PRILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR ETNIS JAWA DAN ETNIS MUNA DI KABUPATEN MUNA (Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna) OLEH: ADE RAMAYANA JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNVERSITAS HASANUDDIN 2012 i PRILAKU KOMUNIKASI DALAM AKULTURASI ANTAR ETNIS JAWA DAN ETNIS MUNA DI KABUPATEN MUNA (Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna) OLEH: ADE RAMAYANA E 31108010 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Public Relations JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PILITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 ii KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji dan Syukur yang sebesar-besarnya atas kehadirat Allah SWT dan Nabi Besar Muhammad SAW atas rahmat dan karuniaNya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Public Relations. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini karena banyaknya tantangan, baik dari segi kemampuan Penulis, bahasa, literatur maupun waktu yang tersedia. Akan tetapi berkat petunjuk dan arahan dari pembimbing serta pihak-pihak yang mendukung Penulis sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan Terima Kasih Yang Sebesar-besarnya kepada Ayahanda LA KENDA dan Ibunda WA APE, A.Ma.pd yang telah membesarkan dan mendidik penulis, serta seluruh Keluarga dan Sahabat yang tak henti-hentinya member semangat sampai detik ini. Dengan terselesaikannya skripsi yang berjudul “Prilaku Komunikasi Dalam Akulturasi Antar Etnis Jawa Dan Etnis Muna, (Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna, Sulawesi iii Tenggara)” ini, perkenalkanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Dr. H. Muhammad Farid, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi juga sebagai dosen Pembimbing I dan Drs. Sudirman Karnay, M.Si, selaku Pembimbing II yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran membimbing, menyertai dan mendorong penulis sehingga dapat menyelesaikan sripsi ini. 2. Segenap Dosen, pegawai dan staf Jurusan Ilmu Komunikasi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin. 3. Saudara-saudaraku yang tercinta, Kamaruddin, Daud S.Ip, Handayani, Tajuddin S.Ip, Mira Natalia S.KM serta kemenakan-kemenakanku tersayang Rani Eka Pratiwi (Rani), Ade Herdin Aprilia (Herdin), Fadil Muhammad (Fadil), Rieke Agustien Ramadhani (Rieke) dan Rubi serta seluruh keluarga yang senantiasa mendukung penulis. 4. Saudara-saudara seperjuanganku Exist ‘08’ yang selalu memberikan semangat yang tak henti-hentinya, menemani hari-hari penulis serta memberikan kehangatan dan arti persaudaraan bagi penulis selama dibangku kuliah. Pengalaman, kenangan, suka duka, susah senang, dan perjalanan (mulai dari mandi, makan, tidur dan kerasukan bareng) selama empat tahun ini bersama kalian takkan terlupakan bagi penulis. 5. Sahabat sekaligus saudara tercinta dan tersayang Albertin Vivi, Finthya Sari Ramadhani, dan Evy Novianti Syam yang telah memberikanku semangat, masukan, kehangatan persaudaraan dan menerimaku apa adanya iv selama empat tahun ini. Semoga ini semua tetap berlanjut sampai maut memisahkan *spekkk. 6. Kakak-kakak dan adik-adik kosmik yang penulis tidak bisa sebutkan satupersatu. 7. Teman-teman dan Sabeum di UKM Taekwondo Unhas, sabeum Eko, Sabeum Amin, Sabeum Arya, K’ Nompo, K’ Rusman, K’ Kadri, K’ Ewa, K’ Didi, K’ Inna, Dewi, Maya dll yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. 8. Teman-teman KKN Gel. 80 Lokasi Kecamatan Pajukukang Desa Papanloe, Eris, Aswin, Uppi dan Najma atas kerjasamanya selama ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan Masukan dan Kritikan untuk perbaikan lebih lanjut, semoga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi yang memerlukan. Wassalamu Alaikum Wr. Wb. Makassar, Mei 2012 Ade Ramayana v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………. i HALAMAN PENGESAHAN……………………………………... i HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI…………………... ii ABSTRAK …………………………………………….................... . iii KATA PENGANTAR………………………………………………… iv DAFTAR ISI……………………………………………….............. vii DAFTAR TABEL…………………………………………………. . ix DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………. . x PENDAHULUAN………………………………..... . 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………… 1 BAB 1 B. Rumusan Masalah……………………………………… 6 C. Tujuan Penelitan…………………………………… 7 D. Kegunaan Penelitian……………………………….. 7 E. Kerangka Konseptual……………………………… 7 F. Defenisi Operasional………………………………. 13 G. Metode Penelitian……………………………………. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………… 20 A. Pengertian Komunikasi………………………………. 20 B. Pengertian Budaya…………………………………… 22 C. Komunikasi Antar Budaya……………………………. 24 D. Unsur-unsur Kebudayaan………………………... 27 E. Komunikasi Verbal dan Nonverbal…………………… 28 vi F. Prilaku Komunikasi……………………………………. 35 G. Peran Komunikasi dalam Mempermudah Akulturasi…. 39 H. Komunikasi dan Akulturasi…………………………… 40 I. Potensi Akulturasi…………………………………….. 44 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………… 47 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………… 48 B. Aspek Kelembagaan dan Aspek Budaya di Kecamatan Kabangka………………………………………………. 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………… 62 A. Hasil Penelitian………………………………………. 62 A.1. Profil Informan……………………………...63 A.2. Hasil penelitian…………………………… 65 B. Pembahasan…………………………………….. …. 119 1. Proses Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka……………………………. 119 2. Prilaku Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan dengan baik………………………. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………............... 123 132 A. Kesimpulan…………………………………………. 132 B. Saran………………………………………………... 133 DAFTAR PUSTAKA vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan terletak pada variasi langkah dan cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam semua konteks interaksi. Pusat perhatian studi komunikasi dan kebudayan juga meliputi bagaimana menjajaki makna, pola-pola tindakan, dan bagaimana makna serta pola-pola itu diartikulasikan dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi antarmanusia. Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin pesat. sebagai Negara yang memiliki beragam budaya dan kultur yang berbeda, Indonesia juga terdiri dari suku-suku yang berbeda di setiap daerah. Dengan perbedaan tersebut, tak jarang diantara mereka melakukan akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Akulturasi atau Culture Contect, sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa 1 yang lambat laun kebudayaan asing itu diterima dan diolah sendiri tanpa menyebabkan hilangnya keaslian budaya itu sendiri. Dalam artian yang lebih lugas, bahwa akulturasi merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat pendatang untuk menyesuaikan diri dengan memperoleh kebudayaan masyarakat setempat. Dalam akulturasi selalu terjadi proses penggabungan (fusi budaya) yang memunculkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan nilai-nilai dari budaya lama atau budaya asalnya. Sebagaimana masyarakat setempat memperoleh pola-pola budaya lokal lewat komunikasi, begitu pula dengan seorang transmigran yang memperoleh pola-pola budaya lokal lewat komunikasi. George Herbert Mead dalam filsafat ilmu komunikasi (2007:3) mengatakan bahwa setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. Seiring berjalannya waktu, seorang transmigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain dan itu dilakukannya lewat komunikasi. Elvinaro Ardianto dalam Filsafat Ilmu Komunikasi (2007:2) mengemukakan bahwa tujuan dasar komunikasi adalah mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Lewat komunikasi kita menyesuaikan diri dan hubungan dengan lingkungan kita. Proses akulturasi mengarah kepada terjadinya asimilasi sebagai proses sosial yakni suatu proses dimana individu-individu atau kelompok-kelompok yang sebelumnya berbeda-beda perhatiannya yang kemudian mempunyai pandangan yang sama. Dengan kata lain proses dari dua atau lebih kebudayaan yang berbeda, 2 tetapi secara perlahan-lahan menjadi sama. Proses ini berlangsung dua arah, saling mempengaruhi dan saling mengisi sehingga membentuk pola budaya baru. Hal ini berlangsung secara terus-menerus dan dalam kondisi setaraf antara individu atau kelompok. Untuk mempermudah terjadinya akulturasi, maka kecakapan komunikasi dari transmigran merupakan hal yang sangat berpengaruh. Sebagaimana seorang transmigran pun memperoleh pola-pola budaya penduduk lokal melalui komunikasi. Seseorang transmigran akan mengatur dirinya untuk mngetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Pada akhirnya, bukan hanya system sosio-budaya transmigran tetapi juga system sosio-budaya masyarakat setempat akan mengalami perubahan sebagai akibat dari kontak komunikasi antar budaya dalam rentan waktu yang lama. Malinowski dalam Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi ( 2000:105 ) mengatakan bahwa perubahan kebudayaan bisa saja disebabkan oleh faktor-faktor dan kekuatan spontan yang muncul dalam komunitas atau hal tersebut bisa juga terjadi melalui kontak dengan kebudayaan yang berbeda. Masalah pembauran budaya merupakan masalah yang sangat kompleks, sarat akan konflik, yang terkadang berakhir dengan tejadinya disintegrasi. Dimana hambatan komunikasi antara dua budaya seringkali timbul dalam bentuk pebedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola berpikir, struktur budaya, system budaya serta masalah komunikasi. Demikian pula halnya di Kecamatan Kabangka yang memiliki luas 103,62 km2 sebagai unit pemukiman penduduk setingkat kecamatan yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten 3 Muna, dengan kapasitas jumlah penduduk 8.157 jiwa yang sebagian masyarakatnya berasal dari etnis pendatang Jawa dan etnis Muna yang bermukim di Desa (SPA) Wakobalu Agung dan Desa (SPB) Sarimulyo Kecamatan Kabangka. Aspek pengembangan nilai-nilai sosial budaya merupakan suatu permasalahan yang sangat perlu diprhatikan, mengingat beragamnya latar belakang sosial budaya masyarakat yang bermukim didaerah ini. Dengan bertemunya etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka, tidak menjadikan daerah tersebut rentang akan konflik sehingga etnis Jawa dapat dapat beradaptasi dengan baik dengan masyarakat setempat (etnis Muna). Bertemunya suku-suku bangsa ini tentu saja menghadirkan perbedaanperbedaan, terutama dalam hal bahasa, agama, adat istiadat, norma-norma maupun etos kerja masing-masing. Dalam hal aktifitas keseharian, tentu saja masingmasing melaksanakannya sesuai dengan nilai-nilai dan patokan-patokan yang mencerminkan budaya sukunya (Koentjaraningrat, 1993:3). Dengan bertemunya berbagai kelompok sosial, suku-suku bangsa pada suatu wilayah dapat terjadi dua kemungkinan proses sosial (hubungan sosial atau interaksi sosial), yaitu hubungan sosial yang positif dan negatif. Dampak positif dari interaksi sosial masyarakat pendatang (etnis Jawa) dengan masyarakat setempat (etnis Muna) dapat dilihat dalam hubungan mereka sesama petani, dimana mereka dapat meniru tata cara ataupun nilai-nilai, bahkan inovasi baru dalam hal pengolahan lahan pertanian dari masyarakat pendatang (etnis Jawa) yang dapat meningkatkan produktifitas, dan begitu pula sebaliknya. Dalam perkembangan selanjutnya, satu sama lain dapat 4 bertukar pengalaman dan pengetahuan diberbagai bidang kehidupan. Jika kontakkontak tersebut berlangsung secara terus menerus dalam waktu yang lama, tidak menutup kemungkinan menciptakan akulturasi, bahkan membentuk budaya baru yang mencerminkan sebuah budaya lokal dan budaya pendatang. Kehidupan masyarakat Kabangka dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perubahan yang dapat di lihat dengan tergesernya penggunaan bahasa daerah Muna oleh masyarakat Kabangka khususnya di Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung dengan bahasa Jawa sebagai bahasa yang dipakai oleh masyarakat setempat (etnis Muna) yang merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya akulturasi yang mengarah pada hubungan positif. Namun tidak selamanya interaksi yang terjadi antara etnis Muna dan etnis Jawa di Kecamatan Kabangka berdampak positif. Hal ini biasanya didukung dengan kehidupan masyarakat etnis Jawa yang lebih baik. Hal ini dikarenakan etnis pendatang Jawa sudah menguasai sebagian besar perekonomian di Kecamatan Kabangka, sehingga etnis Muna memandang etnis Jawa sebagai kelompok yang diuntungkan oleh keadaan, dimana etnis Jawa dianggap sebagai pesaing baru dalam mengelola potensi alam didaerahnya. Ada perbedaan sikap hidup dari para etnis pendatang Muna dengan etnis Jawa yakni sebagai masyarakat setempat mereka merasa lebih berhak atas apa saja mengenai daerahnya, dan sebagai masyarakat pendatang, tak jarang mereka dianggap “sebelah mata” oleh masyarakat setempat. Selain itu, intensitas dan kreatifitas kerja etnis Jawa lebih tinggi dari etnis Muna dalam hal pemanfaatan potensi alam sehingga terjadi kesenjangan antara etnis Jawa dengan etnis Muna di Kecamatan Kabangka yang 5 menyebabkan kecemburuan sosial yang dapat menghambat proses akulturasi budaya antara masyarakat pendatang Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka. Berdasarkan pengamatan tersebut, penulis mencoba membahas Akulturasi antar etnis yang ada di Kecamatan Kabangka khususnya Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung. Dimana etnis pendatang Jawa menghadirkan budaya sukunya sehingga terjadi pembauran budaya dengan etnis Muna di Kecamatan Kabangka. Melihat keadaan seperti ini maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang proses akulturasi serta faktor-faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya akulturasi yang mengarah pada asimilasi. Dengan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan judul sebagai berikut: “Prilaku Komunikasi Dalam Akulturasi Antar Etnis Jawa Dan Etnis Muna” (Studi Komunikasi Antar Budaya di Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diatas maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana prilaku komunikasi dalam Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka ? b. Mengapa Proses Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan dengan baik ? 6 C. Tujuan Penelitian a. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui perilaku komunikasi Akulturasi Antar Etnis Pendatang Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka. 2. Untuk mengetahui Proses Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan dengan baik. D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Sebagai masukan terhadap ilmu komunikasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi antar budaya. 2. Secara Praktis Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dibidang komunikasi, khususnya mengenai komunikasi antar budaya. E. Kerangka Konseptual Pada dasarnya prilaku komunikasi merupakan interaksi dua arah, dimana seseorang terlibat didalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan informasi kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima harus mengformulasikan, menyampaikan serta menanggapi pesan tersebut secara jelas, 7 lengkap dan benar. Dengan demikian prilaku komunikasi tidak lain dari bagaimana cara melakukan komunikasi dan sejauh mana hasil yang mungkin diperoleh dengan cara tersebut. Prilaku komunikasi dikategorikan sebagai prilaku yang terjadi dalam berkomunikasi verbal maupun nonverbal, yaitu bagaimana pelaku (sumber dan penerima) mengola dan mentransfer suatu pesan. Disini sumber seharusnya mengformulasikan dan menyampaikan pesan secara jelas, lengkap dan benar. Sementara pihak yang menerima (penerima) diharapkan menanggapi pesan seperti apa yang dimaksud oleh sumber. Komunikasi antar budaya bukan merupakan sesuatu yang baru terjadi. Semenjak terjadinya pertemuan antara individu-individu dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Sebagai salah satu studi sistematik, komunikasi antar budaya membahas mengenai kontak atau interaksi yang terjadi antara orang-orang yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda dan relatif masih baru. Transmigran yang memasuki suatu daerah yang memiliki kebudayaan yang berbeda harus memiliki potensi akulturasi yang memadai untuk bisa menyesuaikan diri dengan budaya yang baru agar bisa mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan penduduk setempat. Dalam akulturasi, proses komunikasi menjadi hal utama. Hal ini terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat yang dimasuki oleh seorang individu melalui proses komunikasi. Individu yang memasuki budaya baru akan belajar berkomunikasi dalam berhubungan dengan orang lain. 8 Kim, dalam Rumondor ( 1995: 18) mengatakan bahwa komunikasi antar budaya merajuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para pesertanya masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan gambaran diatas, terlihat jelas bahwa proses komunikasi antar budaya dapat membantu para pendatang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda untuk melakukan interaksi dengan kebudayaan setempat. Dalam proses akulturasi harus memiliki interkoneksitas cara berkomunikasi sehingga dapat tercipta interaksi yang baik dan dan saling mendukung. Menurut Suyono, dalam Rumondor (1995: 208) akulturasi merupakan pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa unsur kebudayaan yang saling berhubungan atau saling bertemu. Berdasarkan defenisi ini tampak jelas dituntut adanya saling pengertian antar kedua kebudayaan tersebut sehingga akan terjadi proses komunikasi antarbudaya. Walaupun komunikasi antarbudaya membahas tentang persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi, tetapi perhatian utamanya adalah proses komunikasi antar individuindividu dan kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaanya yang mencoba untuk berinteraksi. Ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan didunia yakni: 9 Bahasa Sistem ilmu pengetahuan Organisasi sosial Sistem peralatan hidup dan teknologi Sistem mata pencaharian hidup Religi Kesenian Untuk menggambarkan proses akulturasi tersebut, penulis menggunakan 2 model teori yakni: 1. Teori Konvergensi Budaya dari Kincaid dan Everett M. Rogers. Dalam teori ini, berbagai kultur bertemu pada suatu titik dalam hal ini lingkungan sebagai bentuk hubungan sosial yang menyatakan bahwa komunikasi sebagai proses yang memilih kecenderungan bergerak kearah satu titik temu (convergence), dengan kata lain komunikasi adalah suatu proses yang mana orang-orang atau lebih saling menukar informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya salam situasi dimana mereka berkomunikasi. 3. Model Komunikasi Antarbudaya Dalam hubungannya dengan komunikasi antarbudaya penulis juga menggunakan proses akulturasi sebagai berikut: 10 Gambar 1.1 Budaya A Budaya B A B A&B Pertemuan Budaya A & Budaya B Sumber: Mulyana (1998) Berdasarkan bagan diatas, model komunikasi antarbudaya terjadi proses akulturasi dimana budaya A yaitu etnis Muna di Kec. Kabangka yang diwakli oleh suatu segi empat dan budaya B, yakni etnis pendatang Jawa yang diwakili oleh suatu persegi enam. Dari proses akulturasi tersebut timbul kebudayaan baru yang merupakan hasil peretemuan antara budaya A dan budaya B dimana budaya baru digambarkan dalam bentuk lingkaran. Penyadian-penyadian balik pesan antara budaya A dan B dilukiskan oleh panah-panah yang menhubungkan antara dua budaya. Panah-panah ini menunjukkan pesan komunikasi antar dua budaya yang berbeda. Selanjutnya anak panah budaya A dan budaya B menuju ke bentuk lingkaran dimana budaya A dan budaya B bertemu sehingga terjadi proses 11 akulturasi yang dapat menimbulkan suatu budaya baru pada penduduk lokal atau budaya transmigran. Dari model diatas menunjukkan bahwa bisa terdapat banyak ragam perbedaan dan persamaan budaya dalam komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya terjadi dalam bentuk ragam situasi yakni dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda budaya. Dalam komunikasi antarbudaya ada beberapa hal penting yang harus dikembangkan yakni, sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai antara satu budaya dengan budaya yang lainnya. Untuk mengembangkan sikap saling mengerti tersebut maka dalam proses akulturasi, seorang individu atau kelompok sosial harus berusaha mengembangkan persepsi tidak atas dasar persepsi budayanya namun haruslah memahami bagaimana budaya lain yang sedang dihadapinya dalam melakukan persepsi. Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba menggambarkan proses akulturasi yang terjadi antara masyarakat pendatang dengan penduduk asli sebagai berikut: 12 Gambar 1.2 Bagan Kerangka Konseptual Komunikasi antar budaya Etnis Jawa Etnis Muna Proses akulturasi Prilaku komunikasi Komunikasi verbal Komunikasi nonverbal Pembauran F. Defenisi Operasional Etnis pendatang jawa adalah orang yang datang dari daerah lain yang ingin tinggal atau menetap didaerah Kecamatan Kabangka yang memiliki cirri khas sendiri. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antar suku bangsa, etnis, ras, dan kelas sosial. 13 Etnis Muna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat Muna atau orang-orang yang secara turun-temurun menetap di Kec. Kabangka yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai budaya. Proses akulturasi adalah suatu proses yang dilakukan transmigran untuk menyesuaikan diri yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang melalui komunikasi dengan penduduk lokal yang berlangsung dengan damai dan serasi. Prilaku komunikasi yaitu interaksi dua arah baik secara verbal dan non verbal dimana seseorang terlibat didalamnya berusaha menciptakan dan menyampaikan informasi kepada penerima dalam bentuk sikap, perhatian, gerak-gerik, perlindungan, ungkapan kasih sayang dan pengorbanan. Pembauran yaitu bertemunya dua budaya yang berbeda menjadi satu sehingga tidak ada budaya yang dominan, baik budaya etnis pendatang Jawa atau budaya etnis Muna di Kec. Kabangka. G. Metode Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian ini berlangsung mulai dari Maret sampai April 2012 selama dua bulan. Dimana observasi telah dilakukan oleh peneliti sejak bulan Januari 2012. 14 2. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu untuk menggambarkan suatu fenomena sosial. Penelitian ini akan mendeskripsikan realitas sosial yang ada yakni proses akulturasi antar etnis pendatang dan penduduk lokal dalam berbagai aspek, dimana penulis melakukan pengamatan secara langsung dilokasi penelitian. 3. Teknik Penentuan Informan Sumber informasi/informan adalah 5 pasangan suami istri yang berbeda etnis (etnis Muna dan etnis Jawa) dengan kasus yang berbeda yang menetap di Kecamatan Kabangka. Untuk mendapatkan data yang akurat dan dijamin kualitasnya maka sebelum menentukan subyek/informan penelitian akan dilakukan operview atau penjajakan pasangan suami istri dengan representiv memberikan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait permaslahan yang akan diteliti. Selanjutnya barulah ditentukan subyek/informan. Informasi awal dipilih orang yang dapat “membuka jalan untuk menentukan informan berikutnya dan berhenti apabila data yang dibutuhkan sudah cukup”. Dalam menentukan subyek/informan, dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dipilih secara sengaja yakni yang dianggap dapat memberikan informasi terhadap dua masalah yang diajukan dengan kriteria sebagai berikut: 15 a. Etnis pendatang Jawa yang sudah menetap di Kecamatan kabangka selama kurang lebih 5 tahun dan mempunyai tempat tinggal. b. Etnis Muna yang tinggal di Kecamatan Kabangka. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua aspek yakni: a. Data Primer Data ini diperoleh melalui penelitian lapangan yang langsung menemui para informan dan dilakukan dengan dua cara yakni: - Obeservasi yakni, suatu teknik pengumpiulan data yang dilakukan dengan jalan mengamati secara langsung obyek penelitian disertai dengan pencatatan yang diperlukan. - Wawancara mendalam yakni, dengan menggunakan pedoman pertanyaan terhadap subyek penelitian dan informan yang dianggap dapat memberikan penjelasan mengenai proses akulturasi etnik pendatang Jawa dan penduduk asli Kabangka serta faktor yang berpengaruh. b. Data sekunder Pengumpulan data jenis ini dilakukan dengan menelusuri bahan bacaan berupa jurnal-jurnal, buku, internet dan berbagai hasil penelitian terkait, serta dokumen yang tersedia pada kantor kecamatan yang relevan dengan permasalahan. 