar 38% orang yang mengalami kejadian koroner akut akan meninggal
pada tahun yang sama. Prevalensi PJK terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. PJK menyumbang lebih dari 450.000 kematian di AS pada tahun
2004. Beban PJK di AS sangat besar, lebih dari 13 juta orang yang terkena
(Capewell, et al, 2010).
Terjadinya PJK tidak bisa lepas dari proses-proses yang membuat
pembuluh darah koroner menyempit. Aterosklerosis sebenarnya normal terjadi pada
semua orang seiring dengan bertambahnya usia, hanya saja bagaimana kecepatan
penyempitan tersebut berbeda-beda. Kolesterol merupakan jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis (Brown, 2006).
Kadar kolesterol yang tinggi merupakan 56% faktor yang berkontribusi besar dalam
penyebab terjadinya PJK (Mackay, 2014). Kolesterol dalam darah diedarkan oleh
lipoprotein, diantaranya ada dua jenis lipoprotein utama, yaitu Low Density
Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL). Konsekuensi
hiperlipidemia yang paling penting adalah peningkatan kolesterol serum, terutama
peningkatan LDL yang merupakan predisposisi terjadinya aterosklerosis serta
meningkatnya risiko terjadinya PJK. Sedangkan HDL bersifat protektif terhadap
3
kemungkinan pengendapan aterosklerosis. Hasil studi menunjukkan konsentrasi
tinggi kolesterol HDL dalam sirkulasi membantu mencegah PJK( Fathoni, 2011).
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan lemak dalam darah. Kadar
kolesterol total dalam darah tidak boleh lebih dari 240 mg/dL. Prevalensi tahun
2013-2014 adalah 15,5% dan tahun 2018-2019 adalah 19,4% (Roth, et al, 2020).
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 melaporkan bahwa prevalensi
hiperkolesterolemia sebesar 26,1% pada laki-laki dan 25,9% pada wanita
(Dinkespemprovjateng, 2017). Dislipidemia adalah salah satu dari 5 faktor risiko
utama yang menyebabkan penyakit jantung. Sementara proporsi pasien dislipidemia
adalah rendah pada kelompok usia muda (20,9% pada pria dan 39,8% pada pasien
wanita sampai usia 20 tahun) mencapai puncaknya pada kelompok usia 61 - 70 tahun
pada
kedua
jenis
kelamin
dengan
penurunan
bertahap
setelah
itu
(SteinhagenThiessen, et al, 2008).
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki atau merubah faktor
risiko PJK yang disebabkan oleh profil lipid darah yang abnormal yaitu dengan
melakukan aktifitas fisik yang tepat, mengatur pola dan asupan makanan yang
mengandung lemak dan serat, menurunkan berat badan yang berlebihan, serta
berhenti merokok. Aktifitas fisik yang tinggi misalnya olahraga dan aktifitas fisik
tinggi lainnya dapat memperbaiki profil lipid darah yang abnormal. Aktifitas fisik
yang tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan
trigliserida, bahkan dapat memperbaiki kadar HDL kolesterol darah yang sulit untuk
dinaikkan. Disamping itu, berbagai faktor resiko PJK lainnya seperti hipertensi,
obesitas, dan diabetes mellitus dapat diturunkan dengan menjalankan olah raga dan
aktifitas fisik lainnya yang tepat takaran, durasi dan frekwensinya (Anwar, 2014).
Poli Jantung RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu
unit layanan kesehatan yang memberikan asuhan pada pasien dengan masalah
kesehatan jantung. Sebagian besar pasien yang kontrol pasca menerima perawatan
inap di ruangan dan pasien yang melakukan control rutin merupakan pasien dengan
penyakit jantung coroner. Salah satu upaya yang diberikan pada pasien dalam
menangani masalah jantung coroner di Poli Jantung RSUD Tugurejo adalah dengan
meningkatkan kadar HDL pasien. Metode yang paling sering digunakan dan
dijadikan materi edukasi dalam upaya peningkatan kolesterol HDL adalah
peningkatan aktivitas yang ideal bagi pasien.
