PEndEkAtAn SEmIotIkA dAlAm AnAlISA IdEologI kAPItAlISmE PAdA

advertisement
Pendekatan Semiotika dalam Analisa Ideologi Kapitalisme
Pada Iklan Media Televisi
Studi Kasus: TVC Lux “Wedding” Beauty Lounge
Penulis : Monica Hartanti
[email protected]
Staf Pengajar Program Studi Desain Komunikasi Visual
Fakultas Seni Rupa dan Desain, UK. Maranatha
Jl. Prof. Drg. Soeria Sumantri, MPH no. 65, Bandung
ABSTRACT
Capitalism has become one of the dominating ideologies of public life
today. Proven by widespread advertising that communicates getting
closer to the real life in its target audience. Ideology also related to
semiotics in terms of communication. Through Semiotics will be discussed
the elements of communication through signs and codes which will be
produce a meaning (denotative, connotative to myth). Advertisements
use women as objects as well as the subject of advertising and trying to
create a new myth in society in accordance with the standardization set
up by the ad. Indoctrinating ads to their customers target in trade ways
will produce meanings that are not merely selling products, but instead
contribute to selling stereotypical lifestyle; It starts with the naturalization
process conveyed by continuously media of advertisement.
Keywords: Capitalism Ideology, Semiotics,Women.
105
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Pendahuluan
Dalam masyarakat konsumerisme saat ini, iklan telah menjadi salah satu
alat yang mengkondisikan masyarakat untuk membeli sebuah produk tanpa
sadar sepenuhnya apa yang akan dibeli, itulah yang sering dikatakan sebagai
sebuah kesadaran semu dalam berbelanja. Masyarakat yang hidup dalam
sebuah komoditas yang memproduksi tanda untuk memproduksi makna dan
ide, nilai ideologisnya telah bergeser dari fase kapitalisme--dimana bentuk
komoditas adalah menjadi dominan ke fase kelaziman. Makna didapatkan
dari produksi kode budaya atau logika tanda, terbukti dari munculnya
fenomena berbagai merk dalam periklanan, pemaknaan tersebut salah
satunya dapat diwujudkan melalui asosiasi yang melekat pada tiap merk,
contohnya: asosiasi kelas eksekutif pada BMW, asosiasi maskulinitas pada
Malboro, asosiasi sexy pada GUESS dan masih banyak lagi. Asosiasi makna
yang dibentuk oleh merk-merk tersebut dikarenakan adanya bombardir
iklan yang merupakan salah satu upaya kapitalisme memasuki kehidupan
masyarakat.
Kapitalisme dalam Iklan
Kapitalisme sebagai sebuah ideologi telah menjangkiti masyarakat dimana
terjadi percepatan yang disebut diferensiasi yaitu suatu proses membangun
identitas berdasarkan perbedaan produk dan gaya. Proses peremajaan
melalui diferensiasi seakan menjadi suatu keharusan dalam wacana
kapitalisme yang mana menjadi sebuah komoditas, dan komoditas ini melalui
makna-makna yang ditanam didalamnya pada gilirannya menjadi tiangtiang penopang sebuah “Realitas Semu” yang kini justru telah menimbulkan
”keterpesonaan” (Piliang, 1997:171).
visual maupun verbal (Noeswantari, 2002: 52).
Kapitalisme ikut menentukan standar tubuh ideal masa kini bagi perempuan.
Trend tubuh ideal yang diinginkan oleh laki-laki saat ini banyak ditampilkan
oleh media massa, sehingga membentuk cara pandang perempuan bahwa
tubuh yang ideal adalah yang diinginkan oleh laki-laki saat ini. Kapitalisme
berperan besar meyakinkan para perempuan bahwa tubuh ideal masa
kini lebih disukai dan dapat dicapai. Dalam masyarakat kapitalis akan
sangat menguntungkan untuk menciptakan permasalahan dan kemudian
menawarkan produk yang dapat memecahkan masalah tersebut (Melliana,
2006: 74).
