prilaku komunikasi dalam akulturasi antar etnis jawa dan etnis muna

advertisement
PRILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI
ANTAR ETNIS JAWA DAN ETNIS MUNA DI KABUPATEN
MUNA
(Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka, Kabupaten
Muna)
OLEH:
ADE RAMAYANA
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNVERSITAS HASANUDDIN
2012
i
PRILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI
ANTAR ETNIS JAWA DAN ETNIS MUNA DI KABUPATEN
MUNA
(Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka, Kabupaten
Muna)
OLEH:
ADE RAMAYANA
E 31108010
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pada Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Public Relations
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PILITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji dan Syukur yang sebesar-besarnya
atas kehadirat Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW atas rahmat dan
karuniaNya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat
terselesaikan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Hasanuddin Jurusan Ilmu
Komunikasi Program Studi Public Relations.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tanpa bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini karena banyaknya
tantangan, baik dari segi kemampuan Penulis, bahasa, literatur maupun waktu
yang tersedia. Akan tetapi berkat petunjuk dan arahan dari pembimbing serta
pihak-pihak yang mendukung Penulis sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, Penulis mengucapkan Terima Kasih Yang Sebesar-besarnya
kepada Ayahanda LA KENDA dan Ibunda WA APE, A.Ma.pd yang telah
membesarkan dan mendidik penulis, serta seluruh Keluarga dan Sahabat yang tak
henti-hentinya member semangat sampai detik ini.
Dengan terselesaikannya skripsi yang berjudul “Prilaku Komunikasi
Dalam Akulturasi Antar Etnis Jawa Dan Etnis Muna, (Studi Komunikasi
Antar Budaya di Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna, Sulawesi
iii
Tenggara)” ini, perkenalkanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Muhammad Farid, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu
Komunikasi juga sebagai dosen Pembimbing I
dan Drs. Sudirman
Karnay, M.Si, selaku Pembimbing II yang dengan tulus ikhlas dan penuh
kesabaran membimbing, menyertai dan mendorong penulis sehingga dapat
menyelesaikan sripsi ini.
2. Segenap Dosen, pegawai dan staf Jurusan Ilmu Komunikasi dan Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin.
3. Saudara-saudaraku yang tercinta, Kamaruddin, Daud S.Ip, Handayani,
Tajuddin S.Ip, Mira Natalia S.KM serta kemenakan-kemenakanku
tersayang Rani Eka Pratiwi (Rani), Ade Herdin Aprilia (Herdin), Fadil
Muhammad (Fadil), Rieke Agustien Ramadhani (Rieke) dan Rubi serta
seluruh keluarga yang senantiasa mendukung penulis.
4. Saudara-saudara seperjuanganku Exist ‘08’ yang selalu memberikan
semangat yang tak henti-hentinya, menemani hari-hari penulis serta
memberikan kehangatan dan arti persaudaraan bagi penulis selama
dibangku kuliah. Pengalaman, kenangan, suka duka, susah senang, dan
perjalanan (mulai dari mandi, makan, tidur dan kerasukan bareng) selama
empat tahun ini bersama kalian takkan terlupakan bagi penulis.
5. Sahabat sekaligus saudara tercinta dan tersayang Albertin Vivi, Finthya
Sari Ramadhani, dan Evy Novianti Syam yang telah memberikanku
semangat, masukan, kehangatan persaudaraan dan menerimaku apa adanya
iv
selama empat tahun ini. Semoga ini semua tetap berlanjut sampai maut
memisahkan *spekkk.
6. Kakak-kakak dan adik-adik kosmik yang penulis tidak bisa sebutkan satupersatu.
7. Teman-teman dan Sabeum di UKM Taekwondo Unhas, sabeum Eko,
Sabeum Amin, Sabeum Arya, K’ Nompo, K’ Rusman, K’ Kadri, K’
Ewa, K’ Didi, K’ Inna, Dewi, Maya dll yang penulis tidak bisa sebutkan
satu persatu.
8. Teman-teman KKN Gel. 80 Lokasi Kecamatan Pajukukang Desa
Papanloe, Eris, Aswin, Uppi dan Najma atas kerjasamanya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan Masukan dan Kritikan untuk perbaikan
lebih lanjut, semoga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi yang memerlukan.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
Makassar, Mei 2012
Ade Ramayana
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………….
i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………...
i
HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI…………………...
ii
ABSTRAK …………………………………………….................... .
iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………
iv
DAFTAR ISI………………………………………………..............
vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………. .
ix
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………. .
x
PENDAHULUAN………………………………..... .
1
A. Latar Belakang Masalah……………………………
1
BAB 1
B. Rumusan Masalah……………………………………… 6
C. Tujuan Penelitan……………………………………
7
D. Kegunaan Penelitian………………………………..
7
E. Kerangka Konseptual………………………………
7
F. Defenisi Operasional……………………………….
13
G. Metode Penelitian……………………………………. 14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA……………………………
20
A. Pengertian Komunikasi………………………………. 20
B. Pengertian Budaya…………………………………… 22
C. Komunikasi Antar Budaya……………………………. 24
D. Unsur-unsur Kebudayaan………………………...
27
E. Komunikasi Verbal dan Nonverbal…………………… 28
vi
F. Prilaku Komunikasi……………………………………. 35
G. Peran Komunikasi dalam Mempermudah Akulturasi…. 39
H. Komunikasi dan Akulturasi…………………………… 40
I. Potensi Akulturasi…………………………………….. 44
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………… 47
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………… 48
B. Aspek Kelembagaan dan Aspek Budaya di Kecamatan
Kabangka………………………………………………. 59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………… 62
A. Hasil Penelitian………………………………………. 62
A.1.
Profil Informan……………………………...63
A.2.
Hasil penelitian…………………………… 65
B. Pembahasan…………………………………….. ….
119
1. Proses Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di
Kecamatan Kabangka…………………………….
119
2. Prilaku Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna
dapat berjalan dengan baik……………………….
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN…………………...............
123
132
A. Kesimpulan………………………………………….
132
B. Saran………………………………………………...
133
DAFTAR PUSTAKA
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan terletak pada variasi
langkah dan cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau
kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik
secara verbal maupun nonverbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam
semua konteks interaksi. Pusat perhatian studi komunikasi dan kebudayan juga
meliputi bagaimana menjajaki makna, pola-pola tindakan, dan bagaimana makna
serta pola-pola itu diartikulasikan dalam sebuah kelompok sosial, kelompok
budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang
melibatkan interaksi antarmanusia.
Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin
pesat. sebagai Negara yang memiliki beragam budaya dan kultur yang berbeda,
Indonesia juga terdiri dari suku-suku yang berbeda di setiap daerah. Dengan
perbedaan tersebut, tak jarang diantara mereka melakukan akulturasi.
Akulturasi merupakan perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang
berlangsung dengan damai dan serasi. Akulturasi atau Culture Contect, sebagai
proses sosial yang timbul bila suatu kelompok dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa
1
yang lambat laun kebudayaan asing itu diterima dan diolah sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya keaslian budaya itu sendiri. Dalam artian yang lebih
lugas, bahwa akulturasi merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat
pendatang untuk menyesuaikan diri dengan memperoleh kebudayaan masyarakat
setempat.
Dalam akulturasi selalu terjadi proses penggabungan (fusi budaya) yang
memunculkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan nilai-nilai dari budaya lama
atau budaya asalnya. Sebagaimana masyarakat setempat memperoleh pola-pola
budaya lokal lewat komunikasi, begitu pula dengan seorang transmigran yang
memperoleh pola-pola budaya lokal lewat komunikasi. George Herbert Mead
dalam filsafat ilmu komunikasi (2007:3) mengatakan bahwa setiap manusia
mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam
masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi.
Seiring berjalannya waktu, seorang transmigran akan mengatur dirinya
untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain dan itu
dilakukannya lewat komunikasi. Elvinaro Ardianto dalam Filsafat Ilmu
Komunikasi (2007:2) mengemukakan bahwa tujuan dasar komunikasi adalah
mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Lewat komunikasi kita
menyesuaikan diri dan hubungan dengan lingkungan kita.
Proses akulturasi mengarah kepada terjadinya asimilasi sebagai proses
sosial yakni suatu proses dimana individu-individu atau kelompok-kelompok yang
sebelumnya berbeda-beda perhatiannya yang kemudian mempunyai pandangan
yang sama. Dengan kata lain proses dari dua atau lebih kebudayaan yang berbeda,
2
tetapi secara perlahan-lahan menjadi sama. Proses ini berlangsung dua arah, saling
mempengaruhi dan saling mengisi sehingga membentuk pola budaya baru. Hal ini
berlangsung secara terus-menerus dan dalam kondisi setaraf antara individu atau
kelompok.
Untuk mempermudah terjadinya akulturasi, maka kecakapan komunikasi
dari transmigran merupakan hal yang sangat berpengaruh. Sebagaimana seorang
transmigran pun memperoleh pola-pola budaya penduduk lokal melalui
komunikasi. Seseorang transmigran akan mengatur dirinya untuk mngetahui dan
diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Pada akhirnya, bukan hanya
system sosio-budaya transmigran tetapi juga system sosio-budaya masyarakat
setempat akan mengalami perubahan sebagai akibat dari kontak komunikasi antar
budaya dalam rentan waktu yang lama. Malinowski dalam Kebudayaan dan
Lingkungan dalam Perspektif Antropologi ( 2000:105 ) mengatakan bahwa
perubahan kebudayaan bisa saja disebabkan oleh faktor-faktor dan kekuatan
spontan yang muncul dalam komunitas atau hal tersebut bisa juga terjadi melalui
kontak dengan kebudayaan yang berbeda.
Masalah pembauran budaya merupakan masalah yang sangat kompleks,
sarat akan konflik, yang terkadang berakhir dengan tejadinya disintegrasi. Dimana
hambatan komunikasi antara dua budaya seringkali timbul dalam bentuk pebedaan
persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola berpikir, struktur budaya,
system budaya serta masalah komunikasi. Demikian pula halnya di Kecamatan
Kabangka yang memiliki luas 103,62 km2 sebagai unit pemukiman penduduk
setingkat kecamatan yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten
3
Muna, dengan kapasitas jumlah penduduk 8.157 jiwa yang sebagian
masyarakatnya berasal dari etnis pendatang Jawa dan etnis Muna yang bermukim
di Desa (SPA) Wakobalu Agung dan Desa (SPB) Sarimulyo Kecamatan
Kabangka.
Aspek pengembangan nilai-nilai sosial budaya merupakan suatu
permasalahan yang sangat perlu diprhatikan, mengingat beragamnya latar
belakang sosial budaya masyarakat yang bermukim didaerah ini. Dengan
bertemunya etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka, tidak menjadikan
daerah tersebut rentang akan konflik sehingga etnis Jawa dapat dapat beradaptasi
dengan baik dengan masyarakat setempat (etnis Muna).
Bertemunya suku-suku bangsa ini tentu saja menghadirkan perbedaanperbedaan, terutama dalam hal bahasa, agama, adat istiadat, norma-norma maupun
etos kerja masing-masing. Dalam hal aktifitas keseharian, tentu saja masingmasing melaksanakannya sesuai dengan nilai-nilai dan patokan-patokan yang
mencerminkan budaya sukunya (Koentjaraningrat, 1993:3). Dengan bertemunya
berbagai kelompok sosial, suku-suku bangsa pada suatu wilayah dapat terjadi dua
kemungkinan proses sosial (hubungan sosial atau interaksi sosial), yaitu hubungan
sosial yang positif dan negatif. Dampak positif dari interaksi sosial masyarakat
pendatang (etnis Jawa) dengan masyarakat setempat (etnis Muna) dapat dilihat
dalam hubungan mereka sesama petani, dimana mereka dapat meniru tata cara
ataupun nilai-nilai, bahkan inovasi baru dalam hal pengolahan lahan pertanian dari
masyarakat pendatang (etnis Jawa) yang dapat meningkatkan produktifitas, dan
begitu pula sebaliknya. Dalam perkembangan selanjutnya, satu sama lain dapat
4
bertukar pengalaman dan pengetahuan diberbagai bidang kehidupan. Jika kontakkontak tersebut berlangsung secara terus menerus dalam waktu yang lama, tidak
menutup kemungkinan menciptakan akulturasi, bahkan membentuk budaya baru
yang mencerminkan sebuah budaya lokal dan budaya pendatang.
Kehidupan masyarakat Kabangka dalam beberapa tahun terakhir ini
mengalami perubahan yang dapat di lihat dengan tergesernya penggunaan bahasa
daerah Muna oleh masyarakat Kabangka khususnya di Desa Sarimulyo dan Desa
Wakobalu Agung dengan bahasa Jawa sebagai bahasa yang dipakai oleh
masyarakat setempat (etnis Muna) yang merupakan salah satu faktor yang
mempercepat terjadinya akulturasi yang mengarah pada hubungan positif. Namun
tidak selamanya interaksi yang terjadi antara etnis Muna dan etnis Jawa di
Kecamatan Kabangka berdampak positif. Hal ini biasanya didukung dengan
kehidupan masyarakat etnis Jawa yang lebih baik. Hal ini dikarenakan etnis
pendatang Jawa sudah menguasai sebagian besar perekonomian di Kecamatan
Kabangka, sehingga etnis Muna memandang etnis Jawa sebagai kelompok yang
diuntungkan oleh keadaan, dimana etnis Jawa dianggap sebagai pesaing baru
dalam mengelola potensi alam didaerahnya. Ada perbedaan sikap hidup dari para
etnis pendatang Muna dengan etnis Jawa yakni sebagai masyarakat setempat
mereka merasa lebih berhak atas apa saja mengenai daerahnya, dan sebagai
masyarakat pendatang, tak jarang mereka dianggap “sebelah mata” oleh
masyarakat setempat. Selain itu, intensitas dan kreatifitas kerja etnis Jawa lebih
tinggi dari etnis Muna dalam hal pemanfaatan potensi alam sehingga terjadi
kesenjangan antara etnis Jawa dengan etnis Muna di Kecamatan Kabangka yang
5
menyebabkan kecemburuan sosial yang dapat menghambat proses akulturasi
budaya antara masyarakat pendatang Jawa dan etnis Muna di Kecamatan
Kabangka.
Berdasarkan pengamatan tersebut, penulis mencoba membahas Akulturasi
antar etnis yang ada di Kecamatan Kabangka khususnya Desa Sarimulyo dan
Desa Wakobalu Agung. Dimana etnis pendatang Jawa menghadirkan budaya
sukunya sehingga terjadi pembauran budaya dengan etnis Muna di Kecamatan
Kabangka. Melihat keadaan seperti ini maka penulis tertarik untuk melakukan
suatu penelitian tentang proses akulturasi serta faktor-faktor lain yang dapat
mempermudah terjadinya akulturasi yang mengarah pada asimilasi. Dengan latar
belakang masalah diatas maka penulis merumuskan judul sebagai berikut:
“Prilaku Komunikasi Dalam Akulturasi Antar Etnis Jawa Dan Etnis Muna”
(Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka
Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diatas maka penulis
mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:
a.
Bagaimana prilaku komunikasi dalam Akulturasi Antar Etnis Jawa
dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka ?
b.
Mengapa Proses Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna
dapat berjalan dengan baik ?
6
C.
Tujuan Penelitian
a.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui perilaku komunikasi Akulturasi Antar Etnis
Pendatang Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka.
2. Untuk mengetahui Proses Akulturasi antar Etnis Jawa dengan
etnis Muna dapat berjalan dengan baik.
D.
Kegunaan Penelitian
1.
Secara Teoritis
Sebagai masukan terhadap ilmu komunikasi dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi
antar
budaya.
2.
Secara Praktis
Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa yang ingin melakukan
penelitian lebih lanjut dibidang komunikasi, khususnya mengenai
komunikasi antar budaya.
E.
Kerangka Konseptual
Pada dasarnya prilaku komunikasi merupakan interaksi dua arah, dimana
seseorang terlibat didalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan
informasi kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima harus
mengformulasikan, menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas,
7
lengkap dan benar. Dengan demikian prilaku komunikasi tidak lain dari
bagaimana cara melakukan komunikasi dan sejauh mana hasil yang mungkin
diperoleh dengan cara tersebut.
Prilaku komunikasi dikategorikan sebagai prilaku yang terjadi dalam
berkomunikasi verbal maupun nonverbal, yaitu bagaimana pelaku (sumber dan
penerima) mengola dan mentransfer suatu pesan. Disini sumber seharusnya
mengformulasikan dan menyampaikan pesan secara jelas, lengkap dan benar.
Sementara pihak yang menerima (penerima) diharapkan
menanggapi
pesan
seperti apa yang dimaksud oleh sumber.
Komunikasi antar budaya bukan merupakan sesuatu yang baru terjadi.
Semenjak terjadinya pertemuan antara individu-individu dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Sebagai salah satu studi sistematik, komunikasi antar
budaya membahas mengenai kontak atau interaksi yang terjadi antara orang-orang
yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda dan relatif masih baru.
Transmigran yang memasuki suatu daerah yang memiliki kebudayaan
yang berbeda harus memiliki potensi akulturasi yang memadai untuk bisa
menyesuaikan diri dengan budaya yang baru agar bisa mengatur dirinya untuk
mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan penduduk setempat.
Dalam akulturasi, proses komunikasi menjadi hal utama. Hal ini terjadi
melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat yang dimasuki
oleh seorang individu melalui proses komunikasi. Individu yang memasuki
budaya baru akan belajar berkomunikasi dalam berhubungan dengan orang lain.
8
Kim, dalam Rumondor ( 1995: 18) mengatakan bahwa komunikasi antar
budaya merajuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para pesertanya
masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu
kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
Berdasarkan gambaran diatas, terlihat jelas bahwa proses komunikasi antar
budaya dapat membantu para pendatang yang memiliki latar belakang budaya
yang berbeda untuk melakukan interaksi dengan kebudayaan setempat. Dalam
proses akulturasi harus memiliki interkoneksitas cara berkomunikasi sehingga
dapat tercipta interaksi yang baik dan dan saling mendukung.
Menurut Suyono, dalam Rumondor (1995: 208) akulturasi merupakan
pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal
dari pertemuan dua atau beberapa unsur kebudayaan yang saling berhubungan
atau saling bertemu. Berdasarkan defenisi ini tampak jelas dituntut adanya saling
pengertian antar kedua kebudayaan tersebut sehingga akan terjadi proses
komunikasi antarbudaya. Walaupun komunikasi antarbudaya membahas tentang
persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-pelaku
komunikasi, tetapi perhatian utamanya adalah proses komunikasi antar individuindividu dan kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaanya yang mencoba
untuk berinteraksi.
Ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok
dari setiap kebudayaan didunia yakni:
9

Bahasa

Sistem ilmu pengetahuan

Organisasi sosial

Sistem peralatan hidup dan teknologi

Sistem mata pencaharian hidup

Religi

Kesenian
Untuk menggambarkan proses akulturasi tersebut, penulis menggunakan 2
model teori yakni:
1. Teori Konvergensi Budaya dari Kincaid dan Everett M. Rogers.
Dalam teori ini, berbagai kultur bertemu pada suatu titik dalam hal ini
lingkungan sebagai bentuk hubungan sosial yang menyatakan bahwa
komunikasi sebagai proses yang memilih kecenderungan bergerak
kearah satu titik temu (convergence), dengan kata lain komunikasi
adalah suatu proses yang mana orang-orang atau lebih saling menukar
informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya
salam situasi dimana mereka berkomunikasi.
3. Model Komunikasi Antarbudaya
Dalam hubungannya dengan komunikasi antarbudaya penulis juga
menggunakan proses akulturasi sebagai berikut:
10
Gambar 1.1
Budaya A
Budaya B
A
B
A&B
Pertemuan Budaya A & Budaya B
Sumber: Mulyana (1998)
Berdasarkan bagan diatas, model komunikasi antarbudaya terjadi proses
akulturasi dimana budaya A yaitu etnis Muna di Kec. Kabangka yang diwakli oleh
suatu segi empat dan budaya B, yakni etnis pendatang Jawa yang diwakili oleh
suatu persegi enam. Dari proses akulturasi tersebut timbul kebudayaan baru yang
merupakan hasil peretemuan antara budaya A dan budaya B dimana budaya baru
digambarkan dalam bentuk lingkaran. Penyadian-penyadian balik pesan antara
budaya A dan B dilukiskan oleh panah-panah yang menhubungkan antara dua
budaya. Panah-panah ini menunjukkan pesan komunikasi antar dua budaya yang
berbeda. Selanjutnya anak panah budaya A dan budaya B menuju ke bentuk
lingkaran dimana budaya A dan budaya B bertemu sehingga terjadi proses
11
akulturasi yang dapat menimbulkan suatu budaya baru pada penduduk lokal atau
budaya transmigran.
Dari model diatas menunjukkan bahwa bisa terdapat banyak ragam
perbedaan dan persamaan budaya dalam komunikasi antar budaya. Komunikasi
antar budaya terjadi dalam bentuk ragam situasi yakni dari interaksi-interaksi
antara orang-orang yang berbeda budaya.
Dalam komunikasi antarbudaya ada beberapa hal penting yang harus
dikembangkan yakni, sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai antara
satu budaya dengan budaya yang lainnya. Untuk mengembangkan sikap saling
mengerti tersebut maka dalam proses akulturasi, seorang individu atau kelompok
sosial harus berusaha mengembangkan persepsi tidak atas dasar persepsi
budayanya namun haruslah memahami bagaimana budaya lain yang sedang
dihadapinya dalam melakukan persepsi.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menggambarkan proses
akulturasi yang terjadi antara masyarakat pendatang dengan penduduk asli sebagai
berikut:
12
Gambar 1.2
Bagan Kerangka Konseptual
Komunikasi antar
budaya
Etnis Jawa
Etnis Muna
Proses akulturasi
Prilaku komunikasi
Komunikasi verbal
Komunikasi nonverbal
Pembauran
F.
Defenisi Operasional

Etnis pendatang jawa adalah orang yang datang dari daerah lain
yang ingin tinggal atau menetap didaerah Kecamatan Kabangka
yang memiliki cirri khas sendiri.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang
yang berbeda kebudayaannya, misalnya antar suku bangsa, etnis,
ras, dan kelas sosial.
13

Etnis Muna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat
Muna atau orang-orang yang secara turun-temurun menetap di
Kec. Kabangka yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai
budaya.

Proses akulturasi adalah suatu proses yang dilakukan transmigran
untuk menyesuaikan diri yang interaktif dan berkesinambungan
yang berkembang melalui komunikasi dengan penduduk lokal
yang berlangsung dengan damai dan serasi.

Prilaku komunikasi yaitu interaksi dua arah baik secara verbal dan
non verbal dimana seseorang terlibat didalamnya berusaha
menciptakan dan menyampaikan informasi kepada penerima dalam
bentuk sikap, perhatian, gerak-gerik, perlindungan, ungkapan kasih
sayang dan pengorbanan.

Pembauran yaitu bertemunya dua budaya yang berbeda menjadi
satu sehingga tidak ada budaya yang dominan, baik budaya etnis
pendatang Jawa atau budaya etnis Muna di Kec. Kabangka.
G.
Metode Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna
Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian ini berlangsung mulai dari Maret
sampai April 2012 selama dua bulan. Dimana observasi telah dilakukan
oleh peneliti sejak bulan Januari 2012.
14
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu untuk
menggambarkan
suatu
fenomena
sosial.
Penelitian
ini
akan
mendeskripsikan realitas sosial yang ada yakni proses akulturasi antar
etnis pendatang dan penduduk lokal dalam berbagai aspek, dimana
penulis melakukan pengamatan secara langsung dilokasi penelitian.
3. Teknik Penentuan Informan
Sumber informasi/informan adalah 5 pasangan suami istri yang berbeda
etnis (etnis Muna dan etnis Jawa) dengan kasus yang berbeda yang
menetap di Kecamatan Kabangka. Untuk mendapatkan data yang akurat
dan dijamin kualitasnya maka sebelum menentukan subyek/informan
penelitian akan dilakukan operview atau penjajakan pasangan suami
istri dengan representiv memberikan informasi dengan mengajukan
beberapa pertanyaan yang terkait permaslahan yang akan diteliti.
Selanjutnya barulah ditentukan subyek/informan. Informasi awal dipilih
orang yang dapat “membuka jalan untuk menentukan informan
berikutnya dan berhenti apabila data yang dibutuhkan sudah cukup”.
Dalam menentukan subyek/informan, dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara dipilih secara sengaja yakni yang dianggap dapat
memberikan informasi terhadap dua masalah yang diajukan dengan
kriteria sebagai berikut:
15
a. Etnis pendatang Jawa yang sudah menetap di Kecamatan
kabangka selama kurang lebih 5 tahun dan mempunyai tempat
tinggal.
b. Etnis Muna yang tinggal di Kecamatan Kabangka.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua aspek yakni:
a. Data Primer
Data ini diperoleh melalui penelitian lapangan yang langsung
menemui para informan dan dilakukan dengan dua cara yakni:
-
Obeservasi yakni, suatu teknik pengumpiulan data yang
dilakukan dengan jalan mengamati secara langsung obyek
penelitian disertai dengan pencatatan yang diperlukan.
-
Wawancara
mendalam
yakni,
dengan
menggunakan
pedoman pertanyaan terhadap subyek penelitian dan
informan yang dianggap dapat memberikan penjelasan
mengenai proses akulturasi etnik pendatang Jawa dan
penduduk asli Kabangka serta faktor yang berpengaruh.
b. Data sekunder
Pengumpulan data jenis ini dilakukan dengan menelusuri bahan
bacaan berupa jurnal-jurnal, buku, internet dan berbagai hasil
penelitian terkait, serta dokumen yang tersedia pada kantor
kecamatan yang relevan dengan permasalahan.
16
5. Teknik Analisis Data
Menganalisa
data
yang
telah
dikategorikan,
akan
dilakukan
interpretative understanding. Berarti penulis melakukan penafsiran
pada data dan informasi yang masuk, untuk mencermati data dengan
fokus penelitian dan penyajian data karena data yang akan diperoleh
dalam penelitian ini data kualitatif berupa kata-kata maka secara
otomatis penyajiannya akan berbentuk uraian kata-kata yang tentunya
mengarah pada pokok permasalahan. Selain mengunakan interpretative
understanding, penulis juga menggunakan model analisis model
interaktif (Interactive Model of Analysis).
Analisis data yang telah diperoleh di lapangan, dilakukan secara
interpretasi kualitatif diri diaolog-dialog interaktif dan wawancara
mendalam dengan menggunakan pendekatan dari teori-teori komunikasi
serta konflik dalam mengalisis setiap informasi yang ditemukan dari
berbagai literatur dan para informan yang dianggap memiliki
kompetensi pengetahuan secara teoritik maupun emperik tentang
tentang prilaku komunikasi dalam akulturasi dan mengapa proses
akulturasi antar etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka
dapat berjalan dengan baik.
Proses analisis data model interaktif (Interactive Model of Analysis)
dilakukan dalam beberapa tahap yakni:
17

Tahap pertama analisis yang dilakukan adalah proses reduksi
data
yang
berfokus
pada
pemilihan,
penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar dari catatan
lapangan. Abstraksi disini adalah usaha membuat rangkuman
yang inti, proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga
sehingga tetap berada dalam satuan-satuan. Proses reduksi
dilakukan secara bertahap selama dan sesudah pengumpulan
data sampai laporan tersusun. Reduksi data dilakukan dengan
cara membuat ringkasan data dan membuat kerangka dasar
penyajian data.

Tahap kedua adalah penyajian data yaitu penyusunan
sekumpulan informasi menjadi pernyataan yang memungkinkan
penarikan kesimpulan. Data disajikan dalam bentuk teks naratif
yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang
dianalisis dalam bentuk komponen-komponen sebagaimana
yang ditentukan dalam penelitian.