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan pelaksanaan peningkatan aktivitas fisik untuk meningkatkan
kolesterol HDL pasien rawat jalan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah
Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep teori peningkatan aktivitas untuk meningkatkan
kolesterol HDL pasien rawat jalan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah
Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.
b. Menjelaskan pelaksanaan penerapan peningkatan aktivitas fisik yang
dilakukan di Poli Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Provinsi Jawa
Tengah untuk meningkatkan kolesterol HDL pasien rawat jalan.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Meningkatkan upaya penulis dalam memberikan asuhan dan layanan yang
paripurna khususnya pada pasien PJK dengan peningkatan aktivitas fisik yang
ideal untuk peningkatan HDL di Poli Jantung RSUD Tugurejo.
2. Bagi Institusi
Direksi dan manajemen rumah sakit akan mendapatkan saran dan masukan terkait
peningkatan mutu layanan rumah sakit, khususnya yang terkait masalah
pelayanan pasien jantung.
3. Bagi Pasien
Mendapatkan mutu pelayanan yang makin paripurna, dengan meningkatnya
kadar HDL melalui peningkatan aktivitas fisik yang sesuai.
4. Bagi Profesi
Meningkatkan mutu layanan asuhan yang berkualitas dalam peran koloborasi
dengan medis dalam pelayanan asuhan keperawatan pasien dengan masalah
penyakit jantung.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Profil Lipid Darah
Profil lipid adalah unsur-unsur lemak dalam plasma yang terdiri dari
kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Tiga unsur yang
pertama berkaitan dengan protein tertentu (Apoprotein) membentuk lipoprotein
(). Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai
makna klinis yang penting sehubungan dengan aterosklerosis. Karena lipid tidak
larut dalam plasma, lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transpor dalam
serum .
1. Lipid dan Lipoprotein
Di dalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserida
dan fosfolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka
perlu dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu
suatu protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein (Muryanti, 2010).
Tiga unsur lemak yang pertama berikatan dengan protein tertentu membentuk
lipoprotein dan unsur lemak yang terakhir berikatan dengan albumin.
Kolesterol diangkut sebagai bagian dari struktur yang bernama lipoprotein
(Aderson, 2005).
Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas dan ester), trigliserida,
fosfolipid dan apoprotein. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas,
komposisi lemak, dan komposisi apoprotein. Dengan menggunakan
ultrasentrifus, pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu
high density lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), intermediate
density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), lipoprotein a
kecil (Lp a) dan kilomikron (Muryanti, 2010).
2.
Jenis – Jenis Lipoprotein
Ada beberapa jenis lipoprotein dalam plasma yaitu :
a. Kolesterol total
Kolesterol adalah sejenis lipoprotein yang mengalir dalam darah,
berfungsi sebagai komponen stabilitas membran sel dan sebagai
prekursor garam empedu serta hormon steroid. Pada umumnya,
kolesterol berasal dari lemak hewani, seperti daging, telur, hati dan lain
6
– lain. Ada juga kolesterol yang berasal dari lemak nabati seperti dan
minyak kelapa.20 Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh
masyarakat. Kolesterol didalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu
disatu sisi diperlukan dan disisi lain dapat membahayakan bila terdapat
dalam jumlah terlalu banyak dalam darah (Marsk, 2010).
Kadar kolesterol total dalam plasma dipengaruhi oleh kadar HDL,
LDL,
dan
trigliserida.
menggambarkan
Interaksi
keadaan
risiko
antar
komponen
tersebut
seseorang
terhadap
penyakit
kardiovaskular atau tidak.21 Kadar kolesterol dalam darah selalu
berubah ubah setiap waktu, meskipun perubahannya tidak terlalu
seberapa. Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut,
terutama faktor genetik, umur, seks, dan lingkungan. Kadar kolesterol
cendrung maningkat pada orang – orang gemuk, kurang melakukan
aktifitas fisik, stres dan perokok berat. Konsumsi makanan yang yang
terlalu banyak mengandung lemak, kolesterol dan rendah serat
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kadar kolesterol
total darah. Ekskresi kolesterol ke kolon melalui asam empedu terlalu
sedikit serta produksi kolesterol endogen yang banyak juga
mempengaruhi kadar kolesterol total dalam darah (Almatsier, 2012).
b. HDL (High Density Lipoprotein)
HDL mengandung protein dalam jumlah yang lebih tinggi dan
presentase triasilgliserolnya lebih rendah dari pada lipoprotein lainnya.