Ideologi Kapitalisme dalam Semiotika
Kapitalisme sebagai sebuah ideologi berkaitan dengan semiotika dalam hal
komunikasi. Semiotika mengupas unsur-unsur komunikasi melalui tandatanda dan kode yang pada gilirannya akan menghasilkan sebuah makna.
Ideologi ditanamkan melalui proses produksi pada makna konotasi yang
lebih dalam (tahap ke dua) yang diasosiasikan lewat tanda dan kode yang
telah dikomunikasikan secara semiotika.
Raymond Williams (1977) menemukan tiga penggunaan utama Ideologi:
1. Suatu sistem keyakinan yang menandai kelompok atau kelas
tertentu
2. Suatu sistem keyakinan ilusioner-gagasan palsu atau kesadaran palsu
yang dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau pengetahuan
ilmiah.
3. Proses umum produksi makna dan gagasan.
Perempuan dan Kapitalisme
Salah satu medium Kapitalisme yang sangat sempurna adalah
perempuan.
Sosok perempuan seringkali dimanfaatkan iklan sebagai catch-attention
atau titik penarik perhatian. Melalui iklan perempuan menjadi objek
sekaligus target. Dalam hal ini perempuan dianggap menjadi “sesuatu” yang
emosional dan mudah dipengaruhi.
Hal tersebut dapat diartikan bahwa kapitalisme memiliki perkawanan
yang akrab dengan iklan yang menggunakan perempuan sebagai salah
satu mediumnya. Piliang juga mengungkapkan bahwa representasi tubuh
perempuan yang ada dalam iklan tidak saja menyangkut relasi ekonomi
namun juga relasi ideologi, yang mampu menciptakan common sense
membentuk kebutuhan, nilai-nilai bahkan ideologi; yang dibentuk secara
106
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Dalam pembahasan ini akan lebih ditekankan pada penggunaan
poin ke-3 karena, poin ke-3 inilah yang mendominasi dari ketiganya.
Ideologi disini merupakan istilah yang digunakan untuk melukiskan
produksi sosial atas makna, yang merupakan istilah Barthes tatkala
dia berbicara tentang pengkonotasian, yakni penanda konotasi
sebagai “Retorika Ideologi”. Dalam penggunaannya yang seperti ini, ideologi
merupakan sumber pemaknaan tatanan kedua (Fiske, 1990: 228-231).
Representasi dari sebuah iklan televisi seakan-akan mampu me­n ya­i ­k an
suatu realitas kehidupan yang nyata. Terkadang untuk mengiklankan sebuah
produk dihiperbolakan keunggulan dari produk tersebut, untuk memamerkan
pada konsumen akan kelebihan produk yang diiklankan.
Pesan iklan disampaikan serba lebih, seperti lebih segar, lebih cantik, lebih
lembut, lebih mudah, dan lain-lain. Pesan iklan yang demikian dituangkan
dalam kaidah dramatikal film yang mampu mengubah perilaku pemirsa
107
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
sesuai yang dikehendaki oleh isi pesan iklan tersebut (Budiwaspada, 1999:
39-95).
Analisa Semiotika pada Iklan Lux ”Wedding” Beauty Lounge“
Analisa yang akan dilakukan pada iklan ini melalui dua tingkatan. Pada
tingkatan pertama, dianalisa komponen pokok iklan yang berupa:
• Tanda visual, yang mencakup orang, benda, warna, tipografi,
gerak.
• Tanda audio, yang mencakup kata verbal (dialog maupun monolog),
musik, efek suara.
Tanda-tanda tersebut akan dianalisa secara semiotik untuk mengetahui
interaksi antara tanda dan yang ditandainya. Pada tingkatan kedua, dari
hasil analisa tingkat pertama akan dianalisa nilai-nilai ideologis apa yang
terselubung dalam iklan televisi tersebut.