Tahap ketiga adalah penarikan kesimpulan berdasarkan
reduksi dan penyajian data yang telah dilakukan. Penarikan
kesimpulan data hasil reduksi dan penyajiannya disesuaikan
dengan pertanyaan disesuaikan dengan pertanyaan penelitian
dan tujuan dari penelitian ini.
Analisa data berlangsung secara terus-menerus sejak dari wilayah
penelitian sampai pada proses pengumpulan data dan penulisan laporan
18
penelitian. Artinya, bahwa analisis data dilakukan sepanjang proses
penelitian.
Dengan melakukan teknik tersebut diatas diharapkan informasi yang
didapatkan dalam pelaksanaan penelitian dapat memberikan informasi
yang falid dan aktual.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Komunikasi
Di dalam kehidupan sehari-hari khususnya kehidupan pasangan suami istri
yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda, komunikasi memiliki
peran yang sangat penting. Dengan komunikasi ini menentukan apakah hubungan
pasangan ini berjalan secara harmonis atau malah sebaliknya.
Sejak manusia masih dalam kandungan, ia sudah mengadakan komunikasi.
Komunikasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.
Komunikasi juga merupakan topik yang amat sering diperbincangkan bukan
hanya dikalangan praktisi komunikasi akan tetapi juga dikalangan orang-orang
awam.
Kata komunikasi sebernarnya berasal dari bahasa Latin communis yang
berarti sama, istilah inilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata
komunikasi. Berkomunikasi adalah proses dimana seseorang menyampaikan
sesuatu yang mempunyai arti lalu ditangkap oleh lawan bicaranya dan dimengerti
pesan-pesan itu tercermin melalui prilaku manusia seperti berbicara secara verbal
atau nonverbal, gestura (gerakan isyarat) seperti melambaikan tangan ke orang
lain, menggelengkan kepala, menarik rambut. Semua itu menunjukkan bahwa kita
sedang berkomunikasi.
20
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan belum tentu juga
menciptakan kesamaan makna, dengan kata lain mengerti bahasa saja belum tentu
mengerti maksud yang dibawakan oleh bahasa tersebut, proses komunikasi bisa
dikatakan efektif apabila komunikator dan komunikan selain mengerti bahasa
yang digunakan, juga mengerti makna dari apa yang akan dikomunikasikan.
Untuk melakukan komunikasi, Gerald R. Miller, dalam Mulyana (2000:
62) menyatakan bahwa komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan
suatu pesan kepada penerima dengan niat yang didasari untuk mempengaruhi
prilaku penerima.
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran
atau perasaan seseorang (kounikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran ini
bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari
benaknya.
Perasaan
bisa
berupa
keyakinan,
kepastian,
keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegirahan, dan sebagainya yang timbul
dari lubuk hati.
Dalam kehidupan sehari-hari, tak peduli dimana kita berada, selalu
berinteraksi dengan siapa dan berkomunikasi dengan orang-orang tertentu yang
berasal dari kelompok, ras, etnis, atau budaya lain. Berinteraksi dengan orangorang yang berebda kebudayaan, merupakan pengalaman baru yang selalu
dihadapi. Ber-komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat popular
dan pasti dijalankan dalam porgaulan manusia. Aksioma komunikasi mengatakan
“Manusia selalu berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi”
(Liliweri, 2003:5).
21
Esensi komunikasi terletak pada proses, yakni suatu aktifitas yang
“melayani” hubungan antara pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan
waktu. Itulah sebabnya mengapa semua orang pertama-tama tertarik mempelajari
komunikasi manusia (human communication), sebuah proses komunikasi yang
melibatkan manusia pada kemarin, kini dan mungkin di masa akan datang.
Komunikasi manusia itu melayani segala sesuatu, akibatnya ada pendapat
yang mengatakan bahwa komunikasi itu sangat mendasar dalam kehidupan
manusia, komunikasi merupakan proses yang universal. Komunikasi merupakan
pusat dari seluruh sikap, prilaku dan tindakan yang trampil dari manusia
(communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan
berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui
pertukaran informasi, ide-ide, gagasan maksud serta emosi yang dinyatakan dalam
simbol-simbol dengan orang lain.
Wan Xiao, 1997 dalam Liliweri (2003:5) mengatakan bahwa “interaksi
sosial membentuk sebuah peran yang dimainkan setiap orang dalam wujud
kewenangan dan bertanggung jawab yang telah memiliki pola-pola tertentu. Polapola itu ditegakkan dalam instirtusi sosial (social institution) yang mengatur
bagaimana cara orang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, dan
organisasi sosial (social organization) memberikan wadah, serta mengatur
mekanisme kumpulan orang-orang dalam suatu masyarakat.
B. Pengertian Budaya
Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia, dimana manusia belajar
berpikir, merasa mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut
22
budayanya. Secara formal budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,
hubungan dan sebagainya.
Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga
berkenaan dalam bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang
mempengaruhi hidup kita. Sebagian besar pengaruh budaya terhadap kehidupan
kita, terkadang kita tidak menyadarinya, yang jelas budaya secara pasti
mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati, bahkan setelah mati kita
pun di kubur dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan merupakan ini keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan
lain
yang
didapat
seseorang
sebagai
anggota
masyarakat.
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak
hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana
komunikasi berlangsung tetapi budaya juga mentukan bagaiman orang menyandi
pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk
mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh
perbendaharaan prilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita
23
dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila
budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula paktek-praktek kumunikasi.
C. Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya sendiri atau yang biasa di sebut Intercultural
Communication bukanlah suatu hal yang baru. Sejak manusia yang berbeda
budaya dan kebiasaan di bumi ini mengadakan hubungan, maka komunikasi
antarbudaya akan terus berlangsung. Dalam kounikasi manusia selalu dipengaruhi
oleh budayanya, budaya bertanggung jawab atas semua prilaku dan makna yang
dilakukan oleh si pelaku.
Untuk memahami komunikasi antarbudaya perlu terlebih dahulu
memahami kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat dalam Rumondor (1995: 44)
menyatakan bahwa “kebudayaan merupakan dari kelakuan dan hasil prilaku
manusia, tata kelakuan manusia, yang harus didapatkan dengan belajar dan
semuanya itu tersusundalam kehidupan masyarakat.
Komunikasi
antarbudaya
sendiri
sebenarnya
merupakan
proses
komunikasi yang biasa saja, hanya saja mereka yang terlibat didalamnya
mempunyai latarbelakang budaya yang berbeda, dalam komunikasi yang terjadi
antara dua budaya yang berbeda itu, maka aspek budaya seperti bahasa, isyarat
non verbal, sikap, kepercayaan, watak, nilai dan orientasi pikiran akan lebih
banyak ditemukan sebagai perbedaan yang besar yang seringkali mengakibatkan
terjadinya distori dalam komunikasi. Namun dalam masyarakat yang bagaimana
pun berbeda kebudayaannya tetap saja akan terdapat kepentingan-kepentingan
bersama untuk melakukan komunikasi.
24
Selama masa perkembangan, komunikasi antarbudaya telah banyak para
ahli yang mencoba untuk mendefenisikan komunikasi antarbudaya ini antara lain:
-
Andera L. Rich, dalam Liliweri (2003:10) mngatakan bahwa komunikasi
antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antar suku
bangsa, antar etnis dan ras, serta antar kelas sosial.
-
Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,
antar pribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang
kebudayaan yang mempengaruhi prlaku komunikasi para peserta. (Dood,
1991:5).
-
Samovar dan Porter juga menyatakan komunikasi antarbudaya terjadi
diantara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang
kebudayaannya berbeda. (1976:4).
Saat ini keberadaan komunikasi antarbudaya semakin penting dan vital
ketimbang di masa-masa sebelumnya, Devito (1997: 475-477) menyatakan ada
beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya ini,
antara lain:

Mobilitas
Mobilitas masyarakat tidak pernah berhenti, bahkan karena kemajuan
transportasi, mobilitaspun semakain meningkat. Perjalanan dari suatu
tempat ke tempat lain pun kerap dilakukan, saat ini pula orang
serigkali mengunjungi budaya-budaya lain untuk mengenal daerah
baru dan orang-orang yang berbeda serta untuk menggali peluang-
25
peluang eknomis. Hal ini menyebabkan hubungan antarpribadi
kemudian menjadi hubungan antarbudaya.

Saling Ketergantungan Ekonomi
Saat ini kebanyakan daerah ataupun Negara bergantung kepada daerah
atau negara lain, saling ketergantungan ekonomi ini menyebabkan
adanya keharusan tiap daerah atau negara untuk menjalin komunikasi
antarbudaya diantara mereka, misalnya saat ini banyak kegiatan
perdagangan
Amerika
khususnya
di
bidang
teknologi
yang
beroerientasi ke Asia antara lain Jepang, Korea, dan Taiwan yang
memilki kultur yang berbeda dengan kultur Amerika, maka kehidupan
ekonomi Amerika bergantung pada kemampuang bangsa tersebut
untuk berkomunikasi secara efektif dengan kultur yang berbeda
tersebut.

Teknologi Komunikasi
Perkembangan teknologi komunikasi telah membawa kultur luar yang
ada kalanya asing masuk ke rumah kita, film-film impor yang
ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan
dan riwayat bangsa-bangsa lain. Kita juga setiap hari membaca di
media-media ketegangan rasia, pertentangan agama, diskriminasi seks,
yang disebabkan oleh kegagalan komunikasi antarbudaya.

Pola Transmigrasi
Dihampir tiap daerah kita dapat menjumpai orang yang berasal dari
daerah atau negara lain, kemudian kita bergaul, bekerja atau
26
bersekolah dengan orang-orang tersebut yang sangat berbeda dengan
kita, pengalaman sehari-hari tersebut lambat laun akan membuat kita
semakain mengenal budaya orang lain.

Kesejahteraan Politik
Sekarang ini kesejahteraan politik kita sangat bergantung kepada
kesejahteraan politik kultur atau negara lain. Kekacauan politik di
daerah lain akan mempengaruhi keamanan kita. Komunikasi dan saling
pengertian antarbudaya saat ini terasa peting ketimbang sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi antarbudaya diatas, dapat
disimpulkan bahwa proses komunikasi antarbudaya merupakan interaksi pribadi
dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki
latar belakang budaya yang berbeda. Akibatnya interaksi dan komunikasi yang
sedang dilakukan itu membutuhkan tingkat keamanan dan sopan santun tertentu,
serta pengalaman tentang sebuah atau lebih aspek tertentu terhadap lawan bicara.
D. Unsur-unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat dalam Rumondor (1995 : 45) menyatakan ada tujuh
unsure kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan di
dunia atau kebudayaan pranata meneyeluruh cultural universal dalam system
nilai, yaitu:

Bahasa, berupa bahasa lisan yang disampaikan secara verbal maupun
berupa tulisan.
27

System pengetahuan, berupa pengetahuan mengenai sesuatu hal, misalnya
ilmu perbintangan untuk mengetahui iklim yang akan terjadi.

Organisasi sosial atau system kemasyarakatan misalanya berupa
kekerabatan, hukum dan sebagainya.

Sistem peralatan hidup dan teknologi, seperti pakaian, perumahan,
peralatan tumah tangga, senjata, alat-alat transportasi dan sebagainya.

Sistem mata pencaharian hidup seperti pertanian, peternakan, system
produksi dan sebagainya.

Sistem religi atau keyakinan atau agama seperti Tuhan, surga, neraka,
dewa, roh halus, upacara keagamaan dan sebagainya.

Kesenian berupa seni suara, seni rupa, seni musik, seni tari, seni patung
dan sebagainya.
E. Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Dalam kebanyakan peristiwa komunikasi yang berlangsung, hampir selalu
melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan non verbal secara bersamasama. Keduanya, bahasa verbal dan non verbal, memiliki sifat yang holistik (
masing-masing tidak dapat dipisahkan). Dalam banyak tindakan komunikasi,
bahasa non verbal menjadi komplemen atau pelengkap bahasa verbal. Lambanglambang non verbal juga dapat berfungsi kontradiktif, pengulangan, bahkan
pengganti ungkapan-ungkapan verbal, misalnya ketika seseorang mengatakan
terima kasih (bahasa verbal) maka orang tersebut akan melengkapinya dengan
tersenyum (bahasa non verbal), seseorang setuju dengan pesan yang disampaikan
28
orang lain dengan anggukan kepala (bahasa non verbal). Dua komunikasi tersebut
merupakan contoh bahwa bahasa verbal dan non verbal bekerja bersama-sama
dalam menciptakan makna suatu perilaku komunikasi.
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dikeluarkan secara lisan.
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dikeluarkan secara lisan.
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang sangat efisien yang
memberikan kesempatan berlangsung berlangsungnya penyampaian informasi
dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi verbal ini berfungsi untuk
mengendalikan lingkungan dan memudahkan dalam berkomunikasi dengan orang
lain dan berbagi pengalaman serta pengetahuan dengan mereka. Bahkan
komunikasi itu terjadi dengan tidak sengaja. Bisa saja sesuai dengan isi hati atau
perasaannya.
Perilaku verbal sebenarnya adalah komunikasi verbal yang biasa kita
lakukan sehari-hari. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan kata-kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita
sadari termasuk ke dalam kategori pesan disengaja, yaitu usaha-usaha yang
dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.
Suatu system kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan
sebagai perangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol
tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah
sarana utama untuk menyatakan fikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal
menggunakan kata-kata yang mempresentatifkan berbagai aspek realitas individu
29
kita. Dengan kata lain, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu
menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang mewakili
kata-kata itu.
Komunikasi verbal terlihat pada proses seconding-transmisi informasideconding-feedback. Proses econding merupakan langkah awal komunikator
merumuskan isi informasinya ke dalam satu ragam bahasa lalu disebarkan
pesan/informasi kepada komunikan untuk ditafsirkan sehingga isi informasi
dimengerti kemudian oleh komunikan direspons berupa jawaban yaitu umpan
balik. Proses komunikasi verbal memungkinkan untuk terjadinya umpan-balik
antara komunikator dengan komunikan sangat besar. Sehingga pesan yang
diterima oleh komunikator lebih jelas dan langsung dimengerti.
b. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal merupakan proses komunikasi dimana pesan tidak
disampaikan dengan kata-kata melainkan menggunakan bahasa tubuh, gerak
isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, penggunaaan objek (pakaian, potongan
rambut, simbol-simbol) serta cara berbicara (intonasi, penekanan, kualitas suara,
gaya emosi dan gaya berbicara).
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan katakata. Komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan
verbal dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan
penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi
pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga
tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita
30
mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut
bermakna pada orang lain.
Pesan-pesan
nonverbal
sangat
berpengaruh
dalam
komunikasi.
Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga berlaku tidak
universal, melainkan terkait oleh budaya. Para ahli sepakat bahwa dimana, kapan
dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini dipelajari dan karenanya
dipengaruhi konteks dan budaya. Dalam proses nonverbal yang relevan dengan
komunikasi antarbudya terdapat tiga aspek yaitu, perilaku nonverbal yang
berfungsi sebagai bahasa diam, konsep waktu dan penggunaan dan pengaturan
ruang.
Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku nonverbal
ini, akan tetapi yang berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya
adalah sentuhan. Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan
bagaimana komunikasi nonverbal merupakan suatu produk budaya. Suatu contoh
lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk mengadakan
kontak mata ketika berkomunikasi.
Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi nonverbal mempunyai banyak
persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang
dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang
nonverbal dan respon-respon yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut
merupakan bagian dari pengalaman budaya yang diwariskan dari suatu generasi
ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna karena orang mempunyai
pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi dan
31
mengarahkan pengalaman-pengalaman itu, dan oleh karenanya budaya juga
mempengaruhi dan mengarahkan kita bagaiman kita mengirim, menerima, dan
merspon lambang-lambang nonverbal tersebut.
Knaps dalam Rakhmat (1985 : 303) mengatakan bahwa yang penting
diketahui dalam pesan nonverbal adalah tinjauan psikologis terhadap peranan
pesan dalam perilaku komunikasi. Rakhmat juga menyebutkan enam alasan
mengapa pesan noverbal sangat penting yaitu:
-
Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi
interpersonal.
-
Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal
ketimbang pesan verbal.
-
Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relativ bebas
dari penipuan, distorsi dan kerancuan.
-
Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat
diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas. Fungsi
metakomunikatif
artinya
memberikan
informasi
tambahan
yang
memperjelas maksud dan makna pesan.
-
Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien
dibandingkan dengan pesan nonverbal.
-
Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Prilaku nonverbal bersifat spontan, ambigu sering berlangsung cepat, dan
diluar kesadaran atau kendali. Pada komunikasi nonverbal, banyak digunakan
tanda-tanda yang tidak jelas. Tanda-tanda itu berupa bentuk ekspresi wajah
32
tertentu bisa berarti penggunaan rasa sakit, namun bisa berarti pula kegembiraan
yang luar biasa. Bahasa nonverbal merupakan penekanan dari bahasa verbal yang
telah diucapkan serta lisan serta diperkuat dengan gerak tubuh. Komunikasi
nonverbal sangat berpengaruh jika dalam menyampaikan sesuatu kemudian susah
untuk dimengerti, maka diperkuat dengan isyarat sehingga komunikan bisa
terbantu dalam mendefenisikan maksud yang diterima oleh komunikator.
Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi.
Paul Ekman dalam Mulyana (2007) menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal,
seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata,yakni sebagai :
- Emblem.
Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki kesetaraan
dengan simbol verbal. Kedipan dapat mengatakan, ”Saya tidak sungguhsungguh.”illustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi
atau kesedihan.
- Regulator.
Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka
menandakan ketidaksediaan berkomunikasi. Kedipan mata yang cepat
meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon
tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi
kecemasan.
33
- Affect Display.
Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan
emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau
senang.
Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting.
Ekman, 1956; Knapp, 1956 (Devito 2011 : 193) mendefenisikan enam fungsi
utama komunikasi nonverbal yaitu:

Untuk menekankan.
Komunikasi nonverbal digunakan untuk menonjolkan atau menekankan
beberapa bagian dari pesan verbal.

Untuk melengkapi (complement).
Komunikasi nonverbal digunakan untuk memperkuat warna atau sikap
yang dikomunikasikan oleh pesan verbal.

Untuk menunjukkan kontradiksi.
Secara tidak sengaja komunikasi nonverbal mempertentangkan pesan
verbal kitra dengan gerakan nonverbal.

Untuk mengatur.
Gerak-gerik nonverbal
dapat
mengendalikan atau mengisyaratkan
keinginan kita untuk mengatur arus pesan verbal. Mengerutkan bibir,
mencondongkan badan kedepan atau membuat gerakan tanganuntuk
menunjukkan bahwa kita ingin mengatakan bahwa sesuatu yang
merupakan contoh dari fungsi ini.
34

Untuk mengulangi.
Kita juga dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan
verbal. Milanya mengatakan pernyataan verbal “apa benar?” dengan
mengangkat alis mata dan lain sebagainya.

Untuk menggantikan.
Komunikasi nonverbal juga dapat menggantikan pesan nonverbal.
Misalnya mengatakan “tidak” dengan menggeleng-gelengkan kepala tanpa
mengeluarkan kata-kata.
Menurut Tubbs and Moss (1996), sistem komunikasi nonverbal berbeda
dari satu budaya ke budaya lain seperti juga sistem verbal. Di beberapa negara,
suatu anggukan kepala berarti ”tidak”, di sebagian negara lainnya, anggukan
kepala sekedar menunjukkan bahwa orang mengerti pertanyaan yang diajukan.
Petunjuk-petunjuk nonverbal ini akan lebih rumit lagi bila beberapa budaya
memperlakukan faktor-faktor nonverbal seperti penggunaan waktu dan ruang
secara berbeda. Isyarat-isyarat vokal seperti volume suara digunakan secara
berbeda dalam budaya-budaya yang berbeda, begitu juga dengan ekspresi emosi.
Oleh karena itu, komunikasi nonverbal dapat dikatakan komunikasi yang
paling jujur karena bersifat spontan, susah untuk dikendalikan dan terjadi diluar
kesadaran kita.
F. Perilaku Komunikasi
Proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih akan
menghasilkan efek yang berupa perubahan prilaku. Perubahan prilaku ini bisa saja
menjadi posotif atau negatif.
35
Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. dalam bukunya “Prilaku Manusia”
menguraikan prilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti
orang berjalan, naik sepeda dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini
mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki harus di letakkan pada kaki lain. Jika
seseorang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan berprilaku.
Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal, sebenarnya
prilaku ada dibalik tirai tubuh, didalam tubuh manusia.
Natoatmojo (2003 : 114) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
prilaku manusia adalah semua kegiatan manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar.
Skinner (1983) seoarang ali psikologi, merumuskan bahwa prilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena prilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organism
tersebut merespon, maka teori Skinner disebut teori “S-O-R” atau StimulusOrganisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua proses:
1. Respondent respon atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam
ini disebut electing dtimulus karena menimbulkan respon-respon
yang relatif sama. Respon ini juga mencakup prilaku emosional
misalnya mendengar berita musibah kemudian menjadi sedig atau
menangis.
2. Operant respon atau instrumental, yakni respon yang timbul dan
berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
36
tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau
reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang
mahasiswa melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap
uraian tugas) kemudian diangkat menjadi asisten dosen (stimulus
baru), maka mahasiswa tersebut akan lebih baik lagi dalam
melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka prilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:

Prilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi belum bisa diamati
secara jelas oleh orang lain.

Prilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan.
Setiap kegiatan komunikasi diharapkan pesan yang disampaikan bisa
mengerti serta berpengaruh terhadap sikap, prilaku dan pengetahuan penerima.
Jika diambil rumusan Berlo mengenai proses komunikasi yang melibatkan empat
komponen yaitu: source, massage, channel, dan receiver, maka prilaku
komunikasi menyangkut sikap sumber terhadap penerima dan sebaliknya saluran
apa yang cenderung digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu, serta
bagaimana memperlakukan pesan tersebut, apakah sumber penerima mennggapi
pesan ini secara keseluruhan dan bersungguh-sungguh atau sebaliknya.
37
Konsep diri menjadi salah satu hal yang penting bagi seseorang dalam
berprilaku. William D. Brodus (Rakhmat, 1996 : 99) mendefenisikan konsep diri
sebagai pandangan dan perasaan kita tentang diri kita, baik bersifat psikologis,
sosial maupun fisis.
Orang lain dan kelompok atau komonitas menjadi faktor yang
mempengaruhi pembentukan konsep diri. Pengaruh konsep diri terhadap prilaku
komunikasi interpersonal kita didorong oleh faktor-faktor (Rakhmat, 1996 : 104):

Konsep yang dipenuhi sendiri, kecenderungan untuk bertigkah
laku sesuai dengan konsep diri.

Membuka diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi
atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta
memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau
menjelaskan prilaku kita dimasa kini.

Percaya diri (self confidance). Communication apprehension atau
ketakuakan untuk melakukan komunikasi sedikit banyaknya
disebabkan
kurangnya
percaya
diri,
atau
keraguan
akan
kemampuan sendiri.