Dengan demikian HDL merupakan partikel yang paling tinggi
densitasnya.19 HDL mempunyai ukuran paling kecil dan densitas
paling besar. HDL dapat mencegah terjadinya pengumpulan lipid di
pembuluh darah. HDL akan menyedot timbunan kolesterol dalam
jaringan lalu membuangnya kedalam empedu (Aderson, 2005).
Peningkatan
kadar HDL adalah indikator
penting dalam
menentukan penurunan risiko PJK.25 HDL kolesterol dianggap sebagai
kolesterol yang baik karena kolesterol berperan dalam mengangkut
kolesterol yang masih tinggal di dinding pembuluh darah kembali ke
dalam hati (Hartono, 2008). HDL bersifat protektif terhadap
kemungkinan terjadinya arteriosklerosis. Bila kadar HDL dalam darah
rendah maka resiko terhadap penyakit kardiovaskuler pun meningkat,
7
demikian pula sebaliknya. Walaupun sebagian besar kolesterol dalam
darah dibawa oleh LDL, jumlah sedikit yang dibawa HDL cukup berarti.
Oleh karena itu sangat penting kadar kolesterol HDL dalam darah
diperiksa, terutama bila seseorang memiliki sejarah keluarga yang
memiliki dislipidemia. HDL kolesterol yang bersifat menguntungkan
dan melindungi tersebut harus dipertahankan dalam kadar yang ideal
yaitu ≥ 60 mg/ dl, sebagai upaya preventif terhadap kejadian
arteriosklerosis. untuk menilai tinggi rendahnya kadar HDL digunakan
angka standar dari NCEP (Almatsier, 2012).
c. LDL (High Density Lipoprotein)
LDL mengandung paling banyak kolesterol dari semua lipoprotein
dan merupakan pengirim kolesterol utama dalam darah.6 Sel-sel tubuh
memerlukan
kolesterol
untuk
bisa
tumbuh
dan
berkembang
sebagaimana mestinya. Sel-sel ini memperoleh kolesterol dari LDL.
Walaupun demikian jumlah kolesterol yang bisa diserap oleh sebuah sel
ada batasannya. Oleh karena itu makin banyak lemak jenuh atau makan
makanan yang mengandung kolesterol yang tinggi akan mengakibatkan
kadar kolesterol dalam darah tinggi (Hartono, 2008).
LDL-kolesterol sering disebut sebagai kolesterol jahat karena jenis
ini membawa kolesterol dari dalam hati dan melepaskannya pada
dinding pembuluh darah.26 LDL kolesterol sering dianggap sebagai
indikator dalam pemeriksaan penyakit degeneratif karena LDL
kolesterol banyak mengandung kolesterol. Pengukuran kadarnya dalam
darah dapat membantu dugaan adanya risiko gangguan kardiovaskuler.
Kadar LDL di dalam darah dianggap penting dalam hubungannya
dengan terbentuknya plak pada arteri. Manfaat lain memeriksakan kadar
LDL dalam darah adalah mengevaluasi lebih lanjut apakah total
kolesterol pada ambang batas tinggi disebabkan karena LDL yang tinggi
atau karena HDL yang tinggi. Untuk menilai tinggi rendahnya kadar
LDL dalam darah, umumnya kita membandingkan dengan angka
standard dari NCEP (Almatsier, 2012).
8
d. VLDL (High Density Lipoprotein)
Jenis lipoprotein yang mengandung lipid yang tinggi. VLDL yang
membawa sebagian besar trigliserida dalam darah. Pada proses
selanjutnya sebagian VLDL akan berubah menjadi LDL (Almatsier,
2012).
e.
Trigliserida
Trigliserida merupakan substansi yang terdiri dari gliserol yang
mengikat gugus asam lemak. Trigliserida merupakan jenis lemak dalam
darah yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah. Trigliserida
dalam tubuh berasal dari lemak lemak makanan atau dari hasil
perubahan unsur – unsur energi yang berlebihan di dalam tubuh.26
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah
seperti kegemukan, makan lemak, makan gula biasa dan minum
alkohol.6 Penelitian para ahli menegaskan bahwa peningkatan kadar
trigliserida dalam darah merupakan salah satu faktor resiko dari
penyakit kardiovaskuler. Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan
peningkatan LDL Kolesterol dan penurunan HDL Kolesterol(Almatsier,
2012).