16 5. Teknik Analisis Data Menganalisa data yang telah dikategorikan, akan dilakukan interpretative understanding. Berarti penulis melakukan penafsiran pada data dan informasi yang masuk, untuk mencermati data dengan fokus penelitian dan penyajian data karena data yang akan diperoleh dalam penelitian ini data kualitatif berupa kata-kata maka secara otomatis penyajiannya akan berbentuk uraian kata-kata yang tentunya mengarah pada pokok permasalahan. Selain mengunakan interpretative understanding, penulis juga menggunakan model analisis model interaktif (Interactive Model of Analysis). Analisis data yang telah diperoleh di lapangan, dilakukan secara interpretasi kualitatif diri diaolog-dialog interaktif dan wawancara mendalam dengan menggunakan pendekatan dari teori-teori komunikasi serta konflik dalam mengalisis setiap informasi yang ditemukan dari berbagai literatur dan para informan yang dianggap memiliki kompetensi pengetahuan secara teoritik maupun emperik tentang tentang prilaku komunikasi dalam akulturasi dan mengapa proses akulturasi antar etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka dapat berjalan dengan baik. Proses analisis data model interaktif (Interactive Model of Analysis) dilakukan dalam beberapa tahap yakni: 17 Tahap pertama analisis yang dilakukan adalah proses reduksi data yang berfokus pada pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar dari catatan lapangan. Abstraksi disini adalah usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada dalam satuan-satuan. Proses reduksi dilakukan secara bertahap selama dan sesudah pengumpulan data sampai laporan tersusun. Reduksi data dilakukan dengan cara membuat ringkasan data dan membuat kerangka dasar penyajian data. Tahap kedua adalah penyajian data yaitu penyusunan sekumpulan informasi menjadi pernyataan yang memungkinkan penarikan kesimpulan. Data disajikan dalam bentuk teks naratif yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang dianalisis dalam bentuk komponen-komponen sebagaimana yang ditentukan dalam penelitian. Tahap ketiga adalah penarikan kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian data yang telah dilakukan. Penarikan kesimpulan data hasil reduksi dan penyajiannya disesuaikan dengan pertanyaan disesuaikan dengan pertanyaan penelitian dan tujuan dari penelitian ini. Analisa data berlangsung secara terus-menerus sejak dari wilayah penelitian sampai pada proses pengumpulan data dan penulisan laporan 18 penelitian. Artinya, bahwa analisis data dilakukan sepanjang proses penelitian. Dengan melakukan teknik tersebut diatas diharapkan informasi yang didapatkan dalam pelaksanaan penelitian dapat memberikan informasi yang falid dan aktual. 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi Di dalam kehidupan sehari-hari khususnya kehidupan pasangan suami istri yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda, komunikasi memiliki peran yang sangat penting. Dengan komunikasi ini menentukan apakah hubungan pasangan ini berjalan secara harmonis atau malah sebaliknya. Sejak manusia masih dalam kandungan, ia sudah mengadakan komunikasi. Komunikasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Komunikasi juga merupakan topik yang amat sering diperbincangkan bukan hanya dikalangan praktisi komunikasi akan tetapi juga dikalangan orang-orang awam. Kata komunikasi sebernarnya berasal dari bahasa Latin communis yang berarti sama, istilah inilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi. Berkomunikasi adalah proses dimana seseorang menyampaikan sesuatu yang mempunyai arti lalu ditangkap oleh lawan bicaranya dan dimengerti pesan-pesan itu tercermin melalui prilaku manusia seperti berbicara secara verbal atau nonverbal, gestura (gerakan isyarat) seperti melambaikan tangan ke orang lain, menggelengkan kepala, menarik rambut. Semua itu menunjukkan bahwa kita sedang berkomunikasi. 20 Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan belum tentu juga menciptakan kesamaan makna, dengan kata lain mengerti bahasa saja belum tentu mengerti maksud yang dibawakan oleh bahasa tersebut, proses komunikasi bisa dikatakan efektif apabila komunikator dan komunikan selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti makna dari apa yang akan dikomunikasikan. Untuk melakukan komunikasi, Gerald R. Miller, dalam Mulyana (2000: 62) menyatakan bahwa komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang didasari untuk mempengaruhi prilaku penerima. Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (kounikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran ini bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegirahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Dalam kehidupan sehari-hari, tak peduli dimana kita berada, selalu berinteraksi dengan siapa dan berkomunikasi dengan orang-orang tertentu yang berasal dari kelompok, ras, etnis, atau budaya lain. Berinteraksi dengan orangorang yang berebda kebudayaan, merupakan pengalaman baru yang selalu dihadapi. Ber-komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat popular dan pasti dijalankan dalam porgaulan manusia. Aksioma komunikasi mengatakan “Manusia selalu berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi” (Liliweri, 2003:5). 21 Esensi komunikasi terletak pada proses, yakni suatu aktifitas yang “melayani” hubungan antara pengirim dan penerima pesan melampaui ruang dan waktu. Itulah sebabnya mengapa semua orang pertama-tama tertarik mempelajari komunikasi manusia (human communication), sebuah proses komunikasi yang melibatkan manusia pada kemarin, kini dan mungkin di masa akan datang. Komunikasi manusia itu melayani segala sesuatu, akibatnya ada pendapat yang mengatakan bahwa komunikasi itu sangat mendasar dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan proses yang universal. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, prilaku dan tindakan yang trampil dari manusia (communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan orang lain. Wan Xiao, 1997 dalam Liliweri (2003:5) mengatakan bahwa “interaksi sosial membentuk sebuah peran yang dimainkan setiap orang dalam wujud kewenangan dan bertanggung jawab yang telah memiliki pola-pola tertentu. Polapola itu ditegakkan dalam instirtusi sosial (social institution) yang mengatur bagaimana cara orang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, dan organisasi sosial (social organization) memberikan wadah, serta mengatur mekanisme kumpulan orang-orang dalam suatu masyarakat. B. Pengertian Budaya Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia, dimana manusia belajar berpikir, merasa mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut 22 budayanya. Secara formal budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan dan sebagainya. Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga berkenaan dalam bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup kita. Sebagian besar pengaruh budaya terhadap kehidupan kita, terkadang kita tidak menyadarinya, yang jelas budaya secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati, bahkan setelah mati kita pun di kubur dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kebudayaan merupakan ini keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung tetapi budaya juga mentukan bagaiman orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan prilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita 23 dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula paktek-praktek kumunikasi. C. Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya sendiri atau yang biasa di sebut Intercultural Communication bukanlah suatu hal yang baru. Sejak manusia yang berbeda budaya dan kebiasaan di bumi ini mengadakan hubungan, maka komunikasi antarbudaya akan terus berlangsung. Dalam kounikasi manusia selalu dipengaruhi oleh budayanya, budaya bertanggung jawab atas semua prilaku dan makna yang dilakukan oleh si pelaku. Untuk memahami komunikasi antarbudaya perlu terlebih dahulu memahami kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat dalam Rumondor (1995: 44) menyatakan bahwa “kebudayaan merupakan dari kelakuan dan hasil prilaku manusia, tata kelakuan manusia, yang harus didapatkan dengan belajar dan semuanya itu tersusundalam kehidupan masyarakat. Komunikasi antarbudaya sendiri sebenarnya merupakan proses komunikasi yang biasa saja, hanya saja mereka yang terlibat didalamnya mempunyai latarbelakang budaya yang berbeda, dalam komunikasi yang terjadi antara dua budaya yang berbeda itu, maka aspek budaya seperti bahasa, isyarat non verbal, sikap, kepercayaan, watak, nilai dan orientasi pikiran akan lebih banyak ditemukan sebagai perbedaan yang besar yang seringkali mengakibatkan terjadinya distori dalam komunikasi. Namun dalam masyarakat yang bagaimana pun berbeda kebudayaannya tetap saja akan terdapat kepentingan-kepentingan bersama untuk melakukan komunikasi. 24 Selama masa perkembangan, komunikasi antarbudaya telah banyak para ahli yang mencoba untuk mendefenisikan komunikasi antarbudaya ini antara lain: - Andera L. Rich, dalam Liliweri (2003:10) mngatakan bahwa komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antar suku bangsa, antar etnis dan ras, serta antar kelas sosial. - Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antar pribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi prlaku komunikasi para peserta. (Dood, 1991:5). - Samovar dan Porter juga menyatakan komunikasi antarbudaya terjadi diantara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. (1976:4). Saat ini keberadaan komunikasi antarbudaya semakin penting dan vital ketimbang di masa-masa sebelumnya, Devito (1997: 475-477) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya ini, antara lain: Mobilitas Mobilitas masyarakat tidak pernah berhenti, bahkan karena kemajuan transportasi, mobilitaspun semakain meningkat. Perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain pun kerap dilakukan, saat ini pula orang serigkali mengunjungi budaya-budaya lain untuk mengenal daerah baru dan orang-orang yang berbeda serta untuk menggali peluang- 25 peluang eknomis. Hal ini menyebabkan hubungan antarpribadi kemudian menjadi hubungan antarbudaya. Saling Ketergantungan Ekonomi Saat ini kebanyakan daerah ataupun Negara bergantung kepada daerah atau negara lain, saling ketergantungan ekonomi ini menyebabkan adanya keharusan tiap daerah atau negara untuk menjalin komunikasi antarbudaya diantara mereka, misalnya saat ini banyak kegiatan perdagangan Amerika khususnya di bidang teknologi yang beroerientasi ke Asia antara lain Jepang, Korea, dan Taiwan yang memilki kultur yang berbeda dengan kultur Amerika, maka kehidupan ekonomi Amerika bergantung pada kemampuang bangsa tersebut untuk berkomunikasi secara efektif dengan kultur yang berbeda tersebut. Teknologi Komunikasi Perkembangan teknologi komunikasi telah membawa kultur luar yang ada kalanya asing masuk ke rumah kita, film-film impor yang ditayangkan di televisi telah membuat kita mengenal adat kebiasaan dan riwayat bangsa-bangsa lain. Kita juga setiap hari membaca di media-media ketegangan rasia, pertentangan agama, diskriminasi seks, yang disebabkan oleh kegagalan komunikasi antarbudaya. Pola Transmigrasi Dihampir tiap daerah kita dapat menjumpai orang yang berasal dari daerah atau negara lain, kemudian kita bergaul, bekerja atau 26 bersekolah dengan orang-orang tersebut yang sangat berbeda dengan kita, pengalaman sehari-hari tersebut lambat laun akan membuat kita semakain mengenal budaya orang lain. Kesejahteraan Politik Sekarang ini kesejahteraan politik kita sangat bergantung kepada kesejahteraan politik kultur atau negara lain. Kekacauan politik di daerah lain akan mempengaruhi keamanan kita. Komunikasi dan saling pengertian antarbudaya saat ini terasa peting ketimbang sebelumnya. Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi antarbudaya diatas, dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi antarbudaya merupakan interaksi pribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Akibatnya interaksi dan komunikasi yang sedang dilakukan itu membutuhkan tingkat keamanan dan sopan santun tertentu, serta pengalaman tentang sebuah atau lebih aspek tertentu terhadap lawan bicara. D. Unsur-unsur Kebudayaan Koentjaraningrat dalam Rumondor (1995 : 45) menyatakan ada tujuh unsure kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan di dunia atau kebudayaan pranata meneyeluruh cultural universal dalam system nilai, yaitu: Bahasa, berupa bahasa lisan yang disampaikan secara verbal maupun berupa tulisan. 27 System pengetahuan, berupa pengetahuan mengenai sesuatu hal, misalnya ilmu perbintangan untuk mengetahui iklim yang akan terjadi. Organisasi sosial atau system kemasyarakatan misalanya berupa kekerabatan, hukum dan sebagainya. Sistem peralatan hidup dan teknologi, seperti pakaian, perumahan, peralatan tumah tangga, senjata, alat-alat transportasi dan sebagainya. Sistem mata pencaharian hidup seperti pertanian, peternakan, system produksi dan sebagainya. Sistem religi atau keyakinan atau agama seperti Tuhan, surga, neraka, dewa, roh halus, upacara keagamaan dan sebagainya. Kesenian berupa seni suara, seni rupa, seni musik, seni tari, seni patung dan sebagainya. E. Komunikasi Verbal dan Nonverbal Dalam kebanyakan peristiwa komunikasi yang berlangsung, hampir selalu melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan non verbal secara bersamasama. Keduanya, bahasa verbal dan non verbal, memiliki sifat yang holistik ( masing-masing tidak dapat dipisahkan). Dalam banyak tindakan komunikasi, bahasa non verbal menjadi komplemen atau pelengkap bahasa verbal. Lambanglambang non verbal juga dapat berfungsi kontradiktif, pengulangan, bahkan pengganti ungkapan-ungkapan verbal, misalnya ketika seseorang mengatakan terima kasih (bahasa verbal) maka orang tersebut akan melengkapinya dengan tersenyum (bahasa non verbal), seseorang setuju dengan pesan yang disampaikan 28 orang lain dengan anggukan kepala (bahasa non verbal). Dua komunikasi tersebut merupakan contoh bahwa bahasa verbal dan non verbal bekerja bersama-sama dalam menciptakan makna suatu perilaku komunikasi. a. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dikeluarkan secara lisan. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dikeluarkan secara lisan. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang sangat efisien yang memberikan kesempatan berlangsung berlangsungnya penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi verbal ini berfungsi untuk mengendalikan lingkungan dan memudahkan dalam berkomunikasi dengan orang lain dan berbagi pengalaman serta pengetahuan dengan mereka. Bahkan komunikasi itu terjadi dengan tidak sengaja. Bisa saja sesuai dengan isi hati atau perasaannya. Perilaku verbal sebenarnya adalah komunikasi verbal yang biasa kita lakukan sehari-hari. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan kata-kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Suatu system kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai perangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan fikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentatifkan berbagai aspek realitas individu 29 kita. Dengan kata lain, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang mewakili kata-kata itu. Komunikasi verbal terlihat pada proses seconding-transmisi informasideconding-feedback. Proses econding merupakan langkah awal komunikator merumuskan isi informasinya ke dalam satu ragam bahasa lalu disebarkan pesan/informasi kepada komunikan untuk ditafsirkan sehingga isi informasi dimengerti kemudian oleh komunikan direspons berupa jawaban yaitu umpan balik. Proses komunikasi verbal memungkinkan untuk terjadinya umpan-balik antara komunikator dengan komunikan sangat besar. Sehingga pesan yang diterima oleh komunikator lebih jelas dan langsung dimengerti. b. Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal merupakan proses komunikasi dimana pesan tidak disampaikan dengan kata-kata melainkan menggunakan bahasa tubuh, gerak isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, penggunaaan objek (pakaian, potongan rambut, simbol-simbol) serta cara berbicara (intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara). Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan katakata. Komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita 30 mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna pada orang lain. Pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga berlaku tidak universal, melainkan terkait oleh budaya. Para ahli sepakat bahwa dimana, kapan dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini dipelajari dan karenanya dipengaruhi konteks dan budaya. Dalam proses nonverbal yang relevan dengan komunikasi antarbudya terdapat tiga aspek yaitu, perilaku nonverbal yang berfungsi sebagai bahasa diam, konsep waktu dan penggunaan dan pengaturan ruang. Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku nonverbal ini, akan tetapi yang berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan. Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi nonverbal merupakan suatu produk budaya. Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi nonverbal mempunyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang nonverbal dan respon-respon yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna karena orang mempunyai pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi dan 31 mengarahkan pengalaman-pengalaman itu, dan oleh karenanya budaya juga mempengaruhi dan mengarahkan kita bagaiman kita mengirim, menerima, dan merspon lambang-lambang nonverbal tersebut. Knaps dalam Rakhmat (1985 : 303) mengatakan bahwa yang penting diketahui dalam pesan nonverbal adalah tinjauan psikologis terhadap peranan pesan dalam perilaku komunikasi. Rakhmat juga menyebutkan enam alasan mengapa pesan noverbal sangat penting yaitu: - Faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. - Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal. - Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relativ bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan. - Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. - Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan nonverbal. - Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Prilaku nonverbal bersifat spontan, ambigu sering berlangsung cepat, dan diluar kesadaran atau kendali. Pada komunikasi nonverbal, banyak digunakan tanda-tanda yang tidak jelas. Tanda-tanda itu berupa bentuk ekspresi wajah 32 tertentu bisa berarti penggunaan rasa sakit, namun bisa berarti pula kegembiraan yang luar biasa. Bahasa nonverbal merupakan penekanan dari bahasa verbal yang telah diucapkan serta lisan serta diperkuat dengan gerak tubuh. Komunikasi nonverbal sangat berpengaruh jika dalam menyampaikan sesuatu kemudian susah untuk dimengerti, maka diperkuat dengan isyarat sehingga komunikan bisa terbantu dalam mendefenisikan maksud yang diterima oleh komunikator. Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman dalam Mulyana (2007) menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata,yakni sebagai : - Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan dapat mengatakan, ”Saya tidak sungguhsungguh.”illustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan. - Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan. 33 - Affect Display. Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang. Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Ekman, 1956; Knapp, 1956 (Devito 2011 : 193) mendefenisikan enam fungsi utama komunikasi nonverbal yaitu: Untuk menekankan. Komunikasi nonverbal digunakan untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. Untuk melengkapi (complement). Komunikasi nonverbal digunakan untuk memperkuat warna atau sikap yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. Untuk menunjukkan kontradiksi. Secara tidak sengaja komunikasi nonverbal mempertentangkan pesan verbal kitra dengan gerakan nonverbal. Untuk mengatur. Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan kita untuk mengatur arus pesan verbal. Mengerutkan bibir, mencondongkan badan kedepan atau membuat gerakan tanganuntuk menunjukkan bahwa kita ingin mengatakan bahwa sesuatu yang merupakan contoh dari fungsi ini. 34 Untuk mengulangi. Kita juga dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal. Milanya mengatakan pernyataan verbal “apa benar?” dengan mengangkat alis mata dan lain sebagainya. Untuk menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dapat menggantikan pesan nonverbal. Misalnya mengatakan “tidak” dengan menggeleng-gelengkan kepala tanpa mengeluarkan kata-kata. Menurut Tubbs and Moss (1996), sistem komunikasi nonverbal berbeda dari satu budaya ke budaya lain seperti juga sistem verbal. Di beberapa negara, suatu anggukan kepala berarti ”tidak”, di sebagian negara lainnya, anggukan kepala sekedar menunjukkan bahwa orang mengerti pertanyaan yang diajukan. Petunjuk-petunjuk nonverbal ini akan lebih rumit lagi bila beberapa budaya memperlakukan faktor-faktor nonverbal seperti penggunaan waktu dan ruang secara berbeda. Isyarat-isyarat vokal seperti volume suara digunakan secara berbeda dalam budaya-budaya yang berbeda, begitu juga dengan ekspresi emosi. Oleh karena itu, komunikasi nonverbal dapat dikatakan komunikasi yang paling jujur karena bersifat spontan, susah untuk dikendalikan dan terjadi diluar kesadaran kita. F. Perilaku Komunikasi Proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih akan menghasilkan efek yang berupa perubahan prilaku. Perubahan prilaku ini bisa saja menjadi posotif atau negatif. 35 Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. dalam bukunya “Prilaku Manusia” menguraikan prilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki harus di letakkan pada kaki lain. Jika seseorang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan berprilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal, sebenarnya prilaku ada dibalik tirai tubuh, didalam tubuh manusia. Natoatmojo (2003 : 114) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prilaku manusia adalah semua kegiatan manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar. Skinner (1983) seoarang ali psikologi, merumuskan bahwa prilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena prilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organism tersebut merespon, maka teori Skinner disebut teori “S-O-R” atau StimulusOrganisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua proses: 1. Respondent respon atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut electing dtimulus karena menimbulkan respon-respon yang relatif sama. Respon ini juga mencakup prilaku emosional misalnya mendengar berita musibah kemudian menjadi sedig atau menangis. 2. Operant respon atau instrumental, yakni respon yang timbul dan berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang 36 tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang mahasiswa melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugas) kemudian diangkat menjadi asisten dosen (stimulus baru), maka mahasiswa tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka prilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Prilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain. Prilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan. Setiap kegiatan komunikasi diharapkan pesan yang disampaikan bisa mengerti serta berpengaruh terhadap sikap, prilaku dan pengetahuan penerima. Jika diambil rumusan Berlo mengenai proses komunikasi yang melibatkan empat komponen yaitu: source, massage, channel, dan receiver, maka prilaku komunikasi menyangkut sikap sumber terhadap penerima dan sebaliknya saluran apa yang cenderung digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu, serta bagaimana memperlakukan pesan tersebut, apakah sumber penerima mennggapi pesan ini secara keseluruhan dan bersungguh-sungguh atau sebaliknya. 37 Konsep diri menjadi salah satu hal yang penting bagi seseorang dalam berprilaku. William D. Brodus (Rakhmat, 1996 : 99) mendefenisikan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan kita tentang diri kita, baik bersifat psikologis, sosial maupun fisis. Orang lain dan kelompok atau komonitas menjadi faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri. Pengaruh konsep diri terhadap prilaku komunikasi interpersonal kita didorong oleh faktor-faktor (Rakhmat, 1996 : 104): Konsep yang dipenuhi sendiri, kecenderungan untuk bertigkah laku sesuai dengan konsep diri. Membuka diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau menjelaskan prilaku kita dimasa kini. Percaya diri (self confidance). Communication apprehension atau ketakuakan untuk melakukan komunikasi sedikit banyaknya disebabkan kurangnya percaya diri, atau keraguan akan kemampuan sendiri. Selektivitas, Anita Taylor (Rakhamat, 1996 : 109) menyatakan konsep diri mempengaruhi kepada pesan, apa kita bersedia membuka diri, bagaiman kita mempersepsikan pesan itu, dan apa yang kita ingat. 38 G. Peran Komunikasi Dalam Mempermudah Akulturasi Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat lokal. Kecakapan komunikasi penduduk lokal yang diperoleh pada gilirannya akan mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat lokal. Dan informasi tentang komunikasi transmigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola akulturasinya. Potensi akulturasi seorang transmigran sebelum bertransmigrasi dapat memepermudah akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat lokal. Adapun faktor-faktor yang menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut: 1. Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya lokal; 2. Usia pada saat bertransmigrasi; 3. Latar belakang pendidikan 4. Beberapa karakteristik kepribadian, seperti suka bersahabat dan toleransi; 5. Engetahuan tentang budaya lokal sebelum bertransmigrasi. Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang transmigran memasuki budaya lokal. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama transmigran mengadakan kontak langsung dengam sistem sosio-budaya lokal. Semua kekuatan akulturatif-komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak maju menuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna. 39 Jika seorang transmigran ingin mempertinggi kapasitas akulturasinya dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya lokal, kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan masyarakat lokal. Karena proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan menarik” antara seorang transmigran dan lingkungan masyarakat lokal. Maka transmigran tak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian. Tapi anggota-anggota masyarakat lokal dapat mempermudah akulturasi transmigran dengan menerima pelaziman budaya asli transmigran, dengan memberikan situasisituasi komunikasi yang mendukung kepada tranmigran, dan dengan menyediakan diri secara sabar untuk berkomunikasi antarbudaya dengan transmigran. Masyarakat lokal dapat lebih aktif membantu akulturasi transmigran dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program latihan tersebut harus membantu transmigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi. H. Komunikasi dan Akulturasi Manusia adalah makhluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatankekuatan sosial dan budayanya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek terpenting dan paling mendasar. Kita belajar banyak hal lewat 40 respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. Kita harus menyandi dan menyandi balik pesan-pesan. Dengan cara itu, pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima dan direspons oleh individu-individu yang berinteraksi dengan kita. Bila hal tersebut dilakukan, kegiatan-kegiatan komunikasi berfungsi sebagai alat utama untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi merupakan alat utama kita untuk memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat komunikasi kita menyesuaikan diri dan berhubungan dengan lingkungan kita, serta mendapatkan keanggotaan dan rasa memiliki dengan berbagai kelompok sosial yang mempengaruhi kita. Komunikasi sebagai pembawa sosial adalah alat yang manusia miliki untuk mengatur, menstabilakan dan memodifikasi kehidupan sosialnya. Proses sosial ini bergantung pada penghimpunan, pertukaran dan penyampaian pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi, Peterson, Jensen dan Rivers, dalam Mulyana (2000;137). Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan (budaya) komunikasi dimulai pada awal kehidupan. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan kedalam sistem saraf dan menjadi bagian kepribadian dan prilaku kita. Proses belajar yang terinternalisasi ini memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola demikain oleh individu-individu ini disebut enkulturasi. 41 Didalam suatu proses perkawinan budaya melahirkan budaya baru sebagai konsekuensinya seseorang yang baru lahir misalnya, maka anak ini akan terenkulturasi dalam kebudayaan tertentu dan memasuki suatu budaya baru. Sebagai transmigran, ia akan menggunakan berbagai cara untuk dapat menyesuaikan diri dengan segala prilaku masyarakat dan pola-pola budaya masyarakat setempat. Proses penyesuaian diri ini haruslah dengan cara yang teliti dan cermat sehingga tidak menimbulkan goncangan budaya yang dapat merugikan. Tidaklah mudah memahami prilaku-prilaku kehidupan yang sering tidak diharapkan dan tidak diketahui masyarakat lokal, transmigran harus menghadapi banyak aspek kehidupan yang asing. Asumsi-asumsi budaya tersembunyi dan respons-respons yang telah terkondisikan menyebabkan banyak kesulitan kognitif, afektif dan prilaku dalam penyesuaian diri dengan budaya yang baru. Bagi masyarakat pendatang, pola budaya kelompok yang dimasukinya bukanlah merupakan hal yang lazim tapi suatu topik penyelidikan yang meragukan, bukan suatu alat untuk lepas dari situasi-situasi problematik tapi merupakan suatu situasi problematik yang sulit dikuasai. Meskipun demikian, hubungan budaya dan individu, seperti yang terlihat pada proses enkulturasi membangkitkan kemampuan manusia yang besar untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa proses enkulturasi kedua yang terjadi pada transmigran ini biasanya disebut akulturasi (acculturation). Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dari kultur lain. 42 Seperti yang dikatakan Young yun Kim (dalam Devito 1997: 479) bahwa ”sebab terjadinya perubahan yang praktis satu arah ini adalah perbedaan jumlah pendatang dengan jumlah masyarakat lokal”. Menurut Kim, penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Transmigran yang datang dari kultur yang mirip dengan kultur masyarakat lokal akan terakulturasi lebih mudah dan juga faktor kepribadian misalnya, berpkiran terbuka merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada proses akulturasi. Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan transmigran untuk menyesuaikan diri dengan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoritis mungkin terjadi. Pada akhirnya, bukan hanya system sosio-budaya transmigran, tetapi juga system sosio-budaya pribumi yang mengalami perubahan sebagai akibat kontak antar budaya yang lama. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seseorang transmigran. Sebagaimana masyarakat lokal memperoleh pola-pola budaya lokal lewat komunikasi, seorang transmigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain dan itu dilakukan lewat komunikasi. Dalam proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan menyakitkan. Dari beberapa kasus, bahasa asli transmigran sengat berbeda dengan bahasa asli masyarakat lokal. Bila kita memandang akulturasi sebagai proses mengembangkan kecakapan komunikasi dalam system sosio-budaya masyarakat lokal. Melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang terus-menerus dan beraneka ragam, 43 seorang transmigram secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadapi lingkungannya. Kecakapan komunikasi yang telah diperoleh transmigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya. Kecakapan transmigran dalam berkomunikasi akan berfungsi sebagai seperangkat alat penyesuaian diri yang membantu transmigran dalam memenuhi kebutuhankebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan kelangsungan hidup dan kebutuhan akan rasa memiliki serta harga diri. Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melaui komunikasi seorang transmigran yang diperolehnya, sehingga pada gilirannya menunjukkan derajat akulturasi transmigran tersebut. I. Potensi Akulturasi Potensi akulturasi seorang transmigran sebelum bertransmigrasi dapat mempermudah akulturasi yang dialaminya akulturasi yang dialaminya dalam masyarakat lokal. Berikut ini potensi akulturasi ditentukan oleh beberap faktorfaktor yaitu: 1. Amalgamasi 2. Toleransi 3. Kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi 4. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan 5. Usia pada saat berimigrasi 6. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaanya. 44 Perkawinan campuran (amalgamation) merupakan faktor yang paling menguntungkan bagi kelancaran proses akulturasi. Hal ini terjadi, apabila seorang warga dari etnis tertentu menikah dengan warga etnis lain, baik itu terjadi antar etnis minoritas dengan mayoritas ataupun sebaliknya. Keadaan seperti ini dapat pula terjadi pada masyarakat yang dikunjungi. Proses akulturasi dipermudah dengan adanya perkawinan campuran dan memerlukan waktu waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan kerena antara transmigran dengan masyarakat yang dikunjungi terdapat perbedaan-perbedaan ras dan kebudayaan. Transmigran pada mulanya tidak menyetujuiperkawinan campuran dan ini memperlambat proses akulturasi. Seiring berjalannya waktu, transmigran biasanya mempeistri wanitawanita warga masyarakat yang ia kunjungi. Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri hanya mungkin tercapai dalam suatu akomodasi. Apabila toleransi tersebut mendorong terjadinya komunikasi, maka faktor tersebut dapat mempercepat terjadinya akulturasi dan asimilasi. Adanya kesempatan-kesempatan yang seimbang dibidang ekonomi bagi berbagai etnis masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda dapat mempercepat terjadinya proses akulturasi. Pengetahuan akan persamaan unsur-unsur pada kebudayaan-kebudayaan yang berbeda, akan lebih mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Suatu penelitian yang mendalam dan luas terhadap kebudayaan-kebudayaan khusus (sub-cultures) di Indonesia akan memudahkan asimilasi antara suku-suku bangsa (ethnic-groups) yang menjadi pendukung 45 masing-masing kebudayaan khusus tersebut. Hasil-hasil penelitian yang mendalam dan luas tersebut akan menghilangkan prasangka-prasangka yang semula mungkin ada antara pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut. Lamanya transmigran menempati suatu daerah, lambat laun terenkulturasi oleh budaya masyarakat lokal dan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masyarakat yang lain dimana masing-masing mengakui kelemahan dan kelebihannya akan mendekatkan masyarakat-masyarakat yang menjadi pendukung kebudayaan-kebudayaan tertentu. Apabila ada prasangka, maka hal demikian akan jadi penghambat bagi berlangsungnya proses akulturasi dan asimilasi. 46 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Muna secara geografis terletak pada 04o15 05o15 Lintang Selatan dan 122o30 123o15 Bujur Timur , dengan batas wilayahnya : Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Kabaena Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Tiworo dan Kabupaten Kendari Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton Sebagai salah satu Kecamatan yang berada di Kab. Muna, Kabangka ini merupakan Kecamatan yang terbentuk dari pemekaran Kecamatan Kabawo pada tahun 2003. 47 Seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kian berkembang dengan pesat, begitu pula daerah-daerah yang ada di negri kita ini. Masyarakat semakin pandai dalam menerima dan mengelola informasi yang mereka terima baik itu yang bersifat politik, sosial, budaya maupun dibidang ilmu pengetahuan lainnya. Walaupun berada di pedesaan, bukan berarti mereka tidak mengetahui perkembangan yang ada. Begitu pula dengan masyarakat yang ada di Kecamatan Kabangka pun mengalami pertumbuhan yang pesat terutama dibidang ekonomi. Peningkatan dibidang ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ini telah membawa dampak yang positif bagi perubahan prilaku masyarakat diberbagai kalangan dan lapisan sosial di desa-desa di Kecamatan Kabangka, khususnya di desa Sarimulyo dan desa Wakobalu agung. Kedatangan etnis Jawa di Kecamatan Kabangka ini perlahan-lahan membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat lokal baik itu dari segi material maupun ilmu pengetahuan terutama dibidang pertanian yang tidak menutup kemungkinan, pada akhirnya nanti penduduk lokal (etnis Muna) akan kehilangan identitas budayanya. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabangka merupakan sebuah Kecamatan yang terdiri dari 9 desa. Sebagai unit pemukiman, secara administratif Kecamatan Kabangka ini berada di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan jarak 40 km dari ibukota Kabupaten Muna. Penduduk di Kecamatan Kabangka terdiri dari dua etnis besar yakni orang Muna dan Jawa, disamping transmigrasi asal Bugis yang merupakan pendatang 48 yang juga bermukim di Kecamatan Kabangka. Adapun akifitas ekonomi bergerak dibidang pertanian dan perdagangan. Kecamatan Kabangka ini dipimpin oleh seorang camat dan di bantu oleh beberapa staf untuk mengatur dan menjalankan roda pemerintahan di Kecamatan Kabangka. Kecamatan Kabangka terdiri dari 9 Desa, dan dua diantaranya desa Sarimulyo dan desa Wakobalu Agung. 1. Keadaan Geografis Kecamatan Kabangka Secara geografis Kecamatan Kabangka berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kontukowuna Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabawo Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabawo Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tikep dan Kecamtan Pajala. Kecamatan Kabangka yang terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 103,62 km2, dengan jumlah penduduk 8.157 jiwa dan dua desa diantaranya merupakan lokasi penelitian yaitu Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung. Desa Wakobalu Agung memiliki luas 35,58 km2 dengan jumlah penduduk 1712 jiwa dengan jumlah 356 KK yang terdiri dari etnis Jawa 332 KK dan etnis Muna 24 KK sedangkan desa Sarimulyo dengan luas wilayah 31,54 km2 yang dihuni 1.516 jiwa yang terdiri dari 349 KK yang tiap KKnya terdiri dari etnis Jawa 282 KK dan etnis Muna 67 KK berada 49 didataran rendah. Adapun desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo masing-masing terdiri dari lima dusun sebagai berikut: Tabel 4.1 Jumlah Dusun yang Berada di Desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo Desa Wakobalu Agung Desa Sarimulyo Dusun Pua Jaya Dusun Sidorejo Dusun Cendana Juru Dusun Sukowono Desa Wakobalu Agung ini terdiri dari dua dusun, dimana dusun Pua Jaya, dan dusun Cendana Juru merupakan dusun yang mayoritas penduduknya merupakan masyarakat lokal (etnis Muna). Sedangkan di desa Sarimulyo yang terdiri dari dua dusun yakni dusun Sidorejo dan dusun Sukowono yang dihuni oleh kedua etnis (etnis Jawa dan etnis Muna), dimana masyarakatnya sudah saling berbaur dan hidup bersama dalam satu lokasi yang sama. Desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo ini merupakan 2 desa dari 9 desa yang mayoritas dihuni oleh etnis Jawa yang tinggal dan menetap yakni berasal dari Jember, Jawa Timur tetapi ada juga yang berasal dari, Trenggalek, Madura, dan Kalaten. 2. Keadaan Demografi Kecamatan Kabangka Penduduk merupakan faktor yang sangat penting, artinya dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Faktor penduduk menempati 50 posisi yang paling utama karena kegiatan pembangunan ini merupakan suatu usaha yang bersumber dan dilakukan oleh penduduk yang bersangkutan, baik itu yang sifatnya sebagai subjek maupun sebagai objek dari pembangunan. Dengan kata lain berhasil tidaknya pembangunan pada suatu daerah terletak pada sampai sejauh mana partisipasi masyarakatnya. Data penduduk di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo sesuai laporan pendataan penduduk menurut jenis kelamin dan tingkat umur dapat dilihat pada table dibawah ini yaitu: Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Umur Dan Jenis Kelamin Di Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung A. Jumlah Penduduk di Desa Wakobalu Agung Jenis Kelamin (Orang) Laki – Perempuan laki a. b. c. d. 1. 0 – 12 bln 2 3 2. 13 bln – 4 tahun 50 52 3. 5 – 6 tahun 26 30 4. 7 – 12 tahun 90 90 5. 13 – 15 tahun 60 43 6. 16 – 18 tahun 54 46 7. 19 – 25 tahun 127 121 8. 26 – 35 tahun 160 149 9. 36 – 45 tahun 129 114 10. 46 – 50 tahun 68 57 11. 51 – 60 tahun 57 67 12. 61 – 75 tahun 58 41 13. Lebih dari 76 tahun 7 11 Jumlah 888 824 Sumber: Papan Informasi Desa Wakobalu Agung No. Golongan Umur 51 Jumlah (Org ) e. 5 102 56 180 103 100 248 309 243 125 124 99 18 1712 Berdasarkan tabel diatas menggambarkan bahwa tinggat umur yang paling banyak adalah 26 – 36 tahun yaitu 309 jiwa yang terdiri dari 160 orang laki-laki dan 149 orang perempuan, kemudian urutan kedua dilanjutkan oleh kelompok umur 19 – 25 tahun sebanyak 248 jiwa yang terdiri dari 127 orang laki-laki dan 121 orang perempuan, lalu urutan ketiga kelompok umur 36 – 45 tahun berjumlah 243 jiwa yang terdiri 129 orang laki-laki dan 114 orang perempuan, kemudian urutan keempat kelompok umur 7 – 12 tahun berjumlah 180 jiwa yang terdiri dari 90 orang laki-laki dan 90 orang perempuan, kemudian urutan kelima, kelompok umur 46 – 50 tahun berjumlah 125 jiwa yang terdiri dari 68 orang laki-laki dan 57 orang perempuan, lalu urutan keenam kelompok umur 51 – 60 tahun berjumlah 124 jiwa yakni 57 orang laki-laki dan 67 orang perempuan, kemudian urutan ketujuh kelompok umur 13 – 15 tahun sebanyak 103 jiwa yakni 60 orang laki-laki dan 43 orang perempuan, kemudian urutan kedelapan kelompok umur 13 bulan – 4 tahun berjumlah 102 jiwa yang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 52 perempuan, kemudian urutan kesembilan kelompok umur 16 – 18 tahun berjumlah 100 jiwa yang terdiri 54 orang laki-laki dan 46 orang perempuan, kemudian urutan kesepuluh kelompok umur 61 – 75 tahun sebanyak 99 jiwa yang terdiri dari 58 orang laki-laki dan 41 orang perempuan, lalu urutan kesebelas kelompok umur 5 – 6 tahun sebanyak 56 jiwa yang terdiri dari 26 orang laki-laki dan 30 orang perempuan, kemudian urutan keduabelas adalah kelompok umur 76 tahun keatas yang berjumlah 18 jiwa yang terdiri dari 7 orang laki-laki dan 11 orang perempuan dan kelompok terakhir yang paling sedikit jumlahnya ditempati oleh kelompok usia 0 – 12 bulan yaitu berjumlah 5 jiwa yang terdiri dari 2 laki-laki 52 dan 3 perempuan. Dengan melihat gambaran jumlah penduduk diatas bahwa jumlah laki-laki adalah 888 jiwa, lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah perempuan yang hanya berjumlah 824 jiwa sehingga memiliki selisih yang tidak beda jauh, hanya berjumlah 64 jiwa saja. B. Jumlah penduduk Desa Sarimulyo No. Umur Pria Wanita Jumalah 1. 0 – 4 tahun 159 135 294 2. 5 – 14 tahun 162 134 296 3. 15 – 24 tahun 186 146 332 4. 25 – 54 tahun 172 126 298 5. 55 tahun keatas 168 128 296 847 669 1.516 Jumlah Sumber: Papan Informasi Desa Sarimulyo Berdasarkan daftar tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat umur yang paling banyak adalah kelompok umur 15 – 24 tahun, kemudian kemudian kelompok umur 25 – 54 yaitu sebanyak 298 jiwa, sedangkan kelompok umur 5 – 4 tahun dan kelompok umur 55 tahun keatas memiliki jumlah yang sama berjumlah 296 jiwa dan kelompok umur 0 – 4 tahun memiliki jumlah yang paling kecil yakni 294 jiwa. Table tersebut menggambarkan bahwa penyediaan potensi manusia sebagai sumber tenaga kerja memiliki prospek kerja yang cerah dimana usia 15 – 24 tahun merupakan usia produktif untuk bekerja. Dengan melihat jumlah penduduk diatas menggambarkan bahwah jumlah wanita 669 jiwa lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pria 847 jiwa sehingga memiliki selisih sebanyak 178 jiwa. 53 Jadi dapat disimpulkan bahwa, desa Wakobalu Agung mempunyai jumlah penduduk yang lebih banyak jika dibandingkan desa Sarimulyo. Jika melihat dari segi tingkat pendidikan penduduk di desa Wakobalu Agung secara menyeluruh dapat dilihat pada table dibawah ini: Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Tahun 2011 a. Tingkat Pendidikan di desa Wakobalu Agung No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persen 1. Tidak sekolah 190 11,1 % 2. Tidak Tamat 294 17,17% 3. SD 454 26, 51% 4. SLTP 269 15,71% 5. SLTA 425 24,87% 6. Perguruan tinggi 80 4,67% 1712 100% Jumlah Sumber : Papan Informasi Desa Wakobalu Agung Dari daftar tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SD yang terbanyak berjumalah 454 jiwa atau 26,51 persen, kemudian SLTA berjumlah 425 jiwa atau 24,87 persen, kemudian tidak tamat berjumalah 294 jiwa atau 17,17 persen sedangkan SLTP Berjumlah 269 jiwa atau 15,71 persen kemudian tidak bersekolah berjumlah 190 jiwa atau 11,1 persen dan terakhir yang memiliki jumlah paling sedikit adalah tingkat pendidikan perguruan tinggi yakni berjumlah 80 jiwa atau 4,67 persen. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat 54 di desa Wakobalu Agung ini mempunyai kesadaran yang sangat baik untuk menuntut pendidikan walaupun hanya setingkat SLTA yang memiliki urutan kedua setelah SD. b. Tingkat pendidikan di desa Sarimulyo No. Tingkat pendidikan Jumlah Persen 1. Tidak sekolah 415 27, 3 % 2. Tidak Tamat 150 9,9 % 3. SD 425 28,0 % 4. SLTP 255 16, 8 % 5. SLTA 230 15, 2 % 6. Perguruan tinggi 41 2,7 % 1.516 100% Jumlah Sumber : Papan Informasi desa Sarimulyo Dari daftar tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SD yang terbanyak yakni berjumlah 425 jiwa atau sekitar 28,0 persen, kemudian menyusul Tidak Sekolah berjumlah 415 jiwa atau 27,3 persen lalu SLTP dengan 255 jiwa atau 16,8 persen, SLTA berjumlah 230 jiwa atau 15,2 persen menyusul Tidak tamat berjumla 150 jiwa atau 9,9 persen dan terakhir Perguruan Tinggi berjumlah 41 jiwa atau 2,7 persen. Dengan melihat angka-angka dari tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sarimulyo masih sangat minim, dimana sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk tidak bersekolah karena mereka lebih memilih untuk mengolah lahan pertanian untuk menghidupi keluarganya. Minimnya pengetahuan tetang pendidikanlah 55 yang menyebabkan sehingga mereka lebih memilih untuk tidak bersekolah. 3. Potensi Ekonomi Daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki struktur tanah yang subur, dimana kekayaan yang dimiliki oleh daerah ini baik yang sudah diolah maupun yang belum diolah yang merupakan kebutuhan bagi penduduk baik dimasa sekarang dan dimasa akan datang. Peranan potensi sangat menentukan tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan suatu daerah bila digarap seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan, tetapi pengolahan tersebut ditentukan juga oleh tingkat pengetahuan suatu daerah serta partisipasi masyarakat yang sangat mendukung. Perlu pula diketahui bahwa dalam pengolahan alam ini harus memperhatikan alam disekitarnya atau dengan kata lain pembangunan yang berwawasan lingkungan, agar pembangunan tersebut tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan dampak yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, kerjasama pemerintah setempat dengan masyarakat sangat diperlukan untuk membangun daerah di Kecamatan Kabangka ini. Tabel 4.4 Jenis Tanaman Komoditi di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Tahun 2012 No. Desa Wakobalu Agung Desa Sarimulyo 1. Coklat Coklat/kakao 2. Jeruk Jeruk 3. Pepaya Pisang 4. Pisang Sayur-sayuran 56 5. Sayur-sayuran Tanaman pangan dan Holtikultura. Sumber: Papan Potensi Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Dari gambaran tabel diatas menunjukkan bahwa jenis komoditi yang dikelola atau dikerjakan masyarakat di Desa wakobalu Agung adalah coklat, jeruk papaya, pisang dan sayur-sayuran sebagai hasil pertanian dan perkebunan begitu pula dengan masyarakat di Desa Sarimulyo sebagai hasil mata pencaharian dalam bidang pertanian dan perkebunan. 57 Tabel 4.5 Jumlah Mata Pencaharian Di Desa Sarimulyo dan Desa Wakobalu Agung a. Mata Pencaharian di Desa Wakobalu Agung No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Petani/perkbunan 880 2. Pedagang/industry kecil 382 3. Pegawai 59 4. Tukang (batu & kayu) 70 Jumlah 1391 Sumber: Kantor Desa Wakobalu Agung Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa sektor petani menempati jumlah terbanyak yaitu 880 orang, menyusul pedagang sebanyak 382 orang, kemudian tukang (batu/kayu) sebanyak 70 orang, sedangkan pegawai memiliki jumlah sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang lainnya yakni 59 orang. b. Mata Pencaharian di Desa Sarimulyo No. Mata Pencaharian Jumlah Persen 1. Petani 1.039 92,7 % 2. Pedagang 54 4,8 % 3. Pegawai 12 1,1 % 4. Tukang (batu & kayu) 16 1,4 % 1.121 100 % Jumlah Sumber: Kantor Desa Sarimulyo 58 Sama seperti desa Wakobalu Agung tabel diatas menggambarkan bahwa sektor pertanian menempati jumlah yang paling besar yaitu berjumlah 1.039 jiwa atau 92,7 % kemudian pedagang berjumlah 54 jiwa atau 4,8 % , lalu kemudian tukang (batu/kayu) berjumlah 16 jiwa sedangkan pegawai memiliki jumlah yang sangat kecil yakni hanya 12 jiwa. B. Aspek Kelembagaan dan Aspek Budaya di Kecamatan Kabangka Aspek Kelembagaan Dalam aspek kelembagaan diwilayah Kecamatan Kabangka beberapa dalam bentuk swadaya maupun gotong-royong dari masyarakat antara lain sebagai berikut: 1. Lembaga pemerintahan yang tediri atas satu kantor camat, satu kantor polisi, dan 9 kantor desa. 2. Lembaga desa, yaitu Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). 3. Organisasi kepemudaan yakni Karangtaruna yang berada dimasingmasing desa. 4. Lembaga Kesehatan yang meliputi, PUSKESMAS, PUSTU (Puskesmas pembantu), dan POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu). 5. Lembaga Pendidikan , yang terdiri dari 2 taman Kanak-Kanak (TK), 15 buah Sekolah Dasar (SD), 2 buah SLTP, 1 Tsanawyah serta 1 SLTA. 6. Lembaga Agama berupa satu buah Kantor Urusan Agama (KUA). 