Selektivitas, Anita Taylor (Rakhamat, 1996 : 109) menyatakan
konsep diri mempengaruhi kepada pesan, apa kita bersedia
membuka diri, bagaiman kita mempersepsikan pesan itu, dan apa
yang kita ingat.
38
G. Peran Komunikasi Dalam Mempermudah Akulturasi
Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri
dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada
pada masyarakat lokal. Kecakapan komunikasi penduduk lokal yang diperoleh
pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam
masyarakat lokal. Dan informasi tentang komunikasi transmigran memungkinkan
kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya.
Potensi akulturasi seorang transmigran sebelum bertransmigrasi dapat
memepermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat lokal. Adapun
faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:
1. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya lokal;
2. Usia pada saat bertransmigrasi;
3. Latar belakang pendidikan
4. Beberapa karakteristik kepribadian, seperti suka bersahabat dan
toleransi;
5. Engetahuan tentang budaya lokal sebelum bertransmigrasi.
Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang transmigran
memasuki budaya lokal. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama
transmigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya lokal.
Semua kekuatan
akulturatif-komunikasi
persona dan sosial,
lingkungan
komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus,
tapi akan bergerak maju menuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan
asimilasi yang sempurna.
39
Jika seorang transmigran ingin mempertinggi kapasitas akulturasinya dan
secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus
menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya
lokal, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan
lingkungan masyarakat lokal.
Karena proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan
menarik” antara seorang transmigran dan lingkungan masyarakat lokal. Maka
transmigran tak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian. Tapi
anggota-anggota masyarakat lokal dapat mempermudah akulturasi transmigran
dengan menerima pelaziman budaya asli transmigran, dengan memberikan situasisituasi komunikasi yang mendukung kepada tranmigran, dan dengan menyediakan
diri secara sabar untuk berkomunikasi antarbudaya dengan transmigran.
Masyarakat lokal dapat lebih aktif membantu akulturasi transmigran dengan
mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program
latihan tersebut harus membantu transmigran dalam memperoleh kecakapan
komunikasi.
H. Komunikasi dan Akulturasi
Manusia adalah makhluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya
lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatankekuatan sosial dan budayanya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi
merupakan aspek terpenting dan paling mendasar. Kita belajar banyak hal lewat
40
respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. Kita harus
menyandi dan menyandi balik pesan-pesan. Dengan cara itu, pesan-pesan tersebut
akan dikenali, diterima dan direspons oleh individu-individu yang berinteraksi
dengan kita. Bila hal tersebut dilakukan, kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi
sebagai alat utama untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita.
Komunikasi merupakan alat utama kita untuk memanfaatkan berbagai
sumber daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat komunikasi kita
menyesuaikan diri dan berhubungan dengan lingkungan kita, serta mendapatkan
keanggotaan dan rasa memiliki dengan berbagai kelompok sosial yang
mempengaruhi kita.
Komunikasi sebagai pembawa sosial adalah alat yang manusia miliki
untuk mengatur, menstabilakan dan memodifikasi kehidupan sosialnya. Proses
sosial ini bergantung pada penghimpunan, pertukaran dan penyampaian
pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi,
Peterson, Jensen dan Rivers, dalam Mulyana (2000;137).
Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan
(budaya) komunikasi dimulai pada awal kehidupan. Melalui proses sosialisasi dan
pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan kedalam sistem saraf dan menjadi
bagian kepribadian dan prilaku kita. Proses belajar yang terinternalisasi ini
memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya
yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola
demikain oleh individu-individu ini disebut enkulturasi.
41
Didalam suatu proses perkawinan budaya melahirkan budaya baru sebagai
konsekuensinya seseorang yang baru lahir misalnya, maka anak ini akan
terenkulturasi dalam kebudayaan tertentu dan memasuki suatu budaya baru.
Sebagai transmigran, ia akan menggunakan berbagai cara untuk dapat
menyesuaikan diri dengan segala prilaku masyarakat dan pola-pola budaya
masyarakat setempat. Proses penyesuaian diri ini haruslah dengan cara yang teliti
dan cermat sehingga tidak menimbulkan goncangan budaya yang dapat
merugikan. Tidaklah mudah memahami prilaku-prilaku kehidupan yang sering
tidak diharapkan dan tidak diketahui masyarakat lokal, transmigran harus
menghadapi banyak aspek kehidupan yang asing.
Asumsi-asumsi budaya tersembunyi dan respons-respons yang telah
terkondisikan menyebabkan banyak kesulitan kognitif, afektif dan prilaku dalam
penyesuaian diri dengan budaya yang baru. Bagi masyarakat pendatang, pola
budaya kelompok yang dimasukinya bukanlah merupakan hal yang lazim tapi
suatu topik penyelidikan yang meragukan, bukan suatu alat untuk lepas dari
situasi-situasi problematik tapi merupakan suatu situasi problematik yang sulit
dikuasai.
Meskipun demikian, hubungan budaya dan individu, seperti yang terlihat
pada proses enkulturasi membangkitkan kemampuan manusia yang besar untuk
menyesuaikan dirinya dengan keadaan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
proses enkulturasi kedua yang terjadi pada transmigran ini biasanya disebut
akulturasi (acculturation). Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur
seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dari kultur lain.
42
Seperti yang dikatakan Young yun Kim (dalam Devito 1997: 479) bahwa ”sebab
terjadinya perubahan yang praktis satu arah ini adalah perbedaan jumlah
pendatang dengan jumlah masyarakat lokal”. Menurut Kim, penerimaan kultur
baru bergantung pada sejumlah faktor. Transmigran yang datang dari kultur yang
mirip dengan kultur masyarakat lokal akan terakulturasi lebih mudah dan juga
faktor kepribadian misalnya, berpkiran terbuka merupakan salah satu faktor yang
sangat berpengaruh pada proses akulturasi.
Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan transmigran untuk
menyesuaikan diri dengan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah
kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara
teoritis mungkin terjadi. Pada akhirnya, bukan hanya system sosio-budaya
transmigran, tetapi juga system sosio-budaya pribumi yang mengalami perubahan
sebagai akibat kontak antar budaya yang lama.
Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seseorang transmigran.
Sebagaimana masyarakat lokal memperoleh pola-pola budaya lokal lewat
komunikasi, seorang transmigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan
diketahui dalam berhubungan dengan orang lain dan itu dilakukan lewat
komunikasi. Dalam proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan
dan menyakitkan. Dari beberapa kasus, bahasa asli transmigran sengat berbeda
dengan bahasa asli masyarakat lokal.
Bila kita memandang akulturasi sebagai proses mengembangkan
kecakapan komunikasi dalam system sosio-budaya masyarakat lokal. Melalui
pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang terus-menerus dan beraneka ragam,
43
seorang transmigram secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia
butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Kecakapan komunikasi yang telah
diperoleh transmigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya. Kecakapan
transmigran dalam berkomunikasi akan berfungsi sebagai seperangkat alat
penyesuaian diri yang membantu transmigran dalam memenuhi kebutuhankebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan kelangsungan hidup dan kebutuhan
akan rasa memiliki serta harga diri.
Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang interaktif dan
berkesinambungan yang berkembang dalam dan melaui komunikasi seorang
transmigran yang diperolehnya, sehingga pada gilirannya menunjukkan derajat
akulturasi transmigran tersebut.
I. Potensi Akulturasi
Potensi akulturasi seorang transmigran sebelum bertransmigrasi dapat
mempermudah akulturasi yang dialaminya akulturasi yang dialaminya dalam
masyarakat lokal. Berikut ini potensi akulturasi ditentukan oleh beberap faktorfaktor yaitu:
1. Amalgamasi
2. Toleransi
3. Kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi
4. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
5. Usia pada saat berimigrasi
6. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaanya.
44
Perkawinan campuran (amalgamation) merupakan faktor yang paling
menguntungkan bagi kelancaran proses akulturasi. Hal ini terjadi, apabila seorang
warga dari etnis tertentu menikah dengan warga etnis lain, baik itu terjadi antar
etnis minoritas dengan mayoritas ataupun sebaliknya. Keadaan seperti ini dapat
pula terjadi pada masyarakat yang dikunjungi. Proses akulturasi dipermudah
dengan adanya perkawinan campuran dan memerlukan waktu waktu yang cukup
lama. Hal ini disebabkan kerena antara transmigran dengan masyarakat yang
dikunjungi terdapat perbedaan-perbedaan ras dan kebudayaan. Transmigran pada
mulanya tidak menyetujuiperkawinan campuran dan ini memperlambat proses
akulturasi. Seiring berjalannya waktu, transmigran biasanya mempeistri wanitawanita warga masyarakat yang ia kunjungi.
Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang
berbeda dengan kebudayaan sendiri hanya mungkin tercapai dalam suatu
akomodasi. Apabila toleransi tersebut mendorong terjadinya komunikasi, maka
faktor tersebut dapat mempercepat terjadinya akulturasi dan asimilasi.
Adanya kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi bagi
berbagai etnis masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda dapat
mempercepat terjadinya proses akulturasi.
Pengetahuan akan persamaan unsur-unsur pada kebudayaan-kebudayaan
yang berbeda, akan lebih mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang
satu dengan yang lainnya. Suatu penelitian yang mendalam dan luas terhadap
kebudayaan-kebudayaan khusus (sub-cultures) di Indonesia akan memudahkan
asimilasi antara suku-suku bangsa (ethnic-groups) yang menjadi pendukung
45
masing-masing kebudayaan khusus tersebut. Hasil-hasil penelitian yang
mendalam dan luas tersebut akan menghilangkan prasangka-prasangka yang
semula mungkin ada antara pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut.
Lamanya transmigran menempati suatu daerah, lambat laun terenkulturasi
oleh budaya masyarakat lokal dan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan
yang didukung oleh masyarakat yang lain dimana masing-masing mengakui
kelemahan dan kelebihannya akan mendekatkan masyarakat-masyarakat yang
menjadi pendukung kebudayaan-kebudayaan tertentu. Apabila ada prasangka,
maka hal demikian akan jadi penghambat bagi berlangsungnya proses akulturasi
dan asimilasi.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Muna secara geografis terletak pada 04o15 05o15 Lintang
Selatan dan 122o30 123o15 Bujur Timur , dengan batas wilayahnya :

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Kabaena

Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Tiworo dan Kabupaten Kendari

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton
Sebagai salah satu Kecamatan yang berada di Kab. Muna, Kabangka ini
merupakan Kecamatan yang terbentuk dari pemekaran Kecamatan Kabawo pada
tahun 2003.
47
Seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kian berkembang dengan pesat, begitu pula daerah-daerah yang ada di negri kita
ini. Masyarakat semakin pandai dalam menerima dan mengelola informasi yang
mereka terima baik itu yang bersifat politik, sosial, budaya maupun dibidang ilmu
pengetahuan lainnya. Walaupun berada di pedesaan, bukan berarti mereka tidak
mengetahui perkembangan yang ada. Begitu pula dengan masyarakat yang ada di
Kecamatan Kabangka pun mengalami pertumbuhan yang pesat terutama dibidang
ekonomi.
Peningkatan dibidang ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ini telah
membawa dampak yang positif bagi perubahan prilaku masyarakat diberbagai
kalangan dan lapisan sosial di desa-desa di Kecamatan Kabangka, khususnya di
desa Sarimulyo dan desa Wakobalu agung. Kedatangan etnis Jawa di Kecamatan
Kabangka ini perlahan-lahan membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat
lokal baik itu dari segi material maupun ilmu pengetahuan terutama dibidang
pertanian yang tidak menutup kemungkinan, pada akhirnya nanti penduduk lokal
(etnis Muna) akan kehilangan identitas budayanya.
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabangka merupakan sebuah Kecamatan yang terdiri dari 9 desa. Sebagai
unit pemukiman, secara administratif Kecamatan Kabangka ini berada di
Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jarak 40 km dari ibukota
Kabupaten Muna.
Penduduk di Kecamatan Kabangka terdiri dari dua etnis besar yakni orang
Muna dan Jawa, disamping transmigrasi asal Bugis yang merupakan pendatang
48
yang juga bermukim di Kecamatan Kabangka. Adapun akifitas ekonomi bergerak
dibidang pertanian dan perdagangan. Kecamatan Kabangka ini dipimpin oleh
seorang camat dan di bantu oleh beberapa staf untuk mengatur dan menjalankan
roda pemerintahan di Kecamatan Kabangka. Kecamatan Kabangka terdiri dari 9
Desa, dan dua diantaranya desa Sarimulyo dan desa Wakobalu Agung.
1. Keadaan Geografis Kecamatan Kabangka
Secara geografis Kecamatan Kabangka berbatasan dengan:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kontukowuna

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabawo

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabawo

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tikep dan Kecamtan
Pajala.
Kecamatan Kabangka yang terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah
103,62 km2, dengan jumlah penduduk 8.157 jiwa dan dua desa diantaranya
merupakan lokasi penelitian yaitu Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu
Agung.
Desa Wakobalu Agung memiliki luas 35,58 km2 dengan jumlah
penduduk 1712 jiwa dengan jumlah 356 KK yang terdiri dari etnis Jawa
332 KK dan etnis Muna 24 KK sedangkan desa Sarimulyo dengan luas
wilayah 31,54 km2 yang dihuni 1.516 jiwa yang terdiri dari 349 KK yang
tiap KKnya terdiri dari etnis Jawa 282 KK dan etnis Muna 67 KK berada
49
didataran rendah. Adapun desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo
masing-masing terdiri dari lima dusun sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Dusun yang Berada di Desa Wakobalu Agung dan desa
Sarimulyo
Desa Wakobalu Agung
Desa Sarimulyo
Dusun Pua Jaya
Dusun Sidorejo
Dusun Cendana Juru
Dusun Sukowono
Desa Wakobalu Agung ini terdiri dari dua dusun, dimana dusun Pua Jaya,
dan dusun Cendana Juru merupakan dusun yang mayoritas penduduknya
merupakan masyarakat lokal (etnis Muna). Sedangkan di desa Sarimulyo yang
terdiri dari dua dusun yakni dusun Sidorejo dan dusun Sukowono yang dihuni
oleh kedua etnis (etnis Jawa dan etnis Muna), dimana masyarakatnya sudah
saling berbaur dan hidup bersama dalam satu lokasi yang sama. Desa Wakobalu
Agung dan desa Sarimulyo ini merupakan 2 desa dari 9 desa yang mayoritas
dihuni oleh etnis Jawa yang tinggal dan menetap yakni berasal dari Jember, Jawa
Timur tetapi ada juga yang berasal dari, Trenggalek, Madura, dan Kalaten.
2. Keadaan Demografi Kecamatan Kabangka
Penduduk merupakan faktor yang sangat penting, artinya dalam kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Faktor penduduk menempati
50
posisi yang paling utama karena kegiatan pembangunan ini merupakan suatu
usaha yang bersumber dan dilakukan oleh penduduk yang bersangkutan, baik itu
yang sifatnya sebagai subjek maupun sebagai objek dari pembangunan. Dengan
kata lain berhasil tidaknya pembangunan pada suatu daerah terletak pada sampai
sejauh mana partisipasi masyarakatnya.
Data penduduk di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo sesuai
laporan pendataan penduduk menurut jenis kelamin dan tingkat umur dapat dilihat
pada table dibawah ini yaitu:
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Umur Dan Jenis Kelamin
Di Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung
A. Jumlah Penduduk di Desa Wakobalu Agung
Jenis Kelamin (Orang)
Laki –
Perempuan
laki
a.
b.
c.
d.
1.
0 – 12 bln
2
3
2.
13 bln – 4 tahun
50
52
3.
5 – 6 tahun
26
30
4.
7 – 12 tahun
90
90
5.
13 – 15 tahun
60
43
6.
16 – 18 tahun
54
46
7.
19 – 25 tahun
127
121
8.
26 – 35 tahun
160
149
9.
36 – 45 tahun
129
114
10. 46 – 50 tahun
68
57
11. 51 – 60 tahun
57
67
12. 61 – 75 tahun
58
41
13. Lebih dari 76 tahun
7
11
Jumlah
888
824
Sumber: Papan Informasi Desa Wakobalu Agung
No.
Golongan Umur
51
Jumlah
(Org )
e.
5
102
56
180
103
100
248
309
243
125
124
99
18
1712
Berdasarkan tabel diatas menggambarkan bahwa tinggat umur yang paling
banyak adalah 26 – 36 tahun yaitu 309 jiwa yang terdiri dari 160 orang laki-laki
dan 149 orang perempuan, kemudian urutan kedua dilanjutkan oleh kelompok
umur 19 – 25 tahun sebanyak 248 jiwa yang terdiri dari 127 orang laki-laki dan
121 orang perempuan, lalu urutan ketiga kelompok umur 36 – 45 tahun berjumlah
243 jiwa yang terdiri 129 orang laki-laki dan 114 orang perempuan, kemudian
urutan keempat kelompok umur 7 – 12 tahun berjumlah 180 jiwa yang terdiri dari
90 orang laki-laki dan 90 orang perempuan, kemudian urutan kelima, kelompok
umur 46 – 50 tahun berjumlah 125 jiwa yang terdiri dari 68 orang laki-laki dan 57
orang perempuan, lalu urutan keenam kelompok umur 51 – 60 tahun berjumlah
124 jiwa yakni 57 orang laki-laki dan 67 orang perempuan, kemudian urutan
ketujuh kelompok umur 13 – 15 tahun sebanyak 103 jiwa yakni 60 orang laki-laki
dan 43 orang perempuan, kemudian urutan kedelapan kelompok umur 13 bulan –
4 tahun berjumlah 102 jiwa yang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 52 perempuan,
kemudian urutan kesembilan kelompok umur 16 – 18 tahun berjumlah 100 jiwa
yang terdiri 54 orang laki-laki dan 46 orang perempuan, kemudian urutan
kesepuluh kelompok umur 61 – 75 tahun sebanyak 99 jiwa yang terdiri dari 58
orang laki-laki dan 41 orang perempuan, lalu urutan kesebelas kelompok umur 5 –
6 tahun sebanyak 56 jiwa yang terdiri dari 26 orang laki-laki dan 30 orang
perempuan, kemudian urutan keduabelas adalah kelompok umur 76 tahun keatas
yang berjumlah 18 jiwa yang terdiri dari 7 orang laki-laki dan 11 orang
perempuan dan kelompok terakhir yang paling sedikit jumlahnya ditempati oleh
kelompok usia 0 – 12 bulan yaitu berjumlah 5 jiwa yang terdiri dari 2 laki-laki
52
dan 3 perempuan. Dengan melihat gambaran jumlah penduduk diatas bahwa
jumlah laki-laki adalah 888 jiwa, lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
perempuan yang hanya berjumlah 824 jiwa sehingga memiliki selisih yang tidak
beda jauh, hanya berjumlah 64 jiwa saja.
B. Jumlah penduduk Desa Sarimulyo
No.
Umur
Pria
Wanita
Jumalah
1.
0 – 4 tahun
159
135
294
2.
5 – 14 tahun
162
134
296
3.
15 – 24 tahun
186
146
332
4.
25 – 54 tahun
172
126
298
5.
55 tahun keatas
168
128
296
847
669
1.516
Jumlah
Sumber: Papan Informasi Desa Sarimulyo
Berdasarkan daftar tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat umur yang
paling banyak adalah
kelompok umur 15 – 24 tahun, kemudian kemudian
kelompok umur 25 – 54 yaitu sebanyak 298 jiwa, sedangkan kelompok umur 5 –
4 tahun dan kelompok umur 55 tahun keatas memiliki jumlah yang sama
berjumlah 296 jiwa dan kelompok umur 0 – 4 tahun memiliki jumlah yang paling
kecil yakni 294 jiwa. Table tersebut menggambarkan bahwa penyediaan potensi
manusia sebagai sumber tenaga kerja memiliki prospek kerja yang cerah dimana
usia 15 – 24 tahun merupakan usia produktif untuk bekerja. Dengan melihat
jumlah penduduk diatas menggambarkan bahwah jumlah wanita 669 jiwa lebih
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pria 847 jiwa sehingga memiliki selisih
sebanyak 178 jiwa.
53
Jadi dapat disimpulkan bahwa, desa Wakobalu Agung mempunyai jumlah
penduduk yang lebih banyak jika dibandingkan desa Sarimulyo.
Jika melihat dari segi tingkat pendidikan penduduk di desa Wakobalu
Agung secara menyeluruh dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan
di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Tahun 2011
a. Tingkat Pendidikan di desa Wakobalu Agung
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persen
1.
Tidak sekolah
190
11,1 %
2.
Tidak Tamat
294
17,17%
3.
SD
454
26, 51%
4.
SLTP
269
15,71%
5.
SLTA
425
24,87%
6.
Perguruan tinggi
80
4,67%
1712
100%
Jumlah
Sumber : Papan Informasi Desa Wakobalu Agung
Dari daftar tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SD yang
terbanyak berjumalah 454 jiwa atau 26,51 persen, kemudian SLTA berjumlah 425
jiwa atau 24,87 persen, kemudian tidak tamat berjumalah 294 jiwa atau 17,17
persen sedangkan SLTP Berjumlah 269 jiwa atau 15,71 persen kemudian tidak
bersekolah berjumlah 190 jiwa atau 11,1 persen dan terakhir yang memiliki
jumlah paling sedikit adalah tingkat pendidikan perguruan tinggi yakni berjumlah
80 jiwa atau 4,67 persen. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat
54
di desa Wakobalu Agung ini mempunyai kesadaran yang sangat baik untuk
menuntut pendidikan walaupun hanya setingkat SLTA yang memiliki urutan
kedua setelah SD.
b. Tingkat pendidikan di desa Sarimulyo
No.
Tingkat pendidikan
Jumlah
Persen
1.
Tidak sekolah
415
27, 3 %
2.
Tidak Tamat
150
9,9 %
3.
SD
425
28,0 %
4.
SLTP
255
16, 8 %
5.
SLTA
230
15, 2 %
6.
Perguruan tinggi
41
2,7 %
1.516
100%
Jumlah
Sumber : Papan Informasi desa Sarimulyo
Dari daftar tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SD
yang terbanyak yakni berjumlah 425 jiwa atau sekitar 28,0 persen,
kemudian menyusul Tidak Sekolah berjumlah 415 jiwa atau 27,3 persen
lalu SLTP dengan 255 jiwa atau 16,8 persen, SLTA berjumlah 230 jiwa
atau 15,2 persen menyusul Tidak tamat berjumla 150 jiwa atau 9,9 persen
dan terakhir Perguruan Tinggi berjumlah 41 jiwa atau 2,7 persen.
Dengan melihat angka-angka dari tabel diatas menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sarimulyo masih sangat minim,
dimana sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk tidak bersekolah
karena mereka lebih memilih untuk mengolah lahan pertanian untuk
menghidupi keluarganya. Minimnya pengetahuan tetang pendidikanlah
55
yang menyebabkan sehingga mereka lebih memilih untuk tidak
bersekolah.
3. Potensi Ekonomi
Daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki struktur tanah yang
subur, dimana kekayaan yang dimiliki oleh daerah ini baik yang sudah diolah
maupun yang belum diolah yang merupakan kebutuhan bagi penduduk baik
dimasa sekarang dan dimasa akan datang.
Peranan potensi sangat menentukan tingkat pendapatan dan tingkat
kesejahteraan suatu daerah bila digarap seoptimal mungkin sesuai dengan
kebutuhan, tetapi pengolahan tersebut ditentukan juga oleh tingkat pengetahuan
suatu daerah serta partisipasi masyarakat yang sangat mendukung. Perlu pula
diketahui bahwa dalam pengolahan alam ini harus memperhatikan alam
disekitarnya atau dengan kata lain pembangunan yang berwawasan lingkungan,
agar pembangunan tersebut tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan
dampak yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, kerjasama pemerintah
setempat dengan masyarakat sangat diperlukan untuk membangun daerah di
Kecamatan Kabangka ini.
Tabel 4.4
Jenis Tanaman Komoditi di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo
Tahun 2012
No. Desa Wakobalu Agung
Desa Sarimulyo
1.
Coklat
Coklat/kakao
2.
Jeruk
Jeruk
3.
Pepaya
Pisang
4.
Pisang
Sayur-sayuran
56
5.
Sayur-sayuran
Tanaman pangan dan Holtikultura.
Sumber: Papan Potensi Desa Wakobalu Agung
dan Desa Sarimulyo
Dari gambaran tabel diatas menunjukkan bahwa jenis komoditi yang
dikelola atau dikerjakan masyarakat di Desa wakobalu Agung adalah coklat, jeruk
papaya, pisang dan sayur-sayuran sebagai hasil pertanian dan perkebunan begitu
pula dengan masyarakat di Desa Sarimulyo sebagai hasil mata pencaharian dalam
bidang pertanian dan perkebunan.
57
Tabel 4.5
Jumlah Mata Pencaharian
Di Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung
a. Mata Pencaharian di Desa Wakobalu Agung
No.
Mata Pencaharian
Jumlah
1.
Petani/perkbunan
880
2.
Pedagang/industry kecil
382
3.
Pegawai
59
4.
Tukang (batu & kayu)
70
Jumlah
1391
Sumber: Kantor Desa Wakobalu Agung
Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa sektor petani menempati jumlah
terbanyak yaitu 880 orang, menyusul pedagang sebanyak 382 orang, kemudian
tukang (batu/kayu) sebanyak 70 orang, sedangkan pegawai memiliki jumlah
sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang lainnya yakni 59 orang.
b. Mata Pencaharian di Desa Sarimulyo
No.
Mata Pencaharian
Jumlah
Persen
1.
Petani
1.039
92,7 %
2.
Pedagang
54
4,8 %
3.
Pegawai
12
1,1 %
4.
Tukang (batu & kayu)
16
1,4 %
1.121
100 %
Jumlah
Sumber: Kantor Desa Sarimulyo
58
Sama seperti desa Wakobalu Agung tabel diatas menggambarkan bahwa
sektor pertanian menempati jumlah yang paling besar yaitu berjumlah 1.039 jiwa
atau 92,7 % kemudian pedagang berjumlah 54 jiwa atau 4,8 % , lalu kemudian
tukang (batu/kayu) berjumlah 16 jiwa sedangkan pegawai memiliki jumlah yang
sangat kecil yakni hanya 12 jiwa.
B. Aspek Kelembagaan dan Aspek Budaya di Kecamatan Kabangka

Aspek Kelembagaan
Dalam aspek kelembagaan diwilayah Kecamatan Kabangka beberapa
dalam bentuk swadaya maupun gotong-royong dari masyarakat antara lain sebagai
berikut:
1. Lembaga pemerintahan yang tediri atas satu kantor camat, satu kantor
polisi, dan 9 kantor desa.
2. Lembaga desa, yaitu Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)
dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD).
3. Organisasi kepemudaan yakni Karangtaruna yang berada dimasingmasing desa.
4.
Lembaga
Kesehatan
yang
meliputi,
PUSKESMAS,
PUSTU
(Puskesmas pembantu), dan POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu).
5. Lembaga Pendidikan , yang terdiri dari 2 taman Kanak-Kanak (TK),
15 buah Sekolah Dasar (SD), 2 buah SLTP, 1 Tsanawyah serta 1
SLTA.
6. Lembaga Agama berupa satu buah Kantor Urusan Agama (KUA).
59
7. Lembaga Ekonomi berupa satu buah Pasar, 2 Usaha Dagang Kakao
dan satu buah Koperasi Unit Desa (KUD).

Aspek Budaya dan Adat Istiadat
Keadaan adat-istiadat di Kecamatan Kabangka pada dasarnya tidak terlalu
meningkat, dalam artian masyarakat setempat tidak terlalu fanatik dengan
kebiasaan turun-temurun, walaupun tidak pula meninggalkannya. Hal tersebut
terjadi seiring masuknya pengaruh dari luar yang tentunya melalui beberapa
pertimbangan tentang mana yang harus diterima dan yang mana tidak layak
diterima.
Disetiap daerah pasti memiliki adat-istiadat yang berbeda-beda, beigtu
pula halnya di Kec. Kabangka yang masih saat ini masih sering dilakukan oleh
penduduk setempat (etnis Muna) seperti acara “kaago-ago” (mengusir roh-roh
jahat) yang dilakukan para petani sebelum membuka lahan baru saat berkebun.
Para petani di Muna umumnya memakai cara "tebang dan bakar" untuk pertanian.
Saat ini, masyarakat Muna terbagi atas beberapa kelas, yaitu Kaoem
(bangsawan kelas atas), Wakale (bangsawan kelas bawah), dan Mardeka (rakyat
jelata), diikuti oleh kelas budak dan keturunan merka. Masing-masing kelas
memiliki hak-hak istimewa tertentu, perhiasan, pakaian, dan lagu.
Dalam prosesi penikahan, bila pasangan muda-mudi Muna bertunangan,
keluarga pengantin membayar kepada keluarga Si gadis. Pembayaran tambahan
juga dilakukan pada saat pesta pernikahan. Nilai mahar tergantung pada tingkatan
sosial dari pengantin. Sebelum perkawinan, Si pemuda juga diharuskan bekerja
untuk jangka waktu tertentu pada calon mertuanya. Kebiasaan seperti ini
60
memperkuat tingkatan pertunangan yang lebih tinggi. Dahulu, para budak dan
turunan mereka tidak diperbolehkan menikah satu sama lain, meskipun mereka
bisa hidup bersama. Poligami (memiliki istri lebih dari satu) umum terjadi antar
bangsawan, tetapi sekarang tidak lagi dipraktekan.
Etnis Muna pada prakteknya merupakan Muslim Sunni, meskipun
kepercayan tradisonal masih amat penting, terutama kepercayaan akan roh jahat.
Animisme (kepercayaan akan benda-benda non-manusia memiliki roh) dianut
oleh suku-suku yang tinggal di daerah terpencil.
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat dan dijamin kualitasnya, maka
sebelum menentukan subyek/informan penelitian akan dilakukan overview atau
penjajakan
terhadap
anggota
masyarakat
yang
dianggap
representative
memberikan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait
permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya barulah ditentukan subyek/informan
yang akan diteliti. Informan awal yang dipilih adalah orang yng dapat membuka
jalan untuk menentukan informan berikutnya dan berhenti apabila data yang
dibutuhkan sudah cukup.
Penelitian ini dilakukan dengan cara dipilih secara sengaja yakni dianggap
dapat memberikan informasi terhadap masalah yang akan diteliti, melalui
wawancara secara mendalam dengan total informan sebanyak 5 pasangan suami
istri yang melakukan perkawinan antar etnis (etnis Jawa dan etnis Muna) yang
bertempat tinggal di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo di Kecamatan
Kabangka dengan perincian sebagai berikut:

Penduduk lokal (etnis Muna) 5 orang.