B. Aktifitas Fisik
1. Pengertian aktivitas fisik
Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas
fisik diantaranya menurut (Almatsier, 2012) aktivitas fisik ialah gerakan fisik
yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik
adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya
aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis,
dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global
(WHO, 2008).
Sebagian besar penderita sindrom metabolik mengalami kelebihan
berat badan atau obesitas. Latihan fisik yang teratur merupakan intervensi
yang sangat penting karena mengurangi faktor risiko CHD, termasuk
meningkatkan HDL, mneurunkan kadar LDL dan VDL, mengurangi obesitas,
9
menurunkan tekanan darah, menurunkan resistensi insulin, mengurangi stress
dan meningkatkan latihan kardiovaskuler (Adriaus, 2010).
2. Jenis – jenis aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas
fisik yang sesuai untuk remaja sebagai berikut:
a. Kegiatan ringan: hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance).
Contoh: berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci
kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah,
mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main playstation, main komputer,
belajar di rumah, nongkrong.
b. Kegiatan sedang: membutuhkan tenaga intens atau terus menerus,
gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari
kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda,
bermain musik, jalan cepat.
c. Kegiatan
berat:
biasanya
berhubungan
dengan
olahraga
dan
membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh: berlari,
bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo, pencak
silat) dan outbond.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik bagi remaja
yang kegemukan atau obesitas, berikut ini beberapa faktor tersebut:
a. Umur
Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai
maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan
kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per
tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai
seJANTUNGhnya.
b. Jenis kelamin
Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir
sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki
biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar.
10
c. Pola makan
Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktifitas, karena bila
jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan
merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah raga
atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang
berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktifitas
sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang akan di
konsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak
mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan secara
maksimal.
d. Penyakit/ kelainan pada tubuh
Berpengaruh terhadap kapasitas jantung JANTUNG, postur tubuh,
obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada
tubuh seperti di atas akan mempengaruhi Penyakit/ kelainan pada tubuh
Berpengaruh terhadap kapasitas jantung JANTUNG, postur tubuh,
obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada
tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktifitas yang akan di lakukan.
Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak di
perbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat.
4.
Pengukuran aktivitas fisik
Pengukuran aktivitas fisik bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a. Metode IPAQ
Metode Internasional Physical Acitivity Questionnare (IPAQ),
pengukuran aktivitas fisik ini menurut IPAQ di dasarkan atas banyaknya
energi yangdikeluarkan tubuh dalam melakukan seluruh kegiatan fisik
dalam sehari. Sebagai standar adalah banyaknya energi yang dikeluarkan
oleh tubuh dalam keadaan istirahat yang dinyatakan dalam satuan MET,
dimana 1 MET adalah energi yang dikeluarkan per menit/kg BB orang
dewasa (1 MET = 1,2 kkal/menit). Adapun kategori aktivitas fisik
menurut IPAQ adalah:
1) Aktivitas Ringan (kategori 1)
Dikatakan aktivitas ringan jika tidak melakukan aktivitas fisik atau
aktivitas yang memenuhi kategori 2 dan 3.
11
2) Aktivitas Sedang (kategori 2)
a) ≥ 3 hari melakukan aktivitas fisik berat > 20 menit/hari
b) ≥ 5 hari aktivitas sedang/berjalan > 30 menit/har
c) i≥ 5 hari kombinasi berjalan, intensitas sedang, aktivitas berat
minimal > 600 MET-min/minggu
3) Aktivitas Berat (kategori 3)
a) Aktivitas berat > 3 hari dan dijumlahkan > 1500 MET –
min/minggu
b) ≥ 7 hari kombinasi dan berjalan, intensitas sedang/berat minimal
> 3000 MET – min/minggu.