59 7. Lembaga Ekonomi berupa satu buah Pasar, 2 Usaha Dagang Kakao dan satu buah Koperasi Unit Desa (KUD). Aspek Budaya dan Adat Istiadat Keadaan adat-istiadat di Kecamatan Kabangka pada dasarnya tidak terlalu meningkat, dalam artian masyarakat setempat tidak terlalu fanatik dengan kebiasaan turun-temurun, walaupun tidak pula meninggalkannya. Hal tersebut terjadi seiring masuknya pengaruh dari luar yang tentunya melalui beberapa pertimbangan tentang mana yang harus diterima dan yang mana tidak layak diterima. Disetiap daerah pasti memiliki adat-istiadat yang berbeda-beda, beigtu pula halnya di Kec. Kabangka yang masih saat ini masih sering dilakukan oleh penduduk setempat (etnis Muna) seperti acara “kaago-ago” (mengusir roh-roh jahat) yang dilakukan para petani sebelum membuka lahan baru saat berkebun. Para petani di Muna umumnya memakai cara "tebang dan bakar" untuk pertanian. Saat ini, masyarakat Muna terbagi atas beberapa kelas, yaitu Kaoem (bangsawan kelas atas), Wakale (bangsawan kelas bawah), dan Mardeka (rakyat jelata), diikuti oleh kelas budak dan keturunan merka. Masing-masing kelas memiliki hak-hak istimewa tertentu, perhiasan, pakaian, dan lagu. Dalam prosesi penikahan, bila pasangan muda-mudi Muna bertunangan, keluarga pengantin membayar kepada keluarga Si gadis. Pembayaran tambahan juga dilakukan pada saat pesta pernikahan. Nilai mahar tergantung pada tingkatan sosial dari pengantin. Sebelum perkawinan, Si pemuda juga diharuskan bekerja untuk jangka waktu tertentu pada calon mertuanya. Kebiasaan seperti ini 60 memperkuat tingkatan pertunangan yang lebih tinggi. Dahulu, para budak dan turunan mereka tidak diperbolehkan menikah satu sama lain, meskipun mereka bisa hidup bersama. Poligami (memiliki istri lebih dari satu) umum terjadi antar bangsawan, tetapi sekarang tidak lagi dipraktekan. Etnis Muna pada prakteknya merupakan Muslim Sunni, meskipun kepercayan tradisonal masih amat penting, terutama kepercayaan akan roh jahat. Animisme (kepercayaan akan benda-benda non-manusia memiliki roh) dianut oleh suku-suku yang tinggal di daerah terpencil. 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Untuk memperoleh data yang akurat dan dijamin kualitasnya, maka sebelum menentukan subyek/informan penelitian akan dilakukan overview atau penjajakan terhadap anggota masyarakat yang dianggap representative memberikan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya barulah ditentukan subyek/informan yang akan diteliti. Informan awal yang dipilih adalah orang yng dapat membuka jalan untuk menentukan informan berikutnya dan berhenti apabila data yang dibutuhkan sudah cukup. Penelitian ini dilakukan dengan cara dipilih secara sengaja yakni dianggap dapat memberikan informasi terhadap masalah yang akan diteliti, melalui wawancara secara mendalam dengan total informan sebanyak 5 pasangan suami istri yang melakukan perkawinan antar etnis (etnis Jawa dan etnis Muna) yang bertempat tinggal di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo di Kecamatan Kabangka dengan perincian sebagai berikut: Penduduk lokal (etnis Muna) 5 orang. Penduduk Pendatang (etnis Jawa) 5 orang. 62 A.1 Profil Informan Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap 5 (lima) pasangan suami istri yang melakukan perkawinan beda etnis yakni pernikahan antara etnis Jawa dan tnis Muna yang berada di desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna. Berikut data kelima pasangan informan tersebut: Pasangan Informan Pertama Nama : Bapak Amrin Badi Sp.t ( 35 tahun) & Ibu Sriwahyuni(24) Pekerjaan : Kepala Desa dan Ibu Rumah Tangga Usia Penikahan : 4 Tahun Agama : Islam Suku : Jawa dan Muna Pendidikan : Strata 1 Tempat tinggal : Desa Wakobalu Agung, Dusun Cendana Juru Pasangan Informan Kedua Nama : Bapak Bambang ( 37 tahun) & Ibu Masriah (32) Pekerjaan : Guru SMA 1 Kabangka & Pedagang Pendidikan : Strata 1 & SMA Usia Penikahan : 7 Tahun Agama : Islam Suku : Jawa dan Muna Tempat Tinggal : Desa Wakobalu Agung, Dusun Pua Jaya 63 Pasangan Informan Ketiga Nama : Bapak Raharjo ( 39 tahun) & Ibu Handayani (37) Pekerjaan : Polisi & Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA & SMA Usia Penikahan : 14 Tahun Agama : Islam Suku : Jawa dan Muna Tempat Tinggal : Desa Sarimulyo, Dusun Sidorejo Pasangan Informan Keempat Nama : Bapak Agus Sunarioto ( 32 tahun) & Ibu Sumiati (29) Pekerjaan : Pengajar Madrasa & Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA & SMA Usia Penikahan : 8 Tahun Agama : Islam Suku : Jawa dan Muna Tempat Tinggal : Desa Sarimulyo, Dusun Sukowono Pasangan Informan Kelima Nama : Bapak Purwanto ( 32 tahun) & Ibu Wa Ode Siti Saipa (30) Pekerjaan : Petani Coklat & Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA & SMA Usia Penikahan : 10 Tahun Agama : Islam Suku : Jawa dan Muna Tempat Tinggal : Desa Sarimulyo 64 A.2 Hasil Penelitian Berikut ini hasil wawancara penulis mengenai hubungannya pasangan Suami istri yang memiliki perkawinan beda suku dengan masyarakat yang ada di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo. 1. Prilaku komunikasi dalam akulturasi antar etnis pendatang Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka. Hasil wawancara: Pasangan Informan Pertama Informan A Informan pertama, penulis melakukan wawancara kepada Bapak Amrin Badi Sp.t selaku kepala Desa Wakobalu Agung, yang baru 8 bulan menjabat sebagai kepala Desa Wakobalu Agung atau yang sering disebut SPA. Pak Amrin adalah penduduk asli Muna yang tinggal di Kec. Kabangka merupakan seorang alumni Unhas jurusan peternakan yang meraih gelar sarjananya pada tahun 2003. Di Desa Wakobalu Agung, penduduk lokal dan pendatang Jawa hampir seimbang jumlahnya, namun lebih didominasi oleh etnis Jawa yang sebagian besar berasal dari Jember Jawa Timur. Dari dua dusun yang ada di desa ini, semua masyarakatnya sudah berbaur, baik itu etnis Jawa maupun etnis Muna. Mereka tidak lagi tinggal secara berkelompok. Oleh karena itu sering terjadi kebingungan, ketika ada orang luar yang datang di Kec. Kabangka, orang tersebut sulit membedakan mana penduuk lokal dan mana suku Jawa karena antara penduduk lokal dan suku Jawa sudah berbaur. 65 Sebagai kepala desa sudah pasti setiap hari berinteraksi dan berkomunikasi dengan penduduk sekitar desa Wakobalu Agung terlebih lagi dengan penduduk di dusun Cendana Juru. Komunikasi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, setiap harinya berkomunikasi dengan pegawai dikantor membahas masalah pekerjaan, ketika mengadakan musyawarah desa dengan masyarakat, di jalan ketika bertemu dengan suku Jawa saling bertegur sapa, di acara pesta yang diadakan oleh masyarakat misalnya, pesta pernikahan, pesta syukuran, rapat pertemuan dikantor dan tempat-tempat umum. Tema pembicaraan dengan suku Jawa bervariatif. Kadang membahas masalah kebijakan politik dan ekonomi pemerintah, membicarakan masalah pembangunan dan keadaan masyarakat setempat, mebicarakan hal-hal actual yang disiarkan di TV dan radio, membicarakan program-program pemerintah seperti, BLT, PNPMandiri, mengenai subsidi dan kenaikan BBM pada saat ini yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan serta banyak hal yang dibicarakan ketika bertemu dengan suku Jawa. “Masyarakat di desa Wakobalu Agung bukan masyarakat yang terisolir tapi masyarakat yang tahu persis perkembangan Negara kita karena ratarata masyarakat disini memiliki TV. Bahasa yang saya gunakan ketika berkomunikasi biasanya mamakai bahasa Muna, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia tergantung dengan siapa saya berbicara begitu pula masyarakat yang ada di desa Wakobalu Agung ini.” Kepala desa Wakobalu Agung, ketika berkomunikasi bersama dengan suku Jawa menggunkan bahasa Jawa walaupun kadang tidak terlalu fasih, itupun jika dia berkomunikasi dengan orang Jawa yang bahasa Indonesianya kurang Lancar. Jika berkomunikasi dengan penduduk lokal tentunya menggunakan bahasa sendiri dan juga bahasa Indonesia tergantung dengan situasi dan kondisi dimana kita berada. Selama ini hubungan 66 komunikasi dengan suku Jawa berlangsung efektif tidak ada hambatan. Semuanya sesuai dengan yang di inginkan baik yang sifatnya individu atau kelompok. Pendatang yang mayoritas di desa Wakobalu Agung berasal dari suku Jawa, memiliki kebudayaan yang berbeda dengan penduduk setempat. Walaupun berbeda, tidak ada budaya yang menonjol dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mata pencaharian penduduk lokal sebgaian besar disektor pertanian, peternakan dan juga pedagang. Sebagai etnis pendatang, suku Jawa memiliki beberapa kesamaan seperti terlihat pada pembukaan lahan baru saat berkebun. Sama halnya dengan etnis Muna, mereka juga melakukan ritual-ritual tertentu sebelum membuka lahan baru dengan mengadakan ka ago-ago yang dalam istilah suku Muna yang berarti meminta izin kepada roh-roh halus yang menempati tempat tersebut. selain itu fungsi ka ago-ago ini juga untuk mengusir roh-roh jahat yang menghunu tempat tersebut. Ritual ini dipimpin oleh seseorang yang mempunya keahlian khusus (paranormal) atau orang tua yang dituakan dan dianggap mampu dalam menjalankan ritual ini. Namun seiring berjalannya waktu ritual ini dari tahun ketahun sudah jarang dilakukan oleh penduduk lokal karena mungkin acara ritual tradisional seperti ini sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan jaman sekarang sehingga sudah jarang betul dilakukan. Tetapi ritual ini tidak pula ditinggalkan karena masih ada beberapa yang masih mempercayainya. Menyangkut kerja sama di desa Wakobalu Agung sudah merupakan suatu kewajiban untuk saling membantu apalagi menyangkut kepentingan umum, seperti kerja bakti pembersihan lingkungan, mendirikan panggung hiburan setiap 67 17 Agustus, pembersihan lapangan bola pada saat kegiatan sepak bola antar kecamatan diadakan, pada saat kerja bakti, pembuatan WC umum dan sumbangan mesjid mereka dengan suka rela membantu baik berupa moril atau materil. Kerja sama juga bisa dilakukan bila ada yang mau menikah, penduduk setempat membantu mendirikan tenda dan membuat baruga atau ada yang meninggal mereka membantu menggali kuburan. Jelasnya, pendatang suku Jawa di Wakobalu Agung mengerti dan berkorban untuk membangun desa Wakobalu Agung dan Kec. Kabangka. Kerja sama ini dilakukan semata-mata merupakan wujud dari adanya rasa kebersamaan dan kegotong-royongan. Sebelum kepala desa Wakobalu Agung menjabat, pernah terjadi perkelahian antar kelompok anak muda. Perkelahian ini terjadi karena adanya provokasi dari luar yang sengaja ingin membuat keributan di Kec. Kabangka. Masalah ini ditangani langsung oleh kapolsek dan tokoh masyarakat. Di desa Wakobalu Agung dari dahulu sampai sekarang hubungan antar sesama masyarakat berjalan dengan aman dan damai, tidak pernah terjadi konflik antar suku Jawa dan penduduk lokal. Secara pribadi kepala desa Wakobalu Agung tidak pernah punya masalah dengan suku Jawa karena suku Jawa yang ada di desa Wakobalu Agung menghargai kita sebagai penduduk lokal dengan sendirinya tercipta suasana kekeluargaan. Suku Jawa terkenal dengan streotip yang sifatnya lemah lembut, sopan dan halus sehingga mereka mengutamakan keharmonisan dan tepa selira (tenggangrasa). Sedamgka suku Muna terkenal dengan dialeknya yang agak keras, dan jika orang luar yang mendengarnya kasar namun sebenarnya 68 tidak demikian, cuma cara bicaranya penuh dengan tekanan-tekanan, tetapi sebenarnya tidak kasar. Keberadaan etnis pendatang Jawa di desa Wakobalu Agung diterima secara baik tanpa ada masalah, system yang kita gunakan di desa Wakobalu Agung bersifat keterbukaan. Dengan kedatangan suku Jawa dengan sendirinya bisa betukar pikiran, saling bekerja sama seperti sekarang ini penduduk lokal banyak yang meniru tata cara pengolahan lahan pertanian yang modern dan tata cara perdagangan yang lebih baik. Dengan demikian, masyarakat dapat menata kehidupan yang lebih baik sekarang dan yang akan datang. Menurut kepala desa Wakobalu Agung, pada prinsipnya suatu daerah tidak akan berkembang apabila daerah tersebut hanya di tempati oleh satu suku yang tinggal di suatu daerah maka pembangunan dan sumber daya manusianya yang lambat berkembang sebagai akibat kurangnya interaksi dengan orang luar atau kurangnya budaya baru yang masuk didaerah tersebut. Bagi pendatang Jawa, pak desa Wakobalu Agung secara pribadi bisa dikatakan sudah sperti saudara sendiri, hubungan mereka secara psikologi sangat dekat begitupun hubungan sosial dimasyarakat. Informan B Informan kedua, penulis melakukan wawancara dengan istri bapak Bapak Amrin Badi Sp.t selaku Ibu Desa Wakobalu Agung. Tinggal di perumahan dinas yang dahulunya dipakai sebagai gedung sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Beliau bernama Ibu Sriwahyuni, ia merupakan Ibu rumah tangga yang merangkap sebagai istri kepala Desa Wakobalu Agung. 69 “ Saya berasal dari Jember, Jawa Timur dan sudah 19 tahun tepatnya pada tahun 1984 saya datang dan tinggal di Desa Wakobalu Agung. Saya datang di desa ini mengikuti kedua orang tua saya yang bertransmigrasi. Pada saat itu saya masih berusia lima tahun, ketika orang tua saya bertransmigrasi. Ketika saya menikah dengan bapak, saya masih berusia 20 tahun. Kami dijodohkan oleh kedua orang tua kami karena bapak saya merupakan kawan baik dari orang tua suami saya semenjak keluargaku bertransmigrasi. Saat ini kami dikaruniai oleh dua orang Putri. Anak pertama kami berusia 4 tahun dan yang kedua berusia 1 tahun 8 bulan”. Semenjak Ibu Sri bersuamikan seorang kepala desa, secara otomatis komunikasi dengan penduduk setempat semakin intens. Walaupun selama ini Ibu Sri sering berkomunikasi tiap hari dengan masyarakat namun setelah menjabat sebagai istri kepala desa, ia semakin dekat masyarakat khususnya para ibu-ibu di desa ini. Dalam kesehariannya, Ibu Sri sering berbincang-bincang dengan tetangganya mengenai hal-hal seputar kehidupan sehari-hari, membicarakan mengenai resep-resep kue dan makanan, berbicara mengenai arisan yang mereka bentuk, membahas masalah pengajian serta hal-hal yang berhubungan dengan jabatannya sebagai sebuah ibu desa. Sebelum dia melakukan kegiatan, Ibu Sri selalu membicarakan terlebih dahulu dengan Ibu-Ibu lainnya, karena walau bagaimana pun ia tidak boleh mengambil keputusan sepihak. Di desa Wakobalu Agung tidak sulit untuk berkomunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa dan bahsa Indonesia. Bahasa yang Ibu desa gunakan dalam berkomunikasi dengan penduduk lokal adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa Muna biasanya digunakan pada situasi tertentu. “Saya lihat bahasa Muna termasuk bahasa yang sulit dilafalkan butuh proses yang lama untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa Muna mengenai arti bahasa Muna sudah dapat dimengerti ketika penduduk 70 lokal berkomunikasi dengan saya. Namu sekrang ini saya sudah bisa berbahasa Muna dengan baik”. Menurut Ibu desa Wakobalu Agung, bahasa Muna ini sudah jarang yang menggunakannya, generasi sekarang umumnya menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, tinggal orang tua saja yang menggunakan bahasa Muna. Komunikasi dengan penduduk lokal tidak ditemukan hambatan. Mengenai adatistiadat penduduk pendatang lebih menyesuaikan dengan adat-istiadat masyarakat setempat sehingga tidak ada budaya yang dominan di Kecamatan Kabangka ini. Ketika penduduk lokal mengadakan acara pernikahan dengan etnis Jawa, pada saat ijab Kabul pengantin menggunakan adat Muna dengan mengenakan pakaian adat etnis Muna. Setelah resepsi barulah kemudian memakai adat Jawa yang dilengkapi dengan pagar ayu sehingga tidak terkesan mendominasi. Walaupun budaya Jawa agak jauh berbeda dengan budaya lokal, tidak menjadikan kedua etnis ini saling berbeda pendapat. Justru disinilah yang menjadikan ikatan yang memperkuat hubungan kedua belah pihak untuk saling menghargai, bertenggang rasa dan saling bertoleransi sehingga budaya masingmasing tetap terjaga kelestraiannya. Kerjasama yang sering dilakukan di desa Wakobalu Agung dengan penduduk lokal biasanya dalam bidang social, seperti arisan bersama ibu-ibu setempat, mengadakan pengajian dimesjid dengan membentuk majelis ta’lim, mengadakan pelatihan pembuatan kue dan sebagainya. Dengan senag hati, penduduk lokal turut berpartisipasi menyumbangkan moril dan materil begitupula 71 dengan pendatang Jawa, bekerja bersama-sama membangun desa Wakobalu Agung. Dalam bidang ekonomi penduduk lokal bekerja sama dalam pengolahan lahan pertanian dan perdagangan. Kerjasama ini tidak lain dimaksudkan untuk mempererat hubungan baik selain itu dapat saling bertukar pengalaman, juga sebagai tanggung jawab sosial masyarakat. Di desa Wakobalu Agung pernah terjadi dua kali perkelahian anak muda, perkelahian ini dipicu oleh adanya sekelompok anak muda dari daerah lain yang sengaja ingin membuat keonaran di Kec. Kabangka. Waktu itu dua kelompok anak muda saling menyerang dan langsung ditangani pihak kepolisian dan anak muda yang memprovokasi langsung dipenjarakan. Setiap ada masalah di usahakan dengan cara musyawarah dan mufakat kecuali tindakan pidana itu harus ditangani pihak kepolisian, tindak pidana di desa Wakobalu Agung jarang sekali terjadi. Antara penduduk lokal dan suku Jawa tidak ada masalah semua bisa diataur konflik yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik. Ibu desa Wakobalu Agung menilai penduduk lokal berpikiran positif tidak mempermasalahkan setiap orang yang datang dan cepat beradaptasi dengan orang dari luar sehingga orang-orang yang datang tidak mangalami hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi. “Hubungan saya dengan penduduk lokal sangat dekat, bisa dikatakan hubungan saudara terutama dengan para tetangga dan warga-warga disini, begitupula dengan hubungan sosial dimasyarakat”. 72 Ibu desa merasa bersyukur mendapat tempat dihati penduduk lokal, atas dukungan penduduk lokal sehingga bisa mempercayai suaminya menjadi pemimpin di desa Wakobalu Agung. Pasangan Informan ke Dua Informan A Informan ke tiga, Bambang S.Pd berasal dari Jember Jawa Timur, tinggal di dusun Pua Jaya, desa Wakobalu Agung bekerja sebagai staf pengajar di SMA 1 Kec. Kabangka. Pak Bambang sudah lama tinggal di Kecamatan Kabangka, sekitar 27 tahun. Pada awalnya datang di Kecamatan Kabangka karena pada waktu itu kedua orang tuanya ditugaskan sebagai guru SMP di Kecamatan Kabangka. “Saya bisa dikatakan berprofesi ganda, selain sebagai guru, saya juga menjalankan usaha yang bergerak disektor perdagangan, banyak yang dapat dikerjakan selagi kita mau berusaha di Kecamatan Kabangka desa Wakobalu Agung ini. Selain potensi alamnya yang melimpah, terlihat pula disektor pertanian dan perdagangan serta juga posisi Desa Wakobalu Agung yang strategis, tidak begitu jauh dari tempat saya mengajar dan sarana transportasi seperti angkutan umum selalu lalulalang. Jadi memudahkan kita untuk berpergian, sehingga menguntungkan di sektor perekonomian dan memang sangat kondusif, disamping itu juga masyarakatnya mendukung apa yang kita kerjakan. Itu mungkin yang menjadi alasan saya tinggal di Kec. Kabangka dan tidak berniat kembali ke Jawa. Sehari-hari saya berkomunikasi disekitar rumah yakni para tetangga-tetangga, dengan penduduk lokal, disekolah dengan para staf dan guru-guru, di acara pesta, rapat pertemuan dikantor, pada saat pertandingan antar sekolah yang diadakan oleh kecamatan dan ditempat lain saat bertemu saling menegur dan menanyakan kabar. Ada saja yang dibicarakan dengan penduduk lokal ketika kami bertemu, biasanya berhubungan dengan profesi saya sebagai guru yang sering bercerita dengan orang tua siswa, membicarakan berita yang disiarkan diTV. Menurut saya, dalam kehidupan di masyarakat komunikasi perlu karena dapat saling mengenal lebih dekat“. 73 Bahasa yang pak Bambang gunakan dalam berkomunikasi dengan penduduk setempat terkadang dipadukan, biasa memakai bahasa resmi yakni bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan kadang sekali-kali menggunakan bahasa daerah Muna yang dimengerti dan bisa mengucapkannya. Hubungan komunikasi dengan masyarakat sekitar berjalan efektif dan dapat direspon seketika itu juga, sesuai dengan arah pembicaraan. Mengenai kebudayaan, selaku warga pendatang, bapak Bambang menyesuaikan dengan penduduk lokal. “ketika menikah dengan istri saya beberapa tahun yang lalu, sebelum rombongan kami sampai dirumah mempelai wanita, kami disambut dengan ewa wuna yakni semacam silat Muna dengan mengenakan sebilah parang. Kami juga dari pihak mempelai pria tak lupa juga mempersiapkan orang-orang yang nantinya akan melakukan ewa wuna ini sebagai lawan dari ewa wuna dari pihak mempelai perempuan. Ewa wuna ini terdiri dari empat orang yakni dua orang laki-laki dan dua orang perempuan dan Ewa wuna ini merupakan symbol penyambutan terhadap mempelai pria yang akan melakukan ijab Kabul nantinya. Namun tidak semuan perkawinan melakukan adat ini, karena memakan biaya yang agak besar untuk menyewa penduduk yang mahir untuk memainkan Ewa wuna ini. Selain itu acara kesenian ini biasa ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu kehormatan yang berkunjung di kecamatan Kabangka. Beberapa tahun belakangan ini semenjak tahun 2000 acara tersebut sudah jarang ditampilkan. Acara tersebut enak ditonton dan mempunyai ciri khas tersendiri seperti saling melakukan gerakan silat dengan menggunakan parang dan tatapan tajam seolah mereka bersungguh dalam berperang namun sebenarnya itu adalah bagian salah satu penghayatan dari acara tersebut. namun kadang terselip beberapa senyuman jika ada dari beberapa gerakan jika mengalami kesalahan”. Menurutnya acara kesenian seperti ini perlu dilestarikan jangan sampai generasi berikutnya sudah tidak mengenal lagi budayanya sendiri. Sebagai pendatang, pak Bambang merasa perlu mengetahui adat-istiadat penduduk setempat karena kita tinggal disini untuk lebih mempererat rasa persaudaraan. 74 Mengenai kerjasama dengan penduduk lokal, beragam bentuk kerja sama yang biasa dilakukan sehari-hari sesama tetangga, sebagai pengajar disekolah misalnya mengadakan kerja bakti bersama siswa-siswi, kegiatan sosial dan keagamaan misalnya, Maulid Nabi, Halal bi Halal, diacara pesta, berpartisipasi dalam acara 17 agustusan dan kerjasama di sektor ekonomi yaitu perdgangan barang. Kerjasama dilakukan semata-mata untuk kepentingan bersama. Syukur Alhamdulillah sampai saat ini, pak Bambang belum pernah berselisih paham dengan penduduk lokal yang mengarah kepada hubungan yang kurang baik dan jangan sampai terjadi hal semacam itu. Sebagai pendatang pak Bambang, tahu diri bagaimana cara beradaptasi dengan masyarakat dan lingkungan setempat sehingga eksistensinya ke depan baik-baik saja. “Saya menilai, penduduk lokal orangnya transparan, kemudian tidak mempersulit kalau ada orang luar yang datang didaerahnya malah sebaliknya membantu orang yang datang. Jiwa tolong menolongnya patut diteladani, tidak membatasi diri dengan orang dari luar. Jadi, kita kita merasa canggung untuk bergaul dengan mereka. Salah satu faktor yang paling mendasaragi pak Bambang untuk menetap di Desa Wakobalu Agung Kecamatan Kabangka karena penduduk lokal semuanya beragama islam. Dengan memiliki keimanan yang sama dengan mereka selama ini, maka ini akan memudahkan kita menjalin hubungan dengan masyarakt setempat. Kebetulan juga istri saya orang Muna asli, bagi saya perkawinan beda suku tidak menjadi masalah karena dalam keluarga tidak melihat apakah dia penduduk lokal atau bukan. Yang terpenting dalam hal ini adalah kita saling mencintai, menghargai dan hidup bahagia”. “Jadi boleh dikatakan bahwa saya sudah merupakan bagian dari orang Muna. Kedekatan psikologis sudah jelas karena saya pribadi menikah dengan penduduk asli, begitu juga hubungan sosial dimasyarakat, saya pikir tidak ada masalah karena kami saling mengenal satu sama lain”. 