Penduduk Pendatang (etnis Jawa) 5 orang.
62
A.1
Profil Informan
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap 5 (lima)
pasangan suami istri yang melakukan perkawinan beda etnis yakni pernikahan
antara etnis Jawa dan tnis Muna yang berada di desa Wakobalu Agung dan desa
Sarimulyo Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna. Berikut data kelima pasangan
informan tersebut:
Pasangan Informan Pertama
Nama
: Bapak Amrin Badi Sp.t ( 35 tahun) & Ibu Sriwahyuni(24)
Pekerjaan
: Kepala Desa dan Ibu Rumah Tangga
Usia Penikahan
: 4 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa dan Muna
Pendidikan
: Strata 1
Tempat tinggal
: Desa Wakobalu Agung, Dusun Cendana Juru
Pasangan Informan Kedua
Nama
: Bapak Bambang ( 37 tahun) & Ibu Masriah (32)
Pekerjaan
: Guru SMA 1 Kabangka & Pedagang
Pendidikan
: Strata 1 & SMA
Usia Penikahan
: 7 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa dan Muna
Tempat Tinggal
: Desa Wakobalu Agung, Dusun Pua Jaya
63
Pasangan Informan Ketiga
Nama
: Bapak Raharjo ( 39 tahun) & Ibu Handayani (37)
Pekerjaan
: Polisi & Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA & SMA
Usia Penikahan
: 14 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa dan Muna
Tempat Tinggal
: Desa Sarimulyo, Dusun Sidorejo
Pasangan Informan Keempat
Nama
: Bapak Agus Sunarioto ( 32 tahun) & Ibu Sumiati (29)
Pekerjaan
: Pengajar Madrasa & Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA & SMA
Usia Penikahan
: 8 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa dan Muna
Tempat Tinggal
: Desa Sarimulyo, Dusun Sukowono
Pasangan Informan Kelima
Nama
: Bapak Purwanto ( 32 tahun) & Ibu Wa Ode Siti Saipa
(30)
Pekerjaan
: Petani Coklat & Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMA & SMA
Usia Penikahan
: 10 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa dan Muna
Tempat Tinggal
: Desa Sarimulyo
64
A.2
Hasil Penelitian
Berikut ini hasil wawancara penulis mengenai hubungannya pasangan
Suami istri yang memiliki perkawinan beda suku dengan masyarakat yang ada di
Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo.
1. Prilaku komunikasi dalam akulturasi antar etnis pendatang Jawa dan
etnis Muna di Kecamatan Kabangka.
Hasil wawancara:
Pasangan Informan Pertama
Informan A
Informan pertama, penulis melakukan wawancara kepada Bapak Amrin
Badi Sp.t selaku kepala Desa Wakobalu Agung, yang baru 8 bulan menjabat
sebagai kepala Desa Wakobalu Agung atau yang sering disebut SPA. Pak Amrin
adalah penduduk asli Muna yang tinggal di Kec. Kabangka merupakan seorang
alumni Unhas jurusan peternakan yang meraih gelar sarjananya pada tahun 2003.
Di Desa Wakobalu Agung, penduduk lokal dan pendatang Jawa hampir
seimbang jumlahnya, namun lebih didominasi oleh etnis Jawa yang sebagian
besar berasal dari Jember Jawa Timur. Dari dua dusun yang ada di desa ini, semua
masyarakatnya sudah berbaur, baik itu etnis Jawa maupun etnis Muna. Mereka
tidak lagi tinggal secara berkelompok. Oleh karena itu sering terjadi kebingungan,
ketika ada orang luar yang datang di Kec. Kabangka, orang tersebut sulit
membedakan mana penduuk lokal dan mana suku Jawa karena antara penduduk
lokal dan suku Jawa sudah berbaur.
65
Sebagai kepala desa sudah pasti setiap hari berinteraksi dan berkomunikasi
dengan penduduk sekitar desa Wakobalu Agung terlebih lagi dengan penduduk di
dusun Cendana Juru. Komunikasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, setiap
harinya berkomunikasi dengan pegawai dikantor membahas masalah pekerjaan,
ketika mengadakan musyawarah desa dengan masyarakat, di jalan ketika bertemu
dengan suku Jawa saling bertegur sapa, di acara pesta yang diadakan oleh
masyarakat misalnya, pesta pernikahan, pesta syukuran, rapat pertemuan dikantor
dan tempat-tempat umum. Tema pembicaraan dengan suku Jawa bervariatif.
Kadang membahas masalah kebijakan politik dan ekonomi pemerintah,
membicarakan masalah pembangunan dan keadaan masyarakat setempat,
mebicarakan hal-hal actual yang disiarkan di TV dan radio, membicarakan
program-program pemerintah seperti, BLT, PNPMandiri, mengenai subsidi dan
kenaikan BBM pada saat ini yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan serta
banyak hal yang dibicarakan ketika bertemu dengan suku Jawa.
“Masyarakat di desa Wakobalu Agung bukan masyarakat yang terisolir
tapi masyarakat yang tahu persis perkembangan Negara kita karena ratarata masyarakat disini memiliki TV. Bahasa yang saya gunakan ketika
berkomunikasi biasanya mamakai bahasa Muna, bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia tergantung dengan siapa saya berbicara begitu pula
masyarakat yang ada di desa Wakobalu Agung ini.”
Kepala desa Wakobalu Agung, ketika berkomunikasi bersama dengan
suku Jawa menggunkan bahasa Jawa walaupun kadang tidak terlalu fasih, itupun
jika dia berkomunikasi dengan orang Jawa yang bahasa Indonesianya kurang
Lancar. Jika berkomunikasi dengan penduduk lokal tentunya menggunakan
bahasa sendiri dan juga bahasa Indonesia tergantung dengan situasi dan kondisi
dimana kita berada. Selama ini hubungan
66
komunikasi dengan suku Jawa
berlangsung efektif tidak ada hambatan. Semuanya
sesuai dengan yang di
inginkan baik yang sifatnya individu atau kelompok.
Pendatang yang mayoritas di desa Wakobalu Agung berasal dari suku
Jawa, memiliki kebudayaan yang berbeda dengan penduduk setempat. Walaupun
berbeda, tidak ada budaya yang menonjol dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Mata pencaharian penduduk lokal sebgaian besar disektor pertanian, peternakan
dan juga pedagang. Sebagai etnis pendatang, suku Jawa memiliki beberapa
kesamaan seperti terlihat pada pembukaan lahan baru saat berkebun. Sama halnya
dengan etnis Muna, mereka juga melakukan ritual-ritual tertentu sebelum
membuka lahan baru dengan mengadakan ka ago-ago yang dalam istilah suku
Muna yang berarti meminta izin kepada roh-roh halus yang menempati tempat
tersebut. selain itu fungsi ka ago-ago ini juga untuk mengusir roh-roh jahat yang
menghunu tempat tersebut. Ritual ini dipimpin oleh seseorang yang mempunya
keahlian khusus (paranormal) atau orang tua yang dituakan dan dianggap mampu
dalam menjalankan ritual ini.
Namun seiring berjalannya waktu ritual ini dari tahun ketahun sudah
jarang dilakukan oleh penduduk lokal karena mungkin acara ritual tradisional
seperti ini sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan jaman sekarang sehingga
sudah jarang betul dilakukan. Tetapi ritual ini tidak pula ditinggalkan karena
masih ada beberapa yang masih mempercayainya.
Menyangkut kerja sama di desa Wakobalu Agung sudah merupakan suatu
kewajiban untuk saling membantu apalagi menyangkut kepentingan umum,
seperti kerja bakti pembersihan lingkungan, mendirikan panggung hiburan setiap
67
17 Agustus, pembersihan lapangan bola pada saat kegiatan sepak bola antar
kecamatan diadakan, pada saat kerja bakti, pembuatan WC umum dan sumbangan
mesjid mereka dengan suka rela membantu baik berupa moril atau materil. Kerja
sama juga bisa dilakukan bila ada yang mau menikah, penduduk setempat
membantu mendirikan tenda dan membuat baruga atau ada yang meninggal
mereka membantu menggali kuburan. Jelasnya, pendatang suku Jawa di
Wakobalu Agung mengerti dan berkorban untuk membangun desa Wakobalu
Agung dan Kec. Kabangka. Kerja sama ini dilakukan semata-mata merupakan
wujud dari adanya rasa kebersamaan dan kegotong-royongan.
Sebelum kepala desa Wakobalu Agung menjabat, pernah terjadi
perkelahian antar kelompok anak muda. Perkelahian ini terjadi karena adanya
provokasi dari luar yang sengaja ingin membuat keributan di Kec. Kabangka.
Masalah ini ditangani langsung oleh kapolsek dan tokoh masyarakat. Di desa
Wakobalu Agung dari dahulu sampai sekarang hubungan antar sesama
masyarakat berjalan dengan aman dan damai, tidak pernah terjadi konflik antar
suku Jawa dan penduduk lokal. Secara pribadi kepala desa Wakobalu Agung
tidak pernah punya masalah dengan suku Jawa karena suku Jawa yang ada di desa
Wakobalu Agung menghargai kita sebagai penduduk lokal dengan sendirinya
tercipta suasana kekeluargaan. Suku Jawa terkenal dengan streotip yang sifatnya
lemah lembut, sopan dan halus sehingga mereka mengutamakan keharmonisan
dan tepa selira (tenggangrasa). Sedamgka suku Muna terkenal dengan dialeknya
yang agak keras, dan jika orang luar yang mendengarnya kasar namun sebenarnya
68
tidak demikian, cuma cara bicaranya penuh dengan tekanan-tekanan, tetapi
sebenarnya tidak kasar.
Keberadaan etnis pendatang Jawa di desa Wakobalu Agung diterima
secara baik tanpa ada masalah, system yang kita gunakan di desa Wakobalu
Agung bersifat keterbukaan. Dengan kedatangan suku Jawa dengan sendirinya
bisa betukar pikiran, saling bekerja sama seperti sekarang ini penduduk lokal
banyak yang meniru tata cara pengolahan lahan pertanian yang modern dan tata
cara perdagangan yang lebih baik. Dengan demikian, masyarakat dapat menata
kehidupan yang lebih baik sekarang dan yang akan datang.
Menurut kepala desa Wakobalu Agung, pada prinsipnya suatu daerah tidak
akan berkembang apabila daerah tersebut hanya di tempati oleh satu suku yang
tinggal di suatu daerah maka pembangunan dan sumber daya manusianya yang
lambat berkembang sebagai akibat kurangnya interaksi dengan orang luar atau
kurangnya budaya baru yang masuk didaerah tersebut. Bagi pendatang Jawa, pak
desa Wakobalu Agung secara pribadi bisa dikatakan sudah sperti saudara sendiri,
hubungan mereka secara psikologi sangat dekat begitupun hubungan sosial
dimasyarakat.
Informan B
Informan kedua, penulis melakukan wawancara dengan istri bapak Bapak
Amrin Badi Sp.t selaku Ibu Desa Wakobalu Agung. Tinggal di perumahan dinas
yang dahulunya dipakai sebagai gedung sekolah Taman Kanak-Kanak (TK).
Beliau bernama Ibu Sriwahyuni, ia merupakan Ibu rumah tangga yang merangkap
sebagai istri kepala Desa Wakobalu Agung.
69
“ Saya berasal dari Jember, Jawa Timur dan sudah 19 tahun tepatnya
pada tahun 1984 saya datang dan tinggal di Desa Wakobalu Agung. Saya
datang di desa ini mengikuti kedua orang tua saya yang bertransmigrasi.
Pada saat itu saya masih berusia lima tahun, ketika orang tua saya
bertransmigrasi. Ketika saya menikah dengan bapak, saya masih berusia
20 tahun. Kami dijodohkan oleh kedua orang tua kami karena bapak saya
merupakan kawan baik dari orang tua suami saya semenjak keluargaku
bertransmigrasi. Saat ini kami dikaruniai oleh dua orang Putri. Anak
pertama kami berusia 4 tahun dan yang kedua berusia 1 tahun 8 bulan”.
Semenjak Ibu Sri bersuamikan seorang kepala desa, secara otomatis
komunikasi dengan penduduk setempat semakin intens. Walaupun selama ini Ibu
Sri sering berkomunikasi tiap hari dengan masyarakat namun setelah menjabat
sebagai istri kepala desa, ia semakin dekat masyarakat khususnya para ibu-ibu di
desa ini. Dalam kesehariannya, Ibu Sri sering berbincang-bincang dengan
tetangganya mengenai hal-hal seputar kehidupan sehari-hari, membicarakan
mengenai resep-resep kue dan makanan, berbicara mengenai arisan yang mereka
bentuk, membahas masalah pengajian serta hal-hal yang berhubungan dengan
jabatannya sebagai sebuah ibu desa. Sebelum dia melakukan kegiatan, Ibu Sri
selalu membicarakan terlebih dahulu dengan Ibu-Ibu lainnya, karena walau
bagaimana pun ia tidak boleh mengambil keputusan sepihak.
Di desa Wakobalu Agung tidak sulit untuk berkomunikasi. Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa dan bahsa
Indonesia. Bahasa yang Ibu desa gunakan dalam berkomunikasi dengan penduduk
lokal adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa Muna biasanya digunakan
pada situasi tertentu.
“Saya lihat bahasa Muna termasuk bahasa yang sulit dilafalkan butuh
proses yang lama untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa Muna
mengenai arti bahasa Muna sudah dapat dimengerti ketika penduduk
70
lokal berkomunikasi dengan saya. Namu sekrang ini saya sudah bisa
berbahasa Muna dengan baik”.
Menurut Ibu desa Wakobalu Agung, bahasa Muna ini sudah jarang yang
menggunakannya, generasi sekarang umumnya menggunakan bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia, tinggal orang tua saja yang menggunakan bahasa Muna.
Komunikasi dengan penduduk lokal tidak ditemukan hambatan. Mengenai adatistiadat penduduk pendatang lebih menyesuaikan dengan adat-istiadat masyarakat
setempat sehingga tidak ada budaya yang dominan di Kecamatan Kabangka ini.
Ketika penduduk lokal mengadakan acara pernikahan dengan etnis Jawa, pada
saat ijab Kabul pengantin menggunakan adat Muna dengan mengenakan pakaian
adat etnis Muna. Setelah resepsi barulah kemudian memakai adat Jawa yang
dilengkapi dengan pagar ayu sehingga tidak terkesan mendominasi.
Walaupun budaya Jawa agak jauh berbeda dengan budaya lokal, tidak
menjadikan kedua etnis ini saling berbeda pendapat. Justru disinilah yang
menjadikan ikatan yang memperkuat hubungan kedua belah pihak untuk saling
menghargai, bertenggang rasa dan saling bertoleransi sehingga budaya masingmasing tetap terjaga kelestraiannya.
Kerjasama yang sering dilakukan di desa Wakobalu Agung dengan
penduduk lokal biasanya dalam bidang social, seperti arisan bersama ibu-ibu
setempat, mengadakan pengajian dimesjid dengan membentuk majelis ta’lim,
mengadakan pelatihan pembuatan kue dan sebagainya. Dengan senag hati,
penduduk lokal turut berpartisipasi menyumbangkan moril dan materil begitupula
71
dengan pendatang Jawa, bekerja bersama-sama membangun desa Wakobalu
Agung.
Dalam bidang ekonomi penduduk lokal bekerja sama dalam pengolahan
lahan pertanian dan perdagangan. Kerjasama ini tidak lain dimaksudkan untuk
mempererat hubungan baik selain itu dapat saling bertukar pengalaman, juga
sebagai tanggung jawab sosial masyarakat.
Di desa Wakobalu Agung pernah terjadi dua kali perkelahian anak muda,
perkelahian ini dipicu oleh adanya sekelompok anak muda dari daerah lain yang
sengaja ingin membuat keonaran di Kec. Kabangka. Waktu itu dua kelompok
anak muda saling menyerang dan langsung ditangani pihak kepolisian dan anak
muda yang memprovokasi langsung dipenjarakan. Setiap ada masalah di usahakan
dengan cara musyawarah dan mufakat kecuali tindakan pidana itu harus ditangani
pihak kepolisian, tindak pidana di desa Wakobalu Agung jarang sekali terjadi.
Antara penduduk lokal dan suku Jawa tidak ada masalah semua bisa diataur
konflik yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik.
Ibu desa Wakobalu Agung menilai penduduk lokal berpikiran positif tidak
mempermasalahkan setiap orang yang datang dan cepat beradaptasi dengan orang
dari luar sehingga orang-orang yang datang tidak mangalami hambatan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi.
“Hubungan saya dengan penduduk lokal sangat dekat, bisa dikatakan
hubungan saudara terutama dengan para tetangga dan warga-warga
disini, begitupula dengan hubungan sosial dimasyarakat”.
72
Ibu desa merasa bersyukur mendapat tempat dihati penduduk lokal, atas
dukungan penduduk lokal sehingga bisa mempercayai suaminya
menjadi
pemimpin di desa Wakobalu Agung.
Pasangan Informan ke Dua
Informan A
Informan ke tiga, Bambang S.Pd berasal dari Jember Jawa Timur, tinggal
di dusun Pua Jaya, desa Wakobalu Agung bekerja sebagai staf pengajar di SMA 1
Kec. Kabangka. Pak Bambang sudah lama tinggal di Kecamatan Kabangka,
sekitar 27 tahun. Pada awalnya datang di Kecamatan Kabangka karena pada
waktu itu kedua orang tuanya ditugaskan sebagai guru SMP di Kecamatan
Kabangka.
“Saya bisa dikatakan berprofesi ganda, selain sebagai guru, saya juga
menjalankan usaha yang bergerak disektor perdagangan, banyak yang
dapat dikerjakan selagi kita mau berusaha di Kecamatan Kabangka desa
Wakobalu Agung ini. Selain potensi alamnya yang melimpah, terlihat pula
disektor pertanian dan perdagangan serta juga posisi Desa Wakobalu
Agung yang strategis, tidak begitu jauh dari tempat saya mengajar dan
sarana transportasi seperti angkutan umum selalu lalulalang. Jadi
memudahkan kita untuk berpergian, sehingga menguntungkan di sektor
perekonomian dan memang sangat kondusif, disamping itu juga
masyarakatnya mendukung apa yang kita kerjakan. Itu mungkin yang
menjadi alasan saya tinggal di Kec. Kabangka dan tidak berniat kembali
ke Jawa. Sehari-hari saya berkomunikasi disekitar rumah yakni para
tetangga-tetangga, dengan penduduk lokal, disekolah dengan para staf
dan guru-guru, di acara pesta, rapat pertemuan dikantor, pada saat
pertandingan antar sekolah yang diadakan oleh kecamatan dan ditempat
lain saat bertemu saling menegur dan menanyakan kabar. Ada saja yang
dibicarakan dengan penduduk lokal ketika kami bertemu, biasanya
berhubungan dengan profesi saya sebagai guru yang sering bercerita
dengan orang tua siswa, membicarakan berita yang disiarkan diTV.
Menurut saya, dalam kehidupan di masyarakat komunikasi perlu karena
dapat saling mengenal lebih dekat“.
73
Bahasa yang pak Bambang gunakan dalam berkomunikasi dengan
penduduk setempat terkadang dipadukan, biasa memakai bahasa resmi yakni
bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan kadang sekali-kali menggunakan bahasa
daerah Muna yang dimengerti dan bisa mengucapkannya. Hubungan komunikasi
dengan masyarakat sekitar berjalan efektif dan dapat direspon seketika itu juga,
sesuai dengan arah pembicaraan. Mengenai kebudayaan, selaku warga pendatang,
bapak Bambang menyesuaikan dengan penduduk lokal.
“ketika menikah dengan istri saya beberapa tahun yang lalu, sebelum
rombongan kami sampai dirumah mempelai wanita, kami disambut
dengan ewa wuna yakni semacam silat Muna dengan mengenakan sebilah
parang. Kami juga dari pihak mempelai pria tak lupa juga
mempersiapkan orang-orang yang nantinya akan melakukan ewa wuna
ini sebagai lawan dari ewa wuna dari pihak mempelai perempuan. Ewa
wuna ini terdiri dari empat orang yakni dua orang laki-laki dan dua
orang perempuan dan Ewa wuna ini merupakan symbol penyambutan
terhadap mempelai pria yang akan melakukan ijab Kabul nantinya.
Namun tidak semuan perkawinan melakukan adat ini, karena memakan
biaya yang agak besar untuk menyewa penduduk yang mahir untuk
memainkan Ewa wuna ini. Selain itu acara kesenian ini biasa
ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu kehormatan yang
berkunjung di kecamatan Kabangka. Beberapa tahun belakangan ini
semenjak tahun 2000 acara tersebut sudah jarang ditampilkan. Acara
tersebut enak ditonton dan mempunyai ciri khas tersendiri seperti saling
melakukan gerakan silat dengan menggunakan parang dan tatapan tajam
seolah mereka bersungguh dalam berperang namun sebenarnya itu
adalah bagian salah satu penghayatan dari acara tersebut. namun
kadang terselip beberapa senyuman jika ada dari beberapa gerakan jika
mengalami kesalahan”.
Menurutnya acara kesenian seperti ini perlu dilestarikan jangan sampai
generasi berikutnya sudah tidak mengenal lagi budayanya sendiri. Sebagai
pendatang, pak Bambang merasa perlu mengetahui adat-istiadat penduduk
setempat karena kita tinggal disini untuk lebih mempererat rasa persaudaraan.
74
Mengenai kerjasama dengan penduduk lokal, beragam bentuk kerja sama
yang biasa dilakukan sehari-hari sesama tetangga, sebagai pengajar disekolah
misalnya mengadakan kerja bakti bersama siswa-siswi, kegiatan sosial dan
keagamaan misalnya, Maulid Nabi, Halal bi Halal, diacara pesta, berpartisipasi
dalam acara 17 agustusan dan kerjasama di sektor ekonomi yaitu perdgangan
barang. Kerjasama dilakukan semata-mata untuk kepentingan bersama.
Syukur Alhamdulillah sampai saat ini, pak Bambang belum pernah
berselisih paham dengan penduduk lokal yang mengarah kepada hubungan yang
kurang baik dan jangan sampai terjadi hal semacam itu. Sebagai pendatang pak
Bambang, tahu diri bagaimana cara beradaptasi dengan masyarakat dan
lingkungan setempat sehingga eksistensinya ke depan baik-baik saja.
“Saya menilai, penduduk lokal orangnya transparan, kemudian tidak
mempersulit kalau ada orang luar yang datang didaerahnya malah
sebaliknya membantu orang yang datang. Jiwa tolong menolongnya patut
diteladani, tidak membatasi diri dengan orang dari luar. Jadi, kita kita
merasa canggung untuk bergaul dengan mereka. Salah satu faktor yang
paling mendasaragi pak Bambang untuk menetap di Desa Wakobalu
Agung Kecamatan Kabangka karena penduduk lokal semuanya beragama
islam. Dengan memiliki keimanan yang sama dengan mereka selama ini,
maka ini akan memudahkan kita menjalin hubungan dengan masyarakt
setempat. Kebetulan juga istri saya orang Muna asli, bagi saya
perkawinan beda suku tidak menjadi masalah karena dalam keluarga
tidak melihat apakah dia penduduk lokal atau bukan. Yang terpenting
dalam hal ini adalah kita saling mencintai, menghargai dan hidup
bahagia”.
“Jadi boleh dikatakan bahwa saya sudah merupakan bagian dari orang
Muna. Kedekatan psikologis sudah jelas karena saya pribadi menikah
dengan penduduk asli, begitu juga hubungan sosial dimasyarakat, saya
pikir tidak ada masalah karena kami saling mengenal satu sama lain”.
75
Informan B
Informan keempat, bernama Masriah, seorang ibu rumah tangga, yang
tinggal di dusun Pua Jaya, desa Wakobalu Agung. Ibu Masriah merupakan
penduduk lokal yang peristri oleh bapak Bambang. Selain menjadi ibu rumah
tangga, ia juga membantu suaminya dalam berdangang untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Bertetangga dengan etnis Jawa, hubungan
dengan tetangga rukun-rukun saja. Setiap harinya Ibu Masriah berinteraksi dan
berkomunikasi mengenai kehidupan sehari-hari misalnya sebagai seorang
pedagang, Ibu Masriah sering membahas mengenai kenaikan harga barang di
pasar, membicarakan cerita sinetron, resep kue dan masakan dengan tetangganya.
“Saya biasa juga berkomunikasi diluar rumah, kalau saya keluar atau
diacara pesta yang diadakan suku Jawa, ketika ada kematian, arisan
sesama istri-istri guru SMA I Kabangka dan di pasar ”.
Ibu
Masriah
secara
pribadi
tidak
mengalami
hambatan
dalam
berkomunikasi, selain ia seorang penduduk lokal yang fasih berbahasa Muna dan
bahasa Indonesia, beliau juga sering berinteraksi dengan etnis Jawa, sehingga
tidak menyulitkannya dalam berkomunikasi dengan warga pendatang. Bahasa
yang sering digunakan, bahasa Indonesia karena Ibu Masriah seorang pedagang
yang sering melayani pembeli baik itu dari masyarakat pendatang maupun
penduduk setempat dan kadang juga sekali-kali bahasa bahasa Muna tergantung
kepada siapa ia berbicara.
“Berbicara memngenai budaya, antara etnis Muna dan etnis Jawa agak
jauh berbeda baik itu dari bahasa maupun pada tata cara pernikahan.
Tetapi dalam prosesi perkawinan ada sedikit kesamaan yakni pada acara
pingitan. Itupun budaya etnis Muna memiliki beberapa kerumitan pada
saat dipingit. Pingitan yang dilakukan oleh masyarakat Muna yakni, calon
76
pengantin yang akan dipingit dimasukan kedalam suatu ruang yang gelap
dan kosong serta tidak boleh ada cahaya sedikitpun, dimana di dalam
ruangan tersebut ditutupi oleh beberapa lapis kain sehingga cahaya
sekecil apapun itu tidak masuk kedalam ruamgan tersebut. Di dalam
ruangan tersebut hanya terdapat calon pengantin dan Pomantoto.
Pomantoto ini merupakan seorang nenek yakni tokoh adat yang akan
memandu jalannya prosesi berlangsung sampai selesai. Calon pengantin
yang sedang dipingit, tidak boleh keluar dari ruangan tersebut selama
empat hari empat malam, hanya memakai sehelai sarung berwarna putih
dan tidak mengenakan pakaian dalam, tidak boleh bersuara dan
berbincang dengan orang lain, pada saat tidur tidak mengenakan bantal
sebagai pengganti bantal calon pengantin akan tidur diatas pucuk pohon
pinang, tidak boleh buang air besar dan hanya diberi makan ketupat dan
telur rebus, itupun cuma setengahnya saja. Sedang budaya pingitan pada
etnis Jawa yakni calon pengantin hanya tidak diperbolehkan keluar rumah
dan bertemu dengan calon pengantin sampai pada acara Ijab Qabul
dilaksanakan”.
Masyarakat pendatang juga sekarang cenderung menggunakan budaya
Muna pada acara pernikahan. Bila ada penduduk lokal yang menikah dengan suku
Jawa, adat yang dipakai itu biasanya mengikuti adat suku Muna, namun tidak
jarang mereka memadukan kedua budaya tergantung kesepakatan kedua belah
pihak keluarga, tetapi kadangkala etnis Jawa lebih menyesuaikan dengan
penduduk lokal.
Kerjasama Ibu Masriah dengan suku Jawa biasanya meminta tolong
membantu pekerjaan rumah yang tidak sanggup dikerjakan sendiri seperti ketika
sedang mengadakan sebuah acara begitupun sebaliknya “yang namanya kita
bertetangga bagaimana pun harus saling membantu”.
Sesama
ibu-ibu, mereka
membuat semacam kelompok arisan PKK,
arisan Dharma Wanita dan arisan pengajian al-hidayah. Kerja sama dengan suku
Jawa tidak ada masalah semuanya berjalan dengan baik, mengenai puas tidaknya
itu semua dikembalikan kepada masing-masing individu. Orang yang yang dapat
77
menilai, tetapi Ibu Masriah pribadi tidak ada masalah. Kerjasama yang
dimaksudkan agar lebih mempererat rasa persaudaraan dengan etnis Jawa agar
tidak terjadi yang namanya kecemburuan atau yang lainnya.
Ibu Masriah selama bertetangga denga etnis Jawa tidak prnah terlihat
cekcok mulut atau kesalahpahaman yang membuat hubungannya renggang,
semuanya berjalan dengan baik hanya perbedaan pendapat yang biasa terjadi antar
ibu masriah dengan suku Jawa. Namun semua bisa diselesaikan dengan baik-baik,
diatur dan dibicarakan secara kekeluargaan, sehingga tidak membuat hubungan
mereka renggang tetapi kembali tetap seperti biasa.
Keberadaan etnis Jawa di desa Wakobalu Agung ini merupakan salah satu
faktor yang sangat mengutungkan, karena etnis Jawa rata-rata ahli dalam hal
perkebunan dan dapat dipercaya karena apa yang kita inginkan betul-betul
dikerjakan dengan baik dan hasilnya tergantung dari kesepakatan bersama.
Pengetahuan yang dimiliki oleh penduduk lokal dalam pengolahan lahan
perkebunan masih tradisonal yang lamabat mendapatkan hasil. Disamping itu
etnis Jawa sering yang membantu penduduk lokal dalam mengerjakan lahan
perkebunan, karena ada sebagian penduduk lokal yang malas bekerja, mereka
sudah dimanjakan oleh alam dan hanya senang bekerja sebagai pedagang
sehingga lahan yang luas milik penduduk lokal dikerjakan oleh etnis Jawa.
“Saya sendiri menikah dengan etnis Jawa dimana suami saya berasal dari
Jember Jawa Timut dan saya rasa tidak ada masalah dengan perbedaan
suku diantara kami”.
78
Hubungan sosial sudah pasti terjadi dalam keidupan sehari-harinya karena
sudah begitu dekat dengan etnis pendatang Jawa terutama yang tinggal disekitar
rumahnya.
Pasangan Infroman ke Tiga
Informan A
Informan kelima, bapak Raharjo, merupakan penduduk pendatang yang
berasal dari Klaten Jawa Tengah, dikenal sebagai seorang polisi yang ditugaskan
di polsek Kecamatan Kabangka. Tinggal di dusun Siderojo desa Sarimulyo. Pak
Raharjo bertugas diKec. Kabangka sudah sekitar 12 tahun.
Selama pak Raharjo tinggal didusun siderejo ini, ia merasakan kenyaman
dimana tetangga-tetangga di sekeliling rumahnya merupakan warga asli Muna
yang sudah sangat akrab bahkan dianggapnya sebagai saudaranya sendiri, karena
pada saat ditugaskan diKec. Kabangka ini pak Harjo hanya seorang diri saja.
Sebelum pak Harjo memiliki rumah sendiri, pak Harjo tinggal dirumah seorang
warga setempat sampai pada saat dia menikahi seorang gadis Muna dan akhirnya
merekapun memilih untuk tinggal terpisah dengan warga yang sudah dianggapnya
sebagai orang tua angkatnya. Pak Harjo menikahi gadis Muna tersebut ketika
gadis ini tamat di bangku SLTA.
Di dusun Siderejo pak Harjo dan istrinya tinggal, tidak memiliki kesulitan
dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan para warga setempat. Hubungan
dengan beberapa etnis Muna yang tinggal dilingkungannya sangat akrab.
“sebagai seorang polisi, saya harus pandai-pandai menempat diri dalam
masyakat, karena saya harus bisa memberikan contoh yang baik sehingga
79
saya dan kawan-kawan saya sesama anggota kepolisian dapat
menciptakan suasana yang aman, tentram dan terjaga diKec. Kabangka
ini”.
Sebagai penduduk pendatang, pak Harjo merasa tetangga-tetangganya
sudah seperti saudara sendiri, terutama dengan orang-orang tua disekitar
lingkungan tempat tinggalnya. Dalam berkomunikasi umumnya membicarakan
maslah-masalah
yang disiarkan di TV dan radio, tentang keamanan,
membicarakan masalah yang terjadi disekitar Kec. Kabangka terutama dalam hal
bagaimana eksistensi Kabangka kedepan, serta lebih banyak membahas kehidupan
sehari-hari. Komunikasi dengan suku Muna terjadi disekitar rumah, dimesjid
setiap selesai sholat berjamaah, di acara pesta, dikantor ketika ada beberapa warga
yang mengalami masalah dan dijalan ketika bertemu dengan suku Jawa saling
menyapa sekedar menanyakan kabar.
“Dalam menangani kasus, saya jarang mendapatkan kasus-kasus tentang
perkelahian antara etnis Jawa dan etnis Muna atapun etnis lainnya yang
ada di Kec. Kabangka ini. Justru malah sering saya mendapatkan kasus
perkelahian sesame orang Muna sendiri, kasus pencurian dan sebagainya.
Kalaupun ada kasus perkelahian antar kedua etnis ini, paling dipengaruhi
oleh orang-orang luar yang tidak senang melihat kedamaian di desa ini”.
“Dalam kehidupan sehari-hari, saya berbahasa Muna ketika
berkomunikasi dengan suku Muna atau kadang juga berbahasa Indonesia
karena bagi saya agak susah untuk mengucapkannya tetapi saya
memahami arti dari apa yang mereka sedang bicarakan”.
Hubungan komunikasi dan interaksi tidak ada masalah karena pak Harjo
bisa menempatkan diri dan melihat dengan siapa dia berbicara.
Berbicara mengenai adat-istiadat suku Muna Pak Harjo tidak terlalu terlalu
mengetahui banyak adat-istiadat yang ada didesa ini, selain didesa ini lebih
80
banyak penduduk pendatang, Pak Raharjo juga jarang terlibat jika ada acara-acara
adat yang digelar.
“dari sepengetahuan saya, kebanyakan masyarakat Jawa yang
menyesuaikan adat dengan masyarakat Muna, jika digelar acara
pernikahan. Selain itu, fenomena yang terjadi sekarang ini, saya selaku
penduduk pendatang melihat sudah banyak dari pemuda-pemuda dari
etnis Muna yang tidak lagi menggunakan bahasa daerah Muna. Yang kita
dengar hanya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat”.
“Saya juga melihat transaksi budaya terjadi begitu cepat dimasyarakat
Kec. Kabangka antar suku Jawa dan penduduk lokal sehingga terjadi
pembauran budaya disini”.
Kerja sama pak Harjo dengan suku Muna terjadi disektor pelayanan
masyarakat yang sering melayani keluhan dan pengaduan tentang keamanan
diKec. Kabangka, pada saat pengamanan suatu acara atau kegiatan, pada saat
pengadaan kerja bakti dan biasanya bila ada hal-hal yang tidak dapat dikerjakan
sendiri, pak Harjo memanggil tetangga untuk membantu menyelesaikan
pekerjaannya. Kerjasama dengan suku Muna berjalan sesuai dengan keinginan
tanpa ada yang merasa dirugikan. Secara pribadi pak Harjo tidak pernah berselisih
paham dengan suku Muna.
Kedatangan etnis Jawa sangat diterima dengan baik sepanjang tidak
melakukan hal-hal yang
melanggar norma-norma agama dan moral. Sejak
transmigrasi masuk dan tinggal dinggal di desa Sarimulyo ini mengalami
perubahan yang sangat maju. Jadi, tidak heran kalau di kec. Kabangka banyak
transmigran yang masuk terutama etnis Jawa. Keberadaan etnis Jawa membawa
keuntungan tersendiri bagi masyarakat lokal dimana etnis Jawa banyak membantu
penduduk
lokal
dalam
meningkatkan
81
pendapatan
perkapitanya
dan
pembangunannya disamping itu masih banyak lahan yang belum digarap,
sehingga dengan adanya mereka (etnis Jawa), lahan tersebut ada yang
mengolahnya.
Semua etnis yang ada semuanya baik tergantung dari penilaian kita khusus
kedua etnis ini (etnis Jawa dan etnis Muna).
“Saya merasa sudah terjalin yang namanya ikatan batin dengan
beberapa penduduk lokal yang ada didesa ini, begitu juga hubungan
sosial di masyarakat semua baik-baik saja”.
Infroman B
Informasi keenam yakni Ibu Handayani yang merupakan istri dari Pak
Raharjo, tinggal di dusun Sidorejo desa Sarimulyo, merupakan etnis Muna.
Pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan pedagang sembako kecilkecilan untuk membantu manambah penghasilan dari sang suami yang
pekerjaannya sebagai seorang polisi.
Ibu Handayani adalah seorang penduduk asli etnis Muna yang tinggal di
dusun Siderejo yang menikah dengan seorang warga pendatang. Sekarang mereka
sudah memiliki dua orang anak yang pertama kini sudah berusia 13 tahun dan
anak mereka yang kedua berusia 3 tahun.
Hanya ada beberapa penduduk lokal di sekitar rumah yang mereka tempati
saat ini karena dusun sidorejo bisa dikatakan hampir semuanya penduduk
pendatang. Sebagai penduduk lokal Komunikasinya dengan warga-warga
setempat sangat harmonis dan terjalin dengan baik, sehingga banyak penduduk
pendatang yang sering berkunjung ke rumah mereka beitupun sebaliknya.
82
Ibu Handayani sering berkomunikasi dengan etnis Jawa di rumah maupun
diluar atau bila ada etnis Jawa yang datang berbelanja dirukonya, dipasar, maupun
di jalanan dan ditempat lain bila bertemu dengan etnis Jawa. Komunikasi dengan
etnis tidak dapat dihindari.
“Kemana saja kita pergi pasti bertemu dengan etnis Jawa karena populasi
etnis Jawa di desa ini lebih banyak jika dibandingkan dengan populasi
penduduk etnis Muna. Hubungan interaksi dan komunikasi terjadi setiap
harinya disekitar tempat tinggal sesama tetangga, dipasar yakni
komunikasi antara saya sebagai penjual sembako dan pembeli, diacara
pesta perkawinan, di acara syukuran jika diundang, diacara arisan
sesama ibu bayangkara, majelis ta’lim”.
Hal-hal biasa diperbincangkan oleh Ibu Handayani yakni masalah
kenaikan harga-harga sembako, biasa juga bergosip, kadang-kadang mengenai
sinetron yang lagi ngerten, mengenai artis yang sering muncul di Televisi dan
lain-lain. Sehari-hari Ibu Handayani berkomunikasi dengan penduduk pendatang
menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa daerah Muna kadang juga digunakan
dalam keadaan tertentu jika ia berkomunikasi dengan para orang tua dan anakanaknya. Walaupun mereka pasangan berbeda etnis, tetapi Ibu Handayani tetap
mengajarkan bahasa daerah Muna kepada anak-anaknya, karena Ibu Handayani
tidak mau kelak anaknya tidak mengetahui bahasa daerahnya sendiri.
Sebagaimana layaknya hidup dimasyarakat, sudah pasti terjadi yang
namanya interaksi dan komunikasi untuk lebih saling mengenal lebih jauh dan
saling bertukar pikiran.
“Mengenai adat istiadat, sepengetahuan saya penduduk lokal memiliki
budaya yang berbeda dengan etnis jawa seperti pada acara perkawinan,
sekarang ini masyarakat pendatang lebih banyak menyesuaikan dengan
penduduk lokal. Seperti pada perkawinan saya, suami saya yang lebih
banyak menyesuaikan”.
83
Kerjasama yang yang sering dilakukan oleh Ibu Handayani dengan
penduduk pendatang lebih banyak dalam bidang perdagangan yakni dengan saling
bertukar pengalaman bagaimana cara meningkatkan pelanggan, cara berbisnis
yang menguntungkan dan tentunya sebagai pedagang hubungan kerjasama penjual
dan pembeli. Apabila Ibu Handayani mengadakan acara, para tetangga disekitar
tempat tinggalnya turut membantu seperti mengedarkan undangan, membantu
membuat masakan, ikut dalam arisan Ibu Bayangkari dan arisan pengajian yang
diadakan setiap bulannya secara.
“Hubungan kerjasama dengan penduduk pendatang sampai saat ini tidak
pernah mengecewakan semuanya berjalan dengan harmonis dan secara
kekeluagaan. Kerjasama yang kami jalin bukan semata-mata hanya ingin
menghasil uang, tetapi dengan adanya arisan-arisan dan penjagajian
kami juga dapat mempererat tali silahturahmi dan hubungan kekerabatan
diantara kami. Intinya, setiap ada acara atau kegiatan kami saling
melibatkan satu sama lain karena kami sudah merupakan satu rumpun
keluarga besar kec. Kabangka khususnya di desa Desa Sarimulyo ini”.
Selama Ibu Handayani tinggal di dusun Sidorejo ini sangat jarang terjadi
kesalahpahaman baik itu dalam kehidupan sehari-hari ataupun kerjasama karena
mereka sudah menganggap penduduk pendatang itu adalah bagaian dari keluarga
mereka sendiri. Ibu Handayani juga menganggap penduduk bukan lagi sebagai
pendatang.
“Saya merasa senang bila ada orang luar yang datang atau berkunjung
didaerah kami. Ini memandakan bahwa kampung saya dikenal dan disukai
oleh orang lain khusunya di desa Sarimulyo. Bagi kami penduduk lokal,
tidak ada masalah dengan keberadaan etnis Jawa di desa ini, kita senang
dengan keberagaman yang ada dan hidup didalam suasana kekeluargaan
karena mereka tidak pernah melakukan hal-hal yang bisa membuat kami
sebagai penduduk lokal merasa terganggu atau sebagainya. Mereka
datang secara resmi dan sudah memiliki KTP setempat, bahkan
keberadaan mereka dapat membantu penduduk lokal dalam sektor
pertanian dan perikanan demi pembangunan di Kec. Kabangka Secara
84
emosional hubungan kami selalu dalam suasana kekeluargaan baik
individu dan sosial dimasyarakat”.
Pasangan informan ke Empat
Informan A
Informan ketujuh, bapak Agus Sunarioto, suku Jawa tepatnya Jember Jawa
Timur, yang berprofesi ganda yakni sebagai petani juga sebagai staf pengajar
disekoalah swasta Madrasah sanawiah Kec. Kabangka. Pak Agus ini tinggal
didusun Sukuwono Desa Sarimulyo, sekitar 10 tahun yang lalu. Pertama beliau
menginjakkan kaki di Kecamatan Kabangka, karena pada saat itu di banyak
orang-orang Jember yang hijrah dan berhasil di Desa ini.
“Dengan alasan ini, saya pun datang mencari kerja, hingga akhirnya bisa
diterima menjadi pegawai negri sipil dan mengajar mengajar di sebuah
sekolah Madrasah Aliah. Berhubung saya tinggalnya di Sulawesi, jadi
yang jaraknya sangat jauh dengan kampong saya, untuk pulang
kekampung halaman saya hanya menunggu waktu libur atau pada saat
lebaran”.
Selain menjadi guru, pak Agus juga memiliki perkebunan coklat untuk
menambah penghasilan. Kebun ini dikelola bersama istrinya. Di Desa Sarimulyo
ini masih banyak lahan produktif yang belum diolah, jadi lahan tersebut dapat
dapat diolah atas seizin pemerintah setempat dan penduduk lokal selaku tuan
rumah.
“Saya tinggal di tengah-tengah penduduk lokal juga etnis Jawa lainnya
yang bertransmigrasi diDesa ini. Sesama penduduk lokal saya beserta
istri cukup akrab dengan tetangga disekitar tempat tinggal serta warga
yang lainnya”.
85
Sehari-hari Pak Agus berinteraksi dan berkomunikasi berlangsung setiap
harinya diluar rumah dan biasanya ada yang datang bertamu di rumah bila perlu
sesuatu misalnya meminta tolong membawakan ceramah dimasjid atau acara
malam ta’siah bila ada yang meninggal. Dimana saja kalau bertemu pasti kita
saling menegur, kadang membicarakan masalah pekerjaan kebun. Setiap harinya
mengajar disekolah yang merupakan salah satu tempat yang biasanya pak Agus
berkomunikasi dengan penduduk lokal. Masalah politik jarang dibicarakan di sini
kita cuma membicarakan masalah kehidupan yang sesuai dengan apa yang kita
sama-sama kerjakan seperti masalah ekonomi, sosial dan budaya.
“Saya tidak ada masalah dengan bahasa yang digunakan kalau
berkomunikasi dengan penduduk lokal, saya bisa menggunakan bahasa
Jawa atau bahasa Indonesia, kadang kalau saya di rumah sekali-kali
berbahasa Muna dengan keluarga, saya sudah bisa sedikit demi sedikit
berbahasa Muna dan tahu artinya. Bahasa Muna sulit dipelajari dengan
cepat karena penduduk lokal banyak yang tidak berbahasa Muna, disini
kita kebanyakan mendengar orang berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia
sehingga sulit dibedakan mana penduduk lokal dan mana yang bukan
penduduk lokal. Inilah salah satu daerah yang mempunyai kelebihan
tersendiri karena biar orang tuanya juga bisa berbahasa Indonesia
sehingga orang dari luar tidak repot berinteraksi dengan penduduk
lokal”.
Dari segi adat-istiadatnya kalau diperhatikan sekarang ini sudah banyak
yang berubah. Biasanya dulu kalau ada pernikahan, ada acara tari-tarian yang
disebut Ewa Wuna atau semacam tarian penyambutan. Menurut penduduk lokal,
yang pernah pak Agus tempati bertanya, acara ini bukan saja pada saat pesta
pernikahan ditampilkan apabila kedatangan tamu kehormtan dari luar, seperti
bupati, gubernur dan tamu-tamu penting lainnya.
“Selama saya tinggal di Kec. Kabangka, kalau tidak salah baru empat
kali saya melihatnya. Mungkin penduduk lokal sudah malas menampilkan
86
acara tersebut karena dianggapnya susah. Selain itu kita harus
kepada tokoh masyarakat tertentu yang mengetahui tarian ini,
memiliki tingkat kerumitan. Ewa Wuna ini merupakan tarian
menggunakan parang dengan perpaduan gelrakan silat khas
Muna”.
belajar
karena
dengan
daerah
Pak Agus melakukan kerjasama dengan penduduk lokal lebih kepda
bidang pertanian.
Jika ada penduduk lokal yang meminta bantuannya untuk
mengajari tata cara bertani dengan, maka ia dengan senag hati membantunya.
Namun bentuk kerjasama dengan penduduk lokal hampir dibidang lainnya
juga ia lakukan, seperti dibidang ekonomi, pak Agus sebagai anggota koperasi
KOPPAK (Koperasi Pedagang Pasar Kambawuna).
Adapun kerjasama dalam bidang politik nanti pada saat menjelang
pemilihan umum. Mungkin selama ini penduduk lokal merasa apa yang saya
kerjakan ada baiknya sehingga kalau ada kegiatan yang dilakukan pasti saya
dilibatkan.
Secara pribadi pak Agus tidak pernah terjadi keslahpahaman apalagi
terkait dengan penduduk lokal. Kadang kala terjadi selisih pendapat yang
menyangkut masalah-masalah kebijakan organisasi tapi tidak sampai sejauh itu
melakukan hal-hal yang dapat merusak hubungan tali silaturahmi mereka. Kalau
ada masalah dibicarakan secara baik-baik apa jalan keluar yang di inginkan.
Pak Agus menilai penduduk lokal adalah penduduk yang menghargai
kehadiran orang dari luar daerah entah darimana itu asalnya dan orang yang
masuk kesini bisa hidup bersama dengan penduduk lokal selama masih saling
menghargai satu sama lain. Pak Agus melihat penduduk lokal selama ini, kalau
kita bertujuan baik, berbuat baik tidak berkeinginan merendahkan atau merugikan
87
mereka, penduduk lokal mendukung apa yang kita kerjakan dan menempatkan
kita diposisi yang terhormat seperti disini pernah pak Agus diminta menduduki
satu jabatan di Desa Sarimulyo. Jadi tidak ada masalah menegnai penduduk lokal.
“Disamping itu, saya menikah dengan penduduk lokal karena merasa
cocok dan seiman dengan saya, jadi sudah termasuk dalam keluarga
penduduk lokal. Hubungan social di masyarakat saya kira sudah seperti
keluarga sendiri, begitupun hubungan psikologinya ada kedekatan pribadi
antara saya dengan penduduk lokal”.
Infroman B
Informasi kedelapan, Ibu Wa Sumiati, tinggal didusun Sukuwono Desa
Sarimulyo, suku Muna. Pekerjaan sehari-hari sebagai petani jeruk dan juga
mempunyai kebun sayur-sayuran yang dikelola bersama suaminya.
Ibu Wa Sumiati merupakan penduduk lokal di Desa Sarimulyo ini. sebagai
seorang istri, ia membatu memasarkan hasil perkebunan yang dikelola bersama
suaminya. Letak wilayah Kecamatan Kabangka yang mudah dijangkau lewat
transportasi angkutan umum, sehingga tidak sulit mengakses daerah lain untuk
memasarkan hasil perkebunan mereka.
“Desa Sarimulyo ini memiliki banyak lahan-lahan yang belum diolah
terutama bagi ingin berkebun seperti saya dan suami saya asal kita
mempunyai kemauan yang tinggi untuk bekerja dan mau
mengerjakannya”.
Hanya ada beberapa penduduk lokal di sekitar rumah Ibu Sumiati,
termasuk beliau sendiri karena dusun Sukuwono terbilang banyak pendatang dari
Jawa.
“Komunikasi saya dengan penduduk lokal sangat akrab baik karena
sering bertemu dipasar, jadi kalau boleh dibilang hampir semua orang
mengenal saya, karena saya adalah seorang pedagang sayur. Selain itu
saya juga sering dipanggil untuk membantu tetangga jika ada acara”.
88
Sehari-hari ibu Sumiati biasa membicarakan masalah tanaman yang ada
dikebunnya, masalah harga sembako yang semakin melunjak bahkan biasa juga
bergosip dan lain-lain. Dalam berkomunikasi dengan penduduk lokal Ibu Sumiati
menggunakan bahasa Jawa karena dia sering berinteraksi dengan pendatang Jawa.
Bahasa asli Muna kadang juga digunakan jika dia bercerita dengan orang-orang
tua yang tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia. Sebagaimana layaknya hidup
dimasyarakat, sudah pasti terjadi yang namanya interaksi dan komunikasi untuk
lebih saling mengenal lebih jauh dan saling bertukar pikiran.
Mengenai adat istiadat penduduk lokal dan penduduk pendatang Jawa
mempunyai budaya yang berbeda. Walaupun memiliki budaya yang berbeda , tapi
tidak membuat mereka berbeda pula. Sejauh ini menurut Ibu Sumiati, kalau setiap
ada acara pernikahan antara penduduk lokal dengan penduduk pendatang Jawa,
selalu etnis pendatang Jawa yang lebih menyesuaikan. Sebagai pendatang, etnis
Jawa lebih banyak menyesuaikan.
Kerjasama yang dilakukan oleh IbuSumiati dengan penduduk lokal dalam
bidang perkebunan seperti dengan saling bertukar pengalaman mengenai cata-cara
bercocok tanam dan tentunya sebagai pedagang, Ibu Sumiati memiliki hubungan
kerjasama penjual dan pembeli. Apabila ibu Sumiati mengadakan pesta para
tetangga turut membantu seperti mengedarkan undangan.
“Hubungan kerjasama saya dengan penduduk pendatang Jawa
Alhamdulillah sampai sekarang ini tidak pernah mengecewakan semuanya
berjalan sebagaimana mestinya. Dengan badanya kerjasama tersebut
kami juga dapat mempererat tali silahturahmi diantara kita. Sebagai
penduduk lokal tentunya saya selalu bekerjasama dan saling membantu
baik itu sesame penduduk lokal ataupun dengan etnis pendatang Jawa”.
89
Sejauh ini Ibu Sumiati tidak pernah terjadi kesalahpahaman
dengan
penduduk pendatang Jawa baik itu dalam kehidupan sehari-hari ataupun
kerjasama yang mereka jalin. Ibu Sumiati menganggap penduduk lokal sudah
seperti keluarga sendiri, sehingga penduduk pendatang Jawa sudah tidak enggan
lagi untuk berbaur dengan masyarakat di Kec. Kabangka, khususnya di Desa ini
karena pendatang jawa ini juga sudah menjadi penduduk lokal serta memiliki
KTP bukan lagi sebagai pendatang.
Hubungan Ibu Sumiati dengan penduduk pndatang Jawasejauh ini sangat
harmonis bahkan sudah menganggap seperti keluarga sendiri, sama halnya
hubungan social yang terjalin dimasyarakat.
Pasangan Informan ke V
Informan A
Pasangan informan kelima adalah Pak Purwanto dan tinggal di Desa
Sarimulyo yang sukunya berasal dari Madura yang sehari-harinya bekerja sebagai
petani coklat. Dia menikah dengan warga lokal yang dikenalnya sewaktu duduk
dibangku SMA.
Pak Purwanto datang dan tinggal di Desa Sarimulyo dengan maksud untuk
mengadu nasib dan mencari rezeki di Desa Sarimulyo ini untuk memperbaiki
kehidupannya. Pada awalnya ia datang di desa ini karena mengikuti orang tuanya
yang bertransmigrasi. Menurut Pak Purwanto di Desa ini memiliki tanah yang
subur sehingga cocok untuk dijadikan lahan perkebunan. Untuk itu orang tuanya
menyarankan Pak Purwanto untuk berkebun setelah menamatkan sekolahnya
(SMA). Menurutnya, oramg tuanya memutuskan untuk tinggal di Desa Sarimulyo
90
karena warga di kampung ini sangat senang dengan kedatangan orang luar. Pak
Purwanto memiliki lahan perkebunan yang cukup luas dan juga mengerjakan
sebagaian lahan penduduk lokal.
Pak Purwanto memiliki tempat tinggal disekitar rumah penduduk lokal
dan penduduk etnis Jawa lainnya. Sehari-hari ia sering berhubungan dengan
beberapa penduduk lokal dikebunnya, karena sebagian pekerjaanya adalah
penduduk setempat. Disinilah hubungan mereka terjalin dan saling mengenal
dengan baik.
“warga yang bantu-bantu dikebun saya sangat ramah. Kami bertemu
setiap hari dikebun jadi saya sudah mengangga mereka itu sudah seperti
keluarga sendiri, saya juga cukup akrab dengan anak-anak muda didesa
ini”.
“Sebagaian besar waktuku tersita untuk bekerja diperkebunan mulai dari
pagi sampai sore kadang juga saya bermalam dikebun kalau menjelang
panaen. Istri saya juga kadang suka bantu-bantu dikebun kalo pekerjaan
rumah sudah selesai”.
Hubungan komunikasi dengan penduduk lokal biasa di kebun sambil
bersantai-santai, biasa juga terjadi saat pak Purwanto bertemu dijalan, kadang jika
ada warga lokal yang sedang mengadakan hajatan. Bila ada undangan pesta
perkawinan, syukuran bahkan kalau ada kematian Pak Purwanto sering datang
menghadiri acara tersebut bersama istrinya.
“Komunikasi saya dengan penduduk lokal kebanyakan membicarakan
masalah perkebunan, perdagangan dan menyangkut masalah kehidupan,
misalnya kenaikan dan turunnya harga coklat, mahalnya harga bibit
dipasaran dan lain-lain”.
Pak Purwanto sehari-harinya memakai bahasa Indonesia dengan penduduk
lokal jarang menggunakan bahasa daerah Muna tapi meneganai artinya sudah
banyak diketahui apabila mendengar penduduk lokal
91
dalam berkomunikasi
sesama penduduk lokal. Pak Purwanto sering belajar menggunakan bahasa daerah
Muna pada istrinya tetapi sampai sekarang belum bisa diucapkan hanya sepatah
dua kata yang ia ketahui karena tidak setiap hari Pak Purwanto mendengar bahasa
daerah Muna disekitar rumahnya kebanyakan memakai bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia. Hubungan komunikasi tidak ada kendalanya semuanya dapat saya
pahami dengan jelas.
Pak Purwanto membantu penduduk lokal biasanya menyangkut dalam hal
tata cara pembibitan tanaman coklat dan jeruk, pemupukan tanaman,
penyemprotan dan pemeliharaan tanaman. Dengan senang hati Pak Purwanto
membantu penduduk lokal, sesama tetangga tentunya saling membantu kalau
tidak mampu mengerjakannya sendiri. Saling membantu dengan penduduk lokal
sudah pasti dilakukan karena pasti ada pekerjaan yang tidak mampu diselesaiakn
sendiri serta suatu saat pasti kita juga membutuhkan orang lain untuk membantu
kita, begitu pula sebaliknya.
“Syukurnya sampai sekarang saya tidak pernah melakukan sesuatu hal
yang membuat penduduk lokal jadi marah dan bertengkar begitu juga
dengan mereka”.
Pak Purwanto selalu menjaga setiap apa yang ia kerjakan atau yang ia
ucapkan jangan sampai merusak hubungan dengan penduduk lokal dan sebagai
pendatang ia harus bersikap baik agar hubungan mereka tetap baik.
Menurut Pak Purwanto penduduk lokal mempunyai sifat saling
menghargai dan menghormati, tidak hanya sesama penduduk lokal tetapi hal ini
juga dilakukan terhadap penduduk etnis pendatang Jawa dan tidak menganggap
rendah orang lain.
92
“satu hal yang paling saya sukai dari penduduk lokal adalah tidak
membeda-bedakan kita sebagai pendatang dengan penduduk lokal.
Penduduk lokal yang membantu saya dikebun sudah begitu dekat dan
akrab dengan saya”.
Informan B
Ibu Saipa, seorang wanita yang menikah dengan Pak Purwanto tinggal
Desa Sarimulyo dan juga penduduk lokal.
“Di sarimulyo sudah banyak pendatang pendatang Jawa yang ditemani
bertetangga dan sudah saling mengenal, hubungan saya dengan
pendatang Jawa sangat akrab sebagai teman bicara dalam segala hal.
Kami sudah jelas berkomunikasi terjadi tiap harinya karena kalau kita
tidak berkomunikasi pasti kita tidak saling mengenal dengan pendatang
Jawa”.
Menurut Ibu Saipa komunikasi merupakan hal yang sangat mendasar
dalam kehidupan masyarakat.
“Saya sering berkomunikasi dengan orang Jawa disekitar rumah saya,
bila bertemu dijalan, pada saat dikebun dan pada acara-acara yang
sering diadakan dikampung ini. kami sering bercerita denga orang Jawa
menyangkut pengalaman-pengalaman pribadi, gossip-gosip, dan masih
banyak hal-hal yang lain yang dibicarakan”.
Ibu Saipa berbahasa daerah Indonesia bila berkomunikasi dengan
pendatang Jawa, namun banyak dari pendatang Jawa yang sudah bisa
berkomunikasi dengan bahasa daerah Muna. Umumnya bila berkomunikasi
dengan pendatang Jawa menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, jadi
pendatang tidak perlu lagi belajar bahasa daerah tapi secara perlahan-lahan
banyak dari pendatang Jawa sudah fasih berbahasa daerah Muna, sehingga
komunikasi sudah jelas lancar dan tidak ditemukan kesulitan.
93
Adat-istiadat pendatang Jawa agak berbeda dengan penduduk lokal,
apalagi dalam hal perkawinan. Di desa ini bila ada perkawinan, adatnya lebih
banyak di sesuaikan dengan calon pengantin.
“Jika yang menikah seperti kami berdua, sebelum melakukan pernikahan
terlebih dahulu membuat kesepakatn adat yang kami jalani. Pada
pernikahan kami, adat yang dipakai pada saat akad menggunakan adat
saya sendiri yaitu ada daerah Muna sedangkan pada acara resepsi kami
menggunakan adat suami saya yakni adat Jawa”.
Dalam hal kerjasama sudah tentu jelas, apabila pendatang etnis Jawa
melaksanakan pernikahan biasa nama Ibu Saipa sering tercantum sebagai panitia
acara tersebut, untuk membantu memasak dan membuat kue dan kadang juga
dimasukkan dalam daftar undangan yakni turut mengundang.
“begitupun saya, kalau ada yang saya rasa tidak mampu mengerjakan
sendiri pasti minta tolong sama tetangga baik itu pekerjaan dikebun atau
dirumah”.
Kerjasama yang sering dilakukan biasa pada saat ada pelatihan yang
diadakan di Balai Desa seperti membuat kerajinan tangan, mengadakan arisan dan
lain sebagainya. Dengan saling bekerja sama hubungan pendatang Jawa
bertambah dekat dan kerjasama ini sudah menjadi tuntutan hidup dimasyarakat.
Sejauh ini Ibu Saipa tidak pernah berselisih paham dengan pendatang
Jawa, karena memang tidak ada masalah yang sifatnya mengarah kesana,
“interaksi dan komunikasi kita disini berjalan apa adanya”. Walaupun ada
masalah yang terjadi, itu selalu diselesaikan secara kekeluargaan.
Setidaknya kedatangan suku Jawa di Kec. Kabangka yang menetap di
Desa Sarimulyo ini mendatangkan kerjasama yang baik serta kita dapat saling
94
bertukar pengalaman. Secara pribadi Ibu Saipa lebih banyak kenalan atau teman
yang dapat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendatang Jawa saya kira semuanya baik-baik saja tidak ada masalah,
menghargai kita sebagai penduduk lokal dan mengerti keberadaannya