Sinopsis Iklan Lux ”Wedding Beauty Lounge”
Iklan ini memanfaatkan peran Dian Sastro sebagai bintang Lux yang dalam
kehidupan nyata akan melakukan pernikahan, jalan cerita iklannya adalah
demikian: Mula-mula tampak kamera profesional yang sedang diarahkan
pada seorang perempuan muda cantik (Dian Sastro). Perempuan tersebut
seakan hendak melakukan pemotretan yang istimewa. Kemudian perempuan
tersebut mempersiapkan dirinya yaitu dengan datang ke Lux Wedding
Beauty Lounge. Setelah masuk ke dalam ke Lux Wedding Beauty Lounge,
perempuan tersebut menikmati serangkaian mandi mewah ala Lux seperti
Jacuzzi, Body Scrub dan Sauna. Setelah semuanya dilakukan perempuan
tersebut tampil anggun, cantik mempesona dengan kulit yang bercahaya,
penuh percaya diri siap untuk difoto dan dimasukkan kedalam album yang
berkesan mewah. Pada akhir cerita, perempuan tersebut mengajak semua
perempuan perempuan untuk datang ke Lux Wedding Beauty Lounge.
Visual
DENOTASI
Kamera profesional.
Audio
Suara persiapan kamera
KONOTASI
Mengkonotasikan akan dilakukannyasuatupendokumentasian
yang berharga.
Persiapan saat memulai sesi
pemotretan
a. Pembahasan Tingkat Pertama:
Visual
108
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
DENOTASI
Perempuan cantik bergaun putih,
tatanan rambut diangkat keatas
sedang berpose, senyum yang cantik, ramah, dan menggoda dengan
setting sebuah ruangan berinterior
dengandetailklasikberkelas.Terlihat
pada dinding, lampu, pintu.
KONOTASI
Mengkonotasikan Produk
Lux sebagai sebuah produk
kecantikan sepanjang masa
(everlasting)yangditujukanbagi
setiap perempuan yang ingin
tampil cantik mempesona dan
berkelas.
109
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Audio
“Jadi yang tercantik di hari istimewa” (Suara Dian sastro)
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar.
Menjadi cantik di hari istimewa
adalah sebuah hal yang penting.
Dalam hal ini adalah foto persiapan menjelang pernikahan.
Visual
Visual
Audio
110
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
DENOTASI
Perempuan cantik bergaun putih,
tatanan rambut diangkat keatas
sebagai objek utama, memasuki
sebuah ruangan bertuliskan “Lux
Wedding Beauty Lounge” dengan
interior ruangan, pintu, lampu, penjaga lengkap dengan seragamnya
yangberdirididepanpintu.Tipografi
yang melekat dipintu. Warna hitam,
putih, emas.
“Karenanya aku manjakan kulitku”,
(Suara Dian sastro)
SB: senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar.
KONOTASI
Mengkonotasikan Produk Lux
sebagai sebuah produk yang
berkelas, sepanjang masa (everlasting).Semakinmemperhatikan
para konsumennya dengan
memberikan pelayan yang lebih
privasi di Lux Wedding Beauty
Lounge.
Audio
DENOTASI
Serangakaian sabun mandi Lux,
diatasserpihanbunga-bungamawar,
ditata secara minimalis dan rapi
menampakan serangkaian aroma
produk Lux, dengan tampilan
warna-warna yng berbeda.
dengan latar belakang dinding
porselin mosaik, nuansa coklat
keemasan.
“dengan lux”(Suara Dian sastro)
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar.
KONOTASI
Mengkonotasikan Produk Lux
sebagai sabun mandi yang ditujukan bagi semua perempuan
yang ingin cantik dan berkelas.
DENOTASI
KONOTASI
Hanya Lux yang dapat memenuhinya.
Sensasi santai dapat diperoleh
dengan cara memanjakan kulit,
untuk menjadi cantik di hari
istimewa.
111
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Visual
Audio
Perempuan cantik tersenyum
sedang mandi busa, dalam sebuah
bath tub, dengan interior ruang
kamar mandi dengan cahaya
Memanjakan kulit di Lux Wedding Beauty Lounge dengan
produk Lux akan membuat
para perempuan cantik merasakan sensasi mandi berkelas
temaram,berdindingmozaikmono- seperti jacussi karena aromatercrome coklat.
api Produk Lux yang merelaxasi
dengan busanya yang lembut.