Kelebihan dari metode IPAQ yaitu aktivitas fisik dikategorikan dengan
sederhana sehingga memudahkan petugas untuk menggolongkan total
aktivitas fisik yang dilakukan responden dalam sehari, sedangkan kekuranagn
dari metode IPAQ yaitu hanya dapat dipergunakan untuk menentukan
aktivitas fisik untuk umur 17 – 59 tahun (IPAQ dalam Rahayu, 2014).
b. REE (Resting Energy Expenditure) dan energi yang dikeluarkan dalam
kkal/min
Sumbangan aktivitas fisik untuk TEE (Total Energy Expenditure)
tidak tetap. TEE yang diberikan untuk penderita cacat 10%, sedangkan
TEE untuk atlet 50%. Energi yang dikeluarkan setipa individu berubah –
ubah tergantung dari ukuran dan kebiasaan individu untuk bergerak atau
melakukan aktivitas fisik. Tingkat kemampuan energi yang deluarkan
juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kerja otot.
REE adalah energi yang dikeluarkan saat istirahat, untuk menghitung
REE yang dikeluarkan terdapat pada lampiran, dapat menggunakan rumus
Harris and Benedict yang dapat digunakan untuk semua golongan umur
dengan rumus sebagai berikut:
Wanita : REE (kkal)= 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB)–(4,68 x U)
Pria : REE (kkal)= 66,5 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,78 x U)
Menurut Kathen dan Marian (1992) kategori aktivitas fisik
berdasarkan energi dikalikan REE dapat diuraikan sebagai beikut: 1)
Sangat ringan : REE x 1,5 s/d 2,5 (kal) 2) Ringan : REE x 2,6 s/d 4,9 (kal)
3) Sedang : REE x 5,0 s/d 7,4 (kal) 4) Berat : REE x 7,5 s/d 12,0 (kal)
Kategori aktivitas fisik secara umum yang dikalikan dengan REE yaitu
12
saat energi dikeluarkan (kal) dan besarnya energi yang dikeluarkan dalam
kkal/min untuk masing-masing kategori aktivitas fisik dapat dilihat pada
lampiran. Sedangkan untuk mengetahui besarnya kalori yang dikeluarkan
selama melakukan bermacammacam aktivitas fisik dapat dilihat pada
lampiran. Kelebihan dari REE dan energi yang dikeluarkan dalam
kkal/min yaitu dapat dipergunakan untuk menentukan total aktiviats fisik
dalam sehari, sedangkan kekurangan dari REE dan energi yang
dikeluarkan dalam kkal/min yaitu banyaknya kategori aktivitas fisik
sehingga membuat petugas susah dalam menggolongkan total aktivitas
sik yang dilakukan responden dalam sehari (Almatsier, 2012).
13
BAB III
PEMBAHASAN / ANALISIS
A. Peningkatan Aktivitas Terhadap Peningkatan Kolesterol HDL.
Aktifitas fisik yang tinggi seperti olahraga dan aktifitas fisik tinggi lainnya
dapat memperbaiki profil lipid darah yang abnormal. Aktifitas fisik yang tinggi
dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan trigliserida, bahkan
dapat memperbaiki kadar HDL kolesterol darah yang sulit untuk dinaikkan.
Melakukan aktifitas fisik yang tepat jumlah dan frekuensinya dapat meningkatkan
pembakaran lemak dan kolesterol dalam tubuh, sehingga dapat menurunkan kadar
LDL, dan meningkatkan kadar HDL dalam darah, dimana LDL dan HDL ini
berperan penting dalam memicu timbulnya arterosklerosis (Almatsier, 2012).
Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot – otot rangka
yang dihasilkan sebagai suatu pengeluaran tenaga (dinyatakan sebagai kilo kalori).
Meliputi pekerjaan, waktu senggang, dan aktifitas sehari – hari. Aktifitas tersebut
memerlukan usaha ringan, sedang, dan berat dapat menyebabkan perbaikan kadar
lipid yang tidak normal bila dilakukan secara teratur . Aktifitas fisik adalah gerakan
tubuh yang dihasilkan oleh otot – otot rangka yang dihasilkan sebagai suatu
pengeluaran tenaga (dinyatakan sebagai kilo kalori). Meliputi pekerjaan, waktu
senggang, dan aktifitas sehari – hari. Aktifitas tersebut memerlukan usaha ringan,
sedang, dan berat dapat menyebabkan perbaikan kadar lipid yang tidak normal bila
dilakukan secara teratur (Hartono, 2008).
Lamanya latihan dalam melakukan aktifitas fisik positif berhubungan dengan
peningkatan kadar kolesterol HDL pada laki-laki, sedangkan pada wanita hubungan
antara lamanya latihan dengan peningkatan kadar HDL belum jelas diketahui.