sebagai pendatang. Hubungan sosialnya dimasyarakat sangat dekat
apalagi hubungan pribadi sesama tetangga bisa dikatakan sudah seperti
keluarga sendiri”.
2. Untuk mengetahui proses akulturasi antar etnis Jawa dengan etnis
Muna dapat berjalan dengan baik dalam hal perkawinan antara etnis
Jawadan etnis Muna di Kec. Kabangka
Untuk menenutkan keberhasilan sebuah perkawinan antar dua budaya, ada
beberapa faktor dalam mengefektifkan komunikasi dalam sebuah keluarga.
Factor-faktor tersebut meliputi keterbukaan,dukungan, dan sikap positif.
1. Keterbukaan
Berikut ini adalah hasil wawancara pasangan pertama:
Pasangan Informan Pertama:
Informan pertama, penulis melakukan wawancara kepada Bapak Amrin
Badi Sp.t selaku kepala Desa Wakobalu Agung, yang baru 8 bulan menjabat
sebagai kepala Desa Wakobalu Agung yang menikah dengan seorang wanita yang
berbeda etnis dengannya. Pak Amrin adalah penduduk asli Muna yang tinggal di
Kec. Kabangka merupakan seorang alumni Unhas jurusan peternakan yang
meraih gelar sarjananya pada tahun 2003.
Pak Amrin:
“awal pertemuan kami pada saat itu kebetulan istri saya ini adalah junior
saya pada saat SMA, walaupun saya tamat duluan dan melanjutkan
kuliah saya diperguruan tinggi, namun kami masih tetap menjalin
hubungan dan hingga akhirnya setelah saya menamatkan kuliah. Saya pun
95
kembali ke kampung dan langsung melamarnya. Saya tertarik kepada istri
saya karena kecantikannya paling menonjol diantara teman-temannya dan
memiliki senyum yang sangat menawan”.
Ibu Sriwahyuni:
“waktu itu SMA, saya masih duduk dibangku kelas 1, dan suami saya
merupakan senior yang duduk dibangku kelas 3, sejak saat itu dia mulai
medekati saya dan kemudian menyatakan bahwa ia suka kepada saya.
Dengan kedewasaannya, sifat pengertiannya dan perhatiannyalah
sehingga saya memutuskan untuk berpacaran walaupun saya tahu dia
adalah seorang pemuda yang merupakan anak dari warga setempat (etnis
Muna). Kami menjalin hubungan dan hingga akhirnya menikah".
Berdasarkan penuturan baik dari Pak Amrin maupun Ibu Sriwahyuni
mereka saling bertemu ketika duduk dibanguku SMA. Mereka mulai menjalin
hubungan setelah melakukan pendekatan selama beberapa hari. Walaupun
berbeda etnis, namun hubungan mereka tetap langgeng, sampai akhirnya setelah
menamatkan kulyahnya, Pak Amrinpun melamar Ibu Sri kepada kedua Orang tua
Ibu Sri.
Pak Amrin:
“suka dukanya banyak sekali disaat saya belum mempunyai pekerjaan,
saya cukup sulit untuk memenuhi kebutahan materi, seperti disaat kita
susah mencari makan, disaat anak meminta sesuatu dan kita tidak punya
uang untuk membelinya. Saya kemudian terus berusaha mencari kerja
untuk memenuhi kebutuhan hidup kami dan saya kemudian dipercaya
untuk mempin Desa Wakobalu Agung. Sedangkan sukanya mungkin ketika
melihat anak saya tumbuh besar dan pintar dan lihat istri yang lebih
memahami dan dewasa dalam arti lebih keibuan untuk menjalani sebuah
keluarga”.
Ibu Sriwahyuni:
“sukanya banyak karena dia pilihan saya. Kalo duka mungkin karena
awalnya dulu dia tidak kerja dan saya juga tidak kerja, namun setelah dia
menjadi kepala desa Alhamdulillah keuangan kami sedikit terbantu.
Namun sampai saat ini semua bisa dilewati”.
96
Selama pernikahan mereka memiliki suka duka sama seperti pasangan
suami istri lainnya. Pada saat Pak Amrin belum menjabat sebagai kepala desa ada
beberapa hambatan-hambatan kecil seperti pada saat kekurangan materi untuk
memenuhi keperluan hidup, seperti disaat memerlukan uang untuk memenuhi
kebutuhan anak dan sebagainya. Namun Pak Amrin tidak berdiam diri saja, iaa
terus berusaha untuk mencari kerja hingga akhirnya dia dipilih dan dipercaya oleh
masyarakat di Desa Wakobalu Agung untuk menjadi seorang kepala desa.
Sukanya yakni Pak Amrin merasa tidak salah memilih pasangan idup karena Ibu
Sri merupakan sosok seorang wanita yang memiliki sifat keibuan. Sedangkan Ibu
Sri sendiri sangat bahagia, karena dia tidak menyesal telah memilih Pak Amrin,
selain orangnya pekerja keras, dia juga adalah seorang pria yang bertanggung
jawab dalam keluarga.
Pak Amrin:
“ masalah komunikasi dengan Istri saya pribadi pastinya kalau kami
sedang di rumah dan lebih sering kami lakukan pada saat beristrahat.
Kami sering membicarakan mengenai masalah-masalah sepele sampai
pada pembicaraan mengeni masa depan kami, misalnya bertanya apa saja
yang dilakukan oleh anak kami, dia sudah makan atau belum, bagaimana
sekolahnya, kebutan apa-apa saja yang belum terpenuhi didalam rumah,
membahas mengenai masa depan pendidikan anak kami dan lain
sebagainya. Kalau boleh dibilang kami sangat sering membicarakan halhal tersebut. walaupun kadang kala kelihatan sepele, namun ini sangat
penting. Selain hal tersebut, kami juga sering bercanda dan tertawa
bersama karena istri dan anak saya juga senang bercanda”.
Ibu Sri:
“saya berkomunikasi dengan suami sangat sering, mulai dari kebutuhan
rumah tangga sampai pada masalah pekerjaan suami, apalagi kalau
menyangkut buah hati kami. Walaupun kadang kami berbeda etnis, namun
itu bukan penghalan, bagi kami perbedaan itu merupakan hal yang sangat
indah”.
97
Berdasarkan wawancara diatas, baik dari pak Amrin maupun Ibu Sri
mereka sangat intens dalam berkomunikasi, mulai dari hal-hal yang sifatnya kecil
sampai pada masalah-masalah yang sifatnya serius. Mereka sering kali membahas
mengenai apa-apa saja yang telah dilakukan sehari-hari seperti apa saja yang
sudah mereka lakukan dalam waktu seharian. Ibu Sri sangat terbuka kepada Pak
Amrin, tidak ada satupun yang dia tutup-tutupi. Dengan keadaan seperti ini,
mereka satu sama lain merasa lebih merasa nyaman.
Pasangan Informan Kedua:
Informan selanjutnya, yakni bapak Bambang S.Pd berasal dari Jember
Jawa Timur, tinggal di dusun Cendana Juru, desa Wakobalu Agung, bekerja
sebagai staf pengajar di SMA 1 Kec. Kabangka. Pak Bambang sudah lama tinggal
di Kecamatan Kabangka, sekitar 27 tahun. Pada awalnya datang di kecamatan
Kabangka karena pada waktu itu kedua orang tuanya. Pak Bambang juga menikah
dengan seorang perempuan yang berbeda etnis dengan dirinya, namun hal ini
bukan merupakan sesuatu yang sangat sulit mereka lalui.
Pak Bambang:
“saya dijodohkan dengan oleh kedua orang tua saya. Wanita yang
dijodohkan adalah anak warga setempat (etnis Muna) yang merupakan
sahabat semenjak pertama bertransmigrasi didaerah ini. Awalnya saya
tidak menyetujui hal ini. Namun setelah saya bertemu dengan calon istri
saya perlahan-lahan hati saya mulai luluh, dan setelah beberapa bulan
kemudian, kami pun dinikahkan”.
Ibu Masriah:
“Saya bertemu dia ketika orang tua saya mengenalkan anak dari seorang
temannya untuk dijodohkan, mereka sudah membuat kesepakatan terlebih
dahulu sebelum member tahu kami berdua. Sama halnya seperti suami
saya, awalnya saya tidak terlalu merespon perjodohan ini. Tetapi seiring
berjalannya waktu sayapun luluh dan mengikuti kemauan orang tua
saya”.
98
Berdasarkan penuturan keduanya, awalnya Pak Bambang dan Ibu Masriah
tidak saling mengenal satu sama lain. Mereka dipertemukan oleh kedua orang tua
masing-masing yang sebelumnya sudah memiliki rencana untuk menjodohkan
mereka. Walaupun awalnya mereka tidak setuju, namun waktulah yang membuat
mereka luluh dan kemudian setuju untuk dinikahkan.
Pak Bambang:
“suka duka dalam menjalani penikahan kami, pertama, kami harus
menyesuaikan perbedaan-perbedaan, seperti sifat-sifat, kebiasaankebiasan, kegemaran dan pola pikir. Sukanya, walaupun dijodohkan tetapi
kami sangat menikmati hal tersebut, proses yang kami lalui hingga kami
bisa bertahan sampai saat ini”.
Ibu Masriah:
“sukanya misalnya kita ada masalah dapat kita selesaikan berdua, tidak
saya saja yang menyelesaian, saya juga curhat sama suami jadi bisa
diselesaikan bersama. Kalo dukanya pada saat tahun pertama perkawinan
kami, saya agak susah menyesuaikan. Namun seiring berjalannya waktu,
alhamdulilah sayapun bisa melaluinya dengan baik”.
Semenjak menikah, Pak Bambang dan Ibu Masriah juga mengalami suka
duka dalam proses penyesuaian diri pada awal-awal penikahan dimana, harus
menyesuaikan
perbedaan-perbedaan
seperti
sifat-sifat,
kebiasaan-kebiasan,
kegemaran dan pola pikir, berbeda dengan pasangan yang menikah sejak awalnya
berpacaran dan sudah saling mengenal sifat satu sama lain. Namun pak Bambang
menikmati proses perjodohan ini, sehingga tidak sulit baginya untuk menerima
perjodohan tersebut. Begitupula dengan Ibu Masriah, yang awalnya agak sedikit
susah menyesuaikan diri, tetapi hal ini tidak membuatnya putus asa, ketika ia
sedang memiliki masalah, sang suami ikut membantu menyeselesaikan.
99
Pak Bambang:
“komunikasi dengan istri saya biasa terjadi pada saat kami sore hari,
setelah selesai istrahat. Berhubung istri saya pendiam, jadi saya yang
lebih agresif. Hal-hal yang biasa kami perbincangka seputar masalah
rumah tangga. Namun kadang-kadang kalau ada masalah istri saya juga
bercerita dan selalu meminta pendapat saya mengenai hal tersebut”.
Ibu Masriah:
“saya lebih sering berkomunikasi dengan suami ketika sore hari, saat
saya dan suami sedang bersantai-santai, hal-hal yang kami
perbincangkan kadang, mengenai hal-hal pribadi, kadang juga mengenai
berita-berita yang sedang hangat diperbincngkan di Tv. Kalaupun ada
masalah, baik saya ataupun suami saya tidak membiarkannya berlarutlarut, kami langsung menyelesaikan pada saat itu juga”.
Menurut penuturan dari Pak Bambang dan Ibu Masriah mereka sering
berkomunikasi pada saat sore hari ketika mereka selesai bekerja. Walaupun Ibu
masriah pendiam, namun ketika ada masalah yang ia hadapi, tetap meminta
suaminya untuk memberikan solusi. Mereka juga membahas mengenai masalah
pribadi, namun tidak hanya itu, mereka juga kadang membicangkan isu-isu yang
sedang hangat diberitakan di televisi. Jika sedang mempunyai masalah, mereka
tidak membiarkannya terlalu lama untuk menyelesaikannya.
Pasangan Informan Ketiga:
Pasangan informan ketiga yani, bapak Raharjo dan Istri Ibu Handayani.
Pak Raharjo ini merupakan penduduk pendatang yang berasal dari Klaten Jawa
Tengah, dikenal sebagai seorang polisi yang ditugaskan di Polsek Kecamatan
Kabangka. Tinggal di dusun Siderojo desa Sarimulyo. Pak Raharjo bertugas
diKec. Kabangka sudah sekitar 12 tahun.
Selama pak Raharjo tinggal di dusun Siderejo ini, ia merasakan kenyaman
dimana tetangga-tetangga di sekeliling rumahnya merupakan warga asli Muna
100
yang sudah sangat akrab bahkan dianggapnya sebagai saudaranya sendiri, karena
pada saat ditugaskan diKec. Kabangka ini pak Harjo hanya seorang diri saja.
Sebelum pak Harjo memiliki rumah sendiri, pak Harjo tinggal dirumah seorang
warga setempat sampai pada saat dia menikahi seorang gadis Muna dan akhirnya
merekapun memilih untuk tinggal terpisah dengan warga yang sudah dianggapnya
sebagai orang tua angkatnya. Pak Harjo menikahi gadis Muna tersebut ketika
wanita ini tamat di bangku SLTA.
Pak Raharjo:
“awal ketika kami bertemu pada waktu itu, yaa.. pertama pada waktu saya
service motor disebuah bengkel, tanpa sengaja dia melihat seorang gadis,
lalu kemudian bertanya pada karyawan tersebut dan ternyata gadis ini
adalah anak dari pemilik bengkel tersebut. Disinilah saya mulai tertarik
dan kemudian sering berkunjung”.
Ibu Handayani:
“ya pertama kali kami bertemu dibengkel waktu dia service motor.
Sebenarnya pas melihat suami saya ini, waktu itu saya sudah tertarik
duluan. Apalagi ketika saya mengetahui dia seorang polisi, ternyata kami
memili perasaan yang sama namun pada saat itu saya tidak menunjukkan
bahwa saya juga tertarik kepadanya. Nama juga wanita, saya malu untuk
menunjukkan kalau saya memilik perasaan saya. Dan ternyata dia yang
mulai duluan untuk menunjukkan kalau dia juga memiliki perasaan yang
sama. Kami bertemu hanya 3 sampai 4 bulan terus lanjut kepernikahan..”.
Berdasarkan penuturan keduanya, mereka saling bertemu disebuah
bengkel milik orang tua dari Ibu Handayani. Walaupun mereka memiliki perasaan
yang sama, namun Ibu Handayani tidak berani mengungkapkannya, karena dia
menganggap bahwa seorang perempuan yang mengungkapkan perasaan duluan
kepada seorang lelaki merupakan sesuatu yang sangat tabu. Dengan waktu yang
cukup singkat, mereka akhirnya berkomitmen untuk menikah.
101
Pak Raharjo:
“sebenarnya selama pernikahan lebih banyak sukanya daripada dukanya,
karena sejak awal kami mempunyai perasaan yang sama satu sama lain.
Jadi setelah kami menikah kami sangat senang dan menikmatinya, kalau
mau melakukan sesuatu sekarang sudah ada yang membantu, apalagi
pernikahan kami dilengkapi dengan hadir dua orang putri”.
Ibu Handayani:
“suka duka yang saya alami selama pernikahan, saya selalu bersyukur
kepada Allah SWT, karena orang yang saya cintai akhirnya menjadi
suami, bapak dari anak-anak saya. Dukanya yaa,. Pas suami lagi kerja,
kadang-kadang suka nginap dikantor untuk jaga malam, karena dia
adalah seorang polisi”.
Berdasarkan hasil wawancara dari Pak Raharjo dan Istrinya, pasangan ini
merasa bahagia dimana Pak Raharjo sudah sejak awal mencintai istrinya, sehingga
hal-hal apapun yang mereka lakukan berdua, terasa sangat indah, apalagi mereka
mereka telah dikaruniai oleh dua orang putri. Dengan begitu Ibu Handayani selalu
bersyukur, karena telah diberi kebahagiaan dalam keluarga kecil mereka. Namun
tidak jarang, Ibu Handayani kadang merasa sedih karena harus ditinggal kerja
oleh suaminya. Tetapi hal itu tidak dijadikan sebuah permasalahn karena sudah
mengerti dengan pekerjaan suaminya.
Pak Raharjo:
“saya selalu mengkonikasikan segala sesuatunya dengan istri sebelum
saya melalakukan suatu pekerjaan mulai dari hal-hal kecil sampai kepada
masalah penting agar tidak terjadi kesalah pahaman diantara kami
berdua, karena kami sadar kami berasal dari dua etnis yang berbeda.
Kejujuran bagi kami berdua sangat penting. Saya sebagai seorang kepala
keluarga harus membincangkan segala sesuatunya, jika anak kami sedang
mengalami masalah atau tidak sepaham dengan kami berdua, saya dan
istri selalu memberikan pengertian sehingga mereka mengerti”.
Ibu Handayani:
“komunikasinya didalam keseharian kami sangat lancar, terutama yang
menyakut anak-anak. Kadang saya tidak sepaham dengan anak saya,
102
masalah hobinya namun kadang-kadang suami saya memberi pengertian.
Tapi saya berusaha memahaminya karena masa-masa remaja seperti ini
merupakan masa transisi bagi seorang perempuan yang emosinya belum
labil”.
Berdasarkan penuturan keduanya dapat dilihat baik Pak Raharjo maupun
Ibu Handayani merasa komunikasi mereka sangat baik. Dengan keterbukaan,
mereka selalu saling mengingatkan memberikan satu sama lainnya, terutama
dalam hal perkembangan anak mereka, jika ada masalah yang tidak bisa
diselesaikan oleh sang istri, Pak Bambang selalu memberikan solusi dan semangat
begitupula sebaliknya. inilah yang membuat keluarga mereka tetap harmonis,
karena hal apapun yang mereka lakukan pasti selalu dikomunikasikan secara
bersama-sama.
Pasangan Informan Keempat:
Pasangan informan keempat, adalah bapak Agus Sunarioto, suku Jawa
tepatnya Jember Jawa timur, yang berprofesi ganda yakni sebagai petani juga
sebagai staf pengajar disekoalah swasta Madrasah sanawiah Kec. Kabangka. Pak
Agus ini tinggal didusun Sukuwono Desa Sarimulyo, sekitar 10 tahun yang lalu.
Pertama beliau menginjakkan kaki di Kecamatan Kabangka, karena pada saat itu
di banyak orang-orang Jember yang hijrah dan berhasil di Desa ini.
Pak Agus:
“Kita pada saat itu waktu karang taruna mengadakan pembentukan
panitian untuk sebuah lomba, kebetulan para pemuda dan pemudinya
semua dilibatkan dalam kegiatan tersebut awalnya hanya saya hanya
main-main saja tapi lama kelamaan ada rasa, lalu timbul rasa suka itu
dan kebetulan juga dia adalah tetangga saya juga, jadi kami semakin
sering bertemu”.
103
Ibu Sumiati:
“namanya juga satu kampung sudah pasti sering ketemu apalagi semenjak
ada karang taruna sering ketemu sering rapat segala macam, akrab dan
sering bercerita, sering keluar juga, dan melakukan pendekatan hingga
akhirnya lanjut sampai menikah”.
Pasangan suami istri ini bertemu pada suatu kepanitiaan yang diadakan
oleh organisasi kepemudaan didesa ini. Pada saat itu mereka juga ikut terlibat
didalamnya sebagai panitian pelaksaan sebuag lomba. Namun diluar acara
tersebut ternyata Pak agus memiliki tujuan lain selain dari kepanitiaannya
diorganisasi ini. Seperti kata pepatah yang menyatakan bahwa “sambil menyelam
minum air” begitupula yang dilakukan oleh Pak Agus. Walaupun niat Pak Agus
ini hanya sebatas iseng semata, tapi lama kelamaan ada rasa, lalu timbul rasa suka
itu. Sama halnya dengan pengakuan Ibu Sumiati, karena intensitas yang mereka
jalin dengan seriangnya cerita dan keluar bersama sehingga menimbulkan
keakraban setelah 2 tahun pacaran merekanpun memutuskan untuk menikah
walaupun mereka berbeda etnis.
Pak Agus:
“dukanya waktu kita tidak punya uang yaa… walaupun saya sebagai staf
pengajar namun saya masih staf honorer yang gajinya tidak sama seperti
pegawai tetap yang selalu menerima gaji tiap bulannya. Apalagi kita
sudah punya anak mau tidak mau anak kami harus makan dan minum susu
ya..ya saling menjaga kekurangan masing-masing.. sukanya kalau saya
pulang kerja lihat anak terus hilang gitu..rasa jenuh langsung hilang”.
Ibu Sumiati:
“Ya sukanya kalo sama-sama makan seadanya juga, kadang tidak ada
saya yang mengatur trus suami juga terima apa adanya juga.. dukanya
masalah uang... siapa pun pasti klo keuangannya menipis akhirnya
bertengkar”.
104
Sama seperti keluarga yang lainnya, didalam pernikahan pasangan beda
etnis ini juga memiliki suka duka dalam menjalani pernikahannya. Ketika mereka
harus kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dengan biaya yang pas-pasan
hasil kerja dari pak Agus. Tetapi dengan keadaan tersebut membuat mereka
semakin saling memahami satu sama lain. Namun hal tersebut tertutupi melihat
buah hati mereka. Bagi pasangan ini anak merepakan suatu kebahagiaan yang
tidak tergantikan oleh apapun.
Pak Agus:
“ hubungan komunikasi dengan istri saya terjalin dengan baik kalau ada
masalah pribadi atau masalah keluarga dia cukup terbuka, misalnya jika
sedang kekurangan uang untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari,
atau masalah yang menyangkut anak kami. Kami juga kadang
membicarakan mengenai kegiatan yang kami lakukan diluar rumah”.
Ibu Sumiati:
“Kami juga sering membahas, bagaiman cara mencari tambahan untuk
membeli keperluan sehari-hari. Saya juga sangat senang ketika saya
menyarankan untuk berkebun, saya pikir dia akan menolak, tapi ternyata
dia malah sangat antusias. Kadang-kadang saya juga sering meceritakan
mengenai keluarga saya dan diapun tidak jarang memberikan solusi untuk
menyelesaikan masalah tersebut. dan sampai sekrang komunikasi kami
terus berjalan dengan lancar sampai sekarang”.
Berdasarkan penuturan dari bapak Agus dan Ibu Sumiati dapat dilihat
bahwa komunikasi yang mereka jalin dengan dengan baik. Mereka sangat terbuka
satu sama lain, saling memngingatkan bahkan saling memberi saran. Ibu Sumiati
kadang tidak sungkan lagi keadaan keluarganya kepada sang suami karena dia
menganggap suaminya merupakan bagian yang terpenting dalam hidupnya.
105
Pasangan Informan kelima:
Pasangan informan kelima adalah Purwanto, tinggal di dusun Sukowono
Desa Sarimulyo berasal dari Jember Jawa Timur, pekerjaan sehari-harinya sebagai
petani.
Pak Purwanto tinggal di desa Sarimulyo sudah berjalan 15 tahun, Pak
Purwanto datang di desa Sarimulyo tidak lain untuk mencari rezeki dikampung
orang yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, karena pada awalnya
Pak Purwanto mendengar kabar dari teman sekampungnya bahwa di Kecamatan
Kabangka ini tanahnya cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman dan
masyarakatnya juga baik, maka dari itu Pak Purwanto datang disini dan ingin
menetap serta menikah dengan seorang wanita di Desa Sarimulyo ini.
Bagaimanapun bagusnya keadaan alam suatu daerah tetapi masyarakatnya tidak
mau menerima kita, tentunya kita tidak akan bertahan di sisni. Pak Purwanto
memiliki areal perkebunan coklat seluas dua hektar dan juga mengerjakan
sebagaian lahan penduduk lokal.
Pak Purwanto:
“awal ketemu dengan istri itu kurang lebih 13 tahun lalu tepatnya tahun
1999 waktu masih sekolah SMA trus setelah itu kita jadian tgl 30-3-2000
awal kami berpacaran, pada saat itu dibantu oleh teman saya. Ketika itu
saya masih remaja, setelah tamat SMA, saya tidak melanjutkan sekolah,
malah saya dikasih modal oleh bapak saya untuk membeli lahan untuk
berkebun”.
Ibu Saipa:
“ saat itu kami satu sekolah di SMA 1 kabawo, kami sering pergi bersama
disekolah karena sering bertemu dan sering pergi disekolah bersama,
suami saya ini melalui temannya menyatakan cintanya. Dia tidak berani
bicara secara langsung, karena takut saya akan menolaknya”.
106
Berdasarkan hasil wawancara diatas, pasangan ini bertemu sejak 13 tahun
yang lalu. Mereka bersekolah di sekolah yang sama, karena seringnya bertemu
dan pak Purwanto sering bersama saat kesekolah, disinilah Pak Purwanto mulai
tertarik dengan Ibu Saipa. Walaupun Pak Purwanto menyatakan cinta melalui
temannya, namun Ibu Saipa tetap menerimanya. Hal tersebut dimaklumi oleh Ibu
Saipa karna Pak Purwanto ini tidak berani bicara secara langsung, karena takut
saya akan menolaknya.
Pak Purwanto:
“ suka duka dalam menjalani penikahan sebenarnya saya lebih banyak
merasakan sukanya dimana istri saya sangat telaten mengurus saya. Saya
juga senang dengan perbedaan kami. Saya juga dapat belajar banyak
melalui istri saya, kesabaranya, ketelitiannya dalam membantu mengurus
perkebunan saya. Saya kebetulan orangnya kurang sabaran dalam
melakukan pekerjaan, jadi istri sayalah yang berperan banyak dalam
membantu mengelola perkebunan ini. Dukanya mungkin karna kami
belum mempunyai anak. Ini tidak menjadikan saya putus asa, saya cuma
pasrah kepada Allah SWT, mungkin saat ini kami belum dipercaya untuk
memiliki seorang anak”.
Ibu Saipa:
“ sama seperti bapak, saya banyak merasakan sukanya dalam perkawinan
ini. Biarpun sifat bapak yang kurang sabaran, tapi saya tetap
memakluminya. Kami mengurus perkebunan berdua, walaupun dibantu
oleh karyawan dan saya senang bisa ikut membantu bapak. Dukanya
ketika saya belum bisa menyenangkan hati bapak dengan memberikan
momongan, namun bapak tidak menuntuk saya terlalu jauh tentang hal
itu”.
Wawancara diatas menggambarkan bahwa pasangan ini lebih banyak
menikmati sukanya jika dibandingkan dukanya. Meskipun mereka berbeda etnis,
tidak menjadikan hal itu sebagai penghambat, justru Pak Purwanto senang dengan
keadaan seperti itu, ia dapat belajar dengan perbedaan seperti itu. Mereka
mengolah kebun secara besama-sama, dengan adanya sang istri, Pak Purwanto
107
merasa sangat terbantu dalam mengelola perkebunan coklat yang mereka miliki.
Namun mereka juga tidak bisa memungkiri bahwa mereka juga merindukan
kehadiran seorang anak ditengah keluarga mereka. Tetapi Pak Purwanto tidak
pernah menuntuk akan hal tersebut, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada
Tuhan Sang Maha Pencipta.
Mengenai komunikasi, pasangan ini tiap saatpun mereka salalu lakukan,
baik itu dirumah maupun ditempat kerjaan mereka tiap hari bertemu. Jika dirumah
mereka membahas masalah rumah tangga dan jika dikebun mereka membahas
masalah perkebunan seperti bagaimana meningkatkan produktifitas pertanian,
masalah pembibitan serta masalah karyawan.
Dari hasil wawancara dengan 5 (lima) keluarga, kesemuanya merupakan
pasangan yang terbuka satu sama lainnya baik itu hal-hal yang kecil sampai
masalah yang serius sekalipun.
2. Dukungan
Menyangkut kerja sama di desa Wakobalu Agung sudah merupakan suatu
kewajiban untuk saling membantu apalagi menyangkut kepentingan umum,
seperti kerja bakti pembersihan lingkungan, mendirikan panggung hiburan setiap
17 Agustus, pembersihan lapangan bola pada saat kegiatan sepak bola antar
kecamatan diadakan, pada saat kerja bakti, pembuatan WC umum dan sumbangan
mesjid mereka dengan suka rela membantu baik berupa moril atau materil. Kerja
sama juga bisa dilakukan bila ada yang mau menikah, penduduk setempat
membantu mendirikan tenda dan membuat baruga atau ada yang meninggal
mereka membantu menggali kuburan. Jelasnya, pendatang suku Jawa di
108
Wakobalu Agung mengerti dan berkorban untuk membangun desa Wakobalu
Agung dan Kec. Kabangka. Kerja sama ini dilakukan semata-mata merupakan
wujud dari adanya rasa kebersamaan dan kegotong-royongan.
Begitu pula yang diterapkan dalam keluarga Pak Amrin dan Ibu
Sriwahyuni. Berikut ini penuturan keluarga pertama yaitu pasangan suami istri
Pak Amrin dan Ibu Sriwahyuni mengenai sifat saling
mendukung dalam
keluarganya:
Pasangan Informan Pertama:
Pak Amrin:
“kalo masalah bantu-bantu kebetulan istri saya banyak membantu,
apalagi selama saya menjabat sebagai kepala desa seperti misalnya, jika
ada suatu acara dan saya tidak bisa menghadirinya, maka dia yang
menggantikanku. Begitupun jika ada masalah, kadang dia juga ikut
membantu, entah itu memberikan saran ataupun dia cuma mendegarkan
ceritaku. Saya juga bersyukur, karena dia tidak melupakan tugasnya
sebagai seorang istri dirumah”.
Ibu Sriwahyuni:
“Alhamdulillah sampai saat ini walaupun kerjaan saya sebagai Ibu desa,
tapi saya masih meluangkan waktu untuk membantu suami saya.
Untungnya kalau dia ada masalah diluar, dia selalu bercerita dan kadang
juga sekali-kali dia juga meminta saran untuk mencari jalan keluarnya.
Kalau dia tidak bisa menghadiri acara pasti selalu menyuruh saya jika dia
tidak bisa menghadirinya. Tapi bagi dia dengan mengurus rumah tangga
dengan baik, itu sudah sangat cukup”.
Melihat penuturan keduanya dapat diketahui bahwa di dalam rumah
tangga, mereka itu saling membantu dan saling mendukung dalam pekerjaan
masing-masing satu sama lain. Jika ada permasalahan-permasalahan kadang Pak
Amrin meminta pendapat Ibu Sri jika ia memerlukan pendapatnya. Tidak hanya
dalam keluarga, pasangan ini juga memiliki solidaritas dalam masyarakat.
109
Kerjasama yang sering dilakukan di desa Wakobalu Agung dengan
penduduk lokal biasanya dalam bidang social, seperti arisan bersama-sama ibuibu setempat, mengadakan pengajian dimesjid dengan membentuk majelis Ta’lim,
mengadakan pelatihan pembuatan kue dan sebagainya. Dengan senang hati,
penduduk lokal turut berpartisipasi dalam kegiatan ini begitupula dengan
pendatang Jawa. Hal ini tidak lain dilakukan untuk mempererat hubungan baik
dengan penduduk sekitar selain itu juga dapat bertukar pengalaman, serta sebagai
tanggung jawab social dimasyarakat.
Pasangan Informan kedua:
Mengenai kerjasama dengan penduduk lokal, beragam bentuk kerja sama
yang biasa dilakukan sehari-hari sesama tetangga, sebagai pengajar disekolah
misalnya mengadakan kerja bakti bersama siswa-siswi, kegiatan sosial dan
keagamaan misalnya, Maulid Nabi, Halal bi Halal, diacara pesta, berpartisipasi
dalam acara 17 agustusan dan kerjasama di sektor ekonomi yaitu perdgangan
barang. Kerjasama dilakukan semata-mata untuk kepentingan bersama. Sama
seperti yang dilakukan dalam keluarganya:
Pak Bambang:
“dalam beberapa hal kami saling membantu misalnya, hal-hal kecil
sebelum saya berangkat kesekolah dia sudah terlebih dahulu menyiapkan
perlengkapan kesekolah. Membantu memeriksa hasil ulangan siswa-siswi.
Kebetulan istri saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, jadi saya
memberinya modal untuk berdagang untuk menambah penghasilan kami”.
Ibu Masriah:
“kebetulan saya tidak mempunyai kerjaan tetap, jadi suami memberi saya
modal untuk jualan. Awalnya saya menjual dirumah, tapi karena rumah
saya sempit suami saya membuatkan warung-warung kecil didepan
110
rumah. Alhamdulillah walaupun sedikit saya bisa menambah penghasilan
dengan hasil jualan saya”.
Menurut pasangan ini, mereka saling membantu dalam hal menambah
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sama seperti pasangan
informan yang pertama, Pak Bambang dan Ibu Masriah juga saling mendukung
dalam hal pekerjaan masing-masing, misalnya kalau Pak Bambang mempunyai
pekerjaan yang kira-kira Ibu Masriah bisa membantunya, maka ia akan meminta
untuk mengerjakannya, begitu pula dengan Pak Bambang membantu istrinya yang
tadinya hanya sebagai ibu rumah tangga, kini dia menciptakan usaha baru untuk
istrinya dengan memberikan modal untuk berdagang.
Pasangan Informan Ketiga:
Bapak Raharjo:
“kalo masalah bantu membantu dan saling mendukung kadang terjadi. Ia
membantu kalo memang saya butuhkan misalnya pada malam hari
sebelum saya pergi ke kantor untuk jaga malam, dia selalu membuatkan
kopi. Saya baru meminta bantuan jika ada hal yang tidak bisa saya
kerjakan sendiri. Tapi dalam hal mengurus anak saya juga membantunya
seperti jika mereka kalo lagi bertengka, saya selalu memberikan
pengertian-pengertian kepada keduanya”.
Tidak hanya dalam keluarganya kerjasama, Pak Harjo dengan suku Muna
terjadi disektor pelayanan masyarakat yang sering melayani keluhan dan
pengaduan tentang keamanan diKec. Kabangka, pada saat pengamanan suatu
acara atau kegiatan, pada saat pengadaan kerja bakti dan biasanya bila ada hal-hal
yang tidak dapat dikerjakan sendiri, Pak Harjo memanggil tetangga untuk
membantu menyelesaikan pekerjaannya. Kerjasama dengan suku Muna berjalan
111
sesuai dengan keinginan tanpa ada yang merasa dirugikan. Secara pribadi pak
Harjo tidak pernah berselisih paham dengan suku Muna.
Ibu Handayani:
“saya membantu bapak, jika memang dia meminta bantuan saya yang
kira-kira ada pekerjaan yang tidak bisa dia kerjakan sendiri selebihnya
saya cuma memberikan semangat jika dia sudah merasa kelelahan dalam
menghadapi pekerjaanya”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa pak Raharjo akan
meminta bantuan kepada Ibu Handayani jika perkerjaannya tidak bisa
diselesaikannya sendiri. Hanya semagatlah yang bisa diberikan Ibu Handayani
kepada suaminya jika ia tidak bisa membantu masalah pekerjaan suaminya.
Pasangan Informan Keempat:
Pak Agus:
“kadang-kadang kalau sore hari setelah istrahat dari mengajar disekolah,
saya pergi membantu istri saya untuk membersihkan kebun jeruknya.
Sebelum ke sekolah kalau dia kepasar untuk menjual jeruk dan sayursayuran hasil kebunnya saya membantu membawakan barang-barang
dagangannya”.
Ibu Sumiati:
“kalau masalah bantu membantu pekerjaan suami, saya jarang
melakukannya, karena sibuk dengan kebun saya. Justru malah sebaliknya,
dialah yang sering membantu pekerjaan saya, mungkin karna dia tidak
tega melihat saya mengurusi kebun itu sendirian walaupun kebun itu tidak
luas”.
Menurut hasil wawancara dari Pak Agus dan Ibu Sumiati menunukkan
bahwa pasangan ini memang terlihat saling membantu walaupun pak Agus sibuk
dengan kerjaannya, dia tetap menyempatkan waktunya untuk membantu sang istri
dikebun. Berbeda dengan Ibu Sumiati yang jarang membantu pekerjaan sang
112
suami dikarenakan sibuk mengurusi kebunnya namun bukan berarti dia tidak
mendudung pekerjaan sang suami, justru dengan uang hasl dangannya itu dapat
membantu penghasil Pak Agus.
Pasangan Informan Kelima:
Pak Purwanto:
“ disini istri saya mempunyai peran penting kebetulan saya punya kebun
coklat yang lumayan cukup luas jadi dia juga selalu membantuku untuk
mengurusi perkebunanku. Saya juga senang karna dia sangat telaten
mengurusiku, dia juga sangat perhatian kalau saya lagi sakit atau capek
pulang dari kebun. Saya juga selalu memberinya dukungan jika dia lagi
sedih”.
Ibu Saipa:
“ saya kebetulan hampir setiap hari ke kebun untuk membantu bapak
mengurusi kebun coklatnya, meskipun ada beberapa pekerja saya tetap
membantu, karna tidak semua bisa kerjakan oleh pekerja. Tidak hanya
itu,. bapak juga selalu memberikan semangat kalo saya sedih karena saya
sangat ingin punya anak”.
Dari penuturan keduanya, dapat dilihat mereka saling membatu dalam
segala hal. Ibu Saipa sering membantu mengurus kebun milik mereka, saling
memberi semangat dan saling pengertian satu sama lain sehingga sangat jelas
dukungan yang diberikan kepada Ibu Saipah, begitupula dengan Ibu Saipa yang
selalu membantu pekerjaan suaminya.
3. Bersikap Positif
Pasangan Informan Pertama:
Sebagai kepala desa sudah pasti setiap hari berinteraksi dan berkomunikasi
dengan penduduk sekitar desa Wakobalu Agung terlebih lagi dengan penduduk di
dusun Cendana Juru. Di jalan ketika bertemu dengan suku Jawa saling bertegur
113
sapa, di acara pesta yang diadakan oleh masyarakat misalnya, pesta pernikahan,
pesta syukuran, rapat pertemuan dikantor dan tempat-tempat umum. Dengan
sifatnya yang ramah, Pak Amrin ini sangat disenangi oleh masyarakat sehingga ia
dipilih oleh masyarakat untuk memimpin desa ini. Tidak saja dimasyarakat, tetapi
dilingkungan keluarganyapun seperti itu.
Pak Amrin:
“Alhamdulillah orang tua saya merespon dengan baik perbedaan dengan
istri saya. Orang tua saya sudah tidak heran lagi kenapa saya menikah
dengan dia, karena boleh dibilang, disini banyak pernikahan yang beda
etnis. Dan keluarga saya sangat senang dengan istri saya karena menurut
keluarga saya, istri saya sangat perhatian dengan saya dan bebrbeda
dengan cewek –cewek yang sebelumnya pernah saya kenali dengan
keluarga saya sebelumnya”.
Ibu Sriwahyuni:
“ bagi saya saling menghargai dalam sebuah perbedaan itu sangat cukup.
Banyak hal-hal positif yang saya suka dalam dirinya seperti
pengertiannya kepada saya, sikap dewasanya, cara dia memperlakukanku
dan sebagainya. Apalagi dukungan orang tuanya kepada saya itu sudah
lebih daricukup. Tidak hanya dalam kelunduarga, tapi masyarakat begitu
memndukungku”.
Ibu Sri sering berbincang-bincang dengan tetangganya mengenai hal-hal
seputar kehidupan sehari-hari, membicarakan mengenai resep-resep kue dan
makanan, berbicara mengenai arisan yang mereka bentuk, membahas masalah
pengajian serta hal-hal yang berhubungan dengan jabatannya sebagai sebuah ibu
desa. Sebelum dia melakukan kegiatan, Ibu Sri selalu membicarakan terlebih
dahulu dengan Ibu-Ibu lainnya, karena walau bagaimana pun ia tidak boleh
mengambil keputusan sepihak. Inilah hal-hal yang yang dilakukan oleh Ibu Sri
bersama warga sekitar.
114
Berdasarkan hasil wawancara dari Pak Armin dan Ibu Sriwahyuni, mereka
tidak cuma diterima dengan baik dikeluarganya, tetapi juga diterima dengan baik
di masyarakat. seperti penuturan pak Armin, melihat sikap orang tua kepada istri
yang menerima mereka dengar perbedaan yang mereka miliki itu membuat sangat
senang demikian juga dengan Ibu Sri yang merasakan kebahagiaannya setelah
mendapat dukungan bukan hanya dimasyarakat tetapi juga dukungan dari wargawarga setempat.
Pasangan Informan kedua:
Pak Bambang:
“syukur alhamdulillah sampai sekarang saya belum pernah bertengakar
besar dengar istri saya. Paling kalo betengkar, hanya bertengkarbertengkar kecil dan itupun tidak lama. walaupun kebiasaan-kebiasaan
kami banyak yang berbeda, tapi semua itu tidak menyebabkan masalah
bagi saya”.
Sedangkan dimasyarakat, pak Bambang menilai penduduk lokal orangorangnya transparan, tidak mempersulit kalau ada orang luar yang datang
didaerahnya malah sebaliknya membantu orang yang datang. Jiwa tolong
menolongnya patut diteladani dan tidak membatasi diri dengan orang luar.
Ibu Masriah:
“ mengenai sifat,. Saya selalu mencoba untuk memahami dengan pelanpelan karena saya sama pak bambang dijodohkan sama orang tua kami
masing-masing. Sifatnya yang selalu membantu jika ada masalah”.
Berdasarkan hasil penuturan keduanya dalam wawancara, sikap positif
memang terlihat. Walaupun ada pertengkaran-pertengkaran kecil diantara mereka,
hal tersebut tidak sampai berlarut-larut. Sama dengan Ibu Masriah, dia selalu
mecoba berfikir positif terhadap perbedaan mereka.
115
Mengenai hubungannya dengan warga pendatang, selama bertetangga
dengan dengan mereka sejauh ini tidak pernah terjadi kesalahpahan yang
membuat hubungan diantara mereka menjadi rengggang. Sejauh ini semuanya
berjalan dengan baik, jika ada perbedaan pendapat semuanya diselesaikan dengan
baik-baik diatur dan dibicarakan secara kekeluargaan.
Pasangan Informan Ketiga:
Bapak Raharjo:
“perlakuannya istriku itu sampai saat Alhamdulillah sangat baik sangat
baik skali, apalagi kalau maumi saya pergi ke kantor pasti dia buatkan
sarapan dulu. Kadang juga dia jengkel, karna saya tinggal untuk jaga
malam. Tapi saya selalu coba kasih perngertian sama dia. Awalnya dia
masih jengkel tapi lama-kelamaan dia mengerti sendiri”.
Ibu Handayani:
“pertama saya menikah dengan suami saya awalnya agak tidak suka
karena jadwal piketnya yang selalu pulang pagi, tapi perlahan-lahan saya
sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. dia juga selalu membantu saya
kalau sewaktu-waktu ada masalah. Sikapnya yang selalu menghargai saya
walaupun saya beda etnis dengan dengan dia”.
Berdasarkan hasil wawancara, keduanya memiliki hubungan yang terjalin
dengan baik, saling membantu, mengerti, dan saling menhargai perbedaan satu
sama lain. Sikap Ibu Handayani yang awalnya tidak menerima pekerjaan piket
yang selalu pulang pagi, namun akhirnya dengan kondisi pekerjaan Pak Raharjo.
Mengenai hubungan dengan penduduk pendatang sampai saat ini tidak
pernah mengecewakan semuanya berjalan dengan harmonis dan secara
kekeluagaan. Mereka sudah saling menganggap seperti saudara sendiri, apalagi
kalau ada acara yang diadakan acara yang diadakan oleh warga pasti Ibu
116
Handayani selalu dipanggil. Ini membuktikan bahwa hubungan tali silahturami
antar warga di desa ini sangat erat.
Pasangan Informan Keempat:
Pak Agus:
“berbicara mengenai sikap, sejauh ini saya melihat sikap istri tidak ada
masalah, yang saya tidak senangi dari dia itu, kalau pergi cerita kadang
suka lupa waktu. Tapi sebenarnya saya malas pusing, yang penting dia
tidak lupa dengan urusan anak dan rumah tangga. Namun saya juga
senang, karena dia tidak menuntut banyak pada saya, dia cukup
mengerti”.
Ibu Sumiati:
“kalo suamiku sebenarnya santai orangnya, sabar.. kadang saya juga
sadar kalau pergi dirumahnya tetanggaku itu pasti lama. Untungnya dia
selalu tidak ambil pusing. Saya juga bersyukur karena suami saya
orangnya pekerja keras, walaupun hidup kami pas-pasan”.
Berdasarkan hasil wawancara dari Pak Agus dan Ibu Sumiati, penulis
menyimpulkan bahwa pasangan ini hampir sama dengan pasangan-pasangan yang
sebelumnya, walaupun sifat Ibu Sumiati yang suka lupa waktu kalau sedang
bercerita dengan tetangganya, namun Pak Agus tetap memakluminya. Walaupun
demikian, Ibu Sumiati tetap merasa diri, bahwa tindakannya tersebut salah.
Dengan sikap Pak agus yang merupakan seorang pekerja keras, perlahan-lahan
dapat merubah Ibu Sumiati.
Pasangan Informan Kelima:
Pak Purwanto:
“kalau sikap sebenarnya salama dia masih menghargai dan menghormati
saya sebagai kepala keluarga saya sudah senang. Bukannya saya memuji
istri, tapi dia sangat memahami saya, dia tidak malu dengan pekerjaan
saya yang hanya seorang petani, justru dia malah membantu saya.
117
Ibu Saipa:
“sikap-sikap yang ditunjukkan selama pernikahan kami cukup baik,
walaupun adalah hal-hal kecil yang kadang kita cekcok. Sebenarnya halhal yang seperti itu lumrah, namanya juga perkawinan, tidak mungkin
selama perkawinan berjalan dengan mulus-mulus saja. Sikap yang saling
pengertian dan saling mendukung menurut saya itu sudah cukup”.
Menurut penuturan keduanya dalam wawancara, mereka tidak dapat
memungkiri bahwa dalam sebuah perkawinan itu tidak selalu berjalan mulus
sesuai dengan apa yang diinginkan. Pasangan ini cukup memahami pastilah ada
pertengkaran-pertengkaran kecil didalamnya, sikap yang selalu menerima apa
adanya, saling pengertian dan saling mendukung inilah yang membuat
perkawinan beda suku ini menjadi langgeng.
B. Pembahasan
1. Prilaku Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan
dengan baik
Hasil penelitian akan membahas prilaku komunikasi dalam proses
akulturasi antara pendatang Jawa dan etnis Muna yang dilakukan oleh pasangan
suami istri yang berbeda etnis. Pada pembahasan ini ada tiga faktor yang membuat
prilaku akulturasi antara etnis Jawa dengan etnis Muna berjalan dengan baik.
a. Keterbukaan
Keterbukaan dalam suatu pernikahan merupakan salah satu faktor agar
terciptanya keharmonisan dalam sebuah keluarga sehingga tetap terjaga, apalagi
menyakut pernikahan yang melibatkan dua etnis yang berbeda. Antara mereka
harus ada keterbukaan satu sama lain dalam menerima pesan dan keinginan untuk
118
menyampaikan pesan dari diri dirinya. Dengan demikian pesan yang diberikan
baik oleh suami atau istri akan ditanggapi secara maksimal oleh pihak yang
menerima pesan sehingga pesan tersebut dapat dimengerti dengan jelas.
Keterbukaan ini bisa bersifat pribadi dimana kedua belah pihak dapat
berkomunikasi secara bebas dan saling membagi masalah-masalah hidup yang
sedang dialami.
Berdasarkan penjelasan diatas, sebagian besar pasangan suami istri selalu
terbuka dengan pasangannya, namun ada juga beberapa pasangan yang kurang
terbuka dengan pasangannya. Menurut De Vito menyatakan bahwa keterbukaan
itu merupakan adanya kesediaan untuk membuka diri untuk mengungkapkan
informasi yang biasa disembunyikan. Dari kelima pasangan suami istri yang
diteliti oleh penulis, empat diantara saling terbuka satu sama lain. Biasanya
seorang isrti lebih terbuka jika dibandingkn dengan suami.
Seorang wanita dan seorang istri selalu bercerita atau curhat mengenai halhal yang dia alami baik itu kepada sahabat, saudara, orang tua, maupun kepada
suami. Seperti yang diungkapkan oleh pasangan informan yang pertama yakni pak
Amrin dann Ibu Sri. Disini mereka sangat intens dalam berkomunikasi, mulai dari
hal-hal yang sifatnya kecil sampai pada masalah-masalah yang sifatnya serius.
Mereka sering kali membahas mengenai apa-apa saja yang telah dilakukan seharihari seperti apa saja yang sudah mereka lakukan dalam waktu seharian. Ibu Sri
sangat terbuka kepada Pak Amrin, tidak ada satupun yang dia tutup-tutupi.
Dengan keadaan seperti ini, mereka satu sama lain merasa lebih merasa nyaman.
Berbeda dengan istri dari informan yang kedua, Ibu masriah pendiam, namun
119
ketika ada masalah yang ia hadapi, tetap meminta suaminya untuk memberikan
solusi.
Pada pasangan yang ketiga ini dilihat baik Pak Raharjo maupun Ibu
Handayani memiliki komunikasi yang baik denga istrinya. Keterbukaan mereka
yang selalu saling mengingatkan memberikan satu sama lainnya, merupakan
faktor yang sangat penting apalagi dengan perbedaan yang mereka miliki. Inilah
yang membuat keluarga mereka tetap harmonis, karena hal apapun yang mereka
lakukan pasti selalu dikomunikasikan secara bersama-sama.
Pasangan suami istri yang keempat ini adalah pasangan yang terbuka sama
dengan pasnagan yang pertama. Bapak Agus dan Ibu Sumiati dapat dilihat bahwa
komunikasi yang mereka jalin dengan dengan baik. Mereka sangat terbuka satu
sama lain, saling memngingatkan bahkan saling memberi saran. Ibu Sumiati
kadang tidak sungkan lagi untuk cerita tentang keadaan keluarganya kepada sang
suami karena dia menganggap suaminya merupakan bagian yang terpenting dalam
hidupnya.
Pada pasangan informan yang kelima, selalu melakukan komunikasi, baik
itu dirumah maupun ditempat kerjaan mereka tiap hari bertemu. Jika dirumah
mereka membahas masalah rumah tangga dan jika dikebun mereka membahas
masalah perkebunan seperti bagaimana meningkatkan produktifitas pertanian,
masalah pembibitan serta masalah karyawan.
b. Dukungan
Sikap yang selalu memberikan dukungan atau semangat terhadap pesan
yang disampaikan baik suami atau istri. Sikap dukungan tersebut dapat diketahui
120
pada saat salah satu pihak mendapatkan masalah atau membutuhkan bantuan
maka, salah satu pihak akan memberikan tanggapan atau respon dengan sikap
membantu. Sikap saling mendukung ini akan mengurangi sikap-sikap negative
dalam komunikasi seperti sikap yang tidak ingin menerima pesan, tidak jujur serta
sikap tidak empati kapada orang lain.
Sikap-sikap mendukung dalam suatu
keluarga dapat dilihat dari hal-hal kecil seperti menyiapkan sarapan yang
dilakukan oleh Ibu Handayani, yang dilakukan oleh Ibu Masriah yang
menyiapkan peralatan mengajar sang suami, hingga mereka saling membantu,
saling mendukung dan saling menyemangati dalam pekerjaan masing-masing satu
sama lain. Jika dari pasangan-pasangan suami istri ini mempunyai permasalahanpermasalahan, mereka saling memberikan solusi satu sama lain. Ini menunjukkan
bahwa walaupun mereka berbeda suku, namun perbedaan tersebut bukanlah
masalah.
Dari kelima pasangan suami istri ini menunjukkan bahwa sikap dan
prilaku saling mendukung satu sama lain seperti hal-hal kecil, sperti bantuan yang
sifatnya fisik yakni saling membantu dalam pekerjaan sehari-hari sampai hal-hal
besar yang rumit untuk dipecahkan sangat terlihat terlihat dengan jelas melalui
hasil wawancara penulis.
c. Bersikap Positif
Sikap positif merupakan sikap yang harus dimiliki oleh manusia dimana
dalam berkomunikasi setiap manusia harus memiliki sikap postif baik kepada diri
sendiri maupun kepada orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari selalu dibutuhkan
sikap dan pikiran yang positif sehingga apapun pesan yang diterima dapat
121
ditanggapi dengan positif. Dengan adanya sikap positif ini, kita menghadapi
segala masalah yang dengan baik tanpa ada perpecahan.
Pada pasangan informan pertama, terlihat sifat-sifat positif yang
ditunjukkan oleh orang tua Pak Amrin yang menerima menantunya baik tanpa
menghiraukan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Selain orang tua, mereka
juga diterima dengan baik oleh warga-warga setempat.
Berdasarkan wawancara dari pasangan informan kedua, sikap positif
memang terlihat. Walaupun ada pertengkaran-pertengkaran kecil diantara mereka,
hal tersebut tidak sampai berlarut-larut serta selalu mecoba berfikir positif
terhadap perbedaan mereka.
Sedangkan dimasyarakat, pak Bambang menilai
penduduk lokal orang-orangnya transparan, tidak mempersulit kalau ada orang
luar yang datang didaerahnya malah sebaliknya membantu orang yang datang.
jiwa tolong menolongnya patut diteladani dan tidak membatasi diri dengan orang
luar.
Pada pasangan informan ke tiga, sikap positif juga tunjukkan oleh
keduanya hubungan yang mereka memiliki terjalin dengan baik, saling membantu,
mengerti, dan saling mengargai perbedaan satu sama lain. Mengenai hubungan
dengan penduduk pendatang sampai saat ini tidak pernah mengecewakan
semuanya berjalan dengan harmonis dan secara kekeluargaan. Mereka sudah
saling menganggap seperti saudara sendiri.
Berbeda dengan pasangan yang lainnya, pasangan informan yang keempat
ini terdapat beberapa sifat yang kurang baik yakni sifat Ibu Sumiati yang suka
lupa waktu kalau sedang bercerita dengan tetangganya, namun Pak Agus tetap
122
memakluminya. Sikap Ibu Sumiati tersebut ditutupi oleh sifat pak Agus yang
pengertian sehingga tidak terjadi kesalapahaman diantara mereka berdua.
Begitupula dengan pasangan yang kelima sikap yang selalu menerima apa adanya,
saling pengertian dan saling mendukung inilah yang membuat perkawinan beda
suku ini menjadi langgeng.
Berdasarkan hasil wawancara dari kelima pasangan informan dapat
disimpulkan bahwa baik dari istri maupun suami hampir semuanya memiliki sikap
postif dalam menilai dan memandang orang lain. Dapat dilihat pula bahwa kelima
keluarga ini setidaknya mempunyai sifat positif dengan kehadiran masing-masing
pihak dalam kehidupan mereka.
Pentingnya memiliki ketiga sikap diatas dalam sebuah keluarga dan
menciptakan keluarga yang rukun walaupun berbeda umur, agama, suku, adat
istiadat, status sosial jika semuanya dimiliki oleh setiap keluarga, maka semua
perbedaan itu akan dilewati dengan baik. Sebaliknya jika dalam sebuah keluarga
tidak memiliki ketiga sifat tersebut, maka tidak berjalan dengan baik.
2. Proses Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan
Kabangka dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian, observasi dan wawancara penulis dilapangan
menggambarkan bahwa proses akulturasi terhadap pasangan suami istri yang
berbeda etnis yang terjadi di Kecamatan Kabangka ditandai dengan tiga proses
yang mendasar yang ditinjau dari variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi
yang bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang transmigran dari
perspektif komunikasi yang dielaborasi oleh Ruben dimulai oleh:
123
a. Komunikasi Antar Personal
Merupakan komunikasi yang terjadi dari dalam diri masing-masing
individu dari pasangan suami istri yang merupakan gabungan dari etnis pendatang
Jawa maupun penduduk lokal (etnis Muna). Komunikasi intra pribadi ini
merupakan proses mental dari dalam diri etnis pendatang Jawa untuk
menyesuaikan diri dan mengatur lingkungan sosio budayanya seperti melihat
langsung kondisi masyarakat dan lingkungannya, mendengar setiap pembicaraan
penduduk lokal memahami dan merespons keadaan yang terjadi dalam lingkungan
sekitar.
Bukan hal yang sulit bagi etnis Muna ketika mempunyai niat untuk
menikahi seorang wanita yang merupakan penduduk penduduk pendatang Jawa di
Kecamatan Kabangka. Penduduk etnis Muna tentunya sudah mengenal terlebih
dahulu watak dan karakter perempuan yang akan dinikahinya nanti begitu pula
sebaliknya. Sebelum mereka menikah, mereka sudah saling melakukan
pendekatan satu sama lain kondisi penduduk lokal dan lingkungannya, sudah ada
hubungan psikologis diantara mereka, sehingga dalam benak mereka tidak muncul
berbagai macam pertanyaan-pertanyaan.
Dari penjelasan Pak Amrin diatas, sebelum memutuskan menikah dengan
Ibu Sri, beliau sudah mengenal kepribadian Ibu Sri dan dan mengetahui
bagaimana kondisi keluarganya (penduduk etnis pendatang Jawa) pada saat
mereka berpacaran.
Selain sudah saling mengenal terlebih dahulu, diantara mereka secara
pribadi bisa dikatakan sudah seperti saudara sendiri, terjalin hubungan psikologi.
124
Adapun hubungan persahabatan secara psikologis dan emosional diatas
merupakan salah satu indikator yang mempererat akulturasi, dimana membantu
memudahkan etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal memasuki tahap yang
pribadi sehingga dalam benak mereka tidak ada rasa saling curiga.
b. Lingkungan Komunikasi
Lingkungan komunikasi pasangan suami istri yang beda etnis ini dilokasi
penelitian diakui oleh informan berjalan intens sama seperti pasangan suam istri
yang menikah sesama etnis Jawa ataupun sesama etnis Muna. Pergaulan atau
interaksi itu dimulai dari lingkungan pertetanggaan, kerja, serta dalam lingkungan
rumah tangga itu sendiri. Lingkungan dimana mereka bertemu dan berkumpul
saling berkomunikasi baik secara individu maupun kelompok.
Pada saat berkomunikasi, kelima pasangan suami istri ini lebih
menyesuaikan keadaan dalam berkomunkasi, tiap saatpun mereka salalu lakukan,
baik itu dirumah maupun ditempat kerjaan mereka tiap hari bertemu. Jika dirumah
mereka membahas masalah rumah tangga dan jika berada dikebun mereka
membahas masalah perkebunan seperti bagaimana meningkatkan produktifitas
pertanian, masalah pembibitan serta masalah karyawan.
Adapun cara-cara yang dilakukan etnis pendatang Jawa atau penduduk
lokal agar dapat dikenal dan saling mengenal dalam lingkungannya adalah saling
mengundang apabila ada yang mengadakan pesta pernikahan atau acara syukuran,
mereka saling membantu mendirikan tenda dan membuat baruga seperti yang
diungkapkan oleh kepala desa Wakobalu Agung. Dengan adanya kegiatan
tersebut yang melibatkan etnis pendatang bugis dan penduduk lokal dalam
125
lingkungan mereka dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi diantara mereka
yang terlibat dalam hal ini. Lingkungan komunikasi turut memberi andil dalam
mempercepat proses akulturasi antara etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal
dimana mereka bergaul dan berkomunikasi.
c. Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial berkaitan dengan komunikasi antar personal (antar
pribadi), dimana melibatkan dua orang atau lebih yang berbeda budaya saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam hubungan ini terjadi proses saling
mempengaruhi, proses saling mempengaruhi dalam kegiatan pergaulan antar
individu ini disebut komunikasi. Setiap harinya etnis pendatang Jawa dan
penduduk lokal melakukan interaksi dan komunikasi antar pribadi berdasarkan
kebutuhan
atas
informasi,
pengetahuan
yang
dimilikinya,
pengalaman-
pengalaman pribadinya, menyangkut kehidupan sehari-hari dimasyarakat,
partisipasi dan persetujuan dalam bidang tertentu, misalnya perdagangan, dan
pertanian. Seperti yang dilakukan informan pertama sampai informan kesepuluh
dimana mereka setiap harinya melakukan komunikasi sosial dan komunikasi antar
pribadi.
Dengan melakukan komunikasi antar pribadi (antar personal) diharapkan
saling mengisi kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hubungan komunikasi
antar etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal berlangsung diberbagai tempat
dimana saja ketika mereka bertemu.
Hubungan komunikasi antar pribadi diantara mereka terjalin akrab bahkan
sudah seperti keluarga sendiri. Begitupula dengan hubungan social diantara
126
mereka antar satu dengan yang lainnya saling mengenal dengan baik. Komunikasi
social dan komunikasi antar pribadi etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal
berjalan efektif karena pihak-pihak yang berkomunikasi sudah saling mengenal
dan mempunyai persamaan kultur.
Selain ketiga proses diatas, menurut Koentjaraningrat ada tujuh buah unsur
kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan di dunia
yang dapat mendukung proses akulturasi yakni:

Bahasa
Salah satu unsur terpenting dalam kehidupan manusia yang merupakan
syarat berlangsungnya suatu interaksi adalah pengetahuan tentang bahasa. Bahasa
merupakan suatu alat yang dipergunakan ataupun dipakai manusia dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama manusia.
Bahasa daerah Muna pada dasarnya sangat jauh berbeda dengan bahasa
Jawa yang ada, walaupun ada perbedaan bahasa, komunikasi mereka tidak
mengalami distorsi. Dalam berkomunikasi etnis pendatang Jawa dan penduduk
lokal menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada umumnya
masyarakat diKec. Kabangka menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia
dalam pergaulan sehari-harinya, sedangkan penduduk lokal menggunakan bahasa
daerah Muna pada saat dalam lingkungan keluarga antar sesama penduduk lokal
sendiri dan juga sebagian etnis pendatang Jawa yang bisa berbahasa daerah.
Kepala desa Wakobalu Agung mengatakan bahwa dalam berkomunikasi
dengan etnis Jawa berlangsung dengan lancar begitupun sebaliknya karena dapat
127
berbahasa Jawa, bahasa Indonesia dan berbahasa daerah Muna dengan orang
Muna sendiri.
Di desa Sarimulyo tidak ditemukan hambatan dalam berkomunikasi antar
etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal karena penduduk lokal bisa berbahasa
Indonesia. Namun bahasa penduduk lokal sulit dimengerti apalagi untuk
dilafalkan dalam waktu yang singkat.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa ada dari beberapa informan
mengatakan bahasa daerah Muna adalah salah satu bahasa yang agak sulit
dituturkan dan penduduk lokal bisa berkomunikasi lebih dari dua bahasa dan ini
sangat menguntungkan bagi transmigran yang ingin tinggal dan menetap didaerah
ini. Hal ini disebabkan karena penduduk lokal sendiri banyak yang menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan etnis pendatang
Jawa. Keberadaan etnis pendatang Jawa setidaknya telah menggeser penggunaan
bahasa daerah Muna sebagai bahasa asli penduduk lokal.