Lux Wedding Beauty Lounge
“Di Lux Wedding Beauty Lounge
nikmati rangkaian mandi mewah memberikan sensasi mandi meuntuk kulit halus dan lembut”(Suara wah atau lebih dikenal dengan
Dian sastro)
spa, untuk menghasilkan kulit
BS: Senandung suara perempuan halus dan lembut
yang santai dan suara gitar.
Visual
Audio
Visual
Audio
112
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
DENOTASI
Fotografer profesional dengan
kamera dan peralatannya sedang
mempersiapkan sesi pemotretan
dengan serius.
Suara jepretan kamera.
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar, suara
saxsophone.
KONOTASI
Perempuan cantik bergaun putih,
tatanan rambut diangkat keatas
gesture berpose ceria, frame foto
DENOTASI
Mengkonotasikan Susana hati
yang relax, tampil cantik percaya diri untuk siap berpose di
klasik, latar belakang wallpaper
ornament klasik.
depan kamera, setelah memanjakan kulit di di Lux Wedding
Beauty Lounge.
Suara jepretan kamera.
Sesi pemotretan berlangsung.
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara saxsophone.
KONOTASI
Mengkonotasikan pemotretan
yang akan diambil adalah untuk
momen yang penting.
Sesi pemotretan berlangsung.
113
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Visual
Audio
Visual
Adio
KONOTASI
DENOTASI
Perempuan cantik tersenyum
bagian atas tubuhnya terbuka, mata
menutupsambilmengoleskansuatu
cairan pada pundaknya,
“hanya dengan membeli lux”(Suara
Dian sastro)
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar, suara
saxsophone.
Mekonotasikan relaksasi lain
yang ditemukan saat mandi di
Lux Wedding Beauty Lounge
yaitu Body scrub dan sauna.
Relaksasi seutuhnya hanya
didapat dengan menggunakan
sabun Lux.
KONOTASI
114
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Perempuan cantik bergaun putih,
tatanan rambut diangkat keatas,
Mengkonotasikan kecantikan
menyeluruhyangdidapatsetelah
berdiri membelakangi kamera
menampilkan bagian atas belakang
tubuhnya, dengan latar belakang
dinding kayu, pencahayaan gelap, objek utama diletakkan pada
bagian tengah gambar.gambar.
berkunjung ke Lux Wedding
Beauty Lounge dan menikmati
serangkaian Produk Lux. Kesiapan untuk berpose untuk tampil
relax, cantik, mempesona.
“Kulitkupun bercahaya”(Suara Dian Hasil maksimal yang didapat
sastro)
setelah memanjakan kulit, menjadikan kulit bercahaya.
KONOTASI
DENOTASI
Visual
Wajah bintang Lux yang cantik,
bahagia dengan senyuman yang
menarik berkelas mengajak para
perempuan untuk ke Lux Wedding
Beauty Lounge.
Audio
“yuk ke Lux Wedding Beauty
Lounge” (Suara Dian sastro)
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar, suara
saxsophone yang meninggi.
Mengkonotasikan kalau mau
seperti saya, yaitu seorang
perempuan cantik, menarik da
berkelas, yang sedang mempersiapkan pernikahan, datanglah ke Lux Wedding Beauty
Lounge.
Ajakan untuk datang ke Lux
Wedding Beauty Lounge.
DENOTASI
115
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Ideologi kapitalisme disisipkan dalam setiap tayangan iklan, menyajikan nilai
stereotip gaya hidup global, yang juga merupakan perwujudan hegemoni
dalam menentukan gaya hidup yang akan dipilih. Iklan mengindoktrinasi
sasaran konsumennya melalui cara-cara perdagangan, memproduksi maknamakna yang tidak semata-mata menjual produk, namun menjual stereotip
gaya hidup, yang berawal dari proses naturalisasi yang disampaikan oleh
media iklan terus menerus.