Respons kadar kolesterol HDL berbeda untuk setiap individu tergantung pada
intensitas, lama dan frekwensi aktifitas fisik, kondisi awal kolesterol dan panjangnya
periode dalam melakukan aktifitas fisik (Jos, 2002). Volume latihan minimal
diperkirakan pada pengeluran energi sebanyak 900 kcal seminggu atau 120 menit
dari total panjang latihan selama seminggu. Setiap peningkatan lamanya aktifitas 10
menit sama dengan peningkatan kadar HDL kurang lebih 1,4 mg/dL (0,036 mmol/L)
(Hartono, 2008).
Aktifitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan
merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu,
14
lingkungan sosial, dan lingkungan fisik memengaruhi tingkat aktivitas fisik yang
berbeda tiap individu. Intervensi klinis dapat mempengaruhi faktorfaktor tersebut
dan pelayanan medis memegang peranan penting dalam meningkatkan aktifitas
fisik. Respons kadar HDL di dalam darah yang berbeda untuk setiap individu
tergantung pada intensitas, lama dan frekwensi aktifitas fisik, kondisi awal
kolesterol dan panjangnya periode dalam melakukan aktifitas fisik, menunjukan
bagaiman pengaruhnya terhadap hubungan aktifitas fisik dengan rasio LDL/HDL.
Ringan ataupun berat aktifitas fisik seseorang, umumnya banyak dipengaruhi oleh
aktor internal seperti gaya hidup, karakteristik individu termasuk intervensi klinis
dan faktor external seperti lingkungan sosial, dan lingkungan fisik (Ainil, 2014).
Hubungan antara aktifitas fisik pengisi waktu kosong dengan kejadian PJK
yang pertama dan angka kematian, sudah diteliti diantara 12.138 orang pria separuh
baya yang ikut berpatisipasi dalam studi ini. Dari hasil penelitian tersebut,
memperlihatkan bahwa konsentrasi kolesterol HDL diantara orang-orang yang
melakukan aktifitas fisik rata-rata menit perharinya, latihan lebih tinggi memiliki
konsentrasi kolesterol HDL sedikit lebih tinggi dari pada orang yang aktifitas
fisiknya rata-rata menit perharinya lebih rendah (P<0,5)(Jos, 2002). Studi lain
menunjukan bahwa orang dewasa yang berjalan lebih dua setengan jam per minggu
memiliki ola plasma lipid yang lebih baik. Pengukuran aktifitas fisik dapat dilakukan
dengan menggunakan Baecke Physical Activity Scale atau yang lebih dikenal dengan
Indeks Baecke (Ainil, 2014).
15
B. Penerapan Peningkatan Aktivitas Fisik Yang Dilakukan di Poli Jantung
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Provinsi Jawa Tengah untuk
meningkatkan kolesterol HDL Pasien Rawat Jalan
Poli Jantung RSUD Tugurejo Semarang merupakan salah satu unit layanan
rawat jalan di RSUD Tugurejo yang memberikan pelayanan pada pasien dengan
masalah kesehatan jantung. Sebagian besar pasien yang dating ke Poli Jantung
RSJD Tugurejo merupakan pasien yang telah mendapat perawatan di ruang rawat
inap sebelumnya. Sebagian besar pasien yang datang memiliki riwayat penyakit
jantung sebelumnya. Penyakit jantung coroner masih menjadi kasus terbanyak pada
pasien yang datang kre Poli Jantung RSUD Tugurejo.
Kadar kolesterol yang tinggi merupakan 56% faktor yang berkontribusi besar
dalam penyebab terjadinya PJK (Mackay, 2014). Kolesterol dalam darah diedarkan
oleh lipoprotein, diantaranya ada dua jenis lipoprotein utama, yaitu Low Density
Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL). Konsekuensi
hiperlipidemia yang paling penting adalah peningkatan kolesterol serum, terutama
peningkatan LDL yang merupakan predisposisi terjadinya aterosklerosis serta
meningkatnya risiko terjadinya PJK. Sedangkan HDL bersifat protektif terhadap
kemungkinan pengendapan aterosklerosis. Hasil studi menunjukkan konsentrasi
tinggi kolesterol HDL dalam sirkulasi membantu mencegah PJK (Fathoni, 2011).