75 Informan B Informan keempat, bernama Masriah, seorang ibu rumah tangga, yang tinggal di dusun Pua Jaya, desa Wakobalu Agung. Ibu Masriah merupakan penduduk lokal yang peristri oleh bapak Bambang. Selain menjadi ibu rumah tangga, ia juga membantu suaminya dalam berdangang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Bertetangga dengan etnis Jawa, hubungan dengan tetangga rukun-rukun saja. Setiap harinya Ibu Masriah berinteraksi dan berkomunikasi mengenai kehidupan sehari-hari misalnya sebagai seorang pedagang, Ibu Masriah sering membahas mengenai kenaikan harga barang di pasar, membicarakan cerita sinetron, resep kue dan masakan dengan tetangganya. “Saya biasa juga berkomunikasi diluar rumah, kalau saya keluar atau diacara pesta yang diadakan suku Jawa, ketika ada kematian, arisan sesama istri-istri guru SMA I Kabangka dan di pasar ”. Ibu Masriah secara pribadi tidak mengalami hambatan dalam berkomunikasi, selain ia seorang penduduk lokal yang fasih berbahasa Muna dan bahasa Indonesia, beliau juga sering berinteraksi dengan etnis Jawa, sehingga tidak menyulitkannya dalam berkomunikasi dengan warga pendatang. Bahasa yang sering digunakan, bahasa Indonesia karena Ibu Masriah seorang pedagang yang sering melayani pembeli baik itu dari masyarakat pendatang maupun penduduk setempat dan kadang juga sekali-kali bahasa bahasa Muna tergantung kepada siapa ia berbicara. “Berbicara memngenai budaya, antara etnis Muna dan etnis Jawa agak jauh berbeda baik itu dari bahasa maupun pada tata cara pernikahan. Tetapi dalam prosesi perkawinan ada sedikit kesamaan yakni pada acara pingitan. Itupun budaya etnis Muna memiliki beberapa kerumitan pada saat dipingit. Pingitan yang dilakukan oleh masyarakat Muna yakni, calon 76 pengantin yang akan dipingit dimasukan kedalam suatu ruang yang gelap dan kosong serta tidak boleh ada cahaya sedikitpun, dimana di dalam ruangan tersebut ditutupi oleh beberapa lapis kain sehingga cahaya sekecil apapun itu tidak masuk kedalam ruamgan tersebut. Di dalam ruangan tersebut hanya terdapat calon pengantin dan Pomantoto. Pomantoto ini merupakan seorang nenek yakni tokoh adat yang akan memandu jalannya prosesi berlangsung sampai selesai. Calon pengantin yang sedang dipingit, tidak boleh keluar dari ruangan tersebut selama empat hari empat malam, hanya memakai sehelai sarung berwarna putih dan tidak mengenakan pakaian dalam, tidak boleh bersuara dan berbincang dengan orang lain, pada saat tidur tidak mengenakan bantal sebagai pengganti bantal calon pengantin akan tidur diatas pucuk pohon pinang, tidak boleh buang air besar dan hanya diberi makan ketupat dan telur rebus, itupun cuma setengahnya saja. Sedang budaya pingitan pada etnis Jawa yakni calon pengantin hanya tidak diperbolehkan keluar rumah dan bertemu dengan calon pengantin sampai pada acara Ijab Qabul dilaksanakan”. Masyarakat pendatang juga sekarang cenderung menggunakan budaya Muna pada acara pernikahan. Bila ada penduduk lokal yang menikah dengan suku Jawa, adat yang dipakai itu biasanya mengikuti adat suku Muna, namun tidak jarang mereka memadukan kedua budaya tergantung kesepakatan kedua belah pihak keluarga, tetapi kadangkala etnis Jawa lebih menyesuaikan dengan penduduk lokal. Kerjasama Ibu Masriah dengan suku Jawa biasanya meminta tolong membantu pekerjaan rumah yang tidak sanggup dikerjakan sendiri seperti ketika sedang mengadakan sebuah acara begitupun sebaliknya “yang namanya kita bertetangga bagaimana pun harus saling membantu”. Sesama ibu-ibu, mereka membuat semacam kelompok arisan PKK, arisan Dharma Wanita dan arisan pengajian al-hidayah. Kerja sama dengan suku Jawa tidak ada masalah semuanya berjalan dengan baik, mengenai puas tidaknya itu semua dikembalikan kepada masing-masing individu. Orang yang yang dapat 77 menilai, tetapi Ibu Masriah pribadi tidak ada masalah. Kerjasama yang dimaksudkan agar lebih mempererat rasa persaudaraan dengan etnis Jawa agar tidak terjadi yang namanya kecemburuan atau yang lainnya. Ibu Masriah selama bertetangga denga etnis Jawa tidak prnah terlihat cekcok mulut atau kesalahpahaman yang membuat hubungannya renggang, semuanya berjalan dengan baik hanya perbedaan pendapat yang biasa terjadi antar ibu masriah dengan suku Jawa. Namun semua bisa diselesaikan dengan baik-baik, diatur dan dibicarakan secara kekeluargaan, sehingga tidak membuat hubungan mereka renggang tetapi kembali tetap seperti biasa. Keberadaan etnis Jawa di desa Wakobalu Agung ini merupakan salah satu faktor yang sangat mengutungkan, karena etnis Jawa rata-rata ahli dalam hal perkebunan dan dapat dipercaya karena apa yang kita inginkan betul-betul dikerjakan dengan baik dan hasilnya tergantung dari kesepakatan bersama. Pengetahuan yang dimiliki oleh penduduk lokal dalam pengolahan lahan perkebunan masih tradisonal yang lamabat mendapatkan hasil. Disamping itu etnis Jawa sering yang membantu penduduk lokal dalam mengerjakan lahan perkebunan, karena ada sebagian penduduk lokal yang malas bekerja, mereka sudah dimanjakan oleh alam dan hanya senang bekerja sebagai pedagang sehingga lahan yang luas milik penduduk lokal dikerjakan oleh etnis Jawa. “Saya sendiri menikah dengan etnis Jawa dimana suami saya berasal dari Jember Jawa Timut dan saya rasa tidak ada masalah dengan perbedaan suku diantara kami”. 78 Hubungan sosial sudah pasti terjadi dalam keidupan sehari-harinya karena sudah begitu dekat dengan etnis pendatang Jawa terutama yang tinggal disekitar rumahnya. Pasangan Infroman ke Tiga Informan A Informan kelima, bapak Raharjo, merupakan penduduk pendatang yang berasal dari Klaten Jawa Tengah, dikenal sebagai seorang polisi yang ditugaskan di polsek Kecamatan Kabangka. Tinggal di dusun Siderojo desa Sarimulyo. Pak Raharjo bertugas diKec. Kabangka sudah sekitar 12 tahun. Selama pak Raharjo tinggal didusun siderejo ini, ia merasakan kenyaman dimana tetangga-tetangga di sekeliling rumahnya merupakan warga asli Muna yang sudah sangat akrab bahkan dianggapnya sebagai saudaranya sendiri, karena pada saat ditugaskan diKec. Kabangka ini pak Harjo hanya seorang diri saja. Sebelum pak Harjo memiliki rumah sendiri, pak Harjo tinggal dirumah seorang warga setempat sampai pada saat dia menikahi seorang gadis Muna dan akhirnya merekapun memilih untuk tinggal terpisah dengan warga yang sudah dianggapnya sebagai orang tua angkatnya. Pak Harjo menikahi gadis Muna tersebut ketika gadis ini tamat di bangku SLTA. Di dusun Siderejo pak Harjo dan istrinya tinggal, tidak memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan para warga setempat. Hubungan dengan beberapa etnis Muna yang tinggal dilingkungannya sangat akrab. “sebagai seorang polisi, saya harus pandai-pandai menempat diri dalam masyakat, karena saya harus bisa memberikan contoh yang baik sehingga 79 saya dan kawan-kawan saya sesama anggota kepolisian dapat menciptakan suasana yang aman, tentram dan terjaga diKec. Kabangka ini”. Sebagai penduduk pendatang, pak Harjo merasa tetangga-tetangganya sudah seperti saudara sendiri, terutama dengan orang-orang tua disekitar lingkungan tempat tinggalnya. Dalam berkomunikasi umumnya membicarakan maslah-masalah yang disiarkan di TV dan radio, tentang keamanan, membicarakan masalah yang terjadi disekitar Kec. Kabangka terutama dalam hal bagaimana eksistensi Kabangka kedepan, serta lebih banyak membahas kehidupan sehari-hari. Komunikasi dengan suku Muna terjadi disekitar rumah, dimesjid setiap selesai sholat berjamaah, di acara pesta, dikantor ketika ada beberapa warga yang mengalami masalah dan dijalan ketika bertemu dengan suku Jawa saling menyapa sekedar menanyakan kabar. “Dalam menangani kasus, saya jarang mendapatkan kasus-kasus tentang perkelahian antara etnis Jawa dan etnis Muna atapun etnis lainnya yang ada di Kec. Kabangka ini. Justru malah sering saya mendapatkan kasus perkelahian sesame orang Muna sendiri, kasus pencurian dan sebagainya. Kalaupun ada kasus perkelahian antar kedua etnis ini, paling dipengaruhi oleh orang-orang luar yang tidak senang melihat kedamaian di desa ini”. “Dalam kehidupan sehari-hari, saya berbahasa Muna ketika berkomunikasi dengan suku Muna atau kadang juga berbahasa Indonesia karena bagi saya agak susah untuk mengucapkannya tetapi saya memahami arti dari apa yang mereka sedang bicarakan”. Hubungan komunikasi dan interaksi tidak ada masalah karena pak Harjo bisa menempatkan diri dan melihat dengan siapa dia berbicara. Berbicara mengenai adat-istiadat suku Muna Pak Harjo tidak terlalu terlalu mengetahui banyak adat-istiadat yang ada didesa ini, selain didesa ini lebih 80 banyak penduduk pendatang, Pak Raharjo juga jarang terlibat jika ada acara-acara adat yang digelar. “dari sepengetahuan saya, kebanyakan masyarakat Jawa yang menyesuaikan adat dengan masyarakat Muna, jika digelar acara pernikahan. Selain itu, fenomena yang terjadi sekarang ini, saya selaku penduduk pendatang melihat sudah banyak dari pemuda-pemuda dari etnis Muna yang tidak lagi menggunakan bahasa daerah Muna. Yang kita dengar hanya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat”. “Saya juga melihat transaksi budaya terjadi begitu cepat dimasyarakat Kec. Kabangka antar suku Jawa dan penduduk lokal sehingga terjadi pembauran budaya disini”. Kerja sama pak Harjo dengan suku Muna terjadi disektor pelayanan masyarakat yang sering melayani keluhan dan pengaduan tentang keamanan diKec. Kabangka, pada saat pengamanan suatu acara atau kegiatan, pada saat pengadaan kerja bakti dan biasanya bila ada hal-hal yang tidak dapat dikerjakan sendiri, pak Harjo memanggil tetangga untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya. Kerjasama dengan suku Muna berjalan sesuai dengan keinginan tanpa ada yang merasa dirugikan. Secara pribadi pak Harjo tidak pernah berselisih paham dengan suku Muna. Kedatangan etnis Jawa sangat diterima dengan baik sepanjang tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma agama dan moral. Sejak transmigrasi masuk dan tinggal dinggal di desa Sarimulyo ini mengalami perubahan yang sangat maju. Jadi, tidak heran kalau di kec. Kabangka banyak transmigran yang masuk terutama etnis Jawa. Keberadaan etnis Jawa membawa keuntungan tersendiri bagi masyarakat lokal dimana etnis Jawa banyak membantu penduduk lokal dalam meningkatkan 81 pendapatan perkapitanya dan pembangunannya disamping itu masih banyak lahan yang belum digarap, sehingga dengan adanya mereka (etnis Jawa), lahan tersebut ada yang mengolahnya. Semua etnis yang ada semuanya baik tergantung dari penilaian kita khusus kedua etnis ini (etnis Jawa dan etnis Muna). “Saya merasa sudah terjalin yang namanya ikatan batin dengan beberapa penduduk lokal yang ada didesa ini, begitu juga hubungan sosial di masyarakat semua baik-baik saja”. Infroman B Informasi keenam yakni Ibu Handayani yang merupakan istri dari Pak Raharjo, tinggal di dusun Sidorejo desa Sarimulyo, merupakan etnis Muna. Pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan pedagang sembako kecilkecilan untuk membantu manambah penghasilan dari sang suami yang pekerjaannya sebagai seorang polisi. Ibu Handayani adalah seorang penduduk asli etnis Muna yang tinggal di dusun Siderejo yang menikah dengan seorang warga pendatang. Sekarang mereka sudah memiliki dua orang anak yang pertama kini sudah berusia 13 tahun dan anak mereka yang kedua berusia 3 tahun. Hanya ada beberapa penduduk lokal di sekitar rumah yang mereka tempati saat ini karena dusun sidorejo bisa dikatakan hampir semuanya penduduk pendatang. Sebagai penduduk lokal Komunikasinya dengan warga-warga setempat sangat harmonis dan terjalin dengan baik, sehingga banyak penduduk pendatang yang sering berkunjung ke rumah mereka beitupun sebaliknya. 82 Ibu Handayani sering berkomunikasi dengan etnis Jawa di rumah maupun diluar atau bila ada etnis Jawa yang datang berbelanja dirukonya, dipasar, maupun di jalanan dan ditempat lain bila bertemu dengan etnis Jawa. Komunikasi dengan etnis tidak dapat dihindari. “Kemana saja kita pergi pasti bertemu dengan etnis Jawa karena populasi etnis Jawa di desa ini lebih banyak jika dibandingkan dengan populasi penduduk etnis Muna. Hubungan interaksi dan komunikasi terjadi setiap harinya disekitar tempat tinggal sesama tetangga, dipasar yakni komunikasi antara saya sebagai penjual sembako dan pembeli, diacara pesta perkawinan, di acara syukuran jika diundang, diacara arisan sesama ibu bayangkara, majelis ta’lim”. Hal-hal biasa diperbincangkan oleh Ibu Handayani yakni masalah kenaikan harga-harga sembako, biasa juga bergosip, kadang-kadang mengenai sinetron yang lagi ngerten, mengenai artis yang sering muncul di Televisi dan lain-lain. Sehari-hari Ibu Handayani berkomunikasi dengan penduduk pendatang menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa daerah Muna kadang juga digunakan dalam keadaan tertentu jika ia berkomunikasi dengan para orang tua dan anakanaknya. Walaupun mereka pasangan berbeda etnis, tetapi Ibu Handayani tetap mengajarkan bahasa daerah Muna kepada anak-anaknya, karena Ibu Handayani tidak mau kelak anaknya tidak mengetahui bahasa daerahnya sendiri. Sebagaimana layaknya hidup dimasyarakat, sudah pasti terjadi yang namanya interaksi dan komunikasi untuk lebih saling mengenal lebih jauh dan saling bertukar pikiran. “Mengenai adat istiadat, sepengetahuan saya penduduk lokal memiliki budaya yang berbeda dengan etnis jawa seperti pada acara perkawinan, sekarang ini masyarakat pendatang lebih banyak menyesuaikan dengan penduduk lokal. Seperti pada perkawinan saya, suami saya yang lebih banyak menyesuaikan”. 83 Kerjasama yang yang sering dilakukan oleh Ibu Handayani dengan penduduk pendatang lebih banyak dalam bidang perdagangan yakni dengan saling bertukar pengalaman bagaimana cara meningkatkan pelanggan, cara berbisnis yang menguntungkan dan tentunya sebagai pedagang hubungan kerjasama penjual dan pembeli. Apabila Ibu Handayani mengadakan acara, para tetangga disekitar tempat tinggalnya turut membantu seperti mengedarkan undangan, membantu membuat masakan, ikut dalam arisan Ibu Bayangkari dan arisan pengajian yang diadakan setiap bulannya secara. “Hubungan kerjasama dengan penduduk pendatang sampai saat ini tidak pernah mengecewakan semuanya berjalan dengan harmonis dan secara kekeluagaan. Kerjasama yang kami jalin bukan semata-mata hanya ingin menghasil uang, tetapi dengan adanya arisan-arisan dan penjagajian kami juga dapat mempererat tali silahturahmi dan hubungan kekerabatan diantara kami. Intinya, setiap ada acara atau kegiatan kami saling melibatkan satu sama lain karena kami sudah merupakan satu rumpun keluarga besar kec. Kabangka khususnya di desa Desa Sarimulyo ini”. Selama Ibu Handayani tinggal di dusun Sidorejo ini sangat jarang terjadi kesalahpahaman baik itu dalam kehidupan sehari-hari ataupun kerjasama karena mereka sudah menganggap penduduk pendatang itu adalah bagaian dari keluarga mereka sendiri. Ibu Handayani juga menganggap penduduk bukan lagi sebagai pendatang. “Saya merasa senang bila ada orang luar yang datang atau berkunjung didaerah kami. Ini memandakan bahwa kampung saya dikenal dan disukai oleh orang lain khusunya di desa Sarimulyo. Bagi kami penduduk lokal, tidak ada masalah dengan keberadaan etnis Jawa di desa ini, kita senang dengan keberagaman yang ada dan hidup didalam suasana kekeluargaan karena mereka tidak pernah melakukan hal-hal yang bisa membuat kami sebagai penduduk lokal merasa terganggu atau sebagainya. Mereka datang secara resmi dan sudah memiliki KTP setempat, bahkan keberadaan mereka dapat membantu penduduk lokal dalam sektor pertanian dan perikanan demi pembangunan di Kec. Kabangka Secara 84 emosional hubungan kami selalu dalam suasana kekeluargaan baik individu dan sosial dimasyarakat”. Pasangan informan ke Empat Informan A Informan ketujuh, bapak Agus Sunarioto, suku Jawa tepatnya Jember Jawa Timur, yang berprofesi ganda yakni sebagai petani juga sebagai staf pengajar disekoalah swasta Madrasah sanawiah Kec. Kabangka. Pak Agus ini tinggal didusun Sukuwono Desa Sarimulyo, sekitar 10 tahun yang lalu. Pertama beliau menginjakkan kaki di Kecamatan Kabangka, karena pada saat itu di banyak orang-orang Jember yang hijrah dan berhasil di Desa ini. “Dengan alasan ini, saya pun datang mencari kerja, hingga akhirnya bisa diterima menjadi pegawai negri sipil dan mengajar mengajar di sebuah sekolah Madrasah Aliah. Berhubung saya tinggalnya di Sulawesi, jadi yang jaraknya sangat jauh dengan kampong saya, untuk pulang kekampung halaman saya hanya menunggu waktu libur atau pada saat lebaran”. Selain menjadi guru, pak Agus juga memiliki perkebunan coklat untuk menambah penghasilan. Kebun ini dikelola bersama istrinya. Di Desa Sarimulyo ini masih banyak lahan produktif yang belum diolah, jadi lahan tersebut dapat dapat diolah atas seizin pemerintah setempat dan penduduk lokal selaku tuan rumah. “Saya tinggal di tengah-tengah penduduk lokal juga etnis Jawa lainnya yang bertransmigrasi diDesa ini. Sesama penduduk lokal saya beserta istri cukup akrab dengan tetangga disekitar tempat tinggal serta warga yang lainnya”. 85 Sehari-hari Pak Agus berinteraksi dan berkomunikasi berlangsung setiap harinya diluar rumah dan biasanya ada yang datang bertamu di rumah bila perlu sesuatu misalnya meminta tolong membawakan ceramah dimasjid atau acara malam ta’siah bila ada yang meninggal. Dimana saja kalau bertemu pasti kita saling menegur, kadang membicarakan masalah pekerjaan kebun. Setiap harinya mengajar disekolah yang merupakan salah satu tempat yang biasanya pak Agus berkomunikasi dengan penduduk lokal. Masalah politik jarang dibicarakan di sini kita cuma membicarakan masalah kehidupan yang sesuai dengan apa yang kita sama-sama kerjakan seperti masalah ekonomi, sosial dan budaya. “Saya tidak ada masalah dengan bahasa yang digunakan kalau berkomunikasi dengan penduduk lokal, saya bisa menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia, kadang kalau saya di rumah sekali-kali berbahasa Muna dengan keluarga, saya sudah bisa sedikit demi sedikit berbahasa Muna dan tahu artinya. Bahasa Muna sulit dipelajari dengan cepat karena penduduk lokal banyak yang tidak berbahasa Muna, disini kita kebanyakan mendengar orang berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia sehingga sulit dibedakan mana penduduk lokal dan mana yang bukan penduduk lokal. Inilah salah satu daerah yang mempunyai kelebihan tersendiri karena biar orang tuanya juga bisa berbahasa Indonesia sehingga orang dari luar tidak repot berinteraksi dengan penduduk lokal”. Dari segi adat-istiadatnya kalau diperhatikan sekarang ini sudah banyak yang berubah. Biasanya dulu kalau ada pernikahan, ada acara tari-tarian yang disebut Ewa Wuna atau semacam tarian penyambutan. Menurut penduduk lokal, yang pernah pak Agus tempati bertanya, acara ini bukan saja pada saat pesta pernikahan ditampilkan apabila kedatangan tamu kehormtan dari luar, seperti bupati, gubernur dan tamu-tamu penting lainnya. “Selama saya tinggal di Kec. Kabangka, kalau tidak salah baru empat kali saya melihatnya. Mungkin penduduk lokal sudah malas menampilkan 86 acara tersebut karena dianggapnya susah. Selain itu kita harus kepada tokoh masyarakat tertentu yang mengetahui tarian ini, memiliki tingkat kerumitan. Ewa Wuna ini merupakan tarian menggunakan parang dengan perpaduan gelrakan silat khas Muna”. belajar karena dengan daerah Pak Agus melakukan kerjasama dengan penduduk lokal lebih kepda bidang pertanian. Jika ada penduduk lokal yang meminta bantuannya untuk mengajari tata cara bertani dengan, maka ia dengan senag hati membantunya. Namun bentuk kerjasama dengan penduduk lokal hampir dibidang lainnya juga ia lakukan, seperti dibidang ekonomi, pak Agus sebagai anggota koperasi KOPPAK (Koperasi Pedagang Pasar Kambawuna). Adapun kerjasama dalam bidang politik nanti pada saat menjelang pemilihan umum. Mungkin selama ini penduduk lokal merasa apa yang saya kerjakan ada baiknya sehingga kalau ada kegiatan yang dilakukan pasti saya dilibatkan. Secara pribadi pak Agus tidak pernah terjadi keslahpahaman apalagi terkait dengan penduduk lokal. Kadang kala terjadi selisih pendapat yang menyangkut masalah-masalah kebijakan organisasi tapi tidak sampai sejauh itu melakukan hal-hal yang dapat merusak hubungan tali silaturahmi mereka. Kalau ada masalah dibicarakan secara baik-baik apa jalan keluar yang di inginkan. Pak Agus menilai penduduk lokal adalah penduduk yang menghargai kehadiran orang dari luar daerah entah darimana itu asalnya dan orang yang masuk kesini bisa hidup bersama dengan penduduk lokal selama masih saling menghargai satu sama lain. Pak Agus melihat penduduk lokal selama ini, kalau kita bertujuan baik, berbuat baik tidak berkeinginan merendahkan atau merugikan 87 mereka, penduduk lokal mendukung apa yang kita kerjakan dan menempatkan kita diposisi yang terhormat seperti disini pernah pak Agus diminta menduduki satu jabatan di Desa Sarimulyo. Jadi tidak ada masalah menegnai penduduk lokal. “Disamping itu, saya menikah dengan penduduk lokal karena merasa cocok dan seiman dengan saya, jadi sudah termasuk dalam keluarga penduduk lokal. Hubungan social di masyarakat saya kira sudah seperti keluarga sendiri, begitupun hubungan psikologinya ada kedekatan pribadi antara saya dengan penduduk lokal”. Infroman B Informasi kedelapan, Ibu Wa Sumiati, tinggal didusun Sukuwono Desa Sarimulyo, suku Muna. Pekerjaan sehari-hari sebagai petani jeruk dan juga mempunyai kebun sayur-sayuran yang dikelola bersama suaminya. Ibu Wa Sumiati merupakan penduduk lokal di Desa Sarimulyo ini. sebagai seorang istri, ia membatu memasarkan hasil perkebunan yang dikelola bersama suaminya. Letak wilayah Kecamatan Kabangka yang mudah dijangkau lewat transportasi angkutan umum, sehingga tidak sulit mengakses daerah lain untuk memasarkan hasil perkebunan mereka. “Desa Sarimulyo ini memiliki banyak lahan-lahan yang belum diolah terutama bagi ingin berkebun seperti saya dan suami saya asal kita mempunyai kemauan yang tinggi untuk bekerja dan mau mengerjakannya”. Hanya ada beberapa penduduk lokal di sekitar rumah Ibu Sumiati, termasuk beliau sendiri karena dusun Sukuwono terbilang banyak pendatang dari Jawa. “Komunikasi saya dengan penduduk lokal sangat akrab baik karena sering bertemu dipasar, jadi kalau boleh dibilang hampir semua orang mengenal saya, karena saya adalah seorang pedagang sayur. Selain itu saya juga sering dipanggil untuk membantu tetangga jika ada acara”. 88 Sehari-hari ibu Sumiati biasa membicarakan masalah tanaman yang ada dikebunnya, masalah harga sembako yang semakin melunjak bahkan biasa juga bergosip dan lain-lain. Dalam berkomunikasi dengan penduduk lokal Ibu Sumiati menggunakan bahasa Jawa karena dia sering berinteraksi dengan pendatang Jawa. Bahasa asli Muna kadang juga digunakan jika dia bercerita dengan orang-orang tua yang tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia. Sebagaimana layaknya hidup dimasyarakat, sudah pasti terjadi yang namanya interaksi dan komunikasi untuk lebih saling mengenal lebih jauh dan saling bertukar pikiran. Mengenai adat istiadat penduduk lokal dan penduduk pendatang Jawa mempunyai budaya yang berbeda. Walaupun memiliki budaya yang berbeda , tapi tidak membuat mereka berbeda pula. Sejauh ini menurut Ibu Sumiati, kalau setiap ada acara pernikahan antara penduduk lokal dengan penduduk pendatang Jawa, selalu etnis pendatang Jawa yang lebih menyesuaikan. Sebagai pendatang, etnis Jawa lebih banyak menyesuaikan. Kerjasama yang dilakukan oleh IbuSumiati dengan penduduk lokal dalam bidang perkebunan seperti dengan saling bertukar pengalaman mengenai cata-cara bercocok tanam dan tentunya sebagai pedagang, Ibu Sumiati memiliki hubungan kerjasama penjual dan pembeli. Apabila ibu Sumiati mengadakan pesta para tetangga turut membantu seperti mengedarkan undangan. “Hubungan kerjasama saya dengan penduduk pendatang Jawa Alhamdulillah sampai sekarang ini tidak pernah mengecewakan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dengan badanya kerjasama tersebut kami juga dapat mempererat tali silahturahmi diantara kita. Sebagai penduduk lokal tentunya saya selalu bekerjasama dan saling membantu baik itu sesame penduduk lokal ataupun dengan etnis pendatang Jawa”. 