KONOTASI
Visual
Audio
DENOTASI
Tampilan depan (Cover) dari album Mengkonotasikan kemewahan,
yang tertutup dengan tekstur ornament berwarna krem keemasan,
bertuliskan Lux Wedding Beauty
Lounge dengan warna emas.
kelembutan Produk Lux yang
berkelas sepanjang masa, untuk
selalu membuat para perempuan cantik di hari istimewa.
Akhir cerita.
BS: Senandung suara perempuan
yang santai dan suara gitar, suara
saxsophone yang meninggi.
Akhir cerita dari perempuan
cantik mempesona, setelah
melakukan pengambilan foto
prewedding.
b. Pembahasan Tingkatan Kedua
Terdapat ideologi dan mitos yang dihasilkan dari relasi konotasi tahap awal
dihubungkan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. Ideologi
kapitalisme hadir melalui iklan ini, memanfaatkan perempuan sebagai subjek
dan objek produk yang diiklankan. Perempuan dipaksa untuk berpikir bahwa
untuk menjadi cantik di hari yang istimewa harus menggunakan sabun Lux,
dengan melakukan serangkaian perawatan mewah ala Lux Wedding Beauty
Lounge. Sehingga hasil yang didapat adalah kulit cantik bercahaya, anggun
mempesona layaknya bintang Lux tersebut. Melalui iklan tersebut para
perempuan ditawarkan juga untuk berbelanja kemewahan semu, yang hanya
bisa dinikmati saat kampanye Lux Wedding Beauty Lounge berlangsung.
Mitos yang dihasilkan dari iklan ini adalah bahwa untuk jadi yang tercantik
di hari istimewa, para wanita harus melakukan perawatan spa mahal dan
berkelas di Lux Wedding Beauty Lounge. Hal tersebut secara tidak langsung
menggeser ritual-ritual perawatan tubuh sederhana yang dilakukan oleh
wanita dahulu yang jauh dari keadaan mewah.
Mitos kecantikan berkelas ala bintang terus menerus diulang-ulang menjadi
sebuah stereotip gaya hidup bahwa kecantikan yang maksimal hanya dapat
diperoleh dengan sesuatu yang berkelas dan mahal, hal tersebut diperkuat
dengan memanfaatkan kehidupan nyata bintang iklannya untuk menghadirkan
sebuah kenyataan semu, yang pada akhirnya akan menciptakan perilaku
kesadaran semu dalam berbelanja.
Hasrat perfeksionis dalam citra diri telah dimanfaatkan oleh kapitalisme
untuk mengindoktrinisasi para perempuan untuk memperdulikan tubuhnya
secara berlebihan; yaitu menjadi yang paling cantik dan paling mempesona.
Hal ini terjadi akibat dominasi fantasi yang diciptakan oleh visual dan verbal
dalam iklan yang mengalahkan kodrat bahwa untuk tampil tercantik di hari
istimewa, khususnya hari pernikahan tidak hanya mempersiapkan kecantikan
luar saja namun juga kecantikan di dalam diri.
Daftar Pustaka
• Melliana, S. (2006). Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan.
Yogyakarta: LKis.
• Noeswantari, D. (2002). Jurnal dinamika HAM: Perempuan dan Gaya
Hidup Konsumtif. Pusham Ubaya, 2(2),52.
• Budiwaspada, A. (1999). Ideologi iklan global pada media televisi di
Indonesia: sebuah kajian semiotik. Bandung: ITB.
• Fiske, John. Subandy,I. (1990). Cultural and Communication Studies,
Jalasutra. Yogyakarta.
• Piliang, Y.Amir. Subandy,I. (1997). Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop
dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Realitas-Realitas
Semu Masyarakat Konsumer: Estetika Hiperealitas dan Politik
Konsumerisme. Jalasutra. Yogyakarta.
Penutup
116
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
117
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
118
Serat Rupa Vol. 1 Edisi I April 2013
Download