Poli jantung RSUD Tugurejo memberikan salah satu edukasi kesehatan pada
pasien agar meningkatkan kadar kolesterol HDL sebagai upaya dalam mengatasi
penyakit jantung coroner yang dialami pasien. Rasio kadar kolesterol total terhadap
HDL adalah perbandingan antara kadar kolesterol total dengan HDL, diperoleh
dengan membagi nilai total kolesterol total dengan nilai kolesterol HDL. Sebagai
contoh, Jika kadar kolesterol total 250 mg/dL dibandingkan dengan kadar HDL 50
mg/dL akan menjadi rasio 250 banding 50 atau 5:1 (Mackay, 2014).
Rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL merupakan prediktor kuat dari
risiko PJK. Rasio kolesterol total terhadap HDL berkorelasi positif dengan risiko
PJK, penting diperhatikan karena nilainya lebih bermakna terhadap kemungkinan
risiko terjadinya PJK. Rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL memberikan
informasi lebih lanjut tentang risiko penyakit jantung dari pada tingkat total
kolesterol saja (Capewell, 2010). Berdasarkan hal tersebut, petugas di Poli Jantung
RSUD Tugurejo selalu memberi motivasi agar para pasien dapat meningkatkan
kadar HDL dalam darah. Namun menurunkan kadar LDL dan kolesterol total pasien
16
Salah satu upaya yang dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan kadar
HDL dalam darah adalah dengan melakukan peningkatan aktivitas fisik yang ideal.
Peningkatan aktivitas fisik tentu tidak dilakukan sembarangan, namun dengan
proporsi yang tepat. Dokter spesialis jantung selaku dokter penanggungjawab pasien
akan memberikan proporsi latihan aktivitas yang tepat untuk pasien berdasarkan
kemampuan dan kompensasi tubuh pasien yang tentu berbeda satu sama lainnya.
Menurut hasil penelitian melakukan latihan fisik aerobik yang rutin dan
teratur pada overweght dapat meningkatkan kadar HDL,namun jumlah diperlukan
belum diketahui secara pasti. Jika kadar HDL mengalami peningkatan, itu sangat
baik bagi tubuh karena menurut penelitian yang ada peningkatan kadar HDL dapat
menghindarkan kita dari resiko penyakit Kardiovaskular. Karena kita tahu bersama
bahwa kolesterol HDL ini dikenal dengan kolesterol baik yang terbentuk didalam
hati dan usus kecil, yang kemudian dilepaskan kedalam aliran darah (Ainil, 2014).
Latihan fisik dapat meningkatkan konsentrasi HDL dalam darah, namun
jumlah latihan fisik yang diperlukan untuk menaikkan kadar HDL belum diketahui
secara pasti. Aktivitas fisik serta sesi latihan tunggal, positif dapat mengubah
metabolisme kolesterol. Dalam penelitian ini latikan fisik terlibat dalam
meningkatkan produksi dan tindakan dari beberapa enzim yang berfungsi untuk
meningkatkan sistem transportasi kolesterol (Jos, 2002).
Para petugas di Poli Jantung RSUD Tugurejo selalu memberikan edukasi dan
terus memotivasi para pasien yang datang untuk dapat meningkatkan aktivitas fisik
dan latihan sesuai batasan yang dimiliki pasien. Pasien juga tidak boleh terlalu lelah
dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Kontinuitas dan progresif merupakan
prinsip peningkatan aktivitas latihan yang selalu diedukasi oleh petugas agar pasien
dapat meningkatkan kadar HDL dalam darahnya. Diit yang tepat dan konsumsi serat
yang seimbang juga menjadi aspek yang selalu disertakan dalam upaya peningkatan
aktivitas pasien yang menjadi bahan penyampaian perawat di Poli Jantung RSUD
Tugurejo Semarang.
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aktifitas fisik yang tinggi seperti olahraga dan aktifitas fisik tinggi lainnya
dapat memperbaiki profil lipid darah yang abnormal. Aktifitas fisik yang tinggi
dapat memperbaiki kadar HDL kolesterol darah yang sulit untuk dinaikkan.