89 Sejauh ini Ibu Sumiati tidak pernah terjadi kesalahpahaman dengan penduduk pendatang Jawa baik itu dalam kehidupan sehari-hari ataupun kerjasama yang mereka jalin. Ibu Sumiati menganggap penduduk lokal sudah seperti keluarga sendiri, sehingga penduduk pendatang Jawa sudah tidak enggan lagi untuk berbaur dengan masyarakat di Kec. Kabangka, khususnya di Desa ini karena pendatang jawa ini juga sudah menjadi penduduk lokal serta memiliki KTP bukan lagi sebagai pendatang. Hubungan Ibu Sumiati dengan penduduk pndatang Jawasejauh ini sangat harmonis bahkan sudah menganggap seperti keluarga sendiri, sama halnya hubungan social yang terjalin dimasyarakat. Pasangan Informan ke V Informan A Pasangan informan kelima adalah Pak Purwanto dan tinggal di Desa Sarimulyo yang sukunya berasal dari Madura yang sehari-harinya bekerja sebagai petani coklat. Dia menikah dengan warga lokal yang dikenalnya sewaktu duduk dibangku SMA. Pak Purwanto datang dan tinggal di Desa Sarimulyo dengan maksud untuk mengadu nasib dan mencari rezeki di Desa Sarimulyo ini untuk memperbaiki kehidupannya. Pada awalnya ia datang di desa ini karena mengikuti orang tuanya yang bertransmigrasi. Menurut Pak Purwanto di Desa ini memiliki tanah yang subur sehingga cocok untuk dijadikan lahan perkebunan. Untuk itu orang tuanya menyarankan Pak Purwanto untuk berkebun setelah menamatkan sekolahnya (SMA). Menurutnya, oramg tuanya memutuskan untuk tinggal di Desa Sarimulyo 90 karena warga di kampung ini sangat senang dengan kedatangan orang luar. Pak Purwanto memiliki lahan perkebunan yang cukup luas dan juga mengerjakan sebagaian lahan penduduk lokal. Pak Purwanto memiliki tempat tinggal disekitar rumah penduduk lokal dan penduduk etnis Jawa lainnya. Sehari-hari ia sering berhubungan dengan beberapa penduduk lokal dikebunnya, karena sebagian pekerjaanya adalah penduduk setempat. Disinilah hubungan mereka terjalin dan saling mengenal dengan baik. “warga yang bantu-bantu dikebun saya sangat ramah. Kami bertemu setiap hari dikebun jadi saya sudah mengangga mereka itu sudah seperti keluarga sendiri, saya juga cukup akrab dengan anak-anak muda didesa ini”. “Sebagaian besar waktuku tersita untuk bekerja diperkebunan mulai dari pagi sampai sore kadang juga saya bermalam dikebun kalau menjelang panaen. Istri saya juga kadang suka bantu-bantu dikebun kalo pekerjaan rumah sudah selesai”. Hubungan komunikasi dengan penduduk lokal biasa di kebun sambil bersantai-santai, biasa juga terjadi saat pak Purwanto bertemu dijalan, kadang jika ada warga lokal yang sedang mengadakan hajatan. Bila ada undangan pesta perkawinan, syukuran bahkan kalau ada kematian Pak Purwanto sering datang menghadiri acara tersebut bersama istrinya. “Komunikasi saya dengan penduduk lokal kebanyakan membicarakan masalah perkebunan, perdagangan dan menyangkut masalah kehidupan, misalnya kenaikan dan turunnya harga coklat, mahalnya harga bibit dipasaran dan lain-lain”. Pak Purwanto sehari-harinya memakai bahasa Indonesia dengan penduduk lokal jarang menggunakan bahasa daerah Muna tapi meneganai artinya sudah banyak diketahui apabila mendengar penduduk lokal 91 dalam berkomunikasi sesama penduduk lokal. Pak Purwanto sering belajar menggunakan bahasa daerah Muna pada istrinya tetapi sampai sekarang belum bisa diucapkan hanya sepatah dua kata yang ia ketahui karena tidak setiap hari Pak Purwanto mendengar bahasa daerah Muna disekitar rumahnya kebanyakan memakai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hubungan komunikasi tidak ada kendalanya semuanya dapat saya pahami dengan jelas. Pak Purwanto membantu penduduk lokal biasanya menyangkut dalam hal tata cara pembibitan tanaman coklat dan jeruk, pemupukan tanaman, penyemprotan dan pemeliharaan tanaman. Dengan senang hati Pak Purwanto membantu penduduk lokal, sesama tetangga tentunya saling membantu kalau tidak mampu mengerjakannya sendiri. Saling membantu dengan penduduk lokal sudah pasti dilakukan karena pasti ada pekerjaan yang tidak mampu diselesaiakn sendiri serta suatu saat pasti kita juga membutuhkan orang lain untuk membantu kita, begitu pula sebaliknya. “Syukurnya sampai sekarang saya tidak pernah melakukan sesuatu hal yang membuat penduduk lokal jadi marah dan bertengkar begitu juga dengan mereka”. Pak Purwanto selalu menjaga setiap apa yang ia kerjakan atau yang ia ucapkan jangan sampai merusak hubungan dengan penduduk lokal dan sebagai pendatang ia harus bersikap baik agar hubungan mereka tetap baik. Menurut Pak Purwanto penduduk lokal mempunyai sifat saling menghargai dan menghormati, tidak hanya sesama penduduk lokal tetapi hal ini juga dilakukan terhadap penduduk etnis pendatang Jawa dan tidak menganggap rendah orang lain. 92 “satu hal yang paling saya sukai dari penduduk lokal adalah tidak membeda-bedakan kita sebagai pendatang dengan penduduk lokal. Penduduk lokal yang membantu saya dikebun sudah begitu dekat dan akrab dengan saya”. Informan B Ibu Saipa, seorang wanita yang menikah dengan Pak Purwanto tinggal Desa Sarimulyo dan juga penduduk lokal. “Di sarimulyo sudah banyak pendatang pendatang Jawa yang ditemani bertetangga dan sudah saling mengenal, hubungan saya dengan pendatang Jawa sangat akrab sebagai teman bicara dalam segala hal. Kami sudah jelas berkomunikasi terjadi tiap harinya karena kalau kita tidak berkomunikasi pasti kita tidak saling mengenal dengan pendatang Jawa”. Menurut Ibu Saipa komunikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan masyarakat. “Saya sering berkomunikasi dengan orang Jawa disekitar rumah saya, bila bertemu dijalan, pada saat dikebun dan pada acara-acara yang sering diadakan dikampung ini. kami sering bercerita denga orang Jawa menyangkut pengalaman-pengalaman pribadi, gossip-gosip, dan masih banyak hal-hal yang lain yang dibicarakan”. Ibu Saipa berbahasa daerah Indonesia bila berkomunikasi dengan pendatang Jawa, namun banyak dari pendatang Jawa yang sudah bisa berkomunikasi dengan bahasa daerah Muna. Umumnya bila berkomunikasi dengan pendatang Jawa menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, jadi pendatang tidak perlu lagi belajar bahasa daerah tapi secara perlahan-lahan banyak dari pendatang Jawa sudah fasih berbahasa daerah Muna, sehingga komunikasi sudah jelas lancar dan tidak ditemukan kesulitan. 93 Adat-istiadat pendatang Jawa agak berbeda dengan penduduk lokal, apalagi dalam hal perkawinan. Di desa ini bila ada perkawinan, adatnya lebih banyak di sesuaikan dengan calon pengantin. “Jika yang menikah seperti kami berdua, sebelum melakukan pernikahan terlebih dahulu membuat kesepakatn adat yang kami jalani. Pada pernikahan kami, adat yang dipakai pada saat akad menggunakan adat saya sendiri yaitu ada daerah Muna sedangkan pada acara resepsi kami menggunakan adat suami saya yakni adat Jawa”. Dalam hal kerjasama sudah tentu jelas, apabila pendatang etnis Jawa melaksanakan pernikahan biasa nama Ibu Saipa sering tercantum sebagai panitia acara tersebut, untuk membantu memasak dan membuat kue dan kadang juga dimasukkan dalam daftar undangan yakni turut mengundang. “begitupun saya, kalau ada yang saya rasa tidak mampu mengerjakan sendiri pasti minta tolong sama tetangga baik itu pekerjaan dikebun atau dirumah”. Kerjasama yang sering dilakukan biasa pada saat ada pelatihan yang diadakan di Balai Desa seperti membuat kerajinan tangan, mengadakan arisan dan lain sebagainya. Dengan saling bekerja sama hubungan pendatang Jawa bertambah dekat dan kerjasama ini sudah menjadi tuntutan hidup dimasyarakat. Sejauh ini Ibu Saipa tidak pernah berselisih paham dengan pendatang Jawa, karena memang tidak ada masalah yang sifatnya mengarah kesana, “interaksi dan komunikasi kita disini berjalan apa adanya”. Walaupun ada masalah yang terjadi, itu selalu diselesaikan secara kekeluargaan. Setidaknya kedatangan suku Jawa di Kec. Kabangka yang menetap di Desa Sarimulyo ini mendatangkan kerjasama yang baik serta kita dapat saling 94 bertukar pengalaman. Secara pribadi Ibu Saipa lebih banyak kenalan atau teman yang dapat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari. “Pendatang Jawa saya kira semuanya baik-baik saja tidak ada masalah, menghargai kita sebagai penduduk lokal dan mengerti keberadaannya sebagai pendatang. Hubungan sosialnya dimasyarakat sangat dekat apalagi hubungan pribadi sesama tetangga bisa dikatakan sudah seperti keluarga sendiri”. 2. Untuk mengetahui proses akulturasi antar etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan dengan baik dalam hal perkawinan antara etnis Jawadan etnis Muna di Kec. Kabangka Untuk menenutkan keberhasilan sebuah perkawinan antar dua budaya, ada beberapa faktor dalam mengefektifkan komunikasi dalam sebuah keluarga. Factor-faktor tersebut meliputi keterbukaan,dukungan, dan sikap positif. 1. Keterbukaan Berikut ini adalah hasil wawancara pasangan pertama: Pasangan Informan Pertama: Informan pertama, penulis melakukan wawancara kepada Bapak Amrin Badi Sp.t selaku kepala Desa Wakobalu Agung, yang baru 8 bulan menjabat sebagai kepala Desa Wakobalu Agung yang menikah dengan seorang wanita yang berbeda etnis dengannya. Pak Amrin adalah penduduk asli Muna yang tinggal di Kec. Kabangka merupakan seorang alumni Unhas jurusan peternakan yang meraih gelar sarjananya pada tahun 2003. Pak Amrin: “awal pertemuan kami pada saat itu kebetulan istri saya ini adalah junior saya pada saat SMA, walaupun saya tamat duluan dan melanjutkan kuliah saya diperguruan tinggi, namun kami masih tetap menjalin hubungan dan hingga akhirnya setelah saya menamatkan kuliah. Saya pun 95 kembali ke kampung dan langsung melamarnya. Saya tertarik kepada istri saya karena kecantikannya paling menonjol diantara teman-temannya dan memiliki senyum yang sangat menawan”. Ibu Sriwahyuni: “waktu itu SMA, saya masih duduk dibangku kelas 1, dan suami saya merupakan senior yang duduk dibangku kelas 3, sejak saat itu dia mulai medekati saya dan kemudian menyatakan bahwa ia suka kepada saya. Dengan kedewasaannya, sifat pengertiannya dan perhatiannyalah sehingga saya memutuskan untuk berpacaran walaupun saya tahu dia adalah seorang pemuda yang merupakan anak dari warga setempat (etnis Muna). Kami menjalin hubungan dan hingga akhirnya menikah". Berdasarkan penuturan baik dari Pak Amrin maupun Ibu Sriwahyuni mereka saling bertemu ketika duduk dibanguku SMA. Mereka mulai menjalin hubungan setelah melakukan pendekatan selama beberapa hari. Walaupun berbeda etnis, namun hubungan mereka tetap langgeng, sampai akhirnya setelah menamatkan kulyahnya, Pak Amrinpun melamar Ibu Sri kepada kedua Orang tua Ibu Sri. Pak Amrin: “suka dukanya banyak sekali disaat saya belum mempunyai pekerjaan, saya cukup sulit untuk memenuhi kebutahan materi, seperti disaat kita susah mencari makan, disaat anak meminta sesuatu dan kita tidak punya uang untuk membelinya. Saya kemudian terus berusaha mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kami dan saya kemudian dipercaya untuk mempin Desa Wakobalu Agung. Sedangkan sukanya mungkin ketika melihat anak saya tumbuh besar dan pintar dan lihat istri yang lebih memahami dan dewasa dalam arti lebih keibuan untuk menjalani sebuah keluarga”. Ibu Sriwahyuni: “sukanya banyak karena dia pilihan saya. Kalo duka mungkin karena awalnya dulu dia tidak kerja dan saya juga tidak kerja, namun setelah dia menjadi kepala desa Alhamdulillah keuangan kami sedikit terbantu. Namun sampai saat ini semua bisa dilewati”. 96 Selama pernikahan mereka memiliki suka duka sama seperti pasangan suami istri lainnya. Pada saat Pak Amrin belum menjabat sebagai kepala desa ada beberapa hambatan-hambatan kecil seperti pada saat kekurangan materi untuk memenuhi keperluan hidup, seperti disaat memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan anak dan sebagainya. Namun Pak Amrin tidak berdiam diri saja, iaa terus berusaha untuk mencari kerja hingga akhirnya dia dipilih dan dipercaya oleh masyarakat di Desa Wakobalu Agung untuk menjadi seorang kepala desa. Sukanya yakni Pak Amrin merasa tidak salah memilih pasangan idup karena Ibu Sri merupakan sosok seorang wanita yang memiliki sifat keibuan. Sedangkan Ibu Sri sendiri sangat bahagia, karena dia tidak menyesal telah memilih Pak Amrin, selain orangnya pekerja keras, dia juga adalah seorang pria yang bertanggung jawab dalam keluarga. Pak Amrin: “ masalah komunikasi dengan Istri saya pribadi pastinya kalau kami sedang di rumah dan lebih sering kami lakukan pada saat beristrahat. Kami sering membicarakan mengenai masalah-masalah sepele sampai pada pembicaraan mengeni masa depan kami, misalnya bertanya apa saja yang dilakukan oleh anak kami, dia sudah makan atau belum, bagaimana sekolahnya, kebutan apa-apa saja yang belum terpenuhi didalam rumah, membahas mengenai masa depan pendidikan anak kami dan lain sebagainya. Kalau boleh dibilang kami sangat sering membicarakan halhal tersebut. walaupun kadang kala kelihatan sepele, namun ini sangat penting. Selain hal tersebut, kami juga sering bercanda dan tertawa bersama karena istri dan anak saya juga senang bercanda”. Ibu Sri: “saya berkomunikasi dengan suami sangat sering, mulai dari kebutuhan rumah tangga sampai pada masalah pekerjaan suami, apalagi kalau menyangkut buah hati kami. Walaupun kadang kami berbeda etnis, namun itu bukan penghalan, bagi kami perbedaan itu merupakan hal yang sangat indah”. 97 Berdasarkan wawancara diatas, baik dari pak Amrin maupun Ibu Sri mereka sangat intens dalam berkomunikasi, mulai dari hal-hal yang sifatnya kecil sampai pada masalah-masalah yang sifatnya serius. Mereka sering kali membahas mengenai apa-apa saja yang telah dilakukan sehari-hari seperti apa saja yang sudah mereka lakukan dalam waktu seharian. Ibu Sri sangat terbuka kepada Pak Amrin, tidak ada satupun yang dia tutup-tutupi. Dengan keadaan seperti ini, mereka satu sama lain merasa lebih merasa nyaman. Pasangan Informan Kedua: Informan selanjutnya, yakni bapak Bambang S.Pd berasal dari Jember Jawa Timur, tinggal di dusun Cendana Juru, desa Wakobalu Agung, bekerja sebagai staf pengajar di SMA 1 Kec. Kabangka. Pak Bambang sudah lama tinggal di Kecamatan Kabangka, sekitar 27 tahun. Pada awalnya datang di kecamatan Kabangka karena pada waktu itu kedua orang tuanya. Pak Bambang juga menikah dengan seorang perempuan yang berbeda etnis dengan dirinya, namun hal ini bukan merupakan sesuatu yang sangat sulit mereka lalui. Pak Bambang: “saya dijodohkan dengan oleh kedua orang tua saya. Wanita yang dijodohkan adalah anak warga setempat (etnis Muna) yang merupakan sahabat semenjak pertama bertransmigrasi didaerah ini. Awalnya saya tidak menyetujui hal ini. Namun setelah saya bertemu dengan calon istri saya perlahan-lahan hati saya mulai luluh, dan setelah beberapa bulan kemudian, kami pun dinikahkan”. Ibu Masriah: “Saya bertemu dia ketika orang tua saya mengenalkan anak dari seorang temannya untuk dijodohkan, mereka sudah membuat kesepakatan terlebih dahulu sebelum member tahu kami berdua. Sama halnya seperti suami saya, awalnya saya tidak terlalu merespon perjodohan ini. Tetapi seiring berjalannya waktu sayapun luluh dan mengikuti kemauan orang tua saya”. 98 Berdasarkan penuturan keduanya, awalnya Pak Bambang dan Ibu Masriah tidak saling mengenal satu sama lain. Mereka dipertemukan oleh kedua orang tua masing-masing yang sebelumnya sudah memiliki rencana untuk menjodohkan mereka. Walaupun awalnya mereka tidak setuju, namun waktulah yang membuat mereka luluh dan kemudian setuju untuk dinikahkan. Pak Bambang: “suka duka dalam menjalani penikahan kami, pertama, kami harus menyesuaikan perbedaan-perbedaan, seperti sifat-sifat, kebiasaankebiasan, kegemaran dan pola pikir. Sukanya, walaupun dijodohkan tetapi kami sangat menikmati hal tersebut, proses yang kami lalui hingga kami bisa bertahan sampai saat ini”. Ibu Masriah: “sukanya misalnya kita ada masalah dapat kita selesaikan berdua, tidak saya saja yang menyelesaian, saya juga curhat sama suami jadi bisa diselesaikan bersama. Kalo dukanya pada saat tahun pertama perkawinan kami, saya agak susah menyesuaikan. Namun seiring berjalannya waktu, alhamdulilah sayapun bisa melaluinya dengan baik”. Semenjak menikah, Pak Bambang dan Ibu Masriah juga mengalami suka duka dalam proses penyesuaian diri pada awal-awal penikahan dimana, harus menyesuaikan perbedaan-perbedaan seperti sifat-sifat, kebiasaan-kebiasan, kegemaran dan pola pikir, berbeda dengan pasangan yang menikah sejak awalnya berpacaran dan sudah saling mengenal sifat satu sama lain. Namun pak Bambang menikmati proses perjodohan ini, sehingga tidak sulit baginya untuk menerima perjodohan tersebut. Begitupula dengan Ibu Masriah, yang awalnya agak sedikit susah menyesuaikan diri, tetapi hal ini tidak membuatnya putus asa, ketika ia sedang memiliki masalah, sang suami ikut membantu menyeselesaikan. 99 Pak Bambang: “komunikasi dengan istri saya biasa terjadi pada saat kami sore hari, setelah selesai istrahat. Berhubung istri saya pendiam, jadi saya yang lebih agresif. Hal-hal yang biasa kami perbincangka seputar masalah rumah tangga. Namun kadang-kadang kalau ada masalah istri saya juga bercerita dan selalu meminta pendapat saya mengenai hal tersebut”. Ibu Masriah: “saya lebih sering berkomunikasi dengan suami ketika sore hari, saat saya dan suami sedang bersantai-santai, hal-hal yang kami perbincangkan kadang, mengenai hal-hal pribadi, kadang juga mengenai berita-berita yang sedang hangat diperbincngkan di Tv. Kalaupun ada masalah, baik saya ataupun suami saya tidak membiarkannya berlarutlarut, kami langsung menyelesaikan pada saat itu juga”. Menurut penuturan dari Pak Bambang dan Ibu Masriah mereka sering berkomunikasi pada saat sore hari ketika mereka selesai bekerja. Walaupun Ibu masriah pendiam, namun ketika ada masalah yang ia hadapi, tetap meminta suaminya untuk memberikan solusi. Mereka juga membahas mengenai masalah pribadi, namun tidak hanya itu, mereka juga kadang membicangkan isu-isu yang sedang hangat diberitakan di televisi. Jika sedang mempunyai masalah, mereka tidak membiarkannya terlalu lama untuk menyelesaikannya. Pasangan Informan Ketiga: Pasangan informan ketiga yani, bapak Raharjo dan Istri Ibu Handayani. Pak Raharjo ini merupakan penduduk pendatang yang berasal dari Klaten Jawa Tengah, dikenal sebagai seorang polisi yang ditugaskan di Polsek Kecamatan Kabangka. Tinggal di dusun Siderojo desa Sarimulyo. Pak Raharjo bertugas diKec. Kabangka sudah sekitar 12 tahun. Selama pak Raharjo tinggal di dusun Siderejo ini, ia merasakan kenyaman dimana tetangga-tetangga di sekeliling rumahnya merupakan warga asli Muna 100 yang sudah sangat akrab bahkan dianggapnya sebagai saudaranya sendiri, karena pada saat ditugaskan diKec. Kabangka ini pak Harjo hanya seorang diri saja. Sebelum pak Harjo memiliki rumah sendiri, pak Harjo tinggal dirumah seorang warga setempat sampai pada saat dia menikahi seorang gadis Muna dan akhirnya merekapun memilih untuk tinggal terpisah dengan warga yang sudah dianggapnya sebagai orang tua angkatnya. Pak Harjo menikahi gadis Muna tersebut ketika wanita ini tamat di bangku SLTA. Pak Raharjo: “awal ketika kami bertemu pada waktu itu, yaa.. pertama pada waktu saya service motor disebuah bengkel, tanpa sengaja dia melihat seorang gadis, lalu kemudian bertanya pada karyawan tersebut dan ternyata gadis ini adalah anak dari pemilik bengkel tersebut. Disinilah saya mulai tertarik dan kemudian sering berkunjung”. Ibu Handayani: “ya pertama kali kami bertemu dibengkel waktu dia service motor. Sebenarnya pas melihat suami saya ini, waktu itu saya sudah tertarik duluan. Apalagi ketika saya mengetahui dia seorang polisi, ternyata kami memili perasaan yang sama namun pada saat itu saya tidak menunjukkan bahwa saya juga tertarik kepadanya. Nama juga wanita, saya malu untuk menunjukkan kalau saya memilik perasaan saya. Dan ternyata dia yang mulai duluan untuk menunjukkan kalau dia juga memiliki perasaan yang sama. Kami bertemu hanya 3 sampai 4 bulan terus lanjut kepernikahan..”. Berdasarkan penuturan keduanya, mereka saling bertemu disebuah bengkel milik orang tua dari Ibu Handayani. Walaupun mereka memiliki perasaan yang sama, namun Ibu Handayani tidak berani mengungkapkannya, karena dia menganggap bahwa seorang perempuan yang mengungkapkan perasaan duluan kepada seorang lelaki merupakan sesuatu yang sangat tabu. Dengan waktu yang cukup singkat, mereka akhirnya berkomitmen untuk menikah. 101 Pak Raharjo: “sebenarnya selama pernikahan lebih banyak sukanya daripada dukanya, karena sejak awal kami mempunyai perasaan yang sama satu sama lain. Jadi setelah kami menikah kami sangat senang dan menikmatinya, kalau mau melakukan sesuatu sekarang sudah ada yang membantu, apalagi pernikahan kami dilengkapi dengan hadir dua orang putri”. Ibu Handayani: “suka duka yang saya alami selama pernikahan, saya selalu bersyukur kepada Allah SWT, karena orang yang saya cintai akhirnya menjadi suami, bapak dari anak-anak saya. Dukanya yaa,. Pas suami lagi kerja, kadang-kadang suka nginap dikantor untuk jaga malam, karena dia adalah seorang polisi”. Berdasarkan hasil wawancara dari Pak Raharjo dan Istrinya, pasangan ini merasa bahagia dimana Pak Raharjo sudah sejak awal mencintai istrinya, sehingga hal-hal apapun yang mereka lakukan berdua, terasa sangat indah, apalagi mereka mereka telah dikaruniai oleh dua orang putri. Dengan begitu Ibu Handayani selalu bersyukur, karena telah diberi kebahagiaan dalam keluarga kecil mereka. Namun tidak jarang, Ibu Handayani kadang merasa sedih karena harus ditinggal kerja oleh suaminya. Tetapi hal itu tidak dijadikan sebuah permasalahn karena sudah mengerti dengan pekerjaan suaminya. Pak Raharjo: “saya selalu mengkonikasikan segala sesuatunya dengan istri sebelum saya melalakukan suatu pekerjaan mulai dari hal-hal kecil sampai kepada masalah penting agar tidak terjadi kesalah pahaman diantara kami berdua, karena kami sadar kami berasal dari dua etnis yang berbeda. Kejujuran bagi kami berdua sangat penting. Saya sebagai seorang kepala keluarga harus membincangkan segala sesuatunya, jika anak kami sedang mengalami masalah atau tidak sepaham dengan kami berdua, saya dan istri selalu memberikan pengertian sehingga mereka mengerti”. Ibu Handayani: “komunikasinya didalam keseharian kami sangat lancar, terutama yang menyakut anak-anak. Kadang saya tidak sepaham dengan anak saya, 102 masalah hobinya namun kadang-kadang suami saya memberi pengertian. Tapi saya berusaha memahaminya karena masa-masa remaja seperti ini merupakan masa transisi bagi seorang perempuan yang emosinya belum labil”. Berdasarkan penuturan keduanya dapat dilihat baik Pak Raharjo maupun Ibu Handayani merasa komunikasi mereka sangat baik. Dengan keterbukaan, mereka selalu saling mengingatkan memberikan satu sama lainnya, terutama dalam hal perkembangan anak mereka, jika ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh sang istri, Pak Bambang selalu memberikan solusi dan semangat begitupula sebaliknya. inilah yang membuat keluarga mereka tetap harmonis, karena hal apapun yang mereka lakukan pasti selalu dikomunikasikan secara bersama-sama. Pasangan Informan Keempat: Pasangan informan keempat, adalah bapak Agus Sunarioto, suku Jawa tepatnya Jember Jawa timur, yang berprofesi ganda yakni sebagai petani juga sebagai staf pengajar disekoalah swasta Madrasah sanawiah Kec. Kabangka. Pak Agus ini tinggal didusun Sukuwono Desa Sarimulyo, sekitar 10 tahun yang lalu. Pertama beliau menginjakkan kaki di Kecamatan Kabangka, karena pada saat itu di banyak orang-orang Jember yang hijrah dan berhasil di Desa ini. Pak Agus: “Kita pada saat itu waktu karang taruna mengadakan pembentukan panitian untuk sebuah lomba, kebetulan para pemuda dan pemudinya semua dilibatkan dalam kegiatan tersebut awalnya hanya saya hanya main-main saja tapi lama kelamaan ada rasa, lalu timbul rasa suka itu dan kebetulan juga dia adalah tetangga saya juga, jadi kami semakin sering bertemu”. 103 Ibu Sumiati: “namanya juga satu kampung sudah pasti sering ketemu apalagi semenjak ada karang taruna sering ketemu sering rapat segala macam, akrab dan sering bercerita, sering keluar juga, dan melakukan pendekatan hingga akhirnya lanjut sampai menikah”. Pasangan suami istri ini bertemu pada suatu kepanitiaan yang diadakan oleh organisasi kepemudaan didesa ini. Pada saat itu mereka juga ikut terlibat didalamnya sebagai panitian pelaksaan sebuag lomba. Namun diluar acara tersebut ternyata Pak agus memiliki tujuan lain selain dari kepanitiaannya diorganisasi ini. Seperti kata pepatah yang menyatakan bahwa “sambil menyelam minum air” begitupula yang dilakukan oleh Pak Agus. Walaupun niat Pak Agus ini hanya sebatas iseng semata, tapi lama kelamaan ada rasa, lalu timbul rasa suka itu. Sama halnya dengan pengakuan Ibu Sumiati, karena intensitas yang mereka jalin dengan seriangnya cerita dan keluar bersama sehingga menimbulkan keakraban setelah 2 tahun pacaran merekanpun memutuskan untuk menikah walaupun mereka berbeda etnis. Pak Agus: “dukanya waktu kita tidak punya uang yaa… walaupun saya sebagai staf pengajar namun saya masih staf honorer yang gajinya tidak sama seperti pegawai tetap yang selalu menerima gaji tiap bulannya. Apalagi kita sudah punya anak mau tidak mau anak kami harus makan dan minum susu ya..ya saling menjaga kekurangan masing-masing.. sukanya kalau saya pulang kerja lihat anak terus hilang gitu..rasa jenuh langsung hilang”. Ibu Sumiati: “Ya sukanya kalo sama-sama makan seadanya juga, kadang tidak ada saya yang mengatur trus suami juga terima apa adanya juga.. dukanya masalah uang... siapa pun pasti klo keuangannya menipis akhirnya bertengkar”. 104 Sama seperti keluarga yang lainnya, didalam pernikahan pasangan beda etnis ini juga memiliki suka duka dalam menjalani pernikahannya. Ketika mereka harus kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dengan biaya yang pas-pasan hasil kerja dari pak Agus. Tetapi dengan keadaan tersebut membuat mereka semakin saling memahami satu sama lain. Namun hal tersebut tertutupi melihat buah hati mereka. Bagi pasangan ini anak merepakan suatu kebahagiaan yang tidak tergantikan oleh apapun. Pak Agus: “ hubungan komunikasi dengan istri saya terjalin dengan baik kalau ada masalah pribadi atau masalah keluarga dia cukup terbuka, misalnya jika sedang kekurangan uang untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari, atau masalah yang menyangkut anak kami. Kami juga kadang membicarakan mengenai kegiatan yang kami lakukan diluar rumah”. Ibu Sumiati: “Kami juga sering membahas, bagaiman cara mencari tambahan untuk membeli keperluan sehari-hari. Saya juga sangat senang ketika saya menyarankan untuk berkebun, saya pikir dia akan menolak, tapi ternyata dia malah sangat antusias. Kadang-kadang saya juga sering meceritakan mengenai keluarga saya dan diapun tidak jarang memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. dan sampai sekrang komunikasi kami terus berjalan dengan lancar sampai sekarang”. Berdasarkan penuturan dari bapak Agus dan Ibu Sumiati dapat dilihat bahwa komunikasi yang mereka jalin dengan dengan baik. Mereka sangat terbuka satu sama lain, saling memngingatkan bahkan saling memberi saran. Ibu Sumiati kadang tidak sungkan lagi keadaan keluarganya kepada sang suami karena dia menganggap suaminya merupakan bagian yang terpenting dalam hidupnya. 