System ilmu pengetahuan
Latarbelakang pendidikan merupakan suatu hal yang dapat memudahkan
preses akulturasi dapat dilihat antar penduduk lokal dan transmigran dapat saling
bertukar informasi mengenai bidang pertanian misalnya membicarakan tata cara
pengolahan lahan/tanah pertanian seperti yang diakui oleh kepala Desa Wakobalu
Agung, dalam bidang pertanian ini penduduk lokal belajar atau meniru tata cara
pengolahan yang baik dan benar secara lebih modern begitu pula dalam bidang
sosial kemsyarakatan lainnya. Setidaknya pertukaran informasi dan pengetahuan
diantara mereka memudahkan pekerjaan yang mereka kerjakan.
128

Organisasi Sosial
Organisasi sosial sebagai wadah pertemuan dan mempersatuan ide-ide
mereka diharapkan dapat menghindari konflik yang terjadi dimasyarakat.
Kerjasama dalam bidang sosial yang melibatkan etnis pendatang Jawa dan
penduduk lokal tidak lain untuk lebih mempererat rasa persaudaraan diantara
mereka dan untuk menghindari kecemburuan sosial dimasyarakat.
Adanya kegiatan/perkumpulan seperti yang diungkapkan oleh informan
kelima
diatas,
dimana
mereka
turut
ikut
berpartisipasi
dalam
kegiatan/perkumpulan sosial kemasyarakatan merupakan suatu kegiatan yang
positif dimana mereka dapat berkumpul dan mengemukakan pendapatnya masingmasing untuk suatu tujuan yang baik. Dari kesepuluh informan semua melibatkan
diri untuk bekerjasama dalam organisasi social kemasyarakatan.