2. Poli jantung RSUD Tugurejo memberikan salah satu edukasi kesehatan pada
pasien agar meningkatkan kadar kolesterol HDL sebagai upaya dalam
mengatasi penyakit jantung coroner yang dialami pasien. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan kadar HDL dalam darah adalah
dengan melakukan peningkatan aktivitas fisik yang ideal. Peningkatan aktivitas
fisik tentu tidak dilakukan sembarangan, namun dengan proporsi yang tepat.
Dokter spesialis jantung selaku dokter penanggungjawab pasien akan
memberikan proporsi latihan aktivitas yang tepat untuk pasien.
3. Para petugas di Poli Jantung RSUD Tugurejo selalu memberikan edukasi dan
terus memotivasi para pasien yang datang untuk dapat meningkatkan aktivitas
fisik dan latihan sesuai batasan yang dimiliki pasien. Pasien juga tidak boleh
terlalu lelah dalam melakukan aktivitas kesehariannya.
Kontinuitas dan
progresif merupakan prinsip peningkatan aktivitas latihan yang selalu diedukasi
oleh petugas agar pasien dapat meningkatkan kadar HDL dalam darahnya. Diit
yang tepat dan konsumsi serat yang seimbang juga menjadi aspek yang selalu
disertakan dalam upaya peningkatan aktivitas pasien yang menjadi bahan
penyampaian perawat di Poli Jantung RSUD Tugurejo Semarang.
B. Saran
Perawat hendaknya meningkatkan kesadaran dan upaya dalam memotivasi
dan mengedukasi pasien dengan masalah jantung untuk melakukan peningkatan
aktivitas latihan dengan porsi yang ideal untuk menaikan kadar HDL dalam darah.
Petugas Poli Jantung RSUD tugurejo hendaknya membuat pola aktivitas latihan
yang tepat untuk dilaksanakan di rumah oleh pasien.
Pasien dengan masalah jantung coroner hendaknya memiliki motivasi yang tinggi
untuk meningkatkan aktivitasnya dengan proporsional secara konstan untuk dapat
meningkatkan kadar HDL dalam darahnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Aderson, Sylvia . 2005. Patofisiologi konsep klinis. Jakarta: ECG; Hal 531.
Adriaus Nugroho, 2010, Mengenal Lebih Dekat Penyakit Jantung Koroner Dan FaktorFaktor Risikonya,
Ainil Adha. 2014. Hubungan Aktifitas Fisik, Asupan Lemak Dan Serat Dengan Rasio
LDL/HDL Darah Klien Yang Memeriksakan Darah Di Balai Laboratoruim
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang.
Almatsier, Sunita. 2012. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anwar, T. Bahri. 2014. Dislipidemia sebagai faktor risiko terjadinya penyakit jantung
koroner. E-USU Repository; Universitas Sumatera Utara; 37
Brown CT, 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner, dalam : Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses
Penyakit volume1 edisi ke-6. Jakarta : EGC, 578-93
Capewell S, Ford ES, Croft JB, Critchley JA, Greenlund KJ, Labarthe DR, 2010.
Cardiovascular risk factor trends and potential for reducing coronary heart
disease mortality in the United States of America. Bulletin of the World Health
Organization. 88, (2) 120-30
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
Dinkes Jateng
Fathoni M, 2011. Penyakit Jantung Koroer: Patofisiologi, Disfungsi Endothel, dan
Manifestasi Klinis. edisi ke-1. Surakarta: UNS Press,
Hartono, Andry . Terpi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: EGC; 2008.
Jos A H Baecke, MSc, Jan Burema, et.al.habitual physical activity in epidemiological
studies. AmJ Clin Nutr.; 2002., 936 – 942
Mackay J, Mensah GA, 2014. The Atlas of Heart Disease and Stroke. Geneva WHO,
30-49
Marks, et al. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta: EGC; 2010
Muryanti, Sufiati bintanah,. Hubungan lemak dengan kejadian hiperkolesterolemia
pada pasien rawat jalan di poliklinik jantung rumah sakit umum daerah kraton
kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2010; vol : 6 ;9.
Roth GA, Fihn SD, Mokdad AH, Aekplakorn W, Hasegawa T & Lim SS, 2010. High
total serum cholesterol, medication coverage and therapeutic control: an
analysis of national health examination survey data from eight countries.
Bulletin of the World Health Organization ; 89:92-101.
19
Download