105 Pasangan Informan kelima: Pasangan informan kelima adalah Purwanto, tinggal di dusun Sukowono Desa Sarimulyo berasal dari Jember Jawa Timur, pekerjaan sehari-harinya sebagai petani. Pak Purwanto tinggal di desa Sarimulyo sudah berjalan 15 tahun, Pak Purwanto datang di desa Sarimulyo tidak lain untuk mencari rezeki dikampung orang yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, karena pada awalnya Pak Purwanto mendengar kabar dari teman sekampungnya bahwa di Kecamatan Kabangka ini tanahnya cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman dan masyarakatnya juga baik, maka dari itu Pak Purwanto datang disini dan ingin menetap serta menikah dengan seorang wanita di Desa Sarimulyo ini. Bagaimanapun bagusnya keadaan alam suatu daerah tetapi masyarakatnya tidak mau menerima kita, tentunya kita tidak akan bertahan di sisni. Pak Purwanto memiliki areal perkebunan coklat seluas dua hektar dan juga mengerjakan sebagaian lahan penduduk lokal. Pak Purwanto: “awal ketemu dengan istri itu kurang lebih 13 tahun lalu tepatnya tahun 1999 waktu masih sekolah SMA trus setelah itu kita jadian tgl 30-3-2000 awal kami berpacaran, pada saat itu dibantu oleh teman saya. Ketika itu saya masih remaja, setelah tamat SMA, saya tidak melanjutkan sekolah, malah saya dikasih modal oleh bapak saya untuk membeli lahan untuk berkebun”. Ibu Saipa: “ saat itu kami satu sekolah di SMA 1 kabawo, kami sering pergi bersama disekolah karena sering bertemu dan sering pergi disekolah bersama, suami saya ini melalui temannya menyatakan cintanya. Dia tidak berani bicara secara langsung, karena takut saya akan menolaknya”. 106 Berdasarkan hasil wawancara diatas, pasangan ini bertemu sejak 13 tahun yang lalu. Mereka bersekolah di sekolah yang sama, karena seringnya bertemu dan pak Purwanto sering bersama saat kesekolah, disinilah Pak Purwanto mulai tertarik dengan Ibu Saipa. Walaupun Pak Purwanto menyatakan cinta melalui temannya, namun Ibu Saipa tetap menerimanya. Hal tersebut dimaklumi oleh Ibu Saipa karna Pak Purwanto ini tidak berani bicara secara langsung, karena takut saya akan menolaknya. Pak Purwanto: “ suka duka dalam menjalani penikahan sebenarnya saya lebih banyak merasakan sukanya dimana istri saya sangat telaten mengurus saya. Saya juga senang dengan perbedaan kami. Saya juga dapat belajar banyak melalui istri saya, kesabaranya, ketelitiannya dalam membantu mengurus perkebunan saya. Saya kebetulan orangnya kurang sabaran dalam melakukan pekerjaan, jadi istri sayalah yang berperan banyak dalam membantu mengelola perkebunan ini. Dukanya mungkin karna kami belum mempunyai anak. Ini tidak menjadikan saya putus asa, saya cuma pasrah kepada Allah SWT, mungkin saat ini kami belum dipercaya untuk memiliki seorang anak”. Ibu Saipa: “ sama seperti bapak, saya banyak merasakan sukanya dalam perkawinan ini. Biarpun sifat bapak yang kurang sabaran, tapi saya tetap memakluminya. Kami mengurus perkebunan berdua, walaupun dibantu oleh karyawan dan saya senang bisa ikut membantu bapak. Dukanya ketika saya belum bisa menyenangkan hati bapak dengan memberikan momongan, namun bapak tidak menuntuk saya terlalu jauh tentang hal itu”. Wawancara diatas menggambarkan bahwa pasangan ini lebih banyak menikmati sukanya jika dibandingkan dukanya. Meskipun mereka berbeda etnis, tidak menjadikan hal itu sebagai penghambat, justru Pak Purwanto senang dengan keadaan seperti itu, ia dapat belajar dengan perbedaan seperti itu. Mereka mengolah kebun secara besama-sama, dengan adanya sang istri, Pak Purwanto 107 merasa sangat terbantu dalam mengelola perkebunan coklat yang mereka miliki. Namun mereka juga tidak bisa memungkiri bahwa mereka juga merindukan kehadiran seorang anak ditengah keluarga mereka. Tetapi Pak Purwanto tidak pernah menuntuk akan hal tersebut, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Sang Maha Pencipta. Mengenai komunikasi, pasangan ini tiap saatpun mereka salalu lakukan, baik itu dirumah maupun ditempat kerjaan mereka tiap hari bertemu. Jika dirumah mereka membahas masalah rumah tangga dan jika dikebun mereka membahas masalah perkebunan seperti bagaimana meningkatkan produktifitas pertanian, masalah pembibitan serta masalah karyawan. Dari hasil wawancara dengan 5 (lima) keluarga, kesemuanya merupakan pasangan yang terbuka satu sama lainnya baik itu hal-hal yang kecil sampai masalah yang serius sekalipun. 2. Dukungan Menyangkut kerja sama di desa Wakobalu Agung sudah merupakan suatu kewajiban untuk saling membantu apalagi menyangkut kepentingan umum, seperti kerja bakti pembersihan lingkungan, mendirikan panggung hiburan setiap 17 Agustus, pembersihan lapangan bola pada saat kegiatan sepak bola antar kecamatan diadakan, pada saat kerja bakti, pembuatan WC umum dan sumbangan mesjid mereka dengan suka rela membantu baik berupa moril atau materil. Kerja sama juga bisa dilakukan bila ada yang mau menikah, penduduk setempat membantu mendirikan tenda dan membuat baruga atau ada yang meninggal mereka membantu menggali kuburan. Jelasnya, pendatang suku Jawa di 108 Wakobalu Agung mengerti dan berkorban untuk membangun desa Wakobalu Agung dan Kec. Kabangka. Kerja sama ini dilakukan semata-mata merupakan wujud dari adanya rasa kebersamaan dan kegotong-royongan. Begitu pula yang diterapkan dalam keluarga Pak Amrin dan Ibu Sriwahyuni. Berikut ini penuturan keluarga pertama yaitu pasangan suami istri Pak Amrin dan Ibu Sriwahyuni mengenai sifat saling mendukung dalam keluarganya: Pasangan Informan Pertama: Pak Amrin: “kalo masalah bantu-bantu kebetulan istri saya banyak membantu, apalagi selama saya menjabat sebagai kepala desa seperti misalnya, jika ada suatu acara dan saya tidak bisa menghadirinya, maka dia yang menggantikanku. Begitupun jika ada masalah, kadang dia juga ikut membantu, entah itu memberikan saran ataupun dia cuma mendegarkan ceritaku. Saya juga bersyukur, karena dia tidak melupakan tugasnya sebagai seorang istri dirumah”. Ibu Sriwahyuni: “Alhamdulillah sampai saat ini walaupun kerjaan saya sebagai Ibu desa, tapi saya masih meluangkan waktu untuk membantu suami saya. Untungnya kalau dia ada masalah diluar, dia selalu bercerita dan kadang juga sekali-kali dia juga meminta saran untuk mencari jalan keluarnya. Kalau dia tidak bisa menghadiri acara pasti selalu menyuruh saya jika dia tidak bisa menghadirinya. Tapi bagi dia dengan mengurus rumah tangga dengan baik, itu sudah sangat cukup”. Melihat penuturan keduanya dapat diketahui bahwa di dalam rumah tangga, mereka itu saling membantu dan saling mendukung dalam pekerjaan masing-masing satu sama lain. Jika ada permasalahan-permasalahan kadang Pak Amrin meminta pendapat Ibu Sri jika ia memerlukan pendapatnya. Tidak hanya dalam keluarga, pasangan ini juga memiliki solidaritas dalam masyarakat. 109 Kerjasama yang sering dilakukan di desa Wakobalu Agung dengan penduduk lokal biasanya dalam bidang social, seperti arisan bersama-sama ibuibu setempat, mengadakan pengajian dimesjid dengan membentuk majelis Ta’lim, mengadakan pelatihan pembuatan kue dan sebagainya. Dengan senang hati, penduduk lokal turut berpartisipasi dalam kegiatan ini begitupula dengan pendatang Jawa. Hal ini tidak lain dilakukan untuk mempererat hubungan baik dengan penduduk sekitar selain itu juga dapat bertukar pengalaman, serta sebagai tanggung jawab social dimasyarakat. Pasangan Informan kedua: Mengenai kerjasama dengan penduduk lokal, beragam bentuk kerja sama yang biasa dilakukan sehari-hari sesama tetangga, sebagai pengajar disekolah misalnya mengadakan kerja bakti bersama siswa-siswi, kegiatan sosial dan keagamaan misalnya, Maulid Nabi, Halal bi Halal, diacara pesta, berpartisipasi dalam acara 17 agustusan dan kerjasama di sektor ekonomi yaitu perdgangan barang. Kerjasama dilakukan semata-mata untuk kepentingan bersama. Sama seperti yang dilakukan dalam keluarganya: Pak Bambang: “dalam beberapa hal kami saling membantu misalnya, hal-hal kecil sebelum saya berangkat kesekolah dia sudah terlebih dahulu menyiapkan perlengkapan kesekolah. Membantu memeriksa hasil ulangan siswa-siswi. Kebetulan istri saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, jadi saya memberinya modal untuk berdagang untuk menambah penghasilan kami”. Ibu Masriah: “kebetulan saya tidak mempunyai kerjaan tetap, jadi suami memberi saya modal untuk jualan. Awalnya saya menjual dirumah, tapi karena rumah saya sempit suami saya membuatkan warung-warung kecil didepan 110 rumah. Alhamdulillah walaupun sedikit saya bisa menambah penghasilan dengan hasil jualan saya”. Menurut pasangan ini, mereka saling membantu dalam hal menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sama seperti pasangan informan yang pertama, Pak Bambang dan Ibu Masriah juga saling mendukung dalam hal pekerjaan masing-masing, misalnya kalau Pak Bambang mempunyai pekerjaan yang kira-kira Ibu Masriah bisa membantunya, maka ia akan meminta untuk mengerjakannya, begitu pula dengan Pak Bambang membantu istrinya yang tadinya hanya sebagai ibu rumah tangga, kini dia menciptakan usaha baru untuk istrinya dengan memberikan modal untuk berdagang. Pasangan Informan Ketiga: Bapak Raharjo: “kalo masalah bantu membantu dan saling mendukung kadang terjadi. Ia membantu kalo memang saya butuhkan misalnya pada malam hari sebelum saya pergi ke kantor untuk jaga malam, dia selalu membuatkan kopi. Saya baru meminta bantuan jika ada hal yang tidak bisa saya kerjakan sendiri. Tapi dalam hal mengurus anak saya juga membantunya seperti jika mereka kalo lagi bertengka, saya selalu memberikan pengertian-pengertian kepada keduanya”. Tidak hanya dalam keluarganya kerjasama, Pak Harjo dengan suku Muna terjadi disektor pelayanan masyarakat yang sering melayani keluhan dan pengaduan tentang keamanan diKec. Kabangka, pada saat pengamanan suatu acara atau kegiatan, pada saat pengadaan kerja bakti dan biasanya bila ada hal-hal yang tidak dapat dikerjakan sendiri, Pak Harjo memanggil tetangga untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya. Kerjasama dengan suku Muna berjalan 111 sesuai dengan keinginan tanpa ada yang merasa dirugikan. Secara pribadi pak Harjo tidak pernah berselisih paham dengan suku Muna. Ibu Handayani: “saya membantu bapak, jika memang dia meminta bantuan saya yang kira-kira ada pekerjaan yang tidak bisa dia kerjakan sendiri selebihnya saya cuma memberikan semangat jika dia sudah merasa kelelahan dalam menghadapi pekerjaanya”. Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa pak Raharjo akan meminta bantuan kepada Ibu Handayani jika perkerjaannya tidak bisa diselesaikannya sendiri. Hanya semagatlah yang bisa diberikan Ibu Handayani kepada suaminya jika ia tidak bisa membantu masalah pekerjaan suaminya. Pasangan Informan Keempat: Pak Agus: “kadang-kadang kalau sore hari setelah istrahat dari mengajar disekolah, saya pergi membantu istri saya untuk membersihkan kebun jeruknya. Sebelum ke sekolah kalau dia kepasar untuk menjual jeruk dan sayursayuran hasil kebunnya saya membantu membawakan barang-barang dagangannya”. Ibu Sumiati: “kalau masalah bantu membantu pekerjaan suami, saya jarang melakukannya, karena sibuk dengan kebun saya. Justru malah sebaliknya, dialah yang sering membantu pekerjaan saya, mungkin karna dia tidak tega melihat saya mengurusi kebun itu sendirian walaupun kebun itu tidak luas”. Menurut hasil wawancara dari Pak Agus dan Ibu Sumiati menunukkan bahwa pasangan ini memang terlihat saling membantu walaupun pak Agus sibuk dengan kerjaannya, dia tetap menyempatkan waktunya untuk membantu sang istri dikebun. Berbeda dengan Ibu Sumiati yang jarang membantu pekerjaan sang 112 suami dikarenakan sibuk mengurusi kebunnya namun bukan berarti dia tidak mendudung pekerjaan sang suami, justru dengan uang hasl dangannya itu dapat membantu penghasil Pak Agus. Pasangan Informan Kelima: Pak Purwanto: “ disini istri saya mempunyai peran penting kebetulan saya punya kebun coklat yang lumayan cukup luas jadi dia juga selalu membantuku untuk mengurusi perkebunanku. Saya juga senang karna dia sangat telaten mengurusiku, dia juga sangat perhatian kalau saya lagi sakit atau capek pulang dari kebun. Saya juga selalu memberinya dukungan jika dia lagi sedih”. Ibu Saipa: “ saya kebetulan hampir setiap hari ke kebun untuk membantu bapak mengurusi kebun coklatnya, meskipun ada beberapa pekerja saya tetap membantu, karna tidak semua bisa kerjakan oleh pekerja. Tidak hanya itu,. bapak juga selalu memberikan semangat kalo saya sedih karena saya sangat ingin punya anak”. Dari penuturan keduanya, dapat dilihat mereka saling membatu dalam segala hal. Ibu Saipa sering membantu mengurus kebun milik mereka, saling memberi semangat dan saling pengertian satu sama lain sehingga sangat jelas dukungan yang diberikan kepada Ibu Saipah, begitupula dengan Ibu Saipa yang selalu membantu pekerjaan suaminya. 3. Bersikap Positif Pasangan Informan Pertama: Sebagai kepala desa sudah pasti setiap hari berinteraksi dan berkomunikasi dengan penduduk sekitar desa Wakobalu Agung terlebih lagi dengan penduduk di dusun Cendana Juru. Di jalan ketika bertemu dengan suku Jawa saling bertegur 113 sapa, di acara pesta yang diadakan oleh masyarakat misalnya, pesta pernikahan, pesta syukuran, rapat pertemuan dikantor dan tempat-tempat umum. Dengan sifatnya yang ramah, Pak Amrin ini sangat disenangi oleh masyarakat sehingga ia dipilih oleh masyarakat untuk memimpin desa ini. Tidak saja dimasyarakat, tetapi dilingkungan keluarganyapun seperti itu. Pak Amrin: “Alhamdulillah orang tua saya merespon dengan baik perbedaan dengan istri saya. Orang tua saya sudah tidak heran lagi kenapa saya menikah dengan dia, karena boleh dibilang, disini banyak pernikahan yang beda etnis. Dan keluarga saya sangat senang dengan istri saya karena menurut keluarga saya, istri saya sangat perhatian dengan saya dan bebrbeda dengan cewek –cewek yang sebelumnya pernah saya kenali dengan keluarga saya sebelumnya”. Ibu Sriwahyuni: “ bagi saya saling menghargai dalam sebuah perbedaan itu sangat cukup. Banyak hal-hal positif yang saya suka dalam dirinya seperti pengertiannya kepada saya, sikap dewasanya, cara dia memperlakukanku dan sebagainya. Apalagi dukungan orang tuanya kepada saya itu sudah lebih daricukup. Tidak hanya dalam kelunduarga, tapi masyarakat begitu memndukungku”. Ibu Sri sering berbincang-bincang dengan tetangganya mengenai hal-hal seputar kehidupan sehari-hari, membicarakan mengenai resep-resep kue dan makanan, berbicara mengenai arisan yang mereka bentuk, membahas masalah pengajian serta hal-hal yang berhubungan dengan jabatannya sebagai sebuah ibu desa. Sebelum dia melakukan kegiatan, Ibu Sri selalu membicarakan terlebih dahulu dengan Ibu-Ibu lainnya, karena walau bagaimana pun ia tidak boleh mengambil keputusan sepihak. Inilah hal-hal yang yang dilakukan oleh Ibu Sri bersama warga sekitar. 114 Berdasarkan hasil wawancara dari Pak Armin dan Ibu Sriwahyuni, mereka tidak cuma diterima dengan baik dikeluarganya, tetapi juga diterima dengan baik di masyarakat. seperti penuturan pak Armin, melihat sikap orang tua kepada istri yang menerima mereka dengar perbedaan yang mereka miliki itu membuat sangat senang demikian juga dengan Ibu Sri yang merasakan kebahagiaannya setelah mendapat dukungan bukan hanya dimasyarakat tetapi juga dukungan dari wargawarga setempat. Pasangan Informan kedua: Pak Bambang: “syukur alhamdulillah sampai sekarang saya belum pernah bertengakar besar dengar istri saya. Paling kalo betengkar, hanya bertengkarbertengkar kecil dan itupun tidak lama. walaupun kebiasaan-kebiasaan kami banyak yang berbeda, tapi semua itu tidak menyebabkan masalah bagi saya”. Sedangkan dimasyarakat, pak Bambang menilai penduduk lokal orangorangnya transparan, tidak mempersulit kalau ada orang luar yang datang didaerahnya malah sebaliknya membantu orang yang datang. Jiwa tolong menolongnya patut diteladani dan tidak membatasi diri dengan orang luar. Ibu Masriah: “ mengenai sifat,. Saya selalu mencoba untuk memahami dengan pelanpelan karena saya sama pak bambang dijodohkan sama orang tua kami masing-masing. Sifatnya yang selalu membantu jika ada masalah”. Berdasarkan hasil penuturan keduanya dalam wawancara, sikap positif memang terlihat. Walaupun ada pertengkaran-pertengkaran kecil diantara mereka, hal tersebut tidak sampai berlarut-larut. Sama dengan Ibu Masriah, dia selalu mecoba berfikir positif terhadap perbedaan mereka. 115 Mengenai hubungannya dengan warga pendatang, selama bertetangga dengan dengan mereka sejauh ini tidak pernah terjadi kesalahpahan yang membuat hubungan diantara mereka menjadi rengggang. Sejauh ini semuanya berjalan dengan baik, jika ada perbedaan pendapat semuanya diselesaikan dengan baik-baik diatur dan dibicarakan secara kekeluargaan. Pasangan Informan Ketiga: Bapak Raharjo: “perlakuannya istriku itu sampai saat Alhamdulillah sangat baik sangat baik skali, apalagi kalau maumi saya pergi ke kantor pasti dia buatkan sarapan dulu. Kadang juga dia jengkel, karna saya tinggal untuk jaga malam. Tapi saya selalu coba kasih perngertian sama dia. Awalnya dia masih jengkel tapi lama-kelamaan dia mengerti sendiri”. Ibu Handayani: “pertama saya menikah dengan suami saya awalnya agak tidak suka karena jadwal piketnya yang selalu pulang pagi, tapi perlahan-lahan saya sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. dia juga selalu membantu saya kalau sewaktu-waktu ada masalah. Sikapnya yang selalu menghargai saya walaupun saya beda etnis dengan dengan dia”. Berdasarkan hasil wawancara, keduanya memiliki hubungan yang terjalin dengan baik, saling membantu, mengerti, dan saling menhargai perbedaan satu sama lain. Sikap Ibu Handayani yang awalnya tidak menerima pekerjaan piket yang selalu pulang pagi, namun akhirnya dengan kondisi pekerjaan Pak Raharjo. Mengenai hubungan dengan penduduk pendatang sampai saat ini tidak pernah mengecewakan semuanya berjalan dengan harmonis dan secara kekeluagaan. Mereka sudah saling menganggap seperti saudara sendiri, apalagi kalau ada acara yang diadakan acara yang diadakan oleh warga pasti Ibu 116 Handayani selalu dipanggil. Ini membuktikan bahwa hubungan tali silahturami antar warga di desa ini sangat erat. Pasangan Informan Keempat: Pak Agus: “berbicara mengenai sikap, sejauh ini saya melihat sikap istri tidak ada masalah, yang saya tidak senangi dari dia itu, kalau pergi cerita kadang suka lupa waktu. Tapi sebenarnya saya malas pusing, yang penting dia tidak lupa dengan urusan anak dan rumah tangga. Namun saya juga senang, karena dia tidak menuntut banyak pada saya, dia cukup mengerti”. Ibu Sumiati: “kalo suamiku sebenarnya santai orangnya, sabar.. kadang saya juga sadar kalau pergi dirumahnya tetanggaku itu pasti lama. Untungnya dia selalu tidak ambil pusing. Saya juga bersyukur karena suami saya orangnya pekerja keras, walaupun hidup kami pas-pasan”. Berdasarkan hasil wawancara dari Pak Agus dan Ibu Sumiati, penulis menyimpulkan bahwa pasangan ini hampir sama dengan pasangan-pasangan yang sebelumnya, walaupun sifat Ibu Sumiati yang suka lupa waktu kalau sedang bercerita dengan tetangganya, namun Pak Agus tetap memakluminya. Walaupun demikian, Ibu Sumiati tetap merasa diri, bahwa tindakannya tersebut salah. Dengan sikap Pak agus yang merupakan seorang pekerja keras, perlahan-lahan dapat merubah Ibu Sumiati. Pasangan Informan Kelima: Pak Purwanto: “kalau sikap sebenarnya salama dia masih menghargai dan menghormati saya sebagai kepala keluarga saya sudah senang. Bukannya saya memuji istri, tapi dia sangat memahami saya, dia tidak malu dengan pekerjaan saya yang hanya seorang petani, justru dia malah membantu saya. 117 Ibu Saipa: “sikap-sikap yang ditunjukkan selama pernikahan kami cukup baik, walaupun adalah hal-hal kecil yang kadang kita cekcok. Sebenarnya halhal yang seperti itu lumrah, namanya juga perkawinan, tidak mungkin selama perkawinan berjalan dengan mulus-mulus saja. Sikap yang saling pengertian dan saling mendukung menurut saya itu sudah cukup”. Menurut penuturan keduanya dalam wawancara, mereka tidak dapat memungkiri bahwa dalam sebuah perkawinan itu tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan apa yang diinginkan. Pasangan ini cukup memahami pastilah ada pertengkaran-pertengkaran kecil didalamnya, sikap yang selalu menerima apa adanya, saling pengertian dan saling mendukung inilah yang membuat perkawinan beda suku ini menjadi langgeng. B. Pembahasan 1. Prilaku Akulturasi antar Etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan dengan baik Hasil penelitian akan membahas prilaku komunikasi dalam proses akulturasi antara pendatang Jawa dan etnis Muna yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berbeda etnis. Pada pembahasan ini ada tiga faktor yang membuat prilaku akulturasi antara etnis Jawa dengan etnis Muna berjalan dengan baik. a. Keterbukaan Keterbukaan dalam suatu pernikahan merupakan salah satu faktor agar terciptanya keharmonisan dalam sebuah keluarga sehingga tetap terjaga, apalagi menyakut pernikahan yang melibatkan dua etnis yang berbeda. Antara mereka harus ada keterbukaan satu sama lain dalam menerima pesan dan keinginan untuk 118 menyampaikan pesan dari diri dirinya. Dengan demikian pesan yang diberikan baik oleh suami atau istri akan ditanggapi secara maksimal oleh pihak yang menerima pesan sehingga pesan tersebut dapat dimengerti dengan jelas. Keterbukaan ini bisa bersifat pribadi dimana kedua belah pihak dapat berkomunikasi secara bebas dan saling membagi masalah-masalah hidup yang sedang dialami. Berdasarkan penjelasan diatas, sebagian besar pasangan suami istri selalu terbuka dengan pasangannya, namun ada juga beberapa pasangan yang kurang terbuka dengan pasangannya. Menurut De Vito menyatakan bahwa keterbukaan itu merupakan adanya kesediaan untuk membuka diri untuk mengungkapkan informasi yang biasa disembunyikan. Dari kelima pasangan suami istri yang diteliti oleh penulis, empat diantara saling terbuka satu sama lain. Biasanya seorang isrti lebih terbuka jika dibandingkn dengan suami. Seorang wanita dan seorang istri selalu bercerita atau curhat mengenai halhal yang dia alami baik itu kepada sahabat, saudara, orang tua, maupun kepada suami. Seperti yang diungkapkan oleh pasangan informan yang pertama yakni pak Amrin dann Ibu Sri. Disini mereka sangat intens dalam berkomunikasi, mulai dari hal-hal yang sifatnya kecil sampai pada masalah-masalah yang sifatnya serius. Mereka sering kali membahas mengenai apa-apa saja yang telah dilakukan seharihari seperti apa saja yang sudah mereka lakukan dalam waktu seharian. Ibu Sri sangat terbuka kepada Pak Amrin, tidak ada satupun yang dia tutup-tutupi. Dengan keadaan seperti ini, mereka satu sama lain merasa lebih merasa nyaman. Berbeda dengan istri dari informan yang kedua, Ibu masriah pendiam, namun 119 ketika ada masalah yang ia hadapi, tetap meminta suaminya untuk memberikan solusi. Pada pasangan yang ketiga ini dilihat baik Pak Raharjo maupun Ibu Handayani memiliki komunikasi yang baik denga istrinya. Keterbukaan mereka yang selalu saling mengingatkan memberikan satu sama lainnya, merupakan faktor yang sangat penting apalagi dengan perbedaan yang mereka miliki. Inilah yang membuat keluarga mereka tetap harmonis, karena hal apapun yang mereka lakukan pasti selalu dikomunikasikan secara bersama-sama. Pasangan suami istri yang keempat ini adalah pasangan yang terbuka sama dengan pasnagan yang pertama. Bapak Agus dan Ibu Sumiati dapat dilihat bahwa komunikasi yang mereka jalin dengan dengan baik. Mereka sangat terbuka satu sama lain, saling memngingatkan bahkan saling memberi saran. Ibu Sumiati kadang tidak sungkan lagi untuk cerita tentang keadaan keluarganya kepada sang suami karena dia menganggap suaminya merupakan bagian yang terpenting dalam hidupnya. Pada pasangan informan yang kelima, selalu melakukan komunikasi, baik itu dirumah maupun ditempat kerjaan mereka tiap hari bertemu. Jika dirumah mereka membahas masalah rumah tangga dan jika dikebun mereka membahas masalah perkebunan seperti bagaimana meningkatkan produktifitas pertanian, masalah pembibitan serta masalah karyawan. b. Dukungan Sikap yang selalu memberikan dukungan atau semangat terhadap pesan yang disampaikan baik suami atau istri. Sikap dukungan tersebut dapat diketahui 120 pada saat salah satu pihak mendapatkan masalah atau membutuhkan bantuan maka, salah satu pihak akan memberikan tanggapan atau respon dengan sikap membantu. Sikap saling mendukung ini akan mengurangi sikap-sikap negative dalam komunikasi seperti sikap yang tidak ingin menerima pesan, tidak jujur serta sikap tidak empati kapada orang lain. Sikap-sikap mendukung dalam suatu keluarga dapat dilihat dari hal-hal kecil seperti menyiapkan sarapan yang dilakukan oleh Ibu Handayani, yang dilakukan oleh Ibu Masriah yang menyiapkan peralatan mengajar sang suami, hingga mereka saling membantu, saling mendukung dan saling menyemangati dalam pekerjaan masing-masing satu sama lain. Jika dari pasangan-pasangan suami istri ini mempunyai permasalahanpermasalahan, mereka saling memberikan solusi satu sama lain. Ini menunjukkan bahwa walaupun mereka berbeda suku, namun perbedaan tersebut bukanlah masalah. Dari kelima pasangan suami istri ini menunjukkan bahwa sikap dan prilaku saling mendukung satu sama lain seperti hal-hal kecil, sperti bantuan yang sifatnya fisik yakni saling membantu dalam pekerjaan sehari-hari sampai hal-hal besar yang rumit untuk dipecahkan sangat terlihat terlihat dengan jelas melalui