System Peralatan
Mengenai system peralatan hidup dan teknologi, tegantung dari tingkat
pendapatan masyarakat di desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo. Sebagian
besar perlatan rumah tangga di dua desa ini sudah modern, mereka (etnis
pendatang Jawa dan penduduk lokal) pada umumnya mengikuti perkembangan
jaman. Seperti peralatan rumah tangga, mereka menggunakan alat-alat yang
modern seperti kulkas, rice coker, mesin cuci, radio, dan TV sebagai sarana
hiburan. Peralatan rumah tangga dan teknologi yang disebutkan diatas pada
dasarnya dipakai oleh mereka yang mampu dan ada juga sebagian kecil
masyarakat yang masih memakai peralatan hidup yang sederhana dan masih
tradisional.
129

System Mata Pencaharian Hidup
System mata pencaharian hidup lebih terfokus pada jenis pekerjaan
manusia untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka mereka tidak hanya memiliki satu jenis pekerjaan saja tetapi juga
menyisihkan waktu diluar pekerjaanya dalam hal memenuhi kebutuhannya seharihari baik terhadap diri sendiri maupun terhadap anggota keluarganya. Etnis
pendatang Jawa dan penduduk lokal sebagian ada yang berprofesi ganda yaitu
memiliki dua jenis pekerjaan sekaligus. Banyak hal yang bisa dikerjakan termasuk
berkebun untuk mengisi waktu luang seperti yang diakui oleh Pak Bambang
(pasangan informan ke dua). Sama halnya juga yang diungkapkan oleh bapak
Agus Sunaryoto (pasangan informan keempat) seperti berkebun ataupun menjual
sembako.
Hal ini disebabkan karena kondisi yang memungkinkan para informan
diatas untuk bekerja dalam bidang pertanian diluar pekerjaannya sebgai staf
pengajar. Selain itu, mereka juga memiliki skill dan banyaknya terobosan baru
dalam teknologi pertanian yang dapat memudahkan pekerjaan mereka.

Religi
Yaitu susatu system kepercayaan yang merupakan nilai budaya ritual.
Masyarakat Kecamatan Kabangka desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo
mayoritas beragama islam dan melaksanakan berbagai kegiatan yang mereka
anggap sebagai bagaian dari syariat Islam. Seperti yang diungkapkan Ibu
Sriwahyuni (pasangan informan yang pertama) dan pak Bambang (pasangan
informan kedua) seperti yang sering dilakukan di desa Wakobalu Agung dengan
130
penduduk lokal biasanya dalam bidang sosial, mengadakan pengajian dimesjid
dengan membentuk majelis ta’lim, acara malam ta’siah bila ada yang meninggal
mengadaan Maulid Nabi serta Halal bi Halal.
Salah satu hal yang mempercepat proses akulturasi di Kecamatan
Kabangka karena adanya persamaan agama sehingga streotip-streotip diantara
mereka hampir tidak ada, mereka hidup dalam suasana kerukunan sebagai umat
beragama.

Kesenian
Setiap etnis dan suku bangsa memiliki cirri khas tersendiri mengenai
kesenian atau budaya masing-masing. Kesenian yang dilakukan oleh penduduk
lokal seperti, Ewa wuna ini terdiri dari empat orang yakni dua orang laki-laki dan
dua orang perempuan dan Ewa wuna ini merupakan symbol penyambutan
terhadap mempelai pria yang akan melakukan ijab Kabul.
Namun tarian ini sudah beberapa tahun sudah tidak lagi dilaksanakan atau
ditampilkan pada acara-acara tersebut sudah tidak lagi dilaksanakan atau
ditampilkan pada acara-acara tersebut.
131
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 5 (lima) pasangan
informan, yang terdiri dan 5 informan etnis pendatang Jawa yang melakukan
pernikahan dengan 5 informan penduduk lokal yang berdomisili di Desa
Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Kec. Kabangka sebagai tempat
berlangsungnya proses akulturasi,
maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian yang pada pasangan suami istri yang melakukan pernikahan beda etnis
dan menganalisis prilaku komunikasi yang terjadi didalamnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Proses Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan
Kabangka, apa bila dilihat secara keseluruhan terdapat adanya
hubungan social yang berbeda pada tingkat yang baik. Proses
akulturasi ditandai dengan tiga proses yang mendasar yang ditinjau
dari variable komunikasi yakni proses yang pertama adalah
komunikasi antar personal (antarpribadi), proses yang kedua,
lingkungan komunikasi, sedangkan proses yang ketiga adalah
komunikasi social. Selain ketiga proses tersebut, ada 7 (tujuh) proses
yang mendukung proses akulturasi yaitu bahasa, bersifat terbuka dan
132
berpikir positif, organisasi sosial, system peralatam hidup adan
teknologi, system mata pencaharian hidup, religi serta kesenian.
2. Prilaku akulturasi antar etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan
dengan baik karena dalam hubungan antara pribadi mereka terdapat
adanya sifat saling keterbukaan, saling mendukung serta memiliki sifat
positif dalam pernikahan yang mereka jalani. Dari kelima pasangan
perkawinan yang melakukan pernikahan beda etnis, dapat lihat bahwa
dengan memiliki sikap keterbukaan, dukungan dan sikap positif dalam
keluarga,
memberikan
kontribusi
yang
sangat
besar
dalam
menciptakan kenyamanan komunikasi dalam sebuah keluarga.
Berdasarkan hasil wawancara semuan informan dari lima pasangan suami
istri yang melakukan pernikahan beda etnis menyatakan bahwa kehidupan
pernikahan mereka berlangsung dengan baik dan harmonis, walaupun ada
beberapa masalah kecil tapi secara keseluruhan berpendapat bahwa pernikahan
mereka harmonis karena tidak ada konflik besar ataupun masalah besar yang
membuat mereka kehilangan komunikasi dengan pasangan ataupun keluarga dan
masyarakat yang ada di DesaWakobalu Agung dan Desa Sarimulyo khususnya
mereka yang menikah dengan etnis yang berbeda.
B. Saran
1. Pembauran atau akulturasi yang terjadi di Kec. Kabangka khususnya di
Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo antar etnis pendatang Jawa
dan penduduk lokal berupa bahasa, amalgamasi, kesempatan yang
seimbang dalam bidang ekonomi, pertanian dan adat-istiadat agar tetap
133
dipertahankan dan ditingkatkan demi terciptanya kedamaian dalam
masyarakat.
2. Sikat
keterbukaan
dalam
hubungan
pernikahan
sebaiknya
perlu
dibicarakan sebelum melakukan pernikahan apalagi pernikahan beda etnis
agar tercipta sebuah keluarga yang harmonis.
3. Dalam akulturasi diharapkan etnis-etnis yang terlibat didalamnya tidak
meninggalkan adat-istiadat yang telah ada sebelumnya agar para generasi
muda dapat melestarikan budaya lokal yang ada.
134
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2002. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persaja
Ardianto, Elvinaro & Q. Anees, Bambang. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama.
Budayatna, M., Nina Mutmainah. 1994. Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Surabaya: Prenada Media Grup.
Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakata: Karisma Publishing
Group.
Harsyo, 1997. Pengantar Antropologi. Bandung : Bina Cipta
Irmaniar, 1998. Proses Akulturasi antara Etnik Pendatang Bugis dan Penduduk
Asli Wotu.
Koentjaraningrat, 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Littejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta Selatan:
Salemba Humanika.
Maleung, J, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Dedy & Rakhnat, Jalaluddin. 1990. Komunikasi Antar Budaya.
Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2000. Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
----------. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Offset
----------. 2007. Ilmu Komunikasi Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja
Rosdakarya Offset
135
----------. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset.
Rakhmat, Jalaluddin. 1996 . Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Rumondor, Alex dkk. 1995. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Saefullah, Ujang. 2007. KAPITA SELEKTA KOMUNIKASI Pendejatan Agama
dan
Budaya. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Soekanto, Soerjono.1990. Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Perkasa.
Soerhartono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Subiayantoro, Arief & Suwarto, FX. 2006. Metode & Teknik Penelitian Sosial.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif
Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber dari internet:
http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html
http://galihredevils.blogspot.com/2010/10/akulturasi.html
http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html
http://sites.google.com/site/kuliahkab/halaman-2
http://hub.iibn-id.org/gdl.php?mod=browse&op=read&id=hubptain-gdlsukarnobo6-7359&q=Urban
http://alfinnitihardjo.ohlog.com/interaksi-sosial.oh112676.html
http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/sosiologi-komunikasi-prosessosial-dan-interaksi-sosial/
http://rinakhaa.wordpress.com/2011/05/24/dampak-modernisasi-terhadapakulturasi-budaya/
http://www.scribd.com/doc/77100950/Akulturasi-Dan-Culture-Shock
136
Lampiran I
Daftar Pertanyaan Responden
a. Proses akulturasi komunikasi antar budaya dengan informan etnis
Jawa ?
1. Sudah berapa lama tinggal di Kecamatan Kabangka ?
2. Pertama kali datang di Kecamatan Kabangka, apa yang ada
dalampikiran bapak/ibu mengenai penduduk asli Muna ?
3. Apa tujuan bapak/ibu datang dan menetap di Kecamatan Kabangka ?
4. Apakah lingkungan tempat tinggal bapak/ibu ada penduduk lokal yang
tinggal ?
5. Dalam kehidupan sehari-hari apakah bapak/ibu sering berkomunikasi
dengan penduduk lokal ?
6. Dimana saja bapak/ibu berkomunikasi dengan penduduk lokal ?
7. Apa saja yang sering dibicarakan dengan penduduk lokal ? (politik,
sosial dan budaya)
8. Bahasa apa yang bapak/ibu gunakan dalam berkomunikasi dengan
penduduk lokal ?
9. Apakah hubungan komunikasi bapak/ibu berjalan efektif ?
10. Bagaiman menurut bapak/ibu tentang penduduk lokal ?
b. Proses akulturasi komunikasi antar budaya, dimana informannya
penduduk asli Muna
1. Apakah dilingkungan tempat tinggal bapak/ibu ada yang tinggal etnis
Jawa ?
2. Apakah yang bapak/ibu pikirkan ketika pertama kali melihat etnis
Jawa datang di Kecamatan Kabangka ?
3. Dalam kehidupan sehari-hari apakah bapak/ibu sering berkomunikasi
dengan etnis Jawa ?
4. Dimana saja bapak/ibu berkomunikasi dengan etnis Jawa ?
5. Apa saja sering yang dibicarakan dengan etnis Jawa ?
137
6. Bahasa apa yang bapak/ibu gunakan dalam berkomunikasi dengan
etnis Jawa?
7. Apakah hubungan komunikasi bapak/ibu berjalan efektif ?
8. Bagaimana menurut bapak/ibu dengan keberadaan etnis Jawa di
kecamatan Kabangka ?
c. Proses akulturasi komunikasi antar budaya, informannya etnis Jawa
dan penduduk asli Muna sehingga berlangsung dengan baik ?
1. Bagaimana awal anda bertemu dengan pasangan anda?
2. Suka duka menjalani pernikahan dengan etnis Jawa ?
3. Bagaimana hubungan komunikasi dengan pasangan anda ?
4. Apakah bapak/ibu mengetahui adat-istiadat
dan bahasa etnis
Jawa/penduduk lokal ?
5. Apakah ada kemiripan budaya etnis Jawa dengan penduduk lokal ?
6. Apakah dikeluarga bapak/ibu ada yang menikah dengan etmis Jawa
atau penduduk lokal ?
7. Apakah bapak/ibu sering melakukan kerjasama dengan etnis
Jawa/penduduk lokal? Dalam hal apa saja dan mengapa kerjasama
tersebut dilakukan ?
8. Apakah selama ini bapak/ibu pernah berselisih paham dengan
penduduk lokal/etnis Jawa?
9. Bila ada masalah yang terjadi, bagaimana cara penyelesaiannya ?
138
Lampiran II
Foto-foto Kantor Camat dan Kantor Desa Wakobalu Agung
serta Desa Sarimulyo di Kecamatan Kabangka.
A. Foto Kantor kecamatan Kabangka sebagai Pusat pemerintahan yang ada di
Kec. Kabangka
B. Foto Kantor Desa Sarimulyo sebagai Pusat pemerintahan di Desa ini yang
berada di Kec. Kabangka
139
C. Foto Kantor Desa Wakobalu Agung sebagai Pusat pemerintahan di Desa
ini yang berada di Kec. Kabangka
140
Lampiran III
Beberapa Foto Hasil Komoditi Masyarakat Desa Wakobalu Agung
dan Desa Sarimulyo di Kec. Kabangka
Beberapa foto hasil komoditi yang merupakan hasil perkebunan dari masyarakat
Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo
Tanaman Jeruk
Diantara beberapa hasil perkebunan yang ada, jeruklah yang memiliki
hasil yang terbesar, dimana hasilnya dipasok dibeberapa daerah diluar Kec.
Kabangka bahkan dipasarkan di beberapa daerah yang ada dipulau Sulawesi.
141
Tanaman Jagung
Tanaman Pepaya
142
143
Tanaman Coklat
144
Tentang Penulis… .
Ade Ramayana yang akrab di sapa Ade merupakan
anak bungsu dari Bapak La Kenda dan Wa Ape.
Terlahir disebuah desa yang sangat sederhana yang
terletak di Kec. Kabawo Kab. Muna, Sulawesi
tenggara. Semasa hidup, penulis mulai menempuh
pendidikan pada TK DW. Oebhalano pada tahun
1996, SDN 10 Kabawo pada tahun 1997, kemudian
pada tahun 2003 pada SLTP 1 Kabawo dan di
SMAN 1 Kabawo pada tahun 2005. Hingga pada
tahun 2008 penulispun hijran ke Makassar untuk
melanjutkan
pendidikan
S1
di
Universitas
Hasanuddin Jurusan Ilmu Komunikasi program studi
Public Relations. Pada saat ini penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir
(SKRIPSI).
Apabila ada saran dan kritik ataupun masukan mengenai hal-hal yang
berhubungan dangan Skripsi ini, pembaca dapat menghubungi penulis melalui
akun Twitter: @aderamayana, Facebook: Ade Ramayana ataupun dengan
mengirimkan email: [email protected].
145
Download