hasil wawancara penulis. c. Bersikap Positif Sikap positif merupakan sikap yang harus dimiliki oleh manusia dimana dalam berkomunikasi setiap manusia harus memiliki sikap postif baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari selalu dibutuhkan sikap dan pikiran yang positif sehingga apapun pesan yang diterima dapat 121 ditanggapi dengan positif. Dengan adanya sikap positif ini, kita menghadapi segala masalah yang dengan baik tanpa ada perpecahan. Pada pasangan informan pertama, terlihat sifat-sifat positif yang ditunjukkan oleh orang tua Pak Amrin yang menerima menantunya baik tanpa menghiraukan perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Selain orang tua, mereka juga diterima dengan baik oleh warga-warga setempat. Berdasarkan wawancara dari pasangan informan kedua, sikap positif memang terlihat. Walaupun ada pertengkaran-pertengkaran kecil diantara mereka, hal tersebut tidak sampai berlarut-larut serta selalu mecoba berfikir positif terhadap perbedaan mereka. Sedangkan dimasyarakat, pak Bambang menilai penduduk lokal orang-orangnya transparan, tidak mempersulit kalau ada orang luar yang datang didaerahnya malah sebaliknya membantu orang yang datang. jiwa tolong menolongnya patut diteladani dan tidak membatasi diri dengan orang luar. Pada pasangan informan ke tiga, sikap positif juga tunjukkan oleh keduanya hubungan yang mereka memiliki terjalin dengan baik, saling membantu, mengerti, dan saling mengargai perbedaan satu sama lain. Mengenai hubungan dengan penduduk pendatang sampai saat ini tidak pernah mengecewakan semuanya berjalan dengan harmonis dan secara kekeluargaan. Mereka sudah saling menganggap seperti saudara sendiri. Berbeda dengan pasangan yang lainnya, pasangan informan yang keempat ini terdapat beberapa sifat yang kurang baik yakni sifat Ibu Sumiati yang suka lupa waktu kalau sedang bercerita dengan tetangganya, namun Pak Agus tetap 122 memakluminya. Sikap Ibu Sumiati tersebut ditutupi oleh sifat pak Agus yang pengertian sehingga tidak terjadi kesalapahaman diantara mereka berdua. Begitupula dengan pasangan yang kelima sikap yang selalu menerima apa adanya, saling pengertian dan saling mendukung inilah yang membuat perkawinan beda suku ini menjadi langgeng. Berdasarkan hasil wawancara dari kelima pasangan informan dapat disimpulkan bahwa baik dari istri maupun suami hampir semuanya memiliki sikap postif dalam menilai dan memandang orang lain. Dapat dilihat pula bahwa kelima keluarga ini setidaknya mempunyai sifat positif dengan kehadiran masing-masing pihak dalam kehidupan mereka. Pentingnya memiliki ketiga sikap diatas dalam sebuah keluarga dan menciptakan keluarga yang rukun walaupun berbeda umur, agama, suku, adat istiadat, status sosial jika semuanya dimiliki oleh setiap keluarga, maka semua perbedaan itu akan dilewati dengan baik. Sebaliknya jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki ketiga sifat tersebut, maka tidak berjalan dengan baik. 2. Proses Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, observasi dan wawancara penulis dilapangan menggambarkan bahwa proses akulturasi terhadap pasangan suami istri yang berbeda etnis yang terjadi di Kecamatan Kabangka ditandai dengan tiga proses yang mendasar yang ditinjau dari variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi yang bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang transmigran dari perspektif komunikasi yang dielaborasi oleh Ruben dimulai oleh: 123 a. Komunikasi Antar Personal Merupakan komunikasi yang terjadi dari dalam diri masing-masing individu dari pasangan suami istri yang merupakan gabungan dari etnis pendatang Jawa maupun penduduk lokal (etnis Muna). Komunikasi intra pribadi ini merupakan proses mental dari dalam diri etnis pendatang Jawa untuk menyesuaikan diri dan mengatur lingkungan sosio budayanya seperti melihat langsung kondisi masyarakat dan lingkungannya, mendengar setiap pembicaraan penduduk lokal memahami dan merespons keadaan yang terjadi dalam lingkungan sekitar. Bukan hal yang sulit bagi etnis Muna ketika mempunyai niat untuk menikahi seorang wanita yang merupakan penduduk penduduk pendatang Jawa di Kecamatan Kabangka. Penduduk etnis Muna tentunya sudah mengenal terlebih dahulu watak dan karakter perempuan yang akan dinikahinya nanti begitu pula sebaliknya. Sebelum mereka menikah, mereka sudah saling melakukan pendekatan satu sama lain kondisi penduduk lokal dan lingkungannya, sudah ada hubungan psikologis diantara mereka, sehingga dalam benak mereka tidak muncul berbagai macam pertanyaan-pertanyaan. Dari penjelasan Pak Amrin diatas, sebelum memutuskan menikah dengan Ibu Sri, beliau sudah mengenal kepribadian Ibu Sri dan dan mengetahui bagaimana kondisi keluarganya (penduduk etnis pendatang Jawa) pada saat mereka berpacaran. Selain sudah saling mengenal terlebih dahulu, diantara mereka secara pribadi bisa dikatakan sudah seperti saudara sendiri, terjalin hubungan psikologi. 124 Adapun hubungan persahabatan secara psikologis dan emosional diatas merupakan salah satu indikator yang mempererat akulturasi, dimana membantu memudahkan etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal memasuki tahap yang pribadi sehingga dalam benak mereka tidak ada rasa saling curiga. b. Lingkungan Komunikasi Lingkungan komunikasi pasangan suami istri yang beda etnis ini dilokasi penelitian diakui oleh informan berjalan intens sama seperti pasangan suam istri yang menikah sesama etnis Jawa ataupun sesama etnis Muna. Pergaulan atau interaksi itu dimulai dari lingkungan pertetanggaan, kerja, serta dalam lingkungan rumah tangga itu sendiri. Lingkungan dimana mereka bertemu dan berkumpul saling berkomunikasi baik secara individu maupun kelompok. Pada saat berkomunikasi, kelima pasangan suami istri ini lebih menyesuaikan keadaan dalam berkomunkasi, tiap saatpun mereka salalu lakukan, baik itu dirumah maupun ditempat kerjaan mereka tiap hari bertemu. Jika dirumah mereka membahas masalah rumah tangga dan jika berada dikebun mereka membahas masalah perkebunan seperti bagaimana meningkatkan produktifitas pertanian, masalah pembibitan serta masalah karyawan. Adapun cara-cara yang dilakukan etnis pendatang Jawa atau penduduk lokal agar dapat dikenal dan saling mengenal dalam lingkungannya adalah saling mengundang apabila ada yang mengadakan pesta pernikahan atau acara syukuran, mereka saling membantu mendirikan tenda dan membuat baruga seperti yang diungkapkan oleh kepala desa Wakobalu Agung. Dengan adanya kegiatan tersebut yang melibatkan etnis pendatang bugis dan penduduk lokal dalam 125 lingkungan mereka dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi diantara mereka yang terlibat dalam hal ini. Lingkungan komunikasi turut memberi andil dalam mempercepat proses akulturasi antara etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal dimana mereka bergaul dan berkomunikasi. c. Komunikasi Sosial Komunikasi sosial berkaitan dengan komunikasi antar personal (antar pribadi), dimana melibatkan dua orang atau lebih yang berbeda budaya saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam hubungan ini terjadi proses saling mempengaruhi, proses saling mempengaruhi dalam kegiatan pergaulan antar individu ini disebut komunikasi. Setiap harinya etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal melakukan interaksi dan komunikasi antar pribadi berdasarkan kebutuhan atas informasi, pengetahuan yang dimilikinya, pengalaman- pengalaman pribadinya, menyangkut kehidupan sehari-hari dimasyarakat, partisipasi dan persetujuan dalam bidang tertentu, misalnya perdagangan, dan pertanian. Seperti yang dilakukan informan pertama sampai informan kesepuluh dimana mereka setiap harinya melakukan komunikasi sosial dan komunikasi antar pribadi. Dengan melakukan komunikasi antar pribadi (antar personal) diharapkan saling mengisi kekurangan dan kelebihan masing-masing. Hubungan komunikasi antar etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal berlangsung diberbagai tempat dimana saja ketika mereka bertemu. Hubungan komunikasi antar pribadi diantara mereka terjalin akrab bahkan sudah seperti keluarga sendiri. Begitupula dengan hubungan social diantara 126 mereka antar satu dengan yang lainnya saling mengenal dengan baik. Komunikasi social dan komunikasi antar pribadi etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal berjalan efektif karena pihak-pihak yang berkomunikasi sudah saling mengenal dan mempunyai persamaan kultur. Selain ketiga proses diatas, menurut Koentjaraningrat ada tujuh buah unsur kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan di dunia yang dapat mendukung proses akulturasi yakni: Bahasa Salah satu unsur terpenting dalam kehidupan manusia yang merupakan syarat berlangsungnya suatu interaksi adalah pengetahuan tentang bahasa. Bahasa merupakan suatu alat yang dipergunakan ataupun dipakai manusia dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama manusia. Bahasa daerah Muna pada dasarnya sangat jauh berbeda dengan bahasa Jawa yang ada, walaupun ada perbedaan bahasa, komunikasi mereka tidak mengalami distorsi. Dalam berkomunikasi etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Pada umumnya masyarakat diKec. Kabangka menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-harinya, sedangkan penduduk lokal menggunakan bahasa daerah Muna pada saat dalam lingkungan keluarga antar sesama penduduk lokal sendiri dan juga sebagian etnis pendatang Jawa yang bisa berbahasa daerah. Kepala desa Wakobalu Agung mengatakan bahwa dalam berkomunikasi dengan etnis Jawa berlangsung dengan lancar begitupun sebaliknya karena dapat 127 berbahasa Jawa, bahasa Indonesia dan berbahasa daerah Muna dengan orang Muna sendiri. Di desa Sarimulyo tidak ditemukan hambatan dalam berkomunikasi antar etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal karena penduduk lokal bisa berbahasa Indonesia. Namun bahasa penduduk lokal sulit dimengerti apalagi untuk dilafalkan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan hasil wawancara bahwa ada dari beberapa informan mengatakan bahasa daerah Muna adalah salah satu bahasa yang agak sulit dituturkan dan penduduk lokal bisa berkomunikasi lebih dari dua bahasa dan ini sangat menguntungkan bagi transmigran yang ingin tinggal dan menetap didaerah ini. Hal ini disebabkan karena penduduk lokal sendiri banyak yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dalam berkomunikasi dengan etnis pendatang Jawa. Keberadaan etnis pendatang Jawa setidaknya telah menggeser penggunaan bahasa daerah Muna sebagai bahasa asli penduduk lokal. System ilmu pengetahuan Latarbelakang pendidikan merupakan suatu hal yang dapat memudahkan preses akulturasi dapat dilihat antar penduduk lokal dan transmigran dapat saling bertukar informasi mengenai bidang pertanian misalnya membicarakan tata cara pengolahan lahan/tanah pertanian seperti yang diakui oleh kepala Desa Wakobalu Agung, dalam bidang pertanian ini penduduk lokal belajar atau meniru tata cara pengolahan yang baik dan benar secara lebih modern begitu pula dalam bidang sosial kemsyarakatan lainnya. Setidaknya pertukaran informasi dan pengetahuan diantara mereka memudahkan pekerjaan yang mereka kerjakan. 128 Organisasi Sosial Organisasi sosial sebagai wadah pertemuan dan mempersatuan ide-ide mereka diharapkan dapat menghindari konflik yang terjadi dimasyarakat. Kerjasama dalam bidang sosial yang melibatkan etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal tidak lain untuk lebih mempererat rasa persaudaraan diantara mereka dan untuk menghindari kecemburuan sosial dimasyarakat. Adanya kegiatan/perkumpulan seperti yang diungkapkan oleh informan kelima diatas, dimana mereka turut ikut berpartisipasi dalam kegiatan/perkumpulan sosial kemasyarakatan merupakan suatu kegiatan yang positif dimana mereka dapat berkumpul dan mengemukakan pendapatnya masingmasing untuk suatu tujuan yang baik. Dari kesepuluh informan semua melibatkan diri untuk bekerjasama dalam organisasi social kemasyarakatan. System Peralatan Mengenai system peralatan hidup dan teknologi, tegantung dari tingkat pendapatan masyarakat di desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo. Sebagian besar perlatan rumah tangga di dua desa ini sudah modern, mereka (etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal) pada umumnya mengikuti perkembangan jaman. Seperti peralatan rumah tangga, mereka menggunakan alat-alat yang modern seperti kulkas, rice coker, mesin cuci, radio, dan TV sebagai sarana hiburan. Peralatan rumah tangga dan teknologi yang disebutkan diatas pada dasarnya dipakai oleh mereka yang mampu dan ada juga sebagian kecil masyarakat yang masih memakai peralatan hidup yang sederhana dan masih tradisional. 129 System Mata Pencaharian Hidup System mata pencaharian hidup lebih terfokus pada jenis pekerjaan manusia untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup. Sehubungan dengan hal tersebut, maka mereka tidak hanya memiliki satu jenis pekerjaan saja tetapi juga menyisihkan waktu diluar pekerjaanya dalam hal memenuhi kebutuhannya seharihari baik terhadap diri sendiri maupun terhadap anggota keluarganya. Etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal sebagian ada yang berprofesi ganda yaitu memiliki dua jenis pekerjaan sekaligus. Banyak hal yang bisa dikerjakan termasuk berkebun untuk mengisi waktu luang seperti yang diakui oleh Pak Bambang (pasangan informan ke dua). Sama halnya juga yang diungkapkan oleh bapak Agus Sunaryoto (pasangan informan keempat) seperti berkebun ataupun menjual sembako. Hal ini disebabkan karena kondisi yang memungkinkan para informan diatas untuk bekerja dalam bidang pertanian diluar pekerjaannya sebgai staf pengajar. Selain itu, mereka juga memiliki skill dan banyaknya terobosan baru dalam teknologi pertanian yang dapat memudahkan pekerjaan mereka. Religi Yaitu susatu system kepercayaan yang merupakan nilai budaya ritual. Masyarakat Kecamatan Kabangka desa Wakobalu Agung dan desa Sarimulyo mayoritas beragama islam dan melaksanakan berbagai kegiatan yang mereka anggap sebagai bagaian dari syariat Islam. Seperti yang diungkapkan Ibu Sriwahyuni (pasangan informan yang pertama) dan pak Bambang (pasangan informan kedua) seperti yang sering dilakukan di desa Wakobalu Agung dengan 130 penduduk lokal biasanya dalam bidang sosial, mengadakan pengajian dimesjid dengan membentuk majelis ta’lim, acara malam ta’siah bila ada yang meninggal mengadaan Maulid Nabi serta Halal bi Halal. Salah satu hal yang mempercepat proses akulturasi di Kecamatan Kabangka karena adanya persamaan agama sehingga streotip-streotip diantara mereka hampir tidak ada, mereka hidup dalam suasana kerukunan sebagai umat beragama. Kesenian Setiap etnis dan suku bangsa memiliki cirri khas tersendiri mengenai kesenian atau budaya masing-masing. Kesenian yang dilakukan oleh penduduk lokal seperti, Ewa wuna ini terdiri dari empat orang yakni dua orang laki-laki dan dua orang perempuan dan Ewa wuna ini merupakan symbol penyambutan terhadap mempelai pria yang akan melakukan ijab Kabul. Namun tarian ini sudah beberapa tahun sudah tidak lagi dilaksanakan atau ditampilkan pada acara-acara tersebut sudah tidak lagi dilaksanakan atau ditampilkan pada acara-acara tersebut. 131 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 5 (lima) pasangan informan, yang terdiri dan 5 informan etnis pendatang Jawa yang melakukan pernikahan dengan 5 informan penduduk lokal yang berdomisili di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Kec. Kabangka sebagai tempat berlangsungnya proses akulturasi, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang pada pasangan suami istri yang melakukan pernikahan beda etnis dan menganalisis prilaku komunikasi yang terjadi didalamnya dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Proses Akulturasi Antar Etnis Jawa dan etnis Muna di Kecamatan Kabangka, apa bila dilihat secara keseluruhan terdapat adanya hubungan social yang berbeda pada tingkat yang baik. Proses akulturasi ditandai dengan tiga proses yang mendasar yang ditinjau dari variable komunikasi yakni proses yang pertama adalah komunikasi antar personal (antarpribadi), proses yang kedua, lingkungan komunikasi, sedangkan proses yang ketiga adalah komunikasi social. Selain ketiga proses tersebut, ada 7 (tujuh) proses yang mendukung proses akulturasi yaitu bahasa, bersifat terbuka dan 132 berpikir positif, organisasi sosial, system peralatam hidup adan teknologi, system mata pencaharian hidup, religi serta kesenian. 2. Prilaku akulturasi antar etnis Jawa dengan etnis Muna dapat berjalan dengan baik karena dalam hubungan antara pribadi mereka terdapat adanya sifat saling keterbukaan, saling mendukung serta memiliki sifat positif dalam pernikahan yang mereka jalani. Dari kelima pasangan perkawinan yang melakukan pernikahan beda etnis, dapat lihat bahwa dengan memiliki sikap keterbukaan, dukungan dan sikap positif dalam keluarga, memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menciptakan kenyamanan komunikasi dalam sebuah keluarga. Berdasarkan hasil wawancara semuan informan dari lima pasangan suami istri yang melakukan pernikahan beda etnis menyatakan bahwa kehidupan pernikahan mereka berlangsung dengan baik dan harmonis, walaupun ada beberapa masalah kecil tapi secara keseluruhan berpendapat bahwa pernikahan mereka harmonis karena tidak ada konflik besar ataupun masalah besar yang membuat mereka kehilangan komunikasi dengan pasangan ataupun keluarga dan masyarakat yang ada di DesaWakobalu Agung dan Desa Sarimulyo khususnya mereka yang menikah dengan etnis yang berbeda. B. Saran 1. Pembauran atau akulturasi yang terjadi di Kec. Kabangka khususnya di Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo antar etnis pendatang Jawa dan penduduk lokal berupa bahasa, amalgamasi, kesempatan yang seimbang dalam bidang ekonomi, pertanian dan adat-istiadat agar tetap 133 dipertahankan dan ditingkatkan demi terciptanya kedamaian dalam masyarakat. 2. Sikat keterbukaan dalam hubungan pernikahan sebaiknya perlu dibicarakan sebelum melakukan pernikahan apalagi pernikahan beda etnis agar tercipta sebuah keluarga yang harmonis. 3. Dalam akulturasi diharapkan etnis-etnis yang terlibat didalamnya tidak meninggalkan adat-istiadat yang telah ada sebelumnya agar para generasi muda dapat melestarikan budaya lokal yang ada. 134 DAFTAR PUSTAKA Arifin, Anwar. 2002. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persaja Ardianto, Elvinaro & Q. Anees, Bambang. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama. Budayatna, M., Nina Mutmainah. 1994. Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Universitas Terbuka. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Surabaya: Prenada Media Grup. Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakata: Karisma Publishing Group. Harsyo, 1997. Pengantar Antropologi. Bandung : Bina Cipta Irmaniar, 1998. Proses Akulturasi antara Etnik Pendatang Bugis dan Penduduk Asli Wotu. Koentjaraningrat, 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Littejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta Selatan: Salemba Humanika. Maleung, J, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Dedy & Rakhnat, Jalaluddin. 1990. Komunikasi Antar Budaya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2000. Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. ----------. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset ----------. 2007. Ilmu Komunikasi Sebagai Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset 135 ----------. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Rakhmat, Jalaluddin. 1996 . Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Rumondor, Alex dkk. 1995. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Universitas Terbuka. Saefullah, Ujang. 2007. KAPITA SELEKTA KOMUNIKASI Pendejatan Agama dan Budaya. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Soekanto, Soerjono.1990. Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Soerhartono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Subiayantoro, Arief & Suwarto, FX. 2006. Metode & Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumber dari internet: http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html http://galihredevils.blogspot.com/2010/10/akulturasi.html http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html http://sites.google.com/site/kuliahkab/halaman-2 http://hub.iibn-id.org/gdl.php?mod=browse&op=read&id=hubptain-gdlsukarnobo6-7359&q=Urban http://alfinnitihardjo.ohlog.com/interaksi-sosial.oh112676.html http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/sosiologi-komunikasi-prosessosial-dan-interaksi-sosial/ http://rinakhaa.wordpress.com/2011/05/24/dampak-modernisasi-terhadapakulturasi-budaya/ http://www.scribd.com/doc/77100950/Akulturasi-Dan-Culture-Shock 136 Lampiran I Daftar Pertanyaan Responden a. Proses akulturasi komunikasi antar budaya dengan informan etnis Jawa ? 1. Sudah berapa lama tinggal di Kecamatan Kabangka ? 2. Pertama kali datang di Kecamatan Kabangka, apa yang ada dalampikiran bapak/ibu mengenai penduduk asli Muna ? 3. Apa tujuan bapak/ibu datang dan menetap di Kecamatan Kabangka ? 4. Apakah lingkungan tempat tinggal bapak/ibu ada penduduk lokal yang tinggal ? 5. Dalam kehidupan sehari-hari apakah bapak/ibu sering berkomunikasi dengan penduduk lokal ? 6. Dimana saja bapak/ibu berkomunikasi dengan penduduk lokal ? 7. Apa saja yang sering dibicarakan dengan penduduk lokal ? (politik, sosial dan budaya) 8. Bahasa apa yang bapak/ibu gunakan dalam berkomunikasi dengan penduduk lokal ? 9. Apakah hubungan komunikasi bapak/ibu berjalan efektif ? 10. Bagaiman menurut bapak/ibu tentang penduduk lokal ? b. Proses akulturasi komunikasi antar budaya, dimana informannya penduduk asli Muna 1. Apakah dilingkungan tempat tinggal bapak/ibu ada yang tinggal etnis Jawa ? 2. Apakah yang bapak/ibu pikirkan ketika pertama kali melihat etnis Jawa datang di Kecamatan Kabangka ? 3. Dalam kehidupan sehari-hari apakah bapak/ibu sering berkomunikasi dengan etnis Jawa ? 4. Dimana saja bapak/ibu berkomunikasi dengan etnis Jawa ? 5. Apa saja sering yang dibicarakan dengan etnis Jawa ? 137 6. Bahasa apa yang bapak/ibu gunakan dalam berkomunikasi dengan etnis Jawa? 7. Apakah hubungan komunikasi bapak/ibu berjalan efektif ? 8. Bagaimana menurut bapak/ibu dengan keberadaan etnis Jawa di kecamatan Kabangka ? c. Proses akulturasi komunikasi antar budaya, informannya etnis Jawa dan penduduk asli Muna sehingga berlangsung dengan baik ? 1. Bagaimana awal anda bertemu dengan pasangan anda? 2. Suka duka menjalani pernikahan dengan etnis Jawa ? 3. Bagaimana hubungan komunikasi dengan pasangan anda ? 4. Apakah bapak/ibu mengetahui adat-istiadat dan bahasa etnis Jawa/penduduk lokal ? 5. Apakah ada kemiripan budaya etnis Jawa dengan penduduk lokal ? 6. Apakah dikeluarga bapak/ibu ada yang menikah dengan etmis Jawa atau penduduk lokal ? 7. Apakah bapak/ibu sering melakukan kerjasama dengan etnis Jawa/penduduk lokal? Dalam hal apa saja dan mengapa kerjasama tersebut dilakukan ? 8. Apakah selama ini bapak/ibu pernah berselisih paham dengan penduduk lokal/etnis Jawa? 9. Bila ada masalah yang terjadi, bagaimana cara penyelesaiannya ? 138 Lampiran II Foto-foto Kantor Camat dan Kantor Desa Wakobalu Agung serta Desa Sarimulyo di Kecamatan Kabangka. A. Foto Kantor kecamatan Kabangka sebagai Pusat pemerintahan yang ada di Kec. Kabangka B. Foto Kantor Desa Sarimulyo sebagai Pusat pemerintahan di Desa ini yang berada di Kec. Kabangka 139 C. Foto Kantor Desa Wakobalu Agung sebagai Pusat pemerintahan di Desa ini yang berada di Kec. Kabangka 140 Lampiran III Beberapa Foto Hasil Komoditi Masyarakat Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo di Kec. Kabangka Beberapa foto hasil komoditi yang merupakan hasil perkebunan dari masyarakat Desa Wakobalu Agung dan Desa Sarimulyo Tanaman Jeruk Diantara beberapa hasil perkebunan yang ada, jeruklah yang memiliki hasil yang terbesar, dimana hasilnya dipasok dibeberapa daerah diluar Kec. Kabangka bahkan dipasarkan di beberapa daerah yang ada dipulau Sulawesi. 141 Tanaman Jagung Tanaman Pepaya 142 143 Tanaman Coklat 144 Tentang Penulis… . Ade Ramayana yang akrab di sapa Ade merupakan anak bungsu dari Bapak La Kenda dan Wa Ape. Terlahir disebuah desa yang sangat sederhana yang terletak di Kec. Kabawo Kab. Muna, Sulawesi tenggara. Semasa hidup, penulis mulai menempuh pendidikan pada TK DW. Oebhalano pada tahun 1996, SDN 10 Kabawo pada tahun 1997, kemudian pada tahun 2003 pada SLTP 1 Kabawo dan di SMAN 1 Kabawo pada tahun 2005. Hingga pada tahun 2008 penulispun hijran ke Makassar untuk melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin Jurusan Ilmu Komunikasi program studi Public Relations. Pada saat ini penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir (SKRIPSI). Apabila ada saran dan kritik ataupun masukan mengenai hal-hal yang berhubungan dangan Skripsi ini, pembaca dapat menghubungi penulis melalui akun Twitter: @aderamayana, Facebook: Ade Ramayana ataupun dengan mengirimkan email: